BAB III
BENDUNG TETAP UNTUK IRIGASI
3) Tata letak yang tepat untuk sudetan bergantung kepada keadaan geotek, topografi dll.
Yagn dipertimbangkan pada pengaturan alur sudetan yaitu :
a. Perubahan morfologi sungai diusahakan sesedikit mungkin
b. Penurunan dasar sungai/sudetan di hilir bendung akan terjadi sehingga penentuan
kedalaman koperan bangunan/bendung harus dipertimbangkan.
A. Klasifikasi bendung
Bendung berdasarkan fungsinya dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Bendung penyadap sebagai penyadap untuk irigasi.
2) Bendung pembagi banjir sebagai pengatur muka air sungai.
3) Bendung penahan pasang sebagai pencegah masuknya air asin.
Berdasarkan tipe strukturnya bendung dibedakan atas:
1) Bendung tetap.
2) Bendung bergerak.
3) Bendung kombinasi.
4) Bendung kembang kempis.
5) Bendung bottom intake.
Ditinjau dari segi sifatnya bendung dapat dibedakan atas:
1) Bendung permanent, seperti bendung pasang batu, beton dan kombinasi beton dan batu.
2) Bendung semi permanent, seperti bendung bronjong, cerucuk kayu.
3) Bendung darurat, seperti bendung tumpukan batu dan sebagainya.
Pelimpah lengkung : Jarak lengkung biasanya sekitar 1/10 – 1/20 dari lebar bentang, bentuk
ini akan melimpahkan aliran sungai lebih besar dibandingkan dengan bentuk lurus karena
bentangnya lebih panjang. Umumnya dibangun didasar sungai dari jenis batuan keras
sehingga penggerusan setempat hilir bendung tidak perlu dikhawatirkan.
Gbr. 3.7 Pengaturan Tinggi Mercu Bendung (P) dari lantai udik
4. Panjang Mercu Bendung
Panjang mercu bendung disebut pula lebar bentang bendung yaitu antara kedua tembok
pangkal bendung (abutment), termasuk lebar bangunan pembilas dan pilar – pilarnya, disebut
panjang Mercu Bruto. Yang diperhatikan dalam perhitungannya adalah:
1. Kemampuan melawan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup.
2. Batas tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain.
Panjang mercu bendung efektif (Be) yaitu panjang mercu bendung bruto (Bb) dikurangi
dengan lebar pilar pintu pembilas. Artinya panjang mercu bendung yang efektif melawan
debit banjir desain. Panjang mercu bendung efektif lebih pendek dari pada panjang mercu
bendung bruto. Panjang mercu bendung efektif dapat diperhitungkan dengan cara:
1). Be = Bb – 20% ∑b - ∑t
2). Be = Bb – 2 (n . kp + ka) H
Dimana : Be : panjang mercu bendung efektif (meter)
Bb : Panjang mercu bendung Bruto (meter)
∑b : Jumlah lebar pembilas
∑t : Jumlah pilar – pilar pembilas
n : Jumlah pilar pembilas dan pilar jembatan
kp : Koefisien kontraksi pilar
ka : Koefisien kontraksi pangkal bendung
H : Tinggi energi, yaitu h + k ; h = tinggi air; k = V2 / 2g
Harga koef. Pilar dapat dilihat pada standar perencanaan irigasi, KP-02
Gbr. 3.8. Panjang mercu bendung
5. Penentuan Elevasi Mercu Bendung
Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan :
1) Elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, dan keadaan tinggi air sawah
2) Kehilangan tekanan mulai dari intake sampai dengan saluran tersier ditambah kehilangan
tekanan akibat exploitasi.
3) Tekanan yang diperlukan agar dapat membilas sedimen di undersluice dan kantong
sedimen.
4) Pengaruh elevasi mercu bendung terhadap panjang bendung untuk mengalirkan debit
benjir rencana, dan mendapatkan sifat aliran sempurna.
6. Peninggian Mercu Bendung
Peninggian mercu sangat menimblkan dampak yang baik, yaitu:
1) penyadapan air tidak terganggu, sehingga daerah irigasi yang diari menjadi kurang.
2) Tinggi energi yang dibutuhkan bertambah, sehingga pembilas sedimen oleh undersluice
dan di kantong sediment sangat baik.
7. Tinggi Muka Air di atas Mercu Bendung
Tinggi Muka Air di atas Mercu dapat dihitung dengan persamaan tinggi energi – debit untuk
ambang bulat dan pengontol segi empat, yaitu:
Gbr. 3.9. Cara peninggian Mercu Bendung Gbr. 3.10. Tinggi Muka Air di Atas Mercu
Bendung
III. BANGUNAN INTAKE
A. Defenisi dan Fungsi
Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendungan yang berfungsi sebagai penyadap
aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen serta menghindarkan sedimen dasar
sungai dan sampah masuk ke intake.
B. Tata Letak
Tata letak intake diatur seperti berikut :
1. Sedekat mungkin dengan bangunan pembilas, dan merupakan satu kesatuan dengan
pembilas serta tidak menyulitkan penyadapan aliran
2. Tidak menimbulkan pengendapan sedimen dan turbulensi aliran diudik intake.
C. Macam Intake
Intake biasa yaitu intake dengan pintu berlubang satu atau lebih dan dilengkapi dengan pintu
dinding banjir, lebar satu pintu tidak lebih dari 2,5 m dan diletakkan dibagian udik.
(Gbr.3.11)
Intake gorong – gorong : tanpa pintu dibagian udik, pintu – pintu diletakkan dibagian hilir
gorong – gorong, lubang intake lebih dari dengan lebar masing – masing lubang tidak kurang
dari 2,5 m. (Gbr.3.12)
Intake frontal : diletakkan ditembok pangkal, jauh dari bangunan pembilas/bendung.
