Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN HIDRAULIKA PELIMPAH BENDUNGAN LADONGI

KABUPATEN KOLAKA TIMUR


DENGAN UJI MODEL FISIK SKALA 1:50

JURNAL ILMIAH

TEKNIK PENGAIRAN
KONSENTRASI PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN SUMBER
DAYA AIR

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun Oleh: DANAN

DWI PUTRANTO
NIM. 125060407111028

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
Kajian Hidraulika Pelimpah Bendungan Ladongi Kabupaten Kolaka
Timur dengan Uji Model Fisik Skala 1:50

Danan Dwi Puranto¹, Heri Suprijanto², Janu Ismoyo²


¹Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya
²Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Teknik Pengairan Universitas Brawijaya-Malang, Jawa Timur, Indonesia
Jalan MT. Haryono 167 Malang 65145 Indonesia
e-mail: danan.putranto@yahoo.com

ABSTRAK

Untuk memenuhi kebutuhan air baku di wilayah Kabupaten Kolaka Timur maka sangat dipelukan
dibangunnya Bendungan Ladongi di wilayah tersebut. Dalam membangun suatu bendungan, salah
satu tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh kesempurnaan desain adalah dengan melakukan
uji model fisik hidrolika pelimpah. Dalam kajian hidrolika pada model fisik ini, untuk analisa
hidrolika pada saluran pelimpah menggunakan persamaan kontinuitas dengan perhitungan
koefisien debit Cd menggunakan metode USBR dan Iwasaki. Untuk analisa hidrolika pada saluran
transisi dan saluran peluncur menggunakan persamaan energi dengan metode perhitungan tahapan
standar. Sedangkan untuk analisa hidrolika pada peredam energi USBR tipe II menggunakan
persamaan momentum dan kontinuitas kenaikan mendadak. Untuk perhitungan gerak material
dasar menggunakan persamaan momentum dan dilakukan koreksi dengan menggunakan grafik
shield. Dari hasil pengujian final design, dengan menambahkan ambang/sill pada akhir saluran
transisi setinggi 1.50 m, dapat menghilangkan aliran silang pada saluran peluncur yang diakibatkan
sudut perubahan penampang di saluran transisi sebesar 7.83o. Pada saluran peluncur di pasang 2
(dua) aerator pada section 18 dan antara section 21-22 untuk menghindari terjadinya kavitasi.
Tinggi dinding peredam energi USBR Tipe II masih mampu menampung debit rancangan Q1000th
yang lewat. Pada sungai di hilir saluran pengarah hilir ditemukan adanya gerusan lokal dari hasil
pengamatan.

Kata kunci: Analisa hidraulika, pelimpah overflow, gerusan lokal.

ABSTRACT

To meet the needs of the raw water in the district of East Kolaka, Ladongi Dam construction in this
region is mandatory. In building a dam, one of the stages that must be passed to obtain perfection
of the design is to test the physical model hydraulics spillway. In this hydraulics study of the
physical model, analysis of hydraulics at Spillway is used the continuity equation by calculating the
coefficient of discharge Cd using USBR and Iwasaki method. For analysis of the transition channel
and the launcher channel using the energy equation with the calculation stages standard method.
As for the hydraulics analysis on USBR energy absorbers type II used the momentum and sudden
rise continuity equations. For the calculation of the base material movement using the equations of
momentum and correction by using charts shield. From The final design of the test results, by
adding the weir/ sill at the end of the transition channel as high as 1.5 m, can eliminate cross-flow
on a launcher channel caused by resulting angle changes the transition channel of 7.83 degree. On
the launchers channel is installed 2 (two) aerator on the section 18 and between section 21-22 to
avoid the occurrence of cavitation. Overall the high wall of energy absorbers USBR Type II is still
able to accommodate design discharge passing Q1000th. By observations, the downstream river
channel downstream director was found scours.

Keywords: Analysis of hydraulics, overflow spillway, scours.


