Anda di halaman 1dari 43

JARINGAN IRIGASI DAN

BANGUNAN AIR

Disusun Oleh :
SYAHWAL DIVA
SAFITRI
NPM :20311108

FAKULTAS TEKNIK
PRODI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS BESAR
JARINGAN IRIGASI
DAN BANGUNAN
AIR

DI SUSUN OLEH :
SYAHWAL DIVA SAFITRI
NPM 20311108

FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI


TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BANDAR
LAMPUNG 2022

DISETUJUI, DOSEN PENGAJAR,

ILYAS SADAD, ST., MT.

Page 2 of 43
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara agraris dimana pembangunan di bidang
pertanian menjadi prioritas utama. Indonesia merupakan salah satu Negara
yang memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan
sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. Berbagai cara
dapat dilakukan dalam rangka pembangunan di bidang pertanian untuk
meningkatkan produksi pangan. Maka dari itu diperlukan suatu bentuk
rekayasa yang baik sehingga seperti apapun lahan yang tersedia, produksi
pangan tetap dapat dilakukan dengan kualitas yang tinggi.
Satu hal yang cukup krusial dalam merekayasa lahan adalah jaringan irigasi.
Hal ini karena baik tanaman maupun padi (khususnya untuk bidang agraris),
membutuhkan air yang mencukupi agar pertumbuhannya baik. Namun
ketersediaan air yang ada untuk tanaman tidak menjamin terpenuhinya
kebutuhan air bagi tanaman tersebut untuk tumbuh dengan baik. Sehingga
diperlukan jaringan yang menyediakan kebutuhan air bagi lahan tersebut.
Langkah awal yang dapat dilakukan yaitu dengan pembangunan saluran
irigasi untuk menunjang ketersediaan air, sehingga ketersediaan air di lahan
akan terpenuhi walaupun lahan tersebut jauh dari sumber air permukaan.
Lokasi studi dalam laporan ini yaitu daerah irigasi Way Batu Tegi. Daerah
irigasi Batu Tegi subdas Way Batu tegi terletak di Lampung. Dan mempunyai
panjang sungai 74,8234 Km serta luas Das 745,6157 Km²,
Perbedaan kontur pada DAS Sungai Batu Tegi cukup bervariasi mulai dari
dataran tinggi sampai rendah.

Page 3 of 43
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan dari tugas besar ini yaitu :
1. Merencanakan sebuah saluran pekerjaan pengairan dari daerah irigasi
yang telah ditentukan di DAS Way Batu Tegi di daerah Lampung.
2. Merencanakan kebutuhan air di sawah tiap hektar (liter/detik/ha).
3. Memahami konsep atau gambaran umum perencanaan suatu daerah
irigasi.

1.3. Ruang Lingkup


Ruang lingkup penyusunan laporan tugas besar ini yaitu perencanaan irigasi
daerah Sungai Way Batu Tegi, Lampung. Adapun Ruang lingkup penulisan
laporan
ini meliputi :
1. Perencanaan petak daerah irigasi
2. Perencanaan saluran irigasi
3. Perencanaan bangunan air untuk irigasi
4. Perhitungan kebutuhan air daerah irigasi
5. Perhitungan dimensi saluran dan tinggi muka air dalam saluran
6. Layout bangunan bagi pada saluran

1.4. Metodelogi Penyusunan Tugas


Metodologi yang digunakan dalam laporan ini agar dapat mencapai tujuan
yang tertulis diatas adalah sebagai berikut :
1. Melakukan Studi Literatur
2. Mengumpulkan Data Wilayah, Hidrologi dan Data iklim ( klimatologi )
yang mencakup data temperatur rata-rata, data kelembaban rata-rata,
data sinar matahari, dan data kecepatan angin rata-rata pada daerah
tersebut.

Page 4 of 43
3. Data-data lainnya (pemakaian persamaan, tabel, koefisien, dan lain
sebagainya)
Langkah pengerjaan dimulai dengan :
1. Membuat DAS dan perencanaan daerah irigasi dari peta yang
diberikan
2. Menyusun jaringan
3. Perhitungan dari data-data yang diperoleh melalui studi pustaka
Adapun hasil akhir dari tugas besar ini adalah sebuah perencanaan jaringan
irigasi pada daerah Sungai Way Batu Tegi, Lampung. yang meliputi data
kebutuhan air, dimensi pada tiap saluran serta tinggi muka air pada saluran
.

Page 5 of 43
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Irigasi


Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan
pertanian. Sehingga irigasi dapat didefinisikan sebagai sistem pemberian air
dari suatu sumber air permukaan (sungai, danau, rawa, waduk) menuju ke
tempat lahan budidaya tanaman sesuai kebutuhan tanaman (tepat guna),
secara teratur dan tepat waktu.
Irigasi bertujuan untuk memberi air pada tanaman untuk memenuhi
kebuituhannya dan membuang air yang berlebihan dari lahan. Dengan adanya
irigasi pemberian dan pembuangan air dapat dikendalikan dari segi jumlah
dan waktu pemberiannya
Dalam perkembangannya sampai saat ini, ada 3 jenis sistem irigasi yang biasa
digunakan. Keempat sistem irigasi itu adalah sebagai berikut :
1. Irigasi Sistem Gravitasi Merupakan sistem irigasi yang memanfaatkan
gaya tarik bumi untuk pengaliran airnya. Air mengalir dari tempat yang
tinggi ke tempat yang rendah akibat pengaruh gravitasi.
2. Irigasi Sistem Pompa
Sistem irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan, apabila pengambilan
secara gravitatif ternyata tidak layak dari segi ekonomi maupun teknik.
Cara ini membutuhkan modal kecil, namun memerlukan biaya ekspoitasi
yang besar. Sumber air yang dapat dipompa untuk keperluan irigasi dapat
diambil dari sungai.
3. Irigasi Pasang-surut Yang dimaksud dengan sistem irigasi pasang-surut
adalah suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai
akibat peristiwa pasang-surut air laut. Areal yang direncanakan untuk tipe
irigasi ini adalah areal yang
mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang-surut air laut. Untuk aerah
Kalimantan misalnya, daerah ini bisa mencapai panjang 30 - 50 km memanjang

Page 6 of 43
pantai dan 10 - 15 km masuk ke darat. Air genangan yang berupa air tawar dari
sungai akan menekan dan mencuci kandungan.