(Gbr.3.13)
D. Arah Intake, Komponen dan Letak Bangunan
1. Arah Intake (Gbr.3.14): terhadap suhu sumbu sungai dapai diatur sbb:
a. Tegak lurus membentuk sudut sekitar 90o pada sumbu sungai
b. Menyudut membentuk sudut 45o - 60o terhadap sumbu sungai
c. keadaan tertentu ditetapkan
d. berdasarkan hasil uji model hidraulik laboratorium.
Komponen utama bagian intake (Gbr.3.15), adalah sebagai berikut:
a. Ambang/lantai dinding bangunan tembok sayap, Pintu, perlengkapannya serta dinding
penahan banjir. Pilar penempatan pintu bila pintu lebih dari 1 buah, dan jembatan pelayan.
b. Rumah pintu, saringan sampah, sponeng dan sponeng cadangan dll.
2. Letak Intake (Gbr.3.16) : Diatur sedemikian rupa supaya berada ditikungan luar aliran,
sehingga pada keadaan banjir angkutan sedimen dasar yang mendekat keintake akan
terlempar ketikungan dalam menjauhi intake.
E. Bentuk dan Ukuran Hidraulik
1. Lantai Intake : lantai intake dirancang datar / miring dihilir pintu, bila lantai intake di awal
kantong sedimen bisa berbentuk datar dengan kemiringan tertentu. Ketinggian intake, yaitu:
sama tinggi dengan plat lantai undersluice, sampai 0,5 m diatas plat undersluice. Tergantung
pada keadaan.
Bila ditempatkan pada bangunan pembilas tanpa undersluice maka ketinggiannya: Sungai
mengangkut lanau, tingginya (0,5m), pasir dan krikil (1,0m), kerakal dan bongkah (1,5m).
Dan tergantung keadaan.
Gambar 3.4 Bangunan pembilas dengan tiga lubang dengan dinding bajir kombinasi pada
bendung Cisokan, Cianjur- Jawa Barat( atas) dan pembilas tanpa under scluice ( bawah )
F. Dimensi Bangunan Undersluice
1. Pembilas undersluice lurus
a. bentuk mulut
1) Mulut undersluice diletakkan diudik mulut intake dengan arah tegak lurus,
2) Lebar mulur undersluice sluice harus lebih besar dari (1,2 x lebar intake),
3) Elevasi bagian atas palat undersluice diletakkan sama tinggi atau lebih rendah dari pada
elevasi ambang/lantai intake, Lubang dapat terdiri dari atas 2 bagian atau lebih,
4) Bila lebar mulut bagian udik jauh lebih lebar dari bagian hilir dapat dipersempit dengan
tembok penyangga.
b. Lebar bangunan
1) lebar pembilas total diambil (1/6 – 1/10) dari lebar bentang bendung untuk sungai – sungai
yang lebarnya kurang dari 100 meter.
2) Lebar satu lubang maksimum 2,5 m untuk kemudahan operasi pintu dan jumlah lubang
tidak lebih dari tiga buah.
c. Tinggi dan panjang undersluice
1) Tinggi lubang undersluice diambil 1,5 m
2) Panjang ditentukan, mulut undersluice harus terletak dibagian udik intake,
3) Bentuk lantai undersluice rata tanpa kemiringan.
d. Elevasi lantai lubang
1) sama tinggi dengan lantai udik bendung,
2) lebih rendah atau lebih tinggi dari lantai udik bendung.
2. Pintu Pembilas
Macam Pintu : dapat dibuat 1 pintu atau 2 pimtu yakni pintu atas dan bawah.
Fungsi Pintu : pintu bawah untuk pembilasan sedimen yang terdapat didalam, diudik dan
disekitar mulut undersluice. Pintu atas untuk menghanyutkan benda–benda padat yang
terapung diudik pintu.
Jenis Pintu : umumnya pintu sorong, dan hampir tidak dijumpai pintu radial.
Bahan Pintu : dibuat dari balok – balok kayu dengan kerangka baja.
Dinding Banjir : untuk pembilas dengan undersluice lurus biasanya tidak dilengkapi dengan
dinding banjir. Pintu bilas tanpa dinding banjir dapat memperbesar kapasitas pelimpah debit
banjir.
Desain : mendesain pintu, faktor – faktor yang harus diperhatikan adalah:
a. Beban yang bekerja pada pintu.
b. Alat pengangkat tenaga manusia atau dengan mesin.
c. Sistem kedap air dan bahan bangunan.
Ukuran:
a. Untuk 1 lubang/ruang pintu sorong yang dioperasikan dengan tenaga manusia lebar maks.
2,5 m, ukuran satu balok kayu pintu 20x25 cm.
b. Untuk pintu yang dioperasikan dengan mesin, lebar 2,5 m – 5,0 m.
c. Tinggi mercu pintu pembilas 1cm > dari elevasi mercu bendung.
3. Pilar Pembilas
Fungsi : Untuk penempatan pintu-pintu, undersluice dan perlengkapan lain.
Bahan : Umumnya terbuat dari tembok pasangan batu, beron bertulang sebagai bahan pilar
jarang dibuat.
Bentuk : Bagian udik bulat dengan jari–jari pembulatan setengah lebar pilar. Bagian hilir
runcing dengan jari-jari peruncingan 2x lebar pilar.
Ukuran: Lebar pilar sisi bagian luar dapat diambil sampai dengan 2 m dan sisi bagian dalam 1
– 1,5 m.
Penempatan : pada undersluice lurus ditempatkan dibentang sungai.
Gbr. 3.27 Bentuk Ujung Tembok Sayap Hilir Bendung Lamasi (SulSel)
7.2 Tembok Pangkal bendung
1) Definisi dan Fungsi
Tembok pangkal bendung adalah tembok yang terletak dikiri kanan pangkal bendung dengan
tinggi tertentu yang menghalangi luapan aliran pada debit desain tertentu kesamping kanan
dan kiri. Berfungsi sebagai pengaruh arus agar aliran sungai tegak lurus (frontal) terhadap
sumbu bendung, sebagai penahan tanah, pencegah rembesan samping, pangkal jembatan dan
sebagainya.
