Anda di halaman 1dari 38

BAB V

TEORI DANPERHITUNGAN PERENCANAAN BANGUNAN AIR

5.1. Perencanaan Bangunan Jaringan Irigasi


5.1.1. Perencanaan Bangunan Bagi
Bangunan bagi adalah bangunan yang berfungsi untuk membagi aliran antara
dua saluran atau lebih. Dan terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik
cabang yang dilengkapi dengan pintu-pintu yang mengatur dan mengukur air yang
mengalir ke saluran. Jadi bangunan bagi mempunyai dua fungsi yaitu sebagai bangunan
pengatur dan bangunan sadap. Air yang mengalir ke berbagai saluran disadap dengan
bangunan sadap berpintu. Bangunan pengatur diperlukan untuk menjaga adanya
perubahan muka air di saluran. Sehingga adanya bangunan pengatur dapat dijaga fungsi
muka air atau debit yang inginkan yang dapat dialirkan ke bangunan-bangunan sadap.
Aspek penting dalam merencanakan bangunan bagi adalah kepekaan terhadap
variasi muka air. Guna mengurangi kehilangan energi sekaligus mencegah penggerusan,
disarankan untuk membatasi kecepatan di bangunan pengatur sampai ±1.5 m/dt.

5.1.2. Perencanaan Bangunan Sadap


Bangunan sadap berfungsi sebagai bangunan yang menyadap aliran air di
saluran primer, guna dialirkan ke saluran sekunder (bangunan sadap sekunder) ataupun
yang menyadap aliran air di saluran sekunder guna dialirkan ke saluran tersier
(bangunan sadap tersier).
Bangunan sadap adalah berupa pintu yang dapat berfungsi sebagai pengatur dan
pengukur aliran air. Dalam mengatasi masalah kehilangan tinggi energi, terdapat
bermacam-macam jenis bangunan pintu (alat ukur). Untuk kehilangan tinggi energi
kecil, alat ukur Romijn dapat dipakai untuk Q ±2 m3/dt (dapat dipaki dua atau tiga pintu
Romijn yang diletakkan bersebelahan). Untuk kehilangan tinggi energinya memadai
(kehilangan energi tidak terlalu menjadi masalah dan muka air banyak mengalami
fluktuasi), alat ukur Crump-de-Gruyter dapat dipakai untuk Q ±0.9 m 3/dt. Bangunan ini
dapat direncanakan dengan pintu tunggal atau pintu banyak.
Gambar 5.1 Bangunan Bagi Sadap Primer

Gambar 5.2 Bangunan Bagi Sadap Sekunder


Gambar 5.3 Bangunan Bagi Sadap Tersier
5.1.3. Perencanaan Bangunan Box Tersier
Box bagi dibangun di antara saluran tersier dan kuarter guna membagi air irigási
ke seluruh petak tersier dan kuarter. Perencanaan box bagi harus sesuai dengan
kebiasaan petani setempat dan memenuhi kebutuhan kegiatan eksploitasi di daerah yang
bersangkutan pada saat ini maupun kemungkinan pengembangan di masa mendatang.
Tergantung pada air yang tersedia, box bagi harus membagi air secara terus-menerus
(proporsional) atau secara rotasi. Pembagian air secara proporsional dapat dicapai jika
lebar bukaan proporsional dengan luas daerah yang akan diberi air oleh saluran. Elevasi
ambang dan muka air di atas ambang harus sama untuk semua bukaan pada box. Untuk
pemberian air secara rotasi, box dilengkapi dengan pintu yang dapat menutup bukaan
jika diperlukan. Pintu itu hendaknya diberi gembok agar tidak dioperasikan oleh orang
yang tidak berwenang membagi air.
Untuk memperkecil kehilangan tinggi energi di box bagi, dianjurkan untuk
merencana box aliran non moduler dengan kehilangan tinggi energi sebesar 0,05-0,1 m.
untuk aliran nonmoduler lebar bukaan hendaknya proporsional dan ambang bukaan
sama elevasinya. Muka air di seluruh saluran bagian hilar sebaiknya sama untuk degit
rencana agar pembagian air secara teris-menerus tetap seimbang.
Perencanaan Bangunan Bagi Primer

