Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS MORFOMETRI DAN KARAKTERISTIK

DAS CILIWUNG

Dosen Pengampu:

Ir. Najla Anwar Fuadi, S.P., M.Si., IPP., CIT

Disusun Oleh:

Rozatul Ilmi

D1A020208

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sifat fisik yang ada
pada sungai dan merupakan suatu ciri khas dari sungai yang digambarkan dengan
parameter. Karakteristik atau sifat-sifat fisik DAS seperti panjang sungai utama,
orde sungai, luas sungai, dan kemiringan sungai merupakan faktor yang dapat
dianalisis pengaruhnya terhadap debit puncak yang dihitung dengan analisis
hidrograf satuan. Kejadian banjir banyak terjadi akhir-akhir ini, salah satu aspek
kerap kali dilupakan berkaitan dengan terjadinya banjir di suatu kota adalah banjir
itu sangat berkaitan dengan DAS.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang


merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan (Permen PU 2013). Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) merupakan
bagian dari DAS dimana air hujan diterima dan dialirkan melalui anak sungai ke
sungai utama. Setiap DAS terbagi habis menjadi wilayah yang lebih kecil yaitu
Sub DAS-Sub DAS, dan apabila diperlukan maka dapat dipisahkan lagi menjadi
sub-sub DAS, demikian untuk seterusnya (Sudarmadji, 2007). Morfometri DAS
merupakan nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang ada pada
daerah aliran sungai. Bagian-bagian morfometri DAS yaitu: Luas DAS, panjang
sungai utama, kerapatan sungai, kemiringan sungai, orde sungai, tingkat
percabangan sungai, dan bentuk sungai.

Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung memiliki nilai yang sangat


strategis di Indonesia. Berdasarkan toposekuen, DAS Ciliwung dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu bagian hulu, tengah dan hilir. Sebagai suatu ekosistem DAS,
perubahan bagian hulu DAS akan mempengaruhi seluruh bagian lainnya.Letak
ibu kota negara di bagian hilir DAS Ciliwung menjadikan kawasan ini memiliki
nilai strategis dalam pengembangan dan pengelolaannya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui alternatif
pengelolaan DAS secara rasional dan proporsional sesuai dengan karakteristik dan
morfometrinya sehingga diperoleh manfaat dari pengelolaan DAS secara optimal
dan terjaminnnya kualitas DAS.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Morfometri DAS Ciliwung


Bentuk DAS Ciliwung mulai dari hulu sampai daerah Katulampa
mempunyai bentuk dendritik. Bentuk ini mencirikan bahwa antara kenaikan aliran
dengan penurunan aliran ketika terjadi banjir mempunyai durasi yang seimbang.
Sedangkan ke arah hilir berbentuk paralel (memanjang) dan makin sempit.
Dengan bentuk seperti ini peranan daerah hulu semakin penting, kontribusi aliran
permukaan dari daerah ini cukup besar. Jika kondisi fisik khususnya perubahan
penggunaan lahan berubah maka akan mengakibatkan perubahan yang nyata
terhadap karakteristik aliran sungai.

2.2 Karakteristik Morfometri DAS Ciliwung


Pertambahan penduduk di wilayah daerah aliran sungai (DAS) yang begitu
pesat, namun DAS tidak mengalami perubahan. Pemanfaatan sumberdaya alam
untuk berbagai tatanan kehidupan berlebihan di wilayah DAS yang
mengakibatkan meningkatnya perubahan lahan, turunnya kemampuan tanah dan
terganggunya keseimbangan air. Pemanfaatan potensi DAS umumnya kurang
memperhatikan faktor konservasi tanah dan air dalam pengelolaannya akan
mengakibatkan degradasi terhadap DAS sehingga dapat memberikan informasi
terkait karakteristik DAS ciliwung.

2.2.1 Luas DAS


Total luas DAS Ciliwung adalah 370,8 km2 dengan panjang sungai
utamanya 124,1 km dari hulu sampai ke hilir. Secara keseluruhan, total
panjang aliran di DAS Ciliwung adalah 1.076,1 Km dengan kerapatan
jaringan aliran permukaannya adalah 2,9 Km/Km2.Secara keseluruhan,
DAS Ciliwung terbagi menjadi 18 Sub DAS.

2.2.2 Panjang Sungai


Panjang aliran Sungai Ciliwung mencapai hampir 120 kilometer
dengan daerah tangkapan air seluas 387 kilometer persegi. Wilayah yang
dilintasi Sungai Ciliwung, mulai dari Kota maupun Kabupaten Bogor,
Kota Depok, hingga DKI Jakarta.

