Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Semua bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau
aliran air untuk membelokan air ke dalam jaringan saluran irigasi agar
dapat dipakai untuk keperluan irigasi, biasanya dilengkapi dengan
kantong lumpur agar bisa mengurangi sedimen yang berlebihan serta
kemungkinan untuk mengukur air masuk adalah pengertian dari
Bangunan Utama. Untuk kepentingan keseimbangan lingkungan dan
kebutuhan daerah di hilir bangunan utama, maka aliran air sungai
tidak diperbolehkan disadap seluruhnya. Namun harus tetap dialirkan
sejumlah 5% dari debit yang ada.
Salah satu bangunan utama yang mempunyai fungsi membelokkan air
dan menampung air disebut bendung. Bendung adalah suatu
bangunan yang dibuat dari pasangan batu kali, bronjong atau beton,
yang terletak melintang pada sebuah sungai, yang berfungsi
meninggikan muka air agar dapat dialirkan ke tempat-tempat yang
memerlukan. Tentu saja bangunan ini dapat digunakan pula untuk
keperluan lain selain irigasi, seperti untuk keperluan air minum,
pembangkit listrik atau untuk penggelontoran suatu kota. Menurut
macamnya bendung dibagi dua, yaitu bendung tetap dan bendung
sementara. Biasanya bendung sementara ini di buat dari bronjong,
yaitu suatu jala-jala kawat yang berukuran 2 m x 1 m x 0,5 m lobang
dari jala-jala ini berukuran ( berdiameter ) 10 cm, kemudian jala-jala ini
diisi dengan batu-batu kali yang berukuran 13 – 15 cm. Tebal kawat
untuk bronjong ini 3 ; 4 atau 5 mm. Untuk Bendung Tetap, bangunan
air ini dengan kelengkapannya dibangun melintang sungai atau
sudetan, dan sengaja dibuat untuk meninggikan muka air dengan
ambang tetap sehingga air sungai dapat disadap dan dialirkan secara
gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya dilimpahkan ke hilir
dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud
untuk meredam energi.

I-1
1.2. Tujuan Dan Manfaat
Tujuan pekerjaan ini adalah merencanakan pembangunan
Bendung agar dapat mengatasi permasalahan yang terjadi yaitu
memenuhi kebutuhan irigasi di bagian hilir Bendung dengan
mengoptimalkan potensi sumber air sungai sehingga dapat
menunjang peningkatan produksi pertanian khususnya untuk
memantapkan swasembada pangan, meningkatkan kesejahteraan
dan pertumbuhan ekonomi, tanpa menyebabkan adanya air balik yang
dapat mengakibatkan banjir di daerah hulu bendung.
1.3. Ruang Lingkup
Dalam perencanaan laporan ini hanya mengkaji perencanaan
bendung tetap meliputi perencanaan Saluran pembilas Bendung dan
Under Sluice, Saluran Kantong lumpur, Penerus Saluran Induk,
Bangunan pengambilan utama (intake), pasangan batu lindung pada
hilir bendung, perencanaan mercu elevasi bendung, lebar efektif
bendung, tinggi energi banjir di atas mercu, dan bentuk muka
bendung.

II-32
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Umum
Kriteria Perencanaan Bangunan Utama ini merupakan bagian
Standar Kriteria Perencanaan pada Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air. Kriteria Perencanaan terdiri dari bagian-bagian berikut :
KP – 02 Bangunan Utama (Head works)
KP – 04 Bangunan
KP – Penunjang
Kriteria tersebut dilengkapi dengan:
a) Gambar-gambar Tipe dan Standar Bangunan Irigasi
b) Persyaratan Teknis untuk Pengukuran, Penyelidikan dan
Perencanaan
c) Buku Petunjuk Perencanaan.
2.2 Pemilihan Lokasi Bendung
Pemilihan lokasi bendung tetap hendaknya memperhatikan
syarat-syarat tropografi daerah yang akan diairi, topograsi lokasi
bendung, keadaan hidrolisis sungai, tanah pondasi dan lain-lain
sebagai berikut :
a) Agar seluruh daerah yang di rencanakan dapat di airi secara
gravitasi.
b) Tinggi bendung dari dasar sungai tidak lebih dari tujuh meter.
c) Saluran induk tidak melewati trase yang sulit.
d) Letak bangunan pengambilan ( intake ) harus di letakan
sedemikian rupa sehingga dapat menjamin kelancaran
masuknya air.
e) Sebaiknya lokasi bendung itu berada pada alur sungai yang
lurus.
f) Keadaan pondasi cukup baik.
g) Tidak menimbulkan genangan yang luas di udik bendung, serta
tanggul banjir sependek mungkin.
h) Pelaksanaan tidak sulit dan biaya pembangunan tidak mahal.

