Anda di halaman 1dari 11

Pengukuran Debit Air Sungai

I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sungai merupakan torehan diatas permukaan bumi yang merupakan
penampang permukaan bumi dan penyalur alamiah aliran air dan material yang
dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah pengaliran ketempat yang
lebih rendah dan akhirnya bermuara kelaut.
Air merupakan sumber daya alam yang tak akan habis dipakai namun akan
hilang kualitasnya jika tidak dilestarikan, sehingga perlunya pelestarian, namun air
juga dapat mendatangkan masalah bagi manusia. Air adalah sumber daya alam
yang dapat terbarukan dan dapat dijumpai dimana-mana, meskipun secara kuantitas
maupun kualitas masih terbatas keberadaan maupun ketersediaannya baik ditinjau
secara geografis maupun menurut musim. Oleh sebabitu, peningkatan
penggunaannya akan mengakibatkan intervensi manusia terhadap sumber daya air
makin besar.
Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah ekosistem yang dibatasi
oleh pemisahan topografi dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan
penyalur air, sedimen, unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui outlet
tungal. DAS sebagai sistem hidrologis yang terbuka terdiri dari tiga komponen utama
dalam sistem tersebut yaitu input berupa hujan, proses yaitu DAS sebagai pengatur
dan outpot yang berupa aliran permukaan, sedimen dan unsur hara.
Karakteristik DAS mempengaruhi debit penguluaran air dalam suatu sistem
sungai. Faktor-faktor pengontrol karakteristik DAS antara lain : faktor giologi, faktor
hidrologi dan tataguna lahan. Faktor geologi terdiri dari geomorfologi dan litologi.
Tanah dan air merupakan sumber daya yang paling fundamental yang dimilki
oleh manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bias mendapatkan
bahan pangan, papan, sandang, tambang dan tempat dilaksankannya berbagai
aktifitas. Pengahargaan terhadap tanah sudah berlangsung sejak
manusia menghuni bumi ini, bahkan sampai sekarang kebanyakan penduduk bumi
adalah peladang dan menggunakan alat sederhana untuk memproduksi makanan.
Sumber daya tanah dan air oleh beberapa ahli dianggap sebagai
sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui “non renewlable” atau jika sekali pakai
mengalami kerusakan atau kehilangan akan membutuhkan waktu pemulihan yang
relatif lama.
Hal tersebut akan memungkinkan terjadinya perubahan tatanan dan siklus
hidrologi wilayah seperti makin tidak meratanya sebaran dan keberadaan air, baik
secara spasial maupun temporal serta penurunan mutu air. Pada saat yang sama
efisiensi pemanfaatan dan penggunaan air semakin rendah dan seringkali
mengabaikan wilayah aliran air tersebut berasal, atau Daerah Aliran Sungai (DAS).
Seiring dengan perkembangan kota, maka sebagian besar kawasan hulu dari DAS
telah mengalami tekanan degradasi terutama akibat pembalakan, peningkatan
kebutuhan lahan untuk permukiman, dan perubahan fungsi kawasan. Kondisi
tersebut sangat nyata terlihat pada kawasan rawa-rawa bantaran yang membentang
di sepanjang sungai bagian Hulu dan bagian hilir anak sungai-sungai lain, sebagian
besar telah berubah menjadi kawasan ekonomi dan permukiman.
Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui
potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah
alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui
pendekatan potensi sumberday air permukaan yang ada. (Arsyad, 2006)
Desa Kusu adalah salah satu dari sekian desa yang terdapat di daerah Sofifi
dimana di Desa ini adalah desa yang memiliki anak sungai yang dimanfaatkan oleh
penduduk setempat sebagai sumber air utama untuk kehidupan sehari-hari, namun
dengan seiring berjalanya waktu DAS tersebut tidak lagi dijaga kelestariannya
sehingga terjadi pencemaran yang berdampak pada ekonomi masyarakat setempat.
Dari aspek ekologi dan lingkungan ternyata sungai tersebut tidak lagi memiliki aliran
yang bagus dimungkinkan karena daerah hulu juga sudah tidak dilestarikan lagi.
II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Sungai


