Anda di halaman 1dari 27

BAB 3

PERENCANAAN DESAIN SALURAN DAN


BANGUNAN IRIGASI

3.1 UMUM
Salah satu kegiatan desain rehabilitasi Jaringan Irigasi Kabupaten Lampung Tengah
disesuaikan dengan permasalahan teknis di lapangan, kegiatan tersebut akan
diprioritaskan pada perbaikan yang dapat meningkatkan kinerja sistem jaringan secara
keseluruhan, yang selanjutnya disusun dalam bentuk tabel yang dilengkapi dengan
lokasi dan, informasi jenis kerusakan, estimasi volume kerusakan dan gambar kerusakan
bangunan tersebut. Dalam melaksanakan Desain Rehabilitasi Daerah Irigasi di
Kabupaten Lampung Tengah ini mengacu pada buku pedoman “ Standar Perencanaan
Irigasi “ yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan
Umum Tahun 1986.

3.2 BANGUNAN BAGI/SADAP


Bangunan bagi berfungsi membagi saluran dari saluran induk ke saluran sekunder atau
dari saluran sekunder ke saluran sekunder, pada bangunan bagi kearah bagian cabang
dilengkapi dengan alat pengukur debit.
Bangunan sadap berfungsi untuk membagi air irigasi dari saluran induk atau sekunder
ke saluran tersier, pada bangunan sadap untuk ke saluran tersier dilengkapi dengan alat
pengukur debit.
Type alat pengukur debit tergantung dari kondisi lapangan serta besar debit yang akan
diukur melalui alat ukur debit tersebut. Selain alat pengukur debit pada bangunan
bagi/sadap ini dilengkapi pula dengan pintu pengatur muka air (pintu sorong). Alat ukur
debit pada bangunan bagi/sadap ini harus dapat mengukur debit minimal sebesar 70 %
dari debit normal.

III - 1
III - 2
III - 3
Hasil perhitungan dan rencana gambar selengkapnya terdapat pada Lampiran.

3.3 PINTU SORONG


Rumus pengaliran yang digunakan untuk pengaliran pada pintu sorong adalah
sebagai berikut :
a. Aliran sempurna

III - 4
Aliran sempurna ini terjadi bila bukaan pintu sorong tidak terbenam oleh air
disebelah hilir pintu. Untuk pintu sorong ini digunakan rumus pengaliran sebagai
berikut :
Q=  . a . b (2 g h1)

b. Aliran tidak sempurna


Aliran tidak sempurna ini merupakan aliran tenggelam dimana bukaan pintu sorong
terbenam oleh air disebelah hilir pintu. Untuk pintu sorong ini digunakan rumus
pengaliran sebagai berikut :
Q= K.  . a . b (2 g h1)

Dimana :

Q = Debit, m3/det
K = Faktor aliran tenggelam (lihat gambar 6.3)
 = Koefisien pengaliran antara 0,50 - 0,60 (lihat gambar 6.4)
a = Tinggi bukaan pintu, m
b = Lebar bukaan pintu, m.
g = Percepatan gravitasi, 9,80 m/det2
h1 = Kedalaman air diudik pintu, m

Gambar 3.1. Aliran Dibawah Pintu Sorong Dengan Dasar Horizontal

III - 5
Gambar 3.2. Koefisien K untuk debit tenggelam

Gambar 3.3. Koefisien Debit  Masuk Permukaan Pintu Datar Atau Lengkung

III - 6
Tabel 3.1. Daftar Pintu D.I Way Waya Kroi

Tabel 3.2. Daftar Pintu D.I Way Lungguh

III - 7
Tabel 3.3. Daftar Pintu D.I Way Tipo Lunik Jaya Sakti (Intake Kanan)

Daftar Pintu D.I Way Tipo Lunik Jaya Sakti (Intake Kiri)

Tabel 3.4. Daftar Pintu D.I Way Tatayan Sendang Baru

III - 8
Tabel 3.5. Daftar Pintu D.I Way Besi Sendang Agung (Bendung)

Daftar Pintu D.I Way Besi Sendang Agung (Check Dam)

Tabel 3.6. Daftar Pintu D.I Way Tipo Kiri Kanan Kedatuan

III - 9
Tabel 3.7. Daftar Pintu D.I Way Tipo Lunik Sri Pendowo

Tabel 3.8. Daftar Pintu D.I Way Waya Srimulyo

III - 10
Tabel 3.9. Daftar Pintu D.I Way Langsep Bendung Existing

Tabel 3.10. Daftar Pintu D.I Langsep Kalirejo Bendung Rencana

III - 11
Tabel 3.11. Daftar Pintu D.I Tatayan Sendang Asih

Tabel 3.12. Daftar Pintu D.I Way Ilian Balak Kiri

III - 12
Daftar Pintu Way D.I Ilian Balak Kanan

3.4 ALAT UKUR


Alat pengukur debit yang dipergunakan dalam perencanaan jaringan irigasi DI.
Kabupaten Lampung Tengah untuk saluran induk setelah keluar dari intake dan saluran
sekunder pada bangunan bagi adalah alat ukur ambang tetap sedangkan untuk kesaluran
tersier pada bagunan sadap atau bagi sadap digunakan alat ukur drempel.

III - 13
 Alat ukur (bangunan ukur) Ambang tetap.
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar adalah sebagai berikut :
Q = Cd Cv 2/3 bc (2/3 g)0,5 h11,5

Dimana :
Q = debit m3/det
Cd = koefisien debit
Cd adalah 0,93 + 0,10 H1/L , untuk 0,10 < H1/L < 1,00
H1 adalah tinggi energi hulu, m
L adalah panjang mercu
Cv = koefisien kecepatan
g = percepatan gravitasi, 9,8 m/det2
bc = lebar mercu, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur.

Gambar 3.4. Alat Ukur Ambang Lebar

III - 14
Gambar 3.5. Alat Ukur Ambang Lebar

3.5 GOT MIRING


Bila saluran mengikuti kemiringan lapangan yang panjang dan curam, maka sebaiknya
dibuat got miring.
Aliran dalam got miring adalah superkritis dan bagian peralihannya harus licin dan
berangsur agar tidak terjadi gelombang. Gelombang ini bisa menimbulkan masalah di
dalam potongan got miring dan kolam olak karena gelombang sulit diredam.
 Peralihan
USBR (1978) menganjurkan agar aturan-aturan berikut diikuti dalam
perencanaan geometris bagian peralihan (masuk dan keluar) :
1. Kotangen sudut lentur permukaan air (α) tidak boleh kurang dari 3.375 kali
bilangan Froude aliran (Bila kriteria ini tidak berhasil mengontrol pelenturan,
maka pelenturan maksimum sebaiknya 300 pada peralihan masuk dan 25o
pada peralihan keluar) :
Cot α ≥ 3,375 x Fr
di mana:

di mana:
Fr = bilangan Froude di pangkal dan ujung peralihan luas potongan
d = (luas potongan)/(lebar-atas potongan) dengan satuan m

III - 15
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈9,8)
K = faktor percepatan
v = kecepatan aliran pada titik yang bersangkutan, m/dt
θ = sudut kemiringan lantai pada titik yang bersangkutan.
Faktor percepatan K dapat mempunyai harga-harga berikut tergantung pada
lengkung lantai:
K = 0, untuk lantai peralihan pada satu bidang (tidak
perlu horisontal)

untuk lantai peralihan pada kurve bulat

untuk lantai peralihan pada kurve parabola

Dalam rumus diatas :


hv = tinggi kecepatan pada pangkal (permulaan) kurve, m
r = jari-jari lengkung lantai, m
v = kecepatan pada titik yang bersangkutan, m/dt
θ = kemiringan sudut lantai
θL = kemiringan sudut lantai di ujung (akhir) kurve
θ0 = kemiringan sudut lantai di pangkal kurve
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈9,8)
Lt = percepatan peralihan, m
USBR membatasi harga K sampai dengan maksimum 0,5 untukmenjamin
agar tekanan positif lantai tetap ada.
batu dan 3 m/dt untuk saluran dari pasangan beton.
2. Peralihan masuk nonsimetris dan perubahan-perubahan pada trase tepat di
depan bangunan harus dihindari karena hal-hal tersebut bisa mengakibatkan
terjadinya gelombang-gelombang silang di dalam got miring dan arus deras di
dalam kolam olak.
3. Kecepatan saluran di got miring tidak melebihi 2 m/dt untuk saluran pasangan
batu dan 3 m/dt untuk saluran dari pasangan beton.

