Anda di halaman 1dari 42

MODUL MATERI KULIAH

SISTEM DRAINASE
Ir Agus Hariwahyudi, Msc dan Ir Yusuf Muttaqin, MT

(dari buku Drainase Prof Suripin)

6/15/2015

-1

Halaman

BAB 1
1.1

SISTEM DRAINASE

Sistem Drainasi

Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu dialirkan atau dibuang agar tidak terjadi
genangan atau banjir. Caranya yaitu dengan pembuatan saluran yang dapat menampung air
hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut. Sistem saluran

di atas selanjutnya

dialirkan ke sistem yang lebih besar. Sistem yang paling kecil juga dihubungkan dengan
saluran rumah tangga, sistem bangunan infrastruktur lainnya. Sehingga apabila cukup banyak
limbah cair yang berada dalam saluran tersebut perlu diolah (treatment). Seluruh proses ini
disebut dengan sistem drainase.
Drainase pada prinsipnya terbagi atas 2 (dua) macam yaitu: drainase untuk daerah
perkotaan dan drainase untuk daerah pertanian. Sistem drainase yang dijelaskan saat ini
adalah sistem drainase perkotaan.
Pada perencanaan dan pengembangan sistem drainase kota perlu kombinasi antara
perkembangan perkotaan, daerah rural dan daerah aliran sungai (DAS). Untuk pengembangan
suatu wilayah baru di perkotaan, perancangannya harus disesuaikan dengan sistem draeinase
alami yang sudah ada maupun yang telah dibuat.
Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu hujan, air yang
mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang agar tidak menimbulkan genangangenangan yang dapat mengganggu aktivitas di perkotaan dan bahkan dapat menimbulkan
kerugian sosial ekonomi terutama yang menyangkut aspek-asperk kesehatan lingkungan
pemukiman kota. Namun bagi pengembangan sumber daya air, perlu diperhatikan pula daerah
resapan yang bisa difungsikan, sehingga air hujan tidak terbuang percuma ke laut karena
merupakan sumber air yang dipakai pada musim kemarau.
Ukuran dan kapasiras saluran sistem drainase semakin ke hilir semakin besar, karena
semakin luas daerah alirannya.

6/15/2015

-2

Halaman

1.2

Fungsi Drainase

Fungsi dari drainase adalah:


Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat pemukiman) dari genangan air atau
banjir.
Apabila air dapat mengalir dengan lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil
resiko kesehatan lingkungan; bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya, dll.

Drainase juga dipakai untuk pembuangan air rumah tangga. Semua sistem aliran
pembuangan rumah dialirkan menuju sistem drainase. Dalam menentukan dimensi sistem
drainase, intensitas hujan dengan periode ulang tertentu di suatu sistem jaringan drainase
dipakai sebagai dasar analisis perhitungan karena kuantitasnya jauh lebih besar dibandingkan
aliran dari rumah tangga atau domestik lainnya.

Di daerah perkotaan dengan permukiman yang padat pelaksanaan konstruksi maupun dan
pemeliharaan sistem drainase sering kali mengalami berbagai kendala antara lain:
Kurangnya lahan untuk pengembangan sistem drainase karena sudah berfungsi untuk tata
guna lahan tertentu yang permanen.
Pemeliharaan saluran juga mengalami kesulitan karena bagian atas sudah ditutup oleh
bangunan.
Sampah

terutama

sampah

domestik

banyak

menumpuk

di

saluran

sehingga

mengakibatkan pengurangan kapasitas dan penyumbatan saluran. Pemahaman masyarakat


bahwa sungai (drainase) sebagai tempat buangan sudah menjadi budaya yang sulit untuk
dihilangkan.
Akibat sampah, sedimentasi, atau tersumbatnya saluran maka perlu dilakukan
pemeliharaan secara kontinyu. Kenyataan di hampir seluruh kota di Indonesia dana untuk
pemeliharaan sangat terbatas.
Sistem drainase sering tidak berfungsi optimal akibat adanya pembangunan infrastruktur
lainnya yang tidak terpadu dan tidak melihat keberadaan sistem drainase seperti jalan,
kabel telkom, pipa PDAM.
Secara estetika, drainase tidak merupakan infrastruktur yang bisa dilihat keindahannya
karena fungsinya sebagai pembuangan air dari semua sumber. Umumnya drainase di
perkotaan kumuh dan berbau tak sedap.

6/15/2015

-3

Halaman

1.3

Sistem Jaringan Drainase

Sistem jaringan drainase di dalam wilayah kota dibagi atas 2 bagian yaitu: drainase major
dan drainase minor. Konfigurasi sistem drainase secara umum dapat dilihat gambar berikut
ini.

Industri
Perkantor
an

Sistem minor:
gutters, pipes,
ponds, channels
Kuarter-Tersier
Sistem major:
jalan, ponds,
channels,
reservoirs
Sekunder

Buangan
(Disposal)

Fungsi

Dry-weather
treatment for
combined systems

Possible
stormwater
treatment
Aliran

Sistem Sungai

H UJAN

Interceptor

Air buangan
(Dari sistem kombinasi)

Rumah
Tangga

Dll.
Pasar
Hotel

Treatment

limpasan

Koleksi, tampungan
dan transmisi

Individu, grup, koleksi

Banjir
Primer

Catatan:
Ada Yang
Dalam
Kab/Kota
Ada yang
Lintas
Kab/Kota

Dll.

Sistem drainase
individu (collector):
buangan air + air
hujan

Sistem drainase: Pembuang air


hujan, detention ponds,
reservoirs, channels, dll.

Treatment
Main
plant
disposal/
management drainage
practices
system
Manajemen dan Rekayasa Sistem

Kompon
en biaya
O&M

Drainase

Gambar 1-1. Konfigurasi sistem drainase perkotaan (Grigg, 1996


dengan modifikasi)
1.3.1

Sistem Drainase Makro (Utama)

Yang dimaksud dengan sistem drainase makro yaitu sistem saluran/badan air yang
menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area).
Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase
primer, kanal-kanal atau sungai-sungai. Sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem
saluran pembuangan utama (lihat Gambar 1-1). Sistem ini merupakan penghubung antara
drainase dan pengendalian banjir. Debit rencananya dipakai untuk sistem drainase ini periode
ulang lebih antara 5 sampai 10 tahun. Sedangkan untuk pengendalian banjir di Indonesia
mengingat keterbatasan dana untuk sungai-sungai besar dipakai periode ulang antara 25
sampai 50 tahun.
Di daerah yang berbukit atau daerah yang kemiringan tanahnya cukup, masalah
pembuangan atau pengaliran air tidak begitu sulit pemecahannya, karena perbedaan tingginya
6/15/2015

-4

Halaman

cukup besar air dapat mengalir sangat cepat. Akan tetapi di daerah yang datar terutama di
daerah pantai yang terkena pengaruh pasang surut, kadang-kadang tidak terdapat beda tinggi
yang memadai untuk air mengalir dalam keadaan normal. Kemiringan yang landai bahkan
mendekati nol menyebabkan kecepatan air sangat lambat. Bila ada kenaikan muka air laut (air
pasang) sering terjadi aliran balik (backwater), yaitu air dari laut mengalir ke hulu.
Pemecahan drainase di daerah ini biasanya mengupayakan saluran selebar mungkin. Namun
bila daerahnya sudah berkembang misalnya menjadi pemukiman yang padat, perencanaan
sistem drainase akan sangat sulit. Pengukuran topografi yang (sangat) detail dan identifikasi
di daerah aliran sungai atau drainase mutklak diperlukan untuk perencanaan sistem drainase
ini.
Sistem makro biasanya meliputi saluran drainase primer dan sekunder.
1.3.2

