Anda di halaman 1dari 66

Waduk dan tenaga Air

Waduk dan tenaga Air

BAB III
BENDUNG TETAP UNTUK IRIGASI

I. Pemilihan Lokasi Bendung


A. Umum
Lokasi bendung tetap permanen bagi kepentingan irigasi dipilih yang menguntungkan dari
segi perencanaan, pengamanan bendung, pelaksanaan, pengoperasian, dampak pembangunan
dll.
B. Pemilihan Lokasi Bendung :
Lokasi bendung dipilih atas pertimbangan beberapa aspek yaitu :
1) Keadaan topografi
a. Semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga harus dilihat elevasi sawah tertinggi
yang akan diari.
b. Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah diketahui maka elevasi mercu bendung
dapat ditetapkan.
c. Kedua hal diatas lokasi bendung dilihat dari segi topografi dapat diseleksi.
d. Ketinggian mercu bendung dari dasar sungai dpaat pula direncanakan.
2) Kondisi topografi
a. Ketinggian bendung tidak terlalu tinggi.
b. Trace saluran induk terletak ditempat yang baik.
c. Penempatan lokasi intake yang tepat dilihat dari segi hidraulik dan angkutan sedimen.
3) Kondisi hidraulik dan morfologi sungai di lokasi bendung termasuk angkutan sedimennya
adalah faktor yang harus dipertimbangkan yaitu:
a. Pola aliran sungai, kecepatan & arahnya pada waktu debit banjir sedang/kecil.
b. Kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir sedang dan kecil.
c. Tinggi MA pada debit rencana, dan Potensi dan distribusi angkutan sedimen.
d. Potensi dan distribusi angkutan sedimen.
Bila persyaratan di atas tidak terpenuhi maka dipertimbangkan pembangunan bandung di
lokasi lain misalnya di sudetan sungai atau dengan jalan membangun pengendalian sungai.
4) Kondisi tanah fundasi bendung harus dipertimbangkan dilokasi dimana tanah fundasinya
cukup baik sehingga bangunan akan stabil.
5) Biaya pelaksanaan Beberapa alternatif lokasi harus dipertimbangkan, selanjutnya biaya
pelaksanaan dapat ditentukan dan cara pelaksanaanya, peralatan dan tenaga.
6) Faktor faktor lain yaitu penggunaan lahan di sekitar bendung, kemungkinan
pengembangan daerah disekitar bendung, perubahan morfologi sungai daerah genangan yang
tidak terlalu luas dan ketinggian tanggul banjir.
B. Penempatan Bendung di Sudetan Sungai
Penempatan bendung dulu dikenal hanya di palung sungai. Sudetan sungai adalah saluran
yang dibuat untuk memindahkan aliran sungai dari palung aslinya.

Gambar 3.1.2. Bendung di sudetan


1) Keuntungan bendung ditempatkan di sudetan sungai yaitu :
a. Memudahkan pelaksanaan bendung tanpa gangguan aliran sungai dan tidak perlu terburu –
buru karena gangguan musim
b. Arah aliran menuju bendung dan kehilirnya akan lebih baik
c. Untik mendapatkan tanah fundasi yang lebih baik
d. Penempatan lokasi intake, kantong sedimen dan saluran akan lebih baik
2) Kesulitannya yaitu :
a. Membuat tanggul penutup sungai yang kadangkala cukup tinggi dan berat
b. Diperlukan pula bangunan pengelak khusus dalam pelaksanaan pembuatan tanggul
penutup tersebut.
c. Adakalanya perlu penyeberangan saluran induk diatas palung sungai asli.

3) Tata letak yang tepat untuk sudetan bergantung kepada keadaan geotek, topografi dll.
Yagn dipertimbangkan pada pengaturan alur sudetan yaitu :
a. Perubahan morfologi sungai diusahakan sesedikit mungkin
b. Penurunan dasar sungai/sudetan di hilir bendung akan terjadi sehingga penentuan
kedalaman koperan bangunan/bendung harus dipertimbangkan.

C. Contoh Penempatan Bendung di Sudetan Sungai


1) Bendungan Indrapura di Batang Indarapura, Sumatra Barat.

Gbr 3.2 Bendung Indrapura di Sudetan Sungai Indrapura

2) Bendungan Metawa di Sungai Metawa, Sulawesi Tengad (Gbr. 3.1.C2)

Gbr 3.3 Bendung Metawa di Sudetan Sungai Metawa


II. BENDUNG PELIMPAH
Bendung berfungsi untuk meninggikan muka air, agar air banjir sungai dapat disadap sesuai
dengan kebutuhan dan mengendalikan aliran, angkutan sedimen dan geometri sungai
sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman, efektif dan optimal. Bendung sebagai pengatur
tinggi muka air sungai dibedakan menjadi:
1) Bendung Pelimpah terdiri dari tubuh bendung (ambang tetap yang berfungsi untuk
meninggikan taraf muka air sungai).
2) Mercu Bendung (berfungsi untuk mengatur tinggi air minimum, melewatkan debit banjir,
dan untuk membatasi tinggi genangan yang akan terjadi di udik bendung).

A. Klasifikasi bendung
Bendung berdasarkan fungsinya dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Bendung penyadap sebagai penyadap untuk irigasi.
2) Bendung pembagi banjir sebagai pengatur muka air sungai.
3) Bendung penahan pasang sebagai pencegah masuknya air asin.
Berdasarkan tipe strukturnya bendung dibedakan atas:
1) Bendung tetap.
2) Bendung bergerak.
3) Bendung kombinasi.
4) Bendung kembang kempis.
5) Bendung bottom intake.
Ditinjau dari segi sifatnya bendung dapat dibedakan atas:
1) Bendung permanent, seperti bendung pasang batu, beton dan kombinasi beton dan batu.
2) Bendung semi permanent, seperti bendung bronjong, cerucuk kayu.
3) Bendung darurat, seperti bendung tumpukan batu dan sebagainya.

B. Tata Letak Bendung dan Perlengkapannya


Bendungan tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi terdiri atas beberapa
komponen dan fungsinya:
1) Tubuh bendungan : terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung dengan bangunan
peredam energi. Bermaksud agar aliran utama menuju bendung dan yang keluar terbagi rata,
sehinnga tidak menimbulkan pusaran-pusaran aliran diudik bangunan pembilas dan intake.
Pusaran aliran dapat menimbulkan gangguan penyadap aliran ke intake dan pembilas
sedimen.
2) Bangunan intake : terdiri dari ambang dasar, pintu, dinding banjir, pilar penempatan pintu,
saringan sampah, jembatan pelayan, dan rumah pintu. Bangunan ini merupakan satu kesatuan
dengan bangunan pembilas dan tembok pangkal diudiknya, intake diupayakan berada
ditikungan aliran sungai, sehingga dapat mengurangi sedimen yang masuk ke intake.
3) Bangunan pembilas : dengan underscluice atau tanpa underscluice, pilar penempatan pintu,
pintu bilas, jembatan pelayan, rumah pintu, dan saringan batu. Diletakkan berdampingan
dengan intake untuk membentuk tikungan luar aliran dan mengurangi jumlah angkutan
sedimen dasar masuk ke intake.
4) Bangunan perlengkapan : yaitu tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan dinding
tirai, pengarah arus tanggul banjir dan tanggul penutup atau tanpa tanggul, penangkap
sedimen atau tanpa penangkap sedimen, tangga, dan penduga muka air.

C. Bentuk Bendung Pelimpah


Pelimpah lurus : Dibangun melintang dipalung sungai dan tegak lurus antara tembok pangkal
dan pilar pembilas bendung, mengarah tegak lurus terhadap aliran utama sungai. (gbr. 3.4)

Pelimpah lengkung : Jarak lengkung biasanya sekitar 1/10 – 1/20 dari lebar bentang, bentuk
ini akan melimpahkan aliran sungai lebih besar dibandingkan dengan bentuk lurus karena
bentangnya lebih panjang. Umumnya dibangun didasar sungai dari jenis batuan keras
sehingga penggerusan setempat hilir bendung tidak perlu dikhawatirkan.

Gbr. 3.5 Bentuk Pelimpah bendung


D. Mercu Bendungan
1. Defenisi dan Fungsi
Mercu bendungan yaitu bagian teratas tubuh bendung dimana aliran dari udik dapat
melimpah kehilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum disungai bagian udik
bendung, sebagai penampang sungai dan sebagai pelimpah aliran sungai.
2. Bentuk Mercu Bendung
bentuk mercu bendung tetap yaitu:
1. Mercu bulat (1 jari–jari pembulatan).
2. Mercu bulat (2 jari–jari pembulatan).
3. Mercu tipe Ogee, SAF, dan mercu ambang lebar. (Gbr.3.6 Bentuk Mercu)
3. Tinggi Mercu Bendung (TMB)
Tinggi mercu bendung (p) yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik/dasar sungai di udik
bendung dan elevasi mercu. Menentukan TMB, harus dipertimbangkan:
1. Kebutuhan penyadap untuk memperoleh debit dan tinggi tekan
2. Kebutuhan tinggi energi untuk pembilas
3. Tinggi muka air genangan yang akan terjadi
4. Kesempurnaan aliran pada bendung
5. Kebutuhan pengendalian angkutan sediment yang terjadi di bendung.
Rumus Bucdschu dan Verwoerd, untuk perhitungan tinggi muka air adalah:
m = 1,49 – 0,018 {5 – (h/R)}2 k = 4/27 . m2 . h3 { 1/(h+p) }2
dimana: k = Tinggi kecepatan aliran
h = Tinggi muka air udik bendung
m = Koefisien pengaliran bendung
p = Tinggi mercu bendung kedasar sungai
R = Jari – jari pembulatan mercu bendung

Gbr. 3.7 Pengaturan Tinggi Mercu Bendung (P) dari lantai udik
4. Panjang Mercu Bendung
Panjang mercu bendung disebut pula lebar bentang bendung yaitu antara kedua tembok
pangkal bendung (abutment), termasuk lebar bangunan pembilas dan pilar – pilarnya, disebut
panjang Mercu Bruto. Yang diperhatikan dalam perhitungannya adalah:
1. Kemampuan melawan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup.
2. Batas tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain.
Panjang mercu bendung efektif (Be) yaitu panjang mercu bendung bruto (Bb) dikurangi
dengan lebar pilar pintu pembilas. Artinya panjang mercu bendung yang efektif melawan
debit banjir desain. Panjang mercu bendung efektif lebih pendek dari pada panjang mercu
bendung bruto. Panjang mercu bendung efektif dapat diperhitungkan dengan cara:
1). Be = Bb – 20% ∑b - ∑t
2). Be = Bb – 2 (n . kp + ka) H
Dimana : Be : panjang mercu bendung efektif (meter)
Bb : Panjang mercu bendung Bruto (meter)
∑b : Jumlah lebar pembilas
∑t : Jumlah pilar – pilar pembilas
n : Jumlah pilar pembilas dan pilar jembatan
kp : Koefisien kontraksi pilar
ka : Koefisien kontraksi pangkal bendung
H : Tinggi energi, yaitu h + k ; h = tinggi air; k = V2 / 2g
Harga koef. Pilar dapat dilihat pada standar perencanaan irigasi, KP-02
Gbr. 3.8. Panjang mercu bendung
5. Penentuan Elevasi Mercu Bendung
Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan :
1) Elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, dan keadaan tinggi air sawah
2) Kehilangan tekanan mulai dari intake sampai dengan saluran tersier ditambah kehilangan
tekanan akibat exploitasi.
3) Tekanan yang diperlukan agar dapat membilas sedimen di undersluice dan kantong
sedimen.
4) Pengaruh elevasi mercu bendung terhadap panjang bendung untuk mengalirkan debit
benjir rencana, dan mendapatkan sifat aliran sempurna.
6. Peninggian Mercu Bendung
Peninggian mercu sangat menimblkan dampak yang baik, yaitu:
1) penyadapan air tidak terganggu, sehingga daerah irigasi yang diari menjadi kurang.
2) Tinggi energi yang dibutuhkan bertambah, sehingga pembilas sedimen oleh undersluice
dan di kantong sediment sangat baik.
7. Tinggi Muka Air di atas Mercu Bendung
Tinggi Muka Air di atas Mercu dapat dihitung dengan persamaan tinggi energi – debit untuk
ambang bulat dan pengontol segi empat, yaitu:

dimana : Qd = debit desain, m3/det


Cd = koefisien debit ( Cd = C0 . C1 . C2 )
g = percepatan gravitasi
b = panjang mercu efektif (m)
H = tinggi energi diatas mercu (m)
Penentuan Koef. Debit (Cd), dapat dilihat standar perencanaan irigasi KP.02

Gbr. 3.9. Cara peninggian Mercu Bendung Gbr. 3.10. Tinggi Muka Air di Atas Mercu
Bendung
III. BANGUNAN INTAKE
A. Defenisi dan Fungsi
Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendungan yang berfungsi sebagai penyadap
aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen serta menghindarkan sedimen dasar
sungai dan sampah masuk ke intake.

B. Tata Letak
Tata letak intake diatur seperti berikut :
1. Sedekat mungkin dengan bangunan pembilas, dan merupakan satu kesatuan dengan
pembilas serta tidak menyulitkan penyadapan aliran
2. Tidak menimbulkan pengendapan sedimen dan turbulensi aliran diudik intake.
C. Macam Intake
Intake biasa yaitu intake dengan pintu berlubang satu atau lebih dan dilengkapi dengan pintu
dinding banjir, lebar satu pintu tidak lebih dari 2,5 m dan diletakkan dibagian udik.
(Gbr.3.11)
Intake gorong – gorong : tanpa pintu dibagian udik, pintu – pintu diletakkan dibagian hilir
gorong – gorong, lubang intake lebih dari dengan lebar masing – masing lubang tidak kurang
dari 2,5 m. (Gbr.3.12)
Intake frontal : diletakkan ditembok pangkal, jauh dari bangunan pembilas/bendung.
(Gbr.3.13)
D. Arah Intake, Komponen dan Letak Bangunan
1. Arah Intake (Gbr.3.14): terhadap suhu sumbu sungai dapai diatur sbb:
a. Tegak lurus membentuk sudut sekitar 90o pada sumbu sungai
b. Menyudut membentuk sudut 45o - 60o terhadap sumbu sungai
c. keadaan tertentu ditetapkan
d. berdasarkan hasil uji model hidraulik laboratorium.
Komponen utama bagian intake (Gbr.3.15), adalah sebagai berikut:
a. Ambang/lantai dinding bangunan tembok sayap, Pintu, perlengkapannya serta dinding
penahan banjir. Pilar penempatan pintu bila pintu lebih dari 1 buah, dan jembatan pelayan.
b. Rumah pintu, saringan sampah, sponeng dan sponeng cadangan dll.

2. Letak Intake (Gbr.3.16) : Diatur sedemikian rupa supaya berada ditikungan luar aliran,
sehingga pada keadaan banjir angkutan sedimen dasar yang mendekat keintake akan
terlempar ketikungan dalam menjauhi intake.
E. Bentuk dan Ukuran Hidraulik
1. Lantai Intake : lantai intake dirancang datar / miring dihilir pintu, bila lantai intake di awal
kantong sedimen bisa berbentuk datar dengan kemiringan tertentu. Ketinggian intake, yaitu:
sama tinggi dengan plat lantai undersluice, sampai 0,5 m diatas plat undersluice. Tergantung
pada keadaan.
Bila ditempatkan pada bangunan pembilas tanpa undersluice maka ketinggiannya: Sungai
mengangkut lanau, tingginya (0,5m), pasir dan krikil (1,0m), kerakal dan bongkah (1,5m).
Dan tergantung keadaan.

Gbr.3.17 Contoh Letak Lantai Intake


2. Lebar dan Tinggi Lubang Intake : dimensi lubang penyadap aliran harus ditentukan
berdasarkan kebutuhan air maksimum, baik untuk pemasokan kebutuhan air maupun untuk
pembilasan sedimen dikantong sedimen.
a) Lebar lubang intake dapat dihitung:
atau
dimana: Q1 = Debit intake (m3/det)
c dan µ = Koefisien pengaliran
a = Tinggi duka lubang
g = Percepatan gravitasi
z = Kehilangan tinggi energi (m)
b) Tinggi Pintu intake (h) : berbanding dengan lebar pintu (b), dapat diambil dengan
perbandingan:
b : h = 1 : 1 atau b : h = 1,5 : 1 atau b : h = 2 : 1
F. Pilar Intake dan Dinding Banjir
1. Pilar untuk penempatan pintu : bila lebar intake lebih dari 1m maka diperlukan pilar untuk
penempatan pintu. Penempatan pilar diatur:
a. bagian awalnya diletakkan agak mundur sebesar (R), supaya aliran yang masuk lebih
mulus.
b. Bentuk awal pilar bulat dan tegak atau dengan kemiringan.
c. Bagian hilirnya dapat dibuat tegak / miring, ketebalan pilar 0,7 – 1 m.
2. Dinding Banjir dan Sponeng (Gbr.3.18): Diletakkan dihilir pintu intake. Fungsinya untuk
mencegah aliran banjir, masuk ke intake mengurangi kecepatan aliran yang menuju intake,
berkaitan dengan pengendalian pergerakan angkutan muatan sedimen ke itntake.

G. Dua Intake di Satu Sisi Bendung


1. Maksud
seharusnya untuk kedua irigasi yang terletak dikedua sisi bendung dibangun dua pula
intakenya. Tetapi bila salah satu irigasi debit pengambilannya kurang 1 m3/detik, maka
intake dapat dibuat satu sisi saja.untuk menghemat biaya pembilas, karena hanya dibuat satu
buah bangunan pembilas yang berdekatan dengan intake tersebut.
2. Desain
Desain dua banguna intake yang ditempatkan disatu sisi bendung diatur:
a) pintu intake yang ditempatkan di pilar pembilas,
b) gorong–gorong untuk menyeberangkan aliran ditempatkan didalam tubuh bendung,
c) kecepatan aliran didalam gorong – gorong diambil 2,5 m/det sehingga dapat
menghanyutkan sedimen yang masuk kedalam gorong–gorong, tetapi tidak pula terlalu tinggi
untuk menghindari bahaya pengikisan.
d) Fasilitas pembilas sedimen dirancang tepat di pengeluaran gorong-gorong diawal saluran
induk.
e) Tebal pilar pembilas 2 m ≤ t, dimana (tminimum= 1,0 m)

Gbr 3.19 Penempatan Pintu Intake di Pilar


IV. BANGUNAN PEMBILAS
A. Defenisi dan Fungsi
Bangunan pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang terletak didekat dan
menjadi satu kesatuan dengan intake. Berfungsi untuk menghindarkan angkutan muatan
sedimen dasar dan mengurangi angkutan muatan sedimen layang masuk ke intake.
B. Sistem Kerja Pembilas dengan Undersluice
Sistem kerja pembilas dengan undersluice bila dioperasikan yaitu:
1. Aliran sungai dari udik menuju bangunan terbagi 2 lapis oleh pilar undersluice
2. Aliran sungai lapisan atas yang relatif tidak mengandung sedimen dasar mengalir ke
intake.
3. Aliran sungai dilapisan bawah bersama –sama dengan sedimen dasar mengalir dan masuk
ke lubang undersluice, lalu terbuang kehilir melalui pintu bilas.
4. Pembilasan secara berskala sehingga mendapatkan kedung daerah bebas endapan diudik
dan dimulut intake atau undersluice.

