ABSEN : A/05
NIM : 2006010052
NIM : ………………………
FULL PAPER PERTEMUAN 6
DOSEN :
KELOMPOK 5
KUPANG
i
2023
ii
BAB III
Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur pada hulu
saluran primer, pada cabang saluran dan pada bangunan sadap tersier. Berbagai macam
bangunan dan peralatan telah dikembangkan untuk maksud ini, namun hanya beberapa
macam bangunan saja yang boleh digunakan di daerah irigasi. Penggunaan bangunan
tertentu didasarkan pada faktor-faktor antara lain : kecocokan bangunan untuk keperluan
pengukuran debit, ketelitian pengukuran di lapangan, bangunan yang kokoh, sederhana
dan ekonomis, rumus debit sederhana dan teliti, eksploitasi dan pembacaan papan duga
mudah, pemeliharaan sederhana dan murah cocok dengan kondisi setempat dan dapat
deterima oleh para petani.
Alat ukur ambang lebar merupakan salah satu bangunan aliran atas atau biasa
disebut over flow. Pada model ambang lebar ini, tinggi energi yang terdapat pada hulu
aliran lebih kecil daripada panjang mercu itu sendiri. Syarat peluap dapat dikatakan
sebagai ambang lebar apabila :
t > 0,66 H
Bangunan ukur debit yang biasa digunakan pada umumnya adalah berupa bangunan
pelimpah dengan ambang lebar ataupun ambang tajam. (Sudjarwadi, 1987 : 56).
Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh dan mudah dibuat.
Karena bisa mempunyai berbagai bentuk mercu, bangunan ini mudah disesuaikan
dengan tipe saluran apa saja. Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit
mempermudah pembacaan debit secara langsung dari papan duga, tanpa memerlukan
tabel debit.
1
a. Tipe
Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (overflow), untuk ini
tinggi energi hulu lebih kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran di atas alat ukur
ambang lebar dapat ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada sekarang, maka
bangunan ini bisa mempunyai bentuk yang berbeda-beda, sementara debitnya tetap
serupa. Gambar 3.1 a dan 3.1 b memberikan contoh alat ukur ambang lebar.
Mulut pemasukan yang dibulatkan pada alat ukur Gambar 3.1 a dipakai
apabila konstruksi permukaan melengkung ini tidak menimbulkan masalah-masalah
pelaksanaan, atau jika berakibat diperpendeknya panjang bangunan. Hal ini sering
terjadi bila bangunan dibuat dari pasangan batu. Tata letak pada Gambar 3.1 b hanya
menggunakan permukaan datar saja. Ini merupakan tata letak paling ekonomis jika
bangunan dibuat dari beton. Gambar 3.1 a memperlihatkan muka hilir vertikal
bendung; Gambar 3.1 b menunjukkan peralihan pelebaran miring 1 : 6. Yang
pertama dipakai jika tersedia kehilangan tinggi energi yang cukup di atas alat ukur.
Peralihan pelebaran hanya digunakan jika energi kinetik di atas mercu dialihkan ke
dalam energi potensial di sebelah hilir saluran. Oleh karena itu, kehilangan tinggi
energi harus dibuat sekecil mungkin. Kalibrasi tinggi debit pada alat ukur ambang
lebar tidak dipengaruhi oleh bentuk peralihan pelebaran hilir. Juga, penggunaan
peralihan masuk bermuka bulat atau datar dan peralihan penyempitan tidak
mempunyai pengaruh apa-apa terhadap kalibrasi. Permukaan-permukaan ini harus
mengarahkan aliran ke atas mercu alat ukur tanpa kontraksi dan pemisahan aliran.
Aliran diukur di atas mercu datar alat ukur horisontal.