2.2.3 Lebar Sungai


Melalui pengerjaan normalisasi mengembalikan kondisi lebar
sungai Ciliwung menjadi kondisi normal yaitu 35-50 meter.

2.2.4 Debit Air Rata-rata


Debit air sungai Ciliwung pada setiap bagian aliran berbeda-beda.
Hal ini dipengaruhi oleh kedalaman air dan lebar sungai dan dipengaruhi
oleh kemiringan atau gradien sungai yang mengatur deras dan lambatnya
aliran secara alami (oleh gaya gravitasi mengakibatkan adanya kecepatan
air mengalir). Disamping variable penentu debit air sungai yang sudah
disebutkan juga diperhatikan sifat rata dan tidaknya dasar sungai yang
dinyatakan dalam konstanta (berkisar 20 jika kasar hingga 60 jika halus).

Dengan demikian debit air sungai Ciliwung dapat diukur pada


suatu titik sungai dan pada suatu titik waktu dengan mengetahui
penampang melintang air sungai pada titik tersebut (m2) beserta kecepatan
rata-rata (m/detik). Debit sama adalah hasil perhitungan dari penampang
melintang air (m2) dikalikan dengan kecepatan rata-rata (m/dtk) atau D =
m2.m/dtk = m3/d. Debit yaitu volume air yang mengalir melalui
penampang melintang sungai dalam satuan waktu tertentu. (Departemen
PU, 1992). Jika penampang melintangnya mengalami perubahan baik
secara geomorfologis atau terjadi pendangkalan maka pada kejadian
volume air yang sama akan terjadi limpahan air dari badan sungai atau
banjir.

Dari sumber data lain ditemukan bahwa kapasitas tampungan


badan air Pintu Air Manggarai tahun 1973 sebesar 80 (m3/detik) dan tahun
1996 sebesar 50-60 m3/detik).

2.2.5 Pola Aliran


Pola aliran sungai Ciliwung terletak di daerah pantai utara Jawa
Barat yang dibatasi oleh kali Krukut, kali Pesanggrahan dan sungai
Cisadane di sebelah barat. Di sebelah timur dibatasi oleh kali Sunter dan
(sungai Cikeas, Citeureup, Cileungsi, kali Bekasi), sebelah utara
berbatasan langsung dengan Laut Jawa dan sedangkan bagian selatan
merupakan jajaran pegunungan dengan puncak-puncaknya dan puncak
tertinggi gunung Pangrango (3019 m dpl).

Beberapa bentuk pola aliran sungai seperti pola sejajar dan pola
menjari yang dapat mencerminkan perkembangan petumbuhan dataran
tersebut, disamping menggambarkan pula perbedaan lithologi yang
mengalasinya. Demikian pula perkembangan ke arah pantai utara, dapat
diikuti dari penyebaran banyak pematang pantai yang tersebar dalam jalur
hampir sejajar dengan garis pantai. Pola aliran sungai merupakan
representasi dari bentuk-bentuk jaringan anak-anak sungai yang
membentuknya. Jaringan anak sungai ada yang membentuk seperti tulang
daun atau seperti batang , dahan dan ranting pohon lazim disebut pola
aliran dendritik (menjari). Anak-anak sungai dalam bentuk jaringannya
berjajar pada sungai utama lazim disebut pola aliran paralel dan masih
banyak lagi pola aliran sungai.

Pola aliran sungai Ciliwung bagian hulu berpola dendritik


(berbentuk tulang daun), sedangkan di bagian tengah dan hilir membentuk
satu pola yang dapat digolongkan paralel (berjajar dari barat ke timur yang
mengalir dari selatan ke pantai utara laut Jawa). Penggolongan dalam
paralel sebenarnya berdasarkan obyektifitas jaringan sungai Ciliwung
dengan sungai-sungai lain yang berjajar mengalir dari selatan ke utara
Pulau Jawa.

2.2.6 Ketinggian dan Kemiringan


Berdasarkan karakteristik yang didapatkan dari pembacaan peta
topografi untuk menentukan bagian-bagian dari DAS (Hulu – Tengah –
Hilir). Melalui peta topografis dengan memperhatikan faktor ketinggian
melalui kontur dapat menunjukkan bentuk lembah sungai.
Ketinggian DAS Ciliwung bagian Hulu berkisar antara 500 – 1200
m dpl (diatas permukaan laut). Ketinggian DAS ciliwung bagian hilir lebih
dari 200 m dpl Lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (vertikal)
terhadap bidang horizontal / jarak datar dari permukaan bumi, dengan
satuan dalam persen. (Desaunettes, 1977).