2) Bentuk dan Ukuran Hidraulik
Bentuk pangkal bendung umumnya ditentukan vertikal dengan ukuran panjang ke udik dan
kehilirnya yang sesuai dengan fungsi yang harus dicapai. Ukuran Hidraulik:
a. Tinggi pangkal bendung = tinggi muka air udik rencana + tinggi jagaan (free board)
sebesar (1 – 1,5) m, atau aman pada debit desain tertentu.
b. Panjang tembok pangkal ke udik dipebgaruhi oleh adanya bangunan intake dan tata letak
jembatan lalu lintas.
7.3 Tembok Sayap Udik dan Pengaruh Arus
1) Definisi dan Fungsi
Tembok sayap udik adalah tembok sayap yang menerus keudik dari tembok pangkal dengan
bentuk dan ukuran yang disesuaikan dengan fungsinya sebagai pengaruh arus, pelindung
tebing dan atau pelindung tanggul penutup dari arus yang deras.
2) Ukuran dan Bentuk
Arah dan ukuran disesuaikan dengan fungsinya sebagai pengarah arus pelindung tebing atau
tanggul penutup dan disesuaikan dengan pangkal bendung dari geometri badan sungai.
Berbentuk: miring dengan perbandingan 1 : 1 atau 1 : 1½. Pertemuannya dengan tembok
pangkal dibuat menyudut kurang lebih 45o( Gbr 3.28).
VIII. RIP – RAP
1. Defenisi dan Fungsi
yaitu susunan bongkahan batu alam atau blok-blok beton buatan dengan ukuran volume
tertentu sebagai peredam energi dihilir bendung. Fungsinya sebagai lapisan prisai untuk
mengurangi kedalaman pergeseran setempat dan melindungi tanah dasar dihilir peredam
energi bendung.
3 Contoh Perhitungan
a. Stabilitas Bangunan
1) Hitung berat sendiri bangunan (Volume, Berat, Jarak titik berat terhadap sumbu Y & X,
serta momen tahanan),
2) Tentukan koefisien Gempa (dari peta gempa Indonesia),
3) Hitung gaya horizontal pada keadaan air normal dan keadaan air banjir,
4) Hitung gaya tekanan lumpur serta momen tahanannya,
5) Hitung gaya tekanan uplift disetiap titik untuk keadaan air normal dan banjir.
dan
dimana : Ux = Gaya tekanan keatas titik x (kg/m)
Hx = Tinggi energidiudik bendung (m)
Lx = Jarak sepanjang bidang kontak dari udik sampai titik x (m)
L = Panjang total bidang kontak (m)
Lv = Panjang bidang vertikal (m)
LH = Panjang bidang horizontal (m)
6) Periksa stabilitas bangunan untuk keadaan air normal dan keadaan air banjir. Pemeriksaan
dilakukan terhadap bahaya:
a) Guling : faktor keamanan (Fk) = MT / MG 1,5
b) Geser : Koefisien geser (f) = tg
Gaya tahanan = f . v = ...(ton)
dimana : e = Eksentrisitas
B = Lebar dasar
MT = momen tahanan
MG = momen guling
V = Jumlah gaya vertikal
7) Periksa terhadap daya dukung tanah pada keadaan air normal dan keadaan air banjir.
a) Hitung tegangan ijin = σ
b) Hitung tegangan tanah.
; dan persyaratan yaitu :
dimana : σ1,2 = Tegangan Tanah
V = gaya – gaya vertikal
B = Lebar dasar
E = Eksentrisitas
BAB I
KEBUTUHAN AIR IRIGASI
1.1 UMUM
Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan dengan cara
menyalurkan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman ke tanah yang diolah dan
mendistribusikannya secara sistematis. Sebaliknya pemberian air yang berlebih pada tanah
yang diolah itu akan merusakkan tanaman. Jika terjadi curah hujan yang lama yang
disebabkan oleh curah hujan yang deras, maka tanah yang diolah itu akan tergenang dan
dibanjiri air, yang kadang-kadang mengakibatkan kerusakan yang banyak. Daerah-daerah
yang rendah yang kurang baik drainasenya, selalu akan tergenang air. Pada daerah-daerah
demikian, pelapukan dan dekomposisi tanah tidak berkembang, sehingga daerah itu tidak
akan menjadi lingkungan yang baik untuk pertumbuhan padi. Jadi di daerah-daerah demikian,
kelebihan air itu harus di drainase secara buatan dan pengeringan harus dilaksanakan secepat-
cepatnya.
Di daerah-daerah dengan distribusi curah hujan yang tidak merata, meskipun curah hujannya
itu banyak dengan kondisi meteorologi yang cocok untuk pertumbuhan tanaman, diperlukan
juga irigasi buatan, mengingat kadar air tanah tidak dapat dipertahankan dalam interval kadar
air efektif oleh curah hujan saja. Pemberian air yang cukup adalah faktor utama yang sangat
dibutuhkan oleh pertumbuhan tanaman. Setiap tanaman mencoba mengabsorbsi kadar air
secukupnya dari tanah untuk pertumbuhan. Jadi yang terpenting untuk tanaman itu ialah
bahwa kebutuhan air dalam tanah mencukupi.
Banyaknya air yang diperlukan untuk berbagai tanaman, masing-masing daerah dan masing-
masing musim adalah berlainan. Hal ini tergantung dari beberapa faktor antara lain Jenis
tanaman, sifat tanah, keadaan tanah, cara pemberian air, pengelolaan tanah, iklim, waktu
tanam, kondisi saluran dan bangunan, serta tujuan pemberian air.
1.2.6 Iklim
Banyaknya hujan yang turun mempengaruhi besarnya air irigasi yang diperlukan untuk
tanaman. Apabila tinggi hujan cukup dan selang waktunya sesuai keperluan air untuk
pertumbuhan tanaman, maka air irigasi yang diperlukan dipengaruhi pula oleh suhu
(temperature), lamanya penyinaran matahari, kelembaban udara, serta kecepatan angin.