Karakteristik daerah aliran sungai (DAS) meliputi pola drainase, tekstur aliran,
luas dan bentuk DAS. Pola drainase adalah penyususn keseluruhan lebah suatu
individu sungai dan anak-anak sungai. Pola drainase suatu DAS diantranya dendritik
paralel, dan radial. Pola dendritik mempunyai percabangan pohon. Cabang sungai
menyambung induknya dari segala arah bentuk sudut miring secara berpasangan.
Pola parallel cabang sungai umumnya secara dan menyambung pada sungai utama
dengan arah yang hampir tegak lurus, pola radial membentuk jaringan melingkar
dengan anak sungai yang hampir sejajar mengalir kearah sungai utama,
karakteristik suatu daerah aliran sungai (DAS) dapat digambarkan oleh fluktasi debit
sungai. Hal ini dapat dijelaskan dengan proses siklus hidrologi pada suatu daerah
aliran sungai (DAS).
Karakteristik DAS mempengaruhi debit pengeluaran air sungai air dalam
suatu sistem sungai. Faktor-faktor pengontrol karaklteristik DAS antara lain : faktor
geologi, faktor hidrologi dan tata guna lahan. Faktor geologi terdiri dari geomorfologi
dan litologi. Faktor geomorfologi terdiri dari sistem sungai (Segmen sungai,
hubungan antar cabang sungai, panjang sungai, slope sungai). Sistem cekungan
penyaluran, (ukuran cekungan, bentuk cekungan, relief cekungan, tekstur
cekungan). Faktor litologi berupa pemunculan mata air dan batuan kedap dan lulus
air. Faktor hidrologi berupa distribusi hujan pada DAS dan kapasitas infiltrasi dari
tanah.
Bentuk daerah aliran sungai (DAS) yang memanjang dan sempit cenderung
sedikit menimbulkan laju aliran permukaan dari pada buntuk DAS yang lebar. Aliran
permukaan terkonsentrasi lambat pada DAS bentuk memanjang dari pada melebar
pada jarak yang sama untuk kedua bentuk DAS.

2.2 Pengertian Debit Air


Karena pengertian debit sangat luas maka dalam beberapa kajian di berikan
beberapa pengertian agar tidak keluar dari topik yang telah di tetapkan yaitu ”DEBIT
AIR”, maka dari itu yang di bahas hanya debit air sungai saja.
Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah, tinggi permukaan air
sungai yang terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan
tiap hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran
air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per
satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan
meter kubik per detik (m3/dt). Dalam laporan-laporan teknis, debit aliran biasanya
ditunjukan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu prilaku debit
sebagai respon adanya perubahan karateristik biogeofisik yang ber langsung dalam
suatu DAS (oleh adanya pengelolaan DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi
musiman atau tahunan).
Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui potensi
sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk
memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi
sumberday air permukaan yang ada.

2.3 Proses Terbentuknya Debit


Sungai itu terbentuk dgn adanya aliran air dari satu atau beberapa sumber air yang
berada di ketinggian,umpamanya disebuah puncak bukit atau gunung yg tinggi,
dimana air hujan sangat banyak jatuh di daerah itu, kemudian terkumpul dibagian
yang cekung, lama kelamaan dikarenakan sudah terlalu penuh, akhirnya mengalir
keluar melalui bagian bibir cekungan yang paling mudah tergerus air, selanjutnya air
itu akan mengalir di atas permukaan tanah yang paling rendah, mungkin mula mula
merata, namun karena ada bagian- bagian dipermukaan tanah yg tidak begitu
keras,maka mudahlah terkikis, sehingga menjadi alur alur yang tercipta makin hari
makin panjang, seiring dengan makin deras dan makin seringnya air mengalir di alur
itu, maka semakin panjang dan semakin dalam, alur itu akan berbelok, atau
bercabang, apabila air yang mengalir disitu terhalang oleh batu sebesar alur itu, atau
batu yang banyak, demikian juga dgn sungai di bawah permukaan tanah, terjadi dari
air yang mengalir dari atas, kemudian menemukan bagian-bagan yang dapat di
tembus ke bawah permukaan tanah dan mengalir ke arah dataran rendah yg
rendah.lama kelamaan sungai itu akan semakin lebar.
2.4 Faktor Penentu Debit Air
1. Intensitas hujan
Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki komponen
musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air, dan siklus tahunan
dengan karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek), atau kemarau
panjang (musim hujan pendek). Yang menyebabkan bertambahnya debit air.

