Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PERENCANAAN BANGUNAN JARINGAN IRIGASI

2.1. Curah Hujan


Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan bumi selama satu
periode tertentu yang bisa diukur dalam satuan mm. Apabila tidak terjadi penghilangan
oleh evaporasi, pengaliran dan peresapan. Tidak semua curah hujan yang jatuh di
permukaan bumi dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhannya, ada sebagian yang
menguap dan mengalir sebagai limpasan permukaan. Air hujan yang jatuh di atas
permukaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu curah hujan efektif dan curah hujan andalan.
2.1.1. Curah Hujan Efektif
Tidak semua curah hujan yang jatuh di atas tanah dapat dimanfaatkan tanaman
untuk pertumbuhannya, ada sebagian yang menguap dan mengalir sebagai limpasan
permukaan. Air hujan yang jatuh di atas permukaaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Curah hujan nyata, yaitu sejumlah air yang jatuh pada periode tertentu.
2. Curah hujan efektif, yaitu sejumlah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah atau
petak sawah semasa pertumbuhan tanaman dan dapat dipakai untuk memenuhi
kebutuhannya.
Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa curah hujan efektif
merupakan sebagian saja dari curah hujan nyata. Cara menghitung curah hujan efektif
adalah melalui ketentuan berikut.
1. Curah hujan yang lebih kecil atau sama dengan 5 mm/hari pada suatu hari, tidak
dianggap sebagai curah hujan efektif.
2. Curah hujan antara 5-36 mm/hari perhari diperhitungkan sebagai curah hujan
efektif, sedangkan curah hujan yang lebih besar dari 36 mm/hari dianggap hanya
sebesar 36 mm/hari yang efektif.
3. Curah hujan yang berturut-turut setiap hari, jumlahnya diperhitungkan sebagai curah
hujan efektif. Jika curah hujan diselingi satu hari tidak ada hujan, tetap dianggap
sebagai curah hujan berturut-turut dan diperhitungkan sebagai curah hujan efektif.
Jumlah curah hujan berturut-turut 30 + 6HH (HH = jumlah hari hujan yang
dihitung).
4. Curah hujan yang tidak berurutan, dimana 2 hari sebelumnya dan atau 2 hari
sesungguhnya tidak terjadi hujan, tidak diperhitungkan sebagai curah hujan efektif.
Kegunaan curah hujan efektif :
a. untuk perhitungan kebutuhan air untuk irigasi.
b. untuk merencanakan sistem saluran irigasi dan drainasi di lahan irigasi.
Cara mendapatkan curah hujan efektif dengan Metode Basic Year yaitu:
1. Metode Gumbel.
a. Metode grafis.
b. Metode analitis.
2. Metode Analisa Frekuensi.
Rumus :
R80 = (n / 5) + 1
R90 = (n / 10) +1
R80 = tingkat hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan = 80%
Caranya :
1. Curah hujan tahunan selama n tahun diurut dari kecil ke besar.
2. Dengan rumus di atas didapat urutan curah hujan diambil sebagai curah hujan
efektif.
2.1.2. Curah Hujan Andalan
Ketersediaan air yang terbatas untuk keperluan pertanian masih menjadi
masalah. Jumlah air maupun air irigasi belum dapat menjamin kelangsungan kebutuhan
air sepanjang tahun. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain
dengan mengembangkan sistem tata air yang efisien dan tepat. Usaha antara lain dengan
perencanaan sistem jaringan irigasi yang benar dan efisien, misalnya dengan pendirian
bangunan–bangunan pengairan dan saluran–saluran serta mengatur pola tata tanam
dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Dalam hal ini besar kecilnya curah hujan
yang dibutuhkan dalam mengatasi keterbatasan air sangat memegang peranan penting
untuk pertanian.
Curah hujan andalan adalah besarnya curah hujan yang diandalkan tersedia
setiap beberapa tahun sekali, sesuai dengan kala ulang yang diambil. Curah hujan
rancangan adalah jumlah curah hujan yang diperlukan untuk menyusun suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir. Besarnya adalah sebesar curah
hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
a. Curah hujan bulanan dari stasiun A diurutkan nilai terkecil sampai yang terbesar.
b. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Harza Engineering Corp
International, R80 dapat diartikan bahwa dari 10 kejadian, curah hujan yang
direncanakan tersebut akan terlampaui sebanyak 8 kali.
Rumus:
R80 = n / 5 + 1
Dimana :
n : adalah periode tahun pengamatan.

2.2. Pola Tata Tanam dan Jadwal Tata Tanam


Untuk merencanakan sistem jaringan irigasi, maka diperlukan suatu pola tata
tanam dan jadwal penanaman pada daerah yang akan dibuat jaringan irigasi. Dalam satu
tahun terdapat dua kali masa tanam, yaitu musim hujan (Oktober-Maret) dan musim
kemarau (April-September). Batasan waktu tersebut digunakan untuk menentukan awal
penanaman padi (di musim hujan), demikian pula untuk tanaman lainnya.
Alternatif pola tanam :
1. Pola tata tanam I
- Padi I (Saat tanam pertengahan Oktober dan panen akhir Januari)
- Padi II (Saat tanam akhir Januari dan panen pertengahan Mei)
- Palawija (jagung) (Saat tanam pertengahan Mei dan panen pertengahan
Agustus)
2. Pola tata tanam II
- Padi I (Saat tanam akhir Januari dan panen pertengahan Mei)
- Palawija (kacang tanah) (Saat tanam pertengahan Mei dan panen akhir
Agustus)
- Palawija (kacang tanah) (Saat tanam akhir Agustus dan panen pertengahan
Desember)
Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, penentuan pola tanam merupakan hal
yang perlu dipertimbangkan. Tabel dibawah ini merupakan contoh pola tanam yang
dapat dipakai.
Tabel 2.1. Contoh Pola Tanam yang Dapat Dipakai
Ketersediaan air untuk jaringan irigasi Pola Tanam Dalam Satu Tahun
Tersedia air cukup banyak Padi - Padi - Palawija
Tersedia air dalam jumlah cukup Padi - Padi – Bera
Padi - Palawija – Palawija
Daerah yang cenderung kekurangan air Padi - Palawija - Bera
Palawijaya Padi - Bera

