Disusun Oleh:
1. Ibrahim Kusuma Ardhi (252018004)
2. Hisyam Azmi S. (252018013)
3. Rizki Mauludin (252018093)
4. Mochamad Maulvi F. (252018121)
5. Badrul Faizin (252018123)
6. Ilham Dwi Putra (252018125)
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah pengairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan (PP No.37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai). Daerah Aliran Sungai memiliki peran yang sangat penting bagi siklus
hidrologi, kemampuannya menjaga dan menjadi tempat untuk mengalirkan air
dari hulu ke hilir sebagai sumber kehidupan menjadi jaminan yang akan
menyatukan komponen biotik dan abiotik dalam menjaga keseimbangan
lingkungan. Adanya Daerah Aliran Sungai yang terawat dapat meminimalisirkan
kerusakan alam, karena lingkungannya yang terjaga. Banyaknya kebutuhan
manusia dan kondisi alam yang dinamis membuat lingkungan dapat berubah
sewaktu – waktu, terutama karena bencana. Bencana seringkali mengganggu
struktur atau keseimbangan alam yang akan mempengaruhi siklus hidrologi, salah
satunya yaitu banjir.
Faktor manusia dan faktor alam merupakan faktor yang mempengaruhi kerusakan
DAS. Faktor alam merupakan faktor yang disebabkan oleh alam, dapat berupa
terjadinya bencana alam seperti gunung meletus dan tanah longsor, sedangkan
faktor manusia merupakan faktor yang berasal dari manusia, manusia merupakan
faktor yang sangat berpengaruh terhadap ekosistem DAS. Kegiatankegiatan
manusia dalam memanfaatkan lahan DAS seringkali melampaui batas. Kegiatan–
kegiatan manusia yang dapat mengganggu fungsi DAS adalah penebangan pohon
yang berlebihan atau penggundulan hutan, pembangunan pemukiman, alih fungsi
lahan hutan menjadi lahan perkebunan dan lahan pertanian. Pertumbuhan jumlah
penduduk juga mempengaruhi penggunaan lahan. Pertumbuhan penduduk yang
semakin hari semakin meningkat menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan
sebagai sarana bermukim. Kebutuhan akan lahan sebagai sarana bermukim
penduduk menjadi kebutuhan yang vital untuk saat ini. Kegiatan pembangunan
yang dilakukan manusia seringkali tidak memperhatikan 2 daya dukung
lingkungan, sehingga mengakibatkan degradasi lahan, dan menurunkan kondisi
fisik lahan tersebut, disisi lain sumber daya alam utama yaitu tanah dan air
keduanya tersebut mudah mengalami kerusakan atau degradasi.
Kondisi ekosistem DAS merupakan salah satu isu nasional dalam beberapa tahun
terakhir. Hal ini dikarenakan salah satu variabel terjadinya banjir adalah kondisi
DAS yang kritis. Pentingnya DAS sebagai satu unit perencanaan dan pengelolaan
sumber daya alam yang telah diterima oleh berbagai pihak baik di tingkat nasional
maupun tingkat regional, merupakan kesatuan ekosistem yang mencangkup
hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan DAS dengan kegiatan
manusia guna kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. DAS Bagian
hulu cenderung memiliki tingkat kerawanan akan terjadinya kekritisan lahan,
mengingat wilayah yang memiliki kemiringan lereng lebih besar dari 8% yang
cenderung miring hingga curam akan memungkinkan terjadinya erosi dan
menurunkan tingkat kesuburan tanah karena material unsur hara yang hilang oleh
air.
1.2 Tinjauan Pustaka
Dalam mempelajari ekosistem DAS, biasanya terbagi atas daerah hulu, tengah
dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu, tengah dan hilir dicirikan oleh halhal
sebagai berikut (Asdak 2002 dalam Arini 2005):
1. Daerah hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, memiliki kerapatan drainase
tinggi, kemiringan lereng besar (> 15%), bukan merupakan daerah banjir,
pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dan jenis vegetasi umumnya
merupakan tegakan hutan.