1. PENDAHULUAN Penentuan nilai “C” pada berbagai
Salah satu permasalahan yang ada di bangunan pelimpah dapat dilihat pada Gambar
beberapa tempat wilayah Kabupaten Kolaka 1 dan Gambar 2.
Timur adalah kesulitan air terutama air baku
untuk irigasi dimusim kemarau, terutama pada
saat kemarau panjang. Untuk memenuhi
kebutuhan air baku di wilayah Kabupaten
Kolaka Timur maka sangat dipelukan
dibangunnya Bendungan Ladongi di wilayah
tersebut.
Maksud dari kajian ini adalah untuk
mempelajari perilaku hidraulika pada sistem
pelimpah tipe pelimpah langsung (over flow Gambar 1. Koefisien debit dipengaruhi oleh
spillway) model uji fisik Bendungan Ladongi. faktor He/Ho.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Sumber: Anonim, 1987:370
mengetahui kondisi aliran di sistem bangunan
pelimpah yang meliputi kedalaman aliran,
kecepatan dan bilangan Froude pada sistem
pelimpah dan mengetahui desain saluran
peluncur aman atau tidak terhadap
bahaya kavitasi dan aliran getar, serta
mengetahui kondisi gerusan lokal pada sungi
hilir saluran pengarah.

2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Analisa Hidrolika Pelimpah Gambar 2. Koefisien debit dipengaruhi oleh
a. Aliran Pada Pelimpah faktor P/Ho.
Pelimpah langsung (over flow spillway) Sumber: Anonim, 1987:371
merupakan salah satu komponen dari saluran Besarnya koefisien debit limpahan (C) dari tipe
pengatur aliran dibuat untuk lebih standar suatu bendung juga dapat diperoleh
meningkatkan pengaturan serta memperbesar dengan rumus Iwasaki sebagai berikut:
debit air yang akan melintasi bangunan Cd = 2,20 - 0,0416 (Hd/W)0,990 (2)
pelimpah (Sosrodarsono 2002 : 181)
(3)
b. Debit Pelimpah
Rumus yang digunakan untuk menghitung C = koefisien debit limpahan
debit di atas pelimpah adalah sebagai berikut: Cd = koefisien debit limpahan pada saat h =
Q=C.L.H3/ (1) Hd
dengan: H = tinggi air di atas mercu pelimpah (m)
Q = debit yang melewati pelimpah (m3/dt) Hd = tinggi tekan rencana di atas mercu
C = koefisien limpahan bendung (m)
L = lebar efektif mercu pelimpah (m) W = tinggi bendung (m)
H = tinggi tekanan air di atas mercu (m) a = nilai koefisien pada saat h = Hd
sehingga C = Cd
c. Koefisien Debit d. Lebar Efektif Pelimpah
Beberapa faktor yang mempengaruhi Lebar efektif merupakan hasil
besarnya koefisien debit (C) adalah: pengurangan lebar sesungguhnya dengan
1. Kedalaman air di dalam saluran pengarah jumlah seluruh kontraksi yang timbul pada
aliran. aliran air yang melintasi mercu pelimpah
tersebut (Sosrodarsono, 1989:182).
2. Kemiringan lereng udik bendung
L=L’-2(N.Kp+Ka).H (4)
3. Tinggi air diatas mercu bendung dengan:
4. Perbedaan antara tinggi air rencana pada L = lebar efektif pelimpah (m)
saluran pengatur aliran yang bersangkutan. L’ = lebar pelimpah sebenarnya (m)
N = jumlah pilar-pilar di atas mercu
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi dinding samping Perhitungan hidraulika saluran transisi
H = tinggi tekanan total di atas mercu menggunakan persamaan energi dengan rumus
sebagai berikut:

pelimpah (m)
ve
2 2
vc 
K ve2 v c2 (8)
e. Tinggi Muka Air di Atas Pelimpah ze  d e   zc  d c    hm
2g 2g 2g
Kecepatan aliran teoritis pada pelimpah dapat dengan:
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Chow,
z = elevasi dasar saluran pada suatu bidang
1985:378):
vertical (m)
(5) de = kedalaman aliran masuk ke dalam
(6) saluran transisi (m)
ve = kecepatan aliran masuk ke dalam
(7) saluran transisi (m/dt)
dengan: dc = kedalaman kritis pada ujung hilir
Q = debit aliran (m3/dt) saluran transisi (m)
L = lebar efektif pelimpah (m) vc = kecepatan aliran kritis pada ujung hilir
Vz = kecepatan aliran (m/dt) saluran transisi (m/dt)
g = percepatan gravitasi (m/dt2) K = koefisien kehilangan tinggi tekanan
Z = tinggi jatuh atau jarak vertikal dari yang disebabkan oleh perubahan
permukaan hulu sampai lantai kaki penampang lintang saluran transisi
hilir (m) h m = kehilangan total tinggi tekanan
Hd = tinggi tekanan di atas mercu bendung yang disebabkan oleh gesekan, dan
(m) lain-lain. (m)
hz = kedalaman aliran di kaki pelimpah (m)
Fz = bilangan froude di kaki pelimpah