Yang dimaksud kebutuhan air konsumtif tanaman adalah banyaknya air yang diperlukan oleh
pertumbuhan tanaman dalam daerah yang diairi. Besarnya kebutuhan air ini tergantung dari
pola tata tanam dan faktor iklim .(Kelembaban udara, temperature, radiasi matahari,
kecepatan angin, dll).
Perhitungan besarnya kebutuhan air ini dapat diformulasikan sebagai berikut :
Cu = k x Et……………………………………………….( 1-1 )
Cu = Consumtive Use
K = Koefisien tanaman, tergantung dari jenis tanamannya
Et = Evapotranspirasi Potensial
Pada gambar 1.1 dan 1.2 dapat dilihat besarnya nilai koefisien masing masing tanaman.
Besarnya nilai Et sangat tergantung dari faktor iklim. Untuk menghitung besarnya Et tersebut
dapat dipergunakan metode Penman, Blaney Criddle, Thorn-waith.
1.3 PERKOLASI
Perkolasi didefinisikan sebagai gerakan air ke bawah dari zone tidak jenuh (antara permukaan
tanah sampai ke permukaan air tanah ) ke dalam daerah jenuh (daerah di bawah permukaan
air tanah ). Perkolasi ini dipengaruhi antara lain oleh:
a. Tekstur tanah, tanah dengan tekstur halus mempunyai angka perkolasi yang rendah,
sedangkan tanah dengan tekstur yang kasar mempunyai angka perkolasi yang besar.
b. Permeabilitas tanah, Angka perkolasi dipengaruhi oleh permeabilitas tanah.
c. Tebal lapisan tanah bagian atas, makin tipis lapisan tanah bagian atas ini makin
rendah/kecil angka perkolasinya.
Perkolasi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perkolasi vertikal dan horizontal. Menurut
hasil penelitian di lapangan, perkolasi vertikal lebih kecil dari pada perkolasi horizontal,
angkanya berkisar antara 3 sampai 10 kali, hal ini terutama untuk sawah-sawah dengan
keadaan lapangan yang mempunyai kemiringan besar yaitu sawah-sawah dengan teras-teras.
Akan tetapi perkolasi horizontal ini, masih dapat dipergunakan lagi oleh petak sawah
dibawahnya sehingga perkolasi horizontal tidak diperhitungkan. Di Jepang menurut hasil
penelitian di lapangan, angka-angka perkolasi untuk berbagai jenis tanah disawah dengan
lapisan tanah bagian atas (top soil) lebih tebal dari 50 Cm adalah sebagai berikut:
Tabel – 1
Perkolasi Vertikal (mm/hari)
Macam Tanah Perkolasi
Sandy loam
Loam
Clay Loam 3 - 6
2-3
1-2
Sumber : Rice Irrigation in Japan, OTCA 1973
Di Indonesia menurut penelitian di lapangan, angka perkolasi ini seperti untuk Proyek Irigasi
Sempor adalah 0,70 mm/hari. Didaerah daratan pantai utara pulau Jawa dari percobaan-
percobaan yang telah dilakukan berkisar 1 mm/hari. Untuk menentukan besarnya perkolasi
secara tepat, satu satunya cara yang diperlukan adalah dengan mengadakan pengukuran di
lapangan.
Untuk penanaman padi, tanah terlebih dahulu harus diolah, untuk pengolahan tanah
diperlukan air agar tanah tersebut menjadi lembek. Banyaknya air yang diperlukan dalam
periode pengolahan tanah berkisar antara 150-250 mm. Banyaknya air irigasi yang paling
banyak adalah saat terjadi pengolahan tanah, apalagi bila tidak terjadi turun hujan atau waktu
untuk pengolahan tanah tersebut sangat sempit.
Pengolahan tanah pada umumnya dilakukan 20-30 hari sebelum penanaman dimulai
pengolahan tanah ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pembajakan dan panggarukan.
Banyaknya air yang diperlukan untuk saat pengolahan tanah dapat dihitung dari rumus
sebagai berikut :
Wp = [ A . S + A . d (n-1) / 2 ] . 10 (m3)………………………………….(1-2)
Wp = Banyaknya air saat pengolahan tanah
N = Jumlah hari pengolahan tanah
S = Tinggi air untuk pengolahan (mm)
D = Unit water requirement (mm)
(Evapotranspirasi + Perkolasi)
A = Luas daerah yang tanahnya diolah
Banyaknya air untuk pengolahan tanah pada hari ke- X dapat dihitung dari persamaan
sebagai berikut:
Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh selama masa pertumbuhan tanaman yang
dapat dipergunakan untuk memenuhi air konsumtif tanaman.
Cara mendapatkan Curah Hujan Efektif banyak metode yang bisa digunakan diantaranya
adalah : Metode Basic Year. Yang terdiri dari :
1. Metode Gulbel.
2. Metode IWAI.
3. Hazen Plotting.
4. Analisa Frekwensi.
5. R 80.
Dinding saluran bisa menggunakan pasangan batu atau beton, bentuk saluran disesuikan
dengan kondisi medan.
Kecepatan air = 3 m/det. Apabila terjadi belokan, maka jari-jari lengkungnya dibuat sebesar
mungkin.
Susunan saluran
Eksploitasi atau jaringan irigasi, sekema jalannya air dari sungai atau sumber air dapat
disusun sebagai berikut :
a. Bangunan pengambilan
Merupakan salah satu jenis bangunan utama disisi sungai yang berfungsi memberikan air
irigasi yang dibutuhkan. Bangunan pengambilan ini bisa berupa Free Intake atau bendung,
dan pemilihanya tergantung pada tinggi rendahnya muka air sungai.
b. Bangunan pembawa
Adalah saluran yang berfungsi membawa air dari bangunan utama sampai ketempat yang
memerlukan. Saluran pembawa ini berupa
• Saluran primer
• Saluran sekunder
• Saluran tersier
• Saluran kwarter
Untuk daerah irigasi dimana diperkirakan air irigasinya banyak membawa Lumpur,
kemungkinan diperlukan bangunan yang disebut pengendap lumpur atau kantong Lumpur.