2. Daerah hilir dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, memiliki kerapatan
drainase kecil, kemiringan lereng sangat kecil (< 8%), di beberapa tempat
merupakan daerah banjir (genangan), pemakaian air ditentukan oleh bangunan
irigasi, jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian kecuali daerah estuaria
yang didominasi oleh hutan bakau atau gambut
3. Daerah tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik
DAS yang berbeda antara hulu dan hilir. Mengacu pada pengertian DAS dalam
uraian tersebut, maka di dalam suatu DAS, terdapat berbagai komponen
sumberdaya, yaitu sumberdaya alam (natural capital) (terdiri dari
udara/atmosphere, tanah dan batuan penyusunnya, vegetasi, satwa), sumberdaya
manusia/human capital (beserta pranata institusi formal maupun informal
masyarakat/social capital)) dan sumberdaya buatan/man made capital yang satu
sama lainnya saling berinteraksi (interaction) (Putro et al., 2003).
Dalam pengelolaannya, suatu DAS memerlukan konsep pengelolaan yang tidak
hanya terbatas pada batasan wilayah pembangunan atau administrasi, 9 melainkan
berdasarkan pada batasan wilayah ekologi. Namun dalam kenyataannya, kegiatan
pengelolaan DAS seringkali dibatasi oleh batasanbatasan politis atau administrasi
(negara, provinsi, kabupaten) dan kurang dimanfaatkannya batas-batas ekosistem
alamiah. Asdak (2002) dalam Pradityo (2011) menyatakan bahwa beberapa
aktivitas pengelolaan DAS yang diselenggarakan di daerah hulu seperti kegiatan
pengelolaan lahan yang mendorong terjadinya erosi, pada gilirannya akan
menimbulkan dampak di daerah hilir (dalam bentuk pendangkalan sungai atau
saluran irigasi karena pengendapan sedimen yang berasal dari erosi di daerah
hulu). Peristiwa degradasi lingkungan seperti di atas jelas akan mengabaikan
penetapan batasbatas politis sebagai batas pengelolaan sumberdaya alam.
B. Konsep Dasar Hidrologi
Selama ini pengertian lahan sering diartikan sama dengan istilah tanah,
dalam kenyataannya lahan memiliki pengertian yang jauh lebih luas dibandingkan
dengan tanah. Tanah merupakan benda alami yang heterogen dan dinamis,
merupakan interaksi hasil kerja antara iklim dan jasad hidup terhadap suatu bahan
induk yang dipengaruhi oleh relief dan waktu (Arsyad, 1989).
Menurut Aldrich dalam Arini (2005) menyatakan lahan sebagai material dasar
dari suatu lingkungan (situs) yang diartikan berkaitan dengan sejumlah
karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi dan biologi.
Lebih lanjut dijelaskan, lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah,
iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi
potensi penggunaannya, termasuk di dalamnya adalah akibatakibat kegiatan
manusia baik masa lalu maupun sekarang seperti reklamasi di daerah pantai,
penebangan hutan, dan akibat-akibat lain yang merugikan seperti erosi dan
akumulasi garam (Harjdjowigeno dalam Ismail, 2004).
D. Intensitas Hujan
E. Debit Air
Debit adalah volume aliran yang mengalir melalui sungai per satuan
waktu. Besarnya biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3
/detik) (Soewarno 1991 dalam Pradityo 2011). Data debit air sungai berfungsi 25
memberikan informasi mengenai jumlah air yang mengalir pada waktu tertentu.
Oleh karena itu, data debit air berguna untuk mengetahui cukup tidaknya
penyediaan air untuk berbagai keperluan (domestik, irigasi, pelayaran, tenaga
listrik, dan industri) pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai), pengendalian
sedimen, prediksi kekeringan, dan penilaian beban pencemaran air.