C. Macam Bangunan dan Tata Letak


1. Macam bangunan, dibedakan atas:
a. Bangunan pembilas konvensional terdiri 1 dan 2 pintu, umumnya dibangun dibendung
kecil (bentang 20m). Seperti bangunan tua warisan belanda.
b. Bangunan pembilas undersluice untuk bendungan irigasi, ditempatkan pada bentang
dibagian sisi yang arahnya tegak lurus sumbu bendung.
c. Bangunan pembilas shunt undersluice digunakan di bendung sungai ruas hulu, untuk
menghindarkan benturan batu/benda padat lainnya terhadap bendungan.
2. Tata Letak

Tata letak bangunan pembilas undersluice diatur sbb:


a. Bersatu dengan bangunan intake,
b. Pintu pembilas diletakkan segaris dengan sumbu bendung,
c. Bengunan diletakkan di sisi luar tubuh bendung dekat tembok pangkal, arahnya tegak lurus
sumbu bendung,
d. Mulut undersluice mengarah keudik bukan kearah samping.
Tata letak bangunan pembilas shunt undersluice diatur sbb:
a. Bersatu dengan bangunan intake,
b. Ditempatkan dibagian luar tubuh atau diluar tembok pangkal bendung,
c. Mulut undersluice mengarah ke samping bukan ke arah udik,
d. Pilar pembilas berfungsi sebagai tembok pangkal. (Gmbr 3.20 Tata letak )

D. Komponen dan Bentuk Bangunan


1. Komponen
Bangunan pembilas undersluice lurus terdiri:
a. Undersluice dan perlengkapannya. Bangunan Undersluice terdiri atas:
• Lubang / torowongan, plat undersluice, dan lantai dengan lapisan tahan aus.
• Tembok penyangga bila lubang lebih dari satu buah.
• Mulut undersluice, pintu bilas atas dan bawah, saringan batu dan sebagainya.
b. Pintu pembilas dan perlengkapannya.
c. Pilar-pilar penempatan pintu, tembok baya-baya / guide wall, tembok pangkal.
d. Jembatan pelayan, rumah pintu , tangga dll.

2. Bentuk Undersluice, Undersluice lurus dan shunt undersluice, dibagi atas:


a. Undersluice satu atau dua lubang dengan mulut sejajar sumbu bendung.
b. Undersluice 1 lubang/lebih dengan mulut menyudut terhadap sumbu bendung.
c. Undersluice 2 lubang/lebih dengan mulut menyudut terhadap sumbu bendung.

E. Tata Cara Desain, Urutan cara dalam mendesain Undersluice yaitu:


1. Tentukan lebar Undersluice, memperhatikan lebar (pintu bilas dan intake),
2. Tentukan arah dan letak mulut Undersluice,
3. Tentukan panjang Undersluice (5–20 m) dengan memperhatikan bahwa mulut Undersluice
harus terletak diudik intake,
4. Tentukan letak elevasi plat bagian atas Undersluice dengan memperhatikan elevasi ambang
atau lantai intake,
5. Tentukan ketebalan palt Undersluice (0,20–0,35 m),
6. Tentukan tinggi lubang dan elevasi lantai Undersluice, biasanya tinggi 1,5 m.

Gambar 3.4 Bangunan pembilas dengan tiga lubang dengan dinding bajir kombinasi pada
bendung Cisokan, Cianjur- Jawa Barat( atas) dan pembilas tanpa under scluice ( bawah )
F. Dimensi Bangunan Undersluice
1. Pembilas undersluice lurus
a. bentuk mulut
1) Mulut undersluice diletakkan diudik mulut intake dengan arah tegak lurus,
2) Lebar mulur undersluice sluice harus lebih besar dari (1,2 x lebar intake),
3) Elevasi bagian atas palat undersluice diletakkan sama tinggi atau lebih rendah dari pada
elevasi ambang/lantai intake, Lubang dapat terdiri dari atas 2 bagian atau lebih,
4) Bila lebar mulut bagian udik jauh lebih lebar dari bagian hilir dapat dipersempit dengan
tembok penyangga.
b. Lebar bangunan
1) lebar pembilas total diambil (1/6 – 1/10) dari lebar bentang bendung untuk sungai – sungai
yang lebarnya kurang dari 100 meter.
2) Lebar satu lubang maksimum 2,5 m untuk kemudahan operasi pintu dan jumlah lubang
tidak lebih dari tiga buah.
c. Tinggi dan panjang undersluice
1) Tinggi lubang undersluice diambil 1,5 m
2) Panjang ditentukan, mulut undersluice harus terletak dibagian udik intake,
3) Bentuk lantai undersluice rata tanpa kemiringan.
d. Elevasi lantai lubang
1) sama tinggi dengan lantai udik bendung,
2) lebih rendah atau lebih tinggi dari lantai udik bendung.

Gmbr.3.21 macam penempatan lantai lubang undersluice

2. Pintu Pembilas
Macam Pintu : dapat dibuat 1 pintu atau 2 pimtu yakni pintu atas dan bawah.
Fungsi Pintu : pintu bawah untuk pembilasan sedimen yang terdapat didalam, diudik dan
disekitar mulut undersluice. Pintu atas untuk menghanyutkan benda–benda padat yang
terapung diudik pintu.
Jenis Pintu : umumnya pintu sorong, dan hampir tidak dijumpai pintu radial.
Bahan Pintu : dibuat dari balok – balok kayu dengan kerangka baja.
Dinding Banjir : untuk pembilas dengan undersluice lurus biasanya tidak dilengkapi dengan
dinding banjir. Pintu bilas tanpa dinding banjir dapat memperbesar kapasitas pelimpah debit
banjir.
Desain : mendesain pintu, faktor – faktor yang harus diperhatikan adalah:
a. Beban yang bekerja pada pintu.
b. Alat pengangkat tenaga manusia atau dengan mesin.
c. Sistem kedap air dan bahan bangunan.
Ukuran:
a. Untuk 1 lubang/ruang pintu sorong yang dioperasikan dengan tenaga manusia lebar maks.
2,5 m, ukuran satu balok kayu pintu 20x25 cm.
b. Untuk pintu yang dioperasikan dengan mesin, lebar 2,5 m – 5,0 m.
c. Tinggi mercu pintu pembilas 1cm > dari elevasi mercu bendung.

3. Pilar Pembilas
Fungsi : Untuk penempatan pintu-pintu, undersluice dan perlengkapan lain.
Bahan : Umumnya terbuat dari tembok pasangan batu, beron bertulang sebagai bahan pilar
jarang dibuat.
Bentuk : Bagian udik bulat dengan jari–jari pembulatan setengah lebar pilar. Bagian hilir
runcing dengan jari-jari peruncingan 2x lebar pilar.
Ukuran: Lebar pilar sisi bagian luar dapat diambil sampai dengan 2 m dan sisi bagian dalam 1
– 1,5 m.
Penempatan : pada undersluice lurus ditempatkan dibentang sungai.

4. Sponeng dan Stang Pintu


Sponeng : Fungsi pada pintu sorong kayu, untuk menahan tekanan air pada pintu. Ukuran
25x25 cm atau 25x30 cm, dilengkapi dengan sponeng cadangan bentuk huruf T pada
bangunan bilas dengan undersluice.
Stang pintu : Berfungsi mengangkat dan menurunkan pintu. Ditempatkan dalam sponeng
diluar bukaan bersih. Jumlah stang pintu 2 buah diletakkan dibagian dalam dike-2 sisi, tidak 1
buah di tengah.
5. Tembok baya – baya
Fungsi : Tembok baya/guidewall adalah untuk mencegah angkutan sedimen dasar meloncat
dari udik bendung keatas plat undersluice.
Penempatan : Tembok baya–baya ditempatkan menerus kearah udik dari plat pembilas
bagian luas / sisi bendung.
Bentuk : Mengecil kearah udik / sama besar dari hilir keudik.
Ukuran : Tinggi mercu tembok gaya – gaya 0,5 – 1m diatas mercu bendung.
6. Pengoperasian Pintu
a. Kriteria pengoperasian
• Kecepatan aliran diambang undersluice harus terbatas sehingga tidak masuk lantai
underscluice,
• Pintu bilas harus ditutup selama sengai banjir untuk menghindarkan penghisapan sampah-
sampah yang dapat menyumbat lubang underscluice,
• Tinggi bukaan pintu bilas harus diatur sedemikian, supaya tidak menimbulkan pusaran isap
atau menimbulkan bahaya kavitasi.
b. Masalah Rongga dibawah Plat
Rongga udarah dibawah plat undersluice dapat terjadi bila:
• Pintu bilas dibuka penuh, Muka air hilir terlalu rendah,
• Tidak terjadi pelimpah dari mercu pintu bilas.
Mengatasi hal diatas dilakukan cara:
• Pintu bilas tidak dibuka penuh, Ujung plat diudik undersluice dibuat bulat,
• Pengoperasian pintu diatas sehingga tidak terjadi pusaran isap.
7. Dinding Banjir
Dinding banjir pada pembilas bendung dibedakan:
a. Tanpa dinding banjir
b. Dengan dinding banjir
c. Kombinasi keduanya
Manfaatnya:
• Memperbesar kapasitas debit pelimpah banjir. Dan sampah yang terapung diudik pintu bilas
dapat dibuang secara hidraulik dengan mudah.
Kelemahan:
• Dapat merusak pintu dan stangnya waktu banjir, karena tekanan banjir dan sampah.
• Mudah menumpukkan sedimen diudik pintu bangunan pembilas.
G. Pembilas Shunt Undersluice
1) Pengertian
Adalah bangunan undersluice yang penempatannya diluar bentang sungai dan diluar pangkal
bendung, dibagian samping melengkung kedalam dan terlindung tembok pangkal.
2) Maksud dan Manfaat
Pembilas shunt undersluice dipilih pada bendung-bendung yang dibangun disungai ruas hulu.
Bermaksud agar pilar dan bangunan undersluice terhindar dari bahaya benturan batu dan
kayu yang hanyut sewaktu banjir. Manfaatnya yaitu kapasitas pelimpah bendung tidak
dikurangi oleh adanya pilar pembilas atau seluruh bentang bendung tidak terganggu
melimpahkan debit banjir sungai.
3) Cara Kerja dan Kelemahan
Cara:
a. Air yang mengalir sebelum masuk keintake terbagi 2 yaitu atas dan bawah.
b. Lapisan air bagian bawah masuk kedalam lubang pembilas.
c. Lapisan air bagian atas mengalir masuk ke intake.
Kelemahan:
Kurang diperolehnya efek penggurusan dimulut shunt undersluice yang diakibatkan aliran
helicoidal seperti yang biasanya terbagi pada bangunan undersluice.
4) Bentuk dan Ukuran
a. Tinggi lubang 1–2 m, diusahakan 1,5 m. Lebar sekitar 2 m.
b. Mulut undersluice mengarah kearah bendung bukan kearah udik.
c. Bentuk melengkung kearah luar bendung.
d. Umumnya dilengkapi dengan dinding banjir ditempatkan dihilir pintu bilas.

H. Pengoperasian Pintu Pembilas


Pembukaan Pintu; dilakukan dengan cara:
1. Pembilasan sistem terus-menerus, pintu bilas dibuka sewaktu-waktu.
2. Pintu bilas bibuka dengan tinggi bukaan tertentu bila selesai banjir atau banjir sungai mulai
turun
3. Pintu bilas bukaan pintu tergantung pada besar debit sungai dan keadaan tinggi muka air
sungai. Pintu bilas ditutup selama banjir sungai berlangsung
4. Pintu bilas ditutup penuh saat pengaliran keintake dan saat air kecil dan banjir.
Pengangkatan dan Penutupan Pintu; yang dilakukan oleh tenaga manusia akan lebih mudah
dan ringan bila ulir tempat perputaran stang pintu terbuat dari bahan tembaga.
Evektifitas Pembilas; akan sangat tinggi bila terdapat head yang cukup, debit sungai yang
memadai dan tinggi bukaan pintu bilas yang sesuai daerah bebas endapan dimulut
undersluice selalu terjadi.
V. BANGUNAN PENAHAN BATU (BOULDER SCREEN)
1. Defenisi dan Fungsi
Bangunan penahan batu adalah bangunan ditempatkan diudik bangunan pembilas bendung,
terdiri dari barisan tiang-tiang. Berfungsi sebagai alat untuk mencegah batu-batu dengan
diameter tertentu yang akan masuk keintake dan menyimpan batu dengan diameter tertentu
masuk kebangunan bilas/intake kearah bendung.
2. Persyaratan
Mendesain bangunan penahan batu, diperhatikan debit yang masuk keintake tidak berkurang
dari jumlah yang dibutuhkan karena adanya kemungkinan terjadinya endapan batu diantara
batang-batang cerucuk.
3. Penempatan
Ditempatkan diudik/undersluice dengan arah desain sedemikian, sehingga tercipta tikungan
luar aliran dan menjadi deflector untuk melemparkan angkutan sedimen dasar menjauh dari
intake dan dapat pula menyimpan batu tertentu.
4. Komponen, bangunan penahan batu terdiri atas:
a. barisan cerucuk pipa bulat dipasang vertikal,
b. balok beton sebagai pengikat horizontal, fundasi bangunan.
5. Tipe Bangunan
Tipe penahan batu dibuat dengan bentuk pagar yang terdiri dari batang tegak dan bagian
atasnya diikat dengan balok pengikat.
6. Bentuk dan Ukuran
a. Pipa untuk cerucuk, tipe pipa dipilih yang bulat
b. Balok beton pengikat, dipasang horizontal diujung atas cerucut vertikal.
c. Elevasi balok pengikat, diletakkan diketinggian 1–2 m diatas mercu bendung.
d. Jarak antara tiang, jarak bersih antara batang satu dan yang lain diambil sesuai dengan
diameter butir batu yang akan ditahan atau (15 – 20) cm.
e. Fundasi tiang, disesuaikan kedalamannya dengan kedalaman elevasi dasar sungai dan
lantai undersluice.
7. Penerapan Bangunan Penahan Batu
Pada bendungan Cisokan – Cianjur jawa barat tahun 1886. dan direhabilitasi pada tahun 1989
dengan peninggian mercu bendung, perbaikan intake, pembangunan pembilas tambahan tipe
undersluice, dan bangunan penahan. Masalah besar dijumpai pada bendungan ini adalah
masalah angkutan sedimen yang cukup besar ke intake. Untuk mencegah angkutan sedimen
dasar masuk ke intake, membangun pengelak sedimen tipe undersluice lurus bentuk tertentu,
sehingga:
1) Dapat menciptakan aliran helicoidal tepat diudik undersluice sehingga pengendapan
sedimen dasar didaerah ini dapat dihindari.
2) Dapat membentuk daerah bebas endapan tepat di udik undersluice dan menciptakan
“skiming wall” ke intake.

VI. BANGUNAN PEREDAM ENERGI


1. Defenisi dan Fungsi
Adalah struktur dari bagunan dihilir tubuh bendung yang terdiri dari berbagai tipe, bentuk
dan dikanan kirinya dibatasi oleh tembok pangkal bendung dilanjutkan dengan tembok sayap
hilir dengan bentuk tertentu. Fungsi bangunan adalah untuk meredamkan energi akibat
pembendungan, agar air dihilir bendung tidak menimbulkan penggerusan setempat yang
struktur membahayakan.

2. Tipe Bangunan Peredam Energi Bendung, terdiri berbagai macam tipe:


a. Lantai hilir mendatar, tanpa atau dengan ambang hilir balok lantai,
b. Cekung masif dan cekung bergigi, berganda dan bertangga,
c. Kolam loncat air, Kolam bantalan air dan lain – lain.

3. Faktor Pemilihan Tipe, antara lain:


a. Tinggi bendungan, Keadaan geoteknik tanah dasar ,
b. Jenis angkutan sedimen yang terbawah aliran sungai
c. Kemungkinan degradasi dasar sungai yang akan terjadi dihilir bendung ,Keadaan aliran
yang terjadi dibangun peredam energi seperti aliran tidak sempurna/tenggelam, loncatan
aliran yang lebih rendah atau lebih tinggi dan sama dengan kedalaman muka air hilir (tail
water).
4. Prinsip Pemecahan Energi
Adalah dengan cara menimbulkan gesekan air dengan lantai dan dinding struktur, gesekan air
dengan air, membentuk pusaran air berbalik vertikal arah keatas dan ke bawah.