Bangunan ini adalah bagian dari saluran primer di hilir, bangunan pengambilan memberi
kesempatan bagi Lumpur yang kasar memperhalus untuk mengendap. Pada waktu-waktu
tertentu saluran ini dikuras secara hidrolis atau mekanis.
c. Bangunan Bagi
Adalah bangunan yang terletak pada saluran primer yang membagi air ke saluran-saluran
sekunder atau pada saluran sekunder ke saluran sekunder lainya.
d. Bangunan sadap
Bangunan yang terletak pada saluran primer atau[un sekunder yang memberi air saluran
tersier.
e. Bangunan Box
Fungsi dari bangunan box tersier atau kwarter untuk membagi air ke saluran kwarter atau
langsung ke sawah.
V = R.SC
Dimana :
V = Kecepatan aliran ( m/det ; fps )
R = Jari-jari hidrolis ( m ; ft )
S = Kemiringan aliran = kemiringan dasar saluran
C = Faktor tahanan aliran, tergantung dari :
• Kecepatan rata-rata V
• Jari-jari hidrolis R
• Kekasaran dasar satuan n
• Viskositas
Dalam mencari harga C dapat di gunakan rumus-rumus sbb :
• Rumus Ganguilet – kulter yang dinyalakan dalam satuan Inggris
Dimana :
n adalah koefisien Kutter, yang besarnya sama dengan koefisien Manning n.
(Satuan Matriks)
Dimana n adalah koefisien kekasaran dan besarnya dapat dilihat pada table di bawah ini :
• Powell Formula
(English)
Dimana :
Re = angka Reynold VRP
R = jari-jari hidrolis ( ft )
E = Roughness
= density
= dynamic viscosity
Tabel Roughness = E
Keadaan Saluran E
Lama Baru
Permukaan bersemen halus 0.0002 0.0004
Saluran kayu yang ridak rata 0.0010 0.0017
Saluran dengan pasangan beton 0.0040 0.0060
Saluran tanah lurus dan uniform 0.0040
Saluran tanah yang dikeruk 0.0100
3.3.2 Manning
Rumus ini dikembangkan untuk pendimensian saluran, rumus ini diperkuat dari 170
penelitian serta data-data dari Bazin.
Bentuk dari manning sebagai berikut :
60
90
Q ( m3 / det ) m = b / h
0 - 0.5 1
0.5 - 1 1.5
1 - 1.5 2
1.5 - 3 2.5
3 - 4.5 3
4.5 - 6 3.5
6 - 7.5 4
7.5 - 9 4.5
9 - 11 5
3.4.6 Tanggul
Lebar tanggul saluran irigasi dibuat sedemikian rupa hingga dapat dilalui orang. Dan lebar
tanggul tidak diberi lapisan. Yang dimaksud lapisan ini adalah lapisan untuk penempatan
mesin-mesin untuk pembuatan lapisan keras yang tebalnya berkisar 1.00 sampai 2.00 meter.
Untuk saluran a1 :
Luas Area yang akan diairi : 14,95 Ha
q = 1,5 lt/dt/ha
Q=qxA
= 1,5 x 14,95 Ha = 22,425 lt/dt
karena nilai Q dari saluran a1 lebih kecil dari Qmin, maka Q yang diperlukan untuk saluran
a1 adalah Qmin yaitu sebesar 0,036 m3/dt atau 36 lt/dt.
Perhitungan Dimensi Saluran
Untuk saluran dengan Qmin = 36 lt/dt
Diambil perbandingan B = 1,5 H
A = (2B + 2H) H
2
A = (2 . 1,5H + 2H) H
2
A = 2,5H2
P = B + 2H√ (m2 + 1)
P = 1,5H + 2H√ (12 + 1)
P = 4,328H
R=A/P
= 2,5H2 / 4,328H
= 0,58H
Q=A*V
V = K * R2/3 * S1/2
Q = A (K * R2/3 *S1/2)
Dimana : K = 30 dan S = 0,0021/2
0,036 = 2,5H2 (30 * 0,58H2/3 * 0,0021/2)
0,036 = 3,354H2 (0,58H)2/3
0,036 = 1,945H8/3
H = (0,036/1,945)3/8
= 0,224 m
B = 1,5H
= 1,5 x 0,224
= 0,336 m
Saluran Bs – T1
A = (2B + 2H) H
2
A = (2 . 1,5H + 2H) H
2
A = 2,5H2
P = B + 2H√ (m2 + 1)
P = 1,5H + 2H√ (12 + 1)
P = 4,328H
R=A/P
= 2,5H2 / 4,328H
= 0,58H
Q=A*V
V = K * R2/3 * S1/2
Q = A (K * R2/3 *S1/2)
Dimana : K = 30 dan S = 0,0021/2
0,15788 = 2,5H2 (30 * 0,582/3 * 0,0021/2)
0,15788 = 3,354H2 (0,58H)2/3
0,15788 = 1,945H8/3
H = (0,15788/1,945)3/8
= 0,390 m
B = 1,5H
= 1,5 x 0,390
= 0,585 m
Cek terhadap Vmin :
V = K *R2/3 * S1/2
V = 30 * 0,58H2/3 * 0,0021/2
V = 30 * (0,58 x 0,390)2/3 * 0,0021/2
V = 0,498 m/dt > 0,2 m/dt ……… OK
Saluran T1 – T2
A = (2B + 2H) H
2
A = (2 . 1,5H + 2H) H
2
A = 2,5H2
P = B + 2H√ (m2 + 1)
P = 1,5H + 2H√ (12 + 1)
P = 4,328H
R=A/P
= 2,5H2 / 4,328H
= 0,58H
Q=A*V
V = K * R2/3 * S1/2
Q = A (K * R2/3 *S1/2)
Dimana : K = 30 dan S = 0,0021/2
0,11402 = 2,5H2 (30 * 0,582/3 * 0,0021/2)
0,11402 = 3,354H2 (0,58H)2/3
0,11402 = 1,945H8/3
H = (0,11402/1,945)3/8
= 0,345 m
B = 1,5H
= 1,5 x 0,345
= 0,518 m
Saluran T2 – T3
A = (2B + 2H) H
2
A = (2 . 1,5H + 2H) H
2
A = 2,5H2
P = B + 2H√ (m2 + 1)
P = 1,5H + 2H√ (12 + 1)
P = 4,328H
R=A/P
= 2,5H2 / 4,328H
= 0,58H
Q=A*V
V = K * R2/3 * S1/2
Q = A (K * R2/3 *S1/2)
Dimana : K = 30 dan S = 0,0021/2
0,07899 = 2,5H2 (30 * 0,582/3 * 0,0021/2)
0,07899 = 3,354H2 (0,58H)2/3
0,07899 = 1,945H8/3
H = (0,07899/1,945)3/8
= 0,301 m
B = 1,5H
