Kelas : C
NRP : 25-2015-105
TUGAS DRAINASE
Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air
menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk
mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air. Kebanyakan dam juga
memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang air yang tidak diinginkan secara
bertahap atau berkelanjutan.
a. Karakteristik :
Konstruksi bendungan sendiri terdiri dari berbagai macam bagian dan fasilitas penunjang,
antara lain:
Pondasi bendungan
Tubuh bendungan
Mercu bendungan
Bangunan pelimpas air (Spill way) dan pintu Spill Way.
Sayap bendungan dan dinding penahan tebing (Retaining Wall)
Jalur pesat (Pen Stock) dan Tail Race
Bangunan pendukung berupa kantor dan ruang kontrol.
Ruang Mesin Turbin (Power House)
Alat instrumentasi bendungan
Peralatan crane
Akses jalan
Transmisi
dsb.
Untuk kriteria bendungan terbagi menjadi dua yaitu kriteria dasar dan kriteria
umum :
Kriteria Dasar
Aman terhadap kegagalan structural
Aman terhadap rembesan dan bocoran
Aman terhadap kegagalan hidraulik
Kriteria Umum
Bendungan secara keseluruhan, termasuk tubuh, pondasi, abutmen (bukit
tumpuan) dan tepi sekeliling waduk harus selalu stabil dalam keadaan
apapun juga termasuk dalam keadaan gempa bumi selama operasi dan
pemeliharaan yang kemungkinan terjadi selama umur bendungan.
Kalaupun ada penurunan, masih dalam batas toleransi yang diizinkan.
Untuk mencegah terjadinya bahaya limpasan diatas puncak bendungan,
harus diupayakan agar tinggi puncak bendungan setelah terjadi penurunan
akhir masih cukup tinggi sehingga tinggi jagaan yang tersedia masih
memenuhi standar yang diperlukan. Tinggi jagaan haruslah cukup untuk
menahan limpan air banjir sebagai akibat gelombang.
Kapasitas bangunan pelimpah harus cukup untuk mengalirkan debit banjir
desain dengan aman. Kapasian bangunan pelimpah harus cukup untuk
melewatkan debit banjir desain dengan aman. Harus diupayakan pula agar
kapasitas bangunan melimpah tidak termasuk kapasitas bangunan
pengeluaran ain.
Tidak boleh terjad debit rembesan dan tekanan yang berlebihan pada
bendungan dan pondasi yang mengakibatkan terjadinya aliran buluh,
sembulan pasir, retak hidraulik, dan arching.
Lereng lereng bendungan, bangunan melimpah, bangunan pengeluaran,
sekeliling waduk, saluran, tebing sungai dan lain lain yang terkait dengan
bendungan, bila perlu diadakan perkuatan lereng dan tebing, agar selalu
stabil dan tidak mudah longsor sehingga dapat dioperasikan dengan aman
dan andal baik dalam keadaan normal maupun darurat.
b. Cara Mengendalikan Banjir :
.Bendungan pengendali banjir atau disebut juga bendungan detensi atau retensi
banjir, dibangun untuk memperlambat atau menyimpan sementara aliran banjir dan
mengurangi terjadinya banjir besar. Bendungan pengendali banjir dapat dibedakan lagi
menjadi dua macam tipe, yaitu: tipe yang umum adalah untuk menyimpan sementara
dan melepas aliran banjir dengan debit yang tidak melampaui kapasitas sungai dihilir.
Tipe yang lain adalah untuk menahan air selama mungkin agar air meresap ke tebing
tebing atau pondasi yang lulus air. Bendungan tipe ini kadang-kadang disebut pula
sebagai bendungan penangkap sedimen (debris dams).
c. Contoh Penerapan :
Bendungan Karangkates
Bendungan Sigura-gura
Bendungan terbesar yang menempati posisi ketiga adalah bendungan Sigura- gura.
