Anda di halaman 1dari 10

Konferensi Nasional Teknik Sipil 12

Batam, 18-19 September 2018

STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS CISADANE


MENGGUNAKAN METODE KAGAN RODDA

Utari Dwi Lestari1, Sih Andajani2 dan Dina P. A. Hidayat3

1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat
Email : utaridl1995@gmail.com
2
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat
Email : sandajani23@gmail.com
3
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat
Email : dinaparamitha06@gmail.com

ABSTRAK
Data merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah analisis. Dalam aplikasi ilmu hidrologi, data
curah hujan memegang peranan penting dalam sebuah analisis hidrologi, maupun hidrolika. Guna
memperoleh data hujan yang valid dan lengkap, permasalahan yang seringkali ditemui antara lain:
jumlah stasiun yang tidak memadai dan kerapatan serta pola penyebaran stasiun hujan yang belum
sesuai dengan standar yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk merancang jumlah dan kerapatan
jaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan Rodda dalam hal ini digunakan studi kasus DAS
Cisadane. DAS Cisadane merupakan salah satu DAS terbesar di daerah Jawa Barat dengan luas ±
1.515,77 km2. DAS Cisadane memiliki 13 stasiun hujan eksisting yang tersebar di dalam dan di luar
DAS. Sebelumnya dilakukan analisis stasiun hujan aktif dengan kriteria memiliki panjang data
setidaknya selama 12 tahun yang berkesinambungan dan terpilih 8 stasiun hujan. Dari 8 stasiun hujan
tersebut, terdapat 5 stasiun hujan yang belum memenuhi kerapatan jaringan tiap stasiun hujan dengan
mengacu pada Standar World Meteorological Organization (WMO). Berdasarkan hasil analisa
direkomendasikan di DAS Cisadane perlu 15 stasiun hujan yang berarti perlu ada penambahan stasiun
hujan baru sejumlah 7 stasiun (dari 8 stasiun hujan yang sudah ada) dan 1 stasiun reposisi untuk
mendapatkan kerapatan jaringan yang sesuai dengan standar WMO.
Kata kunci: Distribusi Hujan, Kagan Rodda, Standar World Meteorological Organization, Stasiun
Hujan

1. PENDAHULUAN
Data merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah proses analisis maupun perencanaan. Dalam
perencanaan suatu bangunan air misalnya, data curah hujan merupakan bagian penting yang menentukan keakuratan
analisis hidrologi. Data yang diperoleh harus berkualitas (benar/valid) serta terpenuhi kuantitasnya (data bersifat
kontinu/berkelanjutan). Disamping itu perlu juga diperhatikan jumlah stasiun hujan, kerapatan dan pola
penyebarannya.
Pada kenyataannya dalam mempersiapkan data curah hujan terdapat beberapa permasalahan yaitu; 1) Jumlah stasiun
hujan yang tidak memadai; seperti pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi akan tetapi jumlah stasiun
hujannya sedikit dan sebaliknya pada daerah yang memiliki curah hujan rendah namun memiliki jumlah stasiun hujan
yang banyak, 2) Kerapatan stasiun-stasiun hujan yang tidak memadai; seperti jarak antar stasiun hujan yang terlalu
dekat ataupun terlalu jauh. Selain itu, kesulitan dalam mencari ketersediaan data curah hujan yang memadai, akurat
dan berkesinambungan juga menjadi permasalahan dalam perencanaan analisa hidrologi.
DAS Cisadane termasuk DAS dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, disamping pertumbuhan
perkotaan didalamnya yang pesat, sehingga menuntut informasi data curah hujan yang lebih memadai dibandingkan
dengan wilayah yang belum berkembang. Oleh karena itu, diperlukan studi kerapatan jaringan stasiun hujan sehingga
data hujan yang diperoleh dapat lebih baik secara kualitas dan kuantitasnya dan perencanaan sumber daya air pada
DAS tersebut dapat lebih optimal.

