BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bangunan Utama
Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai: Semua bangunan yang
direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk memebelokan air ke dalam
jaringan saluran irigasi agar dapat di pakai untuk keperluan irigasi, biasanya
dilengkapi
dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi sedimen yang berlebihan
Bendung Tetap
atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk
mendapatkan
tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara
Bendung Penyadap
Bendung Tetap
Bendung Gerak
Bendung Kombinasi
1.
2.
3.
4.
5.
6. Bangunan Pembilas
7. Mercu Bendung
8. Kolam Peredam Energi
9. Jembatan
2.2
Lokasi Bendung
Pemilihan lokasi bendung yang dibicarakan yaitu untuk bendung tetap
Dalam hal ini semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga harus
dilihat elevasi sawah tertinggi yang akan diairi,
Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diari telah diketahui maka elevasi
mercu bendung dapat ditetapkan,
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -4
diseleksi,
Disamping itu ketinggian mercu bendung dari dasar sungai dapat pula
direncanakan.
Dari kedua hal di atas, lokasi bendung dilihat dari segi topografi dapat
Penempatan lokasi intake yang tepat dilihat dari segi hidraulik dan
angkutan sedimen sehingga aliran ke intake tidak mengalami gangguan
dan angkutan sedimen yang akan masuk intake juga dapat dihindari.
Pola aliran sungai, kecepatan, dan arahnya pada waktu debit banjir, sedang
dan kecil,
Kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir, sedang dan kecil,
biaya
pelaksanaan
dapat
ditentukan
dan
cara
selanjutnya
daerah genangan yang tidak terlalu luas dan ketinggian tanggul banjir.
Penempatan lokasi intake, kantong sedimen dan saluran akan lebih baik.
Selain keuntungan di atas, pada pelaksanaannya pasti akan dijumpai
kesulitannya, yaitu:
Harus dibuat tanggul penutup sungai, yang kadangkala cukup tinggi dan
berat
diperlukantanggul penutup sungai, dan saluran induk akan berada di tanah asli,
tidak di atas tanggul penutup sungai.
Tata letak yang tepat untuk sudetan bergantung kepada berbagai faktor
seperti keadaan geoteknik, topografi, dan lainnya. Dalam pengaturan alur sudetan
dan tata letaknya beberapa hal harus dipertimbangkan juga, yaitu:
2.3
Analisis Hidrologi
Perhitungan analisis hidrologi digunakan untuk mengetahui debit banjir
topografi cenderung datar dan luas DAS < 500 km2. Besar curah hujan rata-rata
dihitung sebagai berikut :
dapat
1+2+
(1)
Keterangan:
1.1+2.2+.
.
(2)
Keterangan:
R = Curah hujan rata-rata
Rn = Curah hujan stasiun ke n
An = Luas daerah pengaruh stasiun ke n
C. Cara Isohiet
Metode ini dinilai yang paling teliti untuk mendapatkan curah hujan daerah
rata-rata. Cara ini digunakan apabila stasiun pengamatan relative lebih padat
dengan keadaan topografi cenderung berbukit dan tidak beraturan, dan luas DAS
>5000 km2. Besar curah hujan dapat dihitung sebagai berikut :
=
1.1+2.2+.
.
(3)
Keterangan:
ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain : Gumbel, Hasspers, dan
A.
(4)
Keterangan :
Xt
Xa
= Faktor frekwensi
Sx
= Standar Deviasi
(4.1)
= +
(4.2)
Keterangan :
Yt
= Reduced variate
Yn
= Reduced mean
Sn
( )2
1
(4.3)
Keterangan :
Xi
Kala Ulang
T (Tahun)
1
2
5
10
20
25
50
100
200
1000
Faktor Reduksi
Yt
-2.0000
0.3665
1.4999
2.2504
2.9702
3.1985
3.9019
4.6001
5.2958
6.9190
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0.4952
0.5236
0.5362
0.5436
0.5485
0.5521
0.5548
0.5569
0.5586
0.5600
0.4996
0.5252
0.5371
0.5442
0.5489
0.5524
0.5550
0.5570
0.5587
0.5035
0.5268
0.5380
0.5448
0.5493
0.5527
0.5552
0.5572
0.5589
0.5070
0.5282
0.5388
0.5453
0.5497
0.5530
0.5555
0.5574
0.5591
0.5100
0.5296
0.5396
0.5458
0.5501
0.5533
0.5557
0.5576
0.5592
0.4588
0.5128
0.5309
0.5403
0.5463
0.5504
0.5535
0.5559
0.5578
0.5593
0.4690
0.5157
0.5320
0.5410
0.5468
0.5508
0.5538
0.5561
0.5580
0.5595
0.4774
0.5181
0.5332
0.5418
0.5473
0.5511
0.5540
0.5563
0.5581
0.5596
0.4843
0.5202
0.5343
0.5424
0.5477
0.5515
0.5543
0.5565
0.5583
0.5598
0.4902
0.5220
0.5353
0.5430
0.5481
0.5518
0.5545
0.5567
0.5585
0.5599
0
0.9496
1.0628
1.1124
1.1413
1.1607
1.1747
1.1854
1.1938
1.2007
1.2065
1
0.9697
1.0695
1.1159
1.1436
1.1623
1.1759
1.1863
1.1945
1.2013
2
0.9833
1.0755
1.1193
1.1458
1.1638
1.1770
1.1873
1.1953
1.2020
3
0.9971
1.0812
1.1226
1.1480
1.1653
1.1782
1.1881
1.1960
1.2026
1.0095
1.0865
1.1255
1.1499
1.1667
1.1793
1.1890
1.1967
1.2032
0.7928
1.0206
1.0915
1.1285
1.1519
1.1681
1.1803
1.1898
1.1973
1.2038
0.8388
1.0316
1.0961
1.1313
1.1538
1.1696
1.1814
1.1906
1.1980
1.2044
0.8749
1.0411
1.1004
1.1339
1.1557
1.1708
1.1824
1.1915
1.1987
1.2049
0.9043
1.0494
1.1047
1.1363
1.1574
1.1721
1.1834
1.1923
1.1994
1.2055
0.9288
1.0565
1.1086
1.1388
1.1590
1.1734
1.1844
1.1930
1.2001
1.2060
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -10
B.