5. Desain Hidraulik Peredam Energi


5.1 Peredam energi lantai hilir datar dengan ambang akhir
1) Defenisi dan Fungsi
Adalah bagian dihilir bendung yang merupakan kolam olak terdiri atas lantai hilir mendatar.
Fungsinya untuk meredam energi air agar tidak menimbulkan penggerusan setempat yang
membahayakan bangunan bagian hilir.
2) Bentuk Hidraulik, yaitu:
a) Mercu bendung bertipe bulat,
b) Tubuh bendung bagian hilir tegak sampai dengan kemiringan 1:1,
c) Tanpa lengkungan dipertemuan kaki bendung dan lantai,
d) Lantai hilir berbentuk datar tanpa kemiringan,
e) Untuk menambah keamanan tepat dihilir ambang akhir dan dikaki tembok sayap dipasang
rip – rap dari batu berdiameter 0,3 – 0,4 m.
3) Persyaratan, yaitu:
a) Tinggi air diatas mercu bendung (< 4m), tinggi bendung dari dasar sungai bagian hilir (<
10m),
b) Bila melampaui keadaan diatas, maka dilakukan pemeriksaan uji model fisik.
4) Ukuran Hidraulik
Kedalaman lantai (Ds), Panjang lantai (L), Tinggi ambang (a), dan parameter lain ditentukan
berdasarkan grafik – grafik yang telah disiapkan.
5.2 Peredam energi cekung
1) Umum
Tipe ini biasanya digunakan pada bendungan yang berlokasi pada sungai dengan kemiringan
dasar sungai curam dengan angkutan sedimen batu gelundung yang terbawa aliran sewaktu
banjir. Ide pemanfaatan tipe ini, untuk menggantikan tipe drop weir.
2) Defenisi, Fungsi dan macamnya
peredam energi cekung adalah bagian dihilir tubuh bendung berbentuk lantai cekung masif,
dilengkapi dengan ambang akhir (apron lip) dan dibatasi oleh tembok pangkal sibagian kanan
kirinya. Berfungsi untuk menjauhkan bendung penggerusan setempat dari bangunan dan
menghindarkan benturan batu langsung pada permukaan bangunan. Peredam energi cekung
terdiri atas:
a. Masif cekung tanpa gigi
b. Cekung dengan gigi yang ditempatkan dibagian ambang akhir.
3) Sifat dan Prinsip Pemecahan Energi
Bangunan peredam energi tipe cekung, bersifat:
a. Aliran pusaran balik atas dan pusaran balik bawah.
b. Aliran loncat (skijump bucket).

4) Bentuk dan Ukuran


Bentuk hidraulik bangunan tipe ini, yaitu (Gbr.3.22):
a. Mercu bendung bertipe bulat
b. Tubuh bendung bagian hilir dengan kemiringan 1:1.
c. Cekungan berbentuk lengkung dengan satu radius,
d. Harus dilengkapi dengan tembok sayap hilir yang awalnya dimulai dari akhir ambang
akhir. Bentuk sayap hilir miring.
Ukuran hidraulik bangunan tipe ini, yaitu selain diatas, yang terpenting penentuan jari – jari
lengkungan (R) dan kedalaman lantai cekungan dari muka air hilir (T).
5.3 Peredam energi berganda
1) Umum
Tipe ini sangat cocok dibangun sudetan sungai dengan ketinggian lebih dari 10m.
2) Defenisi dan keuntungan
Adalah struktur dibagian hilir tubuh bendung yang merupakan kolam olak berganda, dan
masing – masing dilengkapi dengan lantai datar dan ambang akhir pembentuk olakan.
Keuntunga:
a. Pemetaan energi air lebih besar karena dua ruang olakan, sehingga penggerusan setempat
menjadi lebih dangkal.
b. Jauh lebih stabil karena bentuknya yang besar.
c. Kerusakan lantai dan tubuh bendung akibat terjunan dapat dihindari.
3) Persyaratan
stabil, aliran yang melimpah pada mercu pertama dan diatas mercu kedua harus kelihatan
halus dan tidak bertubulensi
pipa aliran tidak meninggalkan mercu bendung.
4) Bentuk dan Ukuran
Bentuk hidraulik bangunan tipe ini, yaitu:
Peredam energi bagian lantai atas yaitu lantai olakan pertama (L1), mercu pertama dengan
tinggi (P1). Dan bagian bawah terdiri mercu kedua dengan tinggi (P2), lantai olakan kedua
(L2), dan ambang akhir.
Ukuran panjang olakan dan tinggi ambang, yaitu: olakan pertama dan kedua , serta tinggi
mercu kedua. Untuk penentuan ukuran hidrauliknya biasanya digunakan bantuan model fisik.

Gbr. 3.23 Peredam Energi berganda


5.3 Peredam energi tipe USBR
Tipe ini didesain berdasarkan grafik USBR untuk bendung akan kurang handal karena:
1) Elevasi dasar sungai didesain sama tinggi dengan elevasi lantai,
2) Pengaruh bergradasi sungai dan bentuk tembok sayap hilir tidak disinggung,
3) Pengaruh tipe dan ukuran tidak disinggung efektivitasnya terhadap pengurangan
penggerusan setempat.
Menentukan ukuran dalam Hidraulic Design of Stilling Basin and Energy Dissipators USBR,
dimana:
1) Panjang lantai, chute block, floor block and endsill ditentukan berdasarkan bilangan
Froude (Fr), dan Lokasi Fr di kaki spillway,
2) Aliran air dikaki spillway dianggap loncatan penuh tanpa pusaran,
3) Kecepatan aliran dimana, z = tinggi terjung yang dihitung dari mercu spillway ke pipa arus
dikaki spillway, dan D1 = tebal pipa arus.
Bila penggunaan USBR, menjadi over desain yang disebabkan oleh antara lain:
1) Adakanlah tidak berbentuk loncatan balik diatas lantai dan adakalanya aliran yang terjadi
lebih tinggi dari tail water.
2) Perbedaan aliran bilangan Fr (Gmr 3.34) karena keadaan aliran loncatan penuh pada
spillway dan loncatan balik pada bendung dan tebal aliran di kaki spillway (D1) lebih kecil
dari pada tebal aliran di kaki bendung (D2), akibat bilangan pada bendung akan lebih kecil
dari pada bilangan Fr pada spillway, atau untuk:
3) Spillway, ; → Loncatan Penuh
4) Spillway, ; → Loncatan Balik
5) Fr2 < Fr1

Gbr. 3.24 Sifat Peredam Energi USBR

Gbr. 3.25 Bentuk dan Tipe Peredam Energi USBR

VII. TEMBOK SAYAP, TEMBOK PANGKAL DAN PENGARAH ARUS


7.1 Tembok Sayap Hilir
1) Definisi dan Fungsi
Tembok sayap hilir adalah tembok sayap yang terletak dibagian kanan dan kiri peredam
energi bendung yang menerus kehilir dari tembok pangkal bendung. Fungsi sebagai
pembatas, pengarah arus, penahan terowongan dan longsoran tebing sungai dihilir bangunan
dan pencegah aliran samping.
2) Penentu Dimensi
a. Dimensi berdasarkan peredam energi, dan Geometri sungai disekitar,
b. Dihilirnya, dan Tinggi muka air hilir desain, dan Penggerusan setempat yang akan terjadi
dan sebagainya.
3) Bentuk Sayap hilir
a. bentuk miring sebagai kelanjutan dari tembok pangkal bendung,
b. bagian ujung hilir tembok sayap dibulatkan dan masuk kedalam tebing,
c. bagian awal tembok sayap hilir yang miring dan akhir tembok pangkal dimulai dari sekitar
tengah – tengah lantai peredam energi.
4) Ukuran Tembok Sayap
a. panjang tembok bagian yang lurus yaitu
dimana: Lp = Panjang lantai datar peredam energi
Lx = Panjang tembok sayap (1,25 – 1,5) x L
b. Kemiringan tembok sayap dapat diambil dengan kemiringan 1 : 1

Gbr. 3.26 Ukuran Tembol Sayap hilir

Gbr. 3.27 Bentuk Ujung Tembok Sayap Hilir Bendung Lamasi (SulSel)
7.2 Tembok Pangkal bendung
1) Definisi dan Fungsi
Tembok pangkal bendung adalah tembok yang terletak dikiri kanan pangkal bendung dengan
tinggi tertentu yang menghalangi luapan aliran pada debit desain tertentu kesamping kanan
dan kiri. Berfungsi sebagai pengaruh arus agar aliran sungai tegak lurus (frontal) terhadap
sumbu bendung, sebagai penahan tanah, pencegah rembesan samping, pangkal jembatan dan
sebagainya.
2) Bentuk dan Ukuran Hidraulik
Bentuk pangkal bendung umumnya ditentukan vertikal dengan ukuran panjang ke udik dan
kehilirnya yang sesuai dengan fungsi yang harus dicapai. Ukuran Hidraulik:
a. Tinggi pangkal bendung = tinggi muka air udik rencana + tinggi jagaan (free board)
sebesar (1 – 1,5) m, atau aman pada debit desain tertentu.
b. Panjang tembok pangkal ke udik dipebgaruhi oleh adanya bangunan intake dan tata letak
jembatan lalu lintas.
7.3 Tembok Sayap Udik dan Pengaruh Arus
1) Definisi dan Fungsi
Tembok sayap udik adalah tembok sayap yang menerus keudik dari tembok pangkal dengan
bentuk dan ukuran yang disesuaikan dengan fungsinya sebagai pengaruh arus, pelindung
tebing dan atau pelindung tanggul penutup dari arus yang deras.
2) Ukuran dan Bentuk
Arah dan ukuran disesuaikan dengan fungsinya sebagai pengarah arus pelindung tebing atau
tanggul penutup dan disesuaikan dengan pangkal bendung dari geometri badan sungai.
Berbentuk: miring dengan perbandingan 1 : 1 atau 1 : 1½. Pertemuannya dengan tembok
pangkal dibuat menyudut kurang lebih 45o( Gbr 3.28).
VIII. RIP – RAP
1. Defenisi dan Fungsi
yaitu susunan bongkahan batu alam atau blok-blok beton buatan dengan ukuran volume
tertentu sebagai peredam energi dihilir bendung. Fungsinya sebagai lapisan prisai untuk
mengurangi kedalaman pergeseran setempat dan melindungi tanah dasar dihilir peredam
energi bendung.

2. jenis Rip – Rap, dibedakan atas:


a. Timbunan bongka batu alam
b. Susunan blok – blok beton berbentuk segi empat, segi panjang dan lain – lain.
3. Penempatan, Pada:
a. Sepanjang bagian hilir ambang akhir
b. Sepanjang bagian kaki tembok sayap hilir.
4. Bentuk dan Ukuran, pada rip – rap bongkahan batu:
a. Bentuk batu relatif bulat, keras dengan berat jenis 2,4 t/m3
b. Diameter batu berkisan 0,30 m, dan Volume batu yang cukup
c. Kedalaman sekitar 2 m untuk bagian hilir ambang akhir, dan sekitar 1,5 m untuk bagian
dihilir tembok sayap hilir.
5. Sistem Kerja Rip – Rap:
Dihilir terjadi kecepatan aliran sungai yang besarnya bervariasi, rip – rap yang terdiri dari
susunan batu – batu lepas yang terkena aliran deras akan menyebar, masuk dan menutup
lubang pengerusan setempat, sehingga terjadi perisai/pelindung dasar sungai dari bahaya
penggerusan.
6. Pemasangan Rip – Rap:
Desain rip – rap batu dihilir dipasang miring dan rata.
Gbr. 3.29 Bentuk Pemasangan Rip - Rap
7. Rip – Rap Beton:
Rip – rap beton bentuk persegi panjang (1x1x2)m, digunakan untuk pengamanan bendung
walahar (gmbr 3.20). Dan rip – rap beton persegi empat digunakan dikaki sayap hilir bendung
rentang dijawa barat.

Gbr. 3.30 Contoh Penggunaan Rip – Rap Beton

8. Rip – rap Bronjong


Penggunaan bronjong kawat dihilir bangunan peredam energi bendung bermaksud
mengurangi bahaya penggerusan setempat. Sebagai perlindungan dasar sungai dari bahaya
penggerusan setempat, tetapi dari pengalaman – pengalaman penempatan rip – rap bronjong
kurang berhasil, disebabkan:
a. Bronjong yang bukan jenis bronjong maccafferi berkarat, kurang tahan terhadap gaya
benturan batu dan benda padat lain yang terbawa aliran sungai,
b. Batu tidak seragam dan bila kawatnya putus maka batu – batu itu akan hanyut,
c. Karena perbedaan kekerasan antara bronjong dan tanah dasar dihilirnya.
d. Karena bronjong flexible dan bila terjadi penggerusan setempat dihilirnya maka bronjong
itu akan ikut turun.

IX. STABILITAS BENDUNG


1 Umum
Salah satu persyaratan keamanan yaitu: Harus stabil terhadap geser, guling dan piping.
Gaya – gaya yang bekerja pada bangunan, yaitu:
a. Berat sendiri bangunan,
b. Tekanan air normal setinggi bendung dan setinggi muka air banjir desain,
c. Tekanan lumpur,
d. Gaya gempa, tekanan air dibawah bendung/uplift.
2 Langkah Perhitungan
1) Hitung berat sendiri bangunan, yaitu:
a. Tubuh bendungan saja
b. Gaya yang bekerja
c. Momen gaya – gaya tersebut
d. Jumlah seluruh gaya yang bekerja dan momennya dari bagian yang ditinjau.
2) Pengaruh Gempa: koefisien gempa kali gaya lintang
3) Tekanan air normal: tekanan air setinggi mercu bendung terhadap tubuh bendung.
4) Tekanan Banjir: tekanan setinggi muka air banjir pada debit banjir desain.
5) Tekanan Lumpur: tekanan lumpur terhadap bangunan hidraulik diudik bendung.

3 Contoh Perhitungan
a. Stabilitas Bangunan
1) Hitung berat sendiri bangunan (Volume, Berat, Jarak titik berat terhadap sumbu Y & X,
serta momen tahanan),
2) Tentukan koefisien Gempa (dari peta gempa Indonesia),
3) Hitung gaya horizontal pada keadaan air normal dan keadaan air banjir,
4) Hitung gaya tekanan lumpur serta momen tahanannya,
5) Hitung gaya tekanan uplift disetiap titik untuk keadaan air normal dan banjir.
dan
dimana : Ux = Gaya tekanan keatas titik x (kg/m)
Hx = Tinggi energidiudik bendung (m)
Lx = Jarak sepanjang bidang kontak dari udik sampai titik x (m)
L = Panjang total bidang kontak (m)
Lv = Panjang bidang vertikal (m)
LH = Panjang bidang horizontal (m)
6) Periksa stabilitas bangunan untuk keadaan air normal dan keadaan air banjir. Pemeriksaan
dilakukan terhadap bahaya:
a) Guling : faktor keamanan (Fk) = MT / MG 1,5
b) Geser : Koefisien geser (f) = tg
Gaya tahanan = f . v = ...(ton)

Dimana: MT = Momen tahanan


MG = Momen gempa
c) Eksentrisitas pembebanan atau jarak dari pusat gravitasi dasar sampai titik potong
resultante dengan dasar.

dimana : e = Eksentrisitas
B = Lebar dasar
MT = momen tahanan
MG = momen guling
V = Jumlah gaya vertikal
7) Periksa terhadap daya dukung tanah pada keadaan air normal dan keadaan air banjir.
a) Hitung tegangan ijin = σ
b) Hitung tegangan tanah.
; dan persyaratan yaitu :
dimana : σ1,2 = Tegangan Tanah
V = gaya – gaya vertikal
B = Lebar dasar
E = Eksentrisitas

b. Panjang Lantai Udik


1) Periksa dan tentukan harga Weighted Creep Ratio (C)
2) Hitung perbedaan antara tinggi muka air udik dan hilir
3) Hitung panjang garis rayapan yang dihitung dengan cara lane:

Dimana: LW = Panjang garis rayapan total


LV = Panjang garis rayapan dalam arah vertical
LH = Panjang garis rayapan dalam arah horizontal
4) Periksa panjang garis rayapan.
c. Tebal Lantai Hilir
1) Ambil tebal lantai hilir untuk potongan yang paling tebal dan paling kecil (t).
2) Tentukan berat jenis bahan, .
3) Tentukan tekanan Uplift, dengan rumus pasal (a. Bagian 5)
4) Periksa syarat keseimbangan, bila , maka ketebalan lantai yang ditentukan memadai.

Gbr. 3.31 pemeriksaan Tebal Lantai Hilir


Diposkan oleh petergo di 09:27 0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

kebutuhan air irigasi

BAB I
KEBUTUHAN AIR IRIGASI

1.1 UMUM

Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan dengan cara
menyalurkan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman ke tanah yang diolah dan
mendistribusikannya secara sistematis. Sebaliknya pemberian air yang berlebih pada tanah
yang diolah itu akan merusakkan tanaman. Jika terjadi curah hujan yang lama yang
disebabkan oleh curah hujan yang deras, maka tanah yang diolah itu akan tergenang dan
dibanjiri air, yang kadang-kadang mengakibatkan kerusakan yang banyak. Daerah-daerah
yang rendah yang kurang baik drainasenya, selalu akan tergenang air. Pada daerah-daerah
demikian, pelapukan dan dekomposisi tanah tidak berkembang, sehingga daerah itu tidak
akan menjadi lingkungan yang baik untuk pertumbuhan padi. Jadi di daerah-daerah demikian,
kelebihan air itu harus di drainase secara buatan dan pengeringan harus dilaksanakan secepat-
cepatnya.
Di daerah-daerah dengan distribusi curah hujan yang tidak merata, meskipun curah hujannya
itu banyak dengan kondisi meteorologi yang cocok untuk pertumbuhan tanaman, diperlukan
juga irigasi buatan, mengingat kadar air tanah tidak dapat dipertahankan dalam interval kadar
air efektif oleh curah hujan saja. Pemberian air yang cukup adalah faktor utama yang sangat
dibutuhkan oleh pertumbuhan tanaman. Setiap tanaman mencoba mengabsorbsi kadar air
secukupnya dari tanah untuk pertumbuhan. Jadi yang terpenting untuk tanaman itu ialah
bahwa kebutuhan air dalam tanah mencukupi.

1.2 KEBUTUHAN AIR TANAMAN

Banyaknya air yang diperlukan untuk berbagai tanaman, masing-masing daerah dan masing-
masing musim adalah berlainan. Hal ini tergantung dari beberapa faktor antara lain Jenis
tanaman, sifat tanah, keadaan tanah, cara pemberian air, pengelolaan tanah, iklim, waktu
tanam, kondisi saluran dan bangunan, serta tujuan pemberian air.

1.2.1 Jenis Tanaman


Kebutuhan air untuk berbagai jenis tanaman tidak sama, ada tanaman yang hanya
memerlukan air sedikit untuk pertumbuhannya, ada juga tanaman yang akan tumbuh dengan
baik kalau tanahnya selalu digenangi air dan pemberian airnya untuk jangka waktu tertentu
harus dilakukan terus menerus seperti halnya tanaman padi sawah. Selanjutnya ada tanaman
yang sesudah menghisap air dari dalam tanah tidak memerlukan air yang mengalir diatas
tanah, dan sebaliknya ada tanaman yang tidak dapat menghisap air yang agak dalam dibawah
permukaan tanah. Pada umumnya tanah harus selalu dalam keadaan basah yang sesuai
dengan kebutuhan pertumbuhan dari jenis-jenis tanaman.