Sistem Drainase Mikro

Yang dimaksud dengan drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap
drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan dimana sebagian
besar di dalam wilayah kota. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro
adalah: Saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, goronggorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya
tidak terlalu besar.
Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2 dan 5
tahun tergantung pada tata guna tanah yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan
pemukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro. Sistem mikro biasanya meliputi
saluran drainase tersier dan kuarter
Dari segi konstruksinya sistem saluran/drainase mikro dapat dibedakan atas dua bagian
yaitu:
1. Sistem saluran tertutup
Sistem ini cukup bagus digunakan di daerah perkotaan terutama untuk kota yang tinggi
kepadatannya seperti kota Metropolitan dan kota-kota besar lainnya. Lahan yang tersedia
sudah begitu terbatas dan mahal harganya, sehingga kadang-kadang tidak memungkinkan lagi
untuk membuat sistem saluran terbuka. Walaupun tertutup sifat alirannya merupakan sifat
aliran pada saluran terbuka yang mengalir secara gravitasi. Artinya saluran terbuka yang ada
bagian atasnya ditutup agar dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain misalnya untuk side
walk.
6/15/2015

-5

Halaman

Berdasarkan fungsinya sistem saluran terpisah yaitu untuk mengalirkan air hujan saja
ataupun untuk mengalirkan air limbah penduduk saja, dan dapat juga berupa gabungan dari
kedua fungsi tersebut tergantung pada kepentingannya. Saluran tertutup ini dapat berupa
pasangan batu kali, beton bertulang, tanah liat, plastik (PVC) atau bahan-bahan lain yang
tahan karat (korosif). Pemasangannya dilakukan dengan cara menanamkannya beberapa meter
di bawah muka tanah dan harus dapat mendukung beban lalu-lintas di atasnya.
Untuk saluran yang besar yang tidak dapat dibuat di luar (prefabricated) atau apabila
kondisi setempat tidak mengijinkan maka sebagai alternatif dapat dipakai box beton
bertulang. Biasanya harganya lebih tinggi dan masa pelaksanaanya lebih lama karena
menunggu umur beton sampai cukup kuat menahan beban. Air hujan yang masuk ke dalam
saluran melalui bangunan inlet atau catch basin. Pada outlet saluran dibuat juga konstruksi
khusus

untuk

mencegah

terjadinya

erosi/gerusan.

Untuk

keperluan

pengawasan

pemeliharaannya, pada setiap belokan, perubahan dimensi atau bentuk dan pada setiap
pertemuan saluran serta pada setiap jarak 2550 m dibuat bangunan pemeriksa (manhole).
Dengan sistem saluran tertutup ini kemungkinan terhadap penyalahgunaan saluran
drainase yang biasanya terjadi seperti tempat pembuangan sampah atau tempat membuang
kotoran manusia dapat dihindari serta memungkinkan pemanfaatan permukaan tanah untuk
keperluan-keperluan lain.
Kesulitaan pelaksanaanya tidak terlepas pula dari masalah non teknis karena harus
membongkar jalan umum, memindahkan instalasi-instalasi bawah tanah, tiang listrik, telepon
dan lain-lain. Mutu pekerjaan harus benar-benar baik karena sifatnya yang sekali terpasang
sulit untuk diubah kembali.
Manajemen pemeliharaannya juga harus baik, sebab meskipun dibandingkan dengan
saluran terbuka lebih aman terhadap kerusakan, tetapi lebih sulit melaksanakannya.
Mengingat biaya untuk pembuatan sistem saluran tertutup ini cukup besar dan memerlukan
teknologi yang lebih tinggi baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaannya maka
pada saat sekarang di Indonesia sistem ini belum begitu mendapat perhatian utama.
2. Sistem Saluran Terbuka
Dibandingkan dengan sistem saluran tertutup biaya pembuatan sistem saluran terbuka
adalah lebih rendah dan tidak memerlukan teknologi yang begitu rumit sehingga sistem ini
cenderung lebih sering digunakan sebagai alternatif pilihan dalam penanganan masalah

6/15/2015

-6

Halaman

drainase perkotaan mengingat sistem pemeliharaannya relatif mudah dilakukan. Saluran


terbuka cocok dipakai apabila masih tersedia lahan yang cukup untuk keperluan ini.
Sistem saluran terbuka ini biasanya direncanakan hanya untuk menampung

dan

mengalirkan air hujan (sistem terpisah). Namun kebanyakan sistem saluran ini berfungsi
sebagai saluran campuran (gabungan) dimana misalnya sampah dan limbah penduduk
dibuang ke saluran terdebut. Persoalan sampah masih merupakan persoalan yang rumit karena
di samping budaya menganggap saluran/sungai sebagai tempat buangan juga diakibatkan
kapasitas tampungan sampah yang ada kurang memadai. Saluran yang baru selesai dibangun
tidak dapat lagi berfungsi karena penuh timbunan sampah.
Di daerah pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan
pelindung). Perlindungan tebing cukup memakai gebalan rumput saja. Akan tetapi saluran
terbuka di dalam kota harus diberi lining dengan beton, pasangan batu (masonry) ataupun
dengan pasangan bata. Penampung saluran ini biasanya dibuat berbentuk trapesium. Namun
kadang kadang mengingat kondisi lapangan misalnya karena keterbatasan lahan yang tersedia
sudah tidak memungkinkan lagi maka penampang saluran dibuat persegi. Dasarnya dapat
berupa setengah lingkaran atau datar maupun kombinasi dari keduanya. Apabila diperlukan,
saluran ini dapat juga ditutup dengan plat beton. Tetapi harus dibuat lubang/celah pemasukan
agar air dapat mengalir masuk ke dalam saluran lewat lobang ataupun celah celah plat
tersebut.

Bentuk-Bentuk Saluran Drainase Dan Fungsinya

1.4
1.4.1

Bentuk-bentuk Saluran Terbuka

Sungai merupakan tipe umum dari saluran terbuka namun bentuk penampang
melintangnya tidak beraturan. Umumnya, sungai menjadi pembuang utama dari seluruh
jaringan drainase yang ada yang didesain untuk mengalir secara gravitasi. Namun ada pula
sungai yang difungsikan selain sebagai drainase juga sebagai pengendali banjir.
Saluran terbuka untuk sistem drainase merupakan saluran buatan yang dibentuk dan
didesain menurut fungsi dan lokasinya.
1.4.2

Bentuk-Bentuk Saluran Tertutup

Yang dimaksud dengan saluran tertutup dalam hal ini adalah sistem saluran yang
berfungsi untuk mengalirkan air hujan ataupun air limbah penduduk yang konstruksinya
ditanam pada kedalaman tertentu di dalam tanah yang disebut sistem sewerage. Walaupun
6/15/2015

-7

Halaman

tertutup alirannya mengikuti gravitasi yaitu aliran pada saluran terbuka. Biasanya saluran ini
dibuat di daerah yang sudah padat, sehingga walaupun ada saluran drainase namun di bagian
atasnya dapat difungsikan untuk keperluan lain misal sebagai sidewalk, jalan atau bangunan.
Yang perlu diperhatikan adalah di tempat-tempat tertentu harus ada lubang (manhole) agar
dapat dilakukan pembersihan dan pemeliharaan drainase secara rutin. Jarak manhole ini
umumnya berkisar 25 m.
Bentuk-bentuk dan fungsi saluran terbuka dan saluran tertutup secara umum di antaranya
dapat dilihat berikut ini
Tabel 1-1. Bentuk dan fungsi saluran tertutup (Sewerage)
No.

Bentuk Saluran

Fungsinya

1.

Lingkaran

Berfungsi untuk menyalurkan limpasan air hujan maupun limbah air bekas
(air limbah) rumah tangga atau keduanya.
Konstruksi sistem saluran ini cocok dipakai untuk daerah pertokoan yang
sangat padat dan lahan yang tersedia telah terbatas.

2.

Bulat Telur

Berfungsi untuk menyalurkan air hujan dan limbah air bekas dimana
fluktuasi debitnya besar.
Bentuk yang panjang mengecil ini berfungsi untuk mendapatkan kedalaman
air yang cukup untuk dapat menghanyutkan endapan padat walaupun
debitnya kecil.

