Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hampir disetiap wilayah Indonesia terdapat banyak sungai besar maupun
kecil yang menguasai hampir 80% dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama Comment [l1]: Jangan menguasai

petani sebagai basis dasar Negara agraris. Kebutuhan akan ketersediaan air pada suatu
daerah sangat perlu diperhatikan karena air merupakan salah satu kebutuhan pokok
manusia yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya. Indonesia meupakan Negara
yang memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau, sehingga perlu
dikembangkan potensi-potensi sungai tersebut guna meningkatkan hasil produksi
petani salah satunya dengan membangun bendung.
Bendung adalah suatu bangunan yang dibuat dari pasangan batu kali, bronjong
atau beton yang terletak melintang pada sebuah sungai yang tentu saja bangunan ini
dapat digunakan untuk kepentingan lain selain irigasi, seperti untuk keperluan air
minum, pembangkit listrik atau, pengglontoran suatau kota. Bendung sebagai salah
satu contoh banguna air dimana mencakup hampir keseluruh aspek bidang
keteknisipilan yaitu struktur air, tanah, geoteknik dan, menejemen konstruksi didalam
perencanaan teknis strukturnya. Untuk mendapatkan struktur bendung yang tepat perlu
dilakukan analisis dan perhitungan yang detail dan menyeluruh, hal ini dikarenakan
adanya hubungan saling ketergantungan dari banyak aspek pelaksanaannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang dibahas dalam
laporan ini adalah:
1. Bagaimanakah cara merencanakan elevasi mercu bendung?
2. Bagaimana cara menyelesaikan menggunakan metode Gumble.
3. Bagaimana cara menyelesaikan menggunakan metode Hesper.
4. Bagaimana cara menyelesaikan menggunakan metode Weduwen.

1
C. Maksud dan Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, tujuan penulis
laporan ini adalah agar mahasiswa mampu merencanakan elevasi mercu bendung. Comment [l2]: Konstruksi bendung

D. Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, maka
manfaat penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat teoritis
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam bidang pendidikan, terutama yang
berkaitan dengan pembelajaran bidang teknik sipil laporan ini juga diharapkan
bermanfaat dalam dunia kerja.
2. Manfaat Praktis
Bagi Mahasiswa
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa untuk membantu dalam
pembelajaran mata kuliah bangunan air. Sehingga dengan adanya laporan ini
mahasiswa dapat dengan mudah merencanakan elevasi mercu bendung sesuai dengan
prosedur.
Bagi Dosen
Manfaat dari laporan ini bagi dosen adalah dapat digunakan sebagai bahan refrensi untuk
memperbaiki pemblajaran dikelas dengan pembelajaran yang efektif dan menarik
mahasiswa untuk merencanakan suatu elevasi mercu bendung.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Bendung
Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi untuk meninggikan
muka air sungai agar bisa disadap. Bendung merupakan salah satu bagian dari
bangunan utama. Bangunan Utama adalah bangunan air (hydraulic structure)
yang terdiri dari bagian-bagian: bendung (weir structure), bangunan pengelak
(diversion structure), bangunan pengambilan (intake structure), bangunan pembilas
(flushing structure) dan bangunan kantong lumpur (sediment trap structure).
Sebuah bendung memiliki fungsi, yaitu untuk meninggikan muka air sungai
dan mengalirkan sebagian aliran air sungai yang ada ke arah tepi kanan dan tepi
kiri sungai untuk mengalirkannya ke dalam saluran melalui sebuah bangunan
pengambilan jaringan irigasi. Fungsi bendung ini berbeda dengan fungsi bendungan
dimana sebuah bendungan berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya di
musim hujan waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi
kebutuhan.
Air yang ditampung di dalam bendungan ini dipergunakan untuk keperluan
irigasi, air minum, industri, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kelebihan dari
sebuah bendungan, yaitu dengan memiliki daya tampung tersebut, sejumlah besar air
sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk dan baru dilepas
mengalir ke dalam sungai lagi di hilirnya sesuai dengan kebutuhan saja pada
waktu yang diperlukan.
Bendung juga dapat didefinisikan sebagai bangunan air yang dibangun secara
melintang sungai, sedemikian rupa agar permukaan air sungai di sekitarnya naik
sampai ketinggian tertentu, sehingga air sungai tadi dapat dialirkan melalui pintu
sadap ke saluran-saluran pembagi kemudian hingga ke lahan-lahan pertanian
(Kartasapoetra, 1991: 37).
Suatu konstruksi sebuah bendung dapat dibuat dari urugan tanah, pasangan batu
kali, dan bronjong atau beton. Sebuah bendung konstruksinya dibuat melintang
sungai dan fungsi utamanya adalah untuk membendung aliran sungai dan
menaikkan level atau tingkat muka air di bagian hulu. Sebelum membangun

3
sebuah konstruksi bendung, terlebih dahulu ditentukan lokasi atau di bagian sungai
mana bendung tersebut akan dibangun. Ini terkait dengan wilayah atau luas petak-
petak sawah yang aliran air irigasinya akan dibantu oleh adanya konstruksi bendung
tersebut.
Pemilihan lokasi bendung hendaknya memperhatikan beberapa hal-hal seperti,
wilayah atau topografi daerah yang akan dialiri, topografi lokasi bendung, keadaan
hidrolis aliran sungai, keadaan tanah pondasi, dan lain sebagainya. Selain hal-hal
utama yang telah disebutkan tadi, terdapat pula hal-hal khusus yang harus tetap
diperhatikan sebelum membangun sebuah konstruksi bendung, misalnya konstruksi
bendung harus direncanakan sedemikian rupa agar seluruh daerah dapat dialiri
secara proses gravitasi, tinggi bendung dari dasar sungai tidak lebih dari tujuh
meter, saluran induk tidak melewati trase yang sulit, letak bangunan pengambilan
(intake) harus di letakkan sedemikian rupa sehingga dapat menjamin kelancaran
masuknya air, sebaiknya lokasi bendung itu berada pada alur sungai yang lurus,
keadaan pondasi cukup baik, tidak menimbulkan genangan yang luas di udik bendung
serta tanggul banjir sependek mungkin, dan pelaksanaan tidak sulit dan biaya
pembangunan tidak mahal.
Untuk keperluan perencanaan dan pembangunan suatu konstruksi bendung,
diperlukan pula data-data yang nanti akan dipergunakan untuk menentukan dimensi,
luasan, dan bagian-bagian bendung yang perlu dibangun. Data-data tersebut,
misalnya data topografi, data hidrologi, data morfologi, data geologi, data mekanika
tanah, standar perencanaan (PBI, PKKI, PMI, dll), data lingkungan, dan data
ekologi. Selain itu, diperlukan juga data-data terkait tentang curah hujan di derah
tersebut, data debit banjir, dan data-data lain yang terkait dengan keadaan
hidrologis daerah tersebut. Semua data-data ini dipergunakan untuk perencanaan
dan pembangunan sebuah konstruksi bendung.