II-33
2.3 Perencanaan Pelimpah (Spillway)
Ada tiga tipe lindungan-dalam yang umum dipakai, yaitu
saluran pelimpah, sipon pelimpah dan pintu pelimpah otomatis.
Pengatur pelimpah diperlukan tepat di hulu bangunan bagi, di ujung
hilir saluran primer atau sekunder dan di tempat-tempat lain yang
dianggap perlu demi keamanan jaringan. Bangunan pelimpah bekerja
otomatis dengan naiknya muka air.
2.4 Bentuk Bendung Pelimpah
Bentuk pelimpahan pada bendung:
1. Apabila Hd > 2.5 H akan terjadi limpahan sempurna. Udara
bergerak bebas di sisi hilir bendung peluap
2. Apabila H jauh lebih kecil dari 0.4 Hd akan terbentuk limpahan
melekat. Limpahan semacam ini banyak dihindari
3. Apabila Hd ≤ 2.5 H akan terjadi limpahan tidak sempurna
4. Apabila H ≤ 0.75 Hd perbedaan muka air hilir dan hulu kecil,
limpahan tidak sempurna dan olakan air hilir makin intensif

Gambar 2.1 Bentuk Pelimpah pada Bendung

2.5 Mercu Bendung


2.5.1 Lebar Bendung
Lebar bendung adalah sama dengan jarak antara pangkal-pangkalnya
(abutment), sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada
bagian yang stabil. Pada bagian sungai ruas bawah, lebar rata-rata
dapat diambil pada debit penuh (bankfull discharge), sedang pada

II-32
bagian sungai ruas atas diambil banjir rata-rata tahunan. Lebar
maksimum diambil 1.2 x lebar rata-rata pada ruas yang stabil.
Agar pembuatan kolam energi tidak terlalu mahal maka aliran per
satuan lebar jangan lebih dari 12-14 m3/det, yang memberikan tinggi
energi maksimum sebesar 3.5 -4.5 m.
Lebar efektif mercu (Be) merupakan lebar yang dihitung bersih setelah
dikurangi konstruksi pada pilar.
Be = B – 2 ( n Kp + Ka) H1 .................................................... 2.1

n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi dalam m
Harga-harga koefisien Ka dan Kp diberikan pada tabel berikut:
Tabel 2.1: Harga-harga koefisien kontraksi pilar (Kp)
Kp
Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut Yng di bulatkan
pada jari-jari yang hampir sama dengan 0.1 dari tebal pilar
Untuk pilar berujung bulat 0.002
Untuk pilar nerujung runcing 0,01
0.00
Sumber: KP 02 Bendung
Tabel 2.2: Harga-harga koefisien kontraksi pangkal bendung (Ka)
Ka
Untuk pangkal tembok segi empat dengan hulu 90° ke arah aliran 0.20
Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu 90° ke aliran
dengan 0.5H1 > r > 0.15H1 0.10
Untuk pangkal tembok bulat di mana r > 0.15H 1 dengan tembok hulu
lebih dari 45° ke arah aliran 0.00
Sumber: KP 02 Bendung

Lebar efektif bangunan pembilas sebaiknya diambil 80 % dari lebar


rencana untuk mengkompensasi perbedaan koefisien debit diband-
ingkan dengan mercu bendung itu sendiri.

II-33
Gambar 2.2 Lebar efektif mercu bendung

2.5.2 Perencanaan Mercu


Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk ben-
dung pelimpah yaitu tipe Ogee dan tipe bulat. Kedua bentuk mercu
tersebut dapat dipakai untuk konstruksi beton maupun pasangan batu
atau bentuk kombinasi dari keduanya.

Gambar 2.3 Tipe bendung

Kemiringan maksimum muka bendung bagian hilir dibuat 1:1. Bila


dibuat lebih curam lagi maka bahan pondasi harus kuat menahan
bentukan dan tidak dibutuhkan ruang olak.
Pembulatan pada mercu dimaksudkan untuk menambah koefisien m
pada rumus:
Q = m . b. d √gd ................................................... 2.2

dimana: b = panjang bendung yang bekerja sebagai peluap


2
2 V
d= (H + ) .................................................. 2.3
3 2g
a. Mercu Bulat
Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang
jauh lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan bendung ambang
lebar. Pada sungai, hal ini akan banyak memberikan keuntungan
karena bangunan ini akan mengurangi tinggi muka air hulu selama
banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung
streamline dan tekanan negatif (isapan) yang terjadi pada mercu.

II-32
Gambar 2.4 Bendung dengan Mercu Bulat

Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H1 dan r.


Untuk menghindari kavitasi, tekanan minimum pada mercu dibatasi
sampai – 4 m tekanan air jika mercu terbuat dari beton dan – 1 m
tekanan air jika mercu terbuat dari pasangan batu.