= 1,5 x 0,301
= 0,452 m
Saluran T3 – T4
Q=A*V
V = K * R2/3 * S1/2
Q = A (K * R2/3 *S1/2)
Dimana : K = 30 dan S = 0,0021/2
0,03606 = 2,5H2 (30 * 0,582/3 * 0,0021/2)
0,03606 = 3,354H2 (0,58H)2/3
0,03606 = 1,945H8/3
H = (0,03606/1,945)3/8
= 0,224 m
B = 1,5H
= 1,5 x 0,224
= 0,336 m
4.1 UMUM
Pada dasarnya pendistribusian air irigasi tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh sawah atau
yang membutuhkan lainnya. Hal itu disebabkan oleh kondisi medan yang tidak
memungkinkan, sehingga diperlukan bangunan-bangunan irigasi supaya air dapat
dimanfaatkan oleh yang membutuhkannya separti para petani.
Bangunan irigasi tersebut mulai dari pintu pengambilan sampai pada saluran kwarter dimana
sawah mengambil airnya. Sedang macam-macamnya bangunan irigasi tersebut sudah
disinggungpada bab terdahulu, dan bab ini akan dijelaskan mengenai difinisi tiap macam
konstruksi dan kritiria perencanaannya.
Dibangun untuk dapat mengatur banyaknya air yang masuk saluran sesuai dengan yang
dibutuhkan dan menjaga air banjir tidak ke dalam saluran. Ukuran pintu pengambilan
dihitung berdasarkan debit maxsimum yang akan dialirkan ke dalam saluran primer, dengan
rumus pengaliran untuk ambang lebar dan sempurna. Pintu ini dari jenis pintu sorong.
Prinsip bangunan bagi adalah untuk membagi air dari saluran primer / sekunder ke saluran
sekunder / tersier. Bangunan bagi dilengkapi dengan pintu dan alat ukur. Waktu debit kecil,
muka air akan turun. Pintu diperlukan untuk menaikan kembali muka air sampai batas yang
diperlukan. Pintu ini dibuat pada bagian saluran yang menembus. Pada cabang saluran
dibangun alat ukur guna mengukur debit yang akan dialirkan melalui saluran yang
bersangkutan sesuai dengan kebutuhan air irigasi di sawah yang akan diairi.
Bangunan ini bersifat mengatur muka air di saluran pada elevasi yang dikehendaki. Termasuk
disini adalah bangunan yang karena medan yang terjal harus dibuat terjunan, got miring.
Sejak tahap perencanaan sudah diduga perlu adanya pelimpah maupun yang akan diatur
dalam eksploitasi.
Bangunan Terjun
Bila kemiringan lapangan lebih besar dari pada kemiringan saluran irigasi yang telah
ditentukan maka saluran harus dibagi dalam beberapa ruas, yang satu dengan yang lainnya.
Bangunan terjun ini dibagi 2 jenis yaitu :
Q
B=
1,71 M * H2/3
V12
H = h1 *
2*g
Dimana :
B = lebar bukaan efektif ( m )
Q = debit ( m / dtk )
M = koefisien ( m3 = 1 )
H = tinggi garis energi di hulu
H1 = tinggi muka air di hulu ( m )
V1 = kecepatan air di saluran hulu ( m / dtk )
b. Perhitungan Hidrolis
Q=A*V
Q = A * 2g [ ∆H ] ……… ( pipa ) ½
1 + fi + fm + fL/D
Q = A * 2g [ ∆H ]……… ( persegi )1/2
1 + fi + fm + fLS/4
Dimana :
Q = debit
D = diameter pipa
f1 = koefisien kehilangan tekanan pada pemasukan
fm = total koefisien kehilangan tekanan
L = panjang siphon
∆H = beda M. T. A antara pemasukan dan pengeluaran
S = keliling basah
A = luas penampang basah
Untuk kehilangan tekanan dapat disebabkan oleh :
a. Geseran
hf = f * L/D * v2 / 2g
f = 124,5 * n2 / d4/3…………( pipa bulat ), atau
f = 1,5 ( 0,01989 + 0,0005078/D )
f = 29 n2 / R4/3 …………( pipa persegi ), atau
f = 1,5 ( 0,001989 + 0,0005078 / 4R )
dimana :
hf = kehilangan tekanan karena geseran
f = faktor kehilangan tekanan
L = panjang siphon
v = kecepatan siphon
D = diameter siphon
R = jari-jari hiidrolis
n = koefisien kekasaran manning
b. Pemasukan
hi = fi * v2 / 2g
fi = 1/u2 – 1
dimana :
u = 0,8 -0,9
hi = kehilangan tekanan pada pemasukan
fi = faktor kehilangan tekanan
v = kecepatan pada siphon saringan (screen )
hs = 3 * n * sin 0 ( t/b ) 4/3 Vi 2 /2g
dimana :
u = koefisien batang saringan
persegi = 2.42
bulat = 1.79
θ = sudut kemiringan saringan
t = tebal batang saringan
b = jarak bersih saringan
v = kecepatan di hulu saringan belokan
hb = fb * v2 / 2g
fb tergantung pada besarnya sudut belokan Transmisi
c. Saluran ke Siphon
hc = fc ( v22 – v12 ) / 2g
dimana :
fc = 0,15 – 0,20
v2 = kecepatan pada siphon
v1 = kecepatan pada saluran
d. Saluran ke Saluran
hd = fd ( v12 – v22 ) / 2g
dimana :
fd = 0,25 – 0,3
v1 = kecepatan pada siphon
v2 = kecepatan pada saluran
Total kehilangan tekanan h harus = 10% lebih kecil dari pada perbedaan muka air tanah
pemasukan dan pengeluaran ( H ) yang tersedia.
