1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat
Email : utaridl1995@gmail.com
2
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat
Email : sandajani23@gmail.com
3
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat
Email : dinaparamitha06@gmail.com
ABSTRAK
Data merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah analisis. Dalam aplikasi ilmu hidrologi, data
curah hujan memegang peranan penting dalam sebuah analisis hidrologi, maupun hidrolika. Guna
memperoleh data hujan yang valid dan lengkap, permasalahan yang seringkali ditemui antara lain:
jumlah stasiun yang tidak memadai dan kerapatan serta pola penyebaran stasiun hujan yang belum
sesuai dengan standar yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk merancang jumlah dan kerapatan
jaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan Rodda dalam hal ini digunakan studi kasus DAS
Cisadane. DAS Cisadane merupakan salah satu DAS terbesar di daerah Jawa Barat dengan luas ±
1.515,77 km2. DAS Cisadane memiliki 13 stasiun hujan eksisting yang tersebar di dalam dan di luar
DAS. Sebelumnya dilakukan analisis stasiun hujan aktif dengan kriteria memiliki panjang data
setidaknya selama 12 tahun yang berkesinambungan dan terpilih 8 stasiun hujan. Dari 8 stasiun hujan
tersebut, terdapat 5 stasiun hujan yang belum memenuhi kerapatan jaringan tiap stasiun hujan dengan
mengacu pada Standar World Meteorological Organization (WMO). Berdasarkan hasil analisa
direkomendasikan di DAS Cisadane perlu 15 stasiun hujan yang berarti perlu ada penambahan stasiun
hujan baru sejumlah 7 stasiun (dari 8 stasiun hujan yang sudah ada) dan 1 stasiun reposisi untuk
mendapatkan kerapatan jaringan yang sesuai dengan standar WMO.
Kata kunci: Distribusi Hujan, Kagan Rodda, Standar World Meteorological Organization, Stasiun
Hujan
1. PENDAHULUAN
Data merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah proses analisis maupun perencanaan. Dalam
perencanaan suatu bangunan air misalnya, data curah hujan merupakan bagian penting yang menentukan keakuratan
analisis hidrologi. Data yang diperoleh harus berkualitas (benar/valid) serta terpenuhi kuantitasnya (data bersifat
kontinu/berkelanjutan). Disamping itu perlu juga diperhatikan jumlah stasiun hujan, kerapatan dan pola
penyebarannya.
Pada kenyataannya dalam mempersiapkan data curah hujan terdapat beberapa permasalahan yaitu; 1) Jumlah stasiun
hujan yang tidak memadai; seperti pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi akan tetapi jumlah stasiun
hujannya sedikit dan sebaliknya pada daerah yang memiliki curah hujan rendah namun memiliki jumlah stasiun hujan
yang banyak, 2) Kerapatan stasiun-stasiun hujan yang tidak memadai; seperti jarak antar stasiun hujan yang terlalu
dekat ataupun terlalu jauh. Selain itu, kesulitan dalam mencari ketersediaan data curah hujan yang memadai, akurat
dan berkesinambungan juga menjadi permasalahan dalam perencanaan analisa hidrologi.
DAS Cisadane termasuk DAS dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, disamping pertumbuhan
perkotaan didalamnya yang pesat, sehingga menuntut informasi data curah hujan yang lebih memadai dibandingkan
dengan wilayah yang belum berkembang. Oleh karena itu, diperlukan studi kerapatan jaringan stasiun hujan sehingga
data hujan yang diperoleh dapat lebih baik secara kualitas dan kuantitasnya dan perencanaan sumber daya air pada
DAS tersebut dapat lebih optimal.
ISBN: 978-602-60286-1-7 AR - 55
AR - 56
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran Hujan
Pengukuran hujan dilakukan secara langsung dengan menampung air hujan yang jatuh. Pengukuran hujan dibedakan
menjadi 2 jenis bergantung dari alat pengukurnya, yakni: pengukuran hujan manual dan otomatis. Alat penakar hujan
manual terdiri dari wadah atau ember yang telah diukur diameternya. Prinsip kerja alat penakar hujan manual adalah
menampung air hujan dan mengukur volumenya setiap interval waktu tertentu atau setiap satu kejadian hujan. Melalui
cara tersebut hanya diperoleh data curah hujan selama periode tertentu. Sedangkan alat penakar hujan otomatis
merupakan alat penakar hujan yang pencatatannya bersifat merekam/otomatis. Melalui alat penakar hujan otomatis
ini dapat diperoleh data kedalaman hujan maupun periode waktunya sehingga nilai intensitas hujan juga dapat
diperoleh.
1 r(0) A
Z2 = Cv √ (1 − r(0)) + 0,52 √ (3)
3 d0 N
A
L = 1,07 √ (4)
N
ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 57
3. METODE PENELITIAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Wilayah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daerah Aliran Sungai Cisadane. DAS Cisadane secara geografis
terletak pada 06°00'22'' sampai dengan 06°47'16'' Lintang Selatan dan 106°28'29'' sampai dengan 106°56'48' Bujur
Timur dengan luas 1.515,77 Km2. Wilayah ini terbagi menjadi 5 sub-DAS yaitu sub-DAS Cisadane Hulu, Ciapus,
Ciampea, Cianten, dan sub-DAS Citempuan.
DAS Cisadane memiliki 13 stasiun hujan yang terletak di Kabupaten Bogor (Pasir Jaya, Kracak, Ranca Bungur,
Cikluwung, Cigudeg, Cianten, Kuripan, Cihideung, Dramaga), Kota Bogor (Empang), Kota Tangerang Selatan
(Serpong dan Sepatan) dan Kota Tangerang (Pasar Baru). Lihat gambar 1.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain:
a. Pengumpulan data
b. Pemilihan stasiun hujan aktif
c. Analisa kerapatan jaringan stasiun hujan menggunakan Standar World Meteorological Organization (WMO)
dengan metode Poligon Thiessen
d. Penentuan jumlah stasiun hujan ideal berdasarkan hasil perhitungan
e. Membuat peta jaringan stasiun hujan perhitungan Kagan Rodda
ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 58
Menghitung koefisien variasi (Cv) curah hujan bulanan maksimum rata-rata DAS.
b. Penentuan jumlah stasiun hujan ideal
Menghitung besaran nilai kesalahan perataan (Z1) dan nilai besaran nilai kesalahan interpolasi (Z2) yang
nantinya akan dipilih adalah nilai kesalahan < 5%. Dari perhitungan tersebut didapat jumlah stasiun hujan.
Apabila jumlah stasiun hujan eksisting lebih banyak daripada stasiun hujan perhitungan, maka stasiun hujan;
1.) Dapat dikurangi karena bisa mengurangi biaya operasional di tiap stasiun hujan, 2.) Jumlah stasiun hujan
eksisting dapat dipertahankan jumlahnya karena semakin baik apabila jumlah stasiun hujan lebih banyak
daripada yang direncanakan, sehingga data yang dihasilkan semakin akurat dan untuk menjaga-jaga apabila
stasiun hujan yang di dekatnya rusak.
Apabila jumlah stasiun hujan eksisting lebih sedikit daripada stasiun hujan yang diperhitungkan, maka
stasiun hujan eksisting harus ditambah agar data yang dihasilkan lebih teliti.
c. Pembuatan peta jaringan stasiun hujan berdasarkan metode Kagan Rodda.
Menghitung panjang/jarak antar stasiun hujan
Menghitung kerapatan jaringan stasiun hujan, kemudian dicek dengan menggunakan Standar World
Meteorological Organization.
Membuat peta jaringan stasiun hujan perhitungan Kagan Rodda dengan menggambarkan jaring-jaring
segitiga sama sisi dengan panjang sisi sama dengan L. Penggambaran simpul-simpul Kagan menggunakan
program komputer AutoCAD.
ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 59
ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 60
Gambar 3. Hasil korelasi data curah hujan bulanan maksimum antar Stasiun Hujan
Pasir Jaya – Stasiun Hujan Kracak
Tabel 4. Hasil korelasi antar stasiun hujan
Stasiun
Pasir Jaya Kracak Pasar Baru Cigudeg Kuripan Cihedeung Empang Dramaga
Hujan
Pasir Jaya 1 0.3982 0.031 0.0022 0.0664 0.0068 0.0005 0.0047
Kracak 0.3982 1 0.0133 0.0613 0.0656 0.2857 0.2905 0.2292
Pasar Baru 0.031 0.0133 1 0.0377 0.0567 0.002 0.0349 0.1143
Cigudeg 0.0022 0.0613 0.0377 1 0.0119 0.0004 0.0451 0.1336
Kuripan 0.0664 0.0656 0.0567 0.0119 1 0.4233 0.0707 0.0232
Chideung 0.0068 0.2857 0.002 0.0004 0.4233 1 0.2797 0.0763
Empang 0.0005 0.2905 0.0349 0.0451 0.0707 0.2797 1 0.6143
Dramaga 0.0047 0.2292 0.1143 0.1336 0.0232 0.0763 0.6143 1
ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 61
0.3000
maksimum (r)
0.2000
0.1000
y = 0.316e-0.04x
0.0000
0.0000 20.0000 40.0000 60.0000
Jarak antar stasiun (d)
Gambar 4. Grafik eksponensial jarak antar stasiun hujan (d) dengan nilai korelasi
curah hujan (r)
Berdasarkan Gambar 4 dapat diperoleh nilai r(0) sebesar 0,316 dan d(0) sebesar 0,04 dari persamaan di atas. Nilai
tersebut nantinya akan digunakan dalam perhitungan kesalahan perataan (Z1 ) dan kesalahan interpolasi (Z2 ) guna
memperoleh jumlah stasiun hujan yang ideal untuk DAS Cisadane.
ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 62
ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 63
Berdasarkan gambar 5 didapatkan jumlah stasiun hujan rekomendasi di DAS Cisadane Hilir sebanyak 1 buah stasiun
hujan, di DAS Cisadane Tengah sebanyak 3 buah stasiun hujan dan di DAS Cisadane Hulu sebanyak 11 stasiun hujan.
Jumlah stasiun hujan paling banyak di hulu dikarenakan luas DAS di bagian hulu paling besar, yakni sebesar 1.123
km2 dari luas total DAS 1.515,77 km2
Gambar 6. Peta kerapatan jaringan stasiun hujan rekomendasi kagan metode Polygon
Thiessen
ISBN: 978-602-60286-1-7
AR - 64
Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa kerapatan jaringan di 15 stasiun hujan rekomendasi Kagan dengan 7 stasiun
tambahan (A, B, C, D, E, F, G) dan 1 stasiun reposisi (H), semuanya telah memenuhi kriteria standar WMO. Ini
berarti stasiun hujan rekomendasi dapat digunakan.
5. KESIMPULAN
Hasil dari analisa pola penyebaran dapat diketahui bahwa stasiun hujan aktif pada DAS Cisadane banyak terdapat di
bagian Hulu DAS. Dari hasil evaluasi kerapatan stasiun hujan menggunakan luas daerah pengaruh Metode Thiessen,
dapat diketahui bahwa terdapat 5 stasiun hujan pada DAS Cisadane yang tidak memenuhi kerapatan minimum yang
disyaratkan oleh WMO. Perhitungan pola penyebaran dan kerapatan jaringan stasiun hujan dengan Metode Kagan
didasarkan pada data curah hujan bulanan maksimum menghasilkan jumlah stasiun hujan rekomendasi sebanyak 15
stasiun hujan yang berarti perlu ada penambahan stasiun hujan baru sejumlah 7 stasiun (dari 8 stasiun hujan yang
sudah ada) dan 1 stasiun reposisi untuk mendapatkan kerapatan jaringan yang sesuai dengan standar WMO sebesar
100 km2. Dengan jumlah stasiun hujan yang cukup serta lokasi yang tersebar di seluruh area DAS, diharapkan dapat
menghasilkan data hujan yang cukup menggambarkan kondisi DAS Cisadane.
SARAN
Untuk DAS Cisadane disarankan memiliki 15 stasiun hujan dengan lokasi yang tersebar pada area DAS. Stasiun hujan
baik eksisting maupun penambahan perlu dilakukan pemeliharaan secara rutin agar alat penakar hujan pada setiap
stasiun hujan dapat bekerja secara optimal dan menghasilkan data hujan yang akurat serta berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Sri Harto Br. 2000. “Hidrologi, Teori-Masalah-Penyelesaian”. Yogyakarta: Nafiri Offset.
Triatmodjo Bambang, 2008,”Hidrologi terapan”, Teknik Sipil UGM
Rezkia Elhamida, 2016, “Analisis Sebaran Curah Hujan di Daerah Aliran Sungai Cisadane”. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Pratama, Aditya. Nursetiawan. Harsanto, Puji.2012, “Rasionalisasi Jaringan Stasiun Hujan pada Daerah Aliran
Sungai Kali Progo”. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Ratu, Yerison Dimu. Krisnayanti, Denik Sri. Udiana, I Made. 2012. “Analisis Kerapatan Jaringan Stasiun Curah
Hujan pada Wilayah Sungai (WS) Aesesa di Pulau Flores”. Universitas Nusa Cendana
Ranesa, Lalu Sigar Canggih. Limantara, Liliy Montarcih. Harisuseno, Donny. 2015. “Analisis Rasionalisisasi
Jaringan Pos Hujan untuk Kalibrasi Hidrograf pada DAS Baabak Kabupaten Lombok Tengah”. Malang:
Universitas Brawijaya
Istianingsih, Iska. 2016. “Rasionalisasi Jaringan Stasiun Hujan DAS Opak-Oyo”. Universitas Muhamidayah
Yogyakarta.
Prawati, Eri. 2016. “Jaringan Stasiun Hujan ditinjau dari Topografi Pada DAS Widas Kabupaten Nganjuk – Jawa
Timur”. Lampung: Universitas Muhammadiyah Metro.
Rodhita Muhammad., Limantara Montarcih Lyli., Darmawan Very., 2012. ”Rasionalsisasi Jaringan Penakar Hujan
Di DAS KedungSoko Kabupaten Nganjuk”. Malang: Universitas Brawijaya Malang.
ISBN: 978-602-60286-1-7