1.2.2 Keadaan Medan Tanah


Untuk kemiringan medan tanah agak besar, air yang dialirkan diatasnya relatif akan cepat
hilang mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah, dengan demikian air tidak atau kurang
ada kesempatan untuk meresap ke dalam tanah untuk membasahi tanah tersebut. Untuk
pembasahan yang sama pada tanah-tanah yang kemiringannya besar akan memerlukan air
yang lebih banyak daripada tanah yang datar.

1.2.3 Sifat tanah


Tekstur tanah mempunyai pengaruh yang besar akan kemampuan tanah di dalam menahan
air, jadi akan menentukan kapasitas kapiler tanah. Bilamana tanah mempunyai butir-butir
yang seragam, jadi teksturnya beraturan, maka liang reniknya mempunyai volume yang tidak
ditentukan oleh besarnya butir.
Permeabiltas tanah banyak dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, juga oleh alur-alur
pembajakan, akar-akar tumbuh-tumbuhan, lubang-lubang cacing atau keaktifan jenis
makhluk yang terdapat di dalam tanah. Memelihara permeabiltas tanah pertanian yang baik
untuk sesuatu jenis tanaman akan menjamin hasil baik produksi tanaman.

1.2.4 Cara pemberian air


Cara pemberian air kepada tanaman yang memerlukannya akan mempengaruhi banyaknya air
irigasi yang diperlukan. Pada sistim irigasi yang baik dengan adanya saluran pembawa dan
pembuang akan membutuhkan air irigasi yang lebih banyak. Cara pemberian air secara
bergiliran (rotasi) akan menghemat pemberian air irigasi dari pada dengan cara terus
menerus.

1.2.5 Pengolahan tanah


Cara pengolahan tanah untuk tanaman merupakan hal penting yang perlu mendapat perhatian.
Pengolahan tanah untuk keperluan penanaman padi di sawah akan membutuhkan air irigasi
dari pada pengolahan tanah untuk tanaman palawija. Pada tanaman padi di sawah, banyaknya
keperluan air irigasi untuk pengolahan tanah adalah yang paling besar dan banyaknya air
pada masa pengolahan tanah ini yang paling menentukan didalam perhitungan- perhitungan
kapasitas saluran.

1.2.6 Iklim
Banyaknya hujan yang turun mempengaruhi besarnya air irigasi yang diperlukan untuk
tanaman. Apabila tinggi hujan cukup dan selang waktunya sesuai keperluan air untuk
pertumbuhan tanaman, maka air irigasi yang diperlukan dipengaruhi pula oleh suhu
(temperature), lamanya penyinaran matahari, kelembaban udara, serta kecepatan angin.

1.2.7 Waktu Penanaman


Pada musim hujan air yang diperlukan akan lebih sedikit dari pada waktu musim kemarau.
Pada perhitungan banyaknya air irigasi, hujan yang diperhitungkan adalah hujan efektif, yang
akan dijelaskan kemudian. Waktu menanam mempengaruhi besarnya kebutuhan air irigasi,
termasuk pula sistem pemberian air irigasi, apakah secara terus menerus atau dengan rotasi
dalam pemberian air ke lahan-lahan pertanian, sehingga pemberian air tidak serentak secara
bersamaan akan tetapi diberikan secara bergiliran bagian demi bagian dengan selang waktu
tertentu.

1.2.8 Keadaan saluran dan bangunan


Bilamana keadaan saluran dan bangunan irigasi dalam keadaan kurang baik, maka akan
terjadi banyak kehilangan air baik karena rembesan maupun kebocoran, sehingga akan
mempengaruhi besarnya kebutuhan air irigasi yang diperlukan.

1.2.9 Tujuan Pemberian Air


Dalam Irigasi tujuan pemberian air ada yang untuk membasahi tanah saja, ada juga yang
disamping membasahi tanah juga untuk merabuk. Kalau tujuan pemberian air tersebut
disamping untuk membasahi tanah juga untuk merabuk, maka air yang diperlukan akan
menjadi lebih banyak. Untuk merabuk ini lebih banyak pemberian air akan lebih baik apalagi
bila unsur hara yang diperlukan untuk tanaman tidak terdapat didalam air irigasi.
Apabila air tersebut diperlukan juga untuk menghilangkan zat-zat garam didalam tanah yang
mermbahayakan tanaman dan untuk membersihkan air yang kotor, maka banyaknya air
irigasi yang diperlukan lebih banyak.

KEBUTUHAN AIR KONSUMTIF TANAMAN (Consumtive Use of Water, CU )

Yang dimaksud kebutuhan air konsumtif tanaman adalah banyaknya air yang diperlukan oleh
pertumbuhan tanaman dalam daerah yang diairi. Besarnya kebutuhan air ini tergantung dari
pola tata tanam dan faktor iklim .(Kelembaban udara, temperature, radiasi matahari,
kecepatan angin, dll).
Perhitungan besarnya kebutuhan air ini dapat diformulasikan sebagai berikut :
Cu = k x Et……………………………………………….( 1-1 )
Cu = Consumtive Use
K = Koefisien tanaman, tergantung dari jenis tanamannya
Et = Evapotranspirasi Potensial

Pada gambar 1.1 dan 1.2 dapat dilihat besarnya nilai koefisien masing masing tanaman.
Besarnya nilai Et sangat tergantung dari faktor iklim. Untuk menghitung besarnya Et tersebut
dapat dipergunakan metode Penman, Blaney Criddle, Thorn-waith.

1.3 PERKOLASI

Perkolasi didefinisikan sebagai gerakan air ke bawah dari zone tidak jenuh (antara permukaan
tanah sampai ke permukaan air tanah ) ke dalam daerah jenuh (daerah di bawah permukaan
air tanah ). Perkolasi ini dipengaruhi antara lain oleh:
a. Tekstur tanah, tanah dengan tekstur halus mempunyai angka perkolasi yang rendah,
sedangkan tanah dengan tekstur yang kasar mempunyai angka perkolasi yang besar.
b. Permeabilitas tanah, Angka perkolasi dipengaruhi oleh permeabilitas tanah.
c. Tebal lapisan tanah bagian atas, makin tipis lapisan tanah bagian atas ini makin
rendah/kecil angka perkolasinya.
Perkolasi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perkolasi vertikal dan horizontal. Menurut
hasil penelitian di lapangan, perkolasi vertikal lebih kecil dari pada perkolasi horizontal,
angkanya berkisar antara 3 sampai 10 kali, hal ini terutama untuk sawah-sawah dengan
keadaan lapangan yang mempunyai kemiringan besar yaitu sawah-sawah dengan teras-teras.
Akan tetapi perkolasi horizontal ini, masih dapat dipergunakan lagi oleh petak sawah
dibawahnya sehingga perkolasi horizontal tidak diperhitungkan. Di Jepang menurut hasil
penelitian di lapangan, angka-angka perkolasi untuk berbagai jenis tanah disawah dengan
lapisan tanah bagian atas (top soil) lebih tebal dari 50 Cm adalah sebagai berikut:

Tabel – 1
Perkolasi Vertikal (mm/hari)
Macam Tanah Perkolasi
Sandy loam
Loam
Clay Loam 3 - 6
2-3
1-2
Sumber : Rice Irrigation in Japan, OTCA 1973

Di Indonesia menurut penelitian di lapangan, angka perkolasi ini seperti untuk Proyek Irigasi
Sempor adalah 0,70 mm/hari. Didaerah daratan pantai utara pulau Jawa dari percobaan-
percobaan yang telah dilakukan berkisar 1 mm/hari. Untuk menentukan besarnya perkolasi
secara tepat, satu satunya cara yang diperlukan adalah dengan mengadakan pengukuran di
lapangan.

1.4 PENGOLAHAN TANAH ( Puddling Requirement, Pd ) DAN PEMBIBITAN

Untuk penanaman padi, tanah terlebih dahulu harus diolah, untuk pengolahan tanah
diperlukan air agar tanah tersebut menjadi lembek. Banyaknya air yang diperlukan dalam
periode pengolahan tanah berkisar antara 150-250 mm. Banyaknya air irigasi yang paling
banyak adalah saat terjadi pengolahan tanah, apalagi bila tidak terjadi turun hujan atau waktu
untuk pengolahan tanah tersebut sangat sempit.
Pengolahan tanah pada umumnya dilakukan 20-30 hari sebelum penanaman dimulai
pengolahan tanah ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pembajakan dan panggarukan.
Banyaknya air yang diperlukan untuk saat pengolahan tanah dapat dihitung dari rumus
sebagai berikut :
Wp = [ A . S + A . d (n-1) / 2 ] . 10 (m3)………………………………….(1-2)
Wp = Banyaknya air saat pengolahan tanah
N = Jumlah hari pengolahan tanah
S = Tinggi air untuk pengolahan (mm)
D = Unit water requirement (mm)
(Evapotranspirasi + Perkolasi)
A = Luas daerah yang tanahnya diolah
Banyaknya air untuk pengolahan tanah pada hari ke- X dapat dihitung dari persamaan
sebagai berikut:

W px = A/n [ s + (x-1) d ] 10 m3………………………………...…(1-3)


Sebagai contoh :
n = 7 hari, s=200 mm, d=15mm/hari, A= 2100 Ha
Jumlah air yang diperlukan saat pengolahan tanah :
Wp = [ 2100 x 200 +2100 x 15 (7-1)/2] 10 = 5.145.000 m3
Banyaknya air yang di perlukan untuk pengolahan tanah pada hari ke-7:
Wp7 =2100/7 [200 + (7-1) 15] . 10
= 870.000 m3/hari

1.5. PEMBIBITAN / PERSEMAIAN (Nr)

Pekerjaan persemaian tanaman biasanya bersamaan dengan pekerjaan pengolahan tanah,


tetapi karena kurang tenaga kerja terkadang dilakukan sekitar 5 hari setelah pengolahan tanah
. Untuk persemaian ini biasanya diperlukan waktu 20-25 hari adapun luas yang diperlukan
untuk persemaian pada umumnya 5% dari luas lahan. Sedang kebutuhan air untuk
persemaian lebih kurang 6 mm/hari.

1.6. CURAH HUJAN EFEKTIF (EFFECTIVE RAINFALL, Re )

Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh selama masa pertumbuhan tanaman yang
dapat dipergunakan untuk memenuhi air konsumtif tanaman.

Cara mendapatkan Curah Hujan Efektif banyak metode yang bisa digunakan diantaranya
adalah : Metode Basic Year. Yang terdiri dari :
1. Metode Gulbel.
2. Metode IWAI.
3. Hazen Plotting.
4. Analisa Frekwensi.
5. R 80.

Metode Hazen Plotting


Batasan – batasannya sebagai berikut
1. Curah hujan harian < 5mm dianggap tidak efektif. 2. Curah hujan antara 5 – 36mm
dianggap efektif. 3. Curah hujan yang berturut-turut. • < 30mm dianggap curah hujan efektif.
• Diselinggi satu hari tak hujan masih dianggap efektif. Apabila curah hujan yang beturut
turut CH perhitunganmelebihi : Re = 30 + 6x atau > Re maka CH efektif = CH
perhitungan.