Hf + hi + hs + hb + hc + hd < 90% . H Faktor kehilangan tekanan karena belokan. fb 5 10
05 20 25 30 35 40 45 0.013 0.030 0.048 0.067 0.088 0.115 0.146 0.84 0.234 4.6 TALANG
Suatu perlintasan antara saluran irigasi dengan pembuang alam atau sungai. 1. Bentuk
Hidrolis dan Kritiria Pengaliranya seperti pengairan pada saluran dan dapat dibuat dari kayu,
beton bertulang atau besi dengan bentuk persegi empat. Bila dari besi dapat berbentuk
setengah lingkaran. Kecepatan pada kayu, beton : v = 1,5 - 2 m / det v = 2,5 - 3 m / det dasar
dari tulang harus cukup tinggi dari muka air maksimum si sungai supaya aman dari benda-
benda kasar yang hanyut di sungai. 2. Perhitungan Hidrolis Q = µ bh √ 2 g ( Z + v2 / 2g ) V =
k R 2/3 I 1/2 Dimana : b = lebar talang h = tinggi talang Z = kehilangan tekanan k = koefisien
kekasaran R = jari-jari hidrolis I = kemiringan memanjang talang Koefisien kekasaran
Material k Kayu Beton Besi 60 70 80 4.7 Gorong-gorong Adalah bangunan yang dipakai
untuk membawa aliran air ( saluran irigasi atau pembuang ) melewati bawah jalan air lainnya
(biasanya saluran), bawah jalan kereta api. • Pada gorong-gorong aliran bebas = Benda-benda
hanyut dapat lewat dengan mudah, biaya mahal. • Pada gorong-gorong tenggelam = seluruh
potongan melintang berada dibawah permukaan air, biaya relative murah, bahaya tersumbat
lebih besar. Kritiria Perencanaan : 1. Kecepatan yang dipakai tergantung pada jumlah
kehilangan energi yang ada & geometri lubang masuk dan keluar. 2. Kecepatan diambil = 1,5
m / dtk gorong-gorong saluran untuk irigasi, dan 3,0 m / dtk gorong-gorong untuk saluran
pembuang. 3. Diameter minimum di saluran primer 0,60 m ( gorong-gorong lingkaran ) 4.
Gorong-gorong segi empat dibuat dari beton bertulang atau dari pasangan batu dengan pelat
beton bertulang sebagai penutup. Kehilangan tinggi energi untuk gorong-gorong yang
mengalir penuh. 1. Gorong-gorong pendek ( L < 20m ) Q = µ A √2gz Dimana : Q = debit (
m3 / dtk ) µ = koefisien debit A = luas pipa ( m2 ) G = 9,8 m / dtk2 Z = kehilangan tinggi
energi pada gorong-gorong ( m ) 2. Gorong-gorong > 20 m
Kehilangan masuk : ∆H masuk = ε masuk ( Va – V )2
2g
Kehilangan akibat gesekan ∆Hf = Cf V2 V2
2g C2R
Contoh Perhitungan :
i2
H rata-rata =
Li
2 . (1335)
=
1250
= 2.136
H rata-rata
S rata-rata =
Li
2.136
=
1250
= 0.0017
Elevasi 1 S = 0.0017
1
30 m
Tabel hubungan tinggi muka air dengan debit, dihitung berdasarkan penampang melintang
pada patok P18.
Hasil perhitungan pada table diatas dapat disajikan dalam gambar grafik hubungan antara
elevasi muka air dan debit pada patok P18.
4H2 m2 = 74 m3/dt
2 m/dt
4H2 m2 = 37 m2
H2 = 37 / 4
H = √9.25
H = 3.04 m
- Dari penampang rencana → B = 3H , jadi
B = 3 ( 3.04 m )
B = 9,12 m
- Jadi luas penampang basah → A = 4H2 m2 = 4 x ( 3.04 )2 = 36.97 m2 = 40m2
- Jadi keliling basah → P = 5,82 H = 5,82 x 3,04
= 17.69
H = 3.04 m
B = 9.12 m
ELM = ELS + ho
Dimana : ELM = elevasi mercu bendung
ELS = elevasi sawah tertinggi
= elevasi dasar sungai + H Q20
ho = total kehilangan tinggi tekan
Kehilangan tinggi tekan yang terjadi :
e. Kehilangan tinggi tekan dari saluran tersier ke sawah 0,10 m
f. Kehilangan tinggi tekan dari saluran sekunder - saluran tersier 0,10 m
g. Kehilangan tinggi tekan dari saluran primer – saluran sekunder 0,10 m
h. Kehilangan tinggi tekan dari sungai-sungai primer 0,20 m
i. Tinggi genangan disawah 0,10 m
j. Kehilangan tinggi tekan akibat kemiringan saluran 0,15 m
k. Kehilangan tinggi tekan akibat alat ukur 0,40 m
l. Persediaan tekanan untuk ekaploitasi 0,10 m
m. Persediaan tekanan untuk bangunan – bangunan lain 0,25 m
Perhitungan : ELS = elevasi dasar sungai + H Q20
= + 128.85 + 1,37
= + 130.22
ho = 0,10 + 0,10 + 0,10 + 0,20 + 0,10 + 0,15 + 0,40 + 0,10 + 0,25
= 1,50 m
ELM = ELS + ho
= + 130.22 + 1,50
= + 131.72
5.5. PENENTUAN LEBAR BENDUNG
Dalam menentukan lebar bendung, faktor utama yang dapat dipakai sebagai pertimbangan
adalah lebar sungai yang ada dan debit yang direncanakan melimpah di atas mercu bendung.