Gambar 4. Skema aliran dalam kondisi


terjadinya aliran kritis di ujung
saluran transisi
Gambar 3. Muka Air di Atas Tubuh Sumber: Sosrodarsono, 1989:204
Pelimpah. 2.3. Saluran Peluncur
Sumber: Chow, 1985:363. Saluran peluncur merupakan saluran
2.2. Saluran Transisi pembawa dari ujung hilir saluran transisi atau
Saluran transisi biasanya direncanakan ujung hilir ambang pelimpah (tanpa saluran
agar debit banjir rancangan yang akan transisi) sampai ke peredam energi. Saluran ini
disalurkan tidak menimbulkan kecepatan yang direncakanan dengan aliran super kritis,
tidak rata dan air terhenti yang akan dengan F > 1.
menimbulkan aliran balik (back water) Perhitungan profil muka air pada saluran
dibagian hilir saluran setelah pelimpah, peluncur dapat didekati dengan rumus
sehingga dapat memberikan kondisi yang kekekalan energi dalam aliran (persamaan
menguntungkan, baik di dalam saluran transisi Bernoulli), sebagai berikut :
tersebut maupun aliran permukaan yang akan
menuju saluran peluncur. z1 + d1 + hv1 = z2 + d2 + hv2 + hL + he (9)
Untuk bangunan pelimpah yang relatif
kecil, biasanya saluran transisi ini dibuat dengan :
dengan dinding tegak yang makin menyempit z = elevasi dasar saluran pada suatu bidang
ke hilir dengan inklanasi sebesar 12°30' vertical (m)
terhadap sumbu saluran peluncur d = kedalaman air pada bidang tersebut
(m)
hv = tinggi tekan kecepatan pada bidang
tersebut (m)
hL = kehilangan tinggi tekan yang terjadi di P = keliling basah (m)
antara 2 (dua) bidang vertical yang d = kedalaman hidraulik (m)
ditentukan akibat gesekan (m), I = kemiringan rerata gradien energi
dinyatakan dengan: Ө = sudut gradien energi
L = panjang saluran (m)
(10)
Untuk perhitungan dari kedua persamaan
he = kehilangan tinggi tekan akibat tersebut selanjutnya diplotkan pada Gambar 6
perubahan penampang (m) untuk mengetahui timbul tidaknya aliran getar.
(11) 9

8
Daerah aliran getar

Bilangan Vendernikov (V)


7
2
g = percepatan gravitasi (m/dt ) sehingga 6

menjadi: 5

3
Daerah tanpa aliran getar
(12) 2

dengan: 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6


2
0,7 0,8 0,9 1

Δl = jarak horizontal antara bidang -1 dan


Bilangan M ontouri (M )

bidang -2 (m) Gambar 6. Grafik Kriteria Aliran Getar


hl = kehilangan tinggi tekanan (m) Sumber: Anonim, 2010:159
V1 = kecepatan aliran pada bidang -1 (m/dt) 2.4. Peredam Energi
V2 = kecepatan aliran pada bidang -2 (m/dt) Sebelum aliran air di alirkan ke sungai
d1 = kedalaman air pada bidang -1 (m) harus diperlambat dan dirubah pada kondisi
d2 = kedalaman air pada bidang -2 (m) aliran sub-kritis,untuk menghindari gerusan
S0 = kemiringan dasar saluran peluncur geometri dasar sungai dan tebing.
Rumus hidrolika struktur yang digunakan
dalam perhitungan pada kolam olakan datar
sebagai berikut:
 Bilangan Froude di akhir saluran peluncur:
V1
F1  (15)
g . h1
 Kedalaman aliran setelah loncatan