Gambar 2.5 Tekanan pada mercu bendung bulat sebagai fungsi perbandingan H1/r
2 2
Persamaan umum: Q = Cd . √ g .bH1,5 .....................................................
3 3
2.4

dimana: Q = debit (m3/det)


Cd = koefisien debit (Cd = C0.C1.C2)
g = percepatan gravitasi (= 9.8 m/det2)
b = panjang mercu (m)
H1 = tinggi energi di atas mercu (m)
C0 merupakan fungsi dari H1/r
C1 merupakan fungsi p/H1
C2 merupakan fungsi p/H1 dan kemiringan muka hulu bendung

II-33
C0 mempunyai harga maksimum 1.49 jika H1/r > 5

Gambar 2. 6 Harga-harga koefisien C0 untuk bendung ambang bulat sebagai fungsi


perbandungan H1/r

Gambar 2. 7 Koefisien C1 sebagai fungsi perbandingan p/H1

Gambar 2. 8 Harga-harga koefisien C2 untuk bendung mercu Ogee


dengan muka hulu melengkung (USBR, 1960)

II-32
Harga-harga C0 adalah sahih (valid) apabila mercu bendung cukup
tinggi di atas dasar rata-rata alur pengarah (p/H1 ≥ 1.5).
Dalam tahap perencanaan p dapat diambil setengah dari jarak mercu
sampai dasar rata-rata sungai sebelum bendung tersebut dibuat.
Harga koefisien koreksi C2 diandaikan kurang lebih sama dengan
harga faktor koreksi untuk bentuk-bentuk mercu Ogee. Harga-harga
faktor pengurangan aliran tenggelam f sebagai fungsi perbandingan
tenggelam mengurangi debit dalam keadaan tenggelam.

Gambar 2.9 Fakor pengurangan aliran tenggelam

b. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang
tajam aerasi, karenanya mercu ini tidak akan memberikan tekanan
subatmosfir pada permukaan mercu sewaktu bendung
mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih
rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, US
Army Corps of Engineers telah mengembangkan persamaan
berikut:

......................................................... 2.5

dimana: X dan Y adalah koordinat-koordinat permukaan hilir

II-33
hd adalah tinggi energi rencana di atas mercu K dan n
adalah parameter yang bergantung pada kecepatan dan
kemiringan permukaan belakang (tabel)
Tabel 2.3 Harga-harga K dan n

Kemiringan permukaan hilir Vertikal K n


Vertikal 2,000 1,850
3:1 1,936 1,836
3:2 1,936 1,810
1:1 1,873 1,776
Sumber: KP 02 Bendung

Bagian hulu mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan


permukaan hilir.
Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung
mercu Ogee adalah:
2 2
Q = Cd . 3 √ g .bH1,5 ................................................. 2.6
¿ 3
¿

dimana: Q = debit (m3/det)


Cd = koefisien debit (Cd = C0.C1.C2)
g = percepatan gravitasi (= 9.8 m/det2)
b = panjang mercu (m)
H1 = tinggi energi di atas mercu (m)
C0 merupakan fungsi dari H1/r
C1 merupakan fungsi p/H1
C2 merupakan fungsi p/H1 dan kemiringan muka hulu bendung

II-32
Gambar 2.10 Bentuk-bentuk mercu Ogee
(US. Army Corps of Engineers, Waterways Experimental Station)

Faktor koreksi C1 sebaiknya dipakai untuk berbagai tinggi bendung


di atas dasar sungai

Gambar 2.11 Faktor koreksi untuk selain tinggi energi rencana pada bendung mercu
Ogee (menurut Ven Te Chow, 1959 berdasarkan USBR dan WES)

Harga-harga di atas berlaku untuk bendung mercu Ogee dengan


permukaan hulu vertikal. Apabila permukaan bendung bagian hulu
miring, koefisien koreksi tanpa dimensi C2 harus dipakai yang adalah
fungsi dari kemiringan permukaan bendung dan perbandingan p/H1.
Faktor pengurangan aliran tenggelam f untuk dua perbandingan:
perbandingan aliran tenggelam H2/H1 dan p2/H1.

II-33
Gambar 2.12 Faktor pengurangan aliran tenggelam sebagai fungsi p2/H1 dan H2/H1
(disadur dari US Army Corps of Engineers Waterways Experimental Station)

2.6 Bangunan Intake


Adalah bangunan berupa pintu air. Air dibelokkan dari sungai melalui
bangunan ini. Pertimbangan utama dalam merencanakan bangunan
ini adalah debit rencana dan pengelakkan terhadap sedimen. Pintu
pengambilan berfungsi mengatur banyaknya air yang masuk saluran
dan mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar ke dalam
saluran. Pada bendung, tempat pengambilan bisa terdiri dari dua
buah, yaitu kanan dan kiri, dan bisa juga hanya sebuah, tergantung
dari letak daerah yang akan diairi. Bila tempat pengambilan dua buah
menuntut adanya bangunan penguras dua buah pula. Kadang-kadang
bila salah satu pengambilan debitnya kecil, maka pengambilannya
lewat gorong-gorong yang di buat pada tubuh bendung. Dengan
demikian kita tidak perlu membuat 2 bangunan penguras, dan cukup
satu saja (lihat gambar).