Dilihat dari segi fisik DAS, Asdak (1995) dalam Pradityo (2011)
menyebutkan bahwa indikator normal tidaknya suatu DAS ditentukan diantaranya
oleh nisbah debit maksimum (Qmax) dan debit minimum (Qmin). Kondisi fisik
DAS dianggap baik apabila nisbah Qmax/Qmin relatif stabil dari tahun ke tahun,
sedangkan kondisi DAS dianggap mulai terganggu apabila nisbah Qmax/Qmin
terus naik dari tahun ke tahun. Tutupan hutan berpengaruh terhadap tinggi-
rendahnya debit air.
Chow (1964) dalam Raharjo (2009) menyatakan bahwa salah satu metode
yang digunakan dalam menetukan nilai debit berdasarkan pada faktor-faktor fisik
lahan dikenal dengan metode rasional. Dalam metode rasional variabelvariabelnya
adalah koefisien aliran, intensitas hujan dan luas.
Q = 0,278 C I A
Q : Debit rancangan (m3 /det)
C : Koefisien aliran
I : Intensitas hujan (mm/jam)
A : Luas DAS (km2 )
G.Neraca Air
Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara
jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah
hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu. Menurut Doorenbos
dan Pruitt (1977) dalam perhitungan neraca air, hujan satu titik dan hujan
wilayah dapat menggunakan nilai rata-rata selama beberapa tahun
pengamatan atau menggunakan peluang melampaui nilai tertentu. Setelah
sampai di permukaan perjalanan air hujan akan ditentukan oleh karakteristik
permukaan yang meliputi sifat fisik tanah, penutupan vegetasi dan
karakteristik air permukaan pada badan air seperti sungai dan cekungan yang
menyimpan air. Akhirnya, sebagai keluaran dalam perhitungan neraca air
adalah limpasan dan evapotranspirasi.
Evapotranspirasi adalah kombinasi antara evaporasi dan penguapan
oleh vegetasi. Evapotranspirasi disebut juga pemakaian konsumtif air untuk
menunjukkan jumlah air yang dikonsumsi oleh tanaman. Berdasarkan
ketersediaan energi dan air, evapotranspirasi yang terjadi pada permukaan
tanah terbagi atas evapotranspirasi potensial (PE) dan evapotranspirasi aktual
(AE). Konsep neraca air dalam suatu DAS dirumuskan oleh Seyhan (1977)
sebagai berikut :
P = R + AE ± Δ St .......(1)
dimana ;
P = curah hujan
R = limpasan permukaan
AE = evapotranspirasi aktual
Δ St = perubahan simpanan
H. Evatransporasi
I. Presipitasi
Menurut Sri Harto (1985),Linsley, dkk (1986), data hujan yang diperlukan
dalam analisa hidrologi ada 5 unsur yang harus ditinjau, yaitu :
1. Intensitas I, adalah laju hujan = tinggi hujan persatuan waktu, misalnya :
mm/menit, mm/jam, mm/hari.
2. Lama waktu (duration) t, adalah lamanya curah hujan (durasi) dalam
menit atau jam.
3. Tinggi hujan d, adalah jumlah atau banyaknya hujan yang dinyatakan
dalam ketebalan air di atas permukaan datar, dalam mm.
4. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian, dinyatakan dengan waktu ulang
(return period ) T, misalnya sekali dalam T tahun.
5. Luas, adalah luas geografis curah hujan.
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses
hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan
menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran
antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater)
Sri Harto (1985),Linsley, dkk (1986).
Menurut Sri Harto (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
presipitasi diantara lain berupa :
1. Adanya uap air di atmosphere
2. Faktor-faktor meteorologis
3. Lokasi daerah
4. Adanya rintangan misal adanya gunung.
Instrumen pengukur hujan (raingauge) menurut Sri Harto (1981) ada dua
jenis yaitu penakar hujan biasa (manual raingauge), dan penakar hujan otomatik
(automatic raingauge). Alat-alat tersebut harus dipasang sesuai dengan aturan
yang ditetapkan oleh WMO (World Meteorological Organization) atau aturan
yang disepakati secara nasional di suatu Negara.