Data-data yang digunakan dalam perencanaan bangunan bagi sadap adalah :


 Saluran Primer Adib Kiri 2.3
Q = 5,801 m3/dt
V = 0,7 m/dt
h = 1,088 m
b = 3,808 m
w = 0,363 m
m =1
 Saluran Primer Kiri 2.2
Q = 4,013 m3/dt
V = 0,684 m/dt
h = 0,989 m
b = 2,967 m
w = 0,33 m
m =1
 Saluran Skunder Tengah 1
Q = 1,382 m3/dt
V = 0,542 m/dt
h = 0,798 m
b = 1,596 m
w = 0,266 m
m =1
Gambar Bangunan Bagi Primer
Perencanaan Bangunan Bagi Sadap

Data-data yang digunakan dalam perencanaan bangunan sadap adalah :


 Saluran Skunder Tengah 1
Q = 1,382 m3/dt
V = 0,542 m/dt
h = 0,798 m
b = 1,596 m
w = 0,266 m
m =1
 Saluran Skunder Tengah 2
Q = 0,187 m3/dt
V = 0,312 m/dt
h = 0,547 m
b = 0,547 m
w = 0,182 m
m =1
 Saluran Skunder Tengah 3
Q = 0,172 m3/dt
V = 0,856 m/dt
h = 0,259 m
b = 0,259 m
w = 0,086 m
 m = 1 Saluran Skunder Tengah 4
Q = 0,709 m3/dt
V = 0,312 m/dt
h = 0,642 m
b = 1,596 m
w = 0,215 m
m =1
 Saluran Tersier Tengah 2
Q = 0,137 m3/dt
V = 0,848 m/dt
h = 0,232 m
b = 0,232 m
w = 0,077 m
m =1
 Saluran Tersier Tengah 3
Q = 0,172 m3/dt
V = 0,856 m/dt
h = 0,259 m
b = 0,259 m
w = 0,086 m
m =1
Gambar Bangunan Sadap dan Potongan
5.2. Perencanaan Bangunan Pengukur Debit dan Pengatur Muka Air
5.2.1. Bangunan Pengatur Muka Air
5.2.1.1. Pintu Sorong/Angkat
 Perencanaan hidrolis :
Q = K..a.b.(2g h1)0.5
Dengan :
Q = debit (m3/detik)
K = faktor aliran tenggelam
 = koefisien debit
a = bukaan pintu (m)
b = lebar pintu (m)
h1 = kedalaman air didepan pintu diatas ambang (m)
Lebar standar untuk pintu pembilas bawah (undersluice) adalah 0.5; 0.75; 1.0;
1.25; dan 1.5
 Kelebihan pintu sorong :
a. tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat
b. pintu bilas kuat dan sederhana
c. sedimen yang diangkut oleh saluran hulu dapat dilewati pintu bilas.
 Kelemahan pintu sorong :
a. kebanyakan benda-benda terhanyut bisa tersangkut dipintu.
b. Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baik jika aliran moduler.
Data-data yang digunakan dalam perencanaan Pintu Sorong adalah :
Saluran Primer Kiri 2.3
Q = 5,801 m3/dt
V = 0,7 m/dt
h = 1,088 m
b = 3,808 m
w = 0,363 m
m =1

Perhitungan bukaan pintu primer


Q a μ k h1 h1/a h2 h2/a b 2g Qhit
(m3/dt) (m)     (m)   (m)   m m/dt2 m3/dt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
5.801 0.97 0.5 1 1.088069 1.12 0.99 1.02 2.5782 19.62 5.801