Adapun untuk mengalirkan dan membagi air irigasi, dikenal 4 cara utama,
yaitu :
1. Pemberian air irigasi lewat permukaan tanah, yaitu pemberian air irigasi
melalui permukaan tanah.
2. Pemberian air irigasi melalui bawah permukaan tanah, tanah dialiri melalui
bawah permukaannya. Air dialirkan melalui saluran-saluran yang ada di
sisi petak sawah. Akibat adanya air ini, muka air tanah pada petak-petak
sawah akan naik. Kemudian air tanah akan mencapai daerah perakaran
secara kapiler. Dengan demikian tanaman akan memperoleh air.
Persyaratan :
a. Lapisan tanah atas mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi.
Lapisan tanah bawah cukup stabil dan kedap air berada pada
kedalaman 1.5 sampai 3 meter.
b. Permukaan tanah sangat datar
c. Air berkualitas baik dan berkadar garam rendah.
d. Organisasi pengatur berjalan dengan baik.
3. Pemberian air dengan cara irigasi siraman. Pada sistem ini air akan
disalurkan melalui jaringan pipa, kemudian disemprotkan ke permukaan
tanah dengan kekuatan mesin pompa air. Sistem ini lebih efisien
dibandingkan dengan cara gravitasi dan irigasi bawah tanah.
4. Pemberian air dengan cara tetesan, air irigasi disalurkan lewat jaringan
pipa dan diteteskan tepat di daerah perakaran tanaman. Irigasi ini juga
menggunakan mesin pompa air sebagai tenaga penggerak. Cara pemberian
air irigasi semacam inipun belum lazim di Indonesia. Perbedaan dengan
sistem irigasi siraman :
a. Pipa tersier jalurnya melalui pohon.
b. Tekanan yang dibutuhkan kecil, karena hanya diteteskan dengan
tekanan lapangan 1 atm.

Page 7 of 43
2.2. Teori Perencanaan Petak Saluran dan Bangunan Air
2.2.1.Teori Perencanaan Petak
Petak irigasi adalah petak sawah atau daerah yang akan dialiri dari
suatu sumber air, baik waduk maupun langsung dari satu atau beberapa
sungai melalui bangunan pengambilan bebas. Petak irigasi dibagi 3
jenis yaitu :
1. Petak Tersier
Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan
sadap (off take) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan
sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier. Di daerah-daerah yang
ditanami padi luas petak tersier idealnya minimum 50 ha, dan dalam keadaan
tertentu dapat ditolelir sampai seluas 150 ha, disesuaikan dengan kondisi topografi
dan kemudahan eksploitasi.
Petak tersier mendapat air dari satu bangunan sadap pada saluran
sekunder. Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan petak tersier adalah:
a. Petak mempunyai batas yang jelas pada setiap petak sehingga
terpisah dari petak tersier lainnya dan sebagai batas petak
adalah saluran drainase.
b. Bentuk petak sedapat mungkin bujur sangkar, agar lebih
efisien.
c. Tanah dalam petak tersier sedapat mungkin harus dapat
dimiliki oleh satu desa atau paling banyak 3 desa.
d. Desa, jalan, sungai diusahakan jadi batas petak.
e. Tiap petak harus dapat menerima atau membuang air, gerakan
air dalam petak harus sama.
f. Luas petak diusahakan tidak lebih dari 60 ha. Petak yang
terlalu kecil membutuhkan air lebih banyak, petak yang terlalu
besar menyebabkan sawah yang terletak dibawah menerima air
terlalu banyak dimusim hujan dan terlalu sedikit di musim
kemarau. Untuk daerah berbukit luas petaknya berkisar antara
50 ha, untuk dataran rendah luas petaknya berkisar 150 ha.

Page 8 of 43
g. Dalam tiap bidang salah satu petak harus dapat
mempergunakan air dengan baik.
h. Bangunan pembagi ditempatkan di tempat tinggi.
i. Petak tersier harus diletakan sedekat mungkin dengan saluran
pembawa/bangunan pembawa
2. Petak sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya
dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari
bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak
sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, seperti
misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda, tergantung
pada situasi daerah.
3. Petak primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air
langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang
mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai. Proyek-proyek
irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer. Ini menghasilkan dua petak
primer.

2.2.2. Teori Perencanaan Saluran


1. Saluran Pembawa
Berfungsi membawa air dari sumber ke petak sawah. Dilihat dari tingkat
percabangannya, dapat dibedakan menjadi:
a. Saluran Primer
Berfungsi membawa air dari sumbernya dan membagikannya ke saluran
sekunder. Air yang dibutuhkan untuk saluran irigasi didapat dari sungai, danau
atau waduk. Pada umumnya pengairan yang didapat dari sungai jauh lebih baik
dari yang lainnya.Air dari sungai mengandung banyak zat lumpur yang biasanya
merupakan pupuk bagi tanaman sehingga gunanya terutama ialah menjaga agar
tanaman tidak mati kekeringan dalam musim kering.

Page 9 of 43
Untuk saluran primer ini harus merupakan saluran trance (saluran garis
tinggi) oleh karena itu banyak mengalami silangan-silangan karena juga
mengikuti garis kontur, maka akan berkelok-kelok dan panjang.
b. Saluran Sekunder
Dari saluran primer air disadap oleh saluran-saluran sekunder untuk
mengairi daerah-daerah yang sedapat mungkin dikelilingi oleh saluran-saluran
alam yang dapat digunakan untuk membuang air hujan dan air yang kelebihan.
Untuk mengairi petak sekunder yang jauh dari bangunan penyadap, kita gunakan
saluran muka supaya tidak perlu membuat bangunan penyadap, sehingga
diperlukan saluran sekunder. Fungsi utama dari saluran sekunder adalah
membawa air dari saluran primer dan membagikannya ke saluran tersier. Sedapat
mungkin saluran pemberi merupakan saluran punggung sehingga dengan
demikian kita bisa membagi air pada kedua belah sisi. Yang dimaksud dengan
saluran punggung adalah saluran yang memotong atau melintang terhadap garis
tinggi sedemikian rupa sehingga melalui daerah (titik tertinggi) dari daerah
sekitarnya.
c. Saluran Tersier
Fungsi utamanya adalah membawa air dari saluran sekunder dan
membagikannya ke petak-petak sawah. dengan luas petak maksimal adalah 60 Ha.
Saluran irigasi tersier adalah saluran pembawa yang mengambil airnya dari
bangunan sadap melalui petak tersier sampai ke boks bagi terakhir. Pada tanah
terjal saluran mengikuti kemiringan medan, sedangkan pada tanah bergelombang
atau datar, saluran mengikuti kaki bukit atau tempat-tempat tinggi.
Boks tersier akan membagi air ke saluran tersier atau kuarter berikutnya.
Boks kuarter akan memberikan airnya ke saluran-saluran kuarter. terjal saluran
kuarter biasanya merupakan saluran garis tinggi yang tidak menentukan Saluran-
saluran kuarter adalah saluran-saluran bagi, umumnya dimulai dari boks bagi
sampai ke saluran pembuang. Panjang maksimum yang diizinkan adalah 500 m.
Di daerah-daerah bangunan terjun. Di tanah yang bergelombang, saluran kuarter
mengikuti kaki bukit atau berdampingan dengan saluran tersier.
2. Saluran pembuang