ISBN: 978-602-60286-1-7 AR - 55
AR - 56

2. TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran Hujan
Pengukuran hujan dilakukan secara langsung dengan menampung air hujan yang jatuh. Pengukuran hujan dibedakan
menjadi 2 jenis bergantung dari alat pengukurnya, yakni: pengukuran hujan manual dan otomatis. Alat penakar hujan
manual terdiri dari wadah atau ember yang telah diukur diameternya. Prinsip kerja alat penakar hujan manual adalah
menampung air hujan dan mengukur volumenya setiap interval waktu tertentu atau setiap satu kejadian hujan. Melalui
cara tersebut hanya diperoleh data curah hujan selama periode tertentu. Sedangkan alat penakar hujan otomatis
merupakan alat penakar hujan yang pencatatannya bersifat merekam/otomatis. Melalui alat penakar hujan otomatis
ini dapat diperoleh data kedalaman hujan maupun periode waktunya sehingga nilai intensitas hujan juga dapat
diperoleh.

Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan


Kerapatan jaringan adalah suatu satuan luas tiap satu stasiun hujan di dalam wilayah sungai. Dalam merencanakan
sebuah jaringan stasiun hujan, terdapat dua hal yang penting untuk dipertimbangkan, yakni :
a. Menentukan jumlah stasiun hujan yang dibutuhkan
b. Lokasi stasiun hujan yang dipasang
Dalam melakukan perhitungan kerapatan jaringan terdapat pedoman yang digunkan yakni Standar World
Meteorological Organization (WMO) yang mengatur mngenai kerapatan jaringan minimum (Tabel 1).
Tabel 1. Standar world meteorological organization (WMO)
Kerapatan Jaringan
Daerah
Minimum(km2/sta)
Daerah datar, beriklim sedang, laut tengah dan tropis 600 - 900
Laut tengah dan tropis 100 - 250
Kondisi normal, daerah pegunungan 25
Pulau-pulau kecil bergunung (< 20.000 km2) 1.500 - 10.000
Sumber: Triatmodjo, 2008

Metode Kagan Rodda


Terdapat cara yang dipandang sederhana dan paling mudah untuk digunkan, akan tetapi juga sekaligus memberikan
hasil yang cukup baik, yaitu cara Kagan Rodda (Sri Harto, 1985).
Dalam perhitungan Kagan Rodda nantinya akan mendapatkan pola penyebaran stasiun hujan berupa simpul-simpul
segitiga sama sisi dan jumlah stasiun hujan rekomendasi. Berikut merupakan rumus-rumus yang digunakan pada
perhitungan metode Kagan Rodda.
−d⁄
r(d) = r(0)e d0 (1)
√𝐴
1−𝑅(0)+0,23
𝑍1 = 𝐶𝑉 √ 𝑑𝑜√𝑁
(2)
𝑁

1 r(0) A
Z2 = Cv √ (1 − r(0)) + 0,52 √ (3)
3 d0 N

A
L = 1,07 √ (4)
N

Dengan : d = Jarak antar stasiun (km)


d0 = Radius koreksi, yaitu jarak dalam km dimana koefisien
korelasi berkurang dengan faktor e
𝑍1 = Kesalahan perataan (%)
CV = Koefisien variasi
r(0) = Koefisen korelasi yang diekstrapolasikan untuk jarak 0 km
r(d) = Koefisien korelasi untuk jarak d km
A = Luas DAS (km2 )
N = Jumlah stasiun hujan
L = Jarak antar stasiun dalam segitiga samaisisi (km)
Z2 = Kesalahan interpolasi (%)

ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 57

3. METODE PENELITIAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Wilayah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daerah Aliran Sungai Cisadane. DAS Cisadane secara geografis
terletak pada 06°00'22'' sampai dengan 06°47'16'' Lintang Selatan dan 106°28'29'' sampai dengan 106°56'48' Bujur
Timur dengan luas 1.515,77 Km2. Wilayah ini terbagi menjadi 5 sub-DAS yaitu sub-DAS Cisadane Hulu, Ciapus,
Ciampea, Cianten, dan sub-DAS Citempuan.
DAS Cisadane memiliki 13 stasiun hujan yang terletak di Kabupaten Bogor (Pasir Jaya, Kracak, Ranca Bungur,
Cikluwung, Cigudeg, Cianten, Kuripan, Cihideung, Dramaga), Kota Bogor (Empang), Kota Tangerang Selatan
(Serpong dan Sepatan) dan Kota Tangerang (Pasar Baru). Lihat gambar 1.

Gambar 1. Stasiun hujan eksisting DAS Cisadane

Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain:
a. Pengumpulan data
b. Pemilihan stasiun hujan aktif
c. Analisa kerapatan jaringan stasiun hujan menggunakan Standar World Meteorological Organization (WMO)
dengan metode Poligon Thiessen
d. Penentuan jumlah stasiun hujan ideal berdasarkan hasil perhitungan
e. Membuat peta jaringan stasiun hujan perhitungan Kagan Rodda

Tahap Perhitungan Metode Kagan Rodda


Secara garis besar, tahapan perhitungan metode Kagan Rodda terdiri dari: perhitungan parameter metode Kagan
Rodda, penentuan jumlah stasiun hujan ideal dan pembuatan peta jaringan stasiun hujan berdasarkan metode Kagan
Rodda.
a. Perhitungan parameter metode Kagan Rodda.
 Membuat grafik korelasi linier dengan menggunkan data curah hujan bulanan maksimum antar stasiun hujan,
sehingga didapatkan nilai (r)
 Menghitung jarak antar stasiun hujan (d)
 Setelah mendapatkan nilai korelasi data curah hujan bulanan maksimum (r) dan jarak antar stasiun (d),
kemudian dibuat grafik hubungan berupa grafik eksponensial, dimana sumbu x merupakan jarak antar stasiun
(d) dan sumbu y ialah korelasi data curah hujan bulanan maksimum (r), sehingga didapatkan nilai r(0) dan
d(0).

ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 58

 Menghitung koefisien variasi (Cv) curah hujan bulanan maksimum rata-rata DAS.
b. Penentuan jumlah stasiun hujan ideal
 Menghitung besaran nilai kesalahan perataan (Z1) dan nilai besaran nilai kesalahan interpolasi (Z2) yang
nantinya akan dipilih adalah nilai kesalahan < 5%. Dari perhitungan tersebut didapat jumlah stasiun hujan.
 Apabila jumlah stasiun hujan eksisting lebih banyak daripada stasiun hujan perhitungan, maka stasiun hujan;
1.) Dapat dikurangi karena bisa mengurangi biaya operasional di tiap stasiun hujan, 2.) Jumlah stasiun hujan
eksisting dapat dipertahankan jumlahnya karena semakin baik apabila jumlah stasiun hujan lebih banyak
daripada yang direncanakan, sehingga data yang dihasilkan semakin akurat dan untuk menjaga-jaga apabila
stasiun hujan yang di dekatnya rusak.
 Apabila jumlah stasiun hujan eksisting lebih sedikit daripada stasiun hujan yang diperhitungkan, maka
stasiun hujan eksisting harus ditambah agar data yang dihasilkan lebih teliti.
c. Pembuatan peta jaringan stasiun hujan berdasarkan metode Kagan Rodda.
 Menghitung panjang/jarak antar stasiun hujan
 Menghitung kerapatan jaringan stasiun hujan, kemudian dicek dengan menggunakan Standar World
Meteorological Organization.
 Membuat peta jaringan stasiun hujan perhitungan Kagan Rodda dengan menggambarkan jaring-jaring
segitiga sama sisi dengan panjang sisi sama dengan L. Penggambaran simpul-simpul Kagan menggunakan
program komputer AutoCAD.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemilihan Stasiun Hujan
Stasiun hujan yang digunakan dalam penelitian adalah stasiun hujan yang memiliki kuantitas/jumlah data yang
berkesinambungan. Dalam hal ini panjang data yang digunakan adalah 12 tahun yakni dari tahun 2004 sampai dengan
tahun 2015. Dari 13 stasiun hujan eksisting di DAS Cisadane, terpilih 8 stasiun hujan yang dikatagorikan sebagai
stasiun hujan aktif yaitu stasiun hujan Pasir Jaya, Kracak, Pasar Baru, Cigudeg, Kuripan, Cihideung, Empang dan
Dramaga (Gambar 2).