Gambar 2.13

2.7 Perencanaan Bangunan Pengambilan


Bangunan pengambilan sebaiknya dibuat sedekat mungkin dengan
pembilas dan as bendung atau bendung gerak. Lebih disukai jika
pengambilan ditempatkan di ujung tikungan luar sungai atau pada
ruas luar guna memperkecil masuknya sedimen. Bila bendung dengan
pengambilan 2 sisi (kiri dan kanan) maka untuk satu sisi terutama
yang kecil dapat dibuatkan pada pilar pembilas. Namun sering pula
dibuatkan pengambilan kiri dan kanan. Pada perencanaan dinding
dan sayap, sedapat mungkin dihindari turbulensi. Jari-jari lengkung
minimal adalah ½ kali kedalaman air (H).

II-32
Bangunan pengambilan berfungsi untuk mengelakkan air dari sungai
dalam jumlah yang diinginkan. Kapasitas pengambilan diambil
minimal 120 % dari kebutuhan.
Kecepatan air di pengambilan biasa didekati dengan rumus:

........................................................ 2.7

dimana: v = kecepatan rata-rata, m/det


h = kedalaman air, m
d = diameter butir, m
Kecepatan normal diambil 1.0 – 2.0 m/det sehingga butiran berdiame-
ter 0.01 m sampai dengan 0.04 m masih dapat masuk dalam saluran.
......................................................... 2.8

dimana: Q = debit, m3/det


μ = koefisien debit, untuk bukaan di bawah permukaan
air dengan kehilangan tinggi energi kecil, μ = 0.80
b = lebar bukaan, m
a = tinggi bukaan, m
g = percepatan gravitasi = 9.8 m/det2
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m

Gambar 2.14 Tipe pintu pengambilan

II-33
Bila pintu pengambilan dipasang pintu radial, maka μ = 0.80 jika ujung
pintu bawah tenggelam 20 cm di bawah muka air hulu dan kehilangan
energi sekitar 10 cm.
Elevasi mercu bendung direncanakan 0.10 m di atas elevasi
pengambilan yang dibutuhkan untuk mencegah kehilangan air pada
bendung akibat gelombang.
Elevasi ambang bangunan pengambilan ditentukan dari tinggi dasar
sungai. Ambang direncanakan di atas dasar dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. 0.50 m jika sungai hanya mengangkut lanau
b. 1.00 m bila sungai juga mengangkut pasir dan kerikil
c. 1.50 m kalau sungai mengangkut batu-batu bongkah.
Harga-harga di atas hanya dipakai untuk pengambilan yang digabung
dengan pembilas terbuka. Jika direncana pembilas bawah, maka
kriteria ini tergantung pada ukuran saluran pembilas bawah. Dalam
hal ini umumnya ambang pengambilan direncanakan: 0 < p < 20 cm di
atas ujung penutup saluran pembilas bawah
Bila pengambilan mempunyai bukaan lebih dari satu, maka pilar se-
baiknya diundurkan untuk menciptakan kondisi aliran masuk yang
lebih mulus.

Gambar 2.15 Geometri Bangunan Pengambilan

Pengambilan hendaknya selalu dilengkapi dengan sponeng skot balok


di kedua sisi pintu agar pintu itu dapat dikeringkan untuk keperluan
pemeliharan dan perbaikan.
Pintu pengambilan biasanya adalah pintu sorong kayu sederhana. Bila
di daerah yang bersangkutan harga kayu mahal, maka dapat dipakai

II-32
baja. Jika air di depan pintu sangat dalam, maka eksploitasi pintu
sorong mungkin sulit, maka dipakai pintu radial atau segmen.

Gambar 2.16 Tipe-tipe pintu pengambilan: pintu sorong kayu dan baja

Gambar 2.17 Pintu pengambilan tipe radial

2.8 Perencanaan Bangunan Pembilas

II-33
Bangunan pembilas berfungsi untuk mengurangi sebanyak mungkin
benda-benda terapung dan fraksi-fraksi sedimen kasar yang masuk ke
jaringan saluran irigasi.
Lantai pembilas merupakan kantong tempat mengendapnya bahan-
bahan kasar di depan pembilas pengambilan. Sedimen yang
terkumpul dapat dibilas dengan jalan membuka pintu pembilas secara
berkala guna menciptakan aliran terkonsentrasi tepat di depan
pengambilan. Berdasarkan pengalaman ditentukan lebar pembilas
sebagai berikut:
a. lebar pembilas + tebal pilar pembagi sebaiknya = 1/6 – 1/10 dari
lebar bersih bendung (jarak antara pangkal-pangkalnya), untuk
sungai-sungai yang lebarnya kurang dari 100 m.
b. lebar pembilas sebaiknya diambil 60 % dari lebar total
pengambilan termasuk pilar-pilarnya.

Gambar 2.18 Geometri Pembilas

Pintu pembilas ada 2 macam:


a. bagian depan terbuka
b. bagian depan tertutup.
Pintu pembilas bagian depan terbuka memiliki keuntungan-
keuntungan:
1. ikut mengatur debit bendung
2. pembuangan benda-benda terapung lebih mudah
Kelemahan-kelemahan:
1. Sedimen akan terangkut ke pembilas selama banjir
2. Benda-benda hanyut dapat merusakkan pintu

II-32
Sekarang kebanyakan pembilas direncana dengan bagian depan
terbuka. Jika bongkah yang terangkut banyak, kadang-kadang lebih
menguntungkan untuk direncanakan pembilas samping (shunt sluice).
Pembilas tipe ini terletak di luar bentang bersih bendung dan tidak
menjadi penghalang jika terjadi banjir.