Keterangan:
[1] data
[2] coba-coba
[3] grafik hub.h1/a (KP-04)
[4] grafik hub.h1/a (KP-04) dengan grafik hub.h2/a (KP-04)
[5] data
[6] [5]/[2] ; 1.01973/0.312667 = 3.261401
[7] data
[8] 2 x 9.81 = 19.62
[9] [4] x [3] x [7] x [2] x ( [8]^0.5) ; 1 x 0.59 x 2.672445 x 0.312667 x (19.62)^0.5
= 2.1837
Saluran Tersier Tengah 3
Q = 0,172 m3/dt
V = 0,856 m/dt
h = 0,259 m
b = 0,259 m
w = 0,086 m
m =1

Perhitungan bukaan pintu tersier


Q a μ k h1 h1/a h2 h2/a b 2g Qhit
m3/dt m     m   m   m m/dt2 m3/dt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
0.172 0.336 0.5 1 0.798 2.38 0.259 0.77 0.26 19.62 0.172

Keterangan:
[1] data
[2] coba-coba
[3] grafik hub.h1/a (KP-04)
[4] grafik hub.h1/a (KP-04) dengan grafik hub.h2/a (KP-04)
[5] data
[6] [5]/[2] ; 1.01973/0.312667 = 3.261401
[7] data
[8] 2 x 9.81 = 19.62
[9] [4] x [3] x [7] x [2] x ( [8]^0.5) ; 1
Gambar Pintu Sorong dan Potongan
5.2.1.2. Pintu Radial
Tipe khusus dari pintu sorong adalah pintu radial. Persamaan debit pada pintu
radial sama dengan pintu sorong yaitu:
 Perencanaan hidrolis :
Q = K  a b (2g h1)0.5
Dengan :
Q = debit (m3/detik)
K = faktor aliran tenggelam
 = koefisien debit
a = bukaan pintu (m)
b = lebar pintu (m)
h1 = kedalaman air didepan pintu diatas ambang (m)
g = percepatan gravitasi (9.81 m/dtk2)
 Kelebihan pintu radial:
a. hampir tidak ada gesekan pada pintu
b. alat pengangkatnya ringan dan mudah dieksploitasi
c. bangunan dapat dipasang pada saluran yang lebar
 Kelemahan pintu radial :
a. bangunan tidak kedap air
b. biaya pembuatan bangunan mahal
c. paksi (pivot) pintu memberi tekanan horisontal besar jauh diatas pondasi.
5.2.1.1.4.Pintu Mercu Tetap
Mercu tetap ada dua bentuk yang lazim dipakai. (KP-04:38)
 Perencanaan hidrolis :
Q = Cd.2/3.(2/3.g)^0.5. b.(H1)1.5
Dengan :
Q = debit (m3/detik)
Cd = koefisien debit
- alat ukur ambang lebar Cd = 1.03
- mercu bulat Cd = 1.48
b = lebar pintu (m)
h1 = kedalaman air didepan pintu diatas ambang (m)
g = percepatan gravitasi (9.81 m/dtk2)
 Kelebihan pintu mercu tetal:
a. karena peralihannya yang bertahap, bangunan pengatur ini tidak banyak mempunyai
masalah dengan benda-benda terapung
b. bangunan pengatur ini dapat direncana untuk melewatkan sediment yang terangkut
pleh saluran peralihan
c. bangunan ini kuat tidak mudah rusak
 Kelemahan pintu mercu tetal:
a. aliran pada bendung menjadi nonmoduler jika nilai banding tenggelam H2/H1
melampaui 0.33
b. hanya kemiringan permukaan hilir H1 saja yang bisa dipakai
c. aliran tidak dapat disesuaikan
5.2.1.3. Pintu Skot Balok
Dilihat dari segi konstruksi, pintu skot balok merupakan peralatan yang
sederhana. Balok-balok profil segi empat ditempatkan tegak lurus terhadap potongan
segi empat saluran. Balok-balok tersebut disangga didalam alur yang lebih lebar 0.03m
sampai 0.05m dari tebal balok itu sendiri. Dalam bangunan saluran irigasi lebar bukaan
pengontrol 2.0m.