CH berturut-turut• Apabila < Re perhitungan, maka untuk CH yang CH berturut-


turut.diambil nilai 1.7. EFISIENSI IRIGASI. Harga Efisiensi Jenis Efisiensi Tanaman Padi
Tanaman Lain Tingkat Tersier Pengunaan air Di salurkan Efisiensi keseluruhan 95% 90%
85% 80% 75% 60% Tingkat Sekunder Disalurkan Keseluruhan 90% 77% 90% 54% Tingkat
Primer Di salurkan Keseluruhan 90% 70% 90% 50% BAB II PERENCANAAN JARINGAN
IRIGASI 2.1. GAMBAR DAERAH RENCANA Dalam laporan ini, daerah rencana
merupakan suatu daerah yang direncanakan untuk lahan pertanian teknis. Luas daerah kurang
lebih 800 Ha. Daerah rencana ini kondisi geografisnya di bagian selatan berbukit-bukit yang
merupakan daerah hulu, sedangkan di bagian utara terdiri dari tanah datar dan bergelombang
dengan perbedaan elevasi antara 1 sampai 2 meter yang luasnya berkisar 60% dari luas
daerah. Sumber air utama untuk pertanian bergantung pada kapasitas air dari kali yang di
hulu yang mengalir dari bagian selatan menuju daerah yang lebih rendah di sebelah utara.
Bendung direncanakan pada daerah hulu yang merupakan pintu pengambilan air dari kali di
sebelah selatan kemudian dibawa ke saluran primer yang membagi menjadi saluran sekunder
untuk mengairi petak sekunder. Sebagian besar semua daerah dapat diairi karena kemiringan
medan yang merata dan tidak terlalu berbukit-bukit sehingga dengan bantuan gravitasi bumi
(kemiringan medan) daerah irigasi dapat terairi. 2.2. LAY OUTING 2.2.1 Umum Lay outing
atau tata letak jaringan adalah merencanakan tata letak dari saluran -saluran, bangunan-
bangunan irigasi sesuai dengan kondisi geografi atau peta kontur dari daerah yang
direncanakan. Adapun langkah-langkah me-lay out adalah : a. Membuat peta, yang
didalamnya tergambar batas batas daerah yang jelas, letak sungai, bukit desa, jalan dan
sebagainya. b. Menentukan luas dari suatu daerah rencana. c. Mengetahui syarat-syarat luas
daerah rencana, misalnya - Petak primer : 3000 Ha - Petak Sekunder : 750 – 1500 Ha. - Petak
tersier : 50 – 100 Ha. d. Mengetahui kondisi medan secara umum, yang didalamnya terdapat
elemen-elemen medan antara lain : hutan, kuburan, sungai, dan sarana prasarana lingkungan.
Kondisi medan ini menunjukan kemiringan medan dan ditunjukkan dengan anak panah misal
: e. Mengetahui sistim saluran, baik saluran pembawa maupun saluran pembuang. Saluran
pembawa : (1) (2) (3) (4) No 1 dan 2 merupakan jaringan irigasi yang searah. No 3 adalah
yang merupakan jaringan yang ideal karena ekonomis. No 4 sedapat mungkin dihindarkan
karena : • Pendistribusian air menjadi lambat, karena kemiringan medan tidak terlalu besar. •
Kemungkinan penyerobotan air dibagian hilir. 2.2.2 Lay Out Petak Tersier a. Pendahuluan
Perencanaan teknis petak tersier harus menghasilkan perbaikan kondisi pertanian. Masalah-
masalah yang diperkirakan dalam menghalangi tujuan ini harus dikenali dan dipertimbangkan
dalam pembuatan Lay out dan perencanaan jaringan irigasi/ tersier. Untuk merencanakan lay
out aspek-aspek berikut akan dipertimbangkan : • Luas petak tersier • Batas-batas petak
tersier • Bentuk yang optimal • Kondisi medan • Jaringan irigasi yang ada • Ekaploitasi
jaringan Berhubung para petani harus mengelola sendiri jaringan tersier maka kebutuhan
untuk eksploitasi dan pemeliharaan harus dibuat minim. Pembagian harus adil, seimbang dan
efisien. b. Petak Tersier Yang Ideal Petak tersier bisa dikatakan tersier, jika masing-masing
sawah milik petani telah memiliki air sendiri / pengambilan air sendiri dan dapat membuang
kelebihan langsung ke jaringan pembuang. Juga para petani dapat mengangkut hasil pertanian
dan hasil perkebunan dengan peralatan mesin atau ternak mereka ke dan dari sawah melalui
jalan yang ada. Untuk mencapai pola pemilikan yang ideal dalam petak-petak sawah mereka
dengan cara saling menukar bagian tertentu dari sawah mereka atau dengan cara lain menurut
tersebut di atas yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kebalikan dari tersebut di
atas adalah mempertahankan situasi yang lama, dimana hal ini perencanaan yang paling
cocok adalah memperbaiki situasi yang ada tersebut, kemudian diusahakan sedapat mungkin
untuk mencapai karateristik yang ideal misalnya : • Emam sampai delapan pemilikan sawah
yang ada di organisir sendiri • Air diberikan dari saluran kwarter dan kelebihan air dibuang
melalui pembuangan kwarter. • Pembagian air proporsionaldengan box bagi yang dilengkapi
dengan pintu guna memudahkanpembagian air secara berselang seling ke petak-petak
kwarter. c. Ukuran dan Bentuk Petak Tersier dan Kwarter Ukuran petak tersier tergantung
pada besarnya biaya eksploitasi dan pemeliharaan jaringan. Menurut pengalaman ukuran
optimum suatu petaktersier adalah 50-100 Ha, ukuran dapat ditambah sampai dengan
maksimum 150 Ha jika keadaan topografi memungkinkan demikian. Dipetak tersier yang
kecil, efisiensi irigasi menjadi tinggi karena : • Saluran-saluran yang lebih pendek
menyebabkan kehilangan air yang lebih sedikit. • Diperlukan lebih sedikit titik pembagian
air. • Lebih sedikit petani yang terlibat, jadi kerja lebih baik. • Pengaturan air yang lebih baik
sesuai dengan kondisi tanaman. • Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas
desa. Bentuk optimum suatu petak tergantung dari biaya minimum pembuatan saluran, jalan
dan box bagi. Apabila saluran kwarter diberi air dari saluran tersier, maka panjang total jalan
dan saluran menjadi minimum. Dengan dua saluran tersier untuk areal yang sama, maka
panjang total saluran dan jalan bertambah. Bentuk optimum petak tersier adalah bujur
sangkar karena pembagian air akan menjadi sulit pada petak tersier dalam bentuk
memanjang. Ukuran petak tersier dan kwarter tergantung pada ukuran sawah, keadaan
topografi, tingkat teknologi yang ada, kebiasaan yang ada, kebiasaan bercocok tanam,
biasanya pelaksanaan dan sistim pembagian air secara efisien. Jumlah petani-petak kwarter
sebaiknya tidak boleh lebih dari 30 orangagar koordinasi antara petani baik. Ukuran petak
sebiknya tidak lebih boleh dari 15 Ha agar pembagian air menjadi lebih efisien. Ukuran
optimum petak kwarter adalah 8-15 Ha. kriteria umum untuk mengembangkan petak tersier: •
Ukuran petak tersier 50 – 100 Ha. • Ukuran petak kwarter 8 -15 Ha. • Panjang saluran tersier
lebih kecil dari 1500 m. • Jarak antara saluran kwarter dan pembuang kurang dari 300 m. d.
Batas Petak Batas-batas petak tersier didasarkan pada kondisi topografi. Daerah tersebut
hendaknya diatur sebaik mungkin, sehingga petak tersier dalam satu daerah administrasi desa
agar eksploitasi jaringan lebih mudah. Jika ada dua desa pada petak tersier yang sama
diajurkan untuk membagi petak menjadi dua sub petak tersier yang berdampingan sesuai
dengan arah desa masing-masing. Batas-batas petak kwarter biasanya akan berupa saluran
irigasi dan saluran pembuang yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi tersier,
pembuang tersier atau yang mengikuti kemiringan medan. e. Identifikasi Daerah-daerah Yang
Dialiri Dibeberapa petak tersier pada bagian-bagian yang tidak dialiri karena alasan-alasan
tertentu, misalnya : • Tanah tidak cocok untuk tanaman pertanian • Muka tanah terlalu tinggi
• Tak ada petani penggarap • Tergenang air Harus dicek apakah daerah-daerah ini tidak diairi
selamanya, atau untuk sementara waktu saja,jika sudah jelas tidak ditanami damasa yang
akan dating,maka derah itu ditandai pada petak dan tidak ada fasilitas irigasi yang akan
diberikan. Kecocokan tanah di seluruh daerah dipelajari dan dibuat rencana optimalisasi
pemanfaatan air irigasi yang tersedia. Berdasarkan hasil penilaian ini dapat diputuskan
apakah akan dibuat jaringan tersier atau tidak. f. Trase Saluran Ada dua hal yang perlu
dipertimbangkan dalam perencanaan trase saluran ini yaitu : 1. Daerah yang sudah diairi 2.
Daerah yang belum diairi Dalam hal mana yang pertama, trase saluran kurang lebih sudah
tetap, tetapi saluran-salurannya perlu ditingkatkan atau diperbesar disini sedapat mungkin
trase saluran akan mengikuti yang ada. Jika daerah baru akan dibangun maka kriteri umum
yang diberikan di bawah ini akan sangat membantu. Aturan yang akan sebainya diikuti
daerah baru adalah menetapkn lokasi saluran pembuang terlebih dahulu, ini biasanya sudah
ada di daerah tadah hujan. 3.2.3 Lay Out Jaringan Irigasi Saluran irigasi tersier adalah saluran
pembagi yang membawa air dan mengambil air dari bangunan sadap melalui box atau sampai
box terakhir, pada tanah terjal saluran mengikuti kemiringan medan, sadangkan pada tanah
bergelombang atau datar saluran mengikuti kaki bukit atau tempat-tempat yang tinggi. Box
kwarter akan memberikan air ke saluran saluran kwarter. Saluran-saluran kwarter adalah
saluran saluran bagi, umumnya dimulai dari box sampai ke saluran pembuang. Panjang
maksimum yang diijinkan adalah 500m karena jika ada suatu hal yang istimewa. Didasarkan
di daerah yang terjal saluran kwarter biasanya merupakan saluran garis tinggi yang tidak
memerlukan bangunan terjun, jika hal ini tidak mungkin maka saluran kwarterbiasanya
dibuat mengalir mengikuti kemiringan medan dangan menyediakan bangunan terjun rendah
yang sederhana. Pada tanah yang bergelombang saluran kwarter mengikuti kaki bukit atau
berdasarkan berdampingan dengan saluran tersier. Bangunan ditempatkan di ujung saluran
irigasi kwarter yang bertemu pada saluran pembuang dan berfungsi untuk mencegah agar
debit kecil tidak terbuang pada ujung saluran pembuang. Didaerah terjal, saluran kwarter juga
diperoleh untuk di pakai sebagai saluran pembuang kwarter. 3.2.4 Lay Out Saluran
Pembuang Saluran pembuang intern harus sesuai dengan kerangka kerja saluran primer.
Jaringan tersier dipakai untuk : • Mengeringkan sawah. • Membuang kelebihan air hujan •
Membuang kelebihan air irigasi. Saluran pembuang kwarter biasanya berupa saluran buatan
yang merupakan garis tinggi pada medan terjal atau alur alami kecil medan yang
bergelombang. Kelebihan air ditampung langsung dari sawah di daerah atas atau searah
saluran pembuang cacingan di daerah sawah. Saluran tersier menampung air dari saluran
pembuang kwarter sering merupakan batas antara petak-petak tersier. Saluran pembuangan
tersier biasanya merupakan saluran yang mengikuti kemiringan medan.diusahakan agar
saluran irigasi dan pembuang tidak saling bersebelahan karena saluran pembuang dapat
mengikis dan merusak saluran irigasi, jika hal ini tidak mungkin dan kalau ada kemiringan
hidrolis antara saluran irigasi akan banyak mengalami kehilangan air akibat rembesan dan
kemungkinan bisa runtuh. Jarak antara saluran irigasi dan pembuangan hendaknya cukup
jauh agar kemiringan hidrolis tidak kurang. Berikut ini diberikan paduan untuk menentukan
trase saluran baru atau saluran tambahan : • Sedapat mungkin ikuti batas-batas sawah. •
Rencanakan saluran irigasi pada punggung medan dan saluran pembuangan pada daerah
lembah / depresi. • Hindari persilangan dengan salura pembuangan. • Saluran irigasi sedapat
mungkin mengikuti kemiringan medan. • Saluran irigasi tidak boleh melewati petak-petak
tersier yang lain. • Hindari pekerjaan tanah yang besar. • Batasi jumlah bangunan. • Batas-
batas petak tersier-tersier dan kwarter, batas-batas tiap sawah, batas-batas desa danindekasi
daerah yang bisa diairi dan yang tidak bisa diairi. • Saluran-saluran primer, sekunder, tersier
primer serta saluran pembuang. • Semua bangunan termasuk indikasi type bangunan seperti
box tersier, gorong-gorong, jembatan dll. • Jalan-jalan inspeksi dan jalan petani. • Sistim tata
nama (nomenklatur) saluran pembuang dan bangunan. • Ukuran petak tersier dan masing-
masing petak kwarter. 2.3. SKEMA JARINGAN IRIGASI Skema jaringan irigasi merupakan
bagian dari tahap perencanaan irigasi yang berupa tentang jalannya air dari pembendungan,
dibawa oleh saluran pembawaprimer, sekunder, tersier, dan kwarter sampai pada laha yang
diairi. Dalam skema jaringan juga luas tiap-tiap petak tersier, disertai pula nomen klatur, dari
setiap saluran dan bangunan yang ada. Keterangan lain dapat dilihat pada skema jaringan
irigasi yang dibuat pada laporan ini. 2.4. PETAK TERSIER PERCONTOHAN Petak tersier
adalahpetak dasar dari jaringan irigasi. Petak ini merupakan bagian dari daerah yang
mendapat air irigasi dari bangunan sadap tersier dan dilayani oleh satu jaringan irigasi
(jaringan tersier). Petak tersier dibagi-bagi menjadi petak-petak kwarter. Petak sub tersier
diterapkan hanya apabila petak tersier berada di dalam daerah administrasi yang meliputi dua
desa atau lebih. Jaringan tersier terdiri dari : • Jaringan Bagi : Saluran dan bangunan yang
membawa dan membagi air dari bangunan sadap tersier ke petak kwarter (saluran tersier). •
Jaringan Pemakai : Saluran dan bangunan yang membawa air dari bangunan bagi ke petak
sawah. • Jaringan Pembuang : Saluran dan pembangun yang membuang kelebihan air dari
petak sawah ke saluran pembuang. Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier
pada jaringan utama ke petak kwarter. Batas-batas ujung tersier dalam box bagi kwarter yang
terakhir, Para petani tidak diperkenakanmengambil dari saluran tersier. Saluran pembawa
membawa air dari box bagi kwarter melalui lubang sadap sawah atau saluran cacingan ke
sawah-sawah. Jika pemilikan sawah terletak lebih dari 5m dari saluran kwarter, saluran
kwarter sebaiknya berakhir di saluran pembuang agar air irigasi yang terpakai dapat dibuang
supaya tidak tergerus, diperlukan bangunan akhir. Box kwarter hanya membagi air irigasi
antara saluran kwarter dan saluran tersier. Saluran pembuang kwarter terletak di dalam petak
tersier untuk menampung air langsung dari sawah dan membuang air itu ke saluran
pembuang tersier. Saluran pembuang tersier terletak di antara petak-petak tersier dari jaringan
irigasi sekunder yang sama, serta menampung air dari saluran pembuang kwarter maupun
langsung dari sawah. BAB III PERENCANAAN SALURAN IRIGASI Umum Untuk
membawa air dari sumbernya hingga ke petak tersier sawah diperlukan adanya saluran
irigasi. Saluran-saluran itu adalah saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan
saluran kwarter. Sedangkan air yang tidak berguna bagi tanaman dibuang melalui saluran
pembuang ( Drainase ). Dengan dibuatnya saluran pembuang itu, diharapkan tidak terjadi
genangan pada petak-petak sawah yang dapat berakibat mati atau menurunnya produksi
tanaman. Pada masing-masing saluran diatas dilengkapi dengan berbagai macam bangunan
yang berfungsi untuk mempermudah air pada saluran yang lebih kecil, atau pada petak
sawah. Berdasarkan hal diatas dapat diartikan bahwa seluruh saluran beserta bangunannya
dalam suatu daerah irigasi disebut jaringan irigasi. Adapun yang dimaksud bangunan irigasi
disini adalah : 1. Bangunan Utama 2. Bangunan Persilangan 3. Bangunan Bagi 4. Bangunan
Sadap 5. Bangunan Pengatur Muka 6. Bangunan Pengukur Debit dan lain-lain. Kriteria dan
kemantapan perencanaan teknis dari suatu saluran dalam suatu jaringan irigasi teknis mutlak
diperlukan, oleh karena yang dimaksud dengan saluran disini adalah yang mampu menahan
erosi. Analisa teknis perencanaan dimensi yang perlu dilakukan antara lain : 1. Tipe Saluran
yang paling cocok 2. Efisiensi Hidrolis 3. Metode pelaksanaan yang paling efektif dan efisien
4. Ekonomis Untuk menunjang perencanan teknis tersebut, maka faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam merencanakan saluran adalah : 1. Macam material yang membentuk
tubuh saluran untuk menentukan koefisien kekerasan. 2. Kecepatan aliran minimum yang
diijinkan agar tidak terjadi pengendapan apabila air mengandung Lumpur dan sisa kotoran. 3.
Kemiringan dasar dan dinding saluran. 4. Tinggi jagaan (free board) 5. Penampung yang
paling efisien, baik hidrolis maupun empiris Perlu diperhatikan pula alternatif pemilihan
bangunan pelengkap dalam saluran, tanpa mengabaikan keempat analisa teknis diatas.
Terkadang dalam perencanaan ini jarang dilakukan sistem coba banding alternatif, untuk
memperoleh perencanaan yang optimal. Dengan memperhitungkan faktor-faktor tersebut
diatas diharapkan kita akan mendapatkan suatu saluran yang betul-betul mampu membawa
debit yang kita rencanakan dari bangunan pengambilan utama sampai ke tempat yang
memerlukan air tersebut, tanpa menimbulkan efek yang kurang baik terhadap daerah yang
dilewatinya, misalnya banjir. Dalam jaringan irigasi dibedakan menjadi beberapa macam
saluran pembawa sesuai dengan fungsinya : Saluran Primer : Membawa air dari bangunan
utama sampai bangunan terakhir. Saluran Sekunder : Membawa air dari bangunan bagi pada
saluran primer sampai bangunan bagi atau sadap akhir. Saluran Tersier : Saluran yang
berfungsi mengairi suatu petak tersier yang mengambil airnya dari saluran sekunder maupun
primer. Saluran Kwarter : Saluran dari mana sawah mengambil air secara langsung. 3.1
MACAM-MACAM SALURAN Berdasarkan material yang membentuk tubuh saluran
macamnya saluran adalah sebagai berikut : 3.1.1 Saluran Tanah Saluran tanah sudah umum
dipakai untuk saluran irigasi, karena biayanya jauh lebih murah jika dibandingkan dangan
saluran pasangan. Sedangkan kapasitas dari saluran tersebut ditentukan oleh luas area (A),
angka pemberian (q) dan koefisien lengkung tegal (c). kecepatan minimum V = 0.25 m/det.
Lebar dasar minimum b = 0.30m, sedangkan kriteria perbandingan b dan h, freeboard,
kecepatan air, kemiringan talud tergantung pada debit yang dibawa oleh saluran tersebut.
3.1.2 Saluran Pasangan Saluran ini dibuat apabila talud mudah longsor, tanahnya porous dan
mengandung zat-zat yang merusak atau merugikan tanaman, hewan maupun manusia.
Bahannya dapat dibuat dari pasangan batu, beton, aspal maupun blok-blok batu. Kecepatan
maksimum bahan : 1. pasangan batu V = 2.0m/det 2. beton V = 3.0m/det Kemiringan talud
bisa dibuat lebih tegak dari saluran tanah. 3.1.3 Saluran Terowongan (TUNNEL) Saluran
Tertutup Terowongan dibuat apabila penggalian saluran terlalu dalam ( > 15 m ) ataupun bila
saluran melalui batuan keras. Sedangkan saluran tertutup dibuat apabila tanggul saluran
mudah longsor dan juga dalam keadaan dimana saluran berada dibawah muka air tanah
maksimum dihilir bendung.

Dinding saluran bisa menggunakan pasangan batu atau beton, bentuk saluran disesuikan
dengan kondisi medan.
Kecepatan air = 3 m/det. Apabila terjadi belokan, maka jari-jari lengkungnya dibuat sebesar
mungkin.

Susunan saluran
Eksploitasi atau jaringan irigasi, sekema jalannya air dari sungai atau sumber air dapat
disusun sebagai berikut :
a. Bangunan pengambilan
Merupakan salah satu jenis bangunan utama disisi sungai yang berfungsi memberikan air
irigasi yang dibutuhkan. Bangunan pengambilan ini bisa berupa Free Intake atau bendung,
dan pemilihanya tergantung pada tinggi rendahnya muka air sungai.
b. Bangunan pembawa
Adalah saluran yang berfungsi membawa air dari bangunan utama sampai ketempat yang
memerlukan. Saluran pembawa ini berupa
• Saluran primer
• Saluran sekunder
• Saluran tersier
• Saluran kwarter
Untuk daerah irigasi dimana diperkirakan air irigasinya banyak membawa Lumpur,
kemungkinan diperlukan bangunan yang disebut pengendap lumpur atau kantong Lumpur.
Bangunan ini adalah bagian dari saluran primer di hilir, bangunan pengambilan memberi
kesempatan bagi Lumpur yang kasar memperhalus untuk mengendap. Pada waktu-waktu
tertentu saluran ini dikuras secara hidrolis atau mekanis.

c. Bangunan Bagi
Adalah bangunan yang terletak pada saluran primer yang membagi air ke saluran-saluran
sekunder atau pada saluran sekunder ke saluran sekunder lainya.
d. Bangunan sadap
Bangunan yang terletak pada saluran primer atau[un sekunder yang memberi air saluran
tersier.
e. Bangunan Box
Fungsi dari bangunan box tersier atau kwarter untuk membagi air ke saluran kwarter atau
langsung ke sawah.

3.2 BENTUK SALURAN


Bentuk penampang saluran direncanakan yang paling efisien, baik secara hidrolis maupun
empiris. Penampang saluran tersebut bisa berbentuk :
• Segitiga
• Segiempat
• Trapezium
• Setengah lingkaran
• Ellips
• Dan sebagainya
Pemilihan bentuk penampang saluran berdasarkan pada bentuk penampang yang ekonomis
dan mampu untuk membawa debit rencana. Syarat dari penampang ekonomis tersebut adalah
bahwa penampang basah dari saluran minimum.

3.3 TEORI PERENCANAAN SALURAN


3.3.1 Rumus de Chrezy

V = R.SC

Dimana :
V = Kecepatan aliran ( m/det ; fps )
R = Jari-jari hidrolis ( m ; ft )
S = Kemiringan aliran = kemiringan dasar saluran
C = Faktor tahanan aliran, tergantung dari :
• Kecepatan rata-rata V
• Jari-jari hidrolis R
• Kekasaran dasar satuan n
• Viskositas
Dalam mencari harga C dapat di gunakan rumus-rumus sbb :
• Rumus Ganguilet – kulter yang dinyalakan dalam satuan Inggris

Dimana :
n adalah koefisien Kutter, yang besarnya sama dengan koefisien Manning n.