Page 10 of 43
Saluran pembuang intern harus sesuai dengan kerangka kerja saluran
pembuang primer. Jaringan pembuang tersier dipakai untuk mengeringkan
sawah , membuang kelebihan air hujan, membuang kelebihan air irigasi. Saluran
pembuang kuarter biasanya berupa saluran buatan yang merupakan garis tinggi
pada medan terjal atau alur alamiah kecil pada medan bergelombang. Kelebihan
air ditampung langsung dari sawah di daerah atas atau dari saluran pembuang
cacing di daerah bawah. Saluran pembuang tersier menampung air buangan dari
saluran pembuang kuarter dan sering merupakan batas antara petak-petak tersier.
Saluran pembuang tersier biasanya berupa saluran yang mengikuti kemiringan
medan. Jarak antara saluran irigasi dan pembuang hendaknya cukup jauh agar
kemiringan hidrolis tidak kurang dari 1 : 4.
2.2.3. Teori Perencanaan Bangunan Air
Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air
untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber
airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, yaitu :
1. Bendung
Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang
dibangun melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud
untuk meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung
mencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan
dialirkan secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat
beberapa jenis bendung, diantaranya adalah
(1) bendung tetap (weir), (2) bendung gerak (barrage) dan (3) bendung karet
(inflamble weir). Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan
pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas , kantong
lumpur dan tanggul banjir.
a. Pengambilan bebas

Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat di tepi sungai yang


mengalirkan air sungai kedalam jaringan irigasi, tanpa mengatur ketinggian muka

Page 11 of 43
air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara, gravitasi muka air di sungai
harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani.

b. Pengambilan dari waduk

Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan
air dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk
dapat bersifat manunggal dan multi guna. Apabila salah satu kegunaan waduk
untuk irigasi, maka pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap
untuk irigasi. Alokasi pemberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang
dilayani serta karakteristik waduk.
c. Stasiun Pompa
Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-
upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik
dari segi teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi
dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi
dan eksploitasi yang sangat besar

2. Bangunan Bagi dan Sadap


a. Bangunan Bagi
Bangunan yang terletak pada saluran primer yang membagi air ke saluran-
saluran sekunder atau pada saluran sekunder yang membagi air ke saluran
sekunder lainnya. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti
mengukur dan mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran.
b. Bangunan sadap
Bangunan yang terletak di saluran primer ataupun sekunder yang memberi
air kepada saluran tersier.
c. Bangunan bagi-sadap
Bangunan yang berupa bangunan bagi, dan bersama itu pula sebagai
bangunan sadap. Bangunan bagi-sadap merupakan kombinasi dari bangunan bagi
dan bangunan sadap (bangunan yang terletak di saluran primer atau saluran
sekunder yang memberi air ke saluran tersier).

Page 12 of 43
d. Boks - boks disaluran tersier
Membagi untuk dua saluran atau lebih (tersier, subtersier, dan/atau Kuarter)
3. Bangunan Pengukur dan Pengatur
Bangunan/pintu pengukur berfungsi mengukur debit yang melaluinya,
pada hulu saluran primer, pada cabang saluran dan pada bangunan sadap tersier,
agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif. Berbagai macam bangunan dan
peralatan telah dikembangkan untuk maksud ini. Namun demikian, untuk
menyederhanakan pengelolaan jaringan irigasi hanya beberapa jenis bangunan
saja yang boleh digunakan di daerah irigasi.
4. Bangunan Pembawa
Bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir
saluran.Aliran melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis

Page 13 of 43
BAB III

DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS )

3.1 Lokasi dan Topografi Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah Aliran Sungai ( DAS ) merupakan hamparan wilayah yang dibatasi
oleh pembatas topografi yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan
unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu
titik (outlet).Lokasi studi dalam laporan ini yaitu daerah irigasi Way Kandis.
Daerah irigasi Way Batu Tegi terletak di Lampung. Dan mempunyai panjang
sungai 74,8234 Km serta luas Das 745,6157 Km²,
Perbedaan kontur pada DAS Sungai Way Batu Tegi cukup bervariasi mulai
dari dataran tinggi sampai rendah.

Gambar 3.1Peta Daerah aliran sungai Way Kandis

Page 14 of 43
4.2 Stasiun Pengukur Curah Hujan

Pada perencanaan daerah irigasi di aliran sungai Way Batu Tegi ini, digunakan 4
stasiun pengukuran curah hujan. Ketiga stasiun hujan ini diharapkan bisa
merepresentasikan DAS tersebut. Adapun data dari keempat sasiun diatas adalah
data curah hujan terbesar menurut metode thiessen dari tahun 2000 hingga tahun
2006. Keempat stasiun curah hujan tersebut adalah :

a)Stasiun curah hujan Ambarawa dengan luas DAS 127,6136 km²

b) Stasiun curah hujan Kuto Dalem dengan luas DAS 119,479 km²

c) Stasiun curah hujan Pardasuka dengan luas DAS 215,3804 km²

d) Stasiun curah hujan Sukabumi dengan luas DAS 199,2699 km²

e) Stasiun curah hujan Pringsewu dengan luas DAS 83,8727 km²

No Tahun R (max)
1 34,70
2000
2 31,57
2001

3 43,94
2002

4
2003 56,58
5
2004 70,49
6
2005 29,89
7
2006 32,69

Tabel 3.1 Data curah hujan terbesar menurut metode Thiessen

Setelah dilakukan analisa frekuensi dengan data curah hujan di atas


kemudian di dapat debit andalannya dengan beberapa metode seperti metode
Melchior, Rasional jepang, derWdeduwen, Haspers, dan Mononobe. Berikut tabel
hasil rekapituasi debit andalan dengan skala ulang sampai dengan 100 th :