B. Bagian – Bagian Bendung


Konstruksi sebuah bendung memiliki bagian-bagian tertentu. Bagian- bagian ini
menopang seluruh konstruksi bendung. Setiap bagian memiliki detail dan fungsi
yang khusus. Bagian-bagian inilah yang akan bekerja agar operasional suatu bendung

4
dapat berjalan dengan baik. Bagian-bagian dari konstruksi bendung secara umum,
yaitu :
1. Tubuh bendung
Tubuh bendung merupakan struktur utama yang berfungsi untuk membendung
laju aliran sungai dan menaikkan tinggi muka air sungai dari elevasi awal.
Bagian ini biasanya terbuat dari urugan tanah, pasangan batu kali, dan bronjong
atau beton. Tubuh bendung umumnya dibuat melintang pada aliran sungai.
2. Pintu air (gates)
Pintu air merupakan struktur dari bendung yang berfungsi untuk mengatur,
membuka, dan menutup aliran air di saluran baik yang terbuka maupun tertutup.
Bagian yang penting dari pintu air adalah :
a. Daun pintu (gate leaf) adalah bagian dari pintu air yang menahan tekanan air
dan dapat digerakkan untuk membuka, mengatur, dan menutup aliran air.
b. Rangka pengatur arah gerakan (guide frame) adalah alur dari baja atau besi
yang dipasang masuk ke dalam beton yang digunakan untuk menjaga
agar gerakan dari daun pintu sesuai dengan yang direncanakan.
c. Angker (anchorage) adalah baja atau besi yang ditanam di dalam beton dan
digunakan untuk menahan rangka pengatur arah gerakan agar dapat
memindahkan muatan dari pintu air ke dalam konstruksi beton.
d. Hoist adalah alat untuk menggerakkan daun pintu air agar dapat dibuka dan
ditutup dengan mudah.
3. Pintu pengambilan (intake)
Pintu pengambilan berfungsi mengatur banyaknya air yang masuk saluran dan
mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar ke dalam saluran. Pada bendung,
tempat pengambilan bisa terdiri dari dua buah, yaitu kanan dan kiri, dan bisa juga
hanya sebuah, tergantung dari letak daerah yang akan diairi. Bila tempat
pengambilan dua buah, menuntut adanya bangunan penguras dua buah pula.
Kadang-kadang bila salah satu pintu pengambilam debitnya kecil, maka
pengambilannya lewat gorong- gorong yang di buat pada tubuh bendung. Hal ini
akan menyebabkan tidak perlu membuat dua bangunan penguras dan cukup satu saja.
4. Kolam peredam energi

5
Bila sebuah konstruksi bendung dibangun pada aliran sungai baik pada palung
maupun pada sodetan, maka pada sebelah hilir bendung akan terjadi loncatan air.
Kecepatan pada daerah itu masih tinggi, hal ini akan menimbulkan gerusan setempat
(local scauring). Untuk meredam kecepatan yang tinggi itu, dibuat suatu
konstruksi peredam energi. Bentuk hidrolisnya adalah merupakan suatu bentuk
pertemuan antara penampang miring, penampang lengkung, dan penampang lurus.
Secara garis besar konstruksi peredam energi dibagi menjadi 4 (empat) tipe, yaitu:
a. Ruang olak tipe Vlughter
Ruang olak ini dipakai pada tanah aluvial dengan aliran sungai tidak membawa
batuan besar. Bentuk hidrolis kolam ini akan dipengaruhi oleh tinggi energi di
hulu di atas mercu dan perbedaan energi di hulu dengan muka air banjir hilir.
b. Ruang olak tipe Schoklitsch
Peredam tipe ini mempunyai bentuk hidrolis yang sama sifatnya dengan
peredam energi tipe Vlughter. Berdasarkan percobaan, bentuk hidrolis kolam
peredam energi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu tinggi energi di atas
mercu dan perbedaan tinggi energi di hulu dengan muka air banjir di hilir.
c. Ruang olak tipe Bucket
Kolam peredam energi ini terdiri dari tiga tipe, yaitu solid bucket, slotted rooler
bucket atau dentated roller bucket, dan sky jump. Ketiga tipe ini mempunyai
bentuk hampir sama dengan tipe Vlughter, namun perbedaanya sedikit pada ujung
ruang olakan. Umumnya peredam ini digunakan bilamana sungai membawa
batuan sebesar kelapa (boulder). Untuk menghindarkan kerusakan lantai belakang
maka dibuat lantai yang melengkung sehingga bilamana ada batuan yang
terbawa akan melanting ke arah hilirnya
d. Ruang olak tipe USBR
Tipe ini biasanya dipakai untuk head drop yang lebih tinggi dari 10 meter.
Ruang olakan ini memiliki berbagai variasi dan yang terpenting ada empat tipe
yang dibedakan oleh rezim hidraulik aliran dan konstruksinya. Tipe-tipe
tersebut, yaitu ruang olakan tipe USBR I merupakan ruang olakan datar
dimana peredaman terjadi akibat benturan langsung dari aliran dengan permukaan
dasar kolam, ruang olakan tipe USBR II merupakan ruang olakan yang
memiliki blok- blok saluran tajam (gigi pemencar) di ujung hulu dan di dekat

6
ujung hilir (end sill) dan tipe ini cocok untuk aliran dengan tekanan
hidrostatis lebih besar dari 60 m, ruang olakan tipe USBR III merupakan ruang
olakan yang memiliki gigi pemencar di ujung hulu, pada dasar ruang olak
dibuat gigi penghadang aliran, di ujung hilir dibuat perata aliran, dan tipe ini
cocok untuk mengalirkan air dengan tekanan hidrostatis rendah, dan ruang
olakan tipe USBR VI merupakan ruang olakan yang dipasang gigi pemencar
di ujung hulu, di ujung hilir dibuat perata aliran, cocok untuk mengalirkan air
dengan tekanan hidrostatis rendah, dan Bilangan Froud antara 2,5 sampai
dengan 4,5.
e. Ruang olak tipe The SAF Stilling Basin (SAF = Saint Anthony Falls).
Ruang olakan tipe ini memiliki bentuk trapesium yang berbeda dengan bentuk
ruang olakan lain dimana ruang olakan lain berbentuk melebar. Bentuk hidrolis
tipe ini mensyaratkan Fr (Bilangan Froude) berkisar antara 1,7 sampai dengan 17.
Pada pembuatan kolam ini dapat diperhatikan bahwa panjang kolam dan
tinggi loncatan dapat di reduksi sekitar 80% dari seluruh perlengkapan. Kolam
ini akan lebih pendek dan lebih ekonomis akan tetapi mempunyai beberapa
kelemahan, yaitu faktor keselamatan rendah (Open Channel Hidraulics,
V.T.Chow : 417-420) Pemilihan tipe kolam peredam energi tergantung pada
beberapa faktor atau beberapa kondisi, misalnya keadaan tanah dasar atau
kondisi tanah dasar, tinggi perbedaan muka air hulu dan hilir, dan sedimen yang
diangkut aliran sungai.
5. Pintu penguras
Penguras ini bisanya berada pada sebelah kiri atau sebelah kanan bendung dan
kadang-kadang ada pada kiri dan kanan bendung. Hal ini disebabkan letak
daripada pintu pengambilan. Bila pintu pengambilan terletak pada sebelah kiri
bendung, maka penguras pun terletak pada sebelah kiri pula. Bila pintu
pengambilan terletak pada sebelah kanan bendung, maka penguras pun terletak
pada sebelah kanan pula. Sekalipun kadang-kadang pintu pengambilan ada dua
buah, mungkin saja bangunan penguras cukup satu hal ini terjadi bila salah
satu pintu pengambilan lewat tubuh bendung. Pintu penguras ini terletak
antara dinding tegak sebelah kiri atau kanan bendung dengan pilar, atau antara

7
pilar dengan pilar. Lebar pilar antara 1,00 sampai 2,50 meter tergantung
konstruksi apa yang dipakai.
Pintu penguras ini berfungsi untuk menguras bahan-bahan endapan yang ada
pada sebelah udik pintu tersebut. Untuk membilas kandungan sedimen dan agar
pintu tidak tersumbat, pintu tersebut akan dibuka setiap harinya selama kurang
lebih 60 menit. Bila ada benda-benda hanyut mengganggu eksploitasi pintu
penguras, sebaiknya dipertimbangkan untuk membuat pintu menjadi dua
bagian, sehingga bagian atas dapat diturunkan dan benda-benda hanyut dapat
lewat diatasnya.

C. Jenis – Jenis Irigasi


Jenis jenis bendung antara lain:
a. Bendung tetap (fixed weir, uncontrolled weir)
Bendung tetap adalah jenis bendung yang tinggi pembendungannya tidak
dapat diubah, sehingga muka air di hulu bendung tidak dapat diatur sesuai
yang dikehendaki. Pada bendung tetap, elevasi muka air di hulu bendung
berubah sesuai dengan debit sungai yang sedang melimpas (muka air tidak bisa
diatur naik ataupun turun). Bendung tetap biasanya dibangun pada daerah hulu
sungai. Pada daerah hulu sungai kebanyakan tebing-tebing sungai relative
lebih curam dari pada di daerah hilir. Pada saat kondisi banjir, maka elevasi
muka air di bendung tetap (fixed weir) yang dibangun di daerah hulu tidak
meluber kemana-mana (tidak membanjiri daerah yang luas) karena terkurung oleh
tebing-tebingnya yang curam.
b. Bendung gerak/bendung berpintu (gated weir, barrage)
Bendung gerak adalah jenis bendung yang tinggi pembendungannya dapat
diubah sesuai dengan yang dikehendaki. Pada bendung gerak, elevasi muka air di
hulu bendung dapat dikendalikan naik atau turun sesuai yang dikehendaki
dengan membuka atau menutup pintu air (gate). Bendung gerak biasanya
dibangun pada daerah hilir sungai atau muara. Pada daerah hilir sungai atau muara
sungai kebanyakan tebing- tebing sungai relative lebih landai atau datar dari pada
di daerah hilir. Pada saat kondisi banjir, maka elevasi muka air sisi hulu bendung
gerak yang dibangun di daerah hilir bisa diturunkan dengan membuka pintu- pintu

8
air (gate) sehingga air tidak meluber kemana-mana (tidak membanjiri daerah
yang luas) karena air akan mengalir lewat pintu yang telah terbuka kea rah
hilir (downstream).

D. Penentuan Lokasi Bendung


Lokasi bendung harus dipilih di tempat yang optimum dengan
memperhatikan bagian sungai yang lurus dengan bentang terpendek (jarak antara
tebing kiri-tebing kanan).
 Terdapat alur yang stabil di dekat lokasi bangunan pengambilan (intake
structure).
 Air sungai yang akan disadap mencukupi meskipun pada saat musim kemarau.
 Sedikit sedimen yang masuk pada saat penyadapan.
 Dampak pembangunan bendung adalah kecil baik ke arah hulu dan hilir.
 Stabilitas bendung bisa tercapai seiring dengan biaya yang ekonomis.
 Mudah dalam saat pelaksanaan Operasi dan pemeliharaan.

E. Data – Data Yang Dibutuhkan Untuk Perencanaan


1. Peta topografi (skala 1 : 25000, 1 : 1 : 2000 dan skala 1 : 100), untuk
menentukan tata letak bendung.
2. Data geologi teknik lokasi tapak bendung, untuk menentukan karakteristik
pondasi bendung.
3. Data hidrologi, untuk menentukan besaran debit banjir rencana.
4. Data morfologi sungai, untuk menentukan besaran angkutan sedimen.
5. Data karakteristik sungai, untuk menentukan hubungan antara besaran debit
sungai dengan elevasi muka air banjir.
6. Keadaan batas pada jaringan irigasi, untuk menentukan dimensi bendung
dan bangunan intake.
7. Bangunan-bangunan yang sudah ada (exsisting structure) atau bangunan
yang sedang direncanakan pada sungai tersebut, baik di hulu maupun hilir
calon bendung.

9
F. Pemilihan Tipe Bendung
Pemilihan tipe bendung (bendung tetap ataupun bendung gerak) didasarkan pada
pengaruh air balik akibat pembendungan (back water). Jika pengaruh air balik akibat
pembendungan tersebut berdampak pada daerah yang luas maka bendung gerak
(bendung berpintu) merupakan pilihan yang tepat.
Jika pengaruh air balik akibat pembendungan tersebut berdampak pada daerah
yang tidak terlalu luas (misal di daerah hulu ) maka bendung tetap merupakan pilihan
yang tepat.
Jika sungai mengangkut batu-batuan bongkahan pada saat banjir, maka
peredam energi yang sesuai adalah tipe bak tenggelam. Bagian hulu muka
pelimpah direncanakan mempunyai kemiringan untuk mengantisipasi agar batu-
batu bongkah dapat terangkut lewat di atas pelimpah. Jika sungai tidak mengangkut
batu-batuan bongkahan pada saat banjir, maka peredam energi yang sesuai adalah
tipe kolam olakan (stilling basin).

10
BAB III PEMBAHASAN
A. Perhitungan Curah Hujan Rencana
Analisa curah hujan ini dimaksudkan untuk memperoleh besarnya hujan dengan
periode ulang tertentu. Sebab hal ini penting untuk perencanaan suatu bendung. Cara
yang dipakai dalam perhitungan ini menggunakan
 Metode Gumble
 Metode Hasper
 Metode weduwen
Data curah hujan maksimum tahunan yang diperoleh dari hasil pengamatan pada Desa
Matang Segantar Kec. Teluk Keramat Kab. Sambas, Kalimantan Barat
TABEL 3.1 DATA CURAH HUJAN 10 TAHUN TERAKHIR (2004 - 2013)

DESA MATANG SEGANTAR KEC. TELUK KERAMAT KAB. SAMBAS, KALIMANTAN BARAT

BULAN RATA
Rh
TAHUN TOTAL -
JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC max
RATA

2004 527 140 367 119 180 14 215 9 109 209 225 595 4118 226 595

2005 437 86 150 44 303 113 111 113 226 614 753 683 4955 303 683

2006 265 240 99 126 360 196 60 192 160 208 152 607 4064 222 607

2007 339 138 108 89 302 330 259 74 296 340 430 536 4712 270 536

2008 423 207 115 96 122 68 125 108 496 245 243 783 4256 253 783

2009 617 149 72 175 99 172 76 198 68 228 210 180 4073 187 617

2010 662 82 78 98 143 154 176 312 289 184 434 335 4622 246 662

2011 757 276 210 144 135 93 115 74 236 299 215 354 4565 242 757

2012 504 274 232 124 80 49 219 113 21 238 245 297 4111 200 504

2013 163 316 25 222 23 49 457 150 268 121 265 908 4072 247 908

JUMLAH 4694 1908 1456 1237 1747 1238 1813 1343 2169 2686 3172 5278 43548 2395 6652

RATA-RATA 469 191 146 124 175 124 181 134 217 269 317 528 4355 240 665

Sumber : BMKG Siantun 2013


Keterangan : Curah hujan dalam milimeter (mm)

11
TABEL 3.2 DATA CURAH HUJAN
DAERAH DESA MATANG SEGANTAR

Tahun Curah Hujan (R)


No.
Pengamatan (mm/24jam)

2004 226
2 2005 303
3 2006 222
4 2007 270
5 2008 253
6 2009 187
7 2010 246
8 2011 242
9 2012 200
10 2013 247

Metode Gumble
Adapun proses perhitungan curah hujan rencana dengan Metode Gumbel
adalah sebagai berikut :
a. Hitungan standar devisiasi


Keterangan :
Sx : Standar Devisiasi
xi : Curah hujan rata – rata
xr : Harga rata – rata
n : Jumlah Data


12
Untuk perhitungan standar deviasi curah hujan yang diambil, dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 3.3 DATA CURAH HUJAN DAERAH DESA MATANG
SEGANTAR KEC. TELUK KERAMAT KAB. SAMBAS,
KALIMANTAN BARAT
Tahun Curah Hujan (R)
No. (xi-xR) (xi-xR)2
Pengamatan (mm/24jam)
1 2004 225.75 -13.76 189.29
2 2005 302.75 63.24 3999.51
3 2006 222.08 -17.43 303.63
4 2007 270.08 30.58 934.83
5 2008 252.58 13.08 170.96
6 2009 187.00 -52.51 2757.13
7 2010 245.58 6.08 36.91
8 2011 242.33 2.83 7.98
9 2012 199.67 -39.84 1587.36
10 2013 247.25 7.74 59.93
xR 240
Jumlah 10047.52
Sx 33.41

b. Hitungan nilai faktor frekuensi (k)

Keterangan :
K = Faktor frekuensi
Yt = Harga rata-rata reduce variate (Tabel 1.1 pada lampiran)
Yn = Reduced variate (Tabel 1.2 pada lampiran)
Sn = Reduced stabdar deviation (Tabel 1.3 pada lampiran)
 Periode Ulang 2 Tahun

 Periode Ulang 5 Tahun

13
 Periode Ulang 10 Tahun

 Periode Ulang 25 Tahun

 Periode Ulang 50 Tahun

 Periode Ulang 100 Tahun

c. Hitungan hujan dalam Tahunan

Keterangan :
Xt = Hujan dalam periode ulang tahun
Xr = Harga rata-rata
K = Faktor Frekuensi
Sx = Standar deviasi
 Periode Ulang 2 Tahun
Xt = 132,8 + (-0,1355 x 33.41)
= 128.27
 Periode Ulang 5 Tahun
Xt= 132,8 + (1,0580 x 33.41)
= 168.15
 Periode Ulang 10 Tahun
Xt = 132,8 + (1,8481 x 33.41)
= 194.55
 Periode Ulang 25 Tahun
Xt = 132,8 + (2,8468 x 33.41)
= 227.91

14
 Periode Ulang 50 Tahun
Xt = 132,8 + (3,5875 x 33.41)
= 252.66
 Periode Ulang 100 Tahun
Xt = 132,8 + (4,3228 x 33.41)
= 277.22
Sehingga perhitungan curah hujan periode ulang T tahun dengan data
curah hujan di atas adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4 Curah Hujan Periode Ulang T Tahun Metode Gumble
Periode
Yt Yn Sn K Sx Xr Xt
Ulang
2 0.3665 0.4952 0.9496 -0.135531 33.41 132.8 128.27
5 1.4999 0.4952 0.9496 1.058024 33.41 132.8 168.15
10 2.2502 0.4952 0.9496 1.848147 33.41 132.8 194.55
25 3.1985 0.4952 0.9496 2.846778 33.41 132.8 227.91
50 3.9019 0.4952 0.9496 3.587511 33.41 132.8 252.66
100 4.6001 0.4952 0.9496 4.322767 33.41 132.8 277.22

Metode Hasper
Data-data tersebut diurutkan dari curah hujan terbesar ke terkecil:
Curah
Tahun Rangking
Hujan (R)
Pengamatan (m)
(mm/24jam)
2005 302.75 1
2007 270.08 2
2008 252.58 3
2013 247.25 4
2010 245.58 5
2011 242.33 6
2004 225.75 7
2006 222.08 8
2012 199.67 9
2009 187.00 10
Rata - rata 240

15
Adapun proses perhitungan curah hujan rencana dengan Metode Gumbel adalah sebagai
berikut :
a. Hitungan Standar Deviasi

* + * +

Keterangan :
Sd = Standar deviasi
Ṝ = Curah hujan rata-rata
R1 = Hujan maksimum pertama
R1 = Hujan maksimum ke dua
= Standar variabel Hesper (Tabel 1.5 pada lampiran)

Selain diatas variabel lain adalah :

Tm =

Keterangan :
Tm = Variabel
n = Jumlah tahun pengamatan
m = Urutan rangking
 Rangking kedua

Jadi,
 Rangking kedua

Jadi,

* + * +

[ ] [ ]

16
b. Hitungan Hujan dalam T Tahun

Keterangan :
RT = Curah hujan rencana periode ulang
Ṝ = Curah hujan rata – rata
Sd = Standar deviasi
UT = Konstanta hesper sehubungan dengan periode ulang yang dikehendaki
 Periode Ulang 2 Tahun

 Periode Ulang 5 Tahun

 Periode Ulang 10 Tahun

 Periode Ulang 25 Tahun

 Periode Ulang 50 Tahun

 Periode Ulang 100 Tahun

17
Tabel 3.5 Curah Hujan Periode Ulang T Tahun Metode Hasper
T Ṝ R₁ R₂ μ₁ μ₂ Sd Uᵀ Rᵀ
2 240 302.75 270.08 1.35 0.73 64.45 -0.22 225.82
5 240 302.75 270.08 1.35 0.73 64.45 0.55 275.45
10 240 302.75 270.08 1.35 0.73 64.45 1.26 321.21
25 240 302.75 270.08 1.35 0.73 64.45 2.10 375.35
50 240 302.75 270.08 1.35 0.73 64.45 2.75 417.24
100 240 302.75 270.08 1.35 0.73 64.45 4.43 525.51

Metode Wedumen

Keterangan :
Rn = Hujan rencana dengan periode ulang
Rp =

Sehingga :

R = Harga terbesar dari R2 atau R1

R1 = Hujan maksimum pertama


R2 = Hujan maksimum kedua
Mn = mp (dari tabel 1.6 pada lampiran dengan n (periode ulang) dan p ( lama
pengamatan))
 (n = 10 tahun  mp = 0,705)

 Periode Ulang 2 Tahun

 Periode Ulang 5 Tahun

 Periode Ulang 10 Tahun

18
 Periode Ulang 25 Tahun

 Periode Ulang 50 Tahun

 Periode Ulang 100 Tahun

Tabel 3.6 Curah Hujan Periode Ulang T Tahun Metode Wedume


No. T Mn Rp Rn
1 2 0.498 270.08 134.50
2 5 0.602 270.08 162.59
3 10 0.705 270.08 190.41
4 25 0.845 270.08 228.22
5 50 0.948 270.08 256.04
6 100 1.05 270.08 283.58