Pola Tanam
Pola tata tanam merupakan cara yang terpenting dalam perencanaan tata tanam.
Maksud disediakannya tata taman adalah untuk mengatur waktu, tempat, jenis dan luas
tanaman pada daerah irigasi. Tujuan tata tanam adalah untuk memanfaatkan persediaan
air irigasi seefisien dan seefektif mungkin, sehingga tanaman dapat tumbuh baik.
Dua hal pokok yang mendasari diperlukannya tata tanam adalah :
1. Persediaan air irigasi (dari sungai) di musim kemarau yang terbatas.
2. Air yang terbatas harus dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga tiap petak
mendapatkan air secukupnya sesuai jumlah yang dibutuhkan.
Berdasarkan pengertian tata tanam seperti di atas, ada empat faktor yang harus
diatur, yaitu:
1. Waktu
Pengaturan waktu dalam perencanaan tata tanam merupakan hal yang pokok.
Sebagai contoh bila hendak mengusahakan padi rendeng pertama-tama adalah
melakukan pengolahan tanah untuk pembibitan. Pada waktu mulai tanam biasanya
musim hujan mulai turun sehingga persediaan air relatif kecil. Untuk menghindari hal-
hal yang tidak diinginkan maka waktu penggarapan dan urutan tata tanam diatur sebaik-
baiknya.
2. Tempat
Pengaturan tempat masalahnya hampir sama dengan pengaturan waktu. Dengan
dasar pemikiran bahwa tanaman membutuhkan air dan persediaan air yang ada
dipergunakan bagi tanaman. Untuk dapat mencapai hal itu tanaman diatur tempat
penanamannya, agar pelayanan irigasi dapat lebih mudah.
3. Pengaturan jenis tanaman
Tanaman yang diusahakan antara lain padi, palawija dan lain-lain, tiap jenis
tanaman mempunyai tingkat kebutuhan air yang berlainan. Berdasarkan hal tersebut,
jenis tanaman yang diusahakan harus diatur sedemikian rupa sehingga kebutuhan air
dapat terpenuhi. Misalnya jika persediaan air sedikit diusahakan dengan menanam
tanaman yang membutuhkan air relatif sedikit. Sebagai contoh adalah penanaman padi,
gandum dan palawija dimusim kemarau. Pada musim kemarau persediaan air sedikit,
untuk menghindari terjadinya lahan yang tidak terpakai areal tanaman harus dibatasi
luasnya dengan menanaminya palawija. Berarti sudah memanfaatkan areal dan
meningkatkan produksi pangan.
4. Pengaturan luas tanaman
Pengaturan luas tanaman hampir sama dengan pengaturan jenis tanaman.
Pengaturan pada pembatasan luas tanaman akan membatasi besarnya kebutuhan air bagi
tanaman yang bersangkutan. Pengaturan ini hanya terjadi pada daerah yang airnya
terbatas, misalnya jika air irigasi yang sedikit, petani hanya boleh menanam palawija.

Jadwal Tata Tanam


Tujuan penyusunan jadwal tanam adalah agar air yang tersedia (dari sungai) dapat
dimanfaatkan dengan efektif untuk irigasi, sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tiap
lahan. Pada musim kemarau, kekurangan jumlah air dapat diatasi dengan mengatur pola
tata tanam sesuai tempat, jenis tanaman dan luas lahan. Penentuan jadwal tata tanam
harus disesuaikan dengan jadwal penanaman yang ditetapkan dalam periode musim
hujan dan musim kemarau.

2.3. Evapotranspirasi
Peristiwa berubahnya air menjadi uap air dan bergerak dari permukaan tanah dan
air disebut evaporasi (penguapan). Peristiwa penguapan dari tanaman disebut tranpirasi.
Jika kedua proses tersebut terjadi dalam waktu yang besamaan disebut evapotranspirasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu, air, kelembaban udara,
kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari, dan lain-lainnya. Pada waktu
pengukuran perlu diperhatikan keadaan tersebut karena saling berhubungan antara satu
dengan yang lain dan mengingat faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Karena kondisi yang berubah dari waktu ke waktu, maka harus diakui bahwa
perkiraan evapotranspirasi yang menggunakan harga yang hanya diukur pada sebagian
daerah adalah sulit dan sangat menyimpang. Jika evapotranspirasi menurun maka
transpirasi meningkat. Oleh karena itu komponen E dan T tidak bisa diukur secara
terpisah, sehingga kombinasi ET diestimasi dengan keseimbangan air tanah atau metode
keseimbangan energi di atas tanah.
2.3.1. Evaporasi
Evaporasi adalah proses berubahnya air, baik air permukaan bebas maupun air
yang terkandung di dalam tanah. Cara pengukuran besarnya evaporasi dapat secara
langsung, yaitu dengan Lysimeter, jika tidak ada alat tersebut, dapat dipakai rumus
empiris dari Penman, Hargreaves, Thornthwaite atau Blaney Criddle. Dalam studi
perhitungan besarnya evaporasi dapat dipakai rumus empiris Penman, diberikan sebagai
berikut (Soemarto, CD. 1987:67):