Page 15 of 43
Periode MELCHIOR HASPERS WEDUWEN Rasional Jepang
3 3 3 3
T (tahun) Q ( m /detik ) Q ( m /detik ) Q ( m /detik ) Q ( m /detik )
2 55,0177 226,5927 43,4177 68,9267
5 72,0798 296,8638 108,5442 90,3023
10 87,8761 361,9216 126,6350 110,0921
25 111,7209 460,1277 153,7710 139,9652
50 133,0175 547,8387 171,8617 166,6458
100 157,7526 649,7114 189,9524 197,6342

Page 16 of 43
BAB IV
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN SALURAN

4.1 Perencanaan Saluran

Perhitungan dimensi saluran dilakukan untuk mendapatkan dimensi saluran


yang digunakan untuk mengairi petak-petak sawah yang sudah ditentukan
sebelumnya. Dalam perhitungan ini, ditentukan dimensi saluran untuk primer,
sekunder, dan tersier. Bentuk saluran yang digunakan adalah bentuk saluran
trapesium

4.2 Dimensi Saluran

Dalam penentuan dimensi saluran primer, sekunder, tersier, dilakukan


perhitungan dengan mengikuti langkah-langkah berikut:

1. Menentukan efisiensi saluran

Efisiensi dari setiap saluran berbeda-beda. Berikut adalah efisiensi untuk


setiap saluran.

- Saluran primer = 90%


- Saluran sekunder = 90%
- Saluran tersier = 80%
2. Menentukan luas daerah layanan
Luas daerah layanan ditentukan dengan menghitung luas petak yang sudah
dibuat dalam peta. Untuk luas daerah layanan saluran tersier, didapat dengan
menghitung luas petak yang terdapat saluran tersier tersebut.Untuk luas daerah
layanan saluran sekunder, didapat dengan menjumlahkan luas layanan
saluran tersier yang mendapatkan air dari saluran sekunder tersebut. Untuk luas
daerah layanan saluran primer, didapat dengan menjumlahkan luas layanan
saluran sekunder yang mendapatkan air dari saluran primer tersebut.

3. Menentukan nilai kecepatan b/h (n), dan kemiringan talud (m).

Page 17 of 43
Nilai b/h (n), dan kemiringan talud (m) didapat dari tabel dengan melihat nilai
Q dari setiap saluran. Berikut adalah tabel untuk mendapatkan parameter-
parameter tersebut.

0.15-0.3011
0.30-0.401.51
0.40-0.501.51
0.50-0.7511
0.75-1.5021
1.50-3.002.51.50
3.00-4.5031.50
4.50-6.003.51.50
6.00-7.5041.50
7.50-9.004.51.50
9.00-11.0051.50
11.00-15.0061.50
15.00-25.081.5
Q b/d V H:V F Tanggul Tanggul
0.00- 1.0 0.25- 1:01 0.30 1.50
0.15 0.30
0.15- 1.0 0.30- 1:01 0.30 1.50
0.30 0.35
0.30- 1.5 0.35- 1:01 0.40 1.50
0.40 0.40

Page 18 of 43
0.40- 1.5 0.40- 1:01 0.40 1.50 5.00
0.50 0.45
0.50- 2.0 0.45- 1:01 0.50 1.50 5.00
0.75 0.50
0.75- 2.5 0.50- 1:01 0.50 1.50 5.00
1.50 0.55
1.50- 2.5 0.55- 1:01 0.60 1.50 5.00
3.00 0.60
3.0- 3.0 0.60- 01:01,5 0.60 2.00 5.00
04.50 0.65
4.50- 3.5 0.65- 01:01,5 0.60 2.00 5.00
6.00 0.70
6.00- 4.0 0.70 01:01,5 0.60 2.00 5.00
7.50
7.50- 4.5 0.70 01:01,5 0.60 2.00 5.00
9.00
Tabel 4.1 Ancangan dimensi penampang
4. Menentukan nilai koefisien Stickler (K)
Nilai K ditentukan dari tabel dengan menggunakan nilai Q.

Berikut adalah tabel yang digunakan

Debit Rencana K
m3/det
Q > 10 45
5 < Q < 10 42,5
1<Q<5 40
Q < 1 dan saluran
tersier 35
Tabel 4.2 Koefisien Stickler

Tabel-2. Koefisien Kekasaran Manning (n)


Jenis  Saluran dan Material N
1 Saluran tertutup, aliran bebas
1.1 Saluran dari beton 0.011-0.014
1.2 Saluran dari pasangan bata
- dilapisi adukan semen 0.012-0.017
- dilapisi dan dilicinkan 0.01-10.015
1.3 Saluran dari pasangan olakan 0.018-0.030
disemen
2 Saluran dengan lapisan
2.1 Lapisan semen permukaan rapi 0.010-0.013
2.2 Lapisan semen adukan 0.011-0.015

Page 19 of 43
2.3 Lapisan plesteran 0.011-0.015
2.4 Lapisan pasangan batu seragam 0.015-0.020
2.5 Lapisan pasangan batu tak sama 0.017-0.024
2.6 Lapisan pasangan batu kosong 0.023-0.036
2.7 Lapisan pasangan bata dilicinkan 0.011-0.015
2.8 Lapisan tanah 0.022-0.025
3 Saluran Tanpa Lapisan
3.1 Saluran bersih baru diselesaikan 0.016-0.020
3.2 Saluran bersih setelah digunakan 0.018-0.025
3.3 Saluran banyak belokan 0.023-0.030
4 Saluran Alam
4.1 Bersih, lurus 0.025-0.033
4.2 Lurus, banyak batu dan tanaman 0.030-0.030
kecil
4.3 Bersih berbelok-belok, banyak 0.033-0.045
kedung
4.4 Berbelok-belok sedikit tanaman kecil 0.035-0.050
dan batu
Tabel 4.3 Koefisien manning