Perhitungan Kerapatan Stasiun Hujan Aktif


Perhitungan kerapatan jaringan stasiun hujan aktif yang ada pada DAS Cisadane menggunakan metode Poligon
Thiessen yang mana tiap stasiun hujan memiliki luas daerah pengaruh. Dalam penelitin ini, digunakan software
ArcGIS sebagai alat bantu untuk meghitung luas daerah pengaruh stasiun hujan untuk metode Poligon Thiessen. Luas
daerah pengaruh tersebut kemudian dicek besaran luasannya dengan Standar World Meteorological Organization
(Tabel 2). Berdasarkan pedoman tersebut, untuk daerah tropik seperti Indonesia diperlukan kerapatan jaringan
minimum sebesar 100 – 250 km2 tiap stasiun hujan.

Gambar 2. Kerapatan jaringan 8 stasiun hujan aktif metode Polygon Thiessen

ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 59

Tabel 2. Luas daerah pengaruh stasiun hujan aktif

Luas Daerah Pengaruh


Nama Stasiun Keterangan
(km2/stasiun)
Pasir Jaya 255 Tidak Memadai
Kracak 418 Tidak Memadai
Pasar Baru 183 Memadai
Cigudeg 106 Memadai
Kuripan 303 Tidak Memadai
Chideung 164 Memadai
Empang 87 Tidak Memadai
Dramaga 0 Tidak Memadai
Analisa luas daerah pengaruh stasiun hujan dengan metode Poligon Thiessen pada DAS Cisadane menghasilkan luas
daerah pengaruh yang bervariasi, dengan luas daerah pengaruh terbesar merupakan stasiun Kracak yang berada di
hulu DAS Cisadane sebesar 418 km2 dan luas daerah pengaruh yang paling kecil merupakan stasiun Dramaga karena
berada di luar DAS Cisadane dan cukup dekat dengan stasiun Empang. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa
dari 8 stasiun hujan aktif terdapat 5 stasiun hujan yang tidak memenuhi kerapatan jaringan minimum yang diberikan
oleh Standar WMO yakni sebesar 100 – 250 km2 / stasiun. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan lebih lanjut
agar kerapatan jaringan 8 stasiun hujan aktif dapat memenuhi ketentuan kerapatan jaringan.

Penentuan Curah Hujan Bulanan Maksimum Tahunan


Perhitungan curah hujan bulanan maksimum diperoleh dari data curah hujan harian yang dijumlahkan sebanyak
jumlah hari yang ada pada bulan tersebut, sehingga didapatkan curah hujan bulanan. Selanjutnya dalam satu tahun
tersebut, dipilih jumlah curah hujan bulanan terbesar, sehingga didapatkan curah hujan bulanan maksimum tahunan.
Stasiun hujan eksisting pada DAS Cisadane memiliki curah hujan bulanan maksimum yang cukup bervariasi mulai
dari 556 -1009 mm.
Tabel 3. Curah hujan bulanan maksimum