2
Gambar 3.1. Alat Ukur ambang lebar
3
b. Perencanaan Hidrolis
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi empat
adalah :
2
√
Q = Cd Cv 3 2 g bc h11.50
3
dimana :
Q = debit m3/dt
Cd = Koefisien debit
Cd = 0.93 + 0.10H1/L, untuk 0.1 < H1/L < 1.0
H1 = tinggi energi hulu, m
L = panjang mercu, m
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/det2 (≈9,8 m/det2)
bc = lebar mercu, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m
Harga koefisien kecepatan datang dicari dari Gambar 3.2, yang memberikan harga-
harga Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol. Persamaan debit untuk alat ukur
ambang lebar bentuk trapesium adalah :
dimana:
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
4
mc = kemiringan samping pada bagian pengontrol (1:m)
5
Gambar 3.3 memberi kan ilustrasi arti simbol-simbol yang digunakan oleh kedua tipe
alat ukur ambang lebar bentuk persegi dan bentuk trapesium
6
d. Kondisi Aliran Modular
Ambang lebar adalah bangunan yang mempunyai panjang ambang minimal
mampu menghasilkan garis aliran yang sejajar dengan ambang, sehingga diatas
ambang terjadi distribusi tekanan hidrostatik.
Ukuran panjang biasanya dinyatakan dengan angka perbandingan ( H1/ L )
yakni 0,08 < H1/L < 0,5. Untuk H1/L < 0,08 kehilangan energi diatas ambang tidak
bisa diabaikan. Sedangkan untuk H1/L > 0,5 aliran diatas ambang tidak terjadi
distribusi tekanan hidrostatik. Bila suatu ambang lebar bekerja sebagai pengendali,
maka debit yang lewat dapat diperkirakan berdasarkan kondisi aliran kritik di atas
ambang dengan asumsi garis aliran sejajar. Gambar 3.5 menunjukkan aliran kritis di
atas ambang, dengan H1 = tinggi tekanan dan L = panjang ambang lebar. Batas
modular, pada ambang lebar dengan pangkal dibulatkan adalah angka perbandingan
antara H2/ H1 pada saat angka tersebut dicapai, debit aliran yang lewat berkurang 1%
dari debit pada kondisi modular.
Ga
mbar 3.5 Aliran diatas ambang lebar
Sumber : Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
e. Kelebihan Dan Kekurangan Alat Ukur Ambang Lebar
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar yaitu:
1. Bentuk hidrolis luwes dan sederhana
2. Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal
7
3. Benda-benda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah
4. Eksploitasi mudah
Kekurangan-kekurangan yang dimiliki alat ukur ambang lebar yaitu:
1. Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja
2. Agar pengukuran teliti, aliran tidak boleh tenggelam.
8
10. Alat ukur ini hanya dapat dipergunakan untuk aliran yang tidak tenggelam.
3.2 Alat Ukur Romijin
Salah satu alat ukur debit yang menjadi pilihan untuk dimanfaatkan pada saluran
irigasi adalah alat ukur pintu Romijn dengan karakteristik berambang lebar dimana tata
cara perencanaan bangunan tersebut telah dikembangkan dalam teori hidrolika (Suprapto,
2016).
Alat ukur Romijn adalah bangunan pengukur dan pengatur multifungsi dengan
pintu yang memiliki daun pintu ganda dengan fungsi masing-masaing yaitu daun pintu
atas untuk mengukur aliran debit diatasnya sedangkan daun pintu bawah untuk
mengalirkan air melalui saluran tersebut (Rumagit, 2019). Di Indonesia, pada umumnya
alat ukur ini digunakan sebagai bangunan sadap tersier dimana tipe yang dianggap paling
cocok yaitu tipe standar terkecil (lebar 0,5 m). Namun secara fungsional, alat ukur romijn
juga bisa dimanfaatkan pada bangunan sadap sekunder. Ada tiga karakteristik pada aliran
yang melalui bangunan berambang lebar yaitu, kondisi dimana tinggi muka air di hulu
saluran tidak terpengaruh oleh tinggi muka air di hilir saluran (kondisi loncat), kondisi
dimana tinggi muka air di hulu saluran mulai dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir
saluran (kondisi peralihan), dan kondisi dimana tinggi muka air di hulu saluran
dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran (kondisi tenggelam) (Anonymous, 2013).
Aliran air yang melewati pintu romijn termasuk aliran saluran terbuka. Aliran saluran
terbuka terbagi dalam bentuk yang sangat beraneka ragam (Purnama & Nuraini, 2017).