Gambar 5.4 Pintu Skot Balok


 Perencanaan hidrolis :
Q = Cd.Cv. 2/3.(2/3 g)0.5.b.h11.5
Dengan :
Q = debit (m3/detik)
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi (m/detik2 =9.81)
b = lebar normal (m)
h1 = kedalaman air diatas skot balok
Cd untuk potongan segi empat dengan tepi hulu 90o sudah diketahui untuk nilai
banding H1/L kurang lebih 1.5.
 Kelebihan pintu skot balok :
a. Konstruksi sederhana dan kuat
b. Biaya pelaksanaannya kecil.
 Kelemahan pintu skot balok:
a. Pemasangan dan pemindahan balok memerlukan sedikitnya 2 orang dan banyak
menghabiskan waktu.
b. Tinggi muka air bisa diatur selangkah demi selangkah saja, setiap langkah sama
dengan tinggi sebuah balok
c. Ada kemungkinan di curi orang
d. Skot balok bisa dioperasikan oleh orang yang tidak berwenang.
Karakteristik tinggi debit aliran pada balok belum diketahui secara pasti.
Gambar Alat Ukur Romijin dan Potongan
5.2.2. Bangunan Pengukur Debit
5.2.2.1 Alat Ukur Romijn
Pintu romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk
mengatur dan mengukur debit didalam jaringan saluran irigasi. Mercu pada alat ukur
romijn dibuat dari pelat baja dan dipasang pada pintu sorong.
Sejak tahun 1932 pintu romijn telah dibuat dengan 3 bentuk mercu, yaitu:
a. Bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan penyempitan hulu
b. Bentuk mercu miring keatas 125 dan lingkaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan
c. Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan

Gambar 5.5 Alat Ukur Romijn

 Perencanaan hidrolis:
Q = Cd.Cv.2/3.(2/3 g)0.5.bc.(h1)1.5
Dengan :
Q = debit (m3/detik)
Cd = koefisien debit Cd = 0.93 + 0.1.H1/L
Cv = koefisien kecepatan dating (untuk mengoreksi penggunaan h1 bukan H1)
g = percepatan gravitasi (9.81 m/dt2)
bc = lebar meja (m)
h1 = tinggi energi hulu diatas meja (m)
H1 = h1+ v12/2g H1 = tinggi energi diatas meja (m)
V1 = kecepatan di hulu alat ukur (m)
Tabel 5.2 Dimensi dan debit standar yang dianjurkan untuk alat ukur romijn standar
Lebar (m) H1max (m) Besaran debit (m3/dtk)
0.5 0.33 0-0.160
0.5 0.5 0.030-0.300
0.75 0.5 0.040-0.450
1.0 0.5 0.050-0.600
1.25 0.5 0.070-0.750
1.5 0.5 0.080-0.900
 Karakteristik alat ukur romijn:
a. debit yang masuk dapat diukur dan di atur dengan satu bangunan
b. kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler adalah dibawah 33%
dari tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuan yang relative kecil.
c. karena alat ukur ini bisa disebut alat ukur berambang lebar, maka sudah ada teori
hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut.
 Kelebihan alat ukur romijn:
a. bisa mengukur sekaligus mengatur debit
b. dapat membilas endapan sediment halus
c. kehilangan tinggi energi relative kecil
d. ketelitian baik dan eksploitasi mudah
 Kekurangan alat ukur romijn:
a. pembuatannya rumit dan mahal
b. membutuhkan muka air yang tinggi di saluran
c. biaya pemeliharaan relative mahal
d. dapat disalahgunakan dengan jalan membuka pintu bawah
e. peka terhadap fluktuasi muka air di saluran pengarah
 Fungsi alat ukur romijn:
Alat ukur romijn adalah bangunan pengikur dan pengatur serba bisa yang
dipakai di Indonesia sebagai bangunan sadap tersier dan sadap sekunder.
5.2.2.2. Alat Ukur Cipoleti
Alat ukur cipoleti merupakan penyempurnaan alat ukur ambang tajam yang
dikontraksi sepenuhnya. Alat ukur cipoleti mempunyai potongan pengontrol trapesium,
mercunya horizontal dan sisi-sisinya miring kesamping dengan kemiringan 1V : 0.25H.
 Perencanaan hidrolis:
Q = 1,382 B H3/2
Dengan :
Q = debit (m3/dtk)
B = lebar Ambang (m)
h1 = tinggi Air (m)
 Kelebihan alat ukur cipoleti :
a. sederhana dan mudah dibuat
b. biaya pelaksanaannya tidak mahal
 Kelemahan alat ukur cipoletti :
a. terjadi sedimentasi dihulu bangunan
b. pengukuran debit tidak bisa dilakukan jika muka air hilir naik diatas elevasi
ambang bangunan ukur.
 Fungsi alat ukur cipoleti
Alat ukur cipoletti yang sering dipakai sebagai bangunan sadap tersier, tetapi
pemakaian alat ukur ini tidak lagi dianjurkan, kecuali dilingkungan labortorium.