5. Menentukan nilai b
Nilai b diasumsikan untuk nantinya diiterasi
6. Menghitung nilai h
Nilai h dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
h= b/n

7. Menghitung luas saluran A (m2)


A= (b + m x n) x h
8. Menghitung nilai P
Nilai P dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

P= b + 2h x √1 + m2


9. Menghitung nilai R
Nilai R dihitung dengan menggunakan rumus berikut

R = A/P

Page 20 of 43
10. Menentukan nilai kemiringan saluran (i)
Nilai kemringan saluran diasumsikan terlebih dahulu
11. Menghitung nilai kecepatan (v)
Nilai v dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
V = k x R2/3 x i 1/2

12. menghitung nilai Q’


Nilai Q’ didapatkan menggunaan rumus berikut :
Q=Axv
13. Menginterasi nilai b sehingga nilai Q/Q’ = 1
14. Menghitung nilai b’
Nilai b’ dapat ditentukan setelah didapatkan nilai b dari hasil iterasi lalu
dibulatkan ke atas satu angka dibelakang koma.

15. Menghitung nilai h’


h’ = b’ /n
16. Menghitung luas saluran A’
A’ = ( b’ x m x h’) x h’
17. Menghitung kecepatan air dalam saluran (V’)

V’ = Q /A’

18. Menghitung nilai kemiringan saluran (I’)


Nilai kemiringan (I) dihitung dengan langkah langakah





Page 21 of 43


4.3 Tinggi Muka Air
Tinggi muka air dari setiap saluran dapat dihitung dengan langkah-
langkah berikut:

1. Menentukan elevasi tertinggi pada sawah


Untuk menentukan elevasi tertinggi pada sawah, dilakukan
dengan melihat ketinggi sawah pada peta.
2. Menghitung jarak elevasi tertinggi sawah dengan bangunan bagi
Jarak elevasi tertinggi sawah didapat dengan menghitung langsung
pada peta jarak elevasi tetinggi sawah dengan bangunan bagi. Setelah
dihitung, lakukan konversi ukuran yang didapat di peta ke ukuran yang
sebenarnya.
3. Menghitung tinggi muka air pada sawah
Tinggi muka air pada sawah dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:

TMA sawah = elevasi tertinggi sawah + 0.15 m

4. Menentukan kemiringan, debit, dan lebar setiap saluran


kemiringan, debit, dan lebar setiap saluran didapatkan dari
perhitungan dimensi saluran pada bab 4.
5. Menentukan pertambahan TMA
Pertambahan TMA = i x jarak
6. Menentukan tipe pintu romijn yang digunakan setiap saluran
Untuk menentukan tipe pintu romijn yang digunakan, dilakukan dengan
melihat tabel berikut: Untuk menentukan tipe romijn yang digunakan, data yang
dibutuhkan adalah nilai debit dari setiap saluran. Dengan debit tersebut, tentukan
dimana nilai debit itu berada pada range debit yang sudah ada di tabel. Setelah itu
dilihat jenis pintu romijn apa yang memenuhi kriteria debit tersebut.

Page 22 of 43
7. Menentukan H max, Z, kapasitas, lebar pintu, dan jumlah pintu

yang Digunakan Nilai H max, kapasitas, lebar pintu ditentukan dari tabel

x.x berdasarkan tipe pintu romijn yang digunakan. Untuk kapasitas pintu

romin, diambil dari nilai Q max pada tabel. Untuk menentukan jumlah

pintu, dilakukan perhitungan sebagai berikut:

Jumlah pintu = Q / kapasitas

Nilai Z ditentukan dengan menggunakan rumus berikut :

Z = H max / 3

Dimana

Z = Kenaikan air setelah melewati pintu romijin ( m )

8. Menghitung tinggi muka air dekat pintu ukur


Nilai tinggi muka air dekat pintu ukur dibagi menjadi 2 yaitu pada hulu
dan hilir. Nilai tinggi muka air dekat pintu ukur pada hulu dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut:
TMA dekat pintu ukur pada hulu = TMA hilir + z

Tabel 4.4 Perhitungan penampang saluran

Tabel 4.5 Perhitungan penampang saluran

Contoh Perhitungan
Dimensi Saluran
Dimensi saluran yang dihitung adalah dimensi saluran primer. Berikut
Adalah data – data awal untuk menghitung dimensi saluran.

-luas daerah layar = 1900 ha


1) Menghitung nialai Q

Page 23 of 43
Q = 1900 x 1.87 / 0.9 x 1000
Q = 3.9 m3 / s
2) Menentukan nilai b / h. Dan m
Untuk debit sebesar 3.9 m / s, didaptkan b / h = 3 m = 1.5
3) Menentukan nilai koefisien strickler
Untuk nilai debit sebesar 3.9 m / s. Dari didapatkan nilai k sebesar 40
4) Menentukan nilai koefiesien stickler
Nilai b diasumsikan terlebih dahulu, misalnya 1 m
5) Mengitung nilai h
h=3xb
h=3x1
h=3m
6) Menghitung luas saluran A (m2)
A = ( b + m x (n x b) x (n x b)
A = ( 1 + 1.5 x 3 ) x 3
A = 16.5 m2
7) Menghitung nilai P
Nilai P dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
P = b + 2 (nb) x √1 + m2
P = 1 + 2(3) x √1 + 1.52= 12.62 m
8) Menghitung nilai R
Nilai R dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
R=A/P
R = (b + m x n) x (n x b) / b + 2 (nb) x √1 + m2
R = 1.31 m
9) Menentukan nilai kecepatan ( i)
Nilai kemiringan saluran diasumsikan terlebih dahulu sebesar 0.0015
10) Menghitung nilai kecepatan (v)
Nilai v dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
v = k x R 2/3 x i1/2
v = 40 x 1.312/3 x 0.00151/2