Bendungan Sigura- gura ini berada di Sumatera Utara atau tepatnya di radius 23,3
kilometer dari Danau Toba. Bendungan Sigura- gura ini mempunyai fungsi untuk untuk
menjamin ketersediaannya volume air dan juga besarnya energi air yag dibutuhkan bagi
Pembangkit Listrik Tenaga Air di daerah tersebut dan juga daerah yang berada di
sekitarnya. Pembangkit listrik yang dihasilkan dari bendungan ini dinamakan sebagai
PLTA Sigura- gura. Bendungan Sigura- gura ini mulai dibangun pada tahun 1978 dan
diresmikan pada tahun 1981. Bendungan Sigura- gura ini mampu menghasilkan daya
sebesar 1868 GWH setiap tahunnya.
Bendungan Batutegi
Bandungan selanjutnya atau bendungan yang menempati posisi keempat dari
bendungan yang terbesar di Indonesia adalah Bendungan Batutegi. Bendungan ini berada
di Provinsi Lampung. Fungsi utama dari bendungan besar ini adalah sebagai pembangkit
listrik untuk daerah yang berada di sekitarnya serta sebagai sumber atau penyedia air
minum bagi penduduk yang ada di aderah tersebut. Pembangunan bendungan ini dananya
berasal dari APBN dan juga mendapatkan bantuan dari Japan Bank for International
Corporation. Bendungan ini sangat berguna bagi masyarakat yang berada di sekitar
daerah tersebut karena memiliki fungsi yang luar biasa bagi masyarakat yang tinggal di
sekitarnya.
Bendungan atau waduk Wonorejo merupakan salah satu bendungan yang terletak
di Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur. Bendungan ini terletak di radius 12
kilometer dari pusat kota Tulungagung. Bendungan Wonorejo ini mempunyai kapasitas
122 juta meter kubik yang mempunyai fungsi sebagai PLTA dan juga sumber air minum
bagi warga di Jawa Timur khususnya.
Bendungan Tilon ini merupakan bendungan yang terbesar yag berada di wilayah
Nusa Tenggra Timur. Bendungan ini dimanfaatkan sebagai PLTA untuk masyrarakat di
wilayah tersebut.
2. Kolam Retensi
Kolam retensi adalah suatu bak atau kolam yang dapat menampung atau
meresapkan air sementara yang terdapat di dalamnya. Kolam retensi dibagi menjadi 2
macam tergantung dari bahan pelapis dinding dan dasar kolam, yaitu kolam alami dan
kolam buatan.
Kolam retensi berfungsi untuk menyimpan dan menampung air sementara dari
saluran pembuangan sebelum dialirkan ke sungai sehingga puncak banjir dapat
dikurangi. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik hidrograf banjir,
volume kolam penampungan biasanya didaerah yang rendah. Dengan perencanaan dan
pelaksanaan tata guna lahan yang baik, kolam retensi dapat digunakan sebagai
penampung air hujan sementara dan penyalur distribusi air.
a. Karakteristik :
Kolam retensi tipe di samping badan sungai
Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet, bangunan
pelimpah samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi, ambang
rendah di depan pintu outlet, saringan sampah dan kolam penangkap sedimen.
Kolam retensi jenis ini cocok diterapkan apabila tersedia lahan yang luas untuk
kolam retensi sehingga kapasitasnya bisa optimal. Keunggulan dari tipe ini adalah
tidak mengganggu sistem aliran yang ada, mudah dalam pelaksanaan dan
pemeliharaan.
Kolam retensi di dalam badan sungai
Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling, pintu
outlet, bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila
lahan untuk kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitas
kolam yang terbatas, harus menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan sulit dan
pemeliharaan yang mahal.
Kolam retensi tipe storage memanjang
Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang lebar dan
dalam serta cek dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan
tidak tersedia sehingga harus mengoptimalkan saluran drainase yang ada.
Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitasnya terbatas, menunggu aliran air yang
ada dan pelaksanaannya lebih sulit. Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah
dengan perbandingan panjang/lebar lebih besar dari 2:1. Sedang dua kutub
aliran masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak kira-kira di ujung kolam
berbentuk bulat telor itulah terdapat kedua mulut masuk dan keluarnya
(aliran) air. Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk kolam yang
memanjang semacam itu, ternyata sedimen relatif lebih cepat mengendap dan
interaksi antar kehidupan (proses aktivitas biologis) di dalamnya juga menjadi
lebih aktif karena terbentuknya air yang terus bergerak, namun tetap dalam
kondisi tenang, pada saatnya tanaman dapat pula menstabilkan dinding kolam
dan mendapat makanan (nutrient) yang larut dalam air.
c. Contoh Penerapan :
Kolam retensi di Kali Semarang
Daerah aliran sungai Kali Semarang telah menjadi salah satu daerah penting di
Kota Semarang, karena Kali sentral perdagangan di Kota Semarang, sehingga
banjir yang sering terjadi pada daerah tersebut menjadi masalh utama bagi
pemerintah kota. Kolam retensi dan stasiun pompa di Kali Semarang dihitung
menggunakan debit banjir dengan periode ulan 10 tahun kebelakang. Hal ini guna
mengendalikan banjir,
3. Check Dam
a. Karakteristik :
Bendungan kecil yang bersifat sementara atau permanen yang dibangun melintasi
saluran kecil atau drainase. Bendungan ini berfungsi mengurangi erosi dalam saluran
dan menurunkan kecepatan air pada saat badai. Bendungan dibangun dengan kayu, batu,
atau karung pasir. Bendungan ini biasanya digunakan dalam skala kecil, saluran terbuka
yang mengalirkan 10 hektar (0,040 km2) atau kurang, dan biasanya tinggi tidak
melebihi dari 2 kaki (0,61 m).
c. Contoh Penerapan :
Check Dam di Bengawan Solo
Check Dam Pengkol merupakan salah satu check dam yang berada di Bengawan
Solo hulu Das Keduang. Check Dam Pengkol selesai dibangun pada tahun 2008. Tujuan
dibangun check dam untuk memperlambat laju sedimentasi ke Waduk Wonogiri. Laju
erosi dan sedimentasi DAS Keduang pada daerah Check Dam Pengkol seluas 6260 ha
menggunakan metode USLE sebesar 57136 m3/th. Estimasi volume sedimen selama 8
tahun menggunakan Persamaan Meyer Peter Muller sebesar 320064,9827 m3.
Tampungan sedimen Check Dam Pengkol sebesar 413553 m3 dan sisa umur check dam
adalah 1,2 tahun.
4. Groundsill
Ambang atau drempel (groundsill) yang dibangun menyilang sungai untuk
menjaga agar dasar sungaitidak turun terlalu berlebihan. Groundsill adalah tumpukan
batu-batu besar agar tidak dapat dibawaoleh arus air sungai pada saat banjir. Gunanya
untuk membuat kemiringan dasar sungai menjadikecil sehingga kecepatan air menjadi
kecil dan kedalaman air menjadi besar. Dengan kata lainmencegah gerusan dasar sungai
dengan cara lebih melandaikan kemiringan dasarnya gunamengurangi gaya tarik
alirannya.
a. Karakteristik :
Ada dua buah tipe umum ambang
Groundsill datar (bed gindle work)
Bangunan ini hampir tidak mempunyai terjunan dan elevasi mercunya hampir
sarna dengan permukaan dasar sungai, dan berfungsi menjaga agar permukaan
dasar sungai tidak turnn lagi.
Groundaill pelimpah (head work)
Bangunan ini mempunyai terjunan, hingga elevasi permukaandasar sungai di
sebelah hilimya dan tujuannya adalah untuk lebih melandaikan kemiringan
dasar sungai.
Konstruksi ambang terdiri dari tubuh dan lantai lindung yang dibangun secara
monolit dari bahan beton yang disebut pula bangunan utama dan biasanya diadakan
hamparan pelindung (konsolidasi) dasar sungai di sebelah hulu dan sebelah hilir
bangunan utama tersebut.
c. Contoh Penerapan :
Groundsill Bojonegoro
Semakin tingginya endapan Sungai Bengawan Solo karena erosi diperlukan
pembangunan Groundsill di aliran Bendungan Gerak. Tujuannya mengurangi
kecepatan arus dan meningkatkan laju pengendapan sedimen di bagian hulu
groundsill. pembuatan groundsill ini untuk menyelematkan bangunan Bendung Gerak
karena telah terjadi degradasi dasar sungai. Selain pembangunan groundsill akan
dibangun pula revetment (tembok sayap sungai) baru dan perbaikan revetment yang
rusak yang disebabkan oleh arus sungai bengawan solo.