Data-data yang digunakan dalam perencanaan alat ukur Cipoleti adalah :


Saluran Tersier Tengah 4
Q = 0,172 m3/dt
V = 0,856 m/dt
h = 0,259 m
b = 0,259 m
w = 0,086 m
m =2
B

h 4
1
D ¿ 15 cm

Sketsa Alat Ukur Cipoleti

dimana :
B = Lebar Ambang (m)
H = Tinggi Muka Air di atas Ambang (m)
D = Tinggi Ambang (m)
maka :

 Tinggi ambang (D)


Ketentuan D ¿ 15 cm, sehingga digunakan D = 0,150 m
 Tinggi muka air di atas ambang (H)
H =h–D
= 0,259 – 0,150
= 0,109 m
 Debit yang melewati Cipoleti
Q = 1,382 H3/2
0,186 = 1,382 B (0,109) 3/2
B = 3,46 m

Sehingga diperoleh dimensi alat ukur Cipoleti sebagai berikut :


Q rencana D H B Q hitung
0,172 0,150 0,109 3,46 0,172

Gambar Alat Ukur Cipoleti dan Potongan


5.3 Bangunan Pembawa Subkritis
5.3.1.1. Siphon
Apabila saluran irigasi kecil harus melintas saluran pembuang yang besar,maka
kadang-kadang lebih ekonomis untuk mengalirkan air tersebut lewat di bawah saluran
pembuang dengan menggunakan siphon, daripada mengalirkan air buangan lewat di
bawah saluran irigasi dengan gorong-gorong.
Siphon memberikan keamanan yang lebih besar kepada saluran karena siphon
tidak begitu tergantung pada prakira yang akurat mengenai debit pembuang di dalam
saluran pembuang yang melintas. Tetapi, siphon membutuhkan banyak kehilangan
tinggi energi dan jika saluran pembuang itu lebar dan dalam, maka biayanya tinggi.
 Kehilangan pada Inlet yang diakibatkan perubahan bentuk
V
22
hf = f .
2g

f = Koefisien
V = Kecepatan di talang
Q = Debit disaluran
 Kehilangan pada Inlet yang diakibatkan transisi

hf = f .
( V 22 − V 12)
2g
f = Koefisien
V1 = Kecepatan di saluran (m/dt)
V2 = Kecepatan di talang (m/dt)
Q = Debit di saluran (m3/dt)

 Kehilangan pada outlet yang diakibatkan perubahan bentuk

ho1 =f .
( V 2 − V 2)
2 1
2g
f = Koefisien
V1 = Kecepatan di saluran (m/dt)
V2 = Kecepatan di talang (m/dt)
Q = Debit di saluran (m3/dt)

 Kehilangan pada Inlet yang diakibatkan transisi


ho 2 =f .
( V 2 − V 2)
2 1
2g
f = Koefisien
V1 = Kecepatan di saluran (m/dt)
V2 = Kecepatan di talang (m/dt)
Q = Debit di saluran (m3/dt)

