Anda di halaman 1dari 18

ACARA II

PENGUKURAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI


(BAGIAN KE-2)

(2 SKS, 1 Sesi Pertemuan)

I. TUJUAN
1) Mahasiswa mampu menganalisis parameter morfometri linier
2) Mahasiswa mampu menganalisis parameter morfometri relief

II. ALAT DAN BAHAN


1) Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1:25.000 (.shp): terutama data Sungai
dan Kontur.
2) Data Digital Elevation Model (DEM)
3) Seperangkat Komputer
4) Software Pengolah Data Sistem Informasi Geografis

III. DASAR TEORI


i. Daerah Aliran Sungai (DAS)
DAS adalah suatu wilayah kesatuan hidrologi, bentang lahan, dan ekosistem
yang dibatasi igir-igir gunung atau perbukitan, dimana hujan yang jatuh
diatasnya diterima oleh sistem sungai dan dialirkan melalui outlet tunggal.

ii. Sistem Hidrologi dan Perwilayahan DAS


Sistem hidrologi dalam konteks daerah aliran sungai dapat disederhanakan
sebagai suatu model yang terdiri dari input-proses-output (Risdiyanto, 2013).
Sebagai input adalah curah hujan, yang kemudian masuk dalam suatu
mekanisme proses yang dipengaruhi oleh jenis tanah, vegetasi dan aliran
sungai dimana didalamnya dapat diintervensi atau di rekayasa oleh manusia,
sedangkan sebagai output adalah debit aliran dan muatan sedimen.

DAS dibatasi oleh puncak igir yang saling terhubung dan membentuk sebuah
batas dari suatu sistem hidrologi. DAS perlu untuk dibatasi karena sebuah DAS
merupakan sebuah sistem yang unik. Beberapa karakterisitk DAS diantaranya
adalah kemiringan lereng, geologi, jenis tanah, dsb.
Secara umum suatu DAS dibagi dalam tiga wilayah, yaitu wilayah hulu, wilayah
tengah dan wilayah hilir. Ketiga wilayah tersebut memiliki karakteristik dan
fungsi yang berbeda, yaitu (Dirjen Bina PDAS, 2013) (Miller, 1990):
• DAS Bagian Hulu (Headwaters):
> 70% dari permukaan lahan di zona ini mempunyai kemiringan lahan
> 8%. Prioritas pemanfaatan lahan adalah konservasi tanah dan
pengendalian erosi. Secara hidrologis, DAS Bagian Hulu biasanya
membentuk daerah utama pengisian kembali curah hujan untuk air
permukaan dan air tanah dari DAS.
Memiliki Lereng terjal, lapisan tanah tipis, gradien sungai curam,
lembah sungai berbentuk V, sungai arus cepat dan air terjun banyak
ditemukan, area pengumpulan air hujan
• DAS Bagian Tengah (Transfer Zone):
50% dari permukaan lahan DAS tersebut mempunyai kemiringan lahan
< 8%. Secara hidrologis DAS Bagian Tengah membentuk daerah utama
transisi curah hujan untuk air tanah.
Gradien sungai rendah, lereng lebih landai dibanding wilayah hulu,
lembah sungai mulai melebar antar V dan U, mulai muncul tipe sungai
meander, banyak ditemukan mata air
• DAS Bagian Hilir (Depositional Zone):
Kurang lebih 70% permukaan lahannya mempunyai kemiringan < 8%
(didominasi oleh dataran). Zona ini adalah zona sedimentasi dengan
tingkat pemanfaatan lahan yang lebih intensif.
Terletak pada daerah dengan elevasi rendah, arus sungai lambat,
banyak ditemukan sungai tipe meander, terdapat delta pada pertemuan
dengan laut, banyak sedimentasi, lembah sungai U, lapisan tanah tebal

Gambar 3.1 Pewilayah DAS

DAS juga dapat dianalisis berdasar morfometri maupun morfologinya.