 
(kedalaman konjugasi)
h2 1
Gambar 5. Skema penampang memanjang  1  8Fr 2 1 (16)
aliran pada saluran peluncur h1 2
Sumber: Sosrodarsono, 1989:208  Panjang loncatan hidrolis pada kolam
Aliran Getar olakan (Raju, 1986 : 194)
Pada suatu saluran peluncur yang panjang L = A (y2 – y1) (17)
terdapat bahaya aliran yang tidak stabil yang Dimana A bervariasi dari 5,0 sampai 6,9 , atau
disebut sebagai aliran getar (slug/pulsating secara empirik dapat digunakan grafik pada
flow). Apabila panjang saluran tersebut > 30 Gambar 7. (Sosrodarsono, 1989:222).
meter, maka harus dikontrol dengan cara
menghitung bilangan “vendernikov (V)”dan
bilangan“Montuori (M)”.
Bilangan Vendernikov (V)
V = (13)
Bilangan Montuori (M)
M2 = (14)
dengan:
b = lebar dasar saluran (m)
v = kecepatan aliran (m/dt) Gambar 7. Panjang Loncatan Hidrolis
g = percepatan gravitasi (= 9,81 m/dt2) Sumber: Peterka, 1984:3
2.5. Kavitasi dengan :
Kavitasi adalah suatu kejadian yang P1 = tekanan pada section 1 (kN/m)
timbul dalam aliran dengan kecepatan begitu P2 = tekanan pada section 2 (kN/m)
besar, sehigga tekanan air menjadi lebih kecil W = berat air (kN/m)
dari pada tekanan uap air maksimum di Fa = gesekan akibat tekanan atmosfer
temperatur itu. Proses ini menimbulkan (kN/m)
gelembung-gelembung uap air yang dapat β = koefisien momentum
menimbulkan erosi pada konstruksi (Patty, ρ = masa jenis air (kg/m3)
1995:99). Q = debit aliran (m3/detik)
Suatu bentuk persamaan untuk V1 = kecepatan pada section 1 (m/detik)
memperkirakan kavitasi berupa parameter tak V2 = kecepatan pada section 2 (m/detik)
berdimensi, merupakan hubungan antara gaya = tegangan geser (N/m)
pelindung terhadap kavitasi (ambient pressure) P = panjang keliling basah (m)
dan penyebab kavitasi (dynamic pressure) L= panjang section (m)
disebut indeks kavitasi. Perhitungan kavitasi h = kedalaman air (m)
dengan persamaan berikut: I = kemiringan saluran
Po  Pv Ū = kecepatan rata-rata (m/s)
  (18)
2
V0 Selanjutnya dibandingkan dengan
 yang didapat dari grafik shield dan metode
2
P  Po isbach. Jika maka butiran dasar
C p  2 (19) tidak bergerak. Sebaliknya jika ,
V
 0 maka butiran dasar bergerak. Nilai dapat
2
dilihat pada grafik shield berikut.
dengan:
σ = indeks kavitasi
Po = ambient pressure (kPa)  1kPa =
1000 N/m2
= Pa + Pg
Pa = tekanan atmosfir (=101 kPa)
Pg = tekanan setempat (kPa) =  . g . h
h = tinggi muka air (m)
Pv = tekanan uap (kPa)
 = massa jenis cairan (kg/m3)
Vo = kecepatan aliran (m/dt)
Cp = koefisien kavitasi Gambar 8. Grafik Shield
σ1 = angka batas kavitasi Sumber: Ven Te Chow, 1985
Kriteria timbulnya kavitasi ditentukan dengan Perhitungan empirik gerusan setempat
syarat : dapat menggunakan pendekatan rumus sebagai
1.  > 1 : tidak terjadi kavitasi berikut :
2.  ≤ 1 : terjadi kavitasi  Rumus Schoklitsch.
0,57
K .H 0, 2 .q
2.6. Gerusan Lokal S  0,32  dm (21)
D90
Gerusan local pada sistem pelimpah
terjadi pada saluran hantar hilir disebabkan  Rumus Veronise.
oleh aliran yang mempunyai kecepatan yang S = ( K.He0,255. q0,54) – dm (22)
besar dan mempunyai dasar saluran yang
bergerak. dengan :
Perhitungan gerusan lokal pada bagian S = kedalaman gerusan (local scouring)
hilir dapat juga menggunakan persaamaan yang terjadi di hilir bangunan
momentum, dan dilakukan koreksi dengan H = jarak vertical antara muka air hulu
menggunakan grafik shield untuk menentukan dengan permukaan air di hilir
butiran pada tegangan geser ijin. Prinsip dasar bangunan
pendekatan hitungan dengan prinsip q = debit per satuan lebar (m3/detik.m)
momentum diuraikan sebagai berikut : dm = kedalaman aliran di hilir bangunan (m)
P 1 – P2 + W sin θ – Fa – PL = β.ρ.Q (V1 – V2) (20)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Selanjutnya didapatkan nilai Vz :
3.1. Pola Operasi 183,69
Sesuai dengan investigasi lapangan dan VZ   12,001 m/dt
31.0,494
berdasarkan desain konstruksi konsultan
perencanaan, pengujian perilaku hidrolika Bilangan froude (Fz) :
aliran di bangunan pelimpah diuji dengan
VZ 12,001
beberapa kondisi model. Masing-masing model FZ   5,453
seri tersebut diuji dengan beberapa variasi g.h Z 9,81.0,494
banjir rencana yaitu kondisi banjir rancangan
Q2 sebagai debit terkecil dan debit-debit banjir Elevasi lereng pelimpah = +114,0 m
Q5, Q10, Q25, Q50, Q100, Q1000, dan QPMF. Elevasi muka air = 114,0 + 0,494 = +114,494
m
Tabel 3.1. Data teknik debit banjir rancangan
Q2 s/d QPMF
Q Q Model
Debit
Prototipe Model
Rancangan
(m3/dt) (m3/dt) (lt/dt)
Q2 44,75 0.0025 2.53
Q5 82,94 0.0047 4.69
Q10 108,10 0.0061 6.12
Q25 148,84 0.0084 8.42
Q50 176,14 0.0100 9.96
Q100 183,69 0.0104 10.39
Q1000 307,49 0.0174 17.39 Gambar 9. Profil muka air mercu pelimpah.
QPMFHasil Perhitungan
Sumber: 768,23 0.0435 43.46