Persegi
Berfungsi untuk mengalirkan air hujan dalam jumlah besar di mana bagian
atasnya terdapat bangunan. Walaupun daya alirannya tidak sebaik yang
bebentuk bulat telur namun pelaksanaannya relatif lebih mudah.

Catatan: walaupun bentuk bangunan tertutup namun karena muka air tidak mengisi seluruh penampang
maka sifat aliran air tetap aliran pada saluran terbuka.

6/15/2015

-8

Halaman

Tabel 1-2. Bentuk bentuk umum saluran terbuka dan fungsinya


No.

Bentuk Saluran

1.

Trapesium

2.

Kombinasi Trapesium dengan Segi


mpat

3.

Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air


hujan dengan debit yang besar. Sifat alirannya terus-menerus
dengan fluktuasi kecil. Bentuk saluran ini dapat digunakan pada
daerah yang masih cukup tersedia lahan.

Kombinasi Trapesium
dengan Setengah Lingkaran

Segi Empat

Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air


hujan dengan debit yang besar dan kecil. Sifat alirannya
berfluktuasi besar dan terus-menerus tapi debit minimumnya
masih cukup besar.

Fungsinya sama dengan bentuk (2) sifat alirannya terusmenerus dan berfluktuasi besar dengan debit minimum kecil.
Fungsi bentuk setengah lingkaran ini adalah untuk menampung
dan mengalirkan debit minimum tersebut.

Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air


hujan dengan debit yang besar.
Sifat alirannya terus-menerus dengan fluktuasi kecil.

4.

5.

Fungsinya

Kombinasi Segi Empat dengan


Setengah Lingkaran

Setengah Lingkaran

Bentuk saluran segi empat ini digunakan pada lokasi jalur


saluran yang tidak mempunyai lahan yang cukup/terbatas.
Fungsinya sama dengan bentuk (2) dan (3)

Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit yang


kecil.
Bentuk saluran ini umum digunakan untuk salura-saluran rumah
penduduk dan pada sisi jalan perumahan padat

6.

Drainase tanpa pasangan hanya bentuk tanah merupakan saluran terbuka tanpa lapisan
penguat, dengan persyaratan umum sebagai berikut:

Mempunyai kelandaian yang cukup untuk mengaliran air

Kecepatan

aliran

memenuhi

persyaratan

yang

diinginkan,

sehingga

tidak

mengakibatkan kerusakan/pengendapan-pengendapan.

6/15/2015

-9

Halaman

Kecepatan didesain berdasarkan konsep stable channel design yaitu ada keseimbangan
antara degradasi dan agradasi.

Perhitungan debit dan dimensi saluran harus sudah memperhitungkan tanaman yang
tumbuh di sepanjang saluran. Banyaknya tanaman akan meningkatkan kekasaran dinding
dan dasar saluran yang mengakibatkan penurunan kecepatan air. Talud atau saluran stabil
harus didesain dengan dengan kekuatan tanah. Biasanya dimensinya lebih besar
dibandingkan dengan saluran berpasangan sehingga untuk daerah padat penduduk kurang
efektif.

Bangunan-Bangunan Sistem Drainase dan Pelengkapnya

1.5
1.5.1

Bangunan-bangunan Sistem Saluran Drainase

Yang dimaksud dengan bangunan-bangunan dalam sistem drainase adalah bangunanbangunan struktur dan bangunan-bangunan non struktur.
1. Bangunan Struktur
Bangunan struktur adalah bangunan pasangan disertai dengan perhitungan-perhitungan
kekuatan tertentu. Contoh Bangunan Struktur adalah:
Bangunan rumah pompa
Bangunan tembok penahan tanah dengan
Bangunan terjunan yang cukup tinggi
Jembatan
2. Bangunan Non Struktur
Bangunan non struktur adalah bangunan pasangan atau tanpa pasangan, tidak disertai
dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu yang biasanya berbentuk siap pasang.
Contoh Bangunan Non Struktur adalah:
Pasangan : Saluran kecil tertutup, Tembok talud saluran, Manhole/bak kontrol ukuran
kecil, Street inlet.
Tanpa pasangan : Saluran tanah, Saluran tanah berlapis rumput, Saluran tanah berlapis
tanah kedap air
1.5.2

Bangunan Pelengkap Saluran Drainase

Bangunan pelengkap saluran drainase diperlukan untuk melengkapi suatu sistem saluran
untuk fungsi-fungsi tertentu. Pada dasarnya bangunan pelengkap drainase haruslah kuat,

6/15/2015

- 10

Halaman

fungsional, tidak menyebabkan ketidak nyamanan berkendaraan, dan tidak merusak


keindahan kota. Adapun bangunan-bangunan pelengkap sistem drainase antara lain:
Catch Basin/watershed
Bangunan dimana air masuk kedalam sistem saluran tertutup. Air mengalir bebas diatas
permukaan tanah menuju catch basin. Untuk mempermudah air masuk, lokasi catch basin
ditetapkan pada tempat yang rendah. Permukaan juga dibuat lebih rendah dari tanah di
sekelingnya. Catch basin dibuat pada tiap persimpangan jalan, pada tempat-tempat yang
rendah, tempat parkir.
Inlet
Apabila terdapat saluran terbuka dimana pembuangannya akan dimasukan ke dalam
saluran tertutup yang lebih besar, maka dibuat suatu konstruksi khusus inlet. Inlet harus
diberi saringan agar sampah tidak masuk kedalam saluran tertutup.
Manhole
Untuk keperluan pemeliharaan sistem saluran drainase tertutup di setiap diberi manhole
pertemuan, perubahan dimensi, perubahan bentuk selokan dan setiap jarak 10-25 meter.
Lubang manhole dibuat sekecil mungkin supaya ekonomis, cukup asal dapat dimasuki
oleh orang dewasa. Biasanya diameter lubang adalah 60 cm dengan tutup dari besi tulang
Headwall
Headwall adalah konstruksi khusus pada outlet saluran tertutup dan ujung gorong-gorong
yang dimaksudkan untuk melindungi dari longsor dan erosi
Gorong-gorong
Gorong-gorong didesain untuk mengalirkan air untuk menembus jalan raya, jalan kereta
api, atau lain-lain halangan.bentuk penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat dan
lain-lain tergantung dari debit, ruang bebas dari atasnya, perhitungan ekonomi dan
peraturan setempat.
Bangunan terjun
Bangunan ini digunakan untuk menerjunkan aliran. Hal ini diperlukan jika kemiringan
medan tanah sangat curam dan dikhawatirkan bangunan saluran tidak stabil. Bangunan ini
juga dilengkapi dengan ruang olokan untuk meredam energi, dan banyak jenisnya.
Siphon

6/15/2015

- 11

Halaman

Sama halnya dengan gorong-gorong, hanya dasar saluran menukik ke bawah dan muncul
lagi pada akhir bangunan yang dilewati. Shipon hanya digunakan jika benar-benar
diperlukan dan tidak ada alternatif lain untuk membuat persilangan dengan bangunan atau
sungai/saluran lain. Selain harganya mahal, secara hidrolis juga kurang menguntungkan
(banyak kehilangan tinggi, kecepatan rendah) dan mudah tersumbat. Sebaiknya dalam
merencanakan drainase dihindarkan perencanaan dengan menggunakan shipon. Saluran
dengan debit yang besar dapat dibuat dibuat shipon dan saluran drainasenya yang dibuat
saluran terbuka atau gorong-gorong.
Bangunan Got Miring
Sama dengan bangunan terjun, tetapi air mengalir melalui saluran yang kemiringannya
agak landai.

Permasalahan Timbulnya Genangan Air

1.6

Hal-hal yang menyebabkan terjadinya genangan-genangan air di suatu lokasi antara lain:
Dimensi saluran yang tidak sesuai
Perubahan tata guna lahan yang menyebabkan terjadinya peningkatan debit banjir di suatu

daerah aliran sistem drainase.