Morfometri DAS diantaranya luas DAS, panjang DAS, Kerapatan DAS, dsb.,
sedangkan morfologi DAS seperti bentuk DAS, Orde Sungai, dll.

iii. Pemetaan Batas DAS


Untuk dapat mendeliniasi batas Daerah Aliran sungai dengan tepat, praktikan
harus dapat memvisualisasikan morfologi lahan dalam peta topografi 2
dimensi.

Setiap garis kontur yang digambarkan dalam peta rupa bumi


merepresentasikan ketinggian di atas permukaan laut. Satu garis kontur
mengindikasikan nilai ketinggian yang sama. Sedangkan perbedaan
ketinggian antara dua garis kontur, disebut sebagai interval kontur. Jarak
horizontal antara satu garis kontur dengan garis kontur lain merepresentasikan
kecuraman lereng yang bervariasi.

Gambar 3.2 a mengilustrasikan garis kontur pada sebuah bukit. Nilai


ketinggian di bagian tengah (puncak) lebih besar dari pada nilai ketinggian
pada garis kontur di sekitarnya. Bagaimana jika sebuah landscape berada di
antara dua buah bukit? (Gambar 3.2 b) Masing masing bukit akan
direpresentasikan dengan lingkaran kontur, hingga pada bagian yang lebih
rendah, terdapat satu garis kontur yang melingkari kedua bukit. Arah panah
pada gambar 3.2 b menunjukkan aliran air dari puncak menuju daeerah yang
lebih rendah. Air akan mengalir menuju lembah terdekat, berkumpul menjadi
sungai sungai kecil dari sungai sunagi kecil tersebut akan berkumpul di
sebuah sungai yang lebih besar, disebut sebagai sungai utama, dan kemudian
terakumulasi di lautan. Suatu sistem aliran dengan lokasi muara yang sama
disebut sebagai daerah aliran sungai.

Gambar 3.2 (a) Kontur dari Satu Bukit (b) kontur dari dua bukit

Gambar 3.3 menunjukkan contoh deliniasi batas das yang ideal. Sebuah
garis imaginer ditarik untuk menghubungkan puncak puncak bukit dari suatu
aliran sungai. Nama sebuah DAS akan merujuk pada nama Sungai Utama.
Misal, Sungai Oya akan memiliki daerah tangkapan hujan yang dinamakan
sebagai DAS Oya. DAS Oya ini dapat dibagi bagi lagi menjadi beberapa Sub
SubDAS.
Gambar 3.3 Delineasi Batas DAS

iv. Morfometri DAS


Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait
dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Dan terbagi menjadi tiga yaitu
morfometri area, linier, dan relief.

a. Morfometri Area

Mahasiswa melakukan pengukuran morfometri area. Morfometri ini berkaitan


dengan luasan, keliling, bentuk DAS dan Sub DAS baik secara kuantitatif
(Nisbah) maupun kualitatif.

Bila diamati secara langsung (kualitatif), DAS memiliki berbagai macam


bentuk sesuai dengan kondisi morfologi DAS. Bentuk DAS, secara umum,
dapat dikelompokan menjadi tiga jenis sebagai (Dirjen Bina PDAS, 2013).
Walalupun demikian, pada dasarnya tidak ada bentuk Das yang ideal.

▪ DAS berbentuk bulu burung


DAS ini memiliki bentuk yang sempit dan memanjang, dimana anak-anak
sungai mengalir memanjang di sebelah kanan dan kiri sungai utama. Debit
banjir yang dihasilkan umumnya kecil namun dapat berlangsung cukup
lama karena suplai air datang terus menerus dari tiap-tiap anak sungai.
Gambar 3.4 Contoh DAS berbentuk bulu burung
▪ DAS berbentuk radial
Sebaran pola aliran berbentuk seperti kipas atau nyaris lingkaran. Anak-
anak sungai mengalir dari segala penjuru DAS dan tetapi terkonsentrasi
pada satu titik secara radial. Bentuk DAS yang seperti ini akan
menghasilkan debit banjir yang sangat besar jika hujan terjadi secara
merata dan bersamaan di seluruh wilayah DAS tersebut.