Gambar 2.19 Pembilas samping

Gambar 2.20 Tipe-tipe pintu pembilas

Pada waktu mulai banjir, pintu pengambilan akan ditutup (tinggi muka
air sekitar 0.50 m sampai 1.0 m di atas mercu dan terus bertambah),
pintu pembilas akan dibiarkan tetap tertutup. Pada saat muka air surut
kembali menjadi 0.50 m sampai 1.0 m di atas mercu dan terus

II-33
menurun, pintu pengambilan tetap tertutup dan pembilas dibuka untuk
menggelontor sedimen. Karena tidak ada air yang boleh mengalir di
atas dinding pemisah selama pembilasan (sebab aliran ini akan
mengganggu), maka elevasi dinding tersebut sebaiknya diambil 0.50
m atau 1.0 m di atas tinggi mercu.
Jika pembilasan harus didasarkan pada debit tertentu di sungai yang
masih cukup untuk itu muka dinding pemisah dapat ditentukan dari
gambar berikut ini:

Gambar 2.21 Metode menemukan Tinggi Dinding Pemisah

Biasanya lantai pembilas pada kedalaman rata-rata sungai. Namun


demikian, jika hal ini berarti terlalu dekat dengan ambang
pengambilan, maka lantai itu dapat ditempatkan lebih rendah asal
pembilasan dicek sehubungan dengan muka air hilir (tinggi energi
yang tersedia untuk menciptakan kecepatan yang diperlukan)
Pembilas bawah:
Pembilas bawah direncanakan untuk mencegah masuknya angkutan
sedimen dasar dan fraksi pasir yang lebih kasar ke dalam
pengambilan.
“Mulut” pembilas bawah ditempatkan di hulu pengambilan di mana
ujung penutup pembilas membagi air menjadi dua lapisan: lapisan
atas mengalir ke pengambilan dan lapisan bawah mengalir malalui
saluran pembilas bawah lewat bendung. Pintu di ujung pembilas
bawah akan tetap terbuka selama aliran air rendah, pada musim
kemarau pintu pembilas tetap ditutup agar air tidak mengalir.
Apabila benda-benda hanyut mengganggu eksploitasi pintu pembilas,
sebaiknya dipertimbangkan untuk membuat pembilas dengan dua

II-32
buah pintu dimana pintu atas dapat diturunkan agar benda-benda
hanyut dapat lewat.
Jika kehilangan tinggi energi bangunan pembilas kecil, maka hanya
diperlukan satu pintu, dan jika dibuka pintu tersebut akan memberikan
kehilangan tinggi yang lebih besar di bangunan pembilas.
Dimensi dasar pembilas bawah adalah:
1. tinggi saluran pembilas bawah hendaknya lebih besar dari 1.5
kali diameter terbesar sedimen dasar di sungai
2. tinggi saluran pembilas bawah sekurang-kurangnya 1.0 m
3. tinggi sebaiknya diambil 1/3 sampai ¼ dari kedalaman air di
depan pengambilan selama debit normal
Dimensi rata-rata dari pembilas bawah yang direncanakan dan
dibangun berkisar dari:
1. 5 sampai 20 m untuk panjang saluran pembilas bawah
2. 1 sampai 2 m untuk panjang tinggi saluran pembilas bawah
3. 0.20 sampai 0.35 m untuk tebal beton bertulang
Luas saluran pembilas bawah harus sedemikian rupa sehingga
kecepatan minimum dapat dijaga (v= 1.0 – 1.5 m/det). Tata letak
saluran pembilas bawah harus direncana dengan hati-hati untuk
menghindari sudut mati (dead corner) dengan kemungkinan terjadinya
sedimentasi atau terganggunya aliran

II-33
Gambar 2.22 Pembilas Bawah

Sifat tahan gerusan dari bahan yang dipakai untuk lining saluran
pembilas bawah membatasi keepatan maximum yang diijinkan dalam
saluran bawah, tetapi kecepatan minimum bergantung kepada ukuran
butir sedimen yang akan dibiarkan tetap bergerak. Karena adanya
kemungkinan terjadinya pusaran udara di bawah penutup atas saluran
pembilas bawah dapat terbentuk kavitasi. Oleh karena itu, pelat baja
bertulang harus dihitung sehubungan dengan beton yang ditahannya.

II-32
Gambar 2.23 Pusaran (vortex) dan kantong udara di bawah penutup atas
saluran pembilas bawah

2.9 Perencanaan Bangunan Peredam Energi


Bila kita membuat bendung pada aliran sungai baik pada
palung maupun pada sodetan, maka pada sebelah hilir bendung akan
terjadi loncatan air. Kecepatan pada daerah itu masih tinggi, hal ini
akan menimbulkan gerusan setempat (local scauring). Untuk
meredam kecepatan yang tinggi itu dibuat suatu konstruksi peredam
energi. Bentuk hidrolisnya adalah merupakan suatu pertemuan antara
penampang miring lengkung, dan lurus.
Pola aliran yang terjadi di atas bendung dapat seperti:

Gambar 2.24 pola aliran

a. Pola model A: menunjukkan aliran tenggelam yang menimbulkan


sedikit gangguan di permukaan berupa timbulnya gelombang.