 Kehilangan tinggi di sill (Sill Head Loss)


Sill adalah ambang pertemuan antara saluran terbuka dan gorong-gorong

hs = f s
(. V 12 − V 22)
2 . 9,81
fs = Koefisien
 Kehilangan Tinggi Total (Total Head Loss)
Δ h = hfinlet + hftransisi + hooutlet + hotransisi + hs + hsal + htalang

Data-data yang digunakan dalam perencanaan Siphon adalah :


 Lokasi : Saluran Primer 2.2
 Bentuk Siphon : Double
 Jenis siphon : Single Pipe
 Slope Saluran Transisi : 0.00020
Diketahui data Saluran :
Q = 4,013 m3/dt
h = 0,989 m
b = 2,967 m
z = 1,000 m
v = 0,684 m/dt
 Slope Siphon, dengan perhitungan
Diketahui data Siphon :
D = 1,127 m
Dengan catatan diameter minimum siphon adalah 0,6 m (KP-04 : 75)
Q = 4,013 m3/dt
n = 0,020 ( Angka Kekasaran Manning dengan Pasangan Baja Beton) KP-04
A = π. r2
= 3,14 x 0,5632
= 0,995 m2
P =( π.D)
= (3,14 . 1,127)
= 3,538 m
A
R = P
0,995
= 3,538
= 0,281 m
Q
V = A
4,013
= 0,995
= 4,033 m/dt
1 2/3 1/2
V = (R ) (S )
n
1
4,013 = (0,281 2/3) (S1/2)
0,020
4,013 = 21,452. S1/2
S = 0,188

Perhitungan Kehilangan Tinggi Energi


 Kehilangan pada Inlet yang diakibatkan perubahan bentuk
Semi Angular Type
V
22
hf = f .
2g
f = Koefisien = 0,25
V = Kecepatan di siphon = 4,033 m/dt

4,0332
hf 1 = 0,25 . = 0,207 m
2 . 9,81

 Kehilangan pada Inlet yang diakibatkan transisi


Bell mouth type

hf = f .
( V 2 − V 2)
2 1
2g
f = Koefisien = 0,10
V1 = Kecepatan di saluran = 0,684 m/dt
V2 = Kecepatan di siphon = 4,033 m/dt
( 4,0332 − 0,684 2)
hf 2 = 0,10 . = 0,081m
2 . 9,81
 Kehilangan pada Outlet yang diakibatkan transisi
Bell mouth type

ho 2 =f .
( V 2 − V 2)
2 1
2g
f = Koefisien = 0,25
V1 = Kecepatan di saluran = 0,684 m/dt
V2 = Kecepatan di siphon = 4,033 m/dt

( 4,0332 − 0 ,684 2 )
ho 2 = 0,2. = 0,2 m
2 . 9 ,81
 Kehilangan tinggi di sill (Sill Head Loss)
Sill adalah ambang pertemuan antara saluran terbuka dan gorong-gorong

hs = f s
(. V 12 − V 22)
2g
Round type
fs = koefisien = 0 (karena diasumsikan h2/h1 = 1, maka nilai fs=0)
(Sumber: Hydraulic Design Practice of Canal Structures, halaman 12)
( 4,0332 − 0,684 2)
hs = 0. =0m
2 . 9,81
 Kehilangan Tinggi Energi Akibat Gesekan
2 2
V . L 2g. L V
hf = . = x
C2 . R C 2 . R 2 g
Keterangan:
hf : kehilangan akibat gesekan (m)
V : kecepatan dalam bangunan (m/dt)
L : panjang banguan (m)
R : jari-jari hidrolis (m) (A/P)
A : luas basah (m2)
P : keliling basah (m)
C : koefisien Chezy (k.R1/6)
k : koefisien kekasaran stickler (m1/3/dt) lihat tabel 5.1 KP-04
g : percepatan gravitasi (m/dt2)

