Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi sumberdaya air

yang sangat banyak. Secara nasional indonesia mempunyai 694 milyar kubik

ketersediaan air setaip tahunnya. Potensi yang sangat besar itu baru termanfaatkan

sebesar 23%, dengan 20% dimanfaatkan untuk kebutuhan air baku rumah tangga,

kota dan industry dan 80% lainnya dimanfaatkan untuk kebutuhan irigasi.

Ketersediaan air sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Pertumbuhan

ekonomi suatu Negara akan terhambat akibat ketersediaan air ini. Curah hujan

mempunyai pengaruh yang positif dalam pertumbuhan ekonomi. Curah hujan

yang berkurang akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun. Kualitas air

yang buruk akan berpengaruh kepada penurunan daya guna, daya dukung, daya

tampung, hasil guna dan produktivitas sumberdaya air (Ekawati et al., 2018).

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara

topografik dibatasi oleh punggung-punggung bukit yang menampung dan

menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai

utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (Catchment

Area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas

sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai

pemanfaat sumberdaya alam. Peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai

akibat dari perubahan penduduk dan perkembangan ekonomi, konflik kepentingan

dan kurang keterpaduan antar sektor, antar wilayah hulu-tengah-hilir yang tidak
memperhatikan kondisi lahan dapat menyebabkan kerusakan DAS serta

menurunnya kualitas air (Murtiyah et al., 2019).

Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang

melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Satuan debit yang

digunakan adalah meter kubik per detik (m3/s). Debit aliran sungai dapat berasal

dari beberapa sumber air yaitu: aliran permukaan atas: bagian aliran yang melintas

di atas permukaan tanah menuju saluran sungai. Aliran permukaan bawah

permukaan: aliran permukaan ini merupakan sebagian dari aliran permukaan yang

disebabkan oleh bagian presipitasi yang berinfiltrasi ke tanah permukaan dan

bergerak secara lateral melalui horizon-horizon tanah bagian atas menuju sungai.

Aliran permukaan langsung: bagian aliran permukaan memasuki sungai secara

langsung setelah curah hujan. Aliran ini sama dengan kehilangan presipitasi atau

hujan efektif (Staddal et al., 2016).

Pertumbuhan penduduk yang semakin hari semakin meningkat

menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan sebagai sarana bermukim.

Kebutuhan akan lahan sebagai sarana bermukim penduduk menjadi kebutuhan

yang vital untuk saat ini. Kegiatan pembangunan yang dilakukan manusia

seringkali tidak memperhatikan dua daya dukung lingkungan, sehingga

mengakibatkan degradasi lahan dan menurunkan kondisi fisik lahan tersebut,

disisi lain sumber daya alam utama yaitu tanah dan air keduanya tersebut mudah

mengalami kerusakan atau degradasi. Lahan kritis dapat didefinisikan sebagai

lahan yang telah mengalami kerusakan, sehingga berkurang fungsinya baik fungsi
tata air dan fungsi produksinya pada sampai batas yang ditentukan sehingga

tanaman tidak mendapat cukup air dan unsur hara (Fitriyani, 2022).

Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dipandang sebagai suatu sistem, maka

setiap ada masukkan berupa curah hujan ke dalam ekosistem tersebut akan

menghasilkan keluaran (output) berupa debit, muatan sediment dan material

lainnya yang terbawa oleh aliran sungai. Curah hujan sebagai input akan

berinteraksi dengan kondisi fisik dan morfometri DAS sehingga akan

menghasilkan keluaran debit yang berbeda-beda. Aliran sungai mengangkut

berbagai muatan sedimen dan material lainnya. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi besarnya aliran (debit) yaitu karakteristik topogafi DAS, bentuk

dan ukuran DAS, kemiringan lereng, karakteristik tata guna lahan dan

karakteristik geologi. Data curah hujan, yaitu besarnya curah hujan yang terjadi

berdasarkan besarnya debit sungai tahunan (Dharmananta et al., 2019).

Terjadinya perubahan luas vegetasi hutan sebagai akibat aktivitas manusia

membuat tanah hutan terbuka yang diperparah dengan penggembalaan liar

sehingga tanah memadat oleh adanya sedimen menutupi pori-pori tanah akan

memperbesar limpasan permukaan, memperkecil infiltrasi sehingga banjir terjadi

pada hampir setiap musim hujan dan kekeringan terjadi pada setiap musim

kemarau. Limpasan permukaan yang besar menghanyutkan butir-butiran tanah

dan pencucian hara tanah lapisan permukaan atas akibatnya tanah menjadi kritis

baik kimia maupun fisik sehingga daya dukung lahan terhadap pertumbuhan di

atasnya menurun (Abdullah dan Muchtar, 2017).