Gambar 3.5 Contoh DAS berbentuk radial


▪ DAS berbentuk paralel
DAS yang terbentuk dari percabangan dua sub-DAS yang cukup besar di
bagian hulu, tetapi menyatu di bagain hilirnya. Masing-masing sub-DAS
tersebut dapat memiliki karakteristik yang sama maupun berbeda. Potensi
banjir yang besar dapat terjadi jika hujan di Kedua sub-DAS tersebut terjadi
secara bersamaan.

Gambar 3.6 Contoh DAS berbentuk paralel


b. Morfometri Linier

Morfometri linier berkaitan dengan sistem aliran sungai dalam DAS, baik itu
pola, orde, kerapatan dan percabangannya.

Pola aliran pada suatu DAS biasanya terkontrol oleh kondisi topografi,
geologi, iklim, dan vegetasi yang ada pada suatu DAS. Sehingga,
kemampuan mengidentifikasi pola aliran pada suatu DAS dapat digunakan
untuk menurunkan atau mendeduksi informasi lahan yang secara eksplisit
tidak dapat terlihat dari data penginderaan jauh.
Beberapa pola aliran sungai dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 3.7 Gambar beberapa pola aliran pada DAS

Aspek lain yang termasuk dalam perhitungan mormometri liier adalah orde
sungai. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai terhadap
sungai utama. Ada beberapa metode untuk menghitung Orde sungai antara
lain metode Strahler, Horton, Shreve, Hack, Topological, dan Scheidegger.
Contoh perhitungan orde pada metode stahler: Sungai yang paling dekat
dengan memiliki orde 1, jika orde 1 dan orde 1 bertemu maka nilai orde
segmen sungai dibawahny menjadi 2. Begitu seterusnya, sehingga didapat
nilai orde paling tinggi pada sungai di dekat outlet.

Gambar 3.8 Gambar perhitungan orde sungai dengan menggunakan


beberapa metode
Berdasarkan orde diatas. Kita dapat menghitung nisbah percabangan
dan kerapatan aliran air dalam DAS.

c. Morfometri Relief.
Morfometri ini berkaitan dengan posisi vertikal atau ketinggian DAS dan
sebarannya dalam satu area ataupun dalam segmen sungai dari hulu
hingga hilir.

Lereng merupakan aspek morfologi penting dalam suatu sistem DAS.


Lereng mempengaruhi kecepatan run-off dan overland flow, dan
kemampuan DAS dalam menyerap air hujan (Gunawan & Sudarmadji,
2006). Lereng juga merupakan aspek yang sangat penting untuk
dipertimbangkan dalam pengelolaan DAS, terutama dalam proses
konversi penggunaan dan penutup lahan. Beberapa penggunaan lahan
tidak disarankan untuk dikembangkan pada lahan dengan lereng terjal
karena akan mengakibatkan bencana. Beberapa bencana yang terjadi
di DAS seperti erosi, sedimentasi, banjir, dan longsor juga sangat
dipengaruhi oleh kondisi lereng dari suatu DAS (Hadmoko, 2008; Murti,
2008). Oleh karenanya, pengukuran karakteristik lereng (kemiringan,
bentuk) menjadi sangat penting untuk dilakukan
Berikut adalah rangkuman dari beberapa aspek morfometri yang dapat
dihitung