II-33
b. Pola model B: menunjukkan loncatan tenggelam yang lebih
diakibatkan oleh kedalaman air hilir yang lebih besar dibanding
kedalaman konjugasi (loncat air)
c. Pola model C: menunjukkan loncatan tenggelam dimana
kedalaman muka air hilir sama dengan konjugasi loncat air
d. Pola model D: menunjukkan loncat air dimana kedalaman muka air
hilir lebih kecil dibanding kedalaman konjugasi loncat air. Hal ini
mengakibatkan loncat air akan bergerak ke hilir. Pola ini perlu
dihindarkan karena akan merusakkan bangunan-bangunan ataupun
sungai bagian hilir yang akan terjadi penggerusan luas.
Debit rencana:
Untuk menemukan debit yang akan memberikan keadaan terbaik
untuk peredam energi, semua debit harus dicek dengan muka air
hilirnya. Jika degradasi mungkin terjadi, maka harus dibuat
perhitungan dengan muka air hilir terendah yang mungkin terjadi
untuk mencek apakah degradasi mungkin terjadi. Degradasi harus
dicek jika:
a. bendung dibangun pada sodetan (kopur)
b. sungai itu sungai aluvial dan bahan tanah yang dilalui rawan
terhadap erosi
c. terdapat waduk di hulu bangunan
Bila degradasi sangat mungkin terjadi, tetapi tidak ada data pasti yang
tersedia, maka harga sembarang degradasi 2 m harus digunakan
dalam perencanaan kolam olak. Dalam hal ini kita harus berhati-hati
untuk memberikan kemungkinan pelaksanaan guna memperbaiki
degradasi di masa mendatang yang ternyata melebihi perkiraan
semula.
Panjang kolam:
Panjang kolam loncat air di belakang potongan U (lihat gambar)
biasanya kurang dari panjang bebas loncatan tersebut karena adanya
ambang ujung (end sill). Ambang yang berfungsi untuk memantapkan
aliran ini umumnya ditempatkan pada jarak:

II-32
L1 = 5 (n + y2) ......................................................... 2.9

dimana: L1 = panjang kolam (m)


n = tinggi ambang ujung (m)
y2 = kedalaman air di atas ambang (m)

Gambar 2.25 Tinggi yang diperlukan ambang ujung ini sebagai fungsi
bilangan Froude (Fru) kedalaman air yang masuk yu dan tinggi muka air hilir, dapat
ditentukan dari gambar.

Gambar 2.26 Hubungan percobaan antara Fru, y2/yu dan n/yu untuk ambang
ujung pendek (menuru t Forster dan Skrinde, 1950)

Panjang kolam olak dapat sangat diperpendek dengan menggunakan


blok-blok halang dan blok-blok muka. Kolam USBR tipe III dapat
dipakai jika bilangan Froude tidak lebih dari 4.5
Jika kolam itu dibuat dari pasangan batu, maka blok halang dan blok

II-33
muka dapat dibuat seperti gambar berikutnya.

Gambar 2.27 Karakteristik kolam olak USBR Tipe III (Bradley dan Peterka, 1957)

Gambar 2.28 Blok-blok halang dan blok-blok muka

Peredam energi tipe bak tenggelam:


Jika kedalaman konjugasi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding
kedalaman air normal hilir, atau kalau diperkirakan akan terjadi
kerusakan pada lantai kolam yang panjang akibat batu-batu besar
yang terangkut lewat atas bendung, maka dapat dipakai peredam
energi yang relatif pendek tetapi dalam. Perilaku hidrolis peredam
energi tipe ini terutama bergantung pada terjadinya kedua pusaran;

II-32
satu pusaran permukaan bergerak ke arah berlawanan dengan arah
jarum jam di atas bak, dan sebuah pusaran permukaan bergerak ke
arah putaran jarum jam dan terletak di belakang ambang ujung.

Gambar 2.29 Peredam energi tipe bak tenggelam

Gambar 2.30 Kolam olak menurut Vlugter

2.10 Analisis Stabilitas Bendung


Gaya yang bekerja pada bangunan :
1. Tekanan air baik dari dalam maupun luar
2. Tekanan lumpur (sedimen pressure)
3. Gaya gempa
4. Berat bangunan
5. Reaksi pondasi
2.10.1 Tekanan Air
Gaya tekan air dapat dibagi menjadi:

II-33
a. gaya hidrostatik
b. gaya hidrodinamik
Tekanan air selalu bekerja tegak lurus muka bangunan. Dalam
perhitungan hendaknya gaya horisontal dan vertikal dikerjakan secara
terpisah.
Gaya Tekan Ke Atas
Bangunan akan mendapatkan tekanan air bukan hanya pada
permukaan luar tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh
bangunan. Gaya tekan ke atas ini menyebabkan berkurangnya berat
efektif bangunan di atasnya.