Page 24 of 43
v = 1.85 m / s
11) Menghitng nilai Q’
Nilai Q’ didapatkan dengan menggunakan rumus berikut :
Q’ = A x v
Q’ = 16.5 x 1.85
Q’ = 30.525 m3 / s
12) Mengiterasi nilai b sehingga nilai Q / Q’ = 1
Dengan cara goalseek pada program Microsoft Excel, didapatkan nilai
b yang Membuat nilai Q /Q’ = 1, Yaitu b = 2.67 m
13) Menghitung nilai b’
Nilai b’ dapat ditentukan setelah didapatkan nilai b dari hasil iterasi
lalu Dibulatkan ke atas satu angka di belkang koma. Sehingga b’ = 2.7
m
14) Menghitung nilai h’
h’ = b’ / n
h’ = 2.7 / 3
h’ = 0.9 m
15) Menghitung luas saluran A
A’ = (b’ + m x h’) x h’
A’ = (2.7 + 1.5 x 0.9) x 0.9
A’ = 3.59 m2
16) Menghitung kecepatan air pada saluran (v’)
v’ = Q / A
v’ = 3.95 / 3.59
v’ = 1.1 m / s
17) Menghitung nilai kemiringan saluran (I)
Nilai kemiringan saluran (I) dihitung dengan menggunakan rumus
berikut :
I= (V/ K x R2/3 )2
I = ( 1.1 / 40 x 0.62/3)2

Page 25 of 43
4.4 Perhitungan Tinggi Muka Air
Tinggi muka air dari setiap saluran dapat dihitung dengan langkah-

langkah berikut:

1. Menentukan elevasi tertinggi pada sawah


Dengan melihat peta, letak tertinggi muka air untuk saluran primer
adalah sebesar 100 m.

2. Menghitung jarak elevasi tertinggi sawah dengan bangunan bagi

Dengan melihat peta, jarak elevasi tertinggi dengan bangunan bagi


pada saluran primer adalah 1800 m.

Page 26 of 43
BAB V

BANGUNAN UKUR DEBIT

5.1 Umum

Dalam jaringan irigasi teknis, banyaknya debit air yang mengalir ke dalam
saluran harus dapat diukur dengan seksama agar pembagian air dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu diperlukan suatu bangunan yang
fungsinya untuk mengukur debit air pada saluran irigasi yang disebut banguan
ukur debit. 
Bangunan ukur biasanya difungsikan pula sebagai bangunan pengontrol. Hal
ini dimaksudkan untuk mendapatkan taraf muka air yang direncanakan dan untuk
mengalirkan debit tertentu. Bangunan ukur debit yang biasa digunakan pada
umumnya merupakan suatu pelimpah dengan ambang lebar atau ambang tajam.
Pengaliran pada bangunan pengontrol dilakukan dengan cara melalui atas
bangunan (melimpah / overflow) atau melalui bawah pintu / celah. Kondisi
hidraulik ini dimanfaatkan dalam desain dan perancangan pintu-pintu air, yang
semuanya didasarkan pada sifat aliran sempurna. Jika ternyata aliran yang terjadi
bukan aliran sempurna, maka dalam aplikasinya pintu-pintu tersebut diberi tabel-
tabel koreksinya.
5.1.1 Jenis-Jenis Bangunan Ukur Debit
Jenis-jenis bangunan ukur yang biasa digunakan dalam jaringan teknis antara
lain, yaitu :

Page 27 of 43
 Ambang tajam : aliran atas dan tidak dapat mengatur taraf muka
air.
 Ambang lebar : aliran atas dan tidak dapat mengatur taraf muka
air.
 Tipe Parshal : aliran atas dan tidak dapat mengatur taraf muka
air.

 Tipe Cipoletti : aliran atas dan tidak dapat mengatur taraf muka
air.

 Tipe Romijin : aliran atas dan dapat mengatur taraf muka air.

 Tipe Crump de Gruyter : aliran bawah, dapat mengatur taraf


muka air.

 Pipa sadap sederhana : aliran bawah dan dapat mengatur taraf


muka air.

 Constant head orifice: aliran bawah dan dapat mengatur taraf


muka air.

Tipe pintu sorong: aliran bawah dan dapat mengatur taraf muka
air.
5.1.2 Persyaratan
Persyaratan dalam pembuatan dan pemakaian bangunan ukur yaitu :
 Semua debit harus dapat dialirkan lewat bangunan ukur dan
pengukuran harus dapat dilaksanakan dengan seksama.
 Mudah dan cepat pelayanannya.
 Tidak mahal pembuatan dan pemeliharaannya.
 Hasil pengukuran harus cukup teliti.
 Alat pengukur harus dapat dikunci supaya tidak mudah diganggu.
 Kehilangan tekanan harus sekecil mungkin.

Page 28 of 43
 Harus peka sebagai akibat perubahan debit.
 Rumus pengalirannya sederhana.
 Terhindar dari gangguan sampah dan benda padat lainnya serta
angkutan sedimen.
5.2 Alat Ukur Romijn

Pintu romijn adalah alat ukur ambang lebar yang biasa digerakkan untuk
mengatur dan mengukur debit didalam jaringan saluran irigasi. Agar dapat
bergerak, mercunya dibuat dari plat baja dan dipasang diatas pintu sorong. Pintu
ini dihubungkan dengan alat penggerak.

5.2.1 Type-type alat ukur romijn


Sejak pengenalan pada tahun 1952, pintu Romijn telah dibuat dengan tiga
bentuk yaitu :
1. Bentuk mercu datar dan lingkaran dengan gabungan untuk peralihan
penyempit hulu.
2. Bentuk mercu miring keatas 1:25 dan lingkaran tunggal sebagai
pengalihan penyempitan.
3. Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan.

5.2.1 Mercu Horisontal dan Lingkaran Gabungan

Dipandang dari segi hidrolis, ini merupakan perencanaan yang baik. Tetapi
pembuatan lingkaran gabungan sulit, padahal tanpa lingkaran-lingkaran itu
pengarahan air diatas mercu pintu bisa saja dilakukan tanpa pemisahan aliran.

Page 29 of 43
5.2.2 Mercu dengan Kemiringan 1:25 dan Lingkaran Tunggal

Mercu dengan kemiringan 1:25 dan lingkaran tunggal Vlugter(1941)


menganjurkan penggunaan pintu Romijn dengan kemiringan pintu 1:25. Hasil
penyelidikan model hidrolis di laboratorium yang mendasari
rekomendasinnya itu tidak dapat diproduksi kembali. Tetepi didalam program
riset terakhir mengenai mercu kemiringan 1:25, kekurangan-kekurangan
mercu ini menjadi jelas, kekurangan-kekurangan tersebut antara lain :

 Bagian pengontrol tidak berada diatas mercu, melainkan di tepi


tajam hilirnya, dimana garis-garis aliran benar-benar melengkung.
Kerusakan pada tepi ini menimbulkan perubahan pada debit alat
ukur.
 Karena garis-garis aliran ini, batas moduler menjadi 0,25 bukan
0,67 seperti anggapan umumnya, pada aliran tenggelam h2 : h1 =
0,67 pengurangan pada aliran berkisar dari 3% untuk aliran
rendah sampai 10% untuk aliran tinggi (rencana). Karena mercu
berkemiringan 1:25 juga lebih rumit pembuatannya dibandingkan
dengan mercu datar, maka mercu pada kemiringan itu tidak
dianjurkan.
5.2.3 Mercu Horisontal dan Lingkaran Tunggal

Ini adalah kombinasi yang bagus antara dimensi hidrolis yang benar
dengan perencanaan konstruksi. Jika dilaksanakan pintu romjin, maka sangat
dianjurkan untuk menggunakan mercu ini.

5.2.4 Perhitungan Hidraulik

Rumus pengalirannya adalah :

Q = m.b.2/3 h √2g.1/3h atau ,

Page 30 of 43
Q = 1,71 m.b.h3/2

Dimana;

Q = Debit (m3/det)

m = Koefisien pengaliran

h = Tinggi basah (m)

Koefisien pengaliran (m) pada rumus di atas untuk mercu lebar


mempunyai nilai < 1,Untuk panjang ambang datar (L) = 3 x tinggi muka air di
udik ambang maka koefisien pengaliran (m) berkisar 0,97-0,98. Dan bila panjang
ambang datar, L, sama dengan tinggi muka air di udik ambang, koefisien
pengaliran (m) berkisar 0,98-1,01.

Lebar H1 Debit max Kehilangan Tinggi meja


Tipe
(m) (m) ( lt/det ) Energi
I 0,50 0,33 160 0,08 0,48 + V
II 0,50 0,50 300 0,11 0,65 + V
III 0,75 0,50 450 0,11 0,65 + V
IV 1,00 0,50 600 0,11 0,65 + V
V 1,25 0,50 750 0,11 0,65 + V
VI 1,50 0,50 900 0,11 0,65 + V

Tabel 5.1 Dimensi standar bangunan ukur tipe romijn

Catatan : V = variant = 0,18 x H maks

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh alat ukur :

 Bangunan itu bisa mengukur dan mengatur sekaligus.


 Dapat membilas endapan sedimen halus.
 Kehilangan tinggi energi lebih kecil.
 Ketelitian baik.
 Eksploitasi mudah.

Page 31 of 43
Kekurangan kekurangan alat ukur romijn:

 Pembuatannya rumit dan mahal.


 Bangunan itu membutuhkan muka air yang tinggi pada  saluran
 Biaya pemeliharaan bangunan itu lebih mahal.
 Bangunan itu dapat disalah gunakan dengan cara membuka pintu
bawah.
 Bangunan itu peka terhadap fluktuasi muka air saluran pengarahan.

5.2.5 Papan Duga

Untuk pengukuran debit jarak sederhana, ada tiga papan  duga yang harus
dipasang, yaitu :

 Papan duga muka air disalurkan


 Skala centimeter yang dipasang pada kerangka bangunan
 Skala liter yang ikut bergerak pada meja pintu Romijn skala
centimeter dan liter dipasang pada posisi sedemikian rupa sehingga
pada waktu bagian atas meja berada pada ketinggian yang sama
dengan muka air disalurkan (dan oleh karena itu debit diatas meja,
nol), titik pada skala liter memberikan pada  bacaan skala
centimeter yang sesuai dengan bacaan muka air pada papan duga
disalurkan.

5.2.6  Karakteristik Alat Ukur Romijn


 Alat ukur romijn dibuat dengan mercu datar dengan peralihan
penyempitan sesuai dengan gambar terlampir, tabel debitnya
sudah ada dengan kesalahan kurang dari 3%.
 Debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu
bangunan.
 Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler
adalah dibawah 33% dari tinggi energi hulu dengan mercu
sebagai acuannya yang relatif kecil.
 Karena alat ukur romijn dapat disebut “berambang lebar” maka
sudah ada teori hidrolika untuk merencanakan bangunan
tersebut.
 Alat ukur romijn dengan pintu dibawah bisa dieksploitasi oleh
orang yang tidak berwewenang, yaitu melewatkan air yang
lebih banyak dari yang diizinkan dengan cara mengangkat
pintu bawah lebih tinggi.

Page 32 of 43
Page 33 of 43
Gambar 5.1 Pintu romijn

5.3 Alat Ukur Crump De Gruyter

Alat ukur ini menggunakan prinsip hidrolika aliran yang melalui bukaan
pada bawah pintu, Bagian bawah pintu dibuat dengan sistem bulat sedemikian
rupa sehingga mengurangi hambatan pada aliran. Eksploitasinya cukup mudah
dan juga cukup teliti, tetapi kehilangan tinggi tekan cukup besar.Bangunan ini
biasanya digunakan untuk mengukur debit saluran yang relatif besar yaitu di
atas 900 l/det.

5.3.1 Penggunaan

Bangunan ukur ini digunakan untuk :

 Mengatur dan mengukur besarnya debit penyadapan .


 Dapat mengeluarkan endapan sedimen yang mungkin terjadi di
udik pintu
 Dapat digunakan pada bangunan bagi

Page 34 of 43
5.3.2 Bentuk hidraulik

 Bangunan ukur ini terdiri atas tiga tipe yaitu masing-masing


dengan lebar 0,4 m, 0,8 m, dan 1,20 m untuk tipe I,II, dan III.
 Pengaliran melalui lubang persegi empat
 Kedua sisi kanan dan kiri dibatasi oleh dinding tegak, bagian
bawah merupakan ambang dengan lebar pendek
 Bagian atasnya terdapat pintu yang dapat dinaik turunkan.

5.3.3 Kapasitas dan karakteristik

Ketelitian pengukuran = Q maks/Q min. Diambil dari nilai 1-10.