Elevasi saluran tidak memadai
Lokasi merupakan daerah cekungan
Lokasi merupakan tempat retensi air yang diubah fungsinya misalnya menjadi pemukiman.

Ketika berfungsi tempat retensi (parkir air) dan belum dihuni adanya genangan tidak
menjadi masalah. Problem timbul ketika daerah tersebut dihuni.
Tanggul kurang tinggi
Kapasitas tampungan kurang besar
Dimensi gorong-gorong terlalu kecil sehingga terjadi aliran balik
Adanya penyempitan saluran
Tersumbatnya saluran oleh endapan, sedimentasi atau timbunan sampah
terjadi penurunan tanah (land-subsidence)

Umumnya di kota-kota besar akibat adanya peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan


infrstruktur terutama permukiman meningkat, sehingga merubah sifat dan karakteristik tata
guna lahan. Untuk daerah perkotaan kecenderungan kapasitas saluran drainase menurun
akibat perubahan tata guna lahan. Sama dengan prinsip pengendalian banjir perubahan tata
guna lahan yang tidak terkendali menyebabkan aliran permukaan (run-off) meningkat.
6/15/2015

- 12

Halaman

Penutup lahan (vegetasi) mempunyai kemampuan untuk menahan laju aliran permukaan.
Semakin padat penutup lahannya kecepatan alirannya semakin kecil bahkan mendekati nol.
Namun akibat lahan diubah (misalnya) menjadi pemukiman, makapenutup lahan hilang,
akibatnya run-off meningkat tajam. Peningkatan ini akan memperbesar debit sungai. Di
samping itu, akibat peningkatan debit, terjadi pula peningkatan sedimen yang menyebabkan
kapasitas drainase menjadi berkurang.
Perubahan fungsi kawasan bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) sebesar + 15%
mengakibatkan keseimbangan sungai/drainase mulai terganggu. Gangguan ini mengkontribusi
kenaikan (tajam) kuantitas debit aliran dan kuantitas sedimentasi pada sungai/drainase
(Bledsoe, 1999). Hal ini dapat diartikan pula bahwa suatu daerah aliran sungai yang masih
alami dengan vegetasi yang padat dapat dirubah fungsi kawasannya sebesar 15 % tanpa harus
merubah keadaan alam dari sungai/drainase yang bersangkutan. Bila perubahannya melebihi
15 % maka harus dicarikan alternatip pengganti atau perlu kompensasi untuk menjaga
kelestarian sungai/drainase, misalnya dengan pembuatan sumur resapan.
Gambar berikut ini menunjukkan adanya peningkatan genangan dan berkurangnya
kapasitas saluran akibat perkembangan kota.

6/15/2015

- 13

Halaman

Suatu wilayah sebelum


berkembang

Muka air sebelum wilayah


berkembang

Drainase atau
sungai

a. Muka air drainase/sungai sebelum suatu wilayah berkembang

Suatu wilayah setelah berkembang

Peningkatan ketinggian banjir

Penampang
sungai mengecil
akibat sedimentasi

b. Muka air drainase/sungai setelah suatu wilayah berkembang


Gambar 1-2. Perkembangan muka air di sungai/drainase sebelum dan sesudah suatu
wilayah dikembangkan (Keller, 1979)

6/15/2015

- 14

Halaman

Pemecahan Masalah

1.7

Untuk memecahkan permasalahan drainase kota dengan sistem jaringan yang telah ada
tidak boleh hanya melihat pada hasil evaluasi existing saja, kita juga harus melihat kepada
keseluruhan sistem yang menyesuaikan dengan RTRW/RTRK.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) harus
dipakai sebagai dasar perencanaan untuk antisipasi perkembangan kota. Mengacu RTRK
maka dapat dibuat rencana induk sistem drainase kota yaitu Masterplan Drainase
Wilyah/Kota
Berdasarkan rencana induk sistem drainase maka perlu dibuat detail desain sistem
jaringan yang ada. Dari detail desain maka dapat diketahui apakah ada penyempurnaan
(modifikasi) sistem jaringan yang ada berupa normalsasi, rehabilitasi jaringan atau
pembersihan-pembersihan serta menghilangkan penyempitan-penyempitan (bottle neck).
Detail desain juga mengarahkan untuk adanya kemungkinan pembuatan saluran yang baru
karena saluran yang ada sudah tidak mampu menampung debit aliran air sesuai dengan desain
periode ulang.
Untuk daerah perbukitan, daerah dengan topografi yang cukup tinggi, perencanaan sistem
drainase relatif mudah dilakukan dibandingkan dengan daerah dengan kemiringan landai
terutama daerah-daerah kota pantai. Dalam kasus perencanaan drainase di wilayah yang
landai maka pengukuran topografi seluiruh wilayah yang sangat detail mutlak diperlukan.
Data yang memadai sangat diperlukan untuk analisis keseluruhan sistem drainase mulai
dari collector, saluran kuarter, tersier, sekunder, primer dan pembuang utama (sungai) seperti
ditunjukkan dalam Gambar 1-1 sehingga bisa dibuat rencana induk sistem jaringan dan
perencanaan detail. Sebagai gambaran data yang diperlukan antara lain:
Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
Rencana pengembangan kota
Peta tata guna lahan
Keadaan tataguna lahan yang ada dan rencana pengembangannya
Peta situasi lokasi dengan skala 1:5.000 dan 1:1.000
Peta kondisi jaringan existing seperti ditunjukkan
Peta bangunan air
Peta topografi penampang drainase/sungai skala 1: 5.000 dan 1: 1.000
Peta infrastruktur lainnya

6/15/2015

- 15

Halaman

Peta wilayah pembangunan


Peta bagian wilayah kabupaten/kota
Data mekanika tanah
Data letak muka air tanah
Data pasang surut (untuk kota-kota pantai)
Data penurunan tanah
Data curah hujan harian
Data curah hujan jam-jaman

Masalah-Masalah Yang Ada Dalam Pengelolaan Drainase

1.8

Masalah-masalah yang ada dalam sarana drainase, jika dibiarkan akan mempengaruhi
fungsi dan umur saluran serta bangunan-bangunannya. Hal ini terjadi karena:
Kurangnya pengawasan
Kurangnya perbaikan
Drainase biasanya kumuh, bukan tempat yang menarik sehingga perhatian (secara

psikologis) jadi berkurang


Terbatasnya dana untuk pemeliharaan
Kurangnya kesadaran masayarakat untuk ikut memelihara
Tingginya erosi, sedimentasi dan sampah
Masalah-masalahnya yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
Endapan lumpur
Timbunan sampah (kebiasaan dan anggapan bahwa sungai sebagai tempat buangan perlu

diubah)
Tumbuhnya tanaman liar
Penyumbatan saluran
Kerusakan saluran
Penyalahgunaan saluran
Peningkatan debit akibat perubahan tata guna lahan akibat pertumbuhan wilayah

kabupaten/kota
Pencemaran
Kerusakan bangunan air

6/15/2015

- 16

Halaman

BAB 2
2.1

ANALISIS HIDROLOGI

Curah Hujan Rerata Maksimum Daerah


Ada 3 (tiga) cara yang banyak digunakan untuk memperhitungkan hujan rata-rata (areal
rainfall) dari hujan titik (point rainfall) yaitu : cara rata-rata Aljabar (Arithmatic Mean
Method), cara Isohiet (Isohyetal Method), dan cara Poligon Thiessen (Thiessen Polygon
Method).
Karena titik-titik pengamatan di dalam daerah ini tidak tersebar merata yaitu hanya
mempunyai 2 lokasi, dimana stasiun pencatat hujan berada di disekitar Kabupaten
Tegal, maka cara perhitungan curah hujan rerata maksimum itu dilakukan dengan
metode rerata aljabar. Untuk itu diasumsikan bahwa pos penakar hujan terbagi merata
dan hasil penakaran masing-masing tidak menyimpang jauh dari harga rata-rata
keseluruhan.
Sedangkan basarnya curah hujan didapatkan dengan mengambil harga rata hitung
(arithmetic mean) dari penakaran pada penakar hujan dalam areal tersebut. Persamaan
yang digunakan adalah (Soemarto, 1987 : 19) :
d=

n
d1 d 2 d 3 .... d 4
d
i
n
i n

(2 - 1)

dimana:

2.2

= tinggi curah hujan rata-rata areal (mm)

d1, d2, d3,...dn

= tinggi curah hujan pada pos penakar hujan 1, 2, 3,..., n

Analisa Curah Hujan Rancangan


Banyak metode yang digunakan dalam memperkirakan besarnya debit banjir rancangan
untuk sebuah bangunan air. Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan
kekurangannya. Penetapan cara hitungan akan sangat bergantung dari data yang tersedia
dan tingkat ketelitian yang diinginkan. Ada beberapa metode yang banyak dipakai di
Indonesia antara lain : Metode E.J. Gumbel, Log Perason Type III, Rasional, Pearson
Type III, Log Normal, dan lain-lain.
Sebelumnya menentukan metode apa yang sesuai maka akan diberikan pengertian yang
dimaksud dengan curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan dengan

6/15/2015

- 17

Halaman

peluang tertentu yang mungkin terjadi di suatu daerah. Didalam menentukan metode
yang sesuai terlebih dahulu akan dihitung besarnya parameter statistik yaitu Cs
(skewness) dan Ck (kurtosis). Adapun persamaan yang digunakan adalah :
n X X

Cs

(2 - 2)

n 1 n 2 S 3

Ck

n2 X X

(2 - 3)

n 1 n 2 n 3 S 4

Tabel 2.1 Syarat Pemilihan Metode Frekuensi

Metode

Ck
5,4002
3,0
bebas

Gumbel
Normal
Log Pearson Tipe III

Cs
1,196
0
bebas

Sumber : Harto, 1993 : 245

2.3

Uji Kesesuaian Distribusi


Apabila harga Cs dan Ck tidak memenuhi distribusi Gumbel dan Normal maka
digunakan metode Log Pearson Tipe III, karena metode ini dapat dipakai untuk semua
sebaran data. Adapun persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut
log X log X G S

(2 - 4)

1 n
log X i
n i 1

(2 - 5)

log X
n

log X log X

i 1

(2 - 6)

n 1

Selanjutnya setelah ditetapkan distribusi yang sesuai, maka harus dilakukan uji
kesesuaian distribusi yaitu untuk mengetahui kebenaran analisa curah hujan baik
terhadap simpangan data vertikal ataupun simpangan data horisontal.
1. Uji Chi Square
Uji chi kuadrat digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal apakah distribusi
pengamatan

dapat

diterima

oleh

distribusi

teoritis.

Perhitungannya

dengan

menggunakan persamaan (Shahin, 1976 : 186) :

6/15/2015

- 18

Halaman

Hit

EF OF 2
EF

i 1

(2 - 7)

Jumlah kelas distribusi dihitung dengan rumus (Sri Harto, 181 : 80) :
k

= 1 + 3,22 log n

Dk = k - (P + 1)

(2 - 8)
(2 - 9)

dalam hal ini :


OF = nilai yang diamati (observed frequency)
EF = nilai yang diharapkan (expected frequency)
k

= jumlah kelas distribusi

= banyaknya data

Dk = derajat kebebasan (nilai kritis didapat dari tabel)


P = banyaknya parameter sebaran Chi-kuadrat (ditetapkan = 2)
Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 < X2Cr. Harga X2Cr
dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikasi dengan derajat kebebasan (level
of significant).
2. Uji Smirnov-Kolmogorof
Uji Smirnov-Kolmogorof digunakan untuk menguji simpangan secara horisontal. Dari
grafik ploting data curah hujan diperoleh perbedaan maksimum antara distribusi teoritis
dan empiris (maks). Dalam bentuk persamaan dapat ditulis :
maks Pe PT

(2.10)

dimana :
maks

: Selisih data probabilitas teoritis dan empiris

PT

: Peluang teoritis

Pe

: Peluang empiris

Kemudian dibandingkan antara maks dan cr dari tabel. Apabila maks < cr, maka
pemilihan metode frekuensi tersebut dapat diterapkan untuk data yang ada.

2.4

Waktu Kosentrasi
Ada beberapa hal yang menentukan lamanya waktu konsentrasi seperti :
Ciri-ciri daerah aliran
Panjang jarak terjauh yang harus ditempuh oleh titik air hujan sebelum mencapai
saluran.
Kemiringan daerah aliran

6/15/2015

- 19

Halaman

Keadaan dan sifat-sifat tanah pada daerah aliran


Besarnya aliran langsung
Biasanya untuk menentukan besarnya waktu konsentrasi ini dapat dipakai beberapa
rumus Empiris diantaranya:
1. Kirpick
t c 0.00013.

L0.77
S 0.385

L1.15
tc
7.700.H 0.385

jam atau
jam

(2.11)
(2.12)

dimana :
tc

= waktu konsentrasi

= Panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran sampai


tempat pengamatan banjir, diukur menurut jalannya
saluran (feet)

= Perbandingan dari selisih tinggi antara tempat terjauh tadi


dan Tempat pengamatan terhadap L, yaitu H : L.

= Selisih ketinggian antara tempat terjauh dan tempat


pengamatan (feet)

Tetapi apabila L dan H dinyatakan dalam meter dan tc dalam menit maka rumus di atas
menjadi :
L
tc 0.0195
S

0.77

2. Widuwen
L
t c 0.125 0.25
80 .S

menit

jam

(2.13)

(2.14)

kalau L dianggap sama dengan 1.1 x sumbu panjang Ellips, maka


tc

0.476. A 0.375
20 0.125.S 0.25

3. Hasper
t c 0.1L0.8 S 0.3

2.5

jam

jam

(2.15)

(2.16)

Intensitas Hujan Rencana


Rumus eksperimental yang sering digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan
sesuai dengan lamanya curah hujan atau frekuensi kejadiannya, adalah :

6/15/2015

- 20

Halaman

1. rumus Talbot
a
I
t b

(2.17)

2. rumus Sherman
a
I n
t

(2.18)

Rumus ini baik untuk curah hujan dengan jangka waktu lebih dari 2 jam.
3. rumus Ishigiro
a
t b
4. rumus Mononobe
R 24 24
I

24 t

(2.19)

(2.20)

dimana:
I

= Intensitas curah hujan (mm/jam)

= lamanya curah hujan (menit) atau dalam mononobe (jam)

R24

= curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

Rumus mononobe ini adalah merupakan perpaduan dari rumus 1,2 dan 3 di atas, dimana
dipakai untuk menghitung intensitas curah hujan berdasarkan data curah hujan harian
dan adalah merupakan rumus intensitas curah hujan jangka pendek.

2.6

Debit akibat Curah Hujan Rencana


Perhitungan debit akibat curah hujan rencana memakai persamaan :
Q CIA

(2.21)

dimana:
Q

= debit aliran

= Koefisien pengaliran, yang sesuai dengan jenis dan tipe


daerah.

= Intensitas curah hujan maksimum selama waktu yang


sama dengan waktu konsentrasi

= Luas daerah aliran sungai (catcment area)

Jika I dalam mm/jam, A dalam m2 maka besarnya debit aliran dapat ditentukan sebagai
berikut :

Q C.I mm / jam . A m 2

6/15/2015

- 21

Halaman

10 3
I m 2 . A
C
3600 det
= 0.278 10-6 . C.I.A (m3/det).
2.7

(2.22)

Air Limbah
Dalam menentukan besarnya buangan air rumah tangga, perlu mengetahui besarnya
kebutuhan air oleh penduduk dalam tiap-tiap wilayah yang ditinjau. Besarnya
kebutuhan air oleh penduduk menurut pedoman dari badan-badan kesehatan dibagi
sesuai dengan jenis keperluannya sebagai berikut :
1.