Dimana :
d = tinggi curah hujan rata-rata wilayah
di = tinggi curah hujan di stasiun hujan ke-i
A = luas wilayah
Ai = luas daerah pengaruh stasiun hujan ke-i
n = banyaknya stasiun hujan
pi = bobot luas pengaruh stasiun hujan ke-i
Pengumpulan data
A. Pengertian penelitian kuantitatif
Penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya
adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga
pembuatan desain penelitiannya. Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif
adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari
hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila
disertai dengan gambar, table, grafik, atau tampilan lainnya. Namun bukan berarti
penelitian kuantitatif bersih dari data yang berupa informasi kualitatif. Penelitian
kuantitatif ini menekankan pada hasil survey sedangkan penelitian kualitatif yang
menekankan pada studi kasus.
B. Tujuan penelitian kuantitatif
Tujuan Penelitian Kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-
model matematis, teori-teori dan hipotesis yang dikaitkan dengan fenomena alam.
Penelitian kuantitatif banyak digunakan untuk menguji suatu teori, untuk
menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, untuk menunjukkan
hubungan antarvariabel, dan ada pula yang bersifat mengembangkan konsep,
mengembangkan pemahaman atau mendeskripsikan banyak hal, baik itu dalam
ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial.
C. Ciri-ciri penelitian kuantitatif
1. Cara samplingnya berlandaskan pada asas random.
2. Instrumen sudah dipersiapkan sebelumnya dan di lapangan tinggal pakai.
3. Jenis data yang diperoleh dengan instrumen-instrumen sebagian besar berupa
angka atau yang diangkakan.
4. Teknik pengumpulan datanya memungkinkan diperoleh data dalam jumlah
banyak dan dalam waktu yang relatif singkat.
5. Teknik analisis yang dominan adalah teknik statistik.
6. Sifat dasar analisis penelitian deduktif dan sifat penyimpulan mengarah ke
generalisasi.
D. Langkah-Langkah pada penelitian kuantitatif
Pada prinsipnya penelitian kuantitatif adalah untuk menjawab masalah. Masalah
adalah penyimpangan dari apa yang seharusnya dengan apa yang terjadi
sesungguhnya. Dari hal tersebut maka kita dapat melakukan beberapa langkah
penelitian untuk menjawab masalah tersebut, antara lain :
1. Tahap Konseptual
Merumuskan dan membatasi masalah, meninjau kepustakaan yang relevan,
mendefinisikan kerangka teoritis, merumuskan hipotesis. Tahap ini termasuk
merenungkan, berpikir, membaca, membuat konsep, revisi konsep, teoritisasi,
bertukar pendapat, konsul dengan pembimbing, dan penelusuran pustaka.
Mengeksploitasi, perumusan, dan penentuan masalah yang akan diteliti. Penelitian
kuantitatif dimulai dengan kegiatan menjajaki permasalahan yang akan menjadi
pusat perhatian peneliti dan kemudian peneliti mendefinisikan masalah penelitian
dengan jelas.
Melengkapi Data
1. Fase Perancangan dan Perencanaan
Memilih rancangan penelitian, mengidentifikasi populasi yang diteliti,
mengkhususkan metode untuk mengukur variabel penelitian, merancang rencana
sampling, mengakhiri dan meninjau rencana penelitian, melaksanakan pilot
penelitian dan membuat revisi.
2. Fase Empirik
Pengumpulan data, penyiapan data untuk analisis atau mengumpulkan data
penelitian dari lapangan.
Uji Konsistensi , Homogenitas, Analisis
1. Fase Analitik
Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. Data yang dikumpulkan dari
lapangan diolah dan dianalisis untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan, yang
diantaranya kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis penelitian.
2. Fase Diseminasi
Pada tahap akhir, agar hasil penelitian dapat dibaca, dimengerti dan diketahui oleh
masyarakat luas, maka hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk laporan
hasil penelitian.
BAB III.
3.1 Tabel Data
Stasiun Kecamatan
Cibeureum Kertasari & Pacet
Paseh Ibun, Paseh & Pacet
Ciparay Majalaya, Ciparay, Arjasari & Pacet
Tabel 1.1 tabel pembagian kecamatan berdasarkan daerah polygon per stasiun
Suhu
Tahuna Rata-
n (⸰C) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des rata
22,9387 23,1785 23,1774 24,6433 24,1064 22,9096 23,2967 22,9233 23,2548 23,2933 22,9580 23,3275
2010 1 7 2 3 5 23,25 8 7 3 4 3 6 4
23,3322 23,4714 23,6032 23,4266 23,6290 23,2833 22,8193 23,0096 23,3966 24,1161 22,9333 23,9633 23,4153
2011 6 3 3 7 3 3 5 8 7 3 3 3 7
23,0677 23,5642 23,7258 23,5482 23,2387 23,3233 22,5967 23,2225 24,2032 23,3366 23,3387 23,4355
2012 4 9 1 8 1 3 7 8 24,06 3 7 1 1
23,4290 23,4107 23,4107 23,7633 23,5096 23,6333 22,5645 23,2064 23,8076 23,7321
2013 3 1 1 3 8 3 2 5 9 25,525 24,15 24,375 2
23,5464 24,6521 24,7392 25,3416 24,8548 23,5966 23,1966 23,7766 24,3580 23,5423 23,7580 24,0313
2014 3 7 9 7 4 7 23,0129 7 7 6 1 6 1
indeks Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Indeks
penyinaran penyinaran
bulanan (i) tahunan (I)
2010 10,038 10,197 10,196 11,189 10,822 10,245 10,019 10,276 10,268 10,248 10,274 10,051 123,823
2011 10,3 10,393 10,481 10,363 10,499 10,267 9,595 10,085 10,342 10,828 10,034 10,724 123,911
2012 10,123 10,455 10,564 10,444 10,237 10,294 9,812 10,227 10,79 10,887 10,303 10,304 124,44
2013 10,364 10,352 10,352 10,589 10,419 10,503 9,791 10,216 10,619 11,8 10,851 11,005 126,861
2014 10,443 11,195 11,255 11,672 11,334 10,477 10,087 10,209 10,594 10,993 10,44 10,586 129,285
Rata-rata 125,664
Tabel 1.5 Tabel indeks penyinaran bulanan
Debit
DAS
Majal Ma Me Ag Se Ok No Rata-
aya Jan Feb r Apr i Jun Jul u p t v Des rata
8,6 20, 19, 12, 11, 10, 1, 1, 8, 13, 16, 10,97
2010 4 05 18 39 76 09 7,8 5 17 81 49 85 75
2011 6,5 5,5 6,7 8,7 9,3 3,1 2,4 1, 1, 1, 1,0 4,1 4,291
2 5 9 9 4 2 4 5 17 15 1 2 667
6,1 8,2 5,9 3,9 2,4 2, 2, 2, 7,3 13, 6,089
2012 6 7 9,1 9,3 5 5 6 36 19 44 4 55 167
11, 18, 13, 32, 19, 16, 13, 9, 7, 7, 14, 14,61
2013 97 86 66 6 79 03 91 52 4 96 9,1 55 25
6,5 8,0 6,7 8,2 3,0 1,7 0, 1, 3, 8,6 15, 5,698
2014 2 4,3 9 3 3 8 1 92 18 63 7 32 333
Rata- 8,333
Rata 833
Tabel 1.6 Tabel Debit Sub-Das Majalaya
3.2 Perhitungan
n n
A 1 di
d=∑ A
= ∑ P1d1
i=1 i=1
Q=fxCxAxI
Q = 0,2778 x 0,77 x 301,939 Km2 x 14,032 mm/Hari
Q = 906,278 m3/s
Neraca Air
ΔS = P-(R+ET+Bf)
= 14,032 mm/hari - ( 906,278m3/s + 9,8384 + 3,543 x 10-8)
= - 902,084 mm/hari
Kebutuhan Air
Kebutuhan air = Jumlah Penduduk per wilayah stasiun x kebutuhan air seorang
per hari ( liter / orang / hari )
Kebutuhan air (St. Ciparay) = 486.397 x 100 = 48.639.700 lt/hari
Kebutuhan air (St. Paseh ) = 312.346 x 100 = 31.234.600 lt/hari
Kebutuhan air ( St. Cibeureum ) = 168.522 x 100 = 16.852.200 lt/hari
Kebutuhan Rata-rata = 32.242.166,67 lt/hari
Total = 96726500 lt/ hari
3.3 Analisis
Wilayah Das Citarum Hulu Sub-Das Majalaya berada pada Kabupaten
Bandung. Data hujan diambil dari 3 titik dengan Sub-Das yang berbeda yaitu titik
Cibeureum ( Sub-Das Cibangoak), titik Ciparay ( Sub-Das Cirasea) dan Titik
Paseh ( Sub-Das Majalaya). Daerah sub-das dibagi menjadi 3 wilayah dengan
methode polygon thiessen. Terdapat 7 kecamatan yang berada disekitar Sub-Das
Majalaya dan disekitas titik lokasi hujan yaitu Kecamatan Arjasari ,Majalaya
,Ibun, Paseh, Pacet, Kertasari, dan Ciparay. Jumlah penduduk rata-rata dari ke-7
kecamata per-lima tahun sebanyak 108.957 jiwa. Pengukuran neraca air bertujuan
untuk mengetahui ketersediaan air dengan metode neraca air input-output. Neraca
air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di
atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan
dan kurun waktu tertentu. Untuk waktu yang kami tinjau adalah tahun 2010-
2014. Ketersediaan air kemudian dibandingkan dengan kebutuhan air. Hasil
perhitungan ketersediaan air pada sub-das Majalaya memiliki nilai -902,084
mm/hari. Hasil tersebut menunjukkan daya dukung air sumber daya air di lokasi
tersebut defisit. Dari hasil perhitungan presipitasi (Intensitas hujan) menunjukan
nilai intensitas hujan rata-rata per 5 tahun sebesar 14,032 mm/Hari, nilai direct
runoff sebesar 906,278 m3/detik yang dihitung dengan rumus Q = d.C.A.I, nilai
koefisien limpasan didapat dari tabel koefisien limpasan metode rasional.
Berdasarkan kondisi topografinya DAS Citarum Hulu terdiri atas daerah datar
(lereng 0,8%) yang meliputi areal seluas 108.728 ha (46,6%), berombak (lereng
8,15%) seluas 44.482 ha (19,1%), bergelombang (lereng 15,25%) seluas 48.322
ha (20,7%), berbukit (lereng 25-40%) seluas 28.019 ha (1,6%), dan bergunung
(lereng >40%) seluas 3.771 ha (1,6%). Penggunaan lahan DAS Citarum Hulu
tahun 2010 didominasi oleh lahan sawah (28%) baik sawah tadah hujan ataupun
sawah irigasi. Penggunaan lahan kedua adalah permukiman (20%), yang diikuti
oleh pertanian lahan kering seperti tegalan atau ladang (19%), kebun
campuran/perkebunan (12%), hutan tanaman (11%), hutan sekunder dan primer
lahan kering (5%), dan semak belukar sekitar 1%. Konversi lahan hutan menjadi
lahan pertanian dan konversi turunannya ke penggunaan lahan lainnya sangat
intensif. Dilihat dari topografi Das Citarum hulu, sub-das Citarum Majalaya yang
mengalami penurunan luas hutan dan perkebunan serta peningkatan luas
pemukiman. Nilai Evapotranspirasi dari ketiga stasiun memiliki nilai rata-rata per-
5 tahun sebesar 9,838 cm. nilai indeks penyinaran rata-rata per 5 tahun dari ketiga
stasiun adalah 125,644. Dari data tersebut dapat menghitung nilai direct runoff.