Gambar 2.31 Gaya angkat untuk bangunan yang dibangun pada pondasi batuan

Rumus gaya tekan ke atas untuk bangunan yang didirikan pada


pondasi batuan adalah:

.................... 2.10
dimana: c = proporsi luas di mana tekanan hidrostatik bekerja (c =
1untuk semua tipe pondasi)
γw = berat jenis air (kN/m3)
h2 = kedalaman air hilir (m)
ξ = proporsi tekanan (tabel harga-harga ξ)
h1 = kedalaman air hulu (m)

II-32
A = luas dasar (m2)
Wu = gaya tekan ke atas resultante (kN)
Tabel 2.4 Harga-harga ξ
Tipe pondasi batuan Ξ

Berlapis horinsontal 1.00


Sedang, pejal (massive) 0.67
Baik, pejal 0.50
Sumber: KP 02 Bendung

Gaya tekan ke atas untuk bangunan yang terletak pada tanah dasar
(subgrade) dapat ditemukan dengan membuat jaringan aliran (flow
net) atau dengan asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka
rembesan (weighted creep theory)

Gambar 2.32 Konstruksi jaringan aliran menggunakan analog listrik

Gambar 2.33 Jaringan aliran di bawah dam pasangan batu pada pasir

Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang


horisontal memiliki daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih
lemah dibandingkan dengan bidang vertikal. Ini dapat dipakai untuk
menghitung gaya tekan ke atas di bawah bendung dengan cara
membagi beda tinggi energi pada bendung sesuai dengan panjang
relatif di sepanjang pondasi.

II-33
Gambar 2.34 Gaya angkat pada pondasi bending

Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di
sepanjang dasar bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:
............................................................................ 2.11

dimana: Px = gaya angkat pada x


(kg/m2)
L = panjang total bidang kontak bendung dan tanah bawah (m)
Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x (m)
ΔH = beda tinggi energi (m)
Hx = tinggi energi di hulu bendung (m)
dan dimana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara
Lane, bergantung pada arah bidang tersebut. Bidang yang
membentuk sudut 45o atau lebih terhadap bidang horisontal,
dianggap vertikal.
2.10.2 Tekanan Lumpur
Tekanan lumpur bekerja di hulu bendung atau pada pintu pembilas.
Rumus umum :

II-32
............................................................ 2.12

dimana: Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur
yang bekerja secara horisontal
γs = berat lumpur, kN
h = dalamnya lumpur, m
ϕ = sudut gesekan dalam, derajat
Beberapa asumsi dapat dibuat seperti berikut:

................................................. 2.13

dimana: γs’ = berat volume kering tanah ≈ 16 kN/m3


G = berat volume butir = 2.65 menghasilkan γs = 10 kN/m3
Sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30 atau untuk
kebanyakan hal menghasilkan: Ps = 1.67 h2

2.10.3 Gaya Gempa


Harga-harga gaya gempa didasarkan pada peta Indonesia yang
menunjukkan berbagai daerah dan resiko. Faktor minimum yang akan
dipertimbangkan adalah 0.1 g perapatan gravitasi sebagai harga
percepatan. Faktor ini hendaknya dipertimbangkan dengan cara
mengalikannya dengan massa bangunan sebagai gaya horisontal
menuju ke arah yang paling tidak aman, yakni arah hilir.
2.10.4 Berat Bangunan
Berat bangunan tergantung dari bentuk dan bahan bangunan yang
dipakai:
pasangan batu 22 kN/m3 ≈ 2200 kg/m3
beton tumbuk 23 kN/m3 ≈ 2300 kg/m3
beton bertulang 24 kN/m3 ≈ 2400 kg/m3
Berat volume beton tumbuk bergantung pada berat volume
agregat serta ukuran maksimum kerikil yang digunakan. Untuk

II-33
ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat volume 2.65
berat volumenya lebih dari 24 kN/m3.
2.10.5 Reaksi Pondasi
Reaksi pondasi boleh diandaikan berbentuk trapesium dan tersebar
secara linier.

Gambar 2.35 Unsur-unsur persamaan distribusi tekanan pada pondasi

Tekanan vertikal pondasi adalah:

.................................................................... 2.14

dimana: p = tekanan vertikal pondasi


Σ(W) = keseluruhan gaya vertikal, termasuk tekanan ke atas,
tetapi tidak termasuk reaksi pondasi
A = luas dasar (m2)
e = eksentrisitas pembebanan, atau jarak dari pusat gravitasi dasar
(base) sampai titik potong resultante dengan dasar
I = momen kelembaman (moment of inertia) dasar, di sekitar pusat
gravitasi
m = jarak dari titik pusat luas dasar sampai ke titik di mana tekanan
dikehendaki