Bentuk saluran transisi pada Bendungan


Pelimpah
Ladongi mempunyai lebar 31 m lalu
Bendungan Ladongi menggunakan
menyempit menjadi 20 m dan panjang saluran
pelimpah langsung (over flow spillway). Mercu
pelimpah memiliki lebar 31 m dan tinggi 3,8 transisi 73,06 m. Metode yang digunakan
meter. dalam perhitungan saluran transisi adalah
Dengan menggunakan Persamaan (5) metode tahapan standar.
sampai (7) dapat dihitung profil muka air Berikut ini merupakan contoh
diatas pelimpah. Berikut contoh perhitungan perhitungan profil muka air pada saluran
diambil untuk Q100th: transisi dengan debit pengaliran Q100th:
100th = 183,69 m3/dt Contoh perhitungan pada section 8 dan 7:
Z = 5,80 m Hd Saluran transisi section 8;
Q100th = 183,69 m3/dt
= 2,033 m Dengan mensubtitusi
B8 = 22,70 m
persamaan Slope = 0,00
VZ  2gZ  H d  h Z  dengan Elevasi section 8 = 115,50 m
Q Datum = 115,50 m,
VZ  maka didapatkan persamaan Z = 115,50 – 113,00 = 2,5 m
L.h Z Sehingga:
sebagai berikut:  Q   2
183,69  2
H8 =3  B    1,882 m
2gZ  H d  h Z   Q  0 
g
3  22,7
L.h Z 9,81

2.9,815,8  2,033 hZ  183,69  0 V8 = Q/A= 183,69/(22,70 . 1,882)= 4,297 m/dt


31.h Z v
2
4,297 2
hv  8   0 , 941 m
8 2g 2 . 9,81
Selanjutnya dengan coba-coba (trial & error)
akan didapatkan nilai hz = 0,494 m. Z8 + h8 + = 2,5 + 1,882 + 0,941= 5,324 m
V 4,297  3.4. Saluran Peluncur
Fr  c
 
g .h c 9,81 .1,882 1 (kritis)
Saluran peluncur Bendungan Ladongi
memiliki lebar saluran 20 m dengan
8 42,74 kemiringan yang cukup curam yaitu 1:3,4.
(R) =   1 ,615 m
 8 26,47 Metode yang digunakan dalam perhitungan
saluran peluncur adalah metode tahapan
Langkah perhitungan selanjutnya sebagai
langsung.
berikut: Berikut ini merupakan contoh perhitungan
1. Lebar dasar saluran section 7, b = 25,6 m
profil muka air pada saluran peluncur atas
2. Panjang jarak section 7 sampai section 8 ,
dengan debit pengaliran Q100th:
ΔX = 10,5 m
Contoh perhitungan pada section 8 dan section
3. Jarak datum, Z7 = Elevasi section 7 – datum
9;
= 114,00 – 113,0 = 1 m 3

(perhitungan saluran pengelak)