5. Retarding Basin
Retarding basing atau Kolam tampungan sementara adalah suatu
bangunan/konstruksi yang berfungsi untuk menampung sementara air yang berasal
dari sungai, dan selanjutnya akan dilepas kembali. Tampungan sementara harus bisa
menampung debit banjir yang akan lewat.
a. Karakterstik :
Fungsi retarding basin selain untuk memangkas puncak banjir, juga sebagai
penyimpan air untuk dilepaskan pada saat musim kemarau dan meningkatkan
konservasi air tanah karena selama air tertahan peresapan air terjadi. Dengan adanya
cadangan di retarding basin, pada musim kemarau air dapat dipakai untuk
penggelontoran saluran drainase dan sungai-sungai di daerah hilir.
Retarding basin harus didesain ramah lingkungan, artinya bangunannya cukup
dibuat dengan mengeruk dan melebarkan bantaran sungai, memanfaatkan sungai
mati atau sungai purba yang ada, memanfaatkan cekungan-cekungan, situ, dan
rawa-rawa yang masih ada di sepanjang sungai, dan dengan pengerukan areal di
tepi sungai untuk dijadikan kolam retarding basin.
Disarankan, dinding retarding basin tidak diperkuat dengan pasangan batu
atau beton karena selain harganya amat mahal, juga tidak ramah lingkungan dan
kontraproduktif dengan ekohidraulik bantaran sungai. Tebing-tebing itu cukup
diperkuat dengan aneka tanaman sehingga secara berkelanjutan akan meningkatkan
kualitas ekologi dan konservasi air.
Dalam cara ini daerah depresi (daerah cekungan) sangat diperlukan untuk
menampung volume banjir yang datang dari hulu untuk sementara waktu dan
dilepaskan kembali pada waktu banjir surut. Dengan kondisi lapangan yang
sangat menentukan dan berdasarkan survey lapangan, peta topografi, dan foto
udara dapat diidentifikasi lokasi untuk kolam banjir. Daerah cekungan atau
depresi yang dapat dipergunakan untuk kolam banjir harus memperhatikan hal -
hal sebagai berikut :
Daerah cekungan yang akan digunakan sebagai daerah retensi harus
merupakan daerah yang tidak efektif pemanfaatannya dan produktifitasnya
rendah atau yang tidak dimanfaatkan.
Pemanfaatan kolam banjir harus bermanfaat dan efektif untuk daerah yang
ada di hilirnya.
Daerah tersebut mempunyai potensi dan efektif untuk dijadikan sebagai daerah
retensi.
c. Contoh penerapan :
Contoh implementasi metode retarding basin adalah penyelesaian banjir di
wilayah hilir Sungai Rhine di Eropa. Untuk mengurangi banjir yang menerjang
kota-kota di wilayah Jerman dan Belanda bagian hilir, dimulailah (integriertes
Rheisprogram) dengan membuat retarding basin-retarding basin di sepanjang
Sungai Rhine di bagian tengah dan hulu, mulai dari kota Karslruhe (di
perbatasan Perancis dan Jerman) sampai ke kota Bassel di perbatasan Jerman,
Swiss, dan Austria.
Retarding basin ini dibangun untuk memotong debit puncak banjir Sungai
Rhine yang akan menyusur menuju hilir masuk kota-kota penting, seperti Koeln,
Dusseldorf, dan akhirnya Rotterdam. Volume air bah pada puncak banjir akan
disimpan di retarding basin selama banjir berlangsung dan akan dikeluarkan setelah
banjir reda. Retarding basin ini terbukti efektif menurunkan banjir yang terjadi di
sepanjang Sungai Rhine di bagian hilir.
Program pembangunan retarding basin besar-besaran ini terus dikerjakan
mengingat keberhasilannya cukup signifikan dan efeknya bagi perbaikan kualitas
lingkungan serta konservasi air di daerah tengah dan hulu tinggi.
6. Pembuatan Polder
Drainase sistem polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan dengan cara
mengisolasi daerah yang dilayani (catchment area) terhadap masuknya air dari luar
sistem berupa limpasan (overflow) maupun aliran di bawah permukaan tanah (gorong
- gorong dan rembesan), serta mengendalikan ketinggian muka air banjir di dalam
sistem sesuai dengan rencana.
a. Karakteristik :
Polder merupakan daerah yang dibatasi dengan baik, dimana air yang
berasal dari luar kawasan tidak boleh masuk, hanya air hujan (dan kadang-
kadang air rembesan) pada kawasan itu sendiri yang dikumpulkan.
Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah
tangkapan air alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada
pembuangannya (dengan penguras atau pompa) untuk mengendalikan aliran
ke luar.
Muka air di dalam polder (air permukaan maupun air bawah permukaan)
tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya dan dinilai
berdasarkan elevasi lahan, sifat-sifat tanah, iklim, dan tanaman.
c. Contoh Penerapan :
Polder Tawang, Semarang
Polder Tawang Semarang merupakan suatu sistem untuk memproteksi
air limpahan dari luar kawasan dam mengendalikan muka air di dalam Kota Lama.
Komponen sistem polder ini terdiri dari : tanggul, pintu air, saluran, kolektor,
pompa air dan kolam retensi. Dengan luas lahan 1 ha. Polder yang terletak di
depan Stasiun Tawang yang mempunyai daerah tangkapan 70 ha. Bagian utara
dibatasi rel kereta api, timur dibatasi jalan Ronggowarsito, selatan oleh jalan
Petudungan dan barat oleh Kali Semarang.
7. Sumur Resapan
Bangunan sumur resapan adalah salah satu rekayasa teknik konservasi air berupa
bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali
dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan
yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan meresapkannya ke dalam
tanah.
a. Karakteristik
Bentuk dan jenis bangunan sumur resapan dapat berupa bangunan sumur
resapan air yang dibuat segiempat atau silinderdengan kedalaman tertentu dan dasar
sumur terletak di atas permukaan air tanah. Berbagai jenis konstruksi sumur resapan
adalah:
1. Sumur tanpa pasangan di dinding sumur, dasar sumur tanpa diisi batu belah
maupun ijuk (kosong)
2. Sumur tanpa pasangan di dinding sumur, dasar sumur diisi dengan batu belah dan
ijuk.
3. Sumur dengan susunan batu bata, batu kali atau bataki di dinding sumur, dasar
sumur diisi dengan batu belah dan ijuk atau kosong.
4. Sumur menggunakan buis beton di dinding sumur
5. Sumur menggunakan blawong (batu cadas yang dibentuk khusus untuk dinding
sumur).
Pada tanah / batuan yang relatif labil, konstruksi dengan susunan batu bata /
batu kali / batako untuk memperkuat dinding sumur dengan dasar sumur
diisi batu belah dan ijuk akan lebih baik dan dapat direkomendasikan.
c. Contohn penerapan :
Sumur Resapan di Lereng Gunung Sumbing
8. Bendung
Bendung (weir) adalah struktur bendungan berkepala rendah (lowhead dam),
yang berfungsi untuk menaikkan muka air, biasanya terdapat di sungai. Air sungai
yang permukaannya dinaikkan akan melimpas melalui puncak / mercu bendung
(overflow).
a. Karakteristik :
Pondasi bendung
Tubuh bendung
Mercu bendung
Kolam olakan berupa blok-blok beton (Peredam energi limpasan air dari mercu
bendung)
Lantai bendung (Bagian belakang bendung)
Saluran penguras sedimen bendung dan pintu pengontrol
Pilar bendung (Pier).
Sistem Pintu gerak untuk tipe bendung gerak.
Pintu dan saluran pengambilan air (Intake).
Sayap bendung dan dinding penahan tebing (Retaining Wall).
Rip Rap pereduksi limpasan energi aliran pada hilir bendung.
Jembatan inspeksi dan penghubung.
Ruang kontrol/jaga pintu air.
Instrumen pengukuran ketinggian dan debit aliran.
Akses Jalan.
c. Cara Penerapan :
Bendung Katulampa, Bogor