pertama dan maksimum kedua (R1 dan R2). Data-data curah hujan yang diperoleh
dengan metode Gumbel, yaitu pengamatan minimum 10 tahun, metode ini
sama
Xt = Xa +S.
Keterangan :
X
t
(5)
Xa
= Standar deviasi
=2
2
2
(5.1)
Keterangan :
R1
R2
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -11
t
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
20
25
30
35
40
45
C.
-1,86
-0,22
0,17
0,39
0,55
0,73
0,88
1,01
1,17
1,26
1,35
1,43
1,50
1,57
1,63
1,89
2,10
2,27
2,41
2,54
2,65
T
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
2,75
2,86
2,93
3,00
3,08
3,15
3,21
3,27
3,33
3,78
3,43
3,53
3,62
3,70
3,77
3,84
3,91
3,97
4,03
4,09
4,14
220
240
260
280
300
350
400
450
500
600
700
800
900
1.000
5.000
10.000
50.000
80.000
500.000
4,24
4,33
4,42
4,50
4,57
4,77
4,88
5,01
5,13
5,33
5,51
5,56
5,80
5,29
7,90
8,83
11,08
12,32
13,74
= = . 2
(6)
Keterangan :
R2
Mp
Mn
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -12
n/p
1/5
1/3
1
2
3
4
mn/mp
0,238
0,262
0,271
0,336
0,410
0,492
0,541
0,579
n/p
mn/mp
n/p
mn/mp
5
10
15
20
25
30
40
0,602
0,705
0,766
0,811
0,845
0,875
0,915
50
60
70
80
90
100
125
0,948
0,975
1,00
1,020
1,030
1,050
1,080
= . . 1. 200
(7)
1970
(7.1)
1000
(7.2)
= 1,31 2
(7.3)
= 0,9
(7.4)
(7.5)
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -13
Keterangan :
Qn
t
k
B.
(8)
= 1 (4.1 . + 7)
(8.1)
=
=
+1
.
+9
120+
120+
67.65
+1,45
(8.2)
(8.3)
(8.4)
Keterangan :
Qn
= Koefisien aliran
= Koefisien reduksi
qn
Ls
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -14
C.
= . . .
1+ 0.012. 0.70
(9.1)
=
1+ 0.075. 0.70
0.40
= 1 + + 3,702 .10
+15
0.75
. 12
(9.2)
= 3,6
(9.3)
= + .
(9.4)
= 0.9 .
(9.5)
(9.6)
24
= +10,0008 (260
24 )(2)
(9.7)
24
(9.8)
+1
(9.9)
Keterangan:
Qn
= Koefisien aliran
= Koefisien reduksi
Sx
= Simpangan Baku
Rt
Ls
= selisih tinggi antara titik-titik dan titik sejauh 0.9L dari titik itu ke
hulu sungai.
2.4
Perencanaan Hidrolis
berhubungan langsung dengan sifat-sifat hidrolis atau pengaliran air oleh dan pada
tubuh bendung tersebut. Dalam hal ini meliputi kebutuhan tekanan air, bentuk
pelimpah debit dan peredam energi, serta dimensi-dimensi pintu bilas dan pintu
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -16
(10)
A = (b + mhi)hi
(10.1)
O = + 2 1 + 2
(10.2)
R =
(10.3)
Sedangkan untuk kecepatan aliran dihitung dengan rumus Chezy dan Bazin,
sebagai berikut:
V =
C=
87
1+
(10.4)
(10.5)
Keterangan:
C
= koefisien kecepatan
hi
Profil Asli
Dimensi sungai didapatkan dari profil melintang sungai, profil sungai yang
dipakai adalah rata- rata dari lima profil sungai, yaitu profil sungai di as bendung,
dua profil sungai di hulu bendung dan dua profil sungai di hilir bendung sesuai
Gambar 2.3
Dengan memilih harga h akan didapatkan hubungan antara h dan Q, titiktitik tersebut digambarkan dalam suatu hubungan antara absis X pada sumbu
mendatar sebagai harga Q dan ordinat Y pada sumbu tegak sebagai tinggi air h,
sehingga didapat grafik lengkungan debit. Dari grafik didapat tinggi air
maksimum dengan debit banjir rencana yang telah didapat sebelumnya.