 Bangunan Pembawa

III - 16
Persamaan Bernoulli’s dipakai untuk menghitung perubahan aliran di dasar got
miring. Persamaan tersebut harus dicoba dulu:
d1 + hv1 + Z1 = d2 +hv2 + hr + Z2
di mana:
d1 = kedalaman di ujung hulu kolam, m
hv1 = tinggi kecepatan di ujung hulu, m
d2 = kedalaman di ujung hilir kolam, m
hv2 = tinggi kecepatan di ujung hilir, m
Z1 = jarak bidang referensi, m
Z2 = jarak bidang referensi, m
Kehilangan energi karena gesekan hr sama dengan sudut gesekan rata-rata Sa
pada ruas kali panjangnya L. Dengan rumus Manning/Strickler, sudut gesekan
tersebut adalah:

di mana:
v = kecepatan, m/dt
k = koefisien kekasaran, m1/3/dt
R = jari-jari hidrolis, m
Kehilangan energi akibat gesekan, hf boleh diabaikan untuk got miring yang
panjangnya kurang dari 10 m.

Tabel 3.13. Tinggi Minimum Untuk Got Miring (Dari USBR, 1973)
Kapasitas (m3/dt) Tinggi Jagaan (m)
Q < 3,5 0,30
3,5 < Q < 17,0 0,40
Q > 17,0 0,50

Bila kecepatan di dalam got miring lebih dari 9 m/dt, maka kemungkinan
volume air tersebut bertambah akibat penghisapan udara oleh air. Peninggian
dinding dalam situasi ini termasuk persyaratan yang harus dipenuhi, di samping
persyaratan bahwa kedalaman air tidak boleh kurang dari 0,4 kali kedalaman
kritis.
Jika kemiringan got miring ini kurang dari 1 : 2, maka bagian potongan curam
yang pendek harus dibuat untuk menghubungkan dengan kolam olak.

III - 17
Kemiringan potongan curam ini sebaiknya antara 1:1 dan 1:2 diperlukan kurva
interval di antara potongan got miring dan potongan berkemiringan curam
tersebut. USBR menganjurkan penggunaan kurva parabola untuk peralihan ini
karena kurva ini akan menghasilkan harga K yang konstan. Persamaan berikut
dapat menjelaskan kurva parabola yang dimaksud:

di mana:
X = jarak horisontal dariawal, m
Y = jarak vertikal dariawal, m
Lt = panjang horisontal dari awal sampai akhir/ujung, m
θo = sudut kemiringan lantai pada awal kurve
θL = sudut kemiringan ujung kurve
Panjang Lt harus dipilih dengan bantuan persamaan, untuk mana K=0,5 atau
kurang.

 Aliran tidak stabil


Pada got miring yang panjang ada bahaya timbulnya ketidakstabilan dalam
aliran yang disebut aliran getar (slug/pulsating flow). Bila got miring itu
panjangnya lebih dari 30 m, harus dicek dengan cara menghitung bilangan
‘Vedernikov’ (V):

Dan bilangan ‘Montuori’ (M)

di mana:
b = lebar dasar potongan got miring, m
v = kecepatan, m/dt
P = keliling basah, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈9,8)

d = kedalaman air rata-rata = ,m


θ = sudut gradien energi

III - 18
I = kemiringan rata-rata gradien energi = tan θ
L = panjang yang dimaksud, m

3.6 BANGUNAN TERJUN


Fungsi bangunan terjun pada jaringan irigasi adalah untuk mempertahankan
kemiringan dasar saluran, agar tidak tergerus dan tidak mengalami penurunan.
Bangunan terjun direncanakan dengan kolam olak type Vlugter

Bangunan terjun dengan kolam olakan ini disebut juga Vlughter Basin. Khusus
untuk Perencanaan Jaringan Irigasi Pedesaan, tinggi terjun dibatasi sampai dengan H =
2,50 m. Apabila tinggi terjun H > 2,50 m digunakan saluran miring atau bangunan
terjun dipisah menjadi lebih dari satu bangunan. Prinsip perhitungan seperti disebutkan
pada KP - 04 Standar Perencanaan Irigasi sebagai berikut :
- Hitung tinggi air kritis pada ambang, hc = 3q2/g
- Bila 0,50 < z/hc < 2,0 ; maka t = 2,40hc + 0,40z ................................................. (1)
- Bila 2,0 < z/hc < 15,0 ; maka t = 3,00hc + 0,10z ................................................. (2)
- Tinggi sill a = 0,28hchc/z ................................................................................... (3)
- D=R=L (4)
Berikut hasil perhitungan Bangunan Terjun yang terdapat di D.I. Kabupaten Lampung
Tengah

III - 19
Hasil perhitungan bangunan terjun selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.