1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi DAS

Pengertian daerah aliran sungai (DAS) adalah keseluruhan daerah kuasa

(regime) sungai yang menjadi alur pengatus (drainage) utama. Pengertian DAS

sepadan dengan istilah dalam bahasa inggris drainage basin, drainage area atau

river basin. Sehingga batas DAS merupakan garis bayangan sepanjang punggung

pegunungan atau tebing/bukit yang memisahkan sistim aliran yang satu dari yang

lainnya. Pengertian suatu DAS terdiri atas dua bagian utama daerah tadah

(catchment area) yang membentuk daerah hulu dan daerah penyaluran air yang

berada di bawah daerah tadah (Fuady dan Azizah, 2013).

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang

unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS

di beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan

tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya

alamnya yang intensif sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi

DAS semakin menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor,

erosi dan sedimentasi, banjir, dan kekeringan (Upadani, 2017).

Secara garis besar, sistem DAS dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu

bagian hulu, tengah, dan hilir. Ekosistem DAS hulu sangat penting dalam sistem

DAS sebab berfungsi sebagai perlindungan sistem tata air DAS secara

keseluruhan. Daerah hulu dicirikan sebagai ekosistem pedesaan dengan empat

komponen utama, yaitu: desa, sawah/ladang, sungai, dan hutan. Pengelolaan DAS
hulu bukan hanya untuk menjaga fungsi tata air DAS, melainkan juga harus

mampu memperbaiki mata pencaharian dan meningkatkan perekonomian

masyarakat lokal secara berkelanjutan. Keseimbangan antara pemenuhan

kebutuhan masyarakat lokal dan kelestarian sumber daya alam, menjadi syarat

tercapainya tujuan pengelolaan DAS yang berkelanjutan (Putra et al., 2019).

2.2 Karakterstik DAS

Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang

dicirikan oleh parameter yang berkaitan dengan keadaan suatu DAS. Karakteristik

Sub DAS yang diidentifikasi adalah karakteristik meteorologi/klimatologi,

karakteristik morfologi dan karakteristik morfometri. Karaktersitik meteorologi

atau klimatologi seperti curah hujan yang digunakan untuk menentukan

karakteristik meteorologi di Sub DAS. Karakteristik morfologi di Sub DAS yaitu:

jenis tanah, ketinggian, kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Karakteristik

morfometri DAS terdiri dari luas DAS, bentuk DAS, tingkat percabangan, pola

aliran, kerapatan aliran dan panjang sungai utama (Suryadi et al., 2016).

Karakter fisik (physical characteristics) dari suatu daerah aliran sungai

(DAS) terpengaruh oleh beberapa faktor, antara lain: luas DAS, bentuk DAS,

lereng (slope), ketinggian (elevation), kepadatan drainase, gradient sungai,

panjang sungai, vegetasi, penggunaan lahan dan variabel tanah. Kondisi topografi,

penggunaan lahan dan jenis tanah mempengaruhi besarnya limpasan yang terjadi

pada DAS. karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan

meliputi luas DAS, bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan. Karakteristik DAS
yang mempengaruhi debit aliran antara lain: luas DAS, kemiringan lereng DAS,

bentuk DAS, jenis tanah dan pengaruh vegetasi (Susanti et al., 2014).

Karakterisasi DAS sangat diperlukan, karena dapat mengungkap kondisi

aktual suatu DAS. Keseluruhan karakteristik dan proses dalam sistem tersebut

akan sangat mempengaruhi keberlanjutan (sustainability) DAS secara

keseluruhan. Melihat dari segi fungsi dalam hubungannya dengan karakteristik

DAS sebagai suatu sistem kompleks, sangat besar peranannya dalam hal

pengaturan tata air dimulai dari terjadinya hujan (presipitasi) sebagai input,

selanjutnya berlangsung proses-proses dalam sistem DAS sampai terbentuknya

debit sungai (stream flow) sebagai outputnya. Fenomena tersebut ditentukan baik

oleh karakteristik alam DAS seperti tanah, iklim, vegetasi dan lain-lain (natural

factor), maupun kegiatan manusia (antropogenic factor) (Ningkeula, 2015).

3.3 Pengelolaan DAS

DAS merupakan salah satu tempat terjadinya interaksi antara manusia

dengan manusia dan antara manusia dengan lingkungan hidupnya (DAS). Agar

interaksi tersebut tetap berlangsung dengan baik, tentunya perlu dipikirkan

bagaimana pengelolaan yang tepat dan bermanfaat kedepannya. Pengelolaan

daerah aliran sungai (DAS) perlu dilakukan untuk mengatur hubungan timbal

balik antara sumber daya alam yang terdapat di dalam DAS dan manusia. Upaya

pengelolaan DAS diperlukan untuk mendorong agar kelestarian lingkungan hidup

dapat terwujud, terciptanya keseimbangan ekosistem serta terjaminnya

keberlanjutan antara manfaat sumber daya alam (SDA) di dalam DAS bagi

manusia (Sofyan et al., 2015).