Lereng di setiap bagian permukaan DAS Ciliwung berbeda-beda.


Lereng permukaan bumi dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan bumi
dengan jarak bidang datarnya. Di bagian hulu DAS Ciliwung didominasi
oleh lereng-lereng sangat curam - terjal (> 40 %). Bagian tengah bervariasi
lerengnya dan kisaran kemiringannya sedang – curam (16 % hingga 40 %)
dan di bagian hilir didominasi oleh sifat kemiringan permukaan bumi datar
hingga landai (kurang dari 16 %).

2.2.7 Penggunaan Lahan


Daerah hulu sungai pada dasarnya merupakan daerah yang
terpelihara dengan hutan dan tumbuh-tumbuhan yang lebat dan rindang,
sehingga memiliki fungsi sebagai daerah resapan dan sebagai sumber
kehidupan untuk manusia seperti air dan obat-obatan (Hutapea, 2005).
Kawasan DAS Ciliwung Hulu sebagian besar sudah dimanfaatkan untuk
budidaya, baik untuk keperluan pertanian maupun non-pertanian. Hutan
terdapat dibagian hulu yaitu sekitar Gunung Gede dan Gunung Pangrango
(Hutapea, 2005). Penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu terdiri atas
hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman,
kebun campuran, kebun teh, lahan terbangun, lahan terbuka, pertanian
lahan kering, sawah, semak belukar dan air.

Pada wilayah hulu masih terdapat sedikit hutan lindung, namun


wilayah ini terus terancam erosi dan deforestasi sehingga perlu dpikirkan
langkah-langkah untuk mengkonservasi wilayah hulu Ciliwung untuk
mengendalikan erosi, total sedimen terbawa, dan kualitas air Ciliwung.
DAS Ciliwung di Wilayah Kodya Bogor dan Kotip Deok terus menerus
mengalami tekanan untuk pemanfaatan pemukiman, dan ini dapat
menganggu ekosistem DAS Ciliwung secara signifikan.. Untuk wilayah
DKI Jakarta, hampir 95% bantaran Sungai Ciliwung digunakan sebagai
kawasan hunian yang sangat bervariasi dari pemukiman residensial,
bangunan bertingkat satu sampai dengan dua, bangunan hunian komersial
seperti ruko bertingkat 3 sampai dengan 4, dan aneka rupa pencakar langit
yang terdapat di wilayah Kodya Jakarta Pusat dan Utara.

2.3 Permasalahan DAS Ciliwung


 Sampah

Menurut Ahli Geografi UI, Dr. Eko Kusratmoko, tidak semua Daerah
Aliran Sungai (DAS) Ciliwung mengalami kerusakan dan menjadi
penyumbang sampah dan limbah. Daerah yang banyak menyumbang adalah
yang banyak terdapat pemukiman dan melewati pusat kota Jakarta.

Sampah yang menumpuk, pendangkalan sungai karena sedimentasi, lebar


sungai yang semakin menyempit, hingga kualitas air yang sudah tercemar
limbah, menjadi masalah sungai Ciliwung yang umumnya terjadi di daerah
hilir, Jakarta.

 Banjir
Terkait dengan bencana banjir yang seringkali dialami warga di daerah
sekitar bantaran Ciliwung, menurut Eko, faktor pemicunya antara lain human
error seperti jebolnya tanggul, oceanografis seperti pasang laut, dan
gelombang tinggi. Sementara itu dari segi meteorologi dan klimatologi, curah
hujan yang tinggi dan kenaikan suhu pada musim dingin juga dapat
mengakibatkan banjir. Seperti halnya pada banjir di Jakarta tahun 2007
disebabkan oleh faktor oceanografis dan banjir tahun 1996 dan 2013 yang
disebabkan oleh curah hujan dominan di daerah Hulu DAS.