Bangunan umum
Sekolah

= 20 l/orang/hari

Kantor

= 30 l/orang/hari

Rumah ibadah = 3 m3/bangunan/hari


Rumah sakit
2.

= 400 l/orang/hari

Bangunan Komersial
Toko

= 1 m3/toko/hari

Hotel

= 300 l/tp. tidur/hari

Pasar

= 25 m3/pasar/hari

Bioskop

= 5 m3/bioskop/hari

3. Bangunan industri = 10 m3/industri/hari


4. Daerah Perumahan = 170 l/orang/hari
Dari jumlah pemakai air tersebut dapat diperkirakan berapa besarnya air buangan yang
harus ditampung dan dialirkan melalui saluran kota yaitu 80% dari kebutuhan air yang
ditetapkan.
Untuk memperkirakan besarnya pemakaian air oleh penduduk dapat dihitung dengan
persamaan statistik pertumbuhan penduduk, yaitu:
Pn Po 1 i

(2.23)

dimana:
Pn

= Jumlah penduduk pada tahun ke n

Po

= Jumlah penduduk sesuai dengan data pada tahun


diketahui

n
6/15/2015

- 22

= Jangka waktu ke n dalam tahun


Halaman

= Laju pertumbuhan penduduk

Debit Rencana Saluran

2.8

Perencanaan debit saluran mengacu pada beban-beban yang terdapat disekitar saluran
untuk mendapatkan dimensi saluran yang dapat menanggung beban yang dibebankan.
Sehingga dalam menentukan debit rencana saluran drainase menggunakan persamaan
dibawah ini :
Qtotal Qcurahhujan Qlim bah domestik Q penggelontoran

(2.24)

dimana :
Qtotal

= Total debit di rencana saluran (m3/det)

Qcurah hujan

= Debit yang dipengaruhi curah hujan (m3/det)

Qlimbah domestik = Debit yang dihasilkan oleh limbah-limbah


Domestik. (m3/det)
Qpenggelontoran = Debit yang dibutuhkan untuk penggelontoran di hilir.
Perencanaan debit rencana saluran ini akan menentukan perencanaan berikutnya yaitu
perencanaan model dan dimensi-dimensi saluran yang akan direncanaka
Tabel
Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan
Derajat Hujan Intensitas Curah
Kondisi
Hujan (mm)
Hujan sangat
< 0.02
Tanah agar basah atau dibasahi sedikit
lemah
Hujan lemah
0.02 - 0.05
Tanah menjadi basah semuanya, tetapi
sulit membuat puddel
Hujan Normal
0.05 - 0.25
Dapat dibuat puddel dan bunyi curah hujan
kedengaran
Hujan Deras
0.25 - 1
Air tergenang diseluruh pemukaan tanah
dan bunyi hujan keras kedengaran dari
genangan
Hujan sangat
>1
Hujan seperti ditempuhkan, saluran dan
keras
drainase meluap
Sumber : Suyono Sosrodarsono "Hidrologi untuk Pengairan"

Jika lamanya turun hujan melebihi waktu kosentrasi, laju pengaliran di dalam saluran
akan berkurang daripada jika lamanya turun hujan sama dengan lama waktu kosentrasi.

6/15/2015

- 23

Halaman

BAB 3

ANALISIS HIDROLIKA

Desain Saluran Drainase

3.1

Saluran Drainase digunakan untuk menampung dan membuang air buangan dari
daerah sekitarnya. Untuk mendapatkan manfaat, fungsi yang maksimal maka
perhitungan dimensi saluran diusahakan menyesuaikan dengan kondisi lapangan dan
kondisi kebutuhan.
Dalam perencanaan saluran drainase ini aliran yang lewat diasumsikan sebagai
aliran tetap (laminer), sehingga dapat dipakai rumus Strickler sebagai berikut :
1. Saluran Persegi Panjang
2

V K R 3I
Q

Saluran Dimensi Segi Empat

(m3/det)

= V. A

dimana :
R

A
P

A bh

h
(m)

(m 2 )

P b 2h

( m)

2. Saluran Trapesium

Saluran Dimensi trapesium

dimana :s
R

A
P

(m)

A b mh h
P b 2h

(m 2 )
2

12

h
b
( m)

dimana :
Q

: Debit banjir rencana (m 3 / det)

: Kecepatan aliran (m/det)

: Luas potongan melintang aliran (m2)

: Jari-jari hidrolis (m)

: Lebar dasar saluran (m)

: Kedalaman air (m)

6/15/2015

- 24

Halaman

3.2

: Kemiringan saluran

: Kemiringan talud

: Koefisien Strickler

Koefisien Stricler
Untuk dapat menghasilkan dimensi saluran yang ideal dan sesuai dengan kebutuhan,
maka penentuan harga koefisien Strickler sangat menentukan. Faktor-faktor yang
berpengaruh di dalam menentukan harga koefisien Strickler adalah sebagai berikut :
-

Kekasaran permukaan

Vegetasi disepanjang saluran (rumput, semak, dll)

Ketidak teraturan saluran

Trace saluran dasar

Pengendapan dan penggerusan

Adanya hambatan sepanjang saluran (pada belokkan)

Ukuran dan bentuk saluran

Besarnya debit air (kedalaman air)

Faktor-faktor di atas dapat dipakai dalam menentukan koefisien Strickler untuk


saluran yang akan direncanakan, tetapi pertimbangan mengenai perawatan saluran di
kemudian hari turut menentukan besarnya koefisien Strickler. Untuk lebih jelasnya
dapat diperiksa pada Tabel 3-1. Harga kekasaran Strickler

6/15/2015

- 25

Halaman

Tabel 3-1. Harga Kekasaran Strickler


Saluran

Keterangan

Tanah

Q > 10

45

5 > Q > 10

42.5

1>Q>5

40

1 > Q dan saluran tersier

35

Pasangan pada satu sisi

42

Pasangan pada satu sisi

45

Pasangan pada semua sisi

50

Pasangan Batu

Saluran permukaan

45

Kosong

Pada dua sisi

42

Pada satu sisi

40

Seluruh permukaan

70

Pada dua sisi

50

Pada satu sisi

45

Pasangan Batu kali

Beton

Kecepatan Aliran

3.3

Kecepatan air sangat berpengaruh pada stabilitas dari lapisan permukaan saluran,
oleh sebab itu penentuan kecepatan aliran sangat besar pengaruhnya, terutama pada
saluran tanah dengan batuan yang tidak stabil. Penentuan kecepatan saluran juga harus
dilihat terhadap kemungkinan terjadinya loncatan air. Dan disajikan dalam Tabel B
berikut ini.
Tabel 3-2 Kecepatan Aliran untuk Sal. Drainase
Vmax
Bahan Konstruksi
(m/det)
Tanah
Tanah keras
Pasangan batu kosong
Pasangan batu kali
Beton Konstruksi

6/15/2015

- 26

1.00
1.50
2.00
3.00
4.00

Halaman

3.4

Tingggi Jagaan
Guna menjaga terhadap loncatan air akibat bertambahnya kecepatan, serta
kemungkinan adanya debit air yang datang lebih besar dari perkiraan juga untuk
memberi ruang bebas pada aliran maka diperlukan ruang bebas dalam tinggi jagaan
(free board) yang besarnya tergantung pada fungsi saluran. Kriteria tinggi jagaan dari
Kriteria DPU Pengairan disajikan pada Tabel 3-3.
Tabel 3-3 Daftar Jagaan Air Saluran Drainase

Uraian
Type Kota
Kota raya
Kota besar
Kota sedang
Kota kecil
Type Daerah

Macam Saluran
Primer

Sekunder

Tersier

90
60
40
30

60
40
30
20

30
20
20
15

40
30

30
20

20
15

Industri/komer
sial
Pemukiman
Sumber: Kriteria Perencanaan DPU Pengairan

3.5

Bangunan Pelengkap
Pada perencanaan jaringan drainase, selalu diperlukan berbagai bangunan pelengkap,
disepanjang jaringan yang direncanakan. Untuk menghindari terjadinya kesalahan
dalam menentukan besarnya dimensi bangunan pelengkap tersebut, maka diperlukan
perhitungan yang sesuai dengan jenis bangunannya.