2. Pengundulan Hutan
Fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan
tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah
tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air
tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan cadangan air bagi sumber air sungai.
Oleh karena itu hutan yang terjaga dengan baik akan memberikan manfaat berupa
ketersediaan sumber-sumber air pada musim kemarau. Sebaiknya hutan yang
gundul akan menjadi malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di hilir. Pada
musim hujan, air hujan yang jatuh di atas lahan yang gundul akan menggerus tanah
yang kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan
dan sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi tanah longsor dan atau banjir
bandang yang membawa kandungan lumpur.

3. Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian


Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya
dengan penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat erosi.
Selain akan meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid)
dalam air sungai sebagai akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh
meningkatnya kesuburan air dengan meningkatnya kandungan hara dalam air
sungai.Kebanyakan kawasan hutan yang diubah menjadi lahan pertanian
mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila tidak memperhatikan faktor
konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan lain-lain.

4. Intersepsi
Adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas permukaan
tanah, tertahan bebereapa saat, untuk diuapkan kembali(”hilang”) ke atmosfer atau
diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama
berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di
daerah bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah
dan dengan demikian, meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting dalam
penentu faktor debit air, pengelola daerah aliran sungai harus tetap
memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air
intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional. Penggantian dari satu jenis
vegetasi menjadi jenis vegetasi lain yang berbeda, sebagai contoh, dapat
mempengaruhi hasil air di daerah tersebut.

5. Evaporasi dan Transpirasi


Evaporasi transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau kelompok yang
dapat menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, mengapa
dikatakan salah satu komponen penentu debit air, karena melalu kedua proses ini
dapat membuat air baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari per mukan air,
tanah dan permukaan daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di
udara dengan adanya uap air diudara maka akan terjadi hujan, dengan adanya
hujan tadi maka debit air di DAS akan bertambah juga. Sedikit demi sedikit.
Teknik analisa data menggunkan analisa data deskriptif dan matematis
dimana setiap objek yang diamati dan diukur semuanya dianalisis. Untuk analisa
data matematis menggunakan persamaan sebagai berikut.
Rumus : Q = A x V
Ket : A = Luas Penampang Sungai ( P x L x T )
V = Kecepatan
Pembahasan
Hasil pengukuran debit air pada DAS kali Kusu menunjukkan rata-rata 10,78
cm/det. Angka tersebut berdasarkan hasil pengukuran dilapangan dan analisis. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sumber mata air yang terdapat di DAS kali Kusu.
Dari data diats dapat di jelaskan bahwa pada masing-masing titim debitnya
berbeda-beda karena dipengaruhi oleh kedalaman permukaan air. Jika dilihat dari
perbandingan penampang I sampai dengan V menunjukkan kecepatan debit air
yang sangat signifikan (A1 : 1,38 Cm/det dan A5 : 0,89 Cm/det) dengan kedalaman air
pada plot A1 : 6 cm sehingga volume air mengalir terlalu rendah dan kecepatan
mengalir air sungai menjadi cepat jika dibandigkan dengan A5 pada
kedalaman 7,39). Namun kemudian sama halnya dengan penampang yang lainnya.
Yang mempunyai jumlah debit airnya yang berbeda pula.
Dari hasil tersebut ternya kondisi air kali kusu tidak begitu laju, dengan
berbagai jenis vegetasi yang ada berupa coklat, kelapa, pala dandurian serta
tanaman penutup tanah paku-pakuan yang terdapat dipinggiran badan sungai,
selain itu substrat sungai yang didominasi oleh pasir dan ada sedikit batua sedimen
menyebabkan alirannya tidak begitu laju.
Pada hasil pengukuran debit air yang terdapat DAS kali Kusu ada beberapa
faktor yang memepengaruhi debit air sungai Kusu tersebut.