Eo =

E = 0,35 x (ea - ed) x [1 + (V / 100)]


Dimana :
ea : tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)
ed : tekanan uap sebenarnya dari udara (mm/Hg)
V : kecepatan angin pada ketinggian standart (m/dt)
 : kemiringan lengkung tekanan uap pada suhu toC
: konstanta Psychrometer = 0,46 jika to C dan e (mmHg)
Ea : tekanan uap jenuh dari udara pada toC = e x h (mm)

2.3.2. Transpirasi
Semua jenis tanaman memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya, dan
masing-masing jenis tanaman berbeda-beda kebutuhannya. Hanya sebagian kecil air
yang tinggal di dalam tubuh tanaman, sebagian besar air setelah diserap lewat akar dan
dahan ditranspirasikan lewat daun. Dalam kondisi medan (field condition) tidak
mungkin membedakan antara evaporasi dan transpirasi jika tanahnya tertutup oleh
tumbuhan. Kedua proses tersebut (evaporasi dan transpirasi) saling berkaitan sehingga
dinamakan evapotranspirasi.
Jumlah kadar air yang hilang dalam tanah oleh evapotranspirasi tergantung pada:
a. Adanya persediaan air yang cukup (hujan, dll)
b. Faktor-faktor iklim (suhu, kelembaban, dll)
c. Tipe dan cara kultivasi tumbuhan
Jumlah air yang ditranspirasikan dapat bertambah besar, misalnya pada pohon
besar yang akar-akarnya sangat dalam menembus tanah. Jumlah air yang
ditranspirasikan akan lebih banyak dibandingkan jika air itu langsung dievaporasikan
sebagai air bebas (free water). Proses transpirasi berjalan terus hampir sepanjang hari
dibawah pengaruh sinar matahari. Pada malam hari pori-pori daun menutup. Pori-pori
tersebut terletak di bagian bawah daun, yang disebut stomata. Apabila pori-pori ini
menutup menyebabkan terhentinya proses transpirasi secara drastis.Tetapi tidak
demikian halnya dengan evaporasi. Proses evaporasi dapat berjalan terus selama ada
masukan panas. Oleh karena itu jumlah evaporasi terbesar diperoleh pada siang hari.
Faktor lain yang mungkin adalah jumlah air yang tersedia cukup banyak. Jika
jumlah air tersedia secara berlebih dari yang dibutuhkan tanaman selama proses
transpirasi ini, maka jumlah air yang ditranspirasikan akan lebih besar dibandingkan
apabila tersedianya air dibawah keperluan. Evaporasi yang mungkin terjadi pada
kondisi air tersedia berlebih disebut evaporasi potensial. Meskipun demikian kondisi air
yang berlebih sering tidak terjadi. Evaporasi tetap terjadi dalam kondisi air tidak
berlebih meskipun tidak sebesar evaporasi potensial. Evaporasi ini disebut evaporasi
aktual.

2.3.3. Evaporasi Potensial


Air dalam tanah juga dapat naik ke udara melalui tumbuh-tumbuhan. Peristiwa
ini disebut evapotranspirasi. Banyaknya berbeda-beda, tergantung dari kadar
kelembaban tanah dan jenis tumbuh-tumbuhan. Umumnya banyak transpirasi yang
diperlukan untuk menghasilkan satu gram bahan kering disebut laju transpirasi dan
dinyatakan dalam gram. Di daerah yang lembab, banyaknya kira-kira 200-600 gram.
Dan untuk daerah kering kira-kira dua kali sebanyak itu. Transpirasi dan evaporasi dari
permukaaan tanah bersama-sama disebut evapotranspirasi atau kebutuhan air
(consumtive use).
Jika air yang tersedia tanah cukup banyak, maka evapotranspirasi itu disebut
evapotranspirasi potensial. Mengingat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
evapotranspirasi itu lebih banyak dan lebih sulit daripada faktor-faktor yang
mempengaruhi evaporasi maka banyaknya evapotranspirasi tidak dapat diperkirakan
dengan teliti. Akan tetapi evapotranspirasi adalah faktor dasar untuk menentukan
kebutuhan air dalam rencana irigasi dan merupakan proses yang penting dalam siklus
hidrologi. Oleh sebab itu, maka telah banyak jenis cara penentuan yang telah diadakan
antara lain dengan menggunakan rumus Lysimetre, cara perkiraan dengan banyaknya
evaporasi dan panci evaporasi, dan lain-lain.
2.3.4. Evapotranspirasi Cara Penman
Evaporasi Potensial (ETo) adalah air yang menguap melalui permukaan tanah
dimana besarnya adalah jumlah air yang akan digunakan tanaman untuk
perkembangannya. Besar kebutuhan air tanaman, berhubungan dengan besar evaporasi
potensial yang besarnya dipengaruhi iklim. Nilai evaporasi relatif tidak teralu jauh
berbeda diantara bulan yang satu dengan yang lain, dan besarnya sekitar 3-8 mm/hari.
Besar evaporasi potensial dapat dihitung menggunakan cara Penman modifikasi. Data
yang diperlukan untuk menghitung evaporasi potensial adalah letak lintang, suhu,
kecepatan angin, kecerahan matahari dan kelembaban relatif.
- Suhu udara rata-rata bulanan (T)
Suhu udara merupakan data yang harus tersedia bila akan menggunakan rumus
Blaney-Criddle, radiasi maupun Penman. Rata-rata suhu bulanan di Indonesia berkisar
antara 24-29oC dan tidak terlalu berbeda dari bulan yang satu dengan bulan yang lain.
- Kelembaban relatif rata-rata bulanan (RH)
Kelembaban relatif atau relative humidity (dalam prosentase), merupakan
perbandingan tekanan uap air dengan tekanan uap air jenuh. Data pengukuran di
Indonesia menunjukkan besar kelembaban relatif berkisar antara 65-84%. Hal ini berarti
Indonesia adalah daerah dengan kelembaban udara yang tinggi. Pada musim penghujan
(Oktober-Maret) kelembaban relatif lebih tinggi daripada musim kemarau (April-
September).
- Kecepatan angin rata-rata bulanan (u)
Data kecepatan angin diukur berdasarkan tiupan angin pada ketinggian 200 meter di
atas permukaan tanah. Bila kecepatan angin diukur tidak pada ketinggian tersebut
diperlukan penyesuaian. Data kecepatan angin dari delapan daerah di Indonesia
menunjukkan kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar antara 0,5 m/dt sampai 4.5
m/dt atau sekitar 2 sampai 15 km/jam (1 km/hari = 0,0116 m/dt sedangkan 1 km/jam =
0,2778 m/dt).
- Kecerahan Matahari Rata-Rata Bulanan (n/N)
Data pengukuran kecerahan matahari (%) dibutuhkan pada penggunaan rumus
Radiasi dan Penman. Kecerahan matahari adalah perbandingan antara n dengan N, atau
disebut rasio keawanan. Nilai N merupakan jumlah jam potensial matahari yang
bersinar dalam sehari, sedangkan nilai n adalah jumlah jam nyata matahari bersinar
dalam sehari. Untuk daerah katulistiwa besar N adalah sekitar 12 jam setiap harinya,
dan tidak jauh berbeda antara bulan yang satu dengan yang lainnya. Besar n
berhubungan erat dengan keadaaan awan, makin banyak awan makin kecil nilai n.
Harga rata-rata bulanan kecerahan matahari (n/N) di beberapa daerah Indonesia,
berkisar antara 30 - 88 %. Di musim kemarau harga (n/N) lebih tinggi dibanding musim
hujan. Akibat banyaknya awan di musim hujan yang memperkecil harga n dan
prosentase n/N.
a. Metode Penman
Diperlukan data suhu udara dari radiasi matahari, kecepatan angin, kelembaban, dan
temperatur.
Ep = 1,6 (wt/j)a , J = (t/5)1,514
Dimana :
Ep : evaporasi (mm/hari)
t : suhu udara (C)
a : konstanta
Penman membuat persamaan untuk menghitung evaporasi muka air bebas dengan jalan
menggabungkan persamaan dalton dengan persamaan keseimbangan energi radiasi
matahari.Rumus yang dipakai adalah :

Eo =

Dimana :
Eo : evaporasi muka air bebas (mm/hari)
: gradien tekanan uap (mmhg)
T : tetapan psychrometer
: 0,485
Notasi H merupakan energi yang tertinggal di bumi yaitu selisih antara radiasi bersih
matahari dengan radiasi gelombang panjang, yaitu :
H = RI - RB
Dimana:
RI : radiasi bersih matahari
RB : radiasi gelombang panjang

RI dan RB sendiri merupakan hasil perhitungan persamaan keseimbangan energi radiasi


matahari yaitu :
RI = 0,94 x RS (0,29 + 0,59 n/N)
Dimana :
RS : radiasi ekstrateresterial (kal/cm2/hari)
n/N : penyinaran matahari (%)

RB = 117,4 . 10-9 x T4.(0,2 + 0,8 n/N) . (0,044 – 0,077 x ea)


Dimana :
T : suhu mutlak (°k)
: (273 + t°C)
ea : tekanan uap udara (mm hg)
Tekanan uap udara merupakan perkalian antara kelenbaban udara dengan tekanan uap
jenuh :
ea = e x RH
Dimana :
RH : kelembaban udara (%)
e : tekanan uap jenuh (mm hg)
Evaporasi isotermik dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
Ea = 0,35 (e – ea) (0,5 + 0,54 U2)
Dimana :
e : tekanan uap jenuh (mm hg)
ea : tekanan uap udara (mm hg)
U2 : kecepatan angin diukur pada ketinggian 2 m (m/dt)
Untuk mencari evapotranspirasi acuan (Eto) evaporasi muka air bebas dari persamaan di
atas dikalikan dengan faktor f. Faktor f besarnya 0,70 – 0,9 C tergantung pada suhu dan
letak daerah. Untuk Indonesia, CD.Soemarto menganjurkan dipakai angka 0,80
sehingga :
ETo = Eo x 0,8
Dimana :
ETo : evapotranspirasi acuan (mm/hari)
Eo : evapotranspirasi muka air bebas (mm/hari)

b. Metode Penman-Monteith
Berdasarkan penelitian di daerah basah (humid) yang dimuat dalam FAO Paper 56,
metode Penman-Monteith sebagai metode terbaik dibandingkan dengan metode lainnya
dalam menghitung besarnya evapotranspirasi tanaman acuan. Nilai korelasi (r) metode
ini dibandingkan dengan hasil penelitian dengan lisimeter sebesar 97% untuk seluruh
bulan dan 93% untuk bulan puncak, sedang metode lainnya di bawah nilai tersebut.
Besarnya estimasi kesalahaan standar (standard error of estimate) menunjukkan nilai
terkecil, yaitu sebesar 0,32 sedang metode lainnya antara 0,56 sampai 1,29.
Penghitungan evapotranspirasi tanaman acuan menurut metode Penman-Monteith
memerlukan data iklim dan letak stasiun klimatologi sehingga pengolahan data harus
dilakukan sesuai dengan kriteria satuan yang sesuai dengan metode tersebut di atas.
Data iklim tersebut adalah:
1. suhu udara rata-rata dalam satuan derajat celcius (oC);
2. kelembaban relatif rata-rata dalam persen (%);
3. kecepatan angin rata-rata dalam satuan meter per detik (m/s);
4. lama penyinaran matahari dalam satu hari yang dinyatakan dengan satuan jam;
5. tekanan udara di lokasi stasiun dengan satuan kilo pascal (KPa);
6. radiasi matahari di lokasi stasiun dengan satuan mega joule per meter persegi per hari
(MJ/m2/hari).
Data topografi:
1. Elevasi atau altitude stasiun pengamatan klimatologi dalam satuan meter di atas
permukaan air laut;
2. letak garis lintang lokasi stasiun pengamatan klimatologi yang dinyatakan dalam
derajat,
3. kemudian dikonversi dalam radian dengan 2 π radian = 360 derajat.
4. Pengolahan data cuaca untuk melakukan penghitungan evapotranspirasi tanaman
acuan
5. dengan metode Penman-Monteith perlu dilakukan mengingat pencatatan data di
lapangan yang berbeda-beda.

2.2.5. Evapotranspirasi Cara Blaney-Criddle


Rumus ini menghasilkan evapotranspirasi untuk sembarang tanaman sebagai
fungsi suhu jumlah jam siang hari dan koefisien tanaman empiris. Rumus ini berlaku
untuk daerah yang luas dengan iklim kering dan sedang. Dalam pemakaian rumus ini
perlu memasukkan suhu udara, kelembaban udara, kecepatan, dan waktu relatif sinar
matahari. Data tersebut merupakan data-data meteoriologi biasa. Radiasi matahari dapat
diukur dengan radiometer.
Metode Blaney Criddle
U = k.f dengan k = (t.p/100)
Dimana :
U : penguapan air konsumtif bulanan = evapotranspirasi potensial.
k : koefisien tanaman
f : faktor pengali yang tergantung letak lintang.
p : prosentae bulanan jam-jaman dalam 1 tahun.

2.4. Koefisien Tanaman


Kebutuhan air tanaman sebagai pengganti konsumtif ditentukan oleh koefisien
tanaman dan evaporasi potensial, yaitu dalam hubungan :
ETc = k x Eto
Dimana :
Etc : Evaporasi sebenarnya
k : koefisien tanaman
Eto : Evaporasi potensial
Notasi k adalah koefisien tanaman (sering juga diebut koefisian evapotranspirasi
tanaman). K merupakan angka pengali untuk menjadikan evaporasi potensial (Eto)
menjadi evaporasi sebenarnya (Etc).
Besarnya koefisien tanaman ini behubungan dengan:
- Jenis tanaman (contoh : padi, palawija)
- Varietas tanaman (contoh : padi PB 5, padi IR 12)
- Umur pertumbuhan tanaman

Sebagai contoh, besar koefisien tanaman padi dan jagung dengan varietas tertentu
di Jawa Timur adalah seperti yang ada pada lampiran.Usaha memperkecil kebutuhan air
tanaman, tidak dapat dengan memperkecil nilai ETo (karena berhubungan dengan iklim)
namun hanya dapat dilakukan dengan memperkecil nilai k.Mengubah faktor k berarti
mengubah jenis, varietas atau umur pertumbuhan tanaman. Contohnya memilih
tanaman jagung sebagai pengganti padi atau mengubah saat tanam pada bulan-bulan
tertentu.
Besarnya koefisien tanaman untuk setiap jenis tanaman akan berbeda-beda yang
besarnya berubah setiap periode pertumbuhan tanaman itu sendiri. Koefisien tanaman
merupakan angka pengali untuk menjadikan evapotranspirasi potensi menjadi
kebutuhan air tanaman. Besarnya koefisien tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis
tanaman, varietas tanaman dan umur tanaman. Usaha memperkecil kebutuhan air
tanaman tidak dapat dilakukan dengan memperkecil nilai evapotranspirasi potensial
karena nilai ini berhubungan dengan iklim, tetapi dilakukan dengan memperkecil nilai
koefisien tanaman. Mengubah nilai koefisien tanaman berarti mengubah jenis, varietas
dan umur tanaman. Sebagai contoh, besar koefisien tanaman padi.

Tabel 2.2 Besar Koefisien Tanaman Padi

Tabel 2.3 Besar Koefisien Tanaman Palawija


2.5. Kebutuhan Air Tanaman (Padi dan Palawija)
Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air
yang hilang akibat penguapan. Air dapat menguap melalui permukaan bumi (evaporasi)
maupun melalui daun-daun tanaman (transpirasi). Bila kedua proses penguapan tersebut
terjadi bersama-sama, disebut proses evapotranspirasi. Dengan demikian besar
kebutuhan air tanaman adalah sebesar jumlah air yang hilang akibat proses
evapotranspirasi. Besar kebutuhan air tanaman dinyatakan dalam penggunaan konsumtif
yang besarnya :
Cu = k x ETo
Dimana
k : koefisien tanaman
To : evaporasi potensial
Irigasi adalah untuk membagi sejumlah air yang sama pada lahan yang seluas
mungkin. Salah satu hal yang bisa diusahakan adalah dengan memperkecil kebutuhan
air irigasi (IR), yaitu dengan besar kebutuhan air tanaman (ETo). Kegiatan mengatur
jenis, varietas dan umur pertumbuhan tanaman disebut sebagai pengaturan pola tata
tanam. Dengan demikian usaha mengatur pola tata tanam dimaksudkan untuk mengatur
besar koefisien tanaman agar mendapatkan besar ET, sehingga sesuai dengan
ketersediaan air irigasi.

Secara umum perbedaan kebutuhan data terukur yang dibutuhkan untuk


menghitung ETo* adalah :

Tabel 2.4 Perbedaan Data yang Dibutuhkan antar Metode

Rumus Data terukur yang dibutuhkan


Blaney-
Letak lintang (LL), Suhu udara ( t )
Criddle
Letak lintang (LL), temperature udara ( t ), dan kecerahan
Radiasi
matahari (n.N)

Letak lintang (LL), temperature udara ( t ), kecerahan matahari


Penman
(n / N) kecepatan angina ( u ), kelembaban ralatif (RH)

KEBUTUHAN AIR TANAMAN


EVAPOTRANSPIRASI
(ET)

E T

Terjadi pada
Saat yang sama

TRANSPIRASI
EVAPORASI
Tanaman
iklim

Gambar 2.1 Skema kebutuhan air tanaman

Besar penguapan air melalui permukaan tanah (evaporasi) berhubungan dengan


faktor iklim (suhu udara, kecepatan angin, kelembaban udara dan kecerahan sinar
matahari). Besar air yang menguap melalui tanaman (transpirasi) disamping
dipengaruhi oleh keadaan iklim juga dipengaruhi oleh faktor tanaman (jenis, macam
dan umur tanaman).

Faktor Iklim: Faktor Tanaman:


Suhu udara Jenis tanaman
Kelembaban udara Varietas tanaman
Kecepatan angin Umur tanaman
Kecerahan matahari
Curah hujan

Dihitung dengan rumus Dirancang dengan pola tanam tertentu

Kebutuhan air
Didapat ETo k didapat
(ET = k x ETo)

Gambar 2.2 Skema kebutuhan air

Kebutuhan air irigasi pada tanah pertanian untuk satu unit luasan dapat juga
mempergunakan rumus sebagai berikut.
CWR = NFR/I
Dimana :
CWR : kebutuhan air irigasi (mm)
NFR : penggunaan konsumtif air untuk tanaman (mm)
I : Efisiensi Irigasi (%)

Besarnya koefisien tergantung dari faktor-faktor berikut :


a. Tipe tanaman
b. Tingkat pertumbuhan
c. Musim tanam
d. Keadaan cuaca

Rumus yang dipergunakan untuk perhitungan adalah :


CU = kc x Eto

Dimana:
Cu : kebutuhan air untuk tanaman (mm)
kc : koefisien tanaman.
Eto : evapotranspirasi potensial (mm)

2.6. Perkolasi
Perkolasi adalah pergerakan air sampai ke bawah dari zone tidak jenuh (antara
permukaan tanah sampai ke bawah permukaan air) ke dalam daerah jenuh (daerah yang
berada di bawah permukaan air tanah). Daya Perkolasi (Pp) adalah laju perkolasi
maksimum yang dimungkinkan dan besarnya dipengaruhi kondisi tanah dan muka air
tanah. Perkolasi terjadi saat daerah tak jenuh mencapai daya medan (field capacity).
Perkolasi tidak terlalu pada kondisi alam karena strategi dalam perkolasi akibat adanya
lapisan-lapisan semi kedap air yang menyebabkan extra storage sementara daerah tak
jenuh. Beberapa saat setelah air meresap ke tanah, air yang diinfiltrasi akan berkurang,
yaitu mengisi rongga-rongga tanah yang akan terperkolasi. Jika daya perkolasi
kecil,timbul muka air tanah yang membentuk lapisan semi kedap air.
Dalam recharge buatan, perkolasi mempunyai arti penting, dimana infiltrasi
terjadi terus-menerus karena alasan teknis. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
perkolasi antara lain :
1. Tekstur tanah
 Tekstur tanah yang halus, daya perkolasi kecil
 Tekstur tanah kasar, daya perkolasi besar
2. Permeabilitas tanah
Semakin besar permeabilitas tanah, makin besar pula daya perkolasinya.
3. Tebal lapisan tanah bagian atas
Semakin tipis lapisan tanah bagian atas, makin kecil daya perkolasinya.
4. Tanaman penutup
Lindungan tumbuh-tumbuhan yang padat menyebabkan daya infiltrasi semakin
besar yang berarti pula daya perkolasi adalah besar.

Tabel 2.5. Nilai Koefisien Perkolasi


Macam tanah Perkolasi (mm/hari)
Liat 1 ,0 – 1,5
Liat berdebu 1,5 – 2,0
Lempung liat 2,0 – 2,5
Lempung liat berpasir 2,5 – 3,0
Lempung berpasir 3,0 – 5,0

Dalam pengukuran perkolasi data yang dibutuhkan yaitu :


a. Peta topografi
b. Peta air tanah
c. Soil Profil Map
Pada petak sawah perkolasi dipengaruhi oleh :
1. Tinggi genangan air
2. Keadaan pematang
3. Tebal galengan