Dalamnya air minimum (Y min) di bawah pintu di tentukan oleh ketelitian alat
ukur dengan ketentuan Y min = 0,02 m. Untuk mempermudah perhitungan debit
biasanya diikut sertakan grafik untuk berbagai lebar pintu (b) dan tinggi air di atas
ambang pintu (h).

5.3.4 Rumus Pengaliran

Q = c . b . y . √2g(H-Y)

Dimana : c = koefisien pengaliran,diambil = 0,94

y = 0,63 H (dalam praktek).

Q = 0,94 .b . 0,63 .H √2g . 0,37 .H

Q = 1,594 . b . H 3/2

Z = beda tinggi antara muka air dari saluran dan tinggi muka air di
banguna

Page 35 of 43
H di dapat dari tabel berikut:

ɣ 1 2 3 4 5 6 7 8
β 0,630 0,218 0,140 0,100 0,080 0,065 0,055 0,049
α 0,167 0,386 0,445 0,575 0,620 0,665 0,690 0,715

Tabel 5.2 Acuan pintu CDG

γ = ketelitian

Qmax = 1,594 . b . H 3/2

b= Qmax
1,594 . H 3/2

Ymax = 0,63 H

5.3.4 Batasan Penggunaan

Batasan Penggunaan Bangunan ukur ini yaitu:

 Untuk mendapatkan aliran yang baik bukaan pintu maksimum


0,63 h.
 Bukaan minimum adalah 0,02 h.
 Dasar dari saluran ukur harus horizontal dan dinding kanan
kirinya tegak lurus.
 Minimum lebar pintu tidak kurang dari 0,20 m

Page 36 of 43
Gambar 5.2 Pot. Memanjang Crump de Gruyter

Gambar 5.3 Pintu Crump de Gruyter

5.4 Alat Ukur Tipe Sorong


Salah satu contoh bangunan pengontrol taraf muka air yaitu pintu sorong
dari besi. Bangunan ini dapat digunakan sebagai pengukur debit yang lewat
bawah pintu.Tipe aliran yang melalui lubang/celah pintu sorong adalah aliran
bawah (underflow) , sehingga persamaan hidrauliknya sama dengan persamaan
hidraulik aliran melalui bawah pintu/celah.
5.4.1 Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan :
 Dapat mengukur debit sekaligus mengatur muka air di udik
 Eksploitasinya mudah
Kelemahan :
 Terjadi masalah pada angkutan sampah dan angkutan benda
padat lainnya
 Kehilangan tinggi energinya

Page 37 of 43
5.4.2 Perhitungan Hidraulik
Persamaan hidraulik pintu sorong (aliran bawah) sebagai berikut :
Q = K.μ.a.b.√2.g.z
Keterangan :
Q = Debit (m3/det)
K = Faktor aliran tidak sempurna (0,5 < K < 1,0)
μ = Koefisien debit (± 0,60)
a = Tinggi bukaan pintu (m)
b = Lebar bukaan pintu (m)
g = Percepatan gravitasi (m/det²)

Gambar 5.4 Pintu sorong

Page 38 of 43
Gambar 5.5 Pot. Memanjang Pintu sorong

Page 39 of 43
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Dari pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan untuk
merencanakan daerah irigasi Way Pisang, maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Sistem irigasi yang direncanakan untuk daerah irigasi Way Batu


Tegiadalah sistem irigasi gravitasi.
2. Jaringan irigasi yang digunakan adalah jaringan irigasi teknis.
3. Luas Das Way Batu Tegi 745,6157 Km2 sedangkan luas daerah yang
dialiri yaitu 500 ha
4. Petak sawah yang direncanakan adalah sebanyak 10 petak
dengan luas berkisar kurang lebih 50 ha.
5. Kebutuhan air maksimum tiap petak adalah 1.5 liter/detik/hektar.
6. Perencanaan saluran meliputi 2 saluran primer, 5 saluran
sekunder dan 10 saluran tersier ke tiap-tiap petak sawah.
7. panjang total saluran primer = 1199 m,total panjang saluran
sekunder=473.9 m dan di saluran tersier = 296.25 m
8. Total galian pada seluruh saluran= 2246.21 kubik dan total timbunan
yang di butuhkan=23340.7 kubik,kekurangan timbunan tanah yang di
perlukan adalah =21094 kubik
9. Total biaya keseluruhan yang di perlukan untuk timbunan adalah =
Rp. 855.247.192,8
10. Jaringan irigasi ini menggunakan 3 jenis pintu yaitu= Pintu
Sorong,Pintu Romijin dan Pintu Crump De Gruyter

6.2. Saran
Adapun saran yang diberikan untuk Tugas Besar Irigasi dan Bangunan Air ini
yaitu:

Page 40 of 43
1. Perencanaan irigasi pada tugas besar yang kurang/tidak aktual
karena data- data hidrologi dan klimatologi yang didapatkan
merupakan data lama dan sebagian besar sudah tidak sesuai
dengan kondisi saat ini. Oleh karena itu perlu dilakukan aktualisasi
data-data hidrologi dan klimatologi agar tugas besar ini lebih
aktual.
2. Pemilihan stasiun hujan yang terlalu jauh untuk mengolah
sistem irigasi Way Pisang ini, sehingga sebaiknya harus dipilih
sedekat mungkin agar akurasi hasil dapat mendekati kesempurnaan.
3. Harus punya Tata krama dengan dosen.
4. Usahakan tugas di kerjakan lebih awal jangan sampai mepet waktu
deadlinenya.
5. Dalam mengerjakan Tugas Besar Irigasi dan bangunan air I
perbanyak Asistensi pada dosen untuk memperlancar dalam
mengerjakan tugas ini.

Page 41 of 43
DAFTAR PUSTAKA

Sub-Direktorat Perencanaan Teknis, Direktorat irigasi 1, Direktort Jendral

Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum 1986. Kriteria Perencanaan. Bandung


C.V

Galang Persada.

Sub-Direktorat Perencanaan Teknis, Direktorat 1. Direwktorat J endral

Pengairan Departemen Pekerjaan Umum 1986. ‘’KP 01 07’’.Bandung : C.V.


Galang

Persada

Page 42 of 43
Page 43 of 43

Anda mungkin juga menyukai