Intensitas Hujan
Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki
komponen musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air, dan siklus
tahunan dengan karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek), atau
kemarau panjang (musim hujan pendek). Yang menyebabkan bertambahnya debit
air. Sedangkan debit air sungai yang terdapat di kali kusu ternya dominansinya
adalah air hujan dimana jika terjadi hujan maka debit air sungai akan semakin tinggi.

Pengundulan Hutan
Pada daerah hulu dari kali Kusu sudah sangat mungkin ada penebangan
pohon yang berlebihan sehingga debit air kali Kusu sudah sangat rendah padahal
fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan tanah
yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut
tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air tanah. Air
tanah di daerah hulu merupakan cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena
itu hutan yang terjaga dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan
sumber-sumber air pada musim kemarau. Sebaiknya hutan yang gundul akan
menjadi malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di hilir. Pada musim hujan, air
hujan yang jatuh di atas lahan yang gundul akan menggerus tanah yang
kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan dan
sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi tanah longsor dan atau banjir
bandang yang membawa kandungan lumpur.

Pengalihan Hutan Menjadi Lahan Pertanian


Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya
dengan penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat erosi.
Selain akan meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid)
dalam air sungai sebagai akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh
meningkatnya kesuburan air dengan meningkatnya kandungan hara dalam air
sungai.Kebanyakan kawasan hutan yang diubah menjadi lahan pertanian
mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila tidak memperhatikan faktor
konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan lain-lain.

Intersepsi
Adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas
permukaan tanah, tertahan bebereapa saat, untuk diuapkan kembali(”hilang”) ke
atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi
selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan
jatuh di daerah bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan
tanah dan dengan demikian, meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting
dalam penentu faktor debit air, pengelola daerah aliran sungai harus tetap
memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air
intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional. Penggantian dari satu jenis
vegetasi menjadi jenis vegetasi lain yang berbeda, sebagai contoh, dapat
mempengaruhi hasil air di daerah tersebut.
Evaporasi dan Transpirasi
Evaporasi transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau kelompok
yang dapat menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, mengapa
dikatakan salah satu komponen penentu debit air, karena melalu kedua proses ini
dapat membuat air baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari per mukan air,
tanah dan permukaan daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di
udara dengan adanya uap air diudara maka akan terjadi hujan, dengan adanya
hujan tadi maka debit air di DAS akan bertambah juga. Sedikit demi sedikit.
Dilihat dari faktor yang mempengaruhi debit air sungai Kusu yang terbuang ke
laut tiap detik/tehun. Hal ini sangat disesalkan karena tidak ada pengelolaan yang
lebih bermanfaat untuk masyrakat Kusu pada Khususnya dan Maluku Utara
umumnya.
III
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penguraian isi laporan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
kecepatan debit air dari penampang I sampai dengan V mempunyai kecepatn yang
berbeda-beda dengan nilai yang ada antara penampang dihitung rata-rata sehingga
mendapat nilai akhir dari perhitungan debit air sungai adalah o,11 m/det.
5.2 Saran
Sebagai saran saya harapkan jika pada praktikum pengukuran debit air
sungai nanti lebih baik jika dilakukan pengukuran pada dua sungai yang berbeda
untuk melihat perbandingan debit air sungai yang berbeda tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah Dan Air. IPB Press. Bogor


Chay Asdak. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Rayes. L. 2007. Pengelolaan Sumber Daya Tanah Dan Air. Andi. Yogyakarta.
Soewarno. 2000. Hidrologi. Nova. Bandung
Suwandi, 2000. Tugas Makalah Mata Kuliah Hidrologi. Fakultas Kehutanan UGM.
Yoyakarta.
Soeseno, Slamet. 1971. Pengelolaan DAS Terpadu. Kanesius, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai