PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tugas Besar Bangunan Air ini merupakan salah satu tugas besar yang
diwajibkan di Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang.
Tugas besar ini merupakan syarat dari Praktek Kerja Nyata (PKN) bagi mahasiswa di
jurusan Sipil.
Kondisi saat ini, Kecenderungan mahasiswa teknik sipil kurang memahami
ilmu yang berkaitan dengan jurusannya, sehingga menjadikan mahasiswa tersebut
akan kesulitan dan melihat perkembangan zaman serba teknologi yang canggih
mahasiswa jurusan teknik sipil harus mampu dalam dunia kerja.
Harapan dari pengerjaaan tugas besar ini mahasiswa belajar dengan
bersungguh-sungguh dalam pencapaian hasil yang baik dalam bentuk nilai dan
terutama pemahaman yang lebih untuk mahasiswa tersebut.
1.3. Manfaat
Tugas Besar Teknik Irigasi dan Bangunan Air bermanfaat sebagai modal
untuk menghadapi lapangan dan sebagai penunjang dalam perkuliahan. Sehingga
dengan adanya Tugas Besar ini diharapkan nantinya bila menghadapi lapangan sudah
terbiasa.
logXr =
∑ logx
n
Standar deviasi
Sd=
∑ (logx −logXr )
n −1
Koefisien Kepencengan (Cs)
Cs=n ∑ ¿ ¿ ¿
Q = Cd x
2 2
3 3 √
x g x Be x H 1
1.5
Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
Be = Lebar efektif mercu bendung, m
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
H1 = Tinggi energi, m
Q = Cd x
√
2 2
3 3
x g x Be x H 1
1.5
Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
Be = Lebar efektif mercu bendung, m
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
H1 = Tinggi energi, m
Sumber: KP 02 halaman 49
2.3.4. Tinggi Jagaan Bendung
Tinggi Jagaan berfungsi untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air
yang melimpah ke tepi sungai/bendung. Pada umumnya semakin besar debit yang
diangkut, semakin besar pula tinggi jagaan yang harus disediakan.
Fb = C x V x 1/3 Hd
Atau,
Fb = 0,6 + 0,037 x V x 1/3 Hd
Dimana :
Fb = Tinggi jagaan bendung, m
C = Koefesien debit (0,10)
V = Kecepatan air, m/dt
Hd = Tinggi air diatas bendung, m
1. Intake biasa, yang umum direncanakan yaitu intake dengan pintu berlubang
satu atau lebih dan dilengkapi dengan pintu dinding banjir.
2. Intake gorong-gorong, tanpa pintu di bagian udik. Pintu diletakkan di bagian
hilir gorong-gorong.
3. Intake frontal, intake diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan
pembilas atau bending.
Pintu sorong dipakai dengan tinggi maksimum sampai 3 m dan lebar tidak
lebih dari 3 m. Pintu tipe ini hanya digunakan untuk bukaan kecil, karena untuk
bukaan yang lebih besar alat-alat angkatnya akan terlalu berat untuk menangggulangi
Lebar pintu intake dapat dihitung dengan rumus pengaliran sebagai berikut:
Q =
2
3
x Cd x b x a x
√2
3
x g x h11.5
Dimana :
Q = Debit Rencana (m3/dt)
b = Lebar efektif mercu bendung, meter
a = Tinggi bukaan pintu, meter
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
h1 = Tinggi air di hulu (m)
Gambar 2.4. Jaringan aliran dibawah dam pasangan batu pada pasir
(Sumber: Kp 02 halaman 139)
Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal
memiliki daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan
dengan bidang vertikal. Ini dapat dipakai untuk menghitung gaya tekan ke atas di
bawah bendung dengan cara membagi beda tinggi energi pada bendung sesuai
dengan panjang relatif di sepanjang pondasi.
Sumber: KP 06 halaman 28
2.7.1.4. Berat Bangunan
Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat
bangunan itu. Untuk tujuan-tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai harga-
harga berat volume di bawah ini.
Pasangan batu 22 kN/m3 (≈ 2.200 kgf/m3)
Beton tumbuk 23 kN/m3 (≈ 2.300 kgf/m3)
Beton bertulang 24 kN/m3 (≈ 2.400 kgf/m3)
2.7.1.5. Reaksi Pondasi
Reaksi pondasi boleh diandaikan berbentuk trapesium dan tersebar secara
linier. Tekanan vertikal pondasi pada ujung bangunan ditentukan dengan rumus:
L ∑ MT − ∑ MG
e = –
2 ∑V
∑V 6 xe
P = x (1 ± )
L L
Dimana :
P = reaksi pondasi/tegangan (ton/m2)
e = eksentrisitas (m)
L = panjang pondasi (m)
V = total gaya/reaksi vertikal (ton)
MG = momen guling (ton.m)
MT = momen tahan (ton.m)