• Rumus Bazin, dinyatakan dalam satuan English


(Satuan English)

(Satuan Matriks)

Dimana n adalah koefisien kekasaran dan besarnya dapat dilihat pada table di bawah ini :

Tabel Koefisien Kekasaran n

Macam dasar saluran m


Kayu yang disemen secara sangat halus
Kayu yang tidak rata, beton atau bata
Pasangan batu, pasangan bata
Tanah dalam keadaan baik
Tanah dalam keadaan biasa
Tanah dalam keadaan tidak teratur 0.11
0.21
0.83
1.54
2.36
3.17

• Powell Formula
(English)

Dimana :
Re = angka Reynold VRP
R = jari-jari hidrolis ( ft )
E = Roughness
= density
= dynamic viscosity

Tabel Roughness = E
Keadaan Saluran E
Lama Baru
Permukaan bersemen halus 0.0002 0.0004
Saluran kayu yang ridak rata 0.0010 0.0017
Saluran dengan pasangan beton 0.0040 0.0060
Saluran tanah lurus dan uniform 0.0040
Saluran tanah yang dikeruk 0.0100

3.3.2 Manning
Rumus ini dikembangkan untuk pendimensian saluran, rumus ini diperkuat dari 170
penelitian serta data-data dari Bazin.
Bentuk dari manning sebagai berikut :

R2/3 S1/2 …………….English Unit

R2/3 S1/2 …………….Matric Unit


Dimana :
V = kecepatan aliran ( m/det ; fps )
R = jari-jari hidrolis ( m ; ft )
S = kemiringan dasar saluran
n = koefisien kekerasan Manning
Karena bentuk yang sederhana serta menghasilkan suatu perhitungan yang memuaskan, maka
rumus ini sangat luas digunakan sebagai rumus aliran uniform dalam perhitungan aliran
saluran terbuka. Dalam menggunakan rumus Manning kesulitan yang timbul ialah dalam
mnentukan ketahanan dari saluran terhadap saluran.
Tiga orang ahli telah menentuka besarnya koefisien kekerasan Manning tersebut, yaitu
COWAN, HORTON, SCOBY dan RAMSER.
Perhitungan n dengan memakai rumus Manning dapat mempergunakan dua cara , yaitu :
• Perhitungan cara Analis
• Perhitungan cara grafis ( nomogram )

3.3.3 Rumus Strickler


Rumus ini ditentukan pada tahun 1923, bentuknya hampir sama dengan rumus Manning
V = K R2/3 S1/2
Dimana :
V = kecepatan aliran ( m/det ; fps )
K = koefisien kekerasan
R = jari-jari hidrolis ( m ; Ft )
S = kemiringan saluran
Perhitungan diatas dapat pula dengan memakai Nomogram ( grafis )

Tabel harga K untuk saluran secara umum


Macam Dasar Saluran K
Saluran dengan dinding tidak teratur.
Sungi dengan dinding tidak teratur.
Saluran tersier dengan tangkis baru.
Saluran baru tak bertangkis.
Saliran induk dan sekunder dengan Q = 7.5 m3 / det.
Saluran terpelihara dengan Q = 10 m3 / det.
Saluran dengan pasangan batu belah dan plesteran yang baik / beton yang tidak diplester.
Beton licin / papan kayu.
36
38
40
43 ½
45 – 47
½
50

60
90

Tabel hubungan Q dan m

Q ( m3 / det ) m = b / h
0 - 0.5 1
0.5 - 1 1.5
1 - 1.5 2
1.5 - 3 2.5
3 - 4.5 3
4.5 - 6 3.5
6 - 7.5 4
7.5 - 9 4.5
9 - 11 5

Saluran tersier yang dasar salurannya lempung :


K = 40. P = 1 ; P adalah kemiringan talud ; b/h = 1 ; 1,5 ; 2

3.4 Kriteria Perencanaan Saluran Pembawa


Yang termasuk dalam saluran pembawa seperti yang diuraikan diatas adalah : saluran primer,
saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Selanjutnya akan dibahas dibawah ini
tentang beberapa point saluran pembawa.

3.4.1 & 3.4.2 Debit Rencana dan Dimensi Saluran


Berdasarkan perhitungan kebutuhan air pada tugas irigasi I, telah didapatkan q = 1.5 lt/dt/ha
yang dijadikan patokan perhitungan debit rencana ataupun dimensi saluran.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui luas areal yang diairi, maka dapat ditentukan
besarnya debit rencana ataupun dimensi saluran.
Sedangkan untuk mendimensi saluran dipakai dasar-dasar sebagai berikut :
a. Didasarkan pada aliran seragam ( uniform flow )
b. Besarnya kecepatan ditentukan berdasarkan pengalaman dari De Vos, yang dilihat pada
table di bawah ini :

Debit (Q) m3 / dt. Kecepatan aliran (m/dt.)


0 - 0.15 0.25 - 0.30
0.15 - 0.30 0.30 - 0.35
0.30 - 0.40 0.35 - 0.40
0.40 - 0.50 0.40 - 0.45
0.50 - 0.75 0.45 - 0.50
0.75 - 1.50 0.50 - 0.55
1.50 - 3.00 0.55 - 0.60
3.00 - 4.50 0.65 - 0.70
4.50 - 6.00 0.70 -
6.00 - 7.50 0.70 -

c. Luas daerah irigasi seperti pada tugas Irigasi I.


d. Saluran primer dan sekunder berupa pasangan batu kali.

3.4.3 Kecepatan Aliran


Kecepatan rata-rata yang diperkenankan berada antara kecepatan minimal dan maksimal atau
antara 0.45 – 0.9 m / det. Tergantung pada jenis tanah (Ir. Th. D. Van Maanen, 1931 ).
a. Pengendapan Lumpur, pada kecepatan minimal Lumpur tidak mengendap ke dasar.
b. Pengikisan dasar saluran, pada kecepatan maksimal aliran air belum mengikis dasar
saluran.

3.4.4 Kemiringan Dinding Saluran.


Kemiringan dinding saluran ini tergantung pada :
a. Macam material yang membentuk tubuh saluran
b. Kehilangan air akibat rembesan
c. Geometri dari saluran
d. Cara kontruksi
Ukuran saluran dengan Geometri normal USBR menggunakan angka 1½ : 1 yaitu cotangen
sudut lereng. Keuntungan dari lereng ini adalah hampir cocok untuk segala macam material.
Untuk saluran yang tak tahan erosi maka penentuan pilihan kemiringan saluran ini harus
diteliti secara khusus agar mendapatkan kestabilan yang memuaskan.
3.4.5 Jagaan
Yang di maksud dengan jagaan adalah jarak dari puncak tanggul sampai tinggi muka air
perencanaan.
Tujuan untuk mencegah peluapan air akibat :
a. Gelombang atau fluktuasi permukaan air.
b. Kenaikan air pada belokan bagian cembung pada saat air mempunyai kecepatan besar serta
sudut defleksi yang besar pula.
c. Bila air mendekati kecepatan kritis maka bila ada halangtan sedikit saja akan terjadi
hydraulic jump.
d. Sebab-sebab alamiah yaitu yang disebabkan oleh gerakan air oleh pasang sudut dsb.
Tinggi jagaan ini umumnya dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan mengenai besarnya
serta lokasi dari saluran, penambahan air akibat hujan, fluktuasi permukaan air tanah, gerakan
angina, karakteristik tanah, gradient rembesan, persyaratan mengenai jalan serta bahan-bahan
atau material setempat.
Untuk menetapkan tinggi jagaan dapat dilihat pada table dibawah ini :

Tabel Tinggi Jagaan


Debit Saluran (m3/dt.) Jagaan (m)
Saluran tersier Q = 0.5 0.30
Saluran sekunder Q = 0.5 0.40
Saluran induk dan sekunder
Q = 0.5 - 1 0.50
Q = 1 - 2 0.60
Q = 2 - 3 0.60
Q = 3 - 4 0.60
Q = 4 - 5 0.60
Q = 5 - 10 0.75
Q = 10 - 25 0.75 - 1.00
Q = 25 - 100 1.00

3.4.6 Tanggul
Lebar tanggul saluran irigasi dibuat sedemikian rupa hingga dapat dilalui orang. Dan lebar
tanggul tidak diberi lapisan. Yang dimaksud lapisan ini adalah lapisan untuk penempatan
mesin-mesin untuk pembuatan lapisan keras yang tebalnya berkisar 1.00 sampai 2.00 meter.

Syarat teknis Saluran Kwarter


• Kecepatan minimum = 0,2 m/det
• Lebar minimum dasar saluran = 0,3 m
• Lebar dasar saluran ( b ) = Kedalaman saluran ( h )
3.5 Perhitungan Perencanaan Saluran Irigasi
Luas lahan :
A1 = 14,95 Ha A2 = 14,29 Ha
B1 = 11,16 Ha B2 = 12,19 Ha
C1 = 14,22 Ha C2 = 14,40 Ha
D1 = 10,58 Ha D2 = 13,46 Ha

Menentukan kapasitas rencana dan dimensi dasar saluran :


Perhitungan dimensi saluran menurut syarat minimum
Asumsi
B=H
Bmin = 0,3
A = (2B + 2H) H
2
A = (2H + 2H) H
2
A = 2H2 = 2B2
Amin = 2 (0,3)2
= 0,18 m2

Vmin = 0,2 m/dt


Qmin = Amin – Vmin
= 0,18 x 0,2
= 0,036 m3/dt

Untuk saluran a1 :
Luas Area yang akan diairi : 14,95 Ha
q = 1,5 lt/dt/ha
Q=qxA
= 1,5 x 14,95 Ha = 22,425 lt/dt
karena nilai Q dari saluran a1 lebih kecil dari Qmin, maka Q yang diperlukan untuk saluran
a1 adalah Qmin yaitu sebesar 0,036 m3/dt atau 36 lt/dt.
Perhitungan Dimensi Saluran
Untuk saluran dengan Qmin = 36 lt/dt
Diambil perbandingan B = 1,5 H

A = (2B + 2H) H
2
A = (2 . 1,5H + 2H) H
2
A = 2,5H2

P = B + 2H√ (m2 + 1)
P = 1,5H + 2H√ (12 + 1)
P = 4,328H

R=A/P
= 2,5H2 / 4,328H
= 0,58H

Q=A*V
V = K * R2/3 * S1/2

Q = A (K * R2/3 *S1/2)
Dimana : K = 30 dan S = 0,0021/2
0,036 = 2,5H2 (30 * 0,58H2/3 * 0,0021/2)
0,036 = 3,354H2 (0,58H)2/3
0,036 = 1,945H8/3

H = (0,036/1,945)3/8
= 0,224 m

B = 1,5H
= 1,5 x 0,224
= 0,336 m

Cek terhadap Vmin :


V = K *R2/3 * S1/2
V = 30 * 0,58H2/3 * 0,0021/2
V = 30 * (0,58 x 0,224)2/3 * 0,0021/2
V = 0,344 m/dt > 0,2 m/dt ……… OK

Saluran Bs – T1

Luas area yang akan diairi :


A1 + A2 + B1 + B2 + C1 + C2 + D1 + D2
14,95 + 14,29 + 11,16 + 12,19 + 14,22 + 14,40 + 10,58 + 13,46 = 105,25 Ha
Q=q*A
= 1,50 x 105,25 Ha
= 157,88 lt/dt = 0,15788 m3/dt
Perhitungan Dimensi Saluran :

Diambil perbandingan B = 1,5 H

A = (2B + 2H) H
2
A = (2 . 1,5H + 2H) H
2
A = 2,5H2

P = B + 2H√ (m2 + 1)
P = 1,5H + 2H√ (12 + 1)
P = 4,328H

R=A/P
= 2,5H2 / 4,328H
= 0,58H

Q=A*V
V = K * R2/3 * S1/2

Q = A (K * R2/3 *S1/2)
Dimana : K = 30 dan S = 0,0021/2
0,15788 = 2,5H2 (30 * 0,582/3 * 0,0021/2)
0,15788 = 3,354H2 (0,58H)2/3
0,15788 = 1,945H8/3

H = (0,15788/1,945)3/8
= 0,390 m

B = 1,5H
= 1,5 x 0,390
= 0,585 m
Cek terhadap Vmin :
V = K *R2/3 * S1/2
V = 30 * 0,58H2/3 * 0,0021/2
V = 30 * (0,58 x 0,390)2/3 * 0,0021/2
V = 0,498 m/dt > 0,2 m/dt ……… OK

Saluran T1 – T2

Luas area yang akan diairi :


B1 + B2 + C1 + C2 + D1 + D2
11,16 + 12,19 + 14,22 + 14,40 + 10,58 + 13,46 = 76,01 Ha
Q=q*A
= 1,50 x 76.01 Ha
= 114,02 lt/dt = 0,11402 m3/dt
Perhitungan Dimensi Saluran :

Diambil perbandingan B = 1,5 H

A = (2B + 2H) H
2
A = (2 . 1,5H + 2H) H
2
A = 2,5H2

P = B + 2H√ (m2 + 1)
P = 1,5H + 2H√ (12 + 1)
P = 4,328H

R=A/P
= 2,5H2 / 4,328H
= 0,58H

Q=A*V
V = K * R2/3 * S1/2

Q = A (K * R2/3 *S1/2)
Dimana : K = 30 dan S = 0,0021/2
0,11402 = 2,5H2 (30 * 0,582/3 * 0,0021/2)
0,11402 = 3,354H2 (0,58H)2/3
0,11402 = 1,945H8/3

H = (0,11402/1,945)3/8
= 0,345 m

B = 1,5H
= 1,5 x 0,345
= 0,518 m

Cek terhadap Vmin :


V = K *R2/3 * S1/2
V = 30 * 0,58H2/3 * 0,0021/2
V = 30 * (0,58 x 0,345)2/3 * 0,0021/2
V = 0,459 m/dt > 0,2 m/dt ……… OK

Saluran T2 – T3

Luas area yang akan diairi :


C1 + C2 + D1 + D2
14,22 + 14,40 + 10,58 + 13,46 = 52,66 Ha
Q=q*A
= 1,50 x 52,66 Ha
= 78,99 lt/dt = 0,07899 m3/dt
Perhitungan Dimensi Saluran :

Diambil perbandingan B = 1,5 H

A = (2B + 2H) H
2
A = (2 . 1,5H + 2H) H
2
A = 2,5H2

P = B + 2H√ (m2 + 1)
P = 1,5H + 2H√ (12 + 1)
P = 4,328H

R=A/P
= 2,5H2 / 4,328H
= 0,58H

Q=A*V
V = K * R2/3 * S1/2
Q = A (K * R2/3 *S1/2)
Dimana : K = 30 dan S = 0,0021/2
0,07899 = 2,5H2 (30 * 0,582/3 * 0,0021/2)
0,07899 = 3,354H2 (0,58H)2/3
0,07899 = 1,945H8/3

H = (0,07899/1,945)3/8
= 0,301 m

B = 1,5H
= 1,5 x 0,301
= 0,452 m

Cek terhadap Vmin :


V = K *R2/3 * S1/2
V = 30 * 0,58H2/3 * 0,0021/2
V = 30 * (0,58 x 0,301)2/3 * 0,0021/2
V = 0,419 m/dt > 0,2 m/dt ……… OK

Saluran T3 – T4

Luas area yang akan diairi :


D1 + D2
10,58 + 13,46 = 24,04 Ha
Q=q*A
= 1,50 x 24,04 Ha
= 36.06 lt/dt = 0,03606 m3/dt
Perhitungan Dimensi Saluran :

Diambil perbandingan B = 1,5 H


A = (2B + 2H) H
2
A = (2 . 1,5H + 2H) H
2
A = 2,5H2
P = B + 2H√ (m2 + 1)
P = 1,5H + 2H√ (12 + 1)
P = 4,328H
R=A/P
= 2,5H2 / 4,328H
= 0,58H

Q=A*V
V = K * R2/3 * S1/2
Q = A (K * R2/3 *S1/2)
Dimana : K = 30 dan S = 0,0021/2
0,03606 = 2,5H2 (30 * 0,582/3 * 0,0021/2)
0,03606 = 3,354H2 (0,58H)2/3
0,03606 = 1,945H8/3

H = (0,03606/1,945)3/8
= 0,224 m

B = 1,5H
= 1,5 x 0,224
= 0,336 m

Cek terhadap Vmin :


V = K *R2/3 * S1/2
V = 30 * 0,58H2/3 * 0,0021/2
V = 30 * (0,58 x 0,224)2/3 * 0,0021/2
V = 0,344 m/dt > 0,2 m/dt ……… OK

Tabel Dimensi Saluran


BAB IV
KRITERIA DESAIN BANGUNAN DALAM SALURAN IRIGASI

4.1 UMUM

Pada dasarnya pendistribusian air irigasi tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh sawah atau
yang membutuhkan lainnya. Hal itu disebabkan oleh kondisi medan yang tidak
memungkinkan, sehingga diperlukan bangunan-bangunan irigasi supaya air dapat
dimanfaatkan oleh yang membutuhkannya separti para petani.

Bangunan irigasi tersebut mulai dari pintu pengambilan sampai pada saluran kwarter dimana
sawah mengambil airnya. Sedang macam-macamnya bangunan irigasi tersebut sudah
disinggungpada bab terdahulu, dan bab ini akan dijelaskan mengenai difinisi tiap macam
konstruksi dan kritiria perencanaannya.

4.2 PINTU PENGAMBILAN / INTAKE

Dibangun untuk dapat mengatur banyaknya air yang masuk saluran sesuai dengan yang
dibutuhkan dan menjaga air banjir tidak ke dalam saluran. Ukuran pintu pengambilan
dihitung berdasarkan debit maxsimum yang akan dialirkan ke dalam saluran primer, dengan
rumus pengaliran untuk ambang lebar dan sempurna. Pintu ini dari jenis pintu sorong.

Adapun rumus yang digunakan adalah :


Q=M*b*h√(2*g*z)
Dimana :
Q = debit saluran primer ( m3 / det )
M = 0,85
b = lebar pintu ( m )
h = tinggi bukaan pintu ( m )
z = tinggi tekan = 0.05
g = 9.81 m / det2

4.3 BANGUNAN BAGI

Prinsip bangunan bagi adalah untuk membagi air dari saluran primer / sekunder ke saluran
sekunder / tersier. Bangunan bagi dilengkapi dengan pintu dan alat ukur. Waktu debit kecil,
muka air akan turun. Pintu diperlukan untuk menaikan kembali muka air sampai batas yang
diperlukan. Pintu ini dibuat pada bagian saluran yang menembus. Pada cabang saluran
dibangun alat ukur guna mengukur debit yang akan dialirkan melalui saluran yang
bersangkutan sesuai dengan kebutuhan air irigasi di sawah yang akan diairi.

4.4 BANGUNAN PENGATUR MUKA AIR

Bangunan ini bersifat mengatur muka air di saluran pada elevasi yang dikehendaki. Termasuk
disini adalah bangunan yang karena medan yang terjal harus dibuat terjunan, got miring.
Sejak tahap perencanaan sudah diduga perlu adanya pelimpah maupun yang akan diatur
dalam eksploitasi.