III - 20
3.7 BANGUNAN PEMBUANG
Gorong-gorong pembuang direncanakan untuk dapat mengalirkan debit pembuang
yang dialirkan melalui saluran pembuang serta direncanakan melintas saluran pembawa.
Konstruksi gorong-gorong pembuang direncanakan dengan bentuk segi empat.

3.8 GORONG – GORONG


Gorong - gorong berfungsi untuk menyeberangkan saluran irigasi, apabila terpaksa
memotong jalan raya, jalan desa atau jalan kereta api atau melalui topografi berbukit.
Konstruksi gorong-gorong direncanakan dengan bentuk segi empat, Kehilangan-
kehilangan energi pada bangunan pembawa meliputi kehilangan akibat gesekan,
kehilangan akibat peralihan dan kehilangan pada tikungan. Kehilangan-kehilangan
energi ini dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
a. Kehilangan energy akibat gesekan

Kehilangan energy akibat gesekan dihitung dengan rumus seperti dibawah ini :
V2 L 2gL V2
Hr = = x
2 2
C R C R 2g
Dimana :
Hr = Kehilangan energy akibat gesekan, m
V = Kecepatan dalam bangunan, m/det
L = Panjang bangunan, m
R = F/O = Jari-jari hidrolis, m
F = Luas penampang basah bangunan, m2
O = Keliling basah bangunan, m
C = Koefisien Chezy = K R1/6
K = Koefisien kekasaran Strickler, m/det2
g = Percepatan gravitasi, 9,80 m/det2

b. Kehilangan energy pada peralihan


Kehilangan energy pada peralihan masuk dan peralihan keluar dihitung berdasarkan
rumus :
(Va - V1)2
Hmasuk = masuk

III - 21
2g

(Va - V1)2
Hkeluar = keluar
2g
dimana :
masuk, keluar = Faktor kehilangan energi yang bergantung kepada bentuk hidrolis
peralihan dan apakah peralihan tersebut masuk atau keluar
Va = Kecepatan rata-rata yang dipercepat dalam bangunan pembawa,
m/det
V1, V2 = Kecepatan rata-rata disaluran udik (V1) dan hilir (V2), m/det.

c. Kehilangan energy pada bagian siku dan tikungan


Kehilangan energy pada bagian siku dan tikungan dihitung dengan mempergunakan
rumus sebagai berikut :
Va2
Hb = Kb
2g
dimana :
Hb = Kehilangan energy pada bagian siku atau tikungan, m
Va = Kecepatan rata-rata dalam bangunan, m/det
g = Percepatan gravitasi, 9,80 m/det
Kb = Koefisien kehilangan energi, harga Kb untuk bagian siku dan
tikungan.

III - 22
Hasil perhitungan bangunan terjun selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.

III - 23
3.9 TALANG
Perhitungan hidrolis dilakukan dengan menggunakan rumus - rumus :
Q = A x Vt
A = bxh
Vt = 1/n R2/3 I ½ > 1,50 m/dt
R = A/P
Dimana :
Q = Debit air lewat talang (m3/dt)
A = Luas tampang basah (m2)
R = Jari - jari hidrolis (m)
P = Keliling basah (m)
Vt = Kecepatan air lewat talang (m/dt)
n = Koefisien kekasaran bahan ; untuk beton diambil n = 0,0154
I = Kemiringan dasar talang