2.7. Penyiapan Lahan

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan


maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor–faktor penting yang menentukan
besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan la-
han
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan
1. Jangka Waktu Penyiapan Lahan
Faktor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan adalah:
- Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk menggarap tanah.
- Perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu untuk
menanam padi sawah atau padi ladang kedua.
Faktor-faktor tersebut saling berkaitan. Kondisi sosial budaya yang ada di daerah
penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk penyiapan
lahan. Untuk daerah-daerah proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan
berdasarkan kebiasaan yang berlaku di daerah-daerah di dekatnya. Sebagai pedoman di-
ambil jangka waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan di seluruh petak
tersier. Bilamana untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai peralatan mesin se-
cara luas, maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambil satu bulan.
Perlu diingat bahwa transplantasi (pemindahan bibit ke sawah) mungkin
sudah dimulai setelah 3 sampai 4 minggu di beberapa bagian petak tersier di mana pen-
golahan lahan sudah selesai.
2. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat diten-
tukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah. Rumus berikut dipakai un-
tuk memperkirakan kebutuhan air untuk penyiapan lahan.
PWR ={ (Sa - Sb ). N . d / 104 } + Pd + F
dimana :
PWR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan, mm
Sa = Derajat kejenuhan tanag setelah, penyiapan lahan dimulai, %
Sb = Derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai, %
N = Porositas tanah dalam % pada harga rata-rata untuk kedalaman tanah
d = Asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan mm
Pd = Kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan, mm
F1 = Kehilangan air di sawah selama 1 hari, mm
Untuk tanah berstruktur berat tanpa retak-retak kebutuhan air untuk penyiapan
lahan diambil 200 mm. Ini termasuk air untuk penjenuhan dan pengolahan tanah. Pada
permulaan transplantasi tidak akan ada lapisan air yang tersisa di sawah. Setelah trans-
plantasi selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50 mm. Secara keseluruhan, ini be-
rarti bahwa lapisan air yang diperlukan menjai 250 mm untuk menyiapkan lahan dan
untuk lapisan air awal setelah transpantasi selesai. Bila lahan telah dibiarkan beda se-
lama jangka waktu yang lama (2,5 bulan atau lebih), maka lapisan air yang diperlukan
untuk penyiapan lahan diambil 300 mm, termasuk yang 50 mm untuk penggenangan
setelah transplantasi.
Untuk tanah-tanah ringan dengan laju perkolasi yang lebih tinggi, harga-harga
kebutuhan air untuk penyelidikan lahan bisa diambil lebih tinggi lagi. Kebutuhan air un-
tuk penyiapan lahan sebaiknya dipelajari dari daerah-daerah di dekatnya yang kondisi
tanahnya serupa dan hendaknya didasarkan pada hasil-hasil penyiapan di lapangan.
Walau pada mulanya tanah-tanah ringan mempunyai laju perlokasi tinggi, tetapi laju ini
bias berkurang setelah lahan diolah selama beberapa tahun. Kemungkinan ini hen-
daknya mendapat perhatian tersendiri sebelum harga-harga kebutuhan air untuk penyia-
pan lahan ditetapkan menurut ketentuan di atas.
Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam harga-harga kebutuhan air diatas.
3. Kebutuhan air selama penyiapan lahan
Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode
yang dikembangkan oleh van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut didasarkan
pada laju air konstan dalam 1/dt selama periode penyiapan lahan dan menghasilkan ru-
mus berikut:
IR = M ek / (ek – 1)
Dimana:
IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan, mm/ hari
M = Kebutuhan air untuk mengganti/ mengkompensari kehilangan air akibat evap-
orasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan
M = Eo + P, mm/ hari
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1, ETo selama penyiapan lahan, mm/hari
P = Perkolasi
k = MT/S
T = jangka waktu penyiapan lahan, hari
S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan laposan air 50 mm, mm
yakni 200 + 50 = 250 mm seperti yang sudah diterangkan di atas.
Untuk menyikapi perubahan iklim yang selalu berubah dan juga dalam rangka
penghematan air maka diperlukan suatu metode penghematan air pada saat pasca kon-
struksi. Pada saat ini perhitungan kebutuhan air dihitung secara konvensional yaitu den-
gan metode genangan, yang berkonotasi bahwa metode genangan adalah metode boros
air. Metode perhitungan kebutuhan air yang paling menghemat air adalah metode Inter-
mitten yang di Indonesia saat ini dikenal dengan nama SRI atau System Rice Intensifica-
tion. SRI adalah metode penghematan air dan peningkatan produksi dengan
jalan pengurangan tinggi genangan disawah dengan system pengaliran terputus putus
(intermiten). Metode ini tidak direkomendasi untuk dijadikan dasar perhitungan kebu-
tuhan air, tetapi bisa sebagai referensi pada saat pasca konstruksi. Tabel 2.6 memperli-
hatkan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan yang dihitung menurut rumus di
atas.

Tabel 2.6 Kebutuhan Air Persiapan Lahan


T = 30 Hari T = 45 Hari
M S = 250 S = 300 S = 250 S = 300
mm mm mm mm
5,0 11,1 12,7 8,4 9,5
5,5 11,4 13,0 8,8 9,8
6,0 11,7 13,3 9,1 10,1
6,5 12,0 13,6 9,4 10,4
7,0 12,3 13,9 9,8 10,8
7,5 12,6 14,2 10,1 11,1
8,0 13,0 14,5 10,5 11,4
8,5 13,3 14,8 10,8 11,8
9,0 13,6 15,2 11,2 12,1
9,5 14,0 15,5 11,6 12,5
10,0 14,3 15,8 12,0 12,9
10,5 14,7 16,2 12,4 13,2
11,0 15,0 16,5 12,8 13,6
Sumber : Kp 01 Lampiran 2 Hal 5