=4,270 m B9 = 22,7 m
5. A = 109,332 m2, P = 34,141 m,R = 3,202 m Slope = 0,294
6. Kecepatan Aliran V7 = Q / A = 183,69 /
Z9 = 60 m
109,332 = 1,680 m/det
Sehingga:
7. v 2  1, 680 2
hv  7   0,143 m 2 2
7 2g 2 . 9,81 H8 =  Q B  183,69
22,7
8. Kehilangan akibat perubahan penampang,    9,81

g
K|v 8  v 7 |  0,1 | 4,297 2  1,680 2 |
2 2
he    0,079 m
V8 = Q/A= 183,69/(22,70 . 1,882)= 4,297 m/dt
2 2
2g 2 . 9,81 v 4,297
hv  8   0 , 941 m
8 2g 2 . 9,81
9. Kehilangan akibat faktor gesekan,
 v v 
2
 4,297 1,680
2

n 2 . 8 7  0,0142 . Z8 + h8 + = 61,5 + 1,882 + 0,941= 64,324 m



 2   2 
hf  4 . x  4 .10,50  0,00101 m
 R8  R7  3  1,615 3,202  3 Bilangan Froude,
   
 2   2  Vc 4,297
Fr   1 (kritis)
Dengan menggunakan persamaan (9) maka g .h c 9,81 .1,882
persamaannya menjadi, 8 42,74
v82 2 (R) =   1 ,615 m
v7  8 26,47
Z8 + h8 + = Z7 + h7 + - hf - he
2g 2g Langkah perhitungan selanjutnya sebagai
2,50 + 1,882 + 0,941 = 1,00 + 4,270 + 0,143 - berikut:
0,00101 - 0,079 1. Lebar dasar saluran section 9, b = 20 m
5,324 = 5,324 (memenuhi) 2. Panjang jarak section 8 sampai section 19,
dengan menggunakan sistem coba-coba maka ΔX = 9,8 m
didapatkan nilai h7 = 4,270 m, memenuhi. 3. Jarak datum, Z9 = Elevasi section 9 – datum
Didapatkan profil muka air sebagai berikut. = 58,5 m
4. Coba-coba tinggi muka air pada section 9, h
= 1,242 m
5. A = 24,841 m2 ,P = 22,484 m, R = 1,105 m.
6. Kecepatan Aliran V9 = Q / A = 183,69 /
24,841 = 7,395 m/det
7. v 92 7 , 39 2
hv 9    2,79 m
2g 2 . 9,81
8. Kehilangan akibat perubahan penampang,
k|v 2
 v 9 2 | 0,1 | 7 ,39 2  4,29 2 |
he  8
  0,185 m
2g 2 . 9,81
Gambar 10. Profil muka pada air saluran 9. Kehilangan akibat faktor gesekan, ,
transisi.
 v  v 9   4,29 7,39 
2 2
n 2 . 8  0,0142. 
 2   2 
hf  4 . x  4
.9,8  0,111 m
 R8  R9  3  1,615  1,105 3
   
 2   2 
Dengan menggunakan persamaan (9) maka
persamaannya menjadi,
2
v9
Z8 + h8 + = Z9 + h9 + + hf + he Gambar 12. Profil muka air peredam energi.
2g 4.6 Gerusan Lokal
60,00 + 1,882 + 0,941= 58.50 + 1,242 + 2,79 + Perhitungan gerusan lokal pada hilir
0,111 + 0,185 peredam energi menggunakan persamaan
62,824 = 62,824 (memenuhi) momentum, dan dilakukan koreksi dengan
dengan menggunakan sistem coba-coba maka menggunakan grafik shield untuk menetukan
didapatkan nilai h9 = 1,242 m memenuhi. butiran pada tegangan geser ijin.
Didapatkan profil muka air sebagai berikut. Contoh perhitungannya adalah sebagai
berikut :
Diketahui:
Section 36 – 37 pada Q2th = 44,75 m3/dt
h1 = 0,9 m B1 = 11,9 m
h2 = 1,27 m B2 = 10,37 m
P1 = ½. ρ . g. h1 2 . B
= ½. ρ . 1000. 9,81. 0,92 . 11,9
= 47279,3 N/m
P1 = ½. ρ . g. h2 2 . B
= ½. 1000 . 9,81. 1,272 . 10,37
= 82039,9 kN/m
Gambar 11. Profil muka air peluncur. W sin θ = ρ . g. h . B. (Z1 – Z2)
= 1000 . 9,81 . . .
3.5. Peredam Energi
Peredem energi pada bendungan (9,40 – 9,08)
Sukamahi menggunakan tipe peredam energi = 37926,166 N
USBR tipe II. Perhitungan tinggi muka air ρQ(βV2-βV1) = 1000 . 44,75. (1,10 . 3,07-
pada peredam energi dipengaruhi oleh hukum 1,10. 3,22)
persamaan momentum. = -7374,709 N
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut: Ff = P1 - P1 + W sin θ - ρQ(βV2-βV1)
Q100th = 183,69 m3/dt = 47279,3 - 82039,9 + 37926,16 -7374,709
B = 20 m = 10540,3 N
h1 = 0,435 m =
v1 = 21,120 m/dt
Tinggi muka air setelah loncatan adalah =