2 2
V .L 4 ,033 .20
hf = . =

[( ) ] [( ) ]
1 2 1 2
1 6 1
⋅R .R ⋅0 , 281 6 . 0,281
n 0, 020
=0,707 m
 Kehilangan Energi Akibat Kisi Penyaring
4
S
()
C = β . 3 . sin δ
b
4
1,8 . (
1,074 )
0,188 o
3 . sin 45
=
= 1,286
Keterangan:
hf : kehilangan tinggi energi (m)
V : kecepatan melalui kisi-kisi (m/dt)
g : percepatan gravitasi, m/dt2 (≈9,81)
c : koefisien berdasarkan =
β : faktor bentuk (1,8 untuk jeruji bulat)
s : tebal jeruji (m)
b : jarak bersih anytar jeruji (m)
δ : sudut kemiringan dari bidang horizontal
2
4,033
hf = 1,286. = 1,066 m
2 . 9,81

 Kehilangan Tinggi Total (Total Head Loss)


Δ h = hinlet + hitransisi + hotransisi + hs + hgesekan + hkisi penyaringan
= 0,207+0,081+0,2+0+0,707+1,066
= 2,261 m
Gambar Siphon dan Potongan
5.3.2. Gorong-gorong
5.3.2.1. Data dan Perencanaan
Data-data yang digunakan dalam perencanaan Gorong-Gorong adalah :
 Lokasi : Saluran Primer 2.2
 Bentuk : Segi empat
 Kondisi Gorong-Gorong : Lurus tanpa trashrack
 Kondisi Aliran : Tertekan (air memenuhi gorong-gorong)
 Diketahui data saluran :
Q = 1,47 m3/dt
h = 0,819 m
b = 1,638 m
v = 0,548 m/dt
z =1
 Pada gorong-gorong :
Karena aliran tertekan maka,
H = h + v2/2g
= 0,819 + 0,549 2/2.9,81 = 0,834 m
H/D ≥ 1,5
D ≤ H/1,5
D ≤ 0,834/1,5
D ≤ 0,556

Q = debit di saluran = 1,47 m3/dt


diambil V=1,5 m/dt (sumber KP 04 - bangunan
Q 1,47
= = 0,98 m2
A= V 1,5

Pada perencanaan digunakan gorong-gorong berbentuk segiempat, maka,


A =b.h
0,98 = b x 0,556
b = 1,763 m
maka diambil dimensi gorong-gorong yaitu :
b = 1,763 m, h = 0,556 m, dan panjang gorong-gorong 4 m
A =b.h
= 1,763 . 0,556
= 0,98 m2
P = b + 2h
= 1,763 + 2 . 0,556
= 2,875 m
A
R = P
0,98
= 2,875
= 0,34 m

Panjang saluran transisi :


B−b 1 ,763−1 ,638
L= . cos13∘= . 4 , 3315=0,271 m
2 2

Perhitungan Kehilangan Tinggi Energi


A. Mayor Losses
Kehilangan Tinggi Energi Akibat Gesekan Pada Saluran
2
L V
hf = f . .
D 2g
V = Kecepatan di gorong-gorong = 1,5 m/dt
L = Panjang gorong-gorong = 10 m
2 . g . n2
f =
R1/3
2
2 . 9,81 . 0,02
1/3
= 0,023
= 0,34
D = 0,556 m
2
10 1,5
hf = 0,023 . . =0,047m
0 ,556 2 . 9,81

B. Minor Losses
 Kehilangan pada Inlet yang diakibatkan perubahan bentuk
Semi angular type
V
22
hf = f .
2g
f = Koefisien = 0,25
V = Kecepatan di saluran = 0,548 m/dt
2
0,548
hf 1 = 0,25 . = 0,003 m
2 . 9,81
 Kehilangan pada Inlet yang diakibatkan transisi
Semi angular type

hf = f .
( V 2 − V 2)
2 1
2g
f = Koefisien = 0,1
V1 = Kecepatan di saluran = 0,548 m/dt
V2 = Kecepatan di gorong-gorong = 1,500 m/dt