Tabel 3.1. Parameter Morfometri Relief


Parameter Rumus Sumber Data Referensi
Kerapatan Aliran (Drainage Perhitungan jumlah panjang semua
Area Dd = Ln/A Horton (1932)
Density/Dd)* sungai dibagi dengan luas DAS (km2)
Rc = Perhitungan A (Luas DAS) dan Adp (Luas Cooke dan
Circularity Ratio (Rc)*
A/Adp Lingkaran dengan Pb (km)) Dornkamp (1974)
Perhitungan Nu (jumlah segmen sungai)
Rb = Nu/
Linier Bifurcation Ratio (Rb) dan Nu+1 (Jumlah segmen sungai Schumn (1956)
(Nu-1)
dengan orde yang lebih tinggi)
Rn = Bh x Nilai Bh (basin relief) dan Dd (Kerapatan
Relief Ruggedness Number (Rn) Schumn (1956)
Dd aliran)
Perhitungan N1 (Jumlah sungai orde 1)
Texture Ratio (T) T = N1/P Horton (1932)
dan P (keliling DAS)
(Su) =
(H85- Perhitungan gradien sungai rata – rata
Kemiringan Aliran (Su)* Benson (1962)
H10)/ adalah dengan slope faktor
(0,75)Lb
Sumber: Khasanah dan Arina 2020, *) parameter yang digunakan dalam praktikum

IV. LANGKAH KERJA


4.1.Pengukuran Morfometri Linier
i. Bukalah data batas Sub DAS dan Sungai.
ii. Potong Sungai berdasarkan batas DAS. Buatlah field baru dengan nama
“orde” type text.
iii. Hitunglah orde sungai berdasarkan metode Stahler.
- Pilihlah alur sungai yang berada di hulu DAS dan beri nilai 1,
- Ketika percabangan orde 1 dan orde 1 bertemu, maka percabangan
selanjutnya diberi nama orde 2.
- Jika orde yang lebih kecil bertemu dengan orde yang lebih tinggi,
maka percabangan selanjutny mengikuti nilai orde yang lebih tinggi
- Hitunglah Panjang dari setiap segmen sungai secara otomatis
dengan compute geometri. Jumlahkan seluruh Panjang sungai.
iv. Hitunglah kerapatan aliran DAS
- Kerapatan aliran (m/km2) merupakan rasio antara jumlah total
panjang sungai (m) yang ada di suatu DAS dan luas DAS (km 2)
- Formula: DD (m/km2) = Σ panjang sungai (m) / Luas DAS (A) km2

4.2.Pengukuran Morfometri Relief


Gradien sungai DAS/Kemiringan alur sungai (Su) adalah parameter
dimensional yang menggambarkan besarnya penuruan rerata tiap satuan Jarak
horizontal tertentu pada saluran sungai utama. Salah satu metode untuk
menghitung kemiringan alur sungai adalah metode “85-10 slope factor”
i. Bukalah file shp “sungai utama” dan data DEM atau kontur.
ii. Estimasi ketinggian/elevasi pada jarak 0,10Lb sampai 0,85Lb
0,10Lb artinya, jarak dari 0.10xPanjang Sungai utama
0,85Lb artinya, jarak dari 0,85xpanjang Sungai utama
Catatlah ketinggian pada kedua jarak tersebut (h85 dan h10)
iii. Gunakan rumus berikut (Seyhan, 1977) untuk menghitung Kemiringan
aliran
Su = (h85 – h10)/(0,75Lb)
iv. Metode kedua untuk menghitung gradien sungai adalah sebagai berikut:
S = H/L
Dimana:
L = panjang sungai utama
H = beda tinggi antara outlet DAS (hilir) dengan ujung DAS (hulu)
Selain menghitung kemiringan sungai utama, buatlah peta kemiringan lereng
dalam DAS.
v. Kelaskan masing-masing besarnya kemiringan lereng berdasarkan kelas
kemiringan lereng Cook sbb:
Kelas Relief Kemiringan Lereng
I Datar 0-5%
II Bergelombang 5-10%
III Berbukit 10-30%
IV Terjal >30%

vi. Buatlah profil melintang DAS dari hulu hingga hilir. Amatilah profil tersebut,
simpulkan secara keseluruhan bentuk lereng DAS
(cembung/cekung)dengan melihat profil lereng secara kualitatif/visual.
Sertakan hasil di dalam lampiran.