Pengelolaan DAS merupakan ilmu terapan untuk perlindungan, perbaikan,

dan pengelolaan DAS dan obyek dasarnya adalah meningkatkan suplai air,

mengurangi kisaran aliran maksimum dan minimum, mengurangi hasil sedimen

dan meningkatkan kualitas air untuk berbagai penggunaan. Pengelolaan DAS

harus diselenggarakan secara terpadu, karena, adanya keterkaitan antara berbagai

kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas manusia

dalam penggunaannya, dari segi jenis ilmu yang mendasarinya, pengelolaan DAS

bercirikan multidisiplin, penyelenggaraan pengelolaan DAS bersifat lintas

sektoral, sehingga tidak ada instansi yang mempunyai kewenangan secara utuh

(Sudaryono, 2022).

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 2012, kegiatan

pengelolaan DAS meliputi unsur-unsur mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi (monev) serta pembinaan dan pengawasan. Perencanaan

menjadi salah satu kunci dari keberhasilan kegiatan pengelolaan DAS. Melalui

perencanaan yang baik, maka kegiatan implementasi akan mudah dilaksanakan.

Perencanaan sering menjadi kelemahan utama dalam kegiatan pengelolaan DAS

karena kurangnya inovasi (Supangat et al., 2020).


III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

3.2 Alat dan Bahan

3.3 Prosedur Praktikum


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N dan A. Muchtar. 2017. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi


debit Sungai Mamasa. None. 2(1): 174-187.
Dharmananta, I.D.P.G.A., R. Suyarto dan N.M. Trigunasih. 2019. Pengaruh
morfometri DAS terhadap debit dan sedimentasi DAS Yeh
Ho. Agroekoteknologi Tropika. 8(1): 32-42.
Ekawaty, R., Y. Yonariza., E.G. Ekaputra dan A. Arbain. 2018. Telaahan daya
dukung dan daya tampung lingkungan dalam pengelolaan kawasan daerah
aliran sungai di Indonesia. Journal of Applied Agricultural Science and
Technology. 2(2): 30-40.
Fitriyani, N.P.V. 2022. Analisis Debit Air di Daerah Aliran Sungai (DAS). Jurnal
Ilmu Teknik. 2(2): 1-10.
Fuady, Z dan C. Azizah. 2013. Tinjauan daerah aliran sungai sebagai sistem
ekologi dan manajemen daerah aliran sungai. Jurnal Lentera. 6(1): 1-10.
Murtiyah, N.I.N.A.R.I.P., I.N. Sunarta dan I.W. Diara. 2019. Analisis Kinerja
Daerah Aliran Sungai Unda Berdasarkan Indikator Penggunaan Lahan dan
Debit Air. Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 8(2): 202-212.
Ningkeula, E.S. 2015. Analisis karakteristik metereologi dan morfologis DAS
Wai Samal Kecamatan Seram Utara Timur Kobi Kabupaten Maluku
Tengah. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan. 8(2): 81-91.
Putra, D.A., S.P. Utama dan R. Mersyah. 2019. Pengelolaan Sumberdaya Alam
Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Daerah Aliran Sungai
Lubuk Langkap Desa Suka Maju Kecamatan Air Nipis Kabupaten
Bengkulu Selatan. Naturalis: Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan. 8(2): 77-86.
Sofyan, H., T. Thamrin dan M. Mubarak. 2015. Model Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Terpadu (Sub Das Tapung Kanan). Jurnal Ilmu Lingkungan. 9(1):
59-70.
Staddal, I., O. Haridjaja dan Y. Hidayat. 2016. Analisis debit aliran sungai DAS
Bila, Sulawesi Selatan. Jurnal Sumber Daya Air. 12(2): 117-130.
Sudaryono, S. 2022. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu, Konsep
Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Teknologi Lingkungan. 3(2): 153-
158.
Supangat, A.B., D.R. Indrawati., N. Wahyuningrum., P. Purwanto dan S. Donie.
2020. Membangun proses perencanaan pengelolaan daerah aliran sungai
mikro secara partisipatif: sebuah pembelajaran (developing a participatory
planning process of micro-watershed management: a lesson
learned). Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Journal of
Watershed Management Research). 4(1): 17-36.
Suryadi, I.M.A., I. Wiyanti dan N. Dibia. 2016. Identifikasi Karakteristik Daerah
Aliran Sungai Dan Kemampuan Lahan Untuk Menyusun Arahan
Penggunaan Lahan Pada Sub Das Gunggung. Kabupaten Karangasem,
Provinsi Bali. 5(2): 202-211.
Susanti, T., M. Suprapto dan A.Y. Muttaqien. 2014. Pola Aliran Banjir
Berdasarkan Karakteristik Das Lengayang Provinsi Sumatera
Barat. Matriks Teknik Sipil. 2(3): 527-533.
Upadani, I.G.A.W. 2017. Model Pemanfaatan Modal Sosial Dalam Pemberdayaan
Masyarakat Pedesaan Mengelola Daerah Aliran Sungai (Das) Di
Bali. WICAKSANA: Jurnal Lingkungan dan Pembangunan. 1(1): 11-22.

Anda mungkin juga menyukai