Curah Hujan Bulanan Maksimum (mm) CH Bulanan


Stasiun
Hujan Max
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahunan
Pasir Jaya 618 403 529 722 753 863 1009 385 494 518 582 501 1009
Kracak 462 298 664 528 670 681 875 296 471 575 626 868 875
Pasar Baru 550 261 314 708 339 327 277 219 253 553 522 185 708
Cigudeg 298 180 297 330 134 198 193 278 15 24 19,8 556,5 556,5
Kuripan 451 487 541 729 480 575 534 299 726 356 708 551 729
Chideung 424 400 549 584 533 528 568 502 657 512 708 681 708
Empang 660 674 530 542 602 512 794 472 656 616 843 997 997
Dramaga 640 682 640 476 672 571 601 458 549 510 704 855 855

Hasil Korelasi Antar Stasiun Hujan


Perhitungan korelasi antar stasiun hujan diperoleh dengan cara membuat grafik regresi linier dengan menghubungkan
data curah hujan bulanan maksimum antar stasiun, sehingga nantinya akan diperoleh nilai r. Contoh grafik regresi
liner lihat gambar 3. Nilai r (korelasi antar stasiun hujan) akan bernilai 1 untuk stasiun hujan yang sama karena
memiliki curah hujan bulanan maksimum yang sama sedangkan nilai r yang kecil mengindikasikan korelasi antar
stasiun hujan yang rendah dan sebaliknya. Nilai r yang diperoleh dari grafik korelasi antar stasiun hujan selanjutnya
ditampilkan dalam bentuk matriks seperti pada Tabel 4.

ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 60

Gambar 3. Hasil korelasi data curah hujan bulanan maksimum antar Stasiun Hujan
Pasir Jaya – Stasiun Hujan Kracak
Tabel 4. Hasil korelasi antar stasiun hujan
Stasiun
Pasir Jaya Kracak Pasar Baru Cigudeg Kuripan Cihedeung Empang Dramaga
Hujan
Pasir Jaya 1 0.3982 0.031 0.0022 0.0664 0.0068 0.0005 0.0047
Kracak 0.3982 1 0.0133 0.0613 0.0656 0.2857 0.2905 0.2292
Pasar Baru 0.031 0.0133 1 0.0377 0.0567 0.002 0.0349 0.1143
Cigudeg 0.0022 0.0613 0.0377 1 0.0119 0.0004 0.0451 0.1336
Kuripan 0.0664 0.0656 0.0567 0.0119 1 0.4233 0.0707 0.0232
Chideung 0.0068 0.2857 0.002 0.0004 0.4233 1 0.2797 0.0763
Empang 0.0005 0.2905 0.0349 0.0451 0.0707 0.2797 1 0.6143
Dramaga 0.0047 0.2292 0.1143 0.1336 0.0232 0.0763 0.6143 1

Jarak antar Stasiun Hujan


Untuk menghitung jarak antar stasiun hujan, digunakan program ArcGIS 10.4.1 pada menu Measure, lalu diukur dari
titik koordinat stasiun hujan yang satu dengan stasiun hujan yang lainnya. Stasiun hujan aktif di DAS Cisadane
sebagian besar terletak di daerah hulu DAS Cisadane, dengan jarak yang paling dekat antara stasiun Empang-Dramaga
sejauh 7 km dan terjauh antara stasiun Empang-Pasar Baru sejauh 73,970 km. Hasil perhitungan jarak antar stasiun
ditampilkan secara lengkap pada Tabel 5.
Tabel 5. Jarak antar stasiun hujan (Km)
Pasir Jaya Kracak Pasar Baru Cigudeg Kuripan Cihedeung Empang Dramaga
Pasir Jaya 0 20.955 67.389 36.51 33.483 17.319 7.045 16.525
Kracak 20.955 0 52.067 15.56 19.745 8.361 16.321 21.49
Pasar Baru 67.389 52.067 0 43.391 33.999 50.467 73.97 54.142
Cigudeg 36.51 15.56 43.391 0 19.944 21.648 29.952 33.993
Kuripan 33.483 19.745 33.999 19.944 0 16.677 21.463 22.166
Chideung 17.319 8.361 16.525 21.49 16.677 0 8.326 12.998
Empang 7.045 16.321 73.97 29.952 21.463 8.326 0 5.714
Dramaga 16.525 21.49 54.142 33.993 22.166 12.998 5.714 0
Selanjutnya menghitung jarak rata-rata antar stasiun hujan dan nilai korelasi rata-rata antar stasiun hujan (Tabel 6)
dan membuat grafik eksponensial dengan jarak rata-rata antar stasiun sebagai sumbu x dan nilai korelasi rata-rata
stasiun hujan sebagai sumbu y (Gambar 4)

ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 61

Tabel 6. Jarak rata-rata (d) dan nilai korelasi rata-rata (r)

Nama stasiun Jarak Rata-rata Nilai Korelasi


Hujan (Km) Rata-rata
Pasir Jaya 28.4609 0.0728
Kracak 22.0713 0.1920
Pasar Baru 53.6321 0.0414
Cigudeg 28.7140 0.0417
Kuripan 23.9253 0.1025
Cihedeung 14.5280 0.1535
Empang 23.2559 0.1908
Dramaga 23.8611 0.1708

Grafik Eksponensial Jarak antar Stasiun


(d) dengan Korelasi Curah Hujan (r)
Hasil Korelasi curah hujan

0.3000
maksimum (r)

0.2000
0.1000
y = 0.316e-0.04x
0.0000
0.0000 20.0000 40.0000 60.0000
Jarak antar stasiun (d)

Gambar 4. Grafik eksponensial jarak antar stasiun hujan (d) dengan nilai korelasi
curah hujan (r)
Berdasarkan Gambar 4 dapat diperoleh nilai r(0) sebesar 0,316 dan d(0) sebesar 0,04 dari persamaan di atas. Nilai
tersebut nantinya akan digunakan dalam perhitungan kesalahan perataan (Z1 ) dan kesalahan interpolasi (Z2 ) guna
memperoleh jumlah stasiun hujan yang ideal untuk DAS Cisadane.

Perhitungan Koefisien Variasi


Perhitungan koefisen variasi dengan menggunakan metode curah hujan bulanan maksimum rata-rata DAS Cisadane
sehingga didapatkan koevisen variasi sebesar (Cv) 0,19218. Ini menunjukkan bahwa data curah hujan di tiap stasiun
hujan DAS Cisadane memiliki variasi hujan yang cukup rendah, sehingga nilai koefisien variasi yang dihasilkan
rendah.

Kesalahan Perataan (Z1) dan Kesalahan Interpolasi (Z2)


Setelah mendapatkan nilai koefisien variasi (Cv), analisa yang dilakukan selanjutnya meliputi kesalahan perataan (Z1),
kesalahan interpolasi (Z2) dan jarak antar stasiun hujan (L), serta jumlah stasiun hujan (N) yang ideal yang tersedia
berdasarkan tingkat kesalahannya. Hasil perhitungan nilai kesalahan perataan (Z1) dan kesalahan interpolasi (Z2)
serta kerapatan jaringan akan menentukan jumlah stasiun hujan yang ideal untuk DAS Cisadane. Adapun hasil analisa
yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 7. Dengan jumlah stasiun hujan aktif di lokasi DAS Cisadane sebanyak 8
stasiun hujan diperoleh nilai kesalahan perataan (Z1) < 5% yaitu sebesar 1,7171% dan kesalahan interpolasi (Z2) < 5%
sebesar 1,4481%. Nilai tersebut sudah cukup kecil dan sudah cukup baik untuk dipertahankan, akan tetapi lokasi
penyebaran stasiun hujan tersebut harus ditinjau kembali sesuai dengan Metode Kagan. Mengacu pada Standar World
Meteorological Organization dengan kerapatan jaringan untuk DAS Cisadane adalah berkisar 100 – 250 km2 , maka
didapatkan tambahan stasiun hujan sebanyak 7 stasiun, sehingga total stasiun hujan yang direkomendasikan sebanyak
15 stasiun untuk menghasilkan kerapatan hujan sebesar 101 km2.

ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 62

Tabel 7. Hasil perhitungan metode kagan

Luas DAS Kerapatan Jaringan


N Cv r(0) d0 𝐙𝟏 (%) 𝐙𝟐 (%)
(𝐤𝐦𝟐 ) (𝐤𝐦𝟐 )

1 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 2,8798 2,4322 1516


2 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 2,4232 2,0458 758
3 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 2,1906 1,8490 505
4 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 2,0394 1,7210 379
5 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,9295 1,6279 303
6 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,8441 1,5556 253
7 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,7749 1,4970 217
8 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,7171 1,4481 189
9 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,6677 1,4062 168
10 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,6248 1,3698 152
11 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,5869 1,3377 138
12 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,5531 1,3091 126
13 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,5226 1,2832 117
14 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,4950 1,2598 108
15 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,4697 1,2384 101
Dengan 15 stasiun hujan tersebut didapatkan nilai kesalahan perataan (Z1) < 5% yakni sebesar 1,4697% dan kesalahan
interpolasi sebesar (Z2) sebesar 1,2384%. Nilai kesalahan tersebut lebih kecil daripada hasil perhitungan jika stasiun
hujan sebanyak 8 stasiun, ini berarti dengan 15 stasiun hujan rekomendasiakan lebih baik daripada 8 stasiun hujan
yang aktif.

Penempatan Stasiun Hujan


Penempatan stasiun hujan baik yang eksisting maupun tambahan dilakukan dengan menggambarkan jaring-jaring
segitiga sama sisi pada DAS Cisadane, dengan panjang sisi sama dengan L, kemudian dilakukan penggeseran-
penggeseran sedemikian rupa sehingga jumlah simpul segitiga dalam DAS sama dengan jumlah stasiun hujan yang
dihitung. Dengan jumlah stasiun hujan sebesar 15 stasiun, maka didapat jarak antar stasiun hujan adalah 10,76 km
(Gambar 5).

Gambar 5. Peta stasiun hujan rekomendasi Kagan Rodda

ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 63

Berdasarkan gambar 5 didapatkan jumlah stasiun hujan rekomendasi di DAS Cisadane Hilir sebanyak 1 buah stasiun
hujan, di DAS Cisadane Tengah sebanyak 3 buah stasiun hujan dan di DAS Cisadane Hulu sebanyak 11 stasiun hujan.
Jumlah stasiun hujan paling banyak di hulu dikarenakan luas DAS di bagian hulu paling besar, yakni sebesar 1.123
km2 dari luas total DAS 1.515,77 km2

Evaluasi Jaringan Stasiun Hujan


Setelah mendapatkan jumlah stasiun hujan rekomendasi, dilakukan perhitungan luas daerah pengaruh tiap stasiun
hujan menggunakan Metode Poligon Thiessen (Gambar 6) untuk mengecek apakah kerapatan jaringan stasiun hujan
tersebut sudah sesuai dengan standar WMO (Tabel 8).

Gambar 6. Peta kerapatan jaringan stasiun hujan rekomendasi kagan metode Polygon
Thiessen

Tabel 8. Kerapatan jaringan stasiun hujan metode Kagan Rodda

Nama Stasiun Luas (𝐤𝐦𝟐 ) Keterangan


Kuripan 26,77 Memadai
Cihedeung 73,53 Memadai
Cigudeg 123,06 Memadai
Kracak 115,94 Memadai
Empang 172,37 Memadai
Pasir Jaya 130,61 Memadai
Pasar Baru 84,89 Memadai
A 65,28 Memadai
B 157,84 Memadai
C 151,50 Memadai
D 49,94 Memadai
E 138,73 Memadai
F 68,75 Memadai
G 97,30 Memadai
H (Pengganti Dramaga) 59,24 Memadai

ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 64

Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa kerapatan jaringan di 15 stasiun hujan rekomendasi Kagan dengan 7 stasiun
tambahan (A, B, C, D, E, F, G) dan 1 stasiun reposisi (H), semuanya telah memenuhi kriteria standar WMO. Ini
berarti stasiun hujan rekomendasi dapat digunakan.