Kemudian ketersediaan air dibandingkan dengan kebutuhan, kebutuhan air dapat
dihitung dengan cara jumlah penduduk x kebutuhan minimal sehari-hari. Jumlah
rata-rata kebutuhan dari ketiga stasiun adalah sebesar 32.242.166,67 lt/hari.
kebutuhan minimal sehari-hari sebesar 100 lt/orang/hari, nilai tersebut mengacu
terhadap tabel klasifikasi kota yang mengacu pada jumlah penduduk, dan jumlah
penduduk dari 3 polygon disekitar sub-das Majalaya memiliki jumlah penduduk
dalam rentang 100.000-500.000 jiwa sehingga dapat diklasifikasikan kedalam
kota besar dengan kebutuhan minimum 100lt/orang/hari. Hasil ketersediaan air
(ΔS) senilai -902,084 mm/hari, hal ini menunjukkan ketersediaan air tidak
memenuhi kebutuhan air (defisit) hal ini disebabkan karena nilai direct runoff atau
limpasan permukaan yang tinggi, limpasan permukaan adalah aliran air yang
mengalir di atas permukaan karena penuhnya infiltrasi tanah.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Ketersediaan air di wilayah Das Citarum Hulu Sub-Das Majalaya memiliki
nilai defisit/minus sebesar -902,084 mm/hari. Jumlah ketersediaan air yang defisit
dan tidak mencukupi kebutuhan air untuk penduduk di wilayah Das Citarum Hulu
Sub-Das Majalaya dipengaruhi oleh curah hujan, kemiringan lahan, dan vegetasi.
Wilayah Das Citarum Hulu (termasuk Sub-Das Majalaya) mengalami penurunan
luas hutan dan perkebunan diiringi naiknya luas pemukiman menurut Bapenas
2012. Hal tersebut dapat menurunkan kemampuan infiltrasi tanah sehingga
menyebabkan nilai limpasan langsung (direct runoff) tinggi yang dapat
mengurangi ketersediaan air. Nilai direct runoff yang didapat dari pengukuran
sebesar 906,278 m3/s sehingga menyebabkan ketersediaan air defisit. Agar
ketersediaan air setidaknya dapat mencukupi atau mengurangi volume limpasan
air pemrukaan dapat dilakukan dengan beberapa cara untuk mengelola air hujan
seperti dengan pembuatan drainase, sumur resapan, dan biopori.
4.2 Saran
Drainase
Untuk mengurangi volume air limpasan perlu membuat drainase, drainase
berfungsi untuk mengontrol kualitas air tanah. Bukan hanya mengontrol kualitas
air tanah namun drainase juga dapat berfungsi sebagai berikut :
a. Mengeringkan daerah becek dan genangan air.
b. Mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan.
c. Mengendalikan erosi, kerusakan jalan, dan kerusakan infrastruktur.
d. Mengelola kualitas air.
Sumur Resapan
Selain dengan membuat drainase, dapat juga membuat sumur resapan, Sumur
resapan adalah suatu untuk untuk meresapkan air hujan dengan tujuan menambah
cadangan air tanah. Pembangunan sumur resapan adalah salah satu
usaha untuk pelestarian sumber daya air tanah, perbaikan kualitas lingkungan,
untuk
menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah sehingga dapat menjaga
kesetimbangan hidrologi air tanah dan mempertinggi muka air tanah, mengurangi
limpasan permukaan (run off) dan erosi tanah.
Biopori
Biopori adalah lubang-lubang kecil di tanah yang terbentuk akibat aktivitas
organisme dalam tanah seperti cacing atau pergerakan akar-akar dalam tanah.
Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur untuk mengalirnya air. Jadi
air hujan tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air, tetapi meresap ke
dalam tanah melalui lubang tersebut.