 Alih fungsi lahan menjadi pemukiman


Modern ini pembangunan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung
membuat lahan pertanian di sekitar aliran sungai semakin berkurang. Hal ini
diakibatkan oleh pembangunan lahan-lahan pertanian menjadi pemukiman
warga. Tentu saja pembangunan tersebut akan berakibat pada berkurangnya
resapan air. Apabila daerah resapan berkurang, maka bencana banjir akan
mengancam daerah sekitar Sungai Ciliwung. Selain itu, alih fungsi lahan
pertanian juga akan menurunkan luas lahan garapan juga menyebabkan
gangguan keseimbangan hidrologi DAS yang ditandai dengan perbedaan debit
air sungai yang sangat tinggi antara musim penghujan dan musim kemarau.
 Pengelolaan penggunaan lahan yang tidak tepat
 Erosi
Luasan Hutan dengan pengelolaan konservasi berupa Taman Nasional
(Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango) di DAS Ciliwung
bagian hulu hanya seluas 1.990,5 Ha atau hanya sebesar (5,39%) dari total
DAS yang berdasarkan peta Review Tahun 2011 adalah seluas 37.077 Ha,
penggunaan lahan umumnya di wilayah hulu selain Taman Nasional tersebut
berupa yang hutan adalah tegalan, sawah, dan telah padat pula pemukiman
dimana semua penggunaan tersebut berpotensi untuk menyebabkan erosi dan
aliran permukaan ditambah topografi di hulu umumnya terjal > 45%.

2.4 Penanggulangan Permasalahan DAS Ciliwung


 Konservasi vegetatif
Penanaman serta perawatan pohon pada daerah aliran hilir sungai
untuk memperkuat daya serap aliran air. Persoalan DAS Ciliwung bukan
hanya berfokus pada pengendalian air melainkan harus ada penopang agar
curah air di sungai tersebut tidak meluap. Setidaknya, penanaman pohon di
kawasan sungai tersebut diperbanyak untuk memperkuat daya serap aliran
air. Selain itu pemerintah setempat tengah merencanakan pembangunan
sumur resapan dan sumur injeksi untuk mengurangi risiko banjir di
kawasan tersebut.
 Konservasi mekanik
Menyediakan air dengan panen air (water harvesting) dan dengan
menjamin penghasilan air (water yield). Jumlah air yang dapat dipanen
tergantung pada jumlah aliran permukaan (runoff) yang dapat ditampung.
Jumlah air yang dapat dihasilkan tergantung pada debit air tanah.
 Upaya RHL vegetatif di DAS Ciliwung relatif masih kecil, dalam kurun
waktu 5 tahun (2007-2012) upaya konservasi dengan vegetatif baru seluas
3.100 ha di wilayah hulu, sementara sipil teknis baru 3.262 unit sumur
resapan, 7 Cek dam, 20 dam penahan dan 20 Gully Plug. kecilnya upaya
konservasi ini disebabkan karena masalah kepemilikan lahan (tenurial)
dimana banyak lahan-lahan terbengkalai tidak tergarap atau dengan
garapan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi di wilayah hulu
merupakan lahan milik dimana pemilik umumnya bertempat tinggal di
luar lahan itu (kota), menyebabkan sementara belum bisa maksimal untuk
mengaplikasikan program pengelolaan lahan misalnya dengan model
Hutan Rakyat yang konservatif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis morfometri dan karakteristik DAS Ciliwung
dapat disimpulkan bahwa perlunya pengelolaan terhadap DAS Ciliwung karena
merupakan salah satu DAS prioritas. DAS Ciliwung ini tergolong DAS yang
kecil, namun DAS Ciliwung ini termasuk juga DAS yang kritis dan perlu
diperhatikan. Perubahan penggunaan lahan akibat urbanisasi di Jabodetabek,
terutama di Bekasi dan Bogor, semakin memperparah banjir. Oleh karena itu perlu
pengelolaan DAS Ciliwung untuk mengurangi banjir. Dikarenakan setiap DAS
memiliki karakteristik dan morfometri berbeda-beda. Berbagai karakteristik tanah
dan aktivitasnya juga berkaitan dengan permasalahan pada DAS. Oleh karena itu
salah satu elemen yang berperan penting dalam pengelolaan DAS adalah kelakuan
tanah dan dinamika airnya. Karena karakteristiknya yang beragam, perlu
dilakukan pengelolaan DAS yang tepat agar DAS tetap berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 2012. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press. Edisi Kedua
Cetakan Ketiga

BPDAS Citarum Ciliwung. 2003. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Ci-
liwung. Bogor: BPDAS Ciliwung Citarum

Desaunettes, J. R., 1977, Catalogue of Landform for Indonesia. Example of


Physiographic. Approach to Land Evaluation for Agricultural
Development.

Hutapea. 2005. Pengembangan Agroforestri Berkelanjutan di Daerah Aliran


Sungai (Studi Kasus di DAS Ciliwung Bagian Hulu, kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat). [Disertasi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Monev DAS Ciliwung untuk Pengendalian Bencana Banjir (BPDAS Citarum-


Ciliwung Tahun 2007).

Sudarmadji. (2007). Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Watershed Management)

Anda mungkin juga menyukai