Pertama, karakteristik aliran berdasarkan bilangan Froude yang dapat dipengaruhi oleh
gravitasi adapun pembagiannya yaitu aliran kritis, aliransub kritis, dan aliran superkritis
(Ali et al., 2018). Kedua, karakteristik aliran berdasarkan perubahan aliran seperti aliran
tunak, aliran seragam, dan aliran tak seragam (Septyani & Henri, 2021). Ketiga,
karasteristik berdasarkan panjang loncatan. Tidak ada rumus teoritis yang dapat
digunakan untuk menghitungnya, maka panjang loncatan air dapat ditentukan dengan
percobaan laboratorium.
Adapun karakteristik lain Aliran yang melewati pintu romijn yaitu debit dan
kecepatan. Kenaikan debit pada aliran berpengaruh pada kenaikan kecepatan aliran
9
sehingga dalam merencanakan pintu romijn perlu diperhatikan dasar penentuan nilai
debit.
b. Perencanaan Hidrolis
Dari segi hidrolis, pintu Romijn dengan mercu horisontal dan peralihan
penyempitan lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat ukur ambang lebar :
2
√
Q = Cd Cv 3 2 g bc h11.50
3
dimana :
Q = debit m3/dt
10
Cd = koefisien debit
Cd = 0.93 + 0.10H1/L, untuk 0.1 < H1/L < 1.0
H1 adalah tinggi energi hulu, m
L adalah 'panjang mercu, m
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/det2(9.8)
bc = lebar meja, m
h1 = tinggi energi hulu diatas meja, m
11
Gambar 3.7 Dimensi alat ukur Romijin dengan pintu bawah
12
Gambar 3.8 Sketsa Isometris alat ukur Romijin
Harga-harga besaran debit yang dianjurkan untuk standar alat ukur Romijn diberikan
pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Besaran debit yang dianjurkan untuk alat ukur Romijin Standar
13
1.00 0.50 0.050 – 0.600
1.25 0.50 0.070 – 0.750
1.50 0.50 0.080 – 0.900
Sumber : Kriteria Perencanaan, KP-04 tabel 2.4
d. Papan Duga
Untuk pengukuran debit secara sederhana, ada tiga papan duga yang harus dipasang,
yaitu :
1. Papan duga muka air di saluran
2. Skala sentimeter yang dipasang pada kerangka bangunan
3. Skala liter yang ikut bergerak dengan meja pintu Romijn.
Skala sentimeter dan liter dipasang pada posisi sedemikian rupa sehingga pada waktu
bagian atas meja berada pada ketinggian yang sama dengan muka air di saluran (dan
oleh sebab itu debit di atas meja nol), titik nol pada skala liter memberikan bacaan
pada skala sentimeter yang sesuai dengan bacaan muka air pada papan duga di
saluran.
e. Karakteristik
1. Kalau alat ukur romijn dibuat dengan mercu datar dan peralihan penyempitan
sesuai dengan Gambar 3.6 c, tabel debitnya sudah ada dengan kesalahan kurang
dari 3%.
2. Dengan debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan.
3. Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler adalah di atas
33% dari tinggi energi hulu diukur dari puncak mercu, yang relatif kecil.
4. Karena alat ukur Romijn ini bisa disebut "berambang lebar", maka sudah ada
teori hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut. Alat ukur Romijn
dengan pintu bawah bisa dieksploitasi oleh orang yang tak berwenang, yaitu
melewatkan air lebih banyak dari yang diijinkan dengan cara mengangkat pintu
bawah lebih tinggi lagi.
14
f. Kelebihan Dan Kekurangan
15
DAFTAR PUSTAKA
Akmal. “ Analisis Perhitungan Debit Saluran Dengan Bangunan Ukur Ambang Lebar
Pada Daerah Irigasi Samalanga Kabupaten Bireuen”. Jurnal Teknik Sipil
09, no. 1 (2020):23.
Risman. “ Kajian Perilaku Debit Alat Ukur Ambang Lebar Terhadap Profil Aliran”.
Jurnal Bangun Rekaprima 03, no. 3 (2017): 17
16