Bangunan Terjun
Bila kemiringan lapangan lebih besar dari pada kemiringan saluran irigasi yang telah
ditentukan maka saluran harus dibagi dalam beberapa ruas, yang satu dengan yang lainnya.
Bangunan terjun ini dibagi 2 jenis yaitu :

a. Bangunan terjun lurus (tegak)


Bentuk hidrolis dan kritiria.
Bangunan terjun dengan tegak sering dipakai pada saluran induk dan sekunder, bila tinggi
terjun tidak terlalu besar.
Tinggi terjun maks. 1,5 m untuk Q < 2,5 m3 / dtk. Tinggi terjun maks. 0,75 m untuk Q > 2,5
m3 /dtk.
Pada umumnya bangunan terjun tegak dipakai untuk tinggi terjun maks. 2 m.
Perhitungan hidrolis
• Lebar Bukaan Efektif

Q
B=
1,71 M * H2/3

V12
H = h1 *
2*g

Dimana :
B = lebar bukaan efektif ( m )
Q = debit ( m / dtk )
M = koefisien ( m3 = 1 )
H = tinggi garis energi di hulu
H1 = tinggi muka air di hulu ( m )
V1 = kecepatan air di saluran hulu ( m / dtk )

• Tinggi Ambang Hilir


a = ½ * dc
dc = 3 √ Q2 / g * B2
dimana :
a = tinggi ambang hilir ( m )
dc = kedalaman air kritis ( m )
Q = debit rencana ( m3 / dtk )
B = lebar bukaan ( m )
• Panjang Olakan
L = c1 √ Z * dc + 0,25
dc dc
c1 = 2,5 + 1,1 + 0,7 [ ]
ZZ

b. Bangunan Terjun Miring


1. Bentuk hidrolis dan kritiria.
Untuk tinggi terjun > 2,00 m dipakai bangunan terjun dengan bidang miring, lazimnya
dipakai tipe vlugter.
2. Perhitungan hidrolis
a. Tinggi air diatas mercu.
Ho = Q / ( 1,17 m x b )2/3
Dimana :
Ho = tinggi air diatas mercu
Q = debit aliran
m = koefisien ( m = 1,2 )
b = lebar mercu
b. Kedalaman dan ruang olakan :
D = L = R = 1,1 x z + H
Dimana :
D = kedalaman ruang olakan
L = panjang ruang olakan
R = jari – jari hidrolis
z = kehilangan tekanan
H = tinggi garis energi terhadap mercu
c. Tinggi dan lebar ambang hilir
a = 0,15 H ( H / z ) 1/2
w = 2a
dimana :
a = tinggi ambang hilir
w = lebar ambang hilir
4.5 Siphon
Direncanakan untuk membawa air irigasi yang mana muka air hanya sedikit lebih tinggi dari
muka air di sungai ataupun permukaan jalan raya, jalan kereta api, sehingga harus dilewatkan
melalui bawah dengan siphon dengan aliran yang bersifat tertekan.
a. Bentuk Hidrolis dan Kritiria
- Pengaliran pipa yang terisi penuh.
- Siphon dibuat dengan persilangan tegak lurus tegak lurus terhadap sungai maupun jalan
raya dan kereta api, supaya siphon tidak terlalu panjang
- Pipa dibuat persegi empat atau bulat.
- Kecepatan tidak terlalu besar agar kehilangan tekanan tidak terlalu besar yang bisa
mengurangi areal yang diairi.
- Kecepatan juga tidak terlalu kecil supaya tidak terjadi pengendapan dan penyumbatan pada
pipa.
- Kecepatan aliran dalam siphon berkisar antara 1,5 – 2 m / dtk.
- Ukuran minimum pipa diambil 0,70 m demi untuk kepentingan inspeksi.
- Pipa dibuat dari beton tumbuk.
- Untuk pipa siphon yang besar umumnya dibuat segi empat, dan dari beton bertulang.
- Bagian hilir papa dibuat kemiringan tidak lebih dari 1 : 3
- Bagian pemasukan dilengkapi dengan saringan untuk menahan kotoran-kotoran besar.

b. Perhitungan Hidrolis

Q=A*V
Q = A * 2g [ ∆H ] ……… ( pipa ) ½
1 + fi + fm + fL/D
Q = A * 2g [ ∆H ]……… ( persegi )1/2
1 + fi + fm + fLS/4

Dimana :
Q = debit
D = diameter pipa
f1 = koefisien kehilangan tekanan pada pemasukan
fm = total koefisien kehilangan tekanan
L = panjang siphon
∆H = beda M. T. A antara pemasukan dan pengeluaran
S = keliling basah
A = luas penampang basah
Untuk kehilangan tekanan dapat disebabkan oleh :

a. Geseran
hf = f * L/D * v2 / 2g
f = 124,5 * n2 / d4/3…………( pipa bulat ), atau
f = 1,5 ( 0,01989 + 0,0005078/D )
f = 29 n2 / R4/3 …………( pipa persegi ), atau
f = 1,5 ( 0,001989 + 0,0005078 / 4R )
dimana :
hf = kehilangan tekanan karena geseran
f = faktor kehilangan tekanan
L = panjang siphon
v = kecepatan siphon
D = diameter siphon
R = jari-jari hiidrolis
n = koefisien kekasaran manning

b. Pemasukan
hi = fi * v2 / 2g
fi = 1/u2 – 1
dimana :
u = 0,8 -0,9
hi = kehilangan tekanan pada pemasukan
fi = faktor kehilangan tekanan
v = kecepatan pada siphon saringan (screen )
hs = 3 * n * sin 0 ( t/b ) 4/3 Vi 2 /2g
dimana :
u = koefisien batang saringan
persegi = 2.42
bulat = 1.79
θ = sudut kemiringan saringan
t = tebal batang saringan
b = jarak bersih saringan
v = kecepatan di hulu saringan belokan
hb = fb * v2 / 2g
fb tergantung pada besarnya sudut belokan Transmisi

c. Saluran ke Siphon

hc = fc ( v22 – v12 ) / 2g
dimana :
fc = 0,15 – 0,20
v2 = kecepatan pada siphon
v1 = kecepatan pada saluran

d. Saluran ke Saluran
hd = fd ( v12 – v22 ) / 2g
dimana :
fd = 0,25 – 0,3
v1 = kecepatan pada siphon
v2 = kecepatan pada saluran
Total kehilangan tekanan h harus = 10% lebih kecil dari pada perbedaan muka air tanah
pemasukan dan pengeluaran ( H ) yang tersedia.
Hf + hi + hs + hb + hc + hd < 90% . H Faktor kehilangan tekanan karena belokan. fb 5 10
05 20 25 30 35 40 45 0.013 0.030 0.048 0.067 0.088 0.115 0.146 0.84 0.234 4.6 TALANG
Suatu perlintasan antara saluran irigasi dengan pembuang alam atau sungai. 1. Bentuk
Hidrolis dan Kritiria Pengaliranya seperti pengairan pada saluran dan dapat dibuat dari kayu,
beton bertulang atau besi dengan bentuk persegi empat. Bila dari besi dapat berbentuk
setengah lingkaran. Kecepatan pada kayu, beton : v = 1,5 - 2 m / det v = 2,5 - 3 m / det dasar
dari tulang harus cukup tinggi dari muka air maksimum si sungai supaya aman dari benda-
benda kasar yang hanyut di sungai. 2. Perhitungan Hidrolis Q = µ bh √ 2 g ( Z + v2 / 2g ) V =
k R 2/3 I 1/2 Dimana : b = lebar talang h = tinggi talang Z = kehilangan tekanan k = koefisien
kekasaran R = jari-jari hidrolis I = kemiringan memanjang talang Koefisien kekasaran
Material k Kayu Beton Besi 60 70 80 4.7 Gorong-gorong Adalah bangunan yang dipakai
untuk membawa aliran air ( saluran irigasi atau pembuang ) melewati bawah jalan air lainnya
(biasanya saluran), bawah jalan kereta api. • Pada gorong-gorong aliran bebas = Benda-benda
hanyut dapat lewat dengan mudah, biaya mahal. • Pada gorong-gorong tenggelam = seluruh
potongan melintang berada dibawah permukaan air, biaya relative murah, bahaya tersumbat
lebih besar. Kritiria Perencanaan : 1. Kecepatan yang dipakai tergantung pada jumlah
kehilangan energi yang ada & geometri lubang masuk dan keluar. 2. Kecepatan diambil = 1,5
m / dtk gorong-gorong saluran untuk irigasi, dan 3,0 m / dtk gorong-gorong untuk saluran
pembuang. 3. Diameter minimum di saluran primer 0,60 m ( gorong-gorong lingkaran ) 4.
Gorong-gorong segi empat dibuat dari beton bertulang atau dari pasangan batu dengan pelat
beton bertulang sebagai penutup. Kehilangan tinggi energi untuk gorong-gorong yang
mengalir penuh. 1. Gorong-gorong pendek ( L < 20m ) Q = µ A √2gz Dimana : Q = debit (
m3 / dtk ) µ = koefisien debit A = luas pipa ( m2 ) G = 9,8 m / dtk2 Z = kehilangan tinggi
energi pada gorong-gorong ( m ) 2. Gorong-gorong > 20 m
Kehilangan masuk : ∆H masuk = ε masuk ( Va – V )2
2g
Kehilangan akibat gesekan ∆Hf = Cf V2 V2
2g C2R

Kehilangan keluar : ∆H keluar = ε keluar ( Va - V )2


2g

TABEL HARGA-HARGA µ DALAM GORONG-GORON PENDEK

Tinggi dasar dibangunan Sama dengan disaluran


Sisi µ
Segi empat 0.80
Bulat 0.90

Tinggi dasar dibangunan Lebih tinggi daripada disaluran


Ambang Sisi µ
Segi empat Segi empat 0.72
Segi empat Segi empat 0.76
Bulat Bulat 0.85

Keterangan untuk notasi gorong-gorong L > 20 m


C = KR1/5, adalah koefisien strickler ( k = 1/n = 70 untuk beton )
R = jari-jari hidrolis
L = panjang pipa
V = kecepatan aliran dalam pipa m/dtk
Va = kecepatan aliran dalam saluran
Gorong-gorong tidak terisi penuh
1. h1 > 2/3 h
Q = µ b.h. √2gz ; z = h – h1
2. h1 = 2/3 h
Q = 0.385 √2gh
Dimana :
µ = 0.85 – 0.9
b = lebar gorong-gorong
h = dalam air didepan gorong-gorong
h1 = dalam air didalam gorong-goromg
z = kehilangan tekanan
BAB V
PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

5.1 PERHITUNGAN KEMIRINGAN DAN KEDALAMAN SUNGAI

5.1.1 Perhitungan Kemiringan Sungai


i = (Hi+1+Hi).L/2Hi = ELHi – EL0 NO PATOK ELEVASI JARAK
1 P.1 129.8 50 129.8–128.00 = 1.80 (1.70+1.80)25=87.50

2 P.2 129.7 50 1.70 82.50


3 P.3 129.6 50 1.60 78.75
4 P.4 129.55 50 1.55 76.25
5 P.5 129.50 50 1.50 73.75
6 P.6 129.45 50 1.45 71.25
7 P.7 129.40 50 1.40 68.75
8 P.8 129.35 50 1.35 66.25
9 P.9 129.30 50 1.30 63.75
10 P.10 129.25 50 1.25 62.25
11 P.11 129.24 50 1.24 61.25
12 P.12 129.21 50 1.21 60.00
13 P.13 129.19 50 1.19 57.25
14 P.14 129.10 50 1.10 54.25
15 P.15 129.07 50 1.07 50.50
16 P.16 128.95 50 0.95 46.25
17 P.17 128.90 50 0.90 43.75
18 P.18 128.85 50 0.85 41.25
19 P.19 128.80 50 0.80 39.50
20 P.20 128.78 50 0.78 38.50
21 P.21 128.76 50 0.76 36.50
22 P.22 128.70 50 0.70 33.75
23 P.23 128.65 50 0.65 28.75
24 P.24 128.50 50 0.50 12.50
25 P.25 128.00 50 0.00 0.00
i = 1335Hi = 27.50 

Contoh Perhitungan :

Hia. = ELHi – EL0


= H1 – H0
= 129.8 – 128.00
= 1.80

ib. = (Hi + 1 + Hi) .L1


2

= (H2 + H1) .L1


2

= (1.70 + 1.80) * 25 = 87.50

i2
H rata-rata =
Li

2 . (1335)
=
1250

= 2.136

H rata-rata
S rata-rata =
Li

2.136
=
1250

= 0.0017

Jadi kemiringan dasar sungai rata-rata = 0.0017

5.1.2 Perhitungan Kedalaman Sungai Maksimum

Dalam menentukan kedalaman sungai maksimum perlu diketahui penampang melintangnya.


Kemudian penampang sungai itu kita bagi dengan kedalaman air tertentu. Berdasarkan
kedalaman tersebut kita akan mendapatkan luas penampang basah (A), keliling basah (P),
kecepatan aliran (V) dan debit (Q). Untuk kecepatan aliran memakai rumus MANNING :
V = 1/n* R2/3 *S1/2

dan persamaan kontinuitas : Q = V * A


Sketsa penampang sungai pada patok P16 dimana bendung akan diletakkan sebagai berikut :

Elevasi 1 S = 0.0017
1
30 m

Gambar 5.1. Sketsa Penampang Sungai

- Luas penampang basah A = (B + mH)H


- Keliling basah P = B + 2H √ (1 + m2)
- Jari-jari hidrolis R = A/P

Tabel hubungan tinggi muka air dengan debit, dihitung berdasarkan penampang melintang
pada patok P18.

Hasil perhitungan pada table diatas dapat disajikan dalam gambar grafik hubungan antara
elevasi muka air dan debit pada patok P18.

Dari soal diketahui Q20 = 140 m3/dt


Dari grafik diketahui untuk Q20 = 140 m3/dt
Kedalaman airnya (H) = 130.22 – 128.85
= 1.37 m
5.2 DESAIN COVER DAM HULU
Bendungan pengelak ( cover dam ) dibangun dengan maksud menutupi sungai agar aliran
berbelok dan masuk kesaluran pengelak ( diversion channel ) sehingga tidak mengganggu
pelaksanaan kontruksi bendung yang sedang dibangun. Cover dam di bangun dibagian hulu
dan hilir agar keseluruhan aliran tidak masuk ke lokasi proyek.
- Q10 = 74 m3/dt
- Dari grafik hubungan Q dan H → Q10 = 74 m3/dt
H = 129.85 – 128.85
=1m
- Kemiringan sungai rata-rata ( S ) = 0,0017
- Cover dam dibuat dibagian upstream dan down stream
- Elevasi dasar cover dam = elevasi dasar bendung + S . L
= + 128.85 + ( 0,0017 x 100 )
= + 128.85 + 0.17
= + 129.02
- Tinggi jagaan diambil = 1 meter
- Elevasi crest cover dam = elevasi muka air + jagaan
= + 129.85 + 1
= + 130.85
- Jadi tinggi cover dam hulu = elevasi crest cover dam - elevasi dasar
cover dam
= ( + 130.85 ) – ( + 129.02 )
= 1.83 m

+ 131.50 = Elevasi Crest Cover Dam


Tinggi Jagaan
=1m

El. Muka Air H = 1.83 m


= + 129.85 Tinggi Cover
Dam Hulu
Elevasi Dasar
Cover Dam + 129.02

Gambar 5.2 Desain Cover Dam

5.3 DESAIN SALURAN PENGELAK SEMENTARA


Saluran pengelak dibuat dengan tujuan membelokkan air sungai selama ada pembangunan
bendung disebelah hilirnya. Saluran pengelak biasanya terletak dekat cover dam atau turap
baja yang dibangun untuk membelokkan air.
Debit yang dipakai dengan kala ulang 10 tahun.
Data-data yang dipakai :
- Q10 tahun = 74 m3/dt
- Penampang rencana = b = 3H
- Kecepatan rencana = 2 m/dt
- Talud / Dinding Saluran = 1 :1
- Koefisien kekasaran manning = 0,025

Gambar 5.3. Desain Saluran Pengelak Sementara

- Luas penampang basah → A = ( B + MH ) H


= ( 3H + 1H ) H
= ( 4H ) H
A = 4H2 m2

_ Keliling basah → P = B + 2H √ (1 + m2)


= 3H + 2H √ (1 + 12)
= 3H + 2H √ 2
= 3H + 2H . 1,41
= 3H + 2,82H
P = 5,82H
- Dari hokum kontinuitas → A = Q
V

4H2 m2 = 74 m3/dt
2 m/dt

4H2 m2 = 37 m2
H2 = 37 / 4
H = √9.25
H = 3.04 m
- Dari penampang rencana → B = 3H , jadi
B = 3 ( 3.04 m )
B = 9,12 m
- Jadi luas penampang basah → A = 4H2 m2 = 4 x ( 3.04 )2 = 36.97 m2 = 40m2
- Jadi keliling basah → P = 5,82 H = 5,82 x 3,04
= 17.69

H = 3.04 m

B = 9.12 m

gambar 5.4. Desain Saluran pengelak sementara

5.4. PENENTUAN ELEVASI MERCU BENDUNG


Elevasi mercu harus ditentukan secermat mungkin agar supaya semua petak yang dilayani
dapat mendapatkan air dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan pedoman elevasi sawah
tertinggi ditambah dengan seluruh kehilangan tenaga diseluruh sistim pembawa.
Tahapan perhitungan elevasi mercu adalah , sbb :
3. Tentukan dari sistim petak, elevasi sawah yang tertinggi yang akan dialiri.
Muka air disawah untuk penggenangan dan kehilangan tenaga biasanya diambil 0,12 m.
4. Menghitung semua kehilangan tenaga disepanjang saluran mulai dari saluran kwarter, sub
tersier, tersier, dan sekunder dan akhirnya saluran primer.
Kehilangan energi ditiap saluran berupa :
- Kehilangan tenaga disepanjang saluran.
- Kehilangan tenaga ditiap bangunan-bangunan silang
- Kehilangan tenaga dikotak-kotak
- Kehilangan tenaga untuk alat ukur
- Kehilangan tanaga untuk persedian eksploitasi, misalnya kehilangan tenaga dipipa-pipa dan
pintu-pintu.