3.10 BANGUNAN PELENGKAP


3.10.1 Jalan Inspeksi
Jalan inspeksi berfungsi untuk memeriksa, mengoperasikan dan memelihara
jaringan irigasi. Saluran pembuang, yakni saluran dan bangunan-bangunan pelengkap.
Namun dapat juga sekaligus berfungsi sebagai jalan utama dan oleh karena itu juga
dipakai oleh kendaraan komersial dengan pembebanan as yang lebih berat dibandingkan
dengan kendaraan-kendaraan inspeksi.
 Jalan inspeksi yang hanya dimanfaatkan untuk inspeksi saluran irigasi dan jalan
usaha tani saja mempunyai lebar total jalan 5 m, dengan lebar perkerasan 3m.
 Jalan inspeksi yang difungsikan untuk lalu lintas umum mengacu pada UU No.
38/2004 dan PP No. 34/2006 diklasifikasikan sebagai jalan lokal dengan total lebar
jalan 7,5 m dengan lebar perkerasan 5,5, m, dengan struktur jalan sesuai SNI
bidang jalan.
 Jalan-jalan yang berada di bawah wewenang Direktorat Irigasi disesuaikan Standar
Jalan Bina Marga berdasarkan RSNI .T02 – 2005 yang telah diperluas menjadi,

III - 24
Kelas I Jalan Nasional (Standar Bina Marga A) dengan lebar = (1 + 7 + 1) m
= 9,00 m
Kelas II Jalan Propinsi (Standar Bina Marga B) dengan lebar = (0,5 + 6 + 0,5)
m = 7,00 m
Kelas III Jalan Kabupaten, jalan desa, jalan inspeksi utama (Standar Bina
Marga C) dengan lebar = (0,5 + 3,5 + 0,50) m = 4,50 m
Kelas IV Jalan Penghubung, jalan inspeksi sekunder (Standar Bina Marga)
dengan lebar = (0,5 + 3,5 + 0,50) m = 4,50 m
Kelas V Jalan setapak / jalan orang

3.10.2 Jembatan
1. Tipe
Tipe-tipe jembatan yang dibicarakan di sini adalah jembatan kendaraan yang
dipakai di jalan inspeksi, penyeberangan saluran, pembuang atau sungai, jembatan
orang (footbridge), jembatan ternak dan jembatan eksploitasi).
Jembatan-jembatan di jalan raya, yang berada di luar wewenang dinas pengairan,
hendaknya direncana menurut Standar Bina Marga. Untuk keperluan ini Bina
Marga telah menetapkan Standar Perencanaan Jembatan.
2. Pembebanan
Pembebanan jembatan diberikan dalam Bagian KP-06 – Parameter Bangunan.
3. Bangunan Atas
Untuk jembatan-jembatan pada jalan Kelas I dan II perencanaan dan gambar-
gambar standartnya sudah ada dari Bina Marga. jembatan-jembatan pada jalan
kelas III, IV, dan V adalah jembatan-jembatan pelat beton bila bentangannya
kurang dari 5 m. Untuk bentangan yang lebih besar dipakai balok T.
4. Pondasi dan tiang pancang
Lantai jembatan terletak di atas tumpu (abutment) di kedua sisi saluran. Tumpu
meneruskan berat beban ke pondasi. Untuk jembatan yang bentangnya besar,
diperlukan satu atau lebih tiang pancang di saluran guna mendukung bangunan
atas agar mengurangi beban tumpu.

III - 25
Gambar 3.6. Tipe Potongan Melintang Jembatan Balok T Dan Jembatan Plat.

5. Ruang Bebas
Ruang bebas jembatan paling tidak harus 0,30 m atau sama dengan setengah
tinggi jagaan saluran. Untuk saluran pembuang jagaan tinggi minimum harus
diambil seperti tabel sebagai berikut:

Tabel 3.14. Hubungan Debit Dan Tinggi Jagaan


Debit (m3/dt) Tinggi jagaan (m)
Q < 10 0,30
10 < Q < 25 0,40
Q < 25 0,50

Untuk jembatan-jembatan sungai, tinggi jagaan harus lebih besar dari 1,50 m,
menurut Standar Bina Marga.

3.10.3 Jalan Petani ( Farmroad )


Jalan petani (Farmroad) adalah jalan yang menghubungkan jalan utama ke
lokasi pengumpulan hasil sawah untuk diangkut keluar.

III - 26
Gambar 3.7. Detail Atap Pintu Saluran

Gambar 3.8. Detail Saung Tani

III - 27

Anda mungkin juga menyukai