5. KESIMPULAN
Hasil dari analisa pola penyebaran dapat diketahui bahwa stasiun hujan aktif pada DAS Cisadane banyak terdapat di
bagian Hulu DAS. Dari hasil evaluasi kerapatan stasiun hujan menggunakan luas daerah pengaruh Metode Thiessen,
dapat diketahui bahwa terdapat 5 stasiun hujan pada DAS Cisadane yang tidak memenuhi kerapatan minimum yang
disyaratkan oleh WMO. Perhitungan pola penyebaran dan kerapatan jaringan stasiun hujan dengan Metode Kagan
didasarkan pada data curah hujan bulanan maksimum menghasilkan jumlah stasiun hujan rekomendasi sebanyak 15
stasiun hujan yang berarti perlu ada penambahan stasiun hujan baru sejumlah 7 stasiun (dari 8 stasiun hujan yang
sudah ada) dan 1 stasiun reposisi untuk mendapatkan kerapatan jaringan yang sesuai dengan standar WMO sebesar
100 km2. Dengan jumlah stasiun hujan yang cukup serta lokasi yang tersebar di seluruh area DAS, diharapkan dapat
menghasilkan data hujan yang cukup menggambarkan kondisi DAS Cisadane.

SARAN
Untuk DAS Cisadane disarankan memiliki 15 stasiun hujan dengan lokasi yang tersebar pada area DAS. Stasiun hujan
baik eksisting maupun penambahan perlu dilakukan pemeliharaan secara rutin agar alat penakar hujan pada setiap
stasiun hujan dapat bekerja secara optimal dan menghasilkan data hujan yang akurat serta berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA
Sri Harto Br. 2000. “Hidrologi, Teori-Masalah-Penyelesaian”. Yogyakarta: Nafiri Offset.
Triatmodjo Bambang, 2008,”Hidrologi terapan”, Teknik Sipil UGM
Rezkia Elhamida, 2016, “Analisis Sebaran Curah Hujan di Daerah Aliran Sungai Cisadane”. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Pratama, Aditya. Nursetiawan. Harsanto, Puji.2012, “Rasionalisasi Jaringan Stasiun Hujan pada Daerah Aliran
Sungai Kali Progo”. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Ratu, Yerison Dimu. Krisnayanti, Denik Sri. Udiana, I Made. 2012. “Analisis Kerapatan Jaringan Stasiun Curah
Hujan pada Wilayah Sungai (WS) Aesesa di Pulau Flores”. Universitas Nusa Cendana
Ranesa, Lalu Sigar Canggih. Limantara, Liliy Montarcih. Harisuseno, Donny. 2015. “Analisis Rasionalisisasi
Jaringan Pos Hujan untuk Kalibrasi Hidrograf pada DAS Baabak Kabupaten Lombok Tengah”. Malang:
Universitas Brawijaya
Istianingsih, Iska. 2016. “Rasionalisasi Jaringan Stasiun Hujan DAS Opak-Oyo”. Universitas Muhamidayah
Yogyakarta.
Prawati, Eri. 2016. “Jaringan Stasiun Hujan ditinjau dari Topografi Pada DAS Widas Kabupaten Nganjuk – Jawa
Timur”. Lampung: Universitas Muhammadiyah Metro.
Rodhita Muhammad., Limantara Montarcih Lyli., Darmawan Very., 2012. ”Rasionalsisasi Jaringan Penakar Hujan
Di DAS KedungSoko Kabupaten Nganjuk”. Malang: Universitas Brawijaya Malang.

ISBN: 978-602-60286-1-7

Anda mungkin juga menyukai