V. HASIL PRAKTIKUM
Berikut adalah hasil praktikum.
1. Peta Orde Sungai
2. Tabel Kerapatan Aliran DAS dan Sub-DAS
3. Perhitungan Kemiringan Aliran
4. Peta Kemiringan Lereng
5. Profil Melintang DAS dan Sub-DAS

VI. DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, T. dan Sudarmadji. 2006. Penginderaan Jauh Terapan Hidrologi.


PUSPICS : Yogyakarta
Hadmoko, Danang Sri. 2008. Methods in Landslide Hazard and Risk Management.
Gadjah Mada University : Yogyakarta
Miller, G.T. 1990. Living in the environment: an introduction to environmental
science. 6th ed. Wadsworth Publishing Company, Belmont, California.
Murti, Sigit Heru. 2008. TCDC Course 2008 : Applied GIS for Mapping Run-off
Coefficient and Flood Susceptibility. Gadjah Mada University: Yogyakarta
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 3/V-SET/2013 TENTANG
PEDOMAN IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI
Seyhan, E., 1977, The Watershed as an Hydrology Unit, Geografisch Instituut
Transitorium II Heidelberglaan 2, Utrecht, Netherland
VII. LAMPIRAN

PEMBUATAN PETA KEMIRINGAN LERENG


Temukan tool slope melalui ArcToolbox -> 3D Analyst -> Raster Surface ->
Slope atau dapat langsung dicari melalui fitur “search”

Gunakan data DEM pada kolom “input surface” -> tentukan lokasi penyimpanan
-> Format “percent rise” -> ok
Hasil pengolahan slope

Reklasifikasi lereng sesuai dengan kelas

Kelas Relief Kemiringan Lereng


I Datar 0-5%
II Bergelombang 5-10%
III Berbukit 10-30%
IV Terjal >30%
Gunakan file “slope” sebagai input -> classify

Ubah “classes” menjadi 4, kemudian isikan nilai batas atas tiap kelas pada
kolom “break value”

Tentukan lokasi penyimpanan -> ok


Hasil reclassify

Hasil pengolahan lereng (slope) berupa raster pada tahap satu ini masih
menyisakan piksel-piksel residual. Tahap selanjutnya adalah menghilangkan
piksel residual dengan nilai yang menyimpang tersebut menggunakan fitur
“majority filter”
Masuk ke spatial analyst tool -> generalization -> majority filter -> input : file
raster yang telah jadi sebelumnya -> number of neighbor : eight (8 piksel
tetangga) -> ok
Hasil majority filter

Ubah simbolisasi sesuai persepsi kemiringan lereng, contoh : hijau – merah,


kemudian tambahkan efek hillshading dengan menambahkan layer hillshade.
PEMBUATAN PROFIL KEMIRINGAN SUNGAI
Seleksi, kemudian export penggal sungai yang akan dibuat profilnya -> dissolve/
merge sungai, sehingga menjadi 1 id

Masuk ke 3D analyst tools -> functional surface -> interpolate shape ->
masukkan DEM ke “input surface” -> masukkan segmen sungai ke “input feature
class” -> tentukan lokasi penyimpanan -> ok

Hasil interpolate surface -> akan muncul 1 file baru


Select segmen sungai hasil interpolate shape -> klik “profile graph”

Maka, akan muncul profil elevasi, berdasarkan segmen sungai. Nilai elevasi
didapatkan dari DEM yang digunakan pada saat proses interpolate shape
Anda dapat mengexport data dengan cara -> klik kanan pada profil -> advance
properties -> data

Selanjutnya, Anda dapat mengkopi data dan memindahnya ke msExcel/


spreadsheet.
Hasil export data dengan format excel. Nilai elevasi (z) ditandai dengan kolom
“feature profile”. Anda dapat mengubah tampilan lebih lanjut untuk keperluan
publikasi data, seperti : label sumbu x, y dan judul grafik.

Catatan: pembuatan profil kemiringan DAS dapat menggunakan Teknik yang


sama. Baseline garis yang digunakan dapat diganti dengan membuat feature
class (.shp) dengan geometri line yang ditarik dari ujung hulu sampai hilir DAS.

Anda mungkin juga menyukai