II-32
Untuk dasar segi empat dengan panjang l dan lebar 1.0 m 􀃆I = l3/12
dan A = 1, maka rumus menjadi:
.................................................... 2.15

sedangkan tekanan vertikal pondasi pada ujung bangunan ditentukan


dengan rumus:

dengan m’ = m” = ½ l 􀃆

Bila harga e lebih besar dari 1/6 maka akan dihasilkan tekanan negatif
pada ujung bangunan. Biasanya tarikan tidak diijinkan, maka untuk
dasar segi empat resultante semua kondisi pembebanan harus jatuh
pada daerah inti.
KEBUTUHAN STABILITAS
Ada tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi, yaitu:
1. gelincir (sliding)
a. sepanjang sendi horisontal di atas pondasi
b. sepanjang pondasi, atau
c. sepanjang bawah pondasi
2. guling (overturning)
a. di dalam bendung
b. pada dasar (base), atau
c. pada bidang di bawah dasar
3. erosi bawah tanah (piping)
KETAHANAN TERHADAP GELINCIR:
Tangen θ: sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya, termasuk
gaya angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua bidang horisontal,
harus kurang dari koefisien gesekan yang diijinkan pada bidang tersebut.

......................................................................................... 2.16

dimana: Σ (H) = keseluruhan gaya horisontal yang bekerja pada bangunan,


kN

II-33
Σ(V-U) = keseluruhan gaya vertikal (V) dikurangi gaya tekan ke atas yang
bekerja pada bangunan, kN
θ = sudut resultante sumua gaya terhadap garis vertikal, derajat
f = koefisien gesekan
S = faktor keamanan
Tabel 2.5 Harga koefisien gesekan
Bahan F
Pasangan batu pada pasangan batu 0.60-0.75
Batu keras berkualitas baik 0.75
Kerikil 0.50
Pasir 0.40
Lempung 0.20
Sumber: KP 02

Untuk bangunan-bangunan kecil dimana berkurangnya umur bangunan,


kerusakan besar dan terjadinya bencana besar belum dipertimbangkan,
harga-harga faktor keamanan (S) yang dapat diterima adalah 2.0 untuk
kondisi pembebanan normal dan 1.25 untuk kondisi pembebanan ekstrem
(tak ada aliran di atas mercu selama gempa atau banjir rencana maksimum).
Ketahanan terhadap guling:
Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya yang
bekerja pada bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya
angkat, harus berada pada teras (kern)
Tabel 2.6 Daya dukung
Daya dukung (kg/cm2)
Batu sangat keras 100
Batu kapur/pasir keras 40
Kerikil padat 2-6
Pasir rapat 1-3
Lempung kenyal 1.5-3
Lempung teguh 0.75-1.5
Lempung lunak dan lumpur <0.75
Sumber: KP 02

Tiap bagian bangunan dianggap berdiri sendiri, maka tebal lantai olak:

............................................................................................. 2.17

II-32
dimana:
dx = tebal lantai pada titik x, m
Px = gaya angkat pada titik x, kg/m2
Wx = kedalaman air pada titik x, m
Τ = berat jenis bahan, kg/m3
S = faktor keamanan (=1.50 untuk kondisi normal dan 1.25 untuk
kondisi ekstrem.

Gambar 2. 36 Tebal lantai kolam olak

STABILITAS TERHADAP EROSI BAWAH TANAH (PIPING)


Bahaya piping banyak terjadi pada tanggul maupun bangunan air. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya erosi bawah tanah karena aliran rembesan air.
Bahaya piping dapat diperiksa dengan jalan membuat jaringan aliran
(flownet) dan beberapa metode empiris, seperti:
a. Metode Bligh
b. Metode Lane
c. Metode Koshia
Paling banyak dipakai adalah metode Lane yang cukup aman dan
memberikan hasil yang memuaskan. Metode ini dapat digambarkan sebagai
berikut:

II-33
Gambar 2.37 Metode angka rembesan Lane

....................................................... 2.18

dimana:
CL = angka rembesan Lane
ΣLV = jumlah panjang vertikal (m)
ΣLH = jumlah panjang horisontal (m)
H = beda tinggi muka air (m)
Tabel 2.7. Harga-harga minimum angka rembesan Lane (CL)
Pasir sangat halus atau lanau 8.5
Pasir halus 7.0
Pasir sedang 6.0
Pasir kasar 5.0
Kerikil halus 4.0
Kerikil sedang 3.5
Kerikil kasar termasuk berangkal 3.0
Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2.5
Lempung lunak 3.0
Lempung sedang 2.0
Lempung keras 2.8
Lempung sangat keras 1.6
Sumber: KP 02

II-32
Untuk mengatasi erosi bawah tanah elevasi dasar hilir harus
diasumsikan pada pangkal koperan hilir. Keamanan terhadap rekah
bagian hilir bangunan dicek dengan rumus:

.......................................................... 2.19

dimana:S = faktor keamanan


s = kedalaman tanah (m)
a = tebal lapisan pelindung (m)
hs = tekanan air pada kedalaman s (kg/m2)

Gambar 2.38 Ujung hilir bangunan: sketsa parameter-parameter stabilitas

II-33

Anda mungkin juga menyukai