Lebar efektif bendung ( Be ) dihubungkan dengan lebar bendung yang sebenarnya ( B ),
yakni jarak antara pangkal – pangkal bendung dan tiang pancang dengan persamaan :
Be = B1 – 2 ( n . kp + ka ) He
Dimana : Be = lebar efektif bendung
B1 = lebar bendung sebenarnya
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi dinding
He = tinggi tekan total
n = jumlah pilar
kp = 0,01 ( untuk pilar bulat )
ka = 0,10 ( untuk pilar bulat )
dengan : tB’ = B – b -
B = lebar bendung
b = lebar pintu pengurasan
t = jumlah lebar pilar
Maka : Q = V . A
Q=V
A
Q = 1 R 2/3 S1/2
An
Diambil H = 2.04 m
Maka : A = 26H + H2
= 26* 2.04 + 2.042
= 53.04 + 4.16
= 57.2 m2
P = 26 + 2.8H
= 26 + 2.8*2.04
= 31.71
R = A = 57.2
P 31.71
= 1.8 m
134,48
120,612
Loncatan hidrolis (hydraulic jump) adalah kejadian naiknya muka air tiba-tiba dari air yang
mengalir dengan kecepatan tinggi disertai kedalaman rendah bergabung dengan air yang
berkecepatan tinggi dengan kedalaman tinggi.
XY
1 0.294
2 1.049
3 2.207
4 3.743
5 5.639
Perhitungan
Menghitung dalamnya air disetiap titik setelah melalui mercu :
Vz (2 . g (z + H0 + Yz)=
Q = Vz . Yz
Be
Fz = Vz
(g . Yz)
(2 .g (z + H0 + Yz) - Q = 0
Be.Yz
Dimana :
Q = Debit banjir rencana
Be = Lebar efektif bendung
Vz = Kecepatan dititik
Q20 = 120 m3/dt
Be = 18.670
q = Q20 = 120 = 6.427 m3/dt/m
Be 18.670
Asumsi Yj = 0
Dalam pemilihan kolam olak, selain ditentukan oleh topograpi dan tail water, juga ditentukan
oleh bilangan Froude (Fr).
Kriteria pemilihan kolam olakan berdasarkan bilangan Froude.
ac = 2 . Y1
= 2 . 0,608
= 1,216
Lc 2 . Y1
Lc diambil = 2 . Y1 = 1,216
as = 1,25 . Y1
= 1,25 . 0,608
= 0,760
Lb = 6,1 . Yb
= 6,1 . 3,569
= 21,771 m
Keterangan :
Lb = Panjang Kolam Olak
Lc = Panjang Chute Block
Yb = Tinggi muka air didalam Kolam Olak
as = Tinggi End Sills
ac = Tinggi Chute Block
be = Lebar Chute Block
se = Jarak anatara Chute Blocks
5.9.3 Perhitungan
V = 0,0005 . Qn . T
= 0,0005 . 1,45 . (14 . 24 . 3600)
= 876,96 m3
`
Diambil B = 6
L = 54
Penentuan in
An = (B + m.Hn)Hn
3,625 = (6 + 1. Hn)Hn
Hn = 0,5531
Penentuan is
is = Pembilasan Kantong Lumpur kosong, sediment didalam kantong berupa pasir kasar
Vs = Kecepatan pembilas diambil 1,4 m/dt
Agar pembilas dapat dilakukan dengan baik, maka kecepatan aliran harus dijaga agar tetap
subkritis.
6.1. KESIMPULAN
Setelah diselesaikannya penyusunan tugas irigasi dan bangunan air ini, yang meliputi teori
dan perhitungan tentang kebutuhan air irigasi, perencanaan jaringan dan saluran irigasi
sampai pada perencanaan bendung dan perlengkapannya, maka dapat kami simpulkan
sebagai berikut :
a. Dalam perencanaan mengenai irigasi dan bangunan air sangat diperlukan data-data
lapangan yang akurat, sehingga dalam perencanaan dan perhitungan dapat menghasilkan
desain yang optimal, yang pada akhirnya bangunan yang dibuat dapat berfungsi dengan baik
dan sesuai dengan kebutuhan irigasi pada daerah yang direncanakan serta ekonomis dari segi
biaya namun tetap terjaga kualitas sehingga tidak terjadi hal-hal yang diinginkan seperti
meluapnya air keluar bendung, terjadinya erosi tanah akibat saluran air yang meluap dan
pembagian air disawah yang tidak merata.
b. Sistem irigasi untuk pengairan yang direncanakan dengan baik dan memperhatikan
kebutuhan air tanaman akan meningkatkan hasil produksi pertanian terutama pada tanaman
padi yang bila diairi dengan mengandalkan curah hujan hanya dapat tanam 2 kali dalam
setahun dengan hasil dan kualitas yang kurang optimal, namun bila diairi dengan sistim
irigasi yang baik akan dapat tanam 3 kali dalam setahun dengan hasil padi yang optimal dan
berkualitas.
6.2. SARAN
a. Mata kuliah irigasi dan bangunan air sebaiknya ditambah sks nya agar ilmu tentang irigasi
dan bangunan air dapat diterima seluruhnya dan dapat serap dengan baik, sehingga benar-
benar menghasilkan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi tinggi.
b. Pada mata kuliah ini akan lebih baik bila dilakukan tinjauan lapangan sehingga lebih
mengetahui sistim irigasi yang direncanakan dengan baik dan tidak, yang pada akhirnya
dapat meningkatkan serta memperbaiki sistim jaringan irigasi yang ada.