2.8. Pergantian Lapisan Air


Pergantian lapisan air erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Beberapa saat
setelah penanaman, air yang digenangkan di permukaan sawah akan kotor dan
mengandung zat-zat yang tidak lagi diperlukan tanaman, bahkan akan merusak. Air
genangan ini perlu dibuang agar tidak merusak tanaman di lahan. Saat pembuangan
lapisan genangan, sampah-sampah yang ada di permukaan air akan tertinggal, demikian
pula lumpur yang terbawa dari saluran saat pengairan. Air genangan yang dibuang perlu
diganti dengan air baru yang bersih.
Adapun ketentuan-ketentuan dalam WLR adalah sebagai berikut:
1. WLR diperlukan saat terjadi pemupukan maupun penyiangan, yaitu 1 - 2 bulan dari
transplating.
2. WLR = 50 mm (diperlukan penggantian lapisan air, diasumsikan = 50 mm, hal itu
sesuai dengan KP Bagian Penunjang).
3. Jangka waktu WLR = 1,5 bulan (selama 1,5 bulan air digunakan untuk WLR
sebesar 50 mm).

2.9. Efisiensi Irigasi


Sebelum sampai di petak sawah, air harus dialirkan melalui saluran-saluran induk,
sekunder dan tersier. Di dalam sistem saluran terjadi kehilangan debit yang disebabkan
rembesan, perkolasi dan kekurangtelitian didalam eksploitasi. Kehilangan air irigasi
dinamakan efisiensi irigasi yang besarnya adalah perbandingan antara jumlah air yang
nyata bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman ditambah perkolasi lahan dengan jumlah
air yang dikeluarkan dari pintu pengambilan. Efisiensi dinyatakan dalam prosentase.
Kehilangan yang ditentukan oleh pelaksanaan eksploitasi ada tiga tingkatan, yaitu :
1. Kehilangan air di tingkat tersier, melalui kehilangan air di sawah, di saluran kuarter
dan saluran tersier.
2. Kehilangan air di tingkat primer, melalui kehilangan air di saluran primer.
3. Kehilangan air di tingkat sekunder, melalui kehilangan air di saluran sekunder.
Faktor yang mempengaruhi kehilangan air adalah :
1. Kehilangan air di tingkat tersier dan sawah
a. Kebocoran pematang
b. Kehilangan karena pemakaian
- Kerja sama tingkat pemakai air
- Tingkat pengawasan pemakai air
c. Pemberian air yang tidak dilaksanakan
d. Tidak sempurnanya bangunan pelimpah dan pintu
e. Rembesan pada saluran tersier dan kuarter
- Tekstur tanah
- Permeabilitas tanah
- Umur saluran
f. Kebocoran pada saluran tersier dan kuarter
- Tingkat pemeliharaan saluran
- Penyadap-penyadap liar
2. Kehilangan air di tingkat saluran primer dan sekunder yang terdiri dari :
a. Rembesan
b. Penyadap liar
c. Kebocoran
d. Pengaruh pemeliharaan saluran, pintu dan tanggul
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan air adalah :
1. Panjang saluran
Semakin panjang saluran, kemungkinan kehilangan air makin besar.
2. Keliling basah saluran
Semakin besar keliling basah saluran, makin besar kehilangan air.
3. Lapisan saluran
Saluran yang tidak dilining lapisan pengerasan akan terjadi genangan air. Ini
disebabkan karena rembesan dan perkolasi.
4. Kedudukan air tanah
Semakin tinggi kedudukan air tanah, makin kecil pula faktor perembesannya.
5. Luas permukaan air pada saluran
Semakin luas permukaan yang terjadi karena adanya penguapan.
Untuk menghitung efisiensi di tingkat primer dan sekunder, dipakai data debit
rata-rata selama sepuluh tahun. Misalnya, kehilangan air pada bulan Januari.
- Debit rata-rata di pintu pengambilan utama 1075 l/dt
- Debit rata-rata di pintu tersier 1021 l/dt
Kehilangan air di saluran primer dan sekunder pada bulan Januari adalah :

= 5,023 %

Jadi efisiensi irigasi di tingkat primer dan sekunder adalah 95%. Jika efisiensi
irigasi di tingkat tersier 80%, artinya adalah jumlah air yang bermanfaat untuk tanaman
sebesar 80% dari jumlah air yang disediakan dari pintu tersier.

2.10. Kebutuhan Air Irigasi


Kebutuhan air irigasi pada tanah pertanian untuk satu unit luasan dinyatakan
dalam rumus berikut ini :
IR = NFR / I
Dimana:
NFR : kebutuhan air bersih di sawah (ml/dt/hari)
I : Efisiensi Saluran (%)

2.10.1. Metode Kriteria Perencanaan PU


Berikut merupakan analisa dalam metode kriteria perencanaan PU,
a. Kebutuhan air di sawah:
NFR = ((Kebutuhan Air Kotor - Reff ) x (104/(24x60x60))
Dimana:
Kebutuhan Air Kotor : dalam satuan mm/hari
Reff : curah hujan efektif (mm/hari)
b. Kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi
IR = NFR / I
Dimana:
NFR : kebutuhan air bersih di sawah (ml/dt/hari)
I : efisiensi irigasi
c. Kebutuhan air irigasi untuk tanaman palawija

IR =

Dimana:
Etc : evapotransi potensial
P : perkolasi
Reff : curah hujan efektif

Sedangkan kebutuhan air irigasi untuk penyiapan lahan adalah :

IR =

Dimana :
IR : kebutuhan air untuk penyiapan lahan
M : kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan (mm/hari)
K : MT/S
T : jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S : air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50mm

Anda mungkin juga menyukai