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -18
hi
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -19
berat, lebar bendung tersebut harus lebih disesuaikan lagi terhadap lebar rata- rata
sungai,
yaitu jangan diambil 1,2 kali lebar sungai. Agar pembuatan bangunan
peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran persatuan lebar hendaknya
dibatasi sampai sekitar 12 - 14 m3/dt.m' yang memberikan tinggi maksimum
sebesar 3,5 - 4,5 m.
Lebar efektif mercu bendung (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang
sebenarnya
(B) yaitu jarak antara pangkal bendung dan atau tiang pancang,
(11)
Ba = (hi x m x 2)+ b
(11.1)
Bs =
+
2
Bn = 1,2 Bs
(11.2)
(11.3)
Keterangan:
nb
Kp
Ka
Hi
hi
Ba
bt
tt
Bs
Be
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -20
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -21
2. Perencanaan Mercu
Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bendung
pelimpah:tipe Ogee dan tipe bulat. Kedua bentuk mercu ini dapat dipakai baik
konstruksi beton maupun pasangan batu atau bentuk kombinasi dari
untuk
keduanya.
a. Mercu Bulat
Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih
tinggi (44%) dibandingkan dengan koefisiensi bendung ambang lebar. Pada
sungai, ini akan banyak memberikan keuntungkan karena bangunan ini akan
mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga koefisiensi debit
menjadi lebih tinggi karena lengkung streamline dan tekanan negatif pada
mercu. Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1/r).
Untuk bendung dengan dua jari- jari (R2), jari- jari hilir akan digunakan untuk
menemukan harga koefisien debit.
3.
berkisar antara 0,3 0,7 kali H1maks dan untuk mercu bendung beton dari 0,1
0, 7 kali H1maks. Persamaan tinggi energi debit untuk bendung ambang
= 3
2
3
1,5
(12)
Keterangan:
Q
= debit (m3/dt)
Cd
Be
Hi
C0 mempunyai harga maksimum 1.49 jika H1/r lebih dari 5,0 seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.10
Gambar 2.9Tekanan pada Mercu Bendung Bulat sebagai Fungsi Perbandingan H1/r
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -23
perencanaan p dapat diambil setengah jarak dari mercu sampai dasar rata-rata
sungai
sebelum bendung dibuat. Untuk harga-harga p/H1 yang kurang dari 1,5,
maka Gambar 2.11 dapat dipakai untuk menemukan faktor pengurangan C1.
Gambar 2.10Harga- harga Koefisien C0untuk Bendung Ambang Bulat sebagai Fungsi
Perbandingan H1/r
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -24
koreksi C2 diandaikan kurang lebih sama dengan faktor koreksi untuk bentuk
bentuk
mercu tipe Ogee.
Gambar 2.12Harga- harga Koefisien C2 untuk Bendung Mercu Tipe Ogee dengan Muka Hulu
Melengkung (USBR,1960)
b. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bandung ambang tajam
aerasi. Oleh karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan subatmosfir
pada
permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana.
Untuk debit yang lebih rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah pada
mercu.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, U.S. Army Corps
= . 1 .
(13)
Vertikal
2,000
1,850
3:1
1,936
1,836
3:2
1,939
1,810
1:1
1,873
1,776
2
3
. 2 3 . . . 1.5
(14)
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -26
Cd
Hi
Be
Gambar 2.14Bentuk- bentuk Bendung Mercu Ogee (U.S.A Army Corps of Engineers, Waterways
Experimental Station)
Gambar 2.15Faktor Koreksi untuk selain Tinggi Energi Rencana pada Bendung Mercu Ogee
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -27
Faktor koreksi C1 disajikan pada Gambar 2.15 dan sebaiknya dipakai untuk
berbagai tinggi bendung diatas dasar sungai. Harga C1pada Gambar 2.15
berlaku untuk bendung mercu Ogee dengan permukaan hulu vertikal. Apabila
harus dipakai, ini adalah fungsi baik kemiringan permukaan bendung maupun
Gambar 2.16Faktor Pengurangan Aliran Tenggelam sebagai Fungsi P2/H1 dan H2/H1
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -28
muka air setelah adanya pengempangan oleh bendung. Rumus yang dipakai
sebagai berikut:
adalah
Lx = 2
Keterangan:
(15)
Elevasi pangkal bendung disisi hulu bendung sebaiknya lebih tinggi dari
pada elevasi air (yang terbendung) selama terjadi debit rencana. Tinggi jagaan
yang harus diberikan adalah 0.75- 1.50 m, tergantung kepada kurva debit datar
dipakai
0.75 m, sedangkan untuk kurva yang curam di perlukan 1.50 m untuk
bendung yang terdiri dari berbagai tipe, bentuk dan dikiri kanannya dibatasi
tubuh
oleh tembok pangkal bendung dilanjutkan dengan tembok sayap hilir dengan
bentuk tertentu. Berfungsi untuk meredam energi air akibat pembendungan, agar
air di hilir bendung tidak menimbulkan penggerusan setempat dan membahayakan
struktur.
Aliran di atas bendung di sungai dapat menunjukkan berbagai perilaku di
sebelah bendung akibat kedalaman air yang ada h2 seperti pada Gambar 2.18.
Kasus A menunjukkan aliran tenggelam yang menimbulkan sedikit sajagangguan
di permukaan berupa timbulnya gelombang. Kasus Bmenunjukkan loncatan
tenggelam yang lebih diakibatkan oleh kedalamanair hilir yang lebih besar,
daripada oleh kedalaman konjugasi. Kasus Cadalah keadaan loncat air di mana
kedalaman air hilir sama dengankedalaman konjugasi loncat air tersebut. Kasus D
terjadi apabilakedalaman air hilir kurang dari kedalaman konjugasi; dalam hal
iniloncatan akan bergerak ke hilir.Semua tahap ini bisa terjadi di bagian hilir
bendung yang di bangun disungai. Kasus D adalah keadaan yang tidak boleh
terjadi, karenaloncatan air akan menghempas bagian sungai yang tak terlindungi
danumumnya menyebabkan penggerusan luas.
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -30
Bangunan peredam energi dikenal pula dengan istilah lain yaitu tipe:
-
Vlughter
- Schooklitch
USBR
SAF
Debit Rencana
Sungai itu sungai alluvial dan bahan tanah yang dilalui rawan terhadap erosi
v1= 2(2 + )
(16)
Keterangan:
v1
Hi
dengan q = v1y1, dan rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncatan air
adalah:
2
1
Fr =
1
2
( 1 + 8 2 1
1
1
(16.1)
(16.2)
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -32
Keterangan:
y2
yi
Fr
= bilangan Froude
v1
Kedalaman konjugasi untuk setiap q dapat ditemukan dan diplot. Untuk menjaga
agar loncatan tetap dekat dengan muka miring bendung dan di atas lantai, maka
harus diturunkan hingga kedalaman air hilir sekurang- kurangnya sama
lantai
(17)
Keterangan:
Lj
y2
b.
Bila 1.7 < Fru 2.5 diperlukan kolam olak untuk meredam energi secara
efektif. Pada umumnya, kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja
dengan baik. Untuk penurunan muka air 1.5 m dapat dipakai bangunan
terjun tegak.
c.
Jika 2.5 <Fru 4.5 maka akan timbul situasi yang paling sulit dalam
memilih kolam olak yang tepat. Loncatan air tidak terbentuk dengan baik
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -33
tembok (blok) ini harus berukuran besar sesuai tipe USBR IV.
d. Jika Fru 4.5 maka akan menimbulkan kolam yang paling ekonomis, karena
kolam ini pendek. Tipe ini termasuk kolam olak USBR tipe III yang
pemakainnya, dimana jenis kolam tersebut, terutama tipe II, III dan IV, tidak
digunakan pada sungai-sungai yang mengangkut bongkah atau batu-batu
dapat
besar.
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -34
Gambar 2.21Hubungan percobaan antara Fru, y2/y1 untuk ambang ujung pendek (menurut
Forster dan Skrinde, 1950)
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -35
2 /
(18)
Keterangan:
hc
2.25. Elevasi dasar kolam ditentukan berdasarkan inggi minimum air hilir atau
Tmin, yaitu:
2,4
= 1,88
> 2,4
= 1,70
0.215
0.23
kolam Vlugter tidak lagi dianjurkan jika debit selalu mengalami fluktuasi
misalnya pada bendung di sungai.
konstruksi bendung itu sendiri yang disebut daya angkat (uplift pressure).
2.5.1
Tekanan Rembesan
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -38
Ada banyak teori yang digunakan untuk menentukan lantai muka antara lain:
A. Teori Flownet Analitis
Flownet Analisis adalah analisis jaring- jaring bujur sangkar aliran antara
garis arus dan garis equipotensial. Teori bersifat teoritis dari pada teori lain.
B. Teori Bligh
Bligh berpendapat bahwa besarnya tekanan dijalur pengaliran adalah
sebanding dengan panjangnya creepline dan dinyatakan sebagai berikut:
=
(19)
Keterangan:
= beda tekanan
L = panjang creepline
C = creep lineratio menurut Bligh (Tabel 2.8)
Nilai C tergantung dari jenis tanah didasar bendung. Supaya konstruksi aman
terhadap bahaya sufosi, maka haruslah dipenuhi syarat dibawah ini :
(19.1)
Dengan demikian apabila jalur rembesan yang ada kurang dari panjang jalur
(L') yang dibutuhkan, maka panjang jalur tersebut harus diperpanjang, yaitu
dengan cara memasang lantai hulu dan menggunakan dinding halang (sheet pile)
dibawah tubuh bendung.
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -39
C. Teori Lane
Lane meneruskan teori Bligh dengan menambahkan bahwa energi yang
dibutuhkan air untuk melewati creep line vertikal lebih besar dari pada
melewati melewati creep line yang horizontal dengan perbandingan 3:1.
Rumus menurut Line:
1
= +
L = ( +
1
3
+
+
(19.2)
) C.
(19.3)
Keterangan:
L = panjang creep line efektif (m)
Lv = panjang creep line vertikal (m)
Lh = panjang creep line horizontal (m)
C = creep line ratio menurut Lane (Tabel 2.8)
= perbedaan tekanan total
Catatan:
Bidang- bidang yang sudutnya 45 dianggap sebagai bidang vertikal dan
bidang yang sudutnya 45 dianggap sebagai bidang horizontal.
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -40
D. Tebal Lantai
Seperti telah dijelaskan diatas, akibat adanya rembesan di bawah tubuh
bendung, maka setiap titik pada konstruksi akan menerima tekanan, baik ke
atas maupun ke samping yang disebut dengan daya angkat (uplift pressure).
Pada lantai hulu, karena diatasnya selalu ada air minimal setinggi mercu yang
akan mengimbangi tekanan ke atas, disamping tekanan pada daerah ini masih
relatif kecil, maka secara praktis tekanan pada daerah ini tidak berbahaya dan
dapat di abaikan. Dengan demikian lantai hulu tidak perlu terlalu tebal.
Pada lantai hilir (kolam peredam energi), kondisinya lebih berbahaya,
terutama karena tekanan rembesan pada aderah ini relatif besar dan diatas
lantainya sering kosong atau lapisan airnya relatif tipis. Dengan demikian,
tebal lantai kolam ini harus diperhitungkan supaya tidak terdorong ke atas,
yang harus diimbangi oleh berat lantai itu sendiri.
Pengembangan dari teori Bligh dan Lane akan menentukan besarnya tekanan
daya angkat pada setiap titik di bawah pondasi seperti terlihat di Gambar 2.29
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -41
Gambar 2.29 Ilustrasi Daya Angkat Akibat Tekanan Rembesan di Bawah Pondasi
(19.4)
Keterangan:
2.5.2
Px
Lx
Hx
Bendung yang direncanakan harus dapat bertahan dan berfungsi dengan baik
selama umur rencananya. Untuk dapat berfungsi dengan baik maka konstruksi
bendung,
khususnya
tubuh
bendung
harus
mampu
bertahan
terhadap
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -42
Gaya gempa
Tekanan air
Tekanan lumpur
Reaksi pondasi
: ke bawah (-)
ke atas (+)
Momen
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -43
1.
Berat Sendiri
Berat sendiri tubuh bendung tergantung dari jenis bahan yang digunakan,
umumnya pasangan batu kali atau beton. Besarnya gaya berat adalah sama
Gb=
Keterangan: Gb
(20)
= volume (m3)
Jenis Pasangan
p(t/m3)
2,20
Beton tumbuk
2,30
Beton bertulang
2,40
Akibat gaya berat, diperoleh momen dan gaya vertikal, yang besarnya adalah:
(Gambar 2.31)
Vgb = Gb = gaya vertikal (ton) (-)
(20.1)
(20.2)
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -44
2.
Gaya Gempa
Besar gaya gempa adalah berat bangunan dikalikan dengan koefisien gempa
dan diperhitungkan sebagai gaya horizontal yang bekerja ke arah yang paling
berbahaya, dalam hal ini adalah ke arah hilir bangunan (ke kanan). Jadi
besarnya gaya gempa adalah:
Gg = Gb x E
(21)
(21.1)
ad = n (ac.z)m
(21.2)
Jenis Tanah
Batu
2,76
0,71
Diluvium
0,87
1,05
Aluvium
1,56
0,89
Aluvium Lunak
0,29
1,32
Ac (cm/dt2)
20
85
100
160
500
225
1000
275
Akibat gaya gempa diperoleh momen putar dan gaya horizontal sebagai
berikut, Gambar 2.32
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -46
Mgg = Gg x 1
(21.3)
Hgg = Gg
(21.4)
Jadi gaya gempa mengakibatkan timbulnya momen guling (+) dan gaya geser
(+).
3. Tekanan Air
Gaya akibat tekanan air yang bekerja pada tubuh bendung dibedakan menjadi
dua macam, yaitu tekanan hidrostatis dan tekanan rembesan yang
menimbulkan daya angkat sedangkan tekanan hidrodinamis tidak perlu
diperhitungkan, karena konstruksi bendung umumnya relatif
rendah.
Selanjutnya kedua macam gaya tersebut haru ditinjau pada dua kondisi ,
masing-masing kondisi air normal dam kondisi air banjir.
(1). Tekanan Hidrostais air Normal
Seperti telah dikemukakan diatas, bahwa pada saat air normal dianggap
bahwa dibagian hulu terdapat air setinggi mercu, sedangkan bagian hilir
tidak ada air, lihat gambar 2.33
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -47
(22.1)
(22.2)
Ga2 = 2 . . .
Sehingga gaya dan momen yang bekerja pada tubuh bendung menjadi
Han = Ga1
(22.3)
Van= Ga2
(22.4)
(22.5)
Keterangan
Ga1 = . . 2
2
Han
Van
Man
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -48
Ga1 = . . 2
2
(23.1)
Ga2 = . .
(23.2)
Ga3 = 2 . . .
(23.3)
Ga4 = . .
(23.4)
(23.5)
(23.6)
Ga5 = 2 . . 2 .b
Ga6 = 2 . . 22
Sehingga gaya-gaya dan momen yang bekerja pada tubuh bendung adalah
sebagai berikut:
Hab
(23.7)
Vab
(23.8)
Mab
(23.9)
Untuk mercu tenggelam seperti Gambar 2.35 lapisan air di atas mercu
diperhitungkan
2.36
(24)
Keterangan:
Px
Lx
Hx
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -50
4.
Tekanan Lumpur
Setelah bendung beroperasi beberapa tahun, ada kemungkinan dibagian hulu
material bawaan sungai. Oleh karena itu dalam meninjau stabilitas maka di
hulu mercu tersebut terdapat endapan lumpur setinggi mercu, lihat Gambar
2.37
(25)
(25.1)
Ga1 = . . 2 .
2
Ga2 = 2 . . .
Sehingga gaya dan momen yang bekerja pada tubuh bendung adalah sebagai
berikut:
Hl = Ga1
(25.2)
Vl = Ga2
(25.3)
(25.4)
Keterangan
Hl = gaya horizontal, (ton) (+)
Vl = gaya vertikal, (ton) (-)
Ml = momen putar,(tm) (+ atau -)
Ka = koofisien tekanan tanah
B. Kontrol Stabilitas
Dalam perncanaan bendung tidak boleh bergeser, terguling dan ambles oleh
kombinasi
pembebanan sesuai dengan probabilitasnya. Maka faktor keamanan
Tabel2.12
Kombinasi Pembebanan dan Faktor Keamanan terhadap Guling dan Geser (PUBI
1982)
No
Kombinasi Pembebanan
Terhadap geser
guling(Fg)
(Fs)
M + H + K + T + Thn
1.5
1.5
M + H + K + T + Thn + G
1.3
1.3
M + H + K + T + Thb
1.3
1.3
M + H + K + T + Thb + G
1.1
1.1
M + H + K + T + Thn + Ss
1.2
1.2
Keterangan:
M
= beban mati
= beban hidup
= beban tanah
Thn
Thb
= beban gempa
Ss
(26)
(26.1)
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -52
Keterangan:
Fg
Mg
Mt
Fs
= jumlah
gaya vertikal
= jumlah
gaya horizontal
No
Kombinasi Pembebanan
M + H + K + T + Thn
M + H + K + T + Thn + G
20
M + H + K + T + Thb
20
M + H + K + T + Thb + G
50
M + H + K + T + Thn + Ss
30
berbutir kasar tidak ikut tersadap dan dilain pihak tidak boleh terjadi endapan.
Untuk menentukan perkiraan kecepatan tersebut, dapat digunakan rumus
berikut:2 32
(27)
Keterangan:
v = kecepatan rata- rata (m/dt)
h = kedalaman air, m
d = diameter butir, m
Dalam kondisi umum, rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi:
1
(27.1)
102
Dalam perencanaan normal dapat diambil kecepatan rata- rata antara 1,00 s.d
2,00 m/dt untuk dapat membatasi butiran- butiran berdiameter 0,01- 0,04 m tidak
ikut tersadap.
Kapasitas Pengambilan
Dimensi bangunan pengambilan harus direncanakan dengan kapasitas
sekurang- kurangnya 120% dari debit kebutuhan saluran induk, untuk membuat
fleksibilitas dan agar dapat memenuhi kemungkinan meningkatnya kebutuhan
pengambilan selama umur proyek. Besar debit pengambilan dapat dihitung
sebagai berikut: (Gambar 2.38)
= 2
(27.2)
Keterangan:
Q = debit (m3/det)
= koefisien debit = 0,8
b = lebar bukaan (m)
a = tinggi bukaan (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt)
z = kehilangan energi (m)
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -54
Rumus di atas masih dapat dipergunakan bila ujung bawah pintu tenggelam
sampai dengan 20 cm di bawah muka air hulu. Untuk mengkompensasi
kehilangan tekanan pada bendung akibat gelombang dan sebagainya. Maka
tekanan (muka air) pengambilan diperhitungkan 0,10 m di bawah elevasi mercu
bendung. Elevasi ambang pengambilan ditentukan dari dasar sungai (bendung),
dengan berbagai ketentuan.
Untuk Bendung dengan Pembilas Terbuka:
-
antara 0- 20 cm di atas pelat penutup saluran pembilas bawah. Lebar bukaan pintu
dibatasi maksimum 2,50 m. Bila dibutuhkan lebar yang lebih dari 2,50 m, untuk
debit yang besar, maka dibuat beberapa bukaan dengan menggunakan pilar- pilar
pemisah. Ujung pilar- pilar tersebut sebaiknya dibuat agak ke dalam, untuk
menciptakan kondisi aliran masuk yang lebih mulus, lihat Gambar 2.39
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -55
2.6.2
Bangunan Pembilas
(lumpur, kerikil dsb) di depan pintu pengambilan secara priodik pintu bilas dibuka
untuk membersihkan tumpukan material tersebut, sehingga ruang aliran di depan
pengambilan selalu terjaga kebersihannya. Berdasarkan empiris, lebar bangunan
pembilas dapat ditentukan sebagai berikut:
Lebar bangunan pembilas, termasuk tebal pilar, sebaiknya diambil antara 1/6
s.d 1/10 dari lebar bendung, untuk sungai yang lebarnya kurang dari 100m.
Lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan,
termasuk pilar-pilarnya
Sedangkan panjang dinding pemisah sebaiknya dibuat seperti Gambar 2.39
a.
Pembilas Bawah
Untuk mencegah masuknya sedimen dasar dan fraksi pasir yang lebih kasar
ke dalam pengambilan, dipasang pelat pemisah dibawah atau sama dengan elevasi
ambang pengambilan, yang disebut pembilas bawah (under spuier). Dengan
demikian sedimen angkutan akan terperangkap dibagian pembilas bawah.
Disamping itu pelat ini juga berfungsi uuntuk mencegah pusaran air yang sering
terjadi didepan pintu pengambilan. Mulut pembilas bawah ditempatkan di hulu
pengambilan dimana ujung penutup pembilas membagi air menjadi dua lapisan
seperti pada Gambar 2.40
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -56
Tinggi saluran pembilas bawah sebaiknya diambil dari 1/3 samapai 1/4
dari kedalaman air di depan pengambilan selama debit normal.
Pada umumnya dimensi pembilas bawah dibuat lebih kuran:
Tinggi saluran bawah 1-2 m
Tebal pelat beton 0,2-0,35 m
Luas saluran pembilas bawah (lebar x tinggi) harus sedemikian rupa
Daun Pintu
tersebut dipikul oleh balok rusuk yang biasanya dibuat dari baja profil. Balok
menerima gaya terbesar adalah balok paling bawah, karena itu balok inilah
yang
yang dipakai sebagai dasar perhitungan didalam menentukan dimensi daun pintu.
Daun pintu direncanakan agar mampu menahan gaya hidrostatis setinggi air
banjir.
Penggerusan setempat
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -58
Panjang tembok sayap hilir yang bagian lurus dapat dihitung dengan rumus
dibawah ini:
Lsi= 1/2Ls + Lx
(28)
(28.1)
Keterangan:
Lsi = Panjang tembok sayap hilir (m)
Ls = Panjang lantai peredam energy (m)
Lx = Panjang tembok sayap (1,25-1,5) x Ls (m)
Kemiringan tembok sayap dapat diambil dengan kemiringan 1:1.
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -59
kanan pangkal bendung dengan tinggi tertentu yang menghalangi luapan aliran
pada debit rencana tertentu ke samping kiri dan kanan terlihat seperti Gambar 2.43
Tembok pangkal berfungsi sebagai pengarah arus agar arah aliran sungai
tegak lurus terhadap sumbu bendung, sebagai penahan tanah, pencegah rembesan
samping, pangkal jembatan dan sebagainya.
Tinggi pangkal bendung sama dengan tinggi muka air rencana ditambah
jagaan (free board) 1-1,5 m atau aman terhadap debit banjir. Panjang
tinggi
tembok pangkal dipengaruhi oleh adanya bangunan pengambilan dan tata letak
jembatan lalu lintas dan panjang antara sisi tembok pengambilan ke hulu lebih
besar 2 kali tinggi air.Bentuk pangkal bendung umumnya ditentukan vertical
dengan ukuran panjang ke hulu dan ke hilirnya.
Panjang tembok pangkal bendung dibagian hulu juga dapat dihitung dari as
mercu bendung dengan syarat:
0,5Ls Lpu Ls
Keterangan:
Lpu = panjang tembok pangkal bendung (m)
Ls = Panjang lantai peredam energi (m)
Panjang tembok pangkal bendung dibagian hilir dapat ditempatkan setelah
ujung bangunan pengambilan. Dan panjang tembok pangkalnya bisa sepanjang
bangunan peredam energi.
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -60
sebagai berikut:
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -61
konstruksi.
Lihat Gambar 2.44
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -62
sebagai
pengikat tarik dinding vertikal dan ditempatkan pada bagian timbunan.
Setelah
merencanakan
dimensi
dinding,
langkah
selnjutnya
adalah
mengontrol apakan dinding tesebut telah aman terhadap gaya- gaya yanga ada.
Adapun dalam kontrol stabilitas rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Fg =
(29)
Dimana :
Fg
= faktor keamanan
Mt = Jumlah momen vertikal, tm
Mg
= Jumlah momen horizontal, tm
Fg izin= faktor keamanan yang diizinkan
2. Terhadap Geser
Fs=
(30)
Dimana :
Fs
= faktor keamanan
f
= koefisien gesekan
Hh
= Jumlah gaya vertikal, t
Hv
= Jumlah gaya horizontal, t
Fs izin= faktor keamanan yang diizinkan
3. Terhadap Eksentrisitas
=
Mt Mg
Hv
<
(31)
Dimana :
e
= eksentrisitas, m
B
= panjang telapak pondasi, m
4. Terhadap daya dukung tanah
=
<
(32)
Dimana :
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -64
pangkal dengan bentuk dan ukuran yang dapat disesuaikan dengan fungsinya
sebagai
pengarah arus dan pelindung tebing, lihat Gambar 2.43.
Bagi tebing sungai yang tidak jauh dari sisi tembok pangkal bendung, ujung
0,5 1,5
Keterangan:
Bagi tebing sungai yang jauh dari sisi tembok pangkal bendung atau palung
sungai di udik bendung yang relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan
lebar pelimpah bendung maka tembok sayap udik perlu diperpanjang dengan
tembok pengarah arus yang panjangnya diambil minimum 2 x Lp. untuk
Kemiringan tembok sayap dapat diambil dengan kemiringan 1:1 atau 1:11 2.
telah
bangunanpengambilan
ada
dan
usaha
untuk
pengelak
sedimen
merencanakan
yang
dapat
sebuah
mencegah
masuknyasedimen ke dalam jaringan saluran irigasi, masih ada banyak partikelpartikelhalus yang masuk ke jaringan tersebut. Untuk mencegah agarsedimen ini
tidak mengendap di seluruh saluran irigasi, bagian awal darisaluran primer persis
di belakang pengambilan direncanakan untukberfungsi
sebagai
kantong
menampung
endapan
sedimen
ini,
dasar
bagian
saluran
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -65
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -66
= , dengan v =
(33)
Keterangan:
H = kedalaman aliran saluran, m
aliran
tidak
boleh
kurang
dari
0,30
m/dt,
guna
mencegahtumbuhnya vegetasi.
peralihan/transisi dari pengambilan ke kantong dan dari kantong kesaluran
primerharus mulus, tidak menimbulkan turbulensi atau pusaran.
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -67
B. Volume Tampungan
Tampungan sedimen di luar (di bawah) potongan melintang air bebasdapat
pembuatan
volume tampungan.
Gambar 2.50Hubungan Diameter Ayak dan Kecepatan Endap untuk Air Tenang
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -68
Banyaknya sedimen yang terbawa oleh aliran masuk dapat ditentukandari: (1)
pengukuran langsung di lapangan (2) rumus angkutan sedimenyang cocok
(Einstein Brown, Meyer Peter Mueller), atau kalau tidakada data yang andal:
(3) kantong lumpur yang ada di lokasi lain yangsejenis. Sebagai perkiraan kasar
yang masih harus dicek ketepatannya,jumlah bahan dalam aliran masuk yang akan
diendapkan adalah 0,5.Kedalaman tampungan di ujung kantong lumpur
biasanya sekitar 1,0 m untuk jaringan kecil (sampai 10 m3/dt), hingga2,50 m
untuk saluran yang sangat besar (100 m3/dt).
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -69
C. Pengecekan Efisiensi
Untuk mencek efisiensi kantong lumpur, dapat dipakai grafik pembuangan
sedimen dari grafik pada Gambar 2.52 memberikanefisiensi sebagai fungsi dari
parameter.Kedua parameter itu adalah w/w0 dan w/Vn.
dua
Dimana:
w0
Vn
>
(34)
Keterangan:
v*
= kedalaman air, m
= kemiringan energi
v >1,61
(35)
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -70
Dimana:
v
w
Gambar 2.52Grafik Pembilasan Sedimen Camp untuk Aliran Terbulen (Camp 1945)
maka bangunan ini bisa mempunyai bentuk yang berbeda- beda, walaupun
debitnya tetap relevan. Contoh alat ukur ambang lebar dapat dilihat pada Gambar.
Gambar 2.53Alat Ukur Ambang Lebar dengan Mulut Pemasukan yang Dibulatkan
Gambar 2.54Alat Ukur Ambang Lebar dengan Pemasukan Bermuka Datar dan Peralihan
Penyempitan
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -72
Muka hilir ambang dapat dibuat vertikal, seperti pada Gambar 2.53 atau
miring sampai 1:6 seperti pada Gambar 2.54. Muka vertikal dapat dipakai jika
dipergunakan
jika energi kinetik diatas mercu dialihkan kedalam energi
potensial disebelah hilir saluran. Oleh karena itu kehilangan tinggi energi harus
dibuat sekecil mungkin. Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan
2
3
3 1 3/2
(36)
Keterangan:
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit = 1 untuk mercu bulat
g
= lebar mercu, m
pemeliharaan
Bangunan tangga ikan (fish ladder) diperlukan pada lokasi yang senyatanya
perlu dijaga keseimbangan lingkungannya sehingga kehidupan biota tidak
terganggu. Pada lokasi diluar pertimbangan tersebut tidak diperlukan tangga
ikan
Dan bangunan lainnya seperti: tembok pelengkap, pagar, atap dan bangunan
pelindung.
Panji Agustiawan, Vika Nurati Utami, Perencanaan Bendung Caringin .....II -74