( 1,500 2 − 0,548 2 )
hf 2 = 0,1 . = 0,009 m
2 . 9, 81
 Kehilangan pada outlet yang diakibatkan perubahan bentuk
Semi angular type

ho = fo .
(V 12 − V 22)
2g
f = Koefisien = 0,5
V1 = Kecepatan di saluran = 0,548 m/dt
V2 = Kecepatan di gorong-gorong = 1,500 m/dt
(1,5002−0,5482 )
ho 1 = 0,5 . = 0,049 m
2 . 9,81

 Kehilangan pada Outlet yang diakibatkan transisi


Bell mouth Type

ho = fo .
(V 12 − V 22)
2g
f = Koefisien = 0,2

( 1, 5002−0,548 2)
ho = 0,2 . = 0 ,006 m
2 . 9,81

 Kehilangan Tinggi Total (Total Head Loss)


Δh = hf mayor losses + hf minor losses
= 0,047 + 0,003 + 0,009 + 0,006
Δh = 0,114 m
Gambar Gorong-Gorong dan Potongan
5.4. Bangunan Pembawa Superkritis
5.4.1. Terjunan Tegak
Bangunan terjunan tegak menjadi lebih besar apabila ketinggiannya ditambah.
Dengan bangunan terjunana tegak, luapan yang jatuh bebas akan mengenai lantai kolam
dan bergerak ke hilir. Akibat luapan dan turbulensi (pusaran air) di dalam kolam di
bawah tirai luapan, sebagian dari energi diredam. Energi selebihnya akan diredam.
5.4.2. Tejunan Miring
Terjunan miring digunakan terutama bila tinggi jatuh melebihi 1.5 m. Pada
bangunan terjun, kemiringan permukaan belakang dibuat securam mungkin dan relative
pendek.Jika peralihan ujung runcing dipakai diantara permukaan pengontrol dan
permukaan belakang (hilir). Disarankan untuk memakai kemiringan yang tidak lebih
curam dari 1:2.Alasannya adalah untuk mencegah pemisahan aliran pada sudut miring.
Dengan bangunan terjunan miring, peredam energi menjadi jauh berkurang akibat
gesekan dan aliran turbulensi di atas permukaan yang miring.

Perencanaan hidrolis:
2
V
h+
H1 = 2g
Hd = 1.67 . H1
∆z = (∆H + Hd ) – H1
Q
q = b

()
1
q2 3
Yc = g
Vu = √ 2. g. Δz
q
Yu = Vu
Vu

F = √ g .Y u
Lp / ∆z = (berdasar grafik )
Yd / ∆z = (berdasar grafik)
Y2 = Yd – n
Data-data yang digunakan dalam perencanaan Terjunan Miring adalah:
 Lokasi : Saluran Sekunder Kiri 4
 Bentuk : Segi Empat
 Diketahui data saluran :
Q = 1,42 m3/dt
h = 0,731 m
b = 1,481 m
z = 1,5 m
v = 0,525 m/dt
 Diketahui data terjunan :
Lj = 3,0 m
n = 0,35 m

Maka :
2 ∆H = 1,001 m
V
h+
H1 = 2g Q 1,42
2 q = b = 1,481
0,525
0,731+
= 2 . 9,81 = 0,958 m3/dt/m

()
= 0,745 m 1
q2 3
Hd = 1,67 . H1
Yc = g
= 1,67 . 0,745
= 0,454 m
= 1,244 m
∆z = (∆H + Hd ) – H1
1. 5 = ∆H + 1,244 – 0,745 Vu = √ 2. g. Δz
1.5 = ∆H + 0,499 = 5,425 m/dt
q = 4,119
Yu = Vu Yu
( √ 8 F 2 +1−1)
= 0,177 m Yd = 2

Vu = 0,941 m

F = √ g .Y u

Gambar Terjunan Miring dan Potongannya

Anda mungkin juga menyukai