Rumus yang digunakan adalah :

ELM = ELS + ho
Dimana : ELM = elevasi mercu bendung
ELS = elevasi sawah tertinggi
= elevasi dasar sungai + H Q20
ho = total kehilangan tinggi tekan
Kehilangan tinggi tekan yang terjadi :
e. Kehilangan tinggi tekan dari saluran tersier ke sawah 0,10 m
f. Kehilangan tinggi tekan dari saluran sekunder - saluran tersier 0,10 m
g. Kehilangan tinggi tekan dari saluran primer – saluran sekunder 0,10 m
h. Kehilangan tinggi tekan dari sungai-sungai primer 0,20 m
i. Tinggi genangan disawah 0,10 m
j. Kehilangan tinggi tekan akibat kemiringan saluran 0,15 m
k. Kehilangan tinggi tekan akibat alat ukur 0,40 m
l. Persediaan tekanan untuk ekaploitasi 0,10 m
m. Persediaan tekanan untuk bangunan – bangunan lain 0,25 m
Perhitungan : ELS = elevasi dasar sungai + H Q20
= + 128.85 + 1,37
= + 130.22
ho = 0,10 + 0,10 + 0,10 + 0,20 + 0,10 + 0,15 + 0,40 + 0,10 + 0,25
= 1,50 m
ELM = ELS + ho
= + 130.22 + 1,50
= + 131.72
5.5. PENENTUAN LEBAR BENDUNG
Dalam menentukan lebar bendung, faktor utama yang dapat dipakai sebagai pertimbangan
adalah lebar sungai yang ada dan debit yang direncanakan melimpah di atas mercu bendung.
Lebar efektif bendung ( Be ) dihubungkan dengan lebar bendung yang sebenarnya ( B ),
yakni jarak antara pangkal – pangkal bendung dan tiang pancang dengan persamaan :
Be = B1 – 2 ( n . kp + ka ) He
Dimana : Be = lebar efektif bendung
B1 = lebar bendung sebenarnya
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi dinding
He = tinggi tekan total
n = jumlah pilar
kp = 0,01 ( untuk pilar bulat )
ka = 0,10 ( untuk pilar bulat )

dengan : tB’ = B – b -
B = lebar bendung
b = lebar pintu pengurasan
t = jumlah lebar pilar

Data : - Lebar Bendung (B) = 1.1 * 30 = 33 m


- Jumlah Pilar = 5
t)- Lebar Pilar ( = 1 * 5 = 5 m
- Lebar Pintu Pengurasan (b) = 2 m
- Jarak Pilar ke Pilar = 5 m
Perhitungan : Be = B1 – 2 ( n . kp + ka ) He
B’ t= B – b -
= 33 – 2 – 5
= 26 m
Be = B1 – 2 ( n . kp + ka ) He
= 26 – 2(5 * 0.01 + 0.10) He
= 26 – 0.30 He
5.6 PERHITUNGAN HIDROLIS BENDUNG
5.6.1 Data dan tipe bendung
Bendung direncanakan dengan tipe Ogee II
Data-data teknis :
- Lebar bendung sebenarnya = 26 m
- Lebar efektif bendung = 26 – 0,30He m
- Debit rencana Q20 = 140 m3/dt
- Elevasi dasar sungai dimuka bendung = + 128.85
- Elevasi mercu bendung = + 131.72
- Tinggi bendung = elevasi dasar mercu bendung –
elevasi dasar muka bendung
= (+ 131.72) – (+ 128.85)
= 2,87 m

Gambar bendung tipe ogee II.

5.6.2 Tinggi muka air dihilir bendung.


Tinggi muka air dihilir bendung dipengaruhi oleh besar debit yang lewat dan kecepatan
airnya. Perhitungan debit menggunakan rumus kontinuitas dan kecepatan air menggunakan
rumus Manning.
Q=A.V
V = 1 / n . R2/3 . S1/2
A = ( B + mH ) H
P = B + 2H √ (1 + m2)
V=Q/A
Q = 1 . R2/3 . S 1/2
An

Data – data teknis :


- n = 0,025
- S = 0,0017
-m=1
- Q20 = 140 m3/dt
Perhitungan : A = ( B + mH ) H
= (26 + 1.H ) H
= 26H + H2
P = B + 2H √(1 + m2)
= 26 + 2H √ (1 + 12)
= 26 + 2H ( 1.4 )
= 26 + 2.8 H
R = A = 26H + H2
P 26 + 2.8

Maka : Q = V . A
Q=V
A

Q = 1 R 2/3 S1/2
An

Untuk H = 3.5 3.5 (26 + 2.8*3.5)2/3 = 1


(0.041)(26*3.5+3.52) (26*3.5+3.52)2/3
38.06 = 0.40 
93.31

Untuk H = 2.5 3.5 (26 + 2.8*2.5)2/3 = 1


(0.041)(26*2.5+2.52) (26*2.5+2.52)2/3

36.05 = 0.72 


50.28

3.5 (26 + 2.8*2.04)2/3Untuk H = 2.04 = 1


(0.041)(26*2.04+2.042) (26*2.04+2.042)2/3

35.11 = 1.007 


34.86

Diambil H = 2.04 m
Maka : A = 26H + H2
= 26* 2.04 + 2.042
= 53.04 + 4.16
= 57.2 m2
P = 26 + 2.8H
= 26 + 2.8*2.04
= 31.71
R = A = 57.2
P 31.71
= 1.8 m

5.6.3 Tinggi Muka Air diatas Mercu Bendung ( He )


Debit yang lewat diatas mercu bendung, persamaan yang dipakai :

Q = 2/3 . Cd √(2/3 . g) Be . He3/2

Dimana : Q = debit diatas pelimpah (m3/dt)


Cd = koefisien debit (Cd = C0. C1. C2)
g = percepatan grafitasi (9,81 m/dt2)
Be = lebar efektif bendung (m)
He = tinggi tekan (m)

Penentuan Cd untuk mercu Ogee :


Koefisien debit → Cd = C0, C1, C2
C0 = 1,3 ( konstanta )
C1 = grafik hubungan antara P
hd
C2 = grafik
Langkah – langkah perencanaan Cd ( ogee )
1. Mengasumsikan nilai Cd (1 – 1,3 )
2. Menghitung He dari rumus diatas
3. Co = 1,3 ( konstanta )
4. Menghitung P / Hd → C1
5. Menentukan C2 dari Grafik
6. Cek : Cd asumsi = Cd hitung
Data – data teknis : - Q20 = 140 m3 / dt
- Be = 26 – 0.30 He
- P = 2,87 m
- misal : Cd = 1,3
Perhitungan :
Q = 2/3 Cd √(2/3 . g) . Be . He 3/2
140 = 2/3 * 1,3√(2/3 * 9,81) (26 – 0,30He) (He) 3/2
140 = (0,867) (2,557) (26 – 0.30 He) He3/2
140 = 57.64 He3/2 – 0,665 He5/2
Untuk :
He = 2,50 → 140 = 57.64 (2,50)3/2 – 0,665 (2,50)5/2
140 = 221.27
He = 2,25 → 140 = 57.64 (2,25)3/2 – 0,665 (2,25)5/2
140 = 189.49
He = 1.84 → 140 = 57.64 (1.84)3/2 – 0.665 (1.84)5/2
140 = 140
Diambil He 1.84 m
Maka : Be = 26 – 0,30 He
= 26 – 0,30 * 1.84
= 25.448 m
Ho = P + He
= 2.87 + 1.84
= 4.71 m
A = Be . Ho
= 25.448 . 4.71
= 119.86 m2
V=Q/A
= 140 / 119.86
= 1,168 m/dt
Hd = He – V2
2.g
= 1.84 – (1,168)2 / 2 * 9,81
= 1.84 – 1,364 / 19,62
= 1,77 m
Maka berdasar grafik :
- Co = 1,3 ( konstanta )
- P/Hd = 2.87 / 1.77 = 1,621 → C1 = 0,992
- P/He = 2.87 / 1,84 = 1.56 → C2 = 0,998
Maka : Cd = C0 . C1 . C2
= 1,3 . 0,992 . 0,998
= 1,31,29
Cd asumsi = Cd hitung
1,3 1,3

Cek dengan rumus asal :


Q = 2/3 Cd √(2/3 . g) . Be . He3/2
120 = 2/3 (1,3) (2,557) (18,670) He3/2
He3/2 = 120 / 41.395
He = 2,034 m
Dikontrol dengan He = 2,034 m
Be = 19,2 – 0,26 . 2,034
= 18,671 m
Ho = P + He
= 3,49 + 2,034
= 5,524 m
A = Be . Ho
= 18,670 . 5,524
= 103,133 m2
V=Q/A
= 120 / 103,133
= 1,164 m / dt
Hd = He – V2 / 2 .g
= 2,034 – ( 1,164)2 / 19,62
= 1,965 m
Analisa koefisien debit :
Co = 1,3 ( konstanta )
Berdasar grafik :
P / Hd = 3,49 / 1,965 = 1,776 → C1 = 0,992
P / He = 3,49 / 2,034 = 1,716 → C2 = 0,998
Jadi : Cd = C0 . C1 . C2
= 1,3 . 0,992 . 0,998
= 1,29

Cek : Q = 2/3 . Cd √(2/3 . g) . Be . He 3/2


120 = 2/3 . (1,29) (2,557) . (18,671) He3/2
He3/2 = 120 / 41,078
He = 2,9212/3
He = 2,04 m
He = 2,04  He asumsi = 2,04 m
Jadi : He = 2,04 m

Maka lebar efektif bendung (Be) = 19,2 – 0,26 He


= 19,2 – 0,26 (2,04)
= 18,670 m

5.6.4. Kontrol Terhadap Bahaya Kavitasi ( Retak )


Untuk menghindari bahaya kavitasi lokal, tekanan minimum pada mercu bendung harus
dibatasi s/d (–4) tekanan air jika mercu terbuat dari beton dan (–1) untuk pasangan batu.
Untuk mengetahui apakah terjadi keretakan atau kavitasi, maka di cek dengan harga He / r.
Berdasarkan grafik maka diperoleh :
Data – data yang ada : He = 2,04 m
r = 1,336 m
Perbandingan He / r = 2,04 / 1,336
= 1,038
maka dari grafik diperoleh : g)(P/ = 0,22
He
He = 2,04 m
gMaka, P/ = 0,22 x He
= 0,22 x 2,04 m
= 0,449 < - 4 ( aman )
Lengkung Debit Diatas Bendung
Rumus :
Q = Cd 2/3 √(2/3 . g) . Be . He3/2
Data – data : Cd = 1,3
Be = 18,670 m

134,48

120,612

5.7 DESAIN PENAMPANG LINTANG BENDUNG


Dari hasil perhitungan diperoleh Hd = 1,965 m

Penampang Lintang Bendung

5.8 DESAIN KOLAM OLAKAN


5.8.1 Perhitungan Loncatan Hidrolis

Loncatan hidrolis (hydraulic jump) adalah kejadian naiknya muka air tiba-tiba dari air yang
mengalir dengan kecepatan tinggi disertai kedalaman rendah bergabung dengan air yang
berkecepatan tinggi dengan kedalaman tinggi.
XY
1 0.294
2 1.049
3 2.207
4 3.743
5 5.639

Perhitungan
Menghitung dalamnya air disetiap titik setelah melalui mercu :

Vz (2 . g (z + H0 + Yz)=

Q = Vz . Yz
Be

Fz = Vz
(g . Yz)

(2 .g (z + H0 + Yz) - Q = 0
Be.Yz

Dimana :
Q = Debit banjir rencana
Be = Lebar efektif bendung
Vz = Kecepatan dititik
Q20 = 120 m3/dt
Be = 18.670
q = Q20 = 120 = 6.427 m3/dt/m
Be 18.670

Elevasi muka air hulu = +134,58


Elevasi energi di hulu = +134,65
Elevasi dasar kolam olakan = +128,60
Tinggi garis energi Hj diatas kolam = (+ 134,58) – (+128,6) = 5,98

Asumsi Yj = 0

5.8.2. Panjang loncatan Hidrolis.


Panjang loncatan hidrolis adalah gerak antara permukaan dengan loncatan hidrolis sampai
pada suatu titik permukaan gulungan ombak yang segera menuju kehilir.
Panjang loncatan hidrolis.
Lj = 6,9 ( y2 – y1 )
y2 = kedalaman loncatan hidrolis di hilir
Lj = 6,9 ( 3,326 – 0,608 )
Lj = 18,75 m

5.8.3. Dimensi Kolam Olakan

Dalam pemilihan kolam olak, selain ditentukan oleh topograpi dan tail water, juga ditentukan
oleh bilangan Froude (Fr).
Kriteria pemilihan kolam olakan berdasarkan bilangan Froude.

USBR Type IV 2,5 < Fr < 4,5

USBR Type III 4,5 < Fr < 1,3 V1 = 15 + 18 m/dt

USBR Type II  Fr < 4,5


Dalam perencanaan ini digunakan kolam olak USBR type IV

Dimensi Chute Block :


W1 = Y1 = 0,608
se = 2,5 . W1
= 2,5 . 0,608
= 1,520

ac = 2 . Y1
= 2 . 0,608
= 1,216

Lc 2 . Y1
Lc diambil = 2 . Y1 = 1,216

as = 1,25 . Y1
= 1,25 . 0,608
= 0,760

Yb 1 + 8 Fr2= 1,1 . 1/2 . Y1 ( - 1)


1 + 8 . 4,2072= 1,1 . 1/2 . 0,608 ( - 1)
= 3,659 m

Lb = 6,1 . Yb
= 6,1 . 3,569
= 21,771 m

Keterangan :
Lb = Panjang Kolam Olak
Lc = Panjang Chute Block
Yb = Tinggi muka air didalam Kolam Olak
as = Tinggi End Sills
ac = Tinggi Chute Block
be = Lebar Chute Block
se = Jarak anatara Chute Blocks

SKETSA KOLAM OLAKAN


5.9 KANTONG LUMPUR
5.9.1 Definisi dan Fungsi

Kantong Lumpur merupakan bangunan pembesaran potongan melintang saluran (diperdalam


dan diperlebar) sampai panjang tertentu. Fungsi dari kantong lumpur ini adalah untuk
mengurangi kecepatan aliran dan memberi kesempatan kepada sedimen yang lewat untuk
mengendap, tujuannya untuk mencegah agar sedimen ini tidak mengendap di seluruh saluran
irigasi. Kantong lumpur ditempatkan pada bagian awal dari saluran primer persis dibelakang
pintu pengambilan. Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu (kurang lebih
sekali seminggu atau setengah bulan) dengan cara membilas sedimennya kembali ke sungai
dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi.
Panjang kantong Lumpur berkisar antara 200 sampai 500 m, panjang tersebut bergantung
kepada :
a. Diameter sedimen yang akan mengendap 200 m untuk bahan sedimen kasar dan 500 m
untuk partikel-partikel yang lebih halus.
b. Topografi dan
c. Kemungkinan dilakukannya pembilasan.
Dalam bagian Kp-03 mengenai saluran, dikatakan bahwa kantong Lumpur tidak akan
diperlukan jika volume sediment yang masuk kejaringan irigasi tetapi tidak sampai ke sawah
(partikel yang lebih besar dari 0,06 – 0,07 mm) kurang dari 5% (permil)dari kedalaman
saluran air diseluruh jaringan irigasi.

5.9.2 Langkah – Langkah Perencanaan

Untuk merencanakan kantong Lumpur dilakukan dengan langkah sebagai berikut :


1. Menentukan ukuran partikel rencana yang akan terangkat ke jaringan irigasi.
2. Menentukan volume kantong lumpur yang diperlukan .
3. Membuat perkiraan awal luas rat-rata permukaan kantong Lumpur dengan menggunakan
rumus :

Dimana : L = Panjang kantong Lumpur (m)


B = Lebar rata-rata profil pembawa (m)
Q = Kebutuhan pengambilan rencana (m3/dt)
W = Kecepatan endap partikel rencana (m/dt)
Dalam soal ini W = 0,004 m/dt karena diameter sedimen sebesar
0,07 mm

SKETSA PROFIL KANTONG LUMPUR


PENAMPANG MUKA KANTONG LUMPUR

PENAMPANG MELINTANG KANTONG LUMPUR

Keterangan : L = Panjang kantong Lumpur (m)


B = Lebar rata-rata profil pembawa (m)
W = Kecepatan endap partikel rencana (m/dt)
V = Kecepatan rata-rata aliran
Hn = Tinggi air
Hs = Tinggi sedimen di kantong lumpur

5.9.3 Perhitungan

Dalam perencanaan ini data – data yang diperoleh :


Qn = 1,45 m3/dt
W = 0,004 m/dt karena diameter sedimen sebesar 0,07 mm
Waktu pembilasan 2 miggu sekali

Volume Kantong Lumpur

V = 0,0005 . Qn . T
= 0,0005 . 1,45 . (14 . 24 . 3600)
= 876,96 m3

`
Diambil B = 6
L = 54

Penentuan in

in = Kemiringan untuk eksploitasi normal, kantong sedimen hampir penuh)


- Vn diambil 0,4 m/dt untuk mencegah timbulnya vegetasi
- Ks = 40

An = (B + m.Hn)Hn
3,625 = (6 + 1. Hn)Hn
Hn = 0,5531

Penentuan is
is = Pembilasan Kantong Lumpur kosong, sediment didalam kantong berupa pasir kasar
Vs = Kecepatan pembilas diambil 1,4 m/dt
Agar pembilas dapat dilakukan dengan baik, maka kecepatan aliran harus dijaga agar tetap
subkritis.

PENAMPANG MUKA KANTONG LUMPUR


BAB VI
PENUTUP

6.1. KESIMPULAN
Setelah diselesaikannya penyusunan tugas irigasi dan bangunan air ini, yang meliputi teori
dan perhitungan tentang kebutuhan air irigasi, perencanaan jaringan dan saluran irigasi
sampai pada perencanaan bendung dan perlengkapannya, maka dapat kami simpulkan
sebagai berikut :
a. Dalam perencanaan mengenai irigasi dan bangunan air sangat diperlukan data-data
lapangan yang akurat, sehingga dalam perencanaan dan perhitungan dapat menghasilkan
desain yang optimal, yang pada akhirnya bangunan yang dibuat dapat berfungsi dengan baik
dan sesuai dengan kebutuhan irigasi pada daerah yang direncanakan serta ekonomis dari segi
biaya namun tetap terjaga kualitas sehingga tidak terjadi hal-hal yang diinginkan seperti
meluapnya air keluar bendung, terjadinya erosi tanah akibat saluran air yang meluap dan
pembagian air disawah yang tidak merata.

b. Sistem irigasi untuk pengairan yang direncanakan dengan baik dan memperhatikan
kebutuhan air tanaman akan meningkatkan hasil produksi pertanian terutama pada tanaman
padi yang bila diairi dengan mengandalkan curah hujan hanya dapat tanam 2 kali dalam
setahun dengan hasil dan kualitas yang kurang optimal, namun bila diairi dengan sistim
irigasi yang baik akan dapat tanam 3 kali dalam setahun dengan hasil padi yang optimal dan
berkualitas.

6.2. SARAN

a. Mata kuliah irigasi dan bangunan air sebaiknya ditambah sks nya agar ilmu tentang irigasi
dan bangunan air dapat diterima seluruhnya dan dapat serap dengan baik, sehingga benar-
benar menghasilkan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi tinggi.

b. Pada mata kuliah ini akan lebih baik bila dilakukan tinjauan lapangan sehingga lebih
mengetahui sistim irigasi yang direncanakan dengan baik dan tidak, yang pada akhirnya
dapat meningkatkan serta memperbaiki sistim jaringan irigasi yang ada.

Anda mungkin juga menyukai