Fr = = = 10,225 = 21,272 N/m2
h2 1

 1  8Fr 2 1
h1 2
 Selanjutnya
dengan
= 21,272 N/m2 dibandingkan
yang didapat dari grafik shield

 
pada gambar 2.19. Nilai dari grafik shield
h2 1
 1 8.10,22 2 1 = 8,00 N/m2 < sehingga maka butiran dasar
0,435 2 bergerak.
Perhitungan kedalaman gerusan
h2 = 6,075 m menggunakan metode schoklistch dan
Dengan nilai Fr = 26,55 maka tipe loncatan Veronise. Contoh perhitungannya sebagai
hidrolis yang terjadi adalah tipe loncatan tetap. berikut :
Data-data:
Q2th = 44.75 m3/det
B = 20 m
V = 3,07 m/det Pendekatan hitungan pada peredam
dm = 0,45 m energi menggunakan persamaan
H = 3.42 m momentum untuk perhitungan
D90 = 9 mm kedalaman konjugasi.
Maka : 2. Kondisi hidrolika aliran setelah perubahan
q = Q/B desain berdasarkan hasil uji model fisik
= 44.75/20 = 2,238 m3/det adalah sebagai berikut:
 Metode Schoklitsch  Pelimpah
S = 4,75( H0,2. q0,57)/( D0,32) – dm Model Pelimpah Overflow Bendungan
= 4,75( 3,420,2. 2,2380,57)/ ( 90,32) – 0,45 Ladongi mampu mengalirkan air pada
= 4,259 m semua debit rancangan yang diujikan
 Metode Veronese tanpa menimbulkan overtopping. Dari
S = (1,9.He0,255. q0,54) – dm hasil model test didapatkan bahwa
= (1,9. 3,9000,255. 2,2380,54) – 0,45 elevasi muka air maksimum saat kondisi
= 3,703 m QPMF = 768,23 m3/det adalah +124,07
4. KESIMPULAN sehingga muka air waduk masih berada
Berdasarkan analisa perhitungan dan 1,73m di bawah elevasi puncak
pengujian pada model fisik Bendungan bendungan (batas toleransi freeboard
Ladongi dengan skala 1 : 50 yang dilakukan tidak boleh kurang dari 0,75m).
sesuai dengan rumusan masalah pada kajian
 Saluran Transisi
ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal
Kapasitas Saluran Transisi dengan
sebagai berikut:
1. Pendekatan hitungan terhadap kondisi panjang 73,06m dan kemiringan 0,00
aliran yang terjadi adalah sebagai berikut: (datar) mampu mengalirkan dengan
 Pelimpah aman pada
s/d QPMF semua
) yang debit rancangan
dioperasikan (Q2th
di model.
Perhitungan tinggi muka air Pada Piezometer yang terpasang pada
menggunakan metode USBR dan dasar saluran transisi, tidak menunjukan
Iwasaki. pada hasil pengujian adanya nilai negatif pada debit
mempunyai perbedaan dengan hitungan pengaliran debit banjir rancangan.
menggunakan metode USBR yaitu pada Dengan demikian tidak ada bahaya
Q100th = 4,07%, Q1000th = 3,65% dan kavitasi pada saluran transisi. Kemudian
QPMF = 0,27 % dengan menambahkan ambang/sill pada
 Saluran transisi akhir saluran transisi setinggi 1.50 m
Pendekatan hitungan pada saluran (dari elevasi +114,00 menjadi +115.50),
transisi atas menggunakan metode dapat menghilangkan aliran silang (cross
tahapan standar dengan titik kotrol flow) pada saluran peluncur yang
pada ujung hilir saluran transisi dengan diakibatkan sudut perubahan penampang
kondisi kritis atau bilangan Froude sama (penyempitan dari 31.00 m menjadi
dengan 1 (satu). Dengan pendekatan 20.00 m) di saluran transisi sebesar
hitungan metode tahapan standar 7.83o.
memperoleh hasil pendekatan yang baik  Saluran Peluncur
sehingga dapat dijadikan referensi untuk Dengan penambahan 2 (dua) aerator
memprediksi tinggi muka air dan pada section 18 dan antara section 21-22
kecepatan saluran transisi. hasilnya dapat menghilangkan tekanan
 Saluran peluncur negatif pada section 24 saat pengaliran
Pendekatan hitungan pada saluran debit Q1000thyang semula -4,5 m menjadi
peluncur menggunakan metode tahapan positif 0,85 m. Hal ini menunjukkan