Tabel 3.7 Curah Hujan Metode Gumble, Hasper, dan Wedumen


Metode/Thn 2 5 10 25 50 100
Gumble 128.27 168.15 194.55 227.91 252.66 277.22
Hasper 225.82 275.45 321.21 375.35 417.21 525.51
Wedumen 134.50 162.59 190.41 228.22 256.04 283.58

19
B. Perencanaan Debit Banjir
Untuk merencanakan bendung, hal ini perhitungan debit banjir rencana berdasarkan data
curah hujan yang berpengaruh terhadap daerah aliran rencana :
1. Metode Hasper – Hasper
2. Metode Rational – Gumble
3. Metode Melchior – Gumble

Adapun data-data dari daerah aliran sungai Desa Matang Segantar Kec. Teluk Keramat
Kab. Sambas, Kalimantan Barat adalah :
Luas DPS ( cathment area ) A = 200 km2
panjang sungai L = 20 km
panjang sungai teoritis L = 0,90 x 20 = 18 km
beda tinggi elevasi hulu dan hilir = + 15 m
Elevasi panjang sungai pada bagian hulu = +500
Elevasi panjang sungai pada bagian hilir = +485
Beda tinggi Mangkang di hulu dengan lokasi bendung (H)
H = EL (Hulu) – EL (hilir)
= 500 – 485
= + 15 m
Kemiringan dasar sungai :

Keterangan :
H = Perbedaan tinggi permukaan dasar sungai hulu sampai titik bersangkutan
i = Kemiringan dasar sungai
Ukuran elip DPS sisi panjang = a = 20 km
Ukuran elip DPS pendek = b = 15 km > 2/3 a

20
1. Metode Hasper-Hasper
Metode ini dapat digunakan dengan syarat luas DAS<300 Km². (Suyono
Sosrodarsono Kensaku Takeda,1977)
Langkah – langkah perhitungan debit banjir metode hasper :
a. Koefisien run off

Keterangan :
α = Koefesien run off
A = Luas DPS

b. Waktu konsentrasi

Keterangan :
t = Waktu konsentrasi
L = Panjang sungai (Km)
i = Kemiringan dasar sungai

c. Koefisien reduksi

Ketererangan :
= Koefisien reduksi

21
d. Hitung curah hujan harian maksimum rencana periode ulang T tahun
 Untuk t < 2 jam

 Untuk t < 2 jam < t < 19 jam

 Untuk t < 2 jam < t < 19 jam

Karena t = 9,513 maka mengunakan :

 Periode ulang 2 Tahun

 Periode ulang 5 Tahun

 Periode ulang 10 Tahun

 Periode ulang 25 Tahun

22
 Periode ulang 50 Tahun

 Periode ulang 100 Tahun

e. Hitungan intensitas hujan yang diperlukan

Keterangan :
q = Intensitas hujan yang diperlukan
r = curah hujan harian maksimum rencana periode ulang T tahun
t = Waktu konsentrasi
 Periode ulang 2 Tahun

 Periode ulang 5 Tahun

 Periode ulang 10 Tahun

 Periode ulang 25 Tahun

 Periode ulang 50 Tahun

23
 Periode ulang 100 Tahun

f. Hitungan debit banjir rencana periode ulang T tahun

Keterangan :
Q = Debit banjir rencana periode ulang T tahun (m³/det)
α = Koefesien run off
= Koefisien reduksi
q = Intensitas hujan yang diperlukan
A = Luas DPS (km²)
 Periode ulang 2 Tahun

m3/det
 Periode ulang 5 Tahun

m3/det
 Periode ulang 10 Tahun

m3/det
 Periode ulang 25 Tahun

m3/det
 Periode ulang 50 Tahun

m3/det
 Periode ulang 100 Tahun

24
m3/det

Distribusi debit banjir rencana periode T tahun dengan Metode Haspers dapat
disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 3.8 Banjir Rencana Metode Hasper – Hasper

Periode Ulang Debit Banjir


(Tahun) Rencana (mᶾ)

2 40.1502
5 48.9715
10 57.1072
25 66.7326
50 74.1752
100 93.43

2. Metode Rational – Gumble


Metode ini digunakan dengan anggapan bahwa DPS memiliki ;
Intensitas curah hujan merata diseluruh DPS dengan durasi tertentu
Lamanya curah hujan = waktu konsentrasi dari DPS
Punjak banjir dan intensitas curah hujan mempunyai tahun berulang yang
sama
Luas DPS < 300 km³
Langkah – langkah perhitungan debit banjir metode hasper :
a. Waktu konsentrasi

Keterangan :
= Waktu konsentrasi
= Panjang sungai
= Kemiringan dasar sungai

jam

25
b. Intensitas hujan

[ ]

Keterangan :
I = Intensitas hujan
= Curah hujan
= Waktu konsentrasi
 Periode Ulang 2 Tahun

[ ]

 Periode Ulang 5 Tahun



[ ]

 Periode Ulang 10 Tahun



[ ]

 Periode Ulang 25 Tahun



[ ]

 Periode Ulang 50 Tahun



[ ]

 Periode Ulang 100 Tahun



[ ]

26
c. Koefisien Limpasan (C)
Angka koefesien limpasan merupakan indikator apakah suatu DAS telah
mengalami gangguan. Besar kecilnya nilai C tergantung pada permebilitas dan
kemampuan tanah menanpung air . nilai C yang besar menunjukan bahwa
banyak air hujan menjadi limpasan (Tabel 1.4 pada lampiran). Koefisien pada
kajian ini dihitung berdasarkan pola pegunungan. Karena tata guna lahan di
DPS Sungai Desa Matang Segantar Kec. Teluk Keramat Kab. Sambas,
Kalimantan Barat, maka nilai tetapan C di berikan bobot (weghtedI) untuk
memperoleh nilai rata-rata tertimban. Perhitungan selengkapnya disajikan
dalam bentuk tabel berikut :

Tabel 3.9 Perhitungan Koefisien Limpasan (C) di Sungai Desa Matang


Segantar Kec. Teluk Keramat Kab. Sambas, Kalimantan Barat

Pengunaan Luas Cx%


No. % Luas C
Lahan (km²) Luas (%)

1 Hutan alam 80 40 0.25 10.00


2 Hutan industri 60 30 0.30 9.00
3 Pemukiman 20 10 0.25 2.50
4 Sawah 40 20 0.20 4.00
Jumlah 200 100 25.50

d. Perhitungan debit banjir

Keterangan :
Q = debit maksimum (m³/det)
C = Koefisien run off
I = Intensitas hujan selama waktu penambatan banjir (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (km²)
 Periode Ulang 2 Tahun

m3/det
 Periode Ulang 5 Tahun

27
m3/det
 Periode Ulang 10 Tahun

m3/det
 Periode Ulang 25 Tahun

m3/det
 Periode Ulang 50 Tahun

m3/det
 Periode Ulang 100 Tahun

m3/det

Tabel 3.10 Banjir Rencana Metode Rational - Gumble


Periode Ulang Debit Banjir Rencana
(Tahun) (mᶾ)
2 87.39

5 114.54

10 132.47

25 155.63

50 172.03

100 188.79

28
3. Metode Melchoir – Gumble
Perhitungan banjir maksimum atau banjir rencana yang sampai sekarang belum
ditinggalkan oleh dinas pengairan ialah dengan memakai cara Melchior untuk luas
daerah penatusan sampai tak terhingga luasnya.
Dasar perhitungan menurut cara Melchoir ialah perumusan:
a.
Keterangan :
Q = Debit banjir rencana (m³/det)
α = Koefisien limpasan air hujan
β = Koefisien pengurangan luas daerah hujan
q = Intensitas maksimum jatuhnya hujan rata – rata (m3/det/km)
f = luas Daerah pengaliran sungai (km²)

b. (F + 3960 – 1720 β) (β – 0,12) = 1970


Keterangan :
F = adalah luas bidang elip yang mengelilingi daerah penatusan
dengan sumbu pendek b > 2/3
a = panjang sumbu ellips
c. Kurva Intensitas hujan relative
d.

Keterangan :
T = Waktu konsentrasi hujan (jam)
L = Panjang sungai (km)
e. √
Keterangan :
i = kemiringan sungai
f.

Keterangan :
H = Beda tinggi
g.

Keterangan :

29
a = Ukuran eplips DPS sisi panjang (km)
b = Ukuran eplips DPS sisi pendek (km)

(tabel)
Gambar Ellips bisa diukur
a = 20 Km
b = 15 Km

km2

 Periode Ulang 50 Tahun

Curah hujan yang diambil (R24) = 300 mm/24 jam

Pendekatan secara coba – coba


1. Monogram A
 q = 4 m3/det/km2 ; f = 216 (Tabel 1.8 pada lampiran)

30
  Untuk t 19 jam < t< 30 hari

m3/det/km2  cocok
Setelah dihitung harga q yang mendekati adalah 4 m3/det/km², untuk F
216 dan T = jam atau 1163.04 menit maka penambahan 16%
(Tabel 1.7 pada lampiran) dan α = 0,52.

m3/det

 Periode Ulang 100 Tahun

Curah hujan yang diambil (R24) = 300 mm/24 jam

Pendekatan secara coba – coba


1. Monogram A
 q = 4 m3/det/km2 ; f = 216 (Tabel 1.8 pada lampiran)

31
  Untuk t 19 jam < t< 30 hari

m3/det/km2  cocok
Setelah di ulang harga q yang mendekati adalah 4 m3/det/km², untuk F
235,5 dan T = 19.0259 jam atau 1141.554 menit (tabel 1.7 pada
lampiran) maka penambahan 15% dan α = 0,52

m3/det

Tabel 3.11 Rangkuman Perhitungan Debit

Q50 Q100
Metode
(mᶾ/det) (mᶾ/det)

Hasper – Hasper 74.1752 93.4300

Rasional – Gumble 172.0333 188.7889

Melchoir - Gumble 378.3836 415.1800

32
BAB IV
PERENCANAAN
A. Perencanaan Elevasi Mercu
a) Menentukan Elevasi Mercu
Untuk menentukan elevasi mercu bendung pada dasarnya diambil peil Sawah, saluran
drainaseia yg tertinggi yg akan diairi atau yg akan digunakan untuk pengelontoran kota
serta tambah dengan kehilangan tekanan akibat bangunan – bangunan pengambilan,
kemiringan sal dan pintu akur adapun standart perhitungan adalah sebagai berikut :
a. Elevasi lahan tertinggi yang akan dialiri air = 502
b. Tinggi air di sal drainase = 0,5
c. Kehilangan tekanan di saluran = 0,15
d. Kehilangan tekanan karena kemiringan sal drainase = 0,15
e. Kehilangan tekanan di alat ukur = 0,25
f. Kehilangan tekanan dari sungai ke sal drainase = 0,2
g. Persediaan tekanan karena untuk bangunan lain-lain = 0,25
+
Elevasi mercu = 503,5 Comment [l3]: Kalau elevasi depannya
angka di kasih +

b) Menentukan tinggi mercu


Syarat P 4,00 m
a. Elevasi mercu bendung = 503,5 m
b. Elevasi dasar sungai rata- rata = 500 m
-
Tinggi mercu bendung (P) = 3,5 m
Karena P 4,00 m, maka tinggi mercu bendung memenuhi syarat.

B. Menentukan Lebar Efektif Bendung


Beff = B – Σt – 0,20 Σ b (perencanaan bendung tetap, Ir. Soekarno 1972 hal 220)
dimana :
Beff = lebar efektif bendung
B = lebar efektif bendung
Σt = jumlah tebal pilar
Σb = jumlah lebar pintu pembilas

33
Untuk bendungan (BKB ) direncanakan menggunakan:
1. Pilar 1 buah dengan tebal a = 1,5 m
2. Untuk pembilas 1 buah lebar a = 1,5 m
3. Lebar seluruh bendung = 80 m
Beff = B – Σt – 0,20 Σ b
= 80-1,50- (0,2 x 1,50)
= 78,2 m (Gambar 3.1 pada lampiran)

C. Menentukan Tipe Mercu


Dalam perencanaan bendung dipakai mercu tipe ogee dengnan kemiringan mercu hulu 1 :
0,33 (KP 0,2 1986 hal 48)

D. Perhitungan Hidrolik Bendung


a. Menghitung tinggi air banjir diatas mercu

(KP 0,2 1986 hal 47)

34
Keterangan :
Q = debit rencana (Q50 = 291,133m3/dt)
cd = koefisien debit ( cd = C0 x C1 x C2 )
P = tinggi mercu
G = grafitasi = 9,8 m/dt2
Beff= lebar efektif bending (m)
K = kehilangan energi
H1 = tinggi energi di atas mercu (m)
hd = tinggi air normal
Perhitungan :
Karena belum diketahui H1 maka untuk cd diamsusikan 2 ;
Asumsi cd = s = (grafik kp 02 hal 45 lampiran 57)


meter
Checking cd :

Untuk nilai c0 konstanta = 1,30, untuk nilai c1 dan c2 (Grafik 2.4)


Jadi, cd = c0 x c1 x c2
=1,30 x 0,94 x 1,79
= 2,19
35
 Perhitungan kecepatan air hulu bendung

Keterangan :
V0 = Perhitungan kecepatan air dihulu bendung m/det
Q = Debit banjir m3/det

m/det
 Perhitungan energi rencana diatas mercu
 Perhitungan tinggi energy rencana

Keterangan :
= Perhitungan tinggi energi rencana
g = Gravitasi

m Comment [l4]: Kok tinggi ya

 Perhitungan

 Perhitungan tinggi muka air di atas mercu (hulu)


He = EL mercu + (H1 – K)
= 503,2 + (5.4 - 0.0063)
= 508,5937 m

36
 Perhitungan muka air kritis
Besarnya : R1 = 0,21 x Hd = 0.21 x 5.3937 = 1.1327 m
R2 = 0,68 x Hd = 0.68 x 5.3937 = 3.6677 m
= 0,237 x Hd = 0.237 x 5.3937 = 1.2783 m
= 0,136 x Hd = 0.136 x 5.3937 = 0.7335 m

b. Kemiringan Mercu Di Bagian Hilir


Comment [l5]: Di Gambarnya ukuran
Hd berapa? Dan H1 nya? Kok Hd nya tinggi
sekali ya coba di ck lagi hitungannya

ko

Keterangan :
= Koordinat horizontal permukaan hilir
= Koordinat vertikal permukaan hilir
Missal :
5 y

ok!

37
c. Menentukan tinggi banjir di hilir bendung
Rumus Chezy:

Keterangan :
C = Koefisien Chezy
R = Jari – jari (m)
 √
Keterangan:
V = kecepatan aliran (m/det)
I = kemiringan dasar sungai

Keterangan :
A = luas penampang (m2)
b = lebar bendung (m)
h = tinggi bendung (m)

Keterangan:
Q = Debit (m3/det)
 √
Keterangan :
P = keliling basah (m)
m = perbandingan (m)

Keterangan :
= jari – jari hidraulik (m)
Diketahui :
 Qrencana = 378.3836 m3/det
 I = 0,00075
 m=1
 r = 1,5
 b = 80 m
38
Perhitungan dilakukan dengan excel

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan dari Excel


Elevasi
dasar Q
h (m) A(m2) P (m) R (m) C V(m/det)
dihilir (m3/det)
485
485.5 0.5 40.75 81.41 0.50 27.88 0.54 22.01
486 1 82.00 82.83 0.99 34.70 0.95 77.52
487 2 166.00 85.66 1.94 41.88 1.60 265.03
487.1 2.1 174.51 85.94 2.03 42.38 1.65 288.65
487.2 2.2 183.04 86.22 2.12 42.87 1.71 313.09
487.3 2.3 191.59 86.51 2.21 43.33 1.77 338.33
487.46 2.46 205.31 86.96 2.36 44.02 1.85 380.35
487.5 2.5 208.75 87.07 2.40 44.19 1.87 391.17
487.1 2.1 174.51 85.94 2.03 42.38 1.65 288.65
487.1 2.1 174.51 85.94 2.03 42.38 1.65 288.65
487.1 2.1 174.51 85.94 2.03 42.38 1.65 288.65

39
Dari perhitungan di atas maka, didapat hasil yang mendekati debit rencana yaitu pada
ketinggian 2,46 m dengan debit 380,35 m³/det dengan elevasi +487,46 m.

d. Perhitungan Back Water


Rumus yang dipakai :
Metode standart / standart step metode (Kp 02 1986 hal 164) :

 Untuk

 Untuk

Keterangan :
= Kedalaman air di sungai tempat bendung (m)
= Tinggi air berhubungan adanya bendung (m)
= Kemiringan sungai

e. Perhitungan Hidrolik Gradiant


Metode ini menggunakan metode analisa rembesan:
 Perhitungan Lantai muka
Lantai muka berfungsi untuk menguangi tekanan air keatas pada bidang dasar pondasi
dan juga memperpanjang jalannya aliran air (creep line). Makin pendek creep line
makin kecil hambatannya, sehingga kontruksi laintai muka air semakin panjang
demikian pula sebaliknya.

40
Comment [l6]: Gambar sket bendung

41
 Beda tinggi tekanan saat air banjir
EL.t.muka air hilir = EL.t.dasar sungai + t.muka air di bendung
= 500 + 2,46
= 502,46
Z = (EL.t.muka air dihulu +H1) - EL.t.muka air dihilir
= (500 + 5,3937) – 502,46
= 2,9337 m
 Beda tinggi tekanan saat air normal
Z = (EL.Mercu - EL. Dasar sungai)
= 503,5 – 500
= 3,5 m
1) Teori Bligh
Bligh berpendapat bahwa besarnya perbedaan di jalur pengaliran adalah sebanding
dengan panjang garis rayapan dan dinyatakan sebagai berikut :

Keterangan ;
Z = Beda tinggi tekanan air dihulu dan hilir bendung
L = panjang garis rayapan
C = creep ration / koefisien rayapan = 15 (Tabel 1.10 pada lampiran)
Syarat : ƩLV + ƩLH ≥ CZ
 Panjang rembasaan saat air banjir
ƩLV + ƩLH ≥ CZ
17,5 + 44 ≥ 15 x 0,137
61,5 ≤ 2,01............. ok
 Panjang rembasaan saat air normal
ƩLV + ƩLH ≥ CZ
17,5 + 44 ≥ 15 x 4,5
61,5 ≥ 67,5.............. ok

42
2) Teori Lane’s
Lane’s dengan Weighted Creep theorinya memberikan koreksi terhadap teori bligh
dengan menyatakan bahwa energy yang diperlukan untuk melewati jalan vertical
lebih besar dari pada jalan yang horizontal dengan perbandinngan 3 : 1 bahwa
LV=3LH untuk suatu panjang yang sama.
Jadi syarat lane’s adalah :
LV + 1/3 LH ≥ CZ ( Ir Soenarno 1972 hal 45 )
Dimana :
LV = Panjang rembesan vertical (m)
LH = Panjang rembesan horizontal (m)
C = Creep ratio = 7 (Tabel 1.10 pada lampiran)
Z = Beda tinggi tekanan air di hulu dan hilir bending
 Panjang rembasaan saat air banjir
ƩLV + ƩLH ≥ CZ
17,5 + 14,67 ≥ 7 x 0,137
32,17 ≥ 0,96.............. ok
 Panjang rembasaan saat air normal
ƩLV + ƩLH ≥ CZ
17,5 + 14,67 ≥ 7 x 4,5
32,17 ≥ 31,5..............ok
Dari perhitungan kedua di atas maka dengan teori lane’s panjang bending rencana
aman terhadap bahaya piping dan dimensi tetap.

f. Perhitungan Kolam Olakan


Q = 291,133 m3/dt
EL.t.muka air hilir = EL.t.dasar sungai + t.muka air di bendung
= 500 + 2,46
= 502,46 m
Rumus ( Kp 02 1986 hal 60)

m3/dt

43
√ √

untuk menentukan jari – jari R dan tinggi minimum (T) kolam olakan dipakai
perbandingan.

dengan dan (Grafik 2.1 dan Grafik 2.2)

2,174 

Rmin = 3,92 m
Menentukan batas tinggi minimum muka air :

2,174 

Tmin = 5,71 m

Lantai lindung a = 0,1 x 3,92 = 0,392 m


Jadi, lantai lindung sebesar 0,4 m

Menentukan jari – jari kolam olakan :


Tmin = batas muka air hilir minimum
hc = kedalaman air kritis, m
a = lantai lindung
q = debit per lebar satuan, m3/dt
Rmin = jari – jari min bak yang diizinkan
g = percepatan gravitasi, m/dt (9,8)

 Daya dukung izin tanah (qq) terzaghi


Asumsi :
qa = 1/n qu/T
qu/T = 1,3 a Nc +0,48.ft.Nf + D.ft.Nq
Keterangan :
qu = daya dukung ultimit

44
qa = daya dukung tanah
B = lebar pondasi (1m)
t = masa jenis tanah (1,928 + 1m3)
a = shop faktor = 1
D = kedalaman pondasi (dianggap pondasi dipermukaan tanah)
q = sudut geser dalam (25˚) ...........................asumsi
n = 2 pada waktu gempa
n = 3 pada waktu keadaan tidak gempa
sehingga :
Faktor daya dukung tanah akibat kohesi (Nc) = 25,1
Faktor daya dukung akibat beban terbagi (Nq) = 12,70
Faktor daya dukung tanah akibat berat tanah (Ny) = 9,70
(Tabel 1.9 pada lampiran)
Perhitungan :
qu/T = 1,3 a. Nc + 0,48. ft. Nf + D. ft. Nq
qu/T = 1,3 x 25,1 +0,48 x 1 x 1,982 x 9,7 + 0 x 1 x 12,7
qu/T = 41,858 t/m3
qa = 1/3 x 41,858 t/m3 = 13,953 t/m3
Terhadap daya dukung tanah :

( )

a. ( )

b. ( )

E. Menentukan Pintu Pengambilan (INTEKE)


Elevasi jaringan irigasi = 20%
Luas daerah yang akan dialiri = 200 Ha
Kebutuhan air untuk tanaman pada saluran induk = l,5 l/det/Ha

Debit rencana Q = = = 375 l/det = 0,375 m3/det

45
Rumus :
Q = μ. b. a. √ ........................................(kp 02)
Keterangan :
Q : debit (m3/dt)
μ : koefisien debit (0,8)
a : tinggi bukaan (m)
b : lebar bukaan (m)
g : gravitasi (9.8) (m)
z : kehilangan tinggi energi pada bukaan (z)
Menghitung kehilangan tinggi bukaan pada (z) :
V = 0,80√

(1,5)² = (0,80 √ )²
2,25 = 0,64 x 2 x 9,8 x z
2,25 = 12,544 z

z =

= 0,18 m ≈ 0,20 m
Menghitung kehilangan tinggi energi pada bukaan (n) debit :
 Tinggi muka air dengan mercu selisih = 10cm
 Tembok sedada dengan muka = ± 1,5 m
 Elevasi ambang minimum = ± 485
 a = 502 – 1,5 – 500 = 0,5 m
sedangkan lebar bukaan (b) :
Q = μ. b. a. √
0,375 + 20% = 0,8 x b x 0,5 √
0,45 = 0,79 b

b = = 0,57 m

46
F. Perhitungan Saluran Penangkapan Lumpur
Data – data :
 Direncanakan luas daerah yang akan dialiri = 20Ha
 Direncanakan kebutuhan air untuk tanaman pada saluran induk = 1,5 l/dt/Ha

 Q pengambilan = = 375 m/dt = 0,375 m3/dt

Dengan adanya kantung lumpur debit rencana ditambah 20%


Jadi Q pengambilan = 0,375 + 20% = 0,45
Direncanakan :
Lebar saluran b = 0,57 m
m =1
kecepatan = 1,50 m/det

G. Perhitungan Kemiringan Normal Saluran Induk


Rumus menurut Stickler :


Keterangan :
V = Kecepatan air normal (m/det)
K = Kofesien stickler umumnya 55
R = Jari-jari (m)
I = kemiringan

Keterangan :
A = Luas Penampang (m)
Q = Debit (m³/det)

A= = = 0,25 m2

 A = h (b + m.h)
Keterangan :
h = Tinggi muka air (m)
47
b = Lebar (m)
A = h (b + m.h)
0,25 = h.b + h²
0,25 = h x 0,57 + h²
h² + 0,57h – 0,25
untuk menentukan h dapat rumus persamaan kuadrat dengan rumus kuadrat (rumus
ABC)
a=1 b = 0,57 c = -0,25

sehingga tinggi muka air (h) = 0,11 m


 P=b+2h√
Keterangan :
P = Keliling basah (m)
 P =b+2h√
= 0,57 + 2. 0,11 √
= 0,88 m

 ( ) ( )

H. Menentukan Saluran Pengurasan


Kantong lumpur direncanakan :
Vs penguras = 1,5 m/dt
Qs = pengurasan = 0,45 m3/at
Ks = kekosongan saluran
Is = kemiringan saluran

48

Keterangan :
A = Luas Penampang (m)
Q = Debit (m³/det)

A= = = 0,3 m2

 A = h (b + m.h)
Keterangan :
h = Tinggi muka air (m)
b = Lebar (m)
A = h (b + m.h)
0,3 = h.b + h²
0,3 = h x 0,57 + h²
h² + 0,57h – 0,3
untuk menentukan h dapat rumus persamaan kuadrat dengan rumus kuadrat
(rumuas ABC)
a=1 b = 0,57 c = -0,3

, sehingga tinggi muka air (h) 0,33 m


 P=b+2h√
Keterangan :

49
P = Keliling basah (m)
P=b+2h√
= 0,57 + 2. 0,33 √
= 1,50 m
 R =

= 0,2 m

 ( ) ( )

I. Menentukan Kantong Lumpur


Rumus :

L = . h ....................................(Kp 02 hal 140)

Dimana :
L = panjang kantong lumpur
V = kecepatan aliran disaluran kantong lumpur 1,5 m/det
W = kecepatan endapan 0,01
h = kedalaman air 0,33 m

L = . 0,33 = 49,5 m

50
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Debit yang digunakan pada perencanaan bendung adalah Q50 sebesar 415,18
m³/dt. Tipe mercu bendung yang digunakan adalah mercu ogee.
Diperoleh data :
 H1= 1,45 m
 hd = 5,3937 m
 k = 0,0063
 He = 518,5937
 koordinat X = 1,55 dan Y= 0,63
 R1= 1,1327 m
 R2= 3,6677 m
5.2.Saran
a. Dalam perhitungan desain hidrolik bendung, dilakukan sesuai dengan Standar
Perencanaan Irigasi – Kriteria Perencanaan
b. Dalam perhitungan desain hidrolik bendung, dilakukan sesuai dengan Standar
Perencanaan Bendung – Kriteria Perencanaan

51
LAMPIRAN 1
TABEL
1.1. Tabel antara kala ulang dan faktor reduksi YT

52
1.2. Tabel Hubungan Antara kata ulang dengan faktor reduksi Yn

1.3. Tabel Reduced Standard Deviation Sn

53
1.4. Tabel Koefisien Limpasan (Dr. Mononobe)

54
1.5. Tabel Standar Variabel Haspers

55
1.6. Tabel Koefisien Mn danMp

56
1.7. Tabel Persentase nilai n (%) yang bergantung dari nilai t (menit)

57
1.8. Tabel Penentuan q untuk Satuan Harga F (Hadisusanto, 2010 : 161)

1.9. Tabel Koefesien Daya Dukung

58
1.10. Tabel Harga-harga Minimum Rembesan

59
LAMPIRAN 2
GRAFIK
2.1. Batas Minimum Tinggi Air Hilir

2.2. Jari – Jari Minimum Bak

60
2.3. Faktor Koreksi Untuk Untuk Selain Tinggi Energi Rencana Pada Bendung Mercu
Ogee ( Menurut Ven Te Chow, 1959, Berdasarkan Data USBR Dan WES)

2.4. Harga – Harga Koefisien C2 Untuk Bendung Mercu Tipe Ogee Dengan Muka Hulu
Melengkung ( menurut USBR,1960 )

61
LAMPIRAN 3
PERENCANAAN
3.1. Lebar Efektif Rencana

3.2. Detail Perhitungan Bentuk Marcu Ogee

62
3.3. Hasil Perhitungan Hidrolik Bendung

63
DAFTAR PUSTAKA
Buku Kriteria Perencanaan (KP) 1 tentang Perencanaan Jaringan Irigasi
http://kristotemang.blogspot.com/2013/04/klasifikasi-jaringan-irigasi.html
https://www.tneutron.net/sipil/petak-primer-sekunder-dan-tersier/
https://www.ilmutekniksipil.com/bangunan-air/bangunan-bagi-sadap

64

Anda mungkin juga menyukai