1. Gorong-gorong
6/15/2015

- 27

Halaman

a. Terisi Penuh dan Pendek


Q U . A. 2 g .D h

Keterangan :
Q

Besarnya Debit (m3/det)

Koefisien debit tergantung bentuk gorong-gorong

Luas pipa (m2)

Percepatan Gravitasi (=9.81 m/det2)

Dh

Perbedaan tinggi energi (m)

Tabel 3-4. Koefisien Debit lewat Gorong-gorong


Dasar Data dengan

Dasar lebih Tinggi dari Saluran

Saluran
S

isi
Segi
U
Bula

Amban

Sisi

g
0.80

Segi 4

Segi 4

0.70

0.90

Bulat

Segi 4

0.75

Bulat

Bulat

0.75

t
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi (Desember 1986)

Gambar 3.1. Gorong-gorong Pendek Terisi Penuh

6/15/2015

- 28

Halaman

b. Terisi Penuh dan Panjang


Kehilangan masuk
Dh U masuk x

Vs

2g

Kehilangan di gorong-gorong
Dh I .L

V p2
K 2 .R

Kehilangan keluar
Dh U keluar x

Vs

2g

dimana :
Dh

Perbedaan tinggi energi (m)

Koefisien inflow/outflow tergantung bentuk

Vp

Kecepatan aliran dalam gorong-gorong (m/det)

Vs

Kecepatan aliran dalam saluran (m/det)

Kemiringan hidrolis gorong-gorong

Panjang gorong-gorong

Koefisien aliran strickler

Jari-jari hidrolis

Gambar 3.2. Gorong-gorong Terisi Penuh dan Panjang

L>20 m

6/15/2015

- 29

Halaman

c. Tidak Terisi Penuh


Untuk : Hp > 2/3 Hs
Q U . A 2 g .Dh

Hp < 2/3 Hs
Q 0,385.U

2 gDh

dimana :
Hp

Kedalam air dalam gorong-gorong (m)

Hs

Kedalaman air didepan gorong-gorong (m)

Debit yang ahrus dilewatkan (m3/det)

Koefisien aliran

Luas aliran air (m2)

Dh

Perbedaan tinggi energi

Gambar 3.3. Gorong-gorong Tidak Terisi


Penuh

2. Kisi-kisi penyaring
Pada tiap-tiap awal gorong-gorong akan dipasang kisi-kisi penyaring agar kotoran
tidak masuk ke gorong-gorong. Kisi-kisi penyaring dibuat dari besi beton dengan
diameter 10 cm, kisi tersebut dibuat miring dengan sudut 75

dan arah besi beton

dibuat vertikal.
Kehilangan energi dengan adanya kisi-kisi tersebut dihitung dengan rumus :
Hf C.

V2
2g

dimana :
6/15/2015

- 30

Halaman

Hf

Kehilangan tinggi (m)

Kecepatan aliran (m/det)

percepatan gravitasi = 9.81 m/det2

Tebal besi sisi (m)

Jarak antara batang besi beton 0.10 m

3. Terjun
Bangunan terjun yang sering dipakai adalah :
a. Bangunan terjun tegak untuk tinggi kurang dari 1,50 m.
b. Bangunan terjun miring untuk tinggi terjun lebih dari 1,50 m.
Pada saluran drainase bangunan terjun yang dipakai adalah :
Bangunan Terjun Tegak
Rumus-rumus yang digunakan untuk perencanaan hidrolis adalah sebagai berikut :
-

Lebar bukaan efektif


B =
Q
1,71 . m . H13/2
H1 =

h1 + V12
2.g
di mana :
B
= Lebar bukaan efektif (m)
Q
= Debit (m3/det)
m
= Koefisien (m = 1,03)
H1
= Tinggi garis energi di hulu (m)
H1
= Tinggi muka air di hulu (m)
V1
= Kecepatan air di saiuran hulu (m/det)

Tinggi Ambang hilir


a = 1/2 . dc
dc =

Q2
g . B2

di mana :
a
= Tinggi ambang di hilir (m)
6/15/2015

- 31

Halaman

dc
Q
B
g
-

= Kedalaman air kritis (m)


= Debit (m3/det)
= Lebar bukaan (m)
= Percepatan gravitasi (= 9,8 m/det2)

Panjang Olakan.
L

= C1 . (z . dc) + 0,25

C1 = 2,5 + 1,10 . dc + 0,7 . dc


z
z
di mana :
L
= Panjang kolam olak (m)
z
= Tinggi terjun (m)
Gambar 3.4. Terjun Tegak

H
1

h
2a

6/15/2015

- 32

Halaman

BAB 4
4.1

PERHITUNGAN STRUKTUR

Kriteria
Kriteria struktur yang digunakan dalam perencanaan Teknis Drainase ini meliputi :
1.

Kriteria bahan

2.

Kriteria muatan

3.

Kriteria Struktur saluran

4.

Kriteria Struktur Bangunan

Penjelasan secara terperinci mengenai kriteria tersebut adalah sebagai berikut :


Bahan
Jenis bahan konstruksi yang digunakan dalam pekerjaan drainase meliputi :
o Batu kali
o Beton
o Besi Beton
Batu Kali
Saluran drainase yang terbuat dari pasangan batu kali tidak diperkenankan
menerima tegangan tekan yang lebih dari 8 kg/cm2
Beton
Untuk beton digunakan sebagai berikut :
Beton untuk konstruksi

: K225

Beton untuk lining

: K175

Beton penutup dengan ketebalan minimum 0.12 m dan ketebalan selimut beton
0.05 m untuk konstruksi yang berhubungan dengan air dan 0.03 m untuk
konstruksi yang tidak berhubungan dengan air.
Untuk lapisan aus ditutup dengan pasir aspal minimal setebal 0.02 m.
Besi Beton
Besi beton yang digunakan disesuaikan dengan yang ada di pasaran, adapun
mutu dan acuan yang digunakan :

6/15/2015

- 33

Mutu :

U24, U 30, U32

Ukuran:

8, 10, 12, 16, 22 (mm)


Halaman

Muatan
Kriteria muatan yang digunakan dalam perhitungan perencanaan adalah :
Untuk muatan mati sesuai PMI 1993
Untuk muatan berjalan sesuai dengan spesifikasi dan standar Indonesia untuk
jalan dan jembatan tahun 1970
Untuk tekanan air ditetapkan sebesar 10.000 Kg/m2 setiap kedalaman 4 m
4.2

Struktur Saluran
Saluran drainase pada tempat-tempat tertentu perlu talud saluran yang terbuat dari
pasangan batu kali dan beton.
Fungsi dari talud adalah untuk :
- mencegah erosi akibat kecepatan air yang besar
- kestabilan talud sehingga tidak membahayakan lingkungan sekitarnya.
Beberapa tipe pembuatan tebing saluran adalah sebagai berikut :
1.

Saluran pasangan batu ketebalan minimum 25 cm dengan kedalaman pondasi


sesuai dengan hasil penyelidikan tanah.

2.

Saluran pasangan beton dapat dikerjakan dengan 2 (dua) cara yaitu

cetak

ditempat dan pracetak ketebalan minimum 8 cm.


4.3

Struktur Bangunan Gorong-gorong


Batasan yang digunakan dalam perencanaan gorong-gorong adalah :
- Gorong-gorong dapat dibentuk bulat atau segi empat
- Diameter gorong-gorong minimal 60 cm agar dapat dibersihkan dengan
kayu/bambu
- Untuk gorong-gorong yang relatif panjang diameter minimal adalah 80 cm supaya
dapat dimasuki orang untuk pemeliharaannya.
- Penutup minimum pada penyeberangan jalan adalah 1 m
- Penutup minimum pada penyeberangan desa adalah 0.50 m
- Penutup pada penyeberangan jalan diusahakan selebar jalan atau dapat ditinjau
pada fungsi jalan tersebut pada jangka panjang perlu diperhatikan pembebanannya.

6/15/2015

- 34

Halaman

Gambar 4.1. Gorong-gorong Pendek Terisi Penuh

Gambar 4.2. Gorong-gorong Tidak Terisi Penuh

4.4

Struktur Jembatan
1. Jembatan Kendaraan
- Untuk jembatan dengan bentang lebih besar dari 6,50 m dihitung dengan
memakai standart pembebanan seperti pada Gambar 3-5.
- Untuk jembatan dengan bentang kurang dari 6,50 m dihitung dengan memakai
beban merata 0,4 ton/m3 dan beban garis 4 ton/m. Pembagian pembebanan
seperti pada Gambar 4-3.

6/15/2015

- 35

Halaman

2. Jembatan Orang
Jembatan orang dihitung dengan beban merata 0,50 ton/m seperti Gambar 4-3.
Pembebanan ini sebanding dengan lewatnya sepeda motor dan sapi.
Sebagai dasar perhitungan konstruksi beton bertulang yang ada.
Jenis beton dan jenis besi tulangan dipakai sebagai berikut :
a. Beton K.125
Tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :
- Pada pembebanan tetap
Tegangan tekan

: b = 40

kg/cm2

Tegangan tarik

: b = 5,5

kg/cm2

Tegangan geser lentur atau puntir : b= 5 kg/cm2


Tegangan geser lentur dg puntir : b= 6kg/cm2
-

Pada pembebanan sementara


Tegangan tekan

: b = 70

kg/cm2

Tegangan tarik

: b = 7,5

kg/cm2

Tegangan geser

: b = 7,5

kg/cm2

b. Baja U.22
Tegangan yang diijinkan :
- Pada pembebanan tetap

6/15/2015

- 36

Tegangan tekan / tarik

: b = 1250 kg/cm2

Angka ekivalensi

: n

= 30

Halaman

Gambar 4-3. Pembebanan Jembatan Jalan Kelas 2 (dua)

6/15/2015

- 37

Halaman

BAB 5 DRAINASE YANG BERKELANJUTAN


5.1. Konsep Sistem Jaringan Drainase yang Berkelanjutan
Berdasarkan prinsip pengertian sistem drainase diatas yang bertujaun agar tidak
terjadi banjir di suatu kawasan, ternyata air juga merupakan sumber kehidupan. Bertolak dari
hal tesebut, maka konsep dasar pengembangan sistem drainase yang berkelanjutan adalah
meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi
lingkungan.Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang komprehensif dan integratif yang meliputi
seluruh proses, baik yang bersifat struktural maupun non struktural, untuk mencapai tujuan
tersebut ( Suripin, 2004 ).
Sampai saat ini perancangan drainase didasarkan pada filosofi bahwa air
secepatnya mengalir dan seminimal mungkin menggenangi daerah layanan. Tapi dengan
semakin timpangnya perimbangan air ( pemakaian dan ketersedian ) maka diperlukan suatu
perancangan draianse yang berfilosofi bukan saja aman terhadap genangan tapi juga sekaligus
berasas pada konservasi air ( Sunjoto, 1987 ).
Konsep Sistem Drainase yang Berkelanjutan prioritas utama kegiatan harus
ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk
menahan air hujan. Berdasarkan fungsinya, fasilitas penahan air hujan dapat dikelompokkan
menjadi dua tipe, yaitu tipe penyimpanan dan tipe peresapan

( Suripin, 2004 )

seperti disajikan pada Gambar 2.1.

6/15/2015

- 38

Halaman

Retardi
Peny

ng basin

impanan
Tipe

di luar lokasi

penyimpanan

Kolam
regulasi
Taman
Halaaman

Penyimp
anan

Fasilitas

di

dalam

sekolah
Lahan terbuka

lokasi

penahan air hujan

Lahan parkir
Lhn

Parit Resapan
Sumur Resapan

Tipe

blok rumah
Ruang

Kolam resapan

peresapan

Perkerasan

terbuka lainnya

Resapan

Gambar 2.1. Klasifikasi fasilitas penahan air hujan


( Suripin, 2004 )

Sedangkan menurut Sunjoto, 1987, konsepsi perancangan drainase air hujan yang
berasaskan pada konsevasi air tanah pada hakekatnya adalah perancangan suatu sistem
drainase yang mana air hujan jatuh di atap / perkerasan, ditampung pada suatu sistem resapan
air, sedangkan hanya air dari halaman bukan perkerasan yang perlu ditampung oleh sistem
jaringan drainase.
Pada tesis ini langkah struktural dengan menggunakan tipe peresapan, Sumur Resapan
Air Hujan ( RSAH ) seperti disajikan pada Gambar 2.2. dan Gambar 2.3.

6/15/2015

- 39

Halaman

antara

Peluap

Peluap

ke saluran drainase

ke saluran drainase
Salura

Salura
n

dari

talang

n dari talang

rumah

rumah

Dindin
g kedap air

Dindin
g porus

Gambar 2.2. Contoh Sumur Resapan Air Hujan ( Suripin, 2004 )

Batas
pemilikan

,5 m

1
eptic tank

>

10 m

S
umur air
minum

J
,0m

alan

P
ipa air

umum

ohon besar

umah

>
10 m

umur

S
,0m

resapan

,5 m

T
alang
T
aman

P
eluap

S
umur
resapan
B
atu pecah

Gambar 2.3 Tata Letak Sumur Resapan Air Hujan ( Suripin, 2004 )
6/15/2015

- 40

Halaman

5.2. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sistem Drainase yang Berkelanjutan


Dalam rangka otonomi daerah, pemerintah pusat telah memberikan kesempatan
dan keleluasan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Pasal 10 ayat 1 UU
No.32/2004 tentang Otonomi Daerah, menetapkan bahwa daerah berwenang mengelola
sumber daya alam yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara
kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara konseptual
perubahan kebijakan regional terutama diarahkan untuk ( Situmorang 1999, dalam Sobriyah
dan Wignyosukarto, 2001 ) :
1. Meningkatkan demokrasi manajemen.
2. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam manajemen pembangunan daerah
3. Meningkatkan pemerataan dan keadilan pembangunan daerah.
4. Memperhatikan keanekaragaman daerah dalam pembangunan daerah.
5. Memperhatikan potensi daerah dalam proses pengelolaan pembangunan daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah dimaksudkan untuk pemberdayaan daerah, baik dalam
mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun penanggulangan permasalahan yang ada
di daerah. Salah satu permasalahan yang sering timbul di daerah adalah banjir, baik di
perkotaan, kawasan pemukiman, maupun di pedesaan ( areal pertanian ), dimana memerlukan
penanganan secara teknis maupun pendanaan yang besar, yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah dan peran serta masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud di sini yaitu seluruh masyarakat yang ada baik di
pedesaan, perkotaan, di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun di hilir, kaya atau miskin,
akademisi atau non akademisi, bahkan semua insan yang mempunyai hubungan dengan air.
( Sobriyah dan Wignyosukarto, 2001 ).
Partisipasi masyarakat dalam setiap tahap pembangunan ( sistem jaringan drainase )
menurut Pranoto SA, 2005. Dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Survey dan Investigasi : memberi informasi lokasi dan kondisi setempat.
2. Perencanaan : persetujuan, kesepakatan, penggunaan.
3. Pembebasan tanah : memberi kemudahan, memperlancar proses.
4. Pembangunan : membantu pengawasan dan terlibat dalam pelaksanaan.
5. Operasi dan pemeliharaan : terlibat dalam pelaksanaan, ikut memelihara, melaporkan
jika ada kerusakan.
6/15/2015

- 41

Halaman

6. Monitoring dan evaluasi : memberikan data yang nyata di lapangan tentang dampak
yang terjadi pasca pembangunan.

6/15/2015

- 42

Halaman

Anda mungkin juga menyukai