langsung dengan titik kontrol pada ujung bahwa fungsi dari kedua aerator sangat
hilir saluran transisi atas dengan kondisi efektif.
kritis atau bilangan Froude sama dengan  Peredam Energi dan Saluran Pengarah
1 (satu) dan mengabaikan adanya 2 Hilir
(dua) aerator di saluran peluncur. Secara keseluruhan tinggi dinding
 Peredam energi peredam energi USBR Tipe II masih
mampu menampung debit rancangan
Q100th yang lewat. Untuk saluran
pengarah hilir, penampang saluran Bangunan Pengatur Debit. Jakarta:
pengarah hilir sepanjang 143,69 m (B = Departemen Pekerjaan Umum.
20,00 m) berbentuk trapesium, cukup Anonim. 2016. Laporan Akhir Uji Model
efektif dalam mengalirkan debit yang Fisik Bendungan Ladongi Kabupaten
dioperasikan dengan kemiringan dasar Kolaka Timur Propinsi Sulawesi
saluran 0,00 (datar). Kondisi aliran pada Tenggara. Malang : Jurusan Pengairan
bagian ini adalah subkritis. FT UB.
3. Pada sungai di hilir saluran pengarah Chow, Ven Te. 1985. Hidrolika Saluran
ditemukan adanya gerusan lokal dari hasil Terbuka, terjemahan E.V. Nensi
pengamatan uji model fisik serta hasil dari Rosalina. Jakarta : Erlangga.
perhitungan dengan menggunakan Dake, J.M.K.. 1983. HidrolikaTeknik
persamaan momentum, dan selanjutnya (Terjemahan). Jakarta : Erlangga.
dilakukan koreksi dengan menggunakan De Vries, M. 1987. Scalling Model Hydraulic.
grafik shield untuk menetukan butiran pada Netherland: IHE Published
tegangan geser ijin. Pada pengamatan, Falvey, Henry T. 1990. Cavitation in Chutes
gerusan terdalam terdapat pada section 36. and Spillways. United States Department
Selanjutnya kedalaman gerusan dihitung of The Interior : Bureau of Reclamation.
menggunakan metode Schoklitsch dan Patty, O.F. 1995. Tenaga Air. Surabaya:
Veronese. Hasil dari kedua metode tersebut Erlangga.
setelah dibandingan dengan hasil Peterka, A.J. 1984. Hydraulic Design of
pengamatan model maka di dapatkan Stilling Basins and Energy Dissipators.
metode Veronese yang lebih mendekati United States Department of The Interior
hasil pengamatan model. : Bureau of Reclamation.
Raju, K.G.R. 1986. Aliran Melalui Saluran
Saran
1. Berdasarkan perhitungan analitik dan uji Terbuka, terjemahan Yan Piter
model yang dilakukan, maka disarankan Pangaribuan B.E., M.Eng. Jakarta :
pendekatan hidrolika sebaiknya mengacu Erlangga.
pada uji model karena teori yang ada belum Sosrodarsono, Suyono dan Tekeda, Kensaku.
tentu dapat memenuhi kesesuaian kondisi di 1989. Bendungan Type Urugan. Jakarta
lapangan. : Erlangga.
2. Untuk pekerjaan detail desain perlu Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrolika II.
dilengkapi observasi muka air di lapangan Yogyakarta : Beta Offset.
dengan berbagai kondisi debit aliran guna Yuwono, Nur. 1996. Perencanaan Model
lebih memantapkan data fluktuasi muka air Hidraulik. Yogyakarta: Laboratorium
hilir (TWL). Hidraulik dan Hidrologi UGM.
3. Pada saluran peluncur atas dan peluncur
bawah, apabila tidak dilengkapi aerator,
maka peningkatan mutu beton sangat
dianjurkan.
4. Untuk keamanan alur sungai di hilir saluran
pengarah, perlindungan dengan groundsill
secara seri akan sangat efektif untuk
meredam penjalaran gerusan lokal. Oleh
karenanya rekomendasi bangunan
pengaman hasil model sangat diharapkan
untuk dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1987. Design of Small Dams. Oxford
& IBH Publishing CO. New Delhi
Bombay Calcutta.
Anonim. 2010. Standar Perencanaan Irigasi,
Kriteria Perencanaan, Bagian
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai