Anda di halaman 1dari 30

Nama : Doni Situmorang

NIM : 1706541072

Prodi : Agroekoteknologi

Konsentrasi : Perlindungan tanaman

Mata kuliah : Pengelolaan DAS

Pengantar Hidrologi DAS

1. Pengertian DAS

Daerah aliran sungai atau disebut DAS, memiliki beberapa kesamaan kata, antara lain
disebut sebagai DPS atau daerah pengaliran sungai, menurut Seyhan (1977) di Amerika
Serikat DAS disebut watershed, drainage basin atau river basin, sedang di Inggris dipakai
istilah Catchment. DAS merupakan daerah yang dibatasi oleh pemisah air topografik
(topographic water devide), apabila terjadi hujan maka air akan mengalir menuju pada
saluran air yang dapat saling bersambungan(sistem sungai), sehingga aliran air terkumpul
pada satu sungai dan akan keluar melalui satu saluran (outlet) pada wilayah sungai tersebut.

Daerah aliran sungai merupakan daerah yang dibatasi oleh pemisah air topografik
yang terkering oleh sungai atau sistem yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga
semua aliran sungai yang jatuh di dalam akan keluar dari saluran lepas tunggal dari wilayah
itu. Akhir-akhir ini daerah aliran sungai menjadi sorotan karena pelbagai sebab antara lain
daerah sungai dipandangnya tidak hanya sebagai unit hidrologi, tetapi dapat diusulkan
sebagai unit pembangunan, daerah aliran di Indonesia banyak, sekitar tiga puluh lima, yang
mengalami gajala kerusakan parah disebabkan oleh penggunaan hutam tanah dan air yang
kurang mendukung pembangunan yang berkesinambungan. Ada banyak definisi mengenai
DAS, menurut Wiersum (1979) DAS merupakan areal yang menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran
bawah permukaan, dan aliran air bawah tanah ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau
atau laut. Areal ini dipisahkan dengan areal lain oleh pemisah topografis yaitu punggung
bukit (igir) dan keadaan geologis lain terutama formasi batuan.

Definisi lain dikemukakan oleh Linsley (1980) menyebutkan bahwa DAS adalah
keseluruhan wilayah yang dikuras oleh sungai atau sistem sungai saling berhubungan
sedemikian rupa sehingga semua aliran sungai akan diluahkan melalui saliran lepas tunggal.
Selain itu, dalam peraturan pemerintah No 37 tahun 2012 bab 1 pasal 1 bahwa yang
dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas
di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Asdak
(2010) mendefinisikan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai suatu wilayah daratan yang
secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan
menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama.
Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang
merupakan suatu ekosistem daerah unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air,
dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam.

2. Batas DAS

DAS merupakan suatu megasistem yang kompleks, meliputi sistem fisik (physical
systems), sistem biologis (biological systems), dan sistem manusia (human system).
Delineasi batas Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah proses penentuan sebuah area yang
berkontribusi mengalirkan curah hujan (input) menjadi aliran permukaan pada satu titik
luaran (outlet). Model Elevasi Digital (DEM) digunakan sebagai sumber data pada proses
delineasi batas DAS secara otomatis. Kesatuan wilayah DAS digambarkan dalam sebuah unit
yang disebut batas DAS. Batas DAS tergambar pada visualisasi peta yang pada kenyataannya
tidak tampak di lapangan. Secara prinsip batas ini merupakan sebuah unit yang membatasi
jumlah air hujan yang jatuh pada suatu permukaan. Dengan demikian maka, delineasi batas
DAS adalah proses penentuan sebuah area yang berkontribusi mengalirkan curah hujan
(input) menjadi aliran permukaan pada satu titik luaran (outlet). Penentuan batas DAS
memiliki beberapa tujuan seperti mengetahui bentuk hidrograf aliran untuk memprediksi
debit puncak, digunakan dalam analisa banjir, dan perencanaan manajemen sumber daya air,
serta aplikasi lain terkait hidrologi DAS. Karakteristik topografis suatu DAS sangat erat
kaitanya terhadap morfometri. Morfometri DAS adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan keadaan serta ukuran atau parameter fisik suatu permukaan DAS, khususnya
terkait jaringan atau alur sungai secara kuantitatif (Moore, Grayson and Ladson, 1991;
Supangat, 2012). Sementara itu morfomeri DAS merupakan istilah yang digunakan untuk
menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif. Morfometri suatu DAS meliputi
beberapa komponen, antar lain : panjang, lebar, dan luas DAS; kemiringan atau gradien
sungai; orde dan tingkat percabangan sungai; kerapatan dan pola pengaliran sungai; serta
bentuk DAS itu sendiri.

Garis batas antar DAS adalah representasi kondisi topografi berupa


punggunganpermukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagi air hujan ke masing-
masing DAS. Batas-batas DAS ditunjukan dengan adanya garis imaginer yang merupakan
gambaran dari setiap punggungan permukaan. Batas wilayah DAS diukur dengan cara
menghubungkan titik-titik tertinggi di antara wilayah aliran sungai yang satu dengan yang
lain. Sementara proses delineasi dilakukan secara otomatis melalui algoritma dengan prinsip
ekstraksi data topografis untuk memperoleh paramater-parameter hidrologi suatu DAS.
Parameter- parameter tersebut terdiri dari arah aliran (flow direction), akumulasi aliran (flow
accumulation), orde sungai (stream order), serta batas aliran (basin). Secara logis, input data
DEM dengan perlakuan resampling akan menghasilkan batas DAS yang lebih relevan
terhadap kondisi lapangan dibandingkan dengan proses delineasi batas DAS dari input data
DEM tanpa perlakuan resampling. Berdasar karakteristik hidrologis suatu wilayah, dengan
demikian maka hasil proses delineasi batas DAS dari input data DEM dengan perlakuan
resampling dinilai dapat menghasilkan informasi yang lebih akurat.

3. Siklus hidrologi DAS

Siklus Hidrologi adalah rangkaian peristiwa yang terjadi pada air yang jatuh

ke bumi sampai diuapkan kembali, kemudian jatuh ke bumi lagi (Ward, 1974). Dalam siklus
hidrologi ini terdapat beberapa proses yang saling terkait yaitu meliputi proses presipitasi,
evaporasi, transpirasi, intersepsi, infiltrasi, perkolasi, aliran limpasan, aliran air bawah tanah.
Secara sederhana siklus hidrologi ditunjukkan pada gambar berikut,
Dalam hubungannya dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai karakteristik spesifik
serta berkaitan erat dengan unsur utama seperti jenis tanah, tataguna lahan, topografi,
kemiringan dan panjang lereng. Karakteristik tersebut dalam merespon curah hujan yang
jatuh di tempat tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya evaporasi,
infiltrasi, perkolasi, aliran permukaan, kandungan air tanah dan aliran sungai. Diantara
faktor-faktor yang berperan dalam menentukan sistemhidrologi di atas, faktor tataguna lahan,
kemiringan dan panjang lereng dapat direkayasa oleh manusia. Faktor-faktor lain bersifat
alamiah dan tidak di bawah kontrol manusia. Dengan demikian, dalam merencanakan
pengelolaan DAS, manipulasi tataguna lahan (perubahan dari pertanian menjadi hutan atau
bentuk tataguna lahan lainnya) dan pengaturan kemiringan dan panjang lereng (pembuatan
teras) menjadi salah satu aktifitas perencanaan (Asdak, 1998). Komponen siklus hidrologi
atau komponen pergerakan air atau komponen ketersediaan air meliputi: curah hujan,
intersepsi, evapotranspirasi, infiltrasi, simpanan air tanah, perkolasi, aliran air permukaan,
aliran air bawah tanah, aliran sungai atau debit aliran sungai. Komponen tersebut dapat
diperkirakan nilainya dan dibedakan menurut jenis penggunaan lahan (hutan, sawah, tegal,
kebun, dan permukiman). Dengan adanya pengubahan penggunaan lahan maka komponen ini
sangat berperan dalam pengelolaan DAS. Berikut ini dijelaskan tentang komponen
ketersediaan air.
4. pola aliran sungai pada DAS

- Dendritik: pola aliran sungai yang menyerupai bentuk pohon. Pola aliran ini terdapat sungai
induk dengan anak-anak sungainya. Umumnya terdapat di daerah dengan batuan sejenis dan
penyebarannya luas. Contoh sungai yang terdapat di daerah Sumatera bagian timur dan
Kalimantan.

- Trellis: pola aliran sungai dimana sungai induk dengan anak-anak sungai membentuk sudut
tegak lurus. biasanya dijumpai di daerah dengan strukturbatuan sedimen di daerah lipatan.
Misal sungai di pegunungan lipatan Sumatera Barat dan jawa Tengah.

- Parallel: pola aliran sungai yang hampir sejajar antara sungai satu dengan lainnya

- Radial: pola aliran sungai yang arahnya menyebar dari suatu lokasi tertentu. Ciri khas pola
aliran di kerucut vulkan. Kebalikannya adalah pola aliran sentripetal : yaitu pola aliran sungai
yang arahnya menuju ke satu lokasi tertentu. Pola sentripetal merupakan ciri khas di daerah
cekungan (danau). Pola ini biasanya dijumpai di daerah lereng gunung api atau daerah
dengan topografi kubah, missal sungai di lereng gunung Semeru dan Gunung Ijen Jawa
Timur, Gunung Merapi di Daerah Istimewa yogyakarta, Gunung Slamet di Jawa Tengah.

- Sink Holes (Rektanguler): pola aliran sungai di daerah kapur. Tiba-tiba terdapat aliran
sungai yang menghilang ke dalam tanah. Misal Sungai di daerah Gunungkidul Daerah
Istimewa Yogyakarta.

- Dikotomik: pola aliran dimana terdapat dua sungai yang arah alirannya saling berlawanan

- Anastomotic: pola aliran yang berliku-liku (meander)

- Barbed: pola aliran sungai yang diselang-seling adanya danau.


Aliran Permukaan

1. Pengertian debit aliran

Investigasi air permukaan memerlukan evaluasi besarnya debit aliran (sungai).


Dengan kata lain, adalah ketersediaan air (permukaan) dengan segala variasi atau fluktuasi
besarnya air permukaan tersebut seiring dengan perubahan musim. Debit adalah jumlah aliran
air (volume) yang mengalir melalui suatu penampang dalam waktu tertentu. Dalam hidrologi,
dikemukakan debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur
permukaan air sungai. Dalam satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik
per detik.

Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2006), debit air sungai adalah laju aliran air yang
melewati suatu penampang melintang dengan persamaan waktu. Menurut Harnalim (2010)
debit air adalah jumlah air yang mengalir dari suatu penampang tertentu (sungai/saluran/mata
air)dengan peraturan waktu. Menurut soemarto, debit diartikan sebagai volume air yang
mengalir per satuan waktu melewati sebuah penampang melintang palung, pipa, sungai,
pelimpah, akuifer dan sebagainya.

2. Perhitungan debit

- Metode Apung

Prinsip pengukuran metode ini adalah kecepatan aliran diukur dengan pelampung,
luas penampang basah (A) ditetapkan berdasar pengukuran lebar permukaan air dan
kedalaman air. Persamaan untuk perhitungan debit adalah:
Q=AxkxU

dimana:

Q = debit aliran (m3/dtk)

A = luas penampang basah (m2)

k = koefisien pelampung

U = kecepatan pelampung (m/dtk)

Nilai k tergantung dari jenis pelampung yang dipakai

k = 1 – 0,116 { √ (1 - ) – 0,1 }

k = koefisien

α = kedalaman tangkai (h) per kedalaman air (d), yaitu kedalaman bagian

pelampung yang tenggelam dibagi kedalaman air

Berikut adalah alat yang biasa digunakan dalam metode apung:

Cara kerja metode apung adalah sebagai berikut:


1. Memilih lokasi pengukuran dengan syarat-syarat:

a. Bagian sungai/saluran yang relatif lurus dan cukup panjang

b. Penampang sungai kurang lebih seragam.

2. Menentukan 2 titik pengamatan jalannya pelampung:

a. Panjangnya sekitar 20 sampai 50 m

b. Titik 1 dan titik 2 diberi tanda patok atau yalon.

3. Pelampung dilepas di sebelah hulu titik 1 dengan maksud agar jalannya pelampung setelah
sampai di titik 1 dalam keadaan stabil. Jika pelampung sampai di titik 1 diberi tanda untuk
menghidupkan stopwatch dan jika pelampung sampai di titik 2 diberi tanda untuk mematikan
stopwatch, kemudian dicatat waktu perjalanannya (t). Untuk Jaring Kerikil Dicatat dengan
cat merah sebagai tanda mendapatkan kecepatan rata-rata, pelampung dilepaskan di bagian
tepi kiri, tengah dan kanan (3x pengukuran).

4. Mengukur kedalaman air dan lebar permukaan air/lebar sungai, untuk menghitung luas
penampang basahnya. Pengukuran sebaiknya dilakukan di beberapa bagian untuk
mendapatkan luas penampang basah rata-rata.

5. Menentukan koefisien pelampung dengan mengukur kedalaman pelampung yang basah per
kedalaman sungai.

Berikut ini adalah cara perhitungan debit dengan metode apung:

1. Hitung kecepatan pelampung, U = L/t

2. Hitung kecepatan aliran, V = k x U

3. Hitung luas penampang basah rata-rata (A), untuk mendapatkan luas penampang basah
dengan cara ploting hasil pengukuran kedalaman air dan lebar permukaan air/lebar sungai
pada kertas milimeter.

4. Hitung debit, Q = A x V

- metode current meter


Prinsip pengukuran metode ini adalah kecepatan aliran diukur dengan current meter.
Luas penampang basah (A) didapatkan dari pengukuran kedalaman air dan lebar permukaan
air yang kemudian diplotkan pada kertas milimeter. Kecepatan aliran dihitung berdasar
jumlah putaran balingbaling (cup) per waktu putarannya (N), dengan persamaan:

V=aN+b

dimana:

V = kecepatan aliran (m/dtk)

a dan b = konstanta alat

N = jumlah putaran per waktu

Pengukuran kecepatan aliran rata-rata dengan current meter, dilakukan dengan cara
seperti Tabel 4 di bawah ini:

Catatan:

- Vs diukur 0,3 m di bawah permukaan air


- Vb diukur 0,3 m di atas dasar sungai

Cara kerja metode current meter mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pengambilan titik pengukuran dengan current meter berdasar kedalaman air, mengingat
kecepatan aliran sungai tidak merata pada setiap kedalaman yang berbeda.

2. Pemilihan jumlah vertikal yang akan diukur pada prinsipnya didasarkan atas:
a. Bentuk dan ukuran penampang sungai

b. Sifat aliran

c. Waktu yang tersedia

3. Pada sungai yang konfigurasi dasarnya tidak teratur sebaiknya pengukuran lebih rapat
daripada yang teratur.

4. Dari hasil pengukuran kecepatan aliran pada masing-masing vertikal, dapat dihitung debit
aliran pada masing-masing seksi.

5. Debit total (debit sungai) merupakan total debit seksi.

Langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam menerapkan metode ini adalah:

1. Memilih lokasi pengukuran debit dengan syarat-syarat:

a. Di bagian sungai yang relatif lurus;

b. Jauh dari pertemuan cabang sungai;

c. Dasar sungai stabil;

d. Tidak ada tumbuhan air; dan

e. Aliran tidak melimpah melewati tebing sungai.

2. Menentukan arah penampang melintang, harus tegak lurus arah aliran.

3. Mencatat tanggal pengukuran, nama sungai, lokasi pengukuran, nomor current meter dan
rumus kecepatan aliran.

4. Mengukur lebar sungai dan menentukan interval seksi.

5. Menyiapkan current meter atau memeriksa jalannya putaran balingbaling dan tanda jumlah
putaran “nyala lampu”. Saat mulai pengukuran dengan mencatat tinggi muka air dan
pengukuran di mulai dari tepi kiri atau kanan; dilanjutkan mengukur kedalaman air pada
seksi, kemudian mengukur kecepatan aliran dengan posisi alat sesuai dengan kedalaman air.

6. Kecepatan aliran dihitung berdasarkan jumlah putaran baling-baling per waktu putaran
(N). Kecepatan aliran, V = a N + b.
- Metode manning

Prinsip pengukuran metode ini mendasarkan pada rumus Manning, yaitu kecepatan
rata-rata aliran yang dapat diperkirakan dengan persamaan hidraulika berikut ini:

V = 1/n . R2/3 . S1/2

dimana:

V = kecepatan rata-rata (m/dtk)

R = radius hidrologik (m)

S = gradien hidrologik (tanpa dimensi)

n = koefisien kekasaran Manning

R = A/P

A = luas penampang basah (m2)

P = perimeter basah (m)

Debit aliran selanjutnya dapat dihitung dengan persamaan:

Q=A.V

dimana:

Q = debit aliran (m3/dtk)

A = luas penampang basah (m2)

V = kecepatan rata-rata (m/dtk)

Rumus Manning ini berlaku untuk kondisi aliran yang:

1. Aliran steady; dan

2. Aliran yang uniform.

Metode ini dilakukan dengan cara kerja sebagai berikut:

1. Memilih seksi yang relatif lurus dengan lebar dan kedalaman yang relative seragam dan
mengukur jarak seksi (L)
2. Mengukur luas penampang basah rata-rata dengan:

a. Membuat profil melintang di tiga tempat (A, B, C).

b. Titik awal 1 dan titik terakhir terletak pada tepi sungai tepat pada air. Diusahakan
profil tegak lurus arah aliran, kemudian dilakukan pengukuran

3. Mengukur gradien hidraulik dengan:

a. Mengukur jarak seksi (L)

b. Mengukur beda tinggi muka air: S = b – a L

4. Mencatat kondisi dasar saluran untuk menetapkan nilai n dengan memperhatikan:

a. Materi dasar sungai (lumpur, pasir, gravel)

b. Tumbuhan (rumput, perdu, pohon)

5. Menghitung debit dengan 2 (dua) cara:

a. Jika n homogen, perhitungan debit:

Q = A . V (m3/dtk)

V = 1/n . R2/3

. S1/2 (m/dtk)

b. Jika n heterogen, perhitungan debit:

Q = Σ (qi)

qi = 1 . ai5/3 . S1/2 ni pi2/3

3. Prediksi banjir

Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi pada saat musim hujan. Pada
umumnya banjir terjadi karena ketidakmampuan sungai dalam menampung debit aliran
permukaan yang masuk kedalam sungai. Kemampuan sungai dalam menampung debit aliran
permukaan disebut dengan kapasitas aliran sungai. Besar kecilnya kapasitas aliran sungai
tergantung dari dimensi penampang melintang sungai dan kecepaatan aliran sungai.
Kecepatan aliran sungai tergantung dari kemiringan memanjang dasar sungai, kekasaran
badan sungai, dan jari-jari penampang basah sungai. Dengan kata lain kapasitas aliran sungai
tergantung dari geometri sungai. Apabila debit aliran permukaan yang masuk ke sungai
melebihi kapasitas aliran sungai, maka akan terjadi luapan aliran dari sungai. Luapan aliran
sungai inilah merupakan salah satupenyebab terjadinya banjir di suatu wilayah. Analisis debit
aliran permukaan yang terjadi akibat curah hujan yang turun di suatu wilayah dilakukan
dengan HHS Nakayasu. Penelusuran banjir yang di badan sungai dianalisa dengan persamaan
kontinuitas dua dimensi. Besar kecilnya kapasitas aliran sungai ditentukan oleh luas
penampang basah dari penampang melintang sungai. Karena adanya sedimentasi, tanaman
gulma yang tumbuh di badan sungai, sampah, dan yang lain pada umumnya kapasitas aliran
sungai menurun dari waktu ke waktu. Sementara itu, debit aliran permukaan yang masuk ke
sungai dari waktu ke waktu makin besar. Peningkatan besarnya debit aliran permukaan
disebabkan oleh peningkatan lapisan yang tidak tembus air, tingginya curah hujan, dan
turunnya jumlah penampungan air hujan di lahan (Suharyanto, 2006).

Berdasarkan pengamatan sepintas, hampir semua kondisi Daerah Aliran Sungai


(DAS) yang ada di pulau Jawa kondisi penggunaan lahannya sudah banyak berubah dari
vegetasi ke bukan vegetasi. Akibatnya dengan intensitas curah hujan yang sama, debit aliran
permukaan yang terjadi semakin besar. Disisi lain, dengan perubahan penggunaan lahan dari
vegetasi ke non vegetasi, maka erosi lahan yang terjadi semakin besar dan sedimentasi di
sungai juga makin besar. Konsekuensinya dimensi penampang sungai akan semakin kecil,
sehinggakapasitas aliran sungai akan semakin turun. Dengan kondisi yang demikian, maka
diperlukan penelitian tentang hubungan antara debit aliran permukaan dengan tinggi muka air
di sungai. Tinggi muka air di sungai tergantung dari besarnya kecilnya debit aliran
permukaan yang masuk ke sungai dan besar kecilnya penampang melintang sungai. Bila
tinggi muka air yang terjadi melebihi tinggi penampang sungai yang ada (tanggul), maka
akan terjadi luapan dan akan terjadi banjir disekitar lokasi tersebut. Untuk itu diperlukan
penelitian tentang hubungan antara tinggi muka air di sungai berdasarkan geometri sungai
akibat dari debit aliran permukaan yang masuk ke sungai. Geometri sungai yang dimaksud
disini ialah penampang melintang dan memanjang sungai. Penampang melintang akan
mempengaruhi luas penampang basah sungai dan penampang memanjang sungai akan
mempengaruhi kecepatan aliran sungai. Luas penampang basah, kemiringan memanjang
sungai, dan material badan sungai akan mempengaruhi kapasitas aliran sungai yang sesuai
dengan hokum kontinuitas (Chow, 1997). Ada tiga parameter yang diperlukan dalam analisis
luapan sungai yaitu, debit aliran permukaan, geometri sungai, dan material badan sungai. Ada
beberapa metode dalam analisis debit aliran permukaan diantarnya metode rasional,
Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu, dan Melchior.

Presipitasi

1. pengertian presipitasi

Awan yang mengalami adveksi selanjutnya akan mengalami proses presipitasi. Proses
prepitasi adalah proses mencairnya awan akibat pengaruh suhu udara yang tinggi. Pada
proses inilah hujan terjadi. Butiran-butiran air jatuh dan membasahi permukaan bumi.
Presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi yang bisa berupa hujan,
hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Di daerah tropis hujan memberikan sumbangan
terbesar sehingga seringkali hujanlah yang dianggap presipitasi (Triatmodjo, 2008).
Sedangkan menurut Sosrodarsono (1976) presipitasi adalah nama umum dari uap yang
mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi, biasanya jumlah
selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm). Jika uap air yang jatuh berbentuk cair
disebut hujan (rainfall) dan jika berbentuk padat disebut salju (snow).

2. jenis-jenis presipitasi

- Berdasarkan Proses

Berdasarkan prosesnya hujan dibedakan menjadi hujan orografik, hujan frontal, hujan
konveksi, dan hujan konvergen.

a. Hujan Orografik

Hujan orografik adalah hujan yang terjadi di daerah pegunungan (hujan pegunungan).
Prosesnya udara yang mengandung uap air akanbergerak naik ke atas pegunungan. Akibat
adanya penurunan suhu, udara terkondensasi dan turunlah hujan pada lereng yang berhadapan
dengan arah datangnya angin. Daerah lereng lain tempat turunnya hujan yang miskin uap air
dan kering disebut daerah bayangan hujan (shadow rain).

b. Hujan Frontal

Hujan frontal terjadi jika massa udara yang panas naik di atas suatu tepi frontal yang
dingin (udara dingin). Ketika udara naik temperature menjadi dingin sehingga terjadi
kondensasi dan jatuh menjadi hujan frontal. Udara dingin berasal dari kutub dan udara panas
berasal dari khatulistiwa. Hujan ini biasanya terjadi di daerah sedang. Laju hujan yang terjadi
adalah sedang dan seringkali berlangsung lama.

c. Hujan Konveksi

Hujan konveksi terjadi di daerah tropis, dan disebut juga hujan zenithal. Prosesnya,
uap air di daerah ekuator naik secara vertical akibat adanya pemanasan air laut secara terus-
menerus. Akhirnya uap air tersebut berkondensasi dan menurunkan hujan konveksi. Hujan ini
biasanya turun pada sore hari setelah mendapat pemanasan maksimum (pemanasan
maksimum umumnya pukul 12.00-14.00).

d. Hujan Konvergen

Hujan Konvergen adalah hujan yang diakibatkan oleh adanya arus konvergensi udara
atau pengumpulan awan oleh angin. Faktor angin cukup berpengaruh dalam jenis hujan ini.
Arus konvergensi adalah arus udara yang bergerak akibat adanya tekanan udara yang sangat
rendah di suatu tempat sehingga massa udara basah akan bergerak dengan cepat dan
menimbulkan hujan disertai dengan angin.

- Berdasarkan Bentuk

Berdasarkan bentuknya hujan dapat dibedakan menjadi hujan air, hujan salju dan
hujan es.

a. Hujan air (rain)

Hujan air berupa air yang jatuh dalam bentuk tetesan yang dikondensasikan dari uap
air di atmosfer. Di wilayah Indonesia hujan ini sering terjadi dan biasa disebut dengan rain
karena berbentuk cair. Ukuran diameter butir hujan berkisar antara 0,5 - 4 mm.

b. Hujan salju (snow)


Hujan salju merupakan jumlah salju basah yang jatuh dalam suatu periode terbatas.
Salju adalah kristal-kristal kecil air yang membeku dalam butiran kecil yang secara langsung
dibentuk dari uap air di udara bila suhunya pada saat kondensasi < 0C (0C: titik beku
air). Proses terbentuknya adalah antar butir air saling bertumbukan tetapi teratur bentuknya.
Diameter butir berkisar < 0,5 mm, dan dapat terjadi pada suhu 6℃.

c. Hujan es (hail stone)

Adanya panas akan mengakibatkan uap air terangkat ke atas dan semakin ke atas
butiran air akan semakin besar. Uap air tersebut selanjutnya berkondensasi dan akhirnya jatuh
menjadi hujan es. Hujan es sering terjadi di daerah sedang dan peluang terjadi di daerah
tropis juga besar, akan tetapi karena di daerah tropis untuk membeku awan harus naik
setinggi 5000 m, maka akibat ketinggian tersebut es yang jatuh ke bawah sudah tidak
berbentuk es lagi tetapi berbentuk cair. Ukuran diameter butir hujan berkisar > 4 mm.

- Berdasarkan Model

Berdasarkan modelnya, hujan dapat dibedakan menjadi hujan homogen, hujan


advanced, hujan intermediate, dan hujan delay.

a. Hujan Homogen

Hujan homogen adalah hujan yang dari awal sampai akhir terjadinya hujan deras dan
kemudian berhenti.

b. Hujan Advanced

Hujan advanced adalah hujan yang di awal terjadinya hujan sangat deras kemudian
semakin berkurang derasnya dan berhenti.

c. Hujan Intermediate

Hujan intermediate adalah hujan yang terjadi semakin meningkat derasnya sampai
pada titik tertentu (pertengahan) dan kemudian menurun derasnya sampai akhirnya berhenti.

d. Hujan Delay

Hujan delay adalah hujan yang di awal terjadinya hujan sedikit (tidak begitu deras)
dan semakin deras di belakang.
3. Perhitungan curah hujan rata-rat wilayah

- metode aritmatika/aljabar

Metode rerata aljabar merupakan metode yang paling mudah, akan tetapi mempunyai
ketelitian paling rendah. Metode ini cirinya:

a. Pada umumnya hanya digunakan untuk daerah dengan variasi hujan rerata kecil.

b. Sesuai untuk kawasan datar/rata.

c. Daerah aliran sungai (DAS) dengan jumlah penakar hujan besar yang didistribusikan
secara merata pada lokasi-lokasi yang mewakili.

Metode rerata Aljabar dilakukan dengan menghitung rata-rata aritmetik (hitung) dari
semua total penakar hujan di suatu kawasan/daerah, dengan persamaan:

n
1
ṕ= ∑ Pi
n i=1

Dimana

P = hujan rata-rata

Pi = tinggi hujan distasiun i

- Metode Poligon Thiessen

Metode poligon thiessen dipandang lebih baik dari metode rerata aljabar karena telah
memasukkan faktor daerah pengaruh stasiun hujan, meskipun faktor topografi tidak tercakup
di dalamnya. Metode ini cirinya:

a. Sesuai sesuai untuk kawasan dengan jarak penakar hujan yang tidak merata.

b. Memerlukan stasiun-stasiun pengamat di dan dekat kawasan tersebut.

c. Pemindahan atau penambahan stasiun pengamat akan mengubah seluruh jaringan.


Metode ini dilakukan dengan menggambar bisektor tegak lurus melalui garis-garis
lurus yang menghubungkan penakar-penakar hujan di dekatnya, dengan meninggalkan
masing-masing penakar di tengah-tengah suatu poligon. Rata-rata hujan didapat dengan
membagi jumlah hasil kali luas poligon dan hujan (dari penakar di poligon) dengan luas total
(luas daerah penelitian). Berikut ini persamaan yang digunakan dalam perhitungan metode
poligon thiessen.

ΣAnPn
ṕ=
ΣAn

Dimana

P = hujan rata-rata

An = luas daerah yang berpengaruh pada masing-masing stasiun

Pn = tinggi hujan pada setiap stasiun

- Metode Isohiet

Metode isohiet merupakan metode yang paling teliti dibandingkan kedua metode di
atas karena telah memasukkan faktor topografi, akan tetapi subyektivitas yang menyertai
hasil analisis cukup tinggi, apalagi di dalaminterpolasi ruangnya akan menghasilkan
kesalahan yang cukup tinggi. Metode ini cirinya:

a. Sesuai untuk kawasan-kawasan bergunung

b. Membutuhkan stasiun-stasiun pengamat di dan dekat kawasan tersebut,

c. Sangat bermanfaat untuk penghitungan curah hujan yang singkat. Metode ini dilakukan
dengan menggambar garis yang menghubungkan jeluk/kedalaman hujan yang sama pada
suatu kawasan/daerah. Rata-rata hujan ditentukan dengan menjumlahkan hasil kali luas
isohiet dan hujan, dan dibagi dengan luas total, dengan persamaan:

∑ Ai Ii+2 Ii
i=1
ṕ= n

∑ Ai
i=1

Dimana

P = hujan rata rata


I = garis isohyet

i = jumlah luasan atara garis isohyet

A = luas daerah antara 2 garis isohyet

Evapotranspirasi

1. pengertian evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan tanah,
air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer. Dengan kata lain, besarnya
evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan air dari permukaan tanah),
intersepsi (penguapan kembali air hujan dari permukaan tajuk vegetasi), dan transpirasi
(penguapan air tanah ke atmosfer melalui vegetasi).

- evapotransiprasi aktual

Evapotranspirasi aktual (actual evapotranspiration, = Eta) adalah evapotranspirasi


yang terjadi sesungguhnya sesuai dengan keadaan persediaan air/ kelembaban tanah yang
tersedia. Nilai ETa = ETp apabila persediaan air tidak terbatas.

- evapotranspirasi potensial

Evaptranspirasi potensial (potential evapotranspiration, = ETp)adalah laju


evapotranspirasi yang terjadi dengan anggapan persediaan air dan kelembaban tanah cukup
sepanjang waktu.

- evapotranpirasi rujukan

Evapotranspirasi rujukan (reference evapotranspiration, = ETo) adalah laju


evapotranspirasi dipermukaan bumi yang luas dengan ditumbuhi rumput hijau setinggi 8-15
cm, yang masih aktif tumbuh terhampar menutupi seluruh permukaan dibumi dengan albedo
= 0,23 dan tidak kekurangan air.

- evapotranspirasi tanaman

Evapotranspirasi tanaman (consumptive water requirement, crop water requirement,


consumptive use = Etc) adalah tebal air yang dibutuhkan untuk keperluan evapotranspirasi
suatu jenis tanaman pertanian tanpa dibatasi oleh kekurangan air.
2. Perhitungan evapotranspirasi rujukan

- metode Thornthwaite

Rumus yang dipergunakan dalam menghitung evapotranspirasi rujukan pada metode


ini adalah sebagai berikut :

a
10 T
ET0 = 1,6 ( ) dengan,
I
ET0 = evapotranspirasi rujukan

T = suhu udara

I = indeks panas tahunan

- metode Blaney Criddle

Rumus yang digunakan dalam menghitung evapotranspirasi rujukan dalam metode ini
adalah sebagai berikut:

ETo = p (0.46 T + 8) dengan , ET0 = evapotranspirasi rujukan

P = posisi lintang

T = rata-rata suhu udara maks dan min

- metode penman

Rumus yang digunakan dalam menghitung evapotrasnpirasi rujukan dalam metode ini
adalah sebagai berikut:

Dengan

ETo = evapotranspirasi tanaman rujukan

Rn = radiasi matahari netto di atas permukaan tanaman

T = suhu udara rata-rata

U 2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m dari atas permukaan tanah, (m/s).


Es = tekanan uap air jenuh, (kPa).

Ea = tekanan uap air aktual, (kPa).

γ = kemiringan kurva tekanan uap air terhadap suhu, (kPa/o C).

∆ = konstanta psikrometrik, (kPa/o C)

Infiltrasi

1. Pengertian infiltrasi dan perlokasi

Infiltrasi merupakan proses berlangsungnya air masuk ke dalam profil tanah melalui
permukaan tanah (ground surface). Jika pada saat pertama terjadi hujan, maka yang terjadi
adalah proses infiltrasi, dimana air masuk ke dalam tanah yang awalnya kering menjadi basah
hingga menjadi jenuh.

Perlokasi merupakan pergerakan air di dalam tanah yang bergerak ke bawah dari
profil tanah secara vertikal, melalui lapisan air di dalam tanah (soil water) dan masuk ke
lapisan aquifer karena pengaruh gravitasi.

2. Pengukuran Infiltrasi

- Dengan infiltrometer

Infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung baja yang
ditekankan kedalam tanah.Permukaan tanah di dalam tabung diisi air.Tinggi air dalam tabung
akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian banyaknya air yang ditambahkan untuk
mempertahankan tinggi air dalam tabung tersebut harus diukur. Makin kecil diameter tabung
makin besar gangguan akibat aliran ke samping di bawah tabung. Dengan cara ini
infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air yang ditambahkan kedalam tabung sebelah
dalam per satuan waktu.

- Dengan testplot

Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap luasan


yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap besarnya infiltrasi
bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi hal ini dipilih tanah datar yang dikelilingi
tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari banyaknya air yang ditambahkan
agar permukaannya konstan. Jadi testplot sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala
besar.

- Lysimeter

Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam tanah
diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan fasilitas drainage
dan pemberian air. Untuk mencapai tujuan ini lebih baik digunakan lysimeter timbang,
dengan lysimeter timbang besarnya infiltrasi dengan kondisi curah hujan yang sebenarnya
dapat dipelajari. Curah hujan harus diukur dengan alat pencatat hujan (recording rain gauge)
yang harus ditemptkan di dekat lysimeter tersebut.

3. Perhitungan infiltrasi

- Metode Philips

Bentuk persamaan Philips (Chow et al., 1988):

ft = ½. S.t -1/2 + K

Integral dari persamaan diatas adalah:

F = ∫ (½. S.t -1/2 + K) dt atau: F = S.t 1/2 + K.t

Dimana :

F = infi ltrasi kumulatif (cm)

t = waktu (menit)

ft= laju infi ltrasi (cm/menit)

S, K = Konstanta

- Metode Horton

Menurut Horton kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu


hingga mendekati nilai yang konstan. Model Horton dapat dinyatakan secara matematis
mengikuti persamaan sebagai berikut.

f = fc + (f0 - fc) e−kt


Keterangan :

f = Laju infiltrasi (cm/jam) atau (mm/jam)

f0 = Laju infiltrasi awal (cm/jam)

fc = Laju infiltrasi akhir (cm/jam)

e = Bilangan dasar logaritma Naperian

t = Waktu yang dihitung dari mulainya hujan (jam)

k = konstanta untuk jenis tanah

Air Tanah

1. pengertian air tanah dan muka air tanah

Air tanah adalah air yang berada di dalam tanah.Air tanah dibagi menjadi dua, air
tanah dangkal dan air tanah dalam.Air tanah dangkal merupakan air yang berasal dari air
hujan yang diikat oleh akar pohon.Air tanah ini terletak tidak jauh dari permukaan tanah serta
berada diatas lapisan kedap air. Sedangkan air tanah dalam adalah air hujan yang meresap
kedalam tanah lebih dalam lagi mealui proses absorpsi serta filtrasi oleh batuan dan mineral
di dalam tanah. Sehingga berdasarkan prosesnya air tanah dalam lebih jernih dari air tanah
dangkal (Kumalasari & Satoto, 2011). Air tanah (groundwater) merupakan air yang berada di
bawah permukaan tanah. Air tanah ditemukan pada akifer pergerakan air tanah sangat lambat
kecepatan arus berkisar antara 10-10 – 10-3 m/detik dan dipengaruhi oleh porositas,
permeabilitas darilapisan tanah, dan pengisian kembali air. Karakteristik utama yang
membedakan air tanah dan air permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu
tinggal yang sangat lama, dapat mencapai puluhanbahkan ratusan tahun. Karena pergerakan
yang sangat lambat dan waktu tinggal yang lama tersebut, air tanah akan sulit untuk pulih
kembali jika mengalami pencemaran (Effendi, 2003). Menurut (Sanropie, 1984) air tanah
adalah air yang tersimpan di dalam lapisan batuan yang mengalami penambahan secara terus
menerus oleh alam secara terus menerus.

Ketika air tanah mengisi semua pori-pori di dalam tanah atau batuan, tanah dikatakan
"jenuh". Muka air tanah atau water table adalah batas antara tanah jenuh air dengan tanah tak
jenuh air. Kondisi ini dipengaruhi oleh hujan, salju, irigasi, kekeringan dan sumur aktif di
daerah tersebut. Muka air tanah merupakan air yang sering kita lihat dan sering dimanfaatkan
dalam kehidupan sehari-hari. Muka air tanah akan semakin dalam disaat semakin banyaknya
pemanfaatan air tanah yang melebih batas wajar. Penurunan muka air tanah akan berimbas
pada susahnya kita dalam mendapatkan air untuk keperluan dan susahnya mendapatkan
kualitas air yang baik. Pemanfaatan air tanah melalui sumur-sumur akan mengakibatkan
lengkung penurunan muka air tanah (depression cone). Makin besar laju pengambilan air
tanah, makin curam lengkung permukaan air tanah yang terjadi di sekitar sumur sampai
tercapai keseimbangan baru jika terjadi pengisian dari daerah resapan. Keseimbangan air
tanah yang baru ini dapat terjadi hanya jika laju pengambilan air tanah lebih kecil dari
pengisian oleh air hujan pada daerah resapan. Laju pengambilan air tanah dari sejumlah
sumur apabila jauh lebih besar dari pengisiannya maka lengkung-lengkung penurunan muka
air tanah antara sumur satu dengan lainnya akan menyebabkan terjadinya penurunan muka air
tanah secara permanen (Ashriyati, 2011).

2. pengertian akuifer

Akuifer merupakan lapisan pembawa air yang mempunyai susunan sedemikian rupa
sehingga dapat menyimpan dan mengalirkan air. Lapisan yang dapat dilalui dengan mudah
oleh lapisan air tanah seperti lapisan pasir atau lapisan krikil disebut lapisan permiabel.
Lapisan yang sulit dilalui air tanah seperti lempung disebut lapisan kedap air, atau disebut
juga impermeable. Formasiformasi yang berisi dan memancarkan air tanah disebut juga
akuifer. Jumlah air tanah yang dapat diperoleh dari suatu daerah tergantung pada sifat-sifat
akuifer yang ada di daerah serta pada luas cakupan dan frekuensi imbuhan. Karakteristik
akuifer mempunyai peranan yang menentukan dalam proses pembentukan air tanah (Ginting,
2011).

3. jenis akuifer

Berdasarkan litologi, akuifer dibedakan menjadi 4 (Suharyadi, 1984), yaitu :

- Akuifer bebas (Unconfined aquifer) yaitu suatu akuifer yang mana muka airtanah
merupakan batas atas dari zona jenuh air.

- Akuifer tertekan (Confined aquifer) yaitu suatu akuifer yang terletak di bawah lapisan
kedap air (impermeabel) dan mempunyai tekanan lebih besar daripada tekanan atmosfer.
- Akuifer bocor (Leakage aquifer) yaitu suatu akuifer yang terletak di bawah lapisan setengah
kedap air sehingga terletak antara akuifer bebas dan akuifer tertekan.

- Akuifer menggantung (Perched aquifer) yaitu akuifer yang mempunyai massa airtanahnya
terpisah dari massa airtanah induk oleh suatu lapisan yang relative kedap air yang tidak
begitu luas dan terletak di zona jenuh air.

4. Pengertian Aliran Air tanah dan Flownets

Aliran air tanah adalah aliran yang terjadi di bawah permukaan air tanah ke elevasi
yang lebih rendah yang akhirnya menuju sungai atau langsung ke laut. Air tanah mengalir
dari titik berenergi potensial tinggi ke arah titik berenergi potensial lebih rendah, antara titik-
titik yang berenergi potensial sama tidak terdapat pengaliran air tanah. Aliran air tanah dapat
dibagi menjadi dua dilihat dari kadar airnya yaitu aliran air tanah dalam kondisi jenuh dan
aliran air tanah dalam kondisi tidak jenuh. Pembeda kedua aliran ini yang utama adalah pada
nilai permeabilitasnya. Nilai permeabilitas dalam tanah homogen atau dalam hal ini adalah
konduktivitas hidrolisi dianggap konsta. Hal ini tidak terjadi pada aliran tidak jenuh yang
konduktivitas hidrolisisnya tergantung pada kadar air. Sistem aliran airtanah pada dasarnya
mencakup daerah imbuhan dan daerah lepasan. Kemunculan mataair akibat adanya kontak
airtanah dengan batuan impermeable merupakan salah satu penanda daerah lepasan. Mataair
tersebut pada umumnya ditemukan di tekuk lereng pada ketinggian yang relatif sama
(Kodoatie, 2010).

Flownets atau Jaring aliran merupakan penggambaran hukum kontinuitas aliran air
didalam tanah, umumnya digunakan untuk tanah dengan batasan tertentu. Flownet
merupakan metode grafis yang awalnya dikembangkan oleh Philipp Forchheimer seorang
Insinyur Austria dan disempurnakan oleh Arthur Casagrande, seorang insinyur Amerika yang
merupakan salah satu dari pengembang pertama bidang keilmuan mekanika tanah. Airtanah
mengalir pada suatu penampang yang seragam dengan gaya gravitasi yang diperoleh dari
kemiringan kontur airtanah (Hardjito, 2014). Nilai gradien hidrolik tiap segmen flownet yang
berbeda dapat digunakan untuk mengetahui kemiringan airtanah secara absolut antara satu
titik airtanah terhadap airtanah lainnya (Sudarmadji dkk., 2016). Airtanah mengalami
pergerakan di dalam akuifer dengan kecepatan tertentu sehingga memiliki potensi airtanah
yang bersifat dinamis. Peta flownet juga bermanfaat untuk menganalisis arah aliran sifat
kimia airtanah ataupun arah pencemaran. Kontak airtanah dengan batuan, serta kecepatan dan
arah aliran airtanah sangat mempengaruhi kondisi hidrogeokimia air tanah.

5. Permasalahan air tanah

Dalam pemanfaatan air tanah untuk keperluan sehari-hari yang tidak sesuai akan
menimbulkan permasalahan air tanah, diantarannya sebagai berikut

a. Penurunan muka air tanah

Berdasarkan faktor penurunan kedudukan muka air tanah, tingkat kerusakan


dibedakan menjadi 4 (empat) tigkatan, yaitu : aman, rawan, kritis dan rusak. Penurunan
kedudukan muka air tanah dihitung dari kedudukan muka air tanah pada saat kondisi awal
sebagai titik refrensi, yaitu kondisi alamiah air tanah sebelum ada pengambilan air tanah
dalam jumlah yang besar.

b. Penurunan Kualitas Air Tanah

Berdasarkan perubahan kualitas air tanah dapat diketahui dari perubahan sifat fisika,
kandungan kimia serta kandungan bakteri air tanah. Kualitas air tanah dinilai berdasarkan
standar air bersih sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

c. Intrusi Air laut

Adanya intrusi air laut merupakan permasalahan dalam pemanfaatan air tanah di
daerah pantai karena berakibat langsung pada mutu air tanah. Air tanah yang tadinya layak
digunakan untuk air minum karena adanya intrusi air laut mutunya mengalami degradasi
sehingga tidak layak lagi digunakan untuk air minum.

d. Amblesan tanah (land subsidence)

Permasalahan amblesan tanah timbul akibat pengambilan air tanah yang berlebihan
dari lapisan akuifer yang tertekan. Menurt Santoso, dkk (2013), akibat pengambilan yang
berlebihan maka air tanah yang tersimpan dalam pori pori lapisan penutup akuifer akan
terperas keluar yang mengakibatkan penyusutan lapisan penutup tersebut sehingga
menmbulkan penurunan tanah dipermukaan.

e. Pencemaran air
pencemaran ini bisa diakibatkan oleh limbah rumah tangan maupun limbah industry,
maraknya pembagunan perindustrian dan perumahan akan meningkatkan pencemaran air dari
sampah yang dihasilkan.

Daftar Pustaka

Amin, Muhammad, Ridwan dan Iskandar Zulkarnaen. 2018. DIKTAT KULIAH


PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI.
http://repository.lppm.unila.ac.id/8538/1/BUKU_DIKTAT_Pengelolaan_%20DAS.pdf.
Diakses pada tanggal 03 april 2020.

Arsyad, K.M. 2017. MODUL PENGELOLAAN TERPADU PELATIHAN ORIENTASI


TERPADU. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi.
Bandung.

BSN. 2012. TATA CARA PENGHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN


ACUAN DENGAN METODE PENMAN-MONTEITH.
http://docshare01.docshare.tips/files/26867/268671893.pdf. Diakss pada tanggal 03 april
2020.

Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. 17 KAJIAN MODEL


PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU.
https://www.bappenas.go.id/files/1213/5053/3289/17kajian-model-pengelolaan-daerah-
aliran-sungai-das-terpadu__20081123002641__16.pdf. Dialses pada tanggal 03 april 2020.
F Aidatul, Nining. 2015. PEMETAAN LAJU INFILTRASI MENGGUNAKAN METODE
HORTON DI SUB DAS TENGGARANG KABUPATEN BONDOWOSO.
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/73531/111910301026%20NININ
G%20AIDATUL%20F.%201-51.pdf?sequence=1. Diakses pada tanggal 03 april 2020.

Ipb. 2011. TINJAUAN PUSTAKA.


https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62317/4/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf. Diakses pada tanggal 03 april 2020.

Jayanti Ni Luh Putu. 2018. TINJAUAN PUSTAKA AIR TANAH.


http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/144/4/BAB%20II.pdf. Diakses pada tanggal 03
april 2020.

Juli Astuti dan Andrian Suhendra. 2011. STUDI KAPASITAS INFILTRASI METODE
HORTON UNTUK PEMAKAIAN BIOPORI di KAMPUS UNIVERSITAS BINA
NUSANTARA BERDASARKAN DEBIT LIMPASAN PERMUKAAN. http://166456/id-
studi-kapasitas-infiltrasi-metode-horton.pdf. Diakses pada tanggal 03 April 2020.

Khotimah, Nurul. 2008. DIKTAT MATA KULIAH HIDROLOGI (PGR-208).


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/nurul-khotimah-msi/diktat-
hidrologi.pdf. Diakses pada tanggal 03 April 2020.

Naharuddin, Herman Harijanto dan Abdul Wahid. 2018. PENGELOLAAN DAERAH


ALIRAN SUNGAI DAN APLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR.
https://www.researchgate.net/publication/324771754_BUKU_AJAR_Penerbit_2018.

Nasution, Enda Mora. 2013. PENYELIDIKAN ZONA AKUIFER DENGAN SURVEI


PENDUGAAN GEOLISTRIK METODE SCHLUMBERGER STUDI KASUS DAERAH
KECAMATAN KALIWUNGU DAN SEKITARNYA, KABUPATEN KENDAL, JAWA
TENGAH. https://media.neliti.com/media/publications/183681-ID-penyelidikan-zona-
akuifer-dengan-survei.pdf. Diakses pada tanggal 03 april 2020.

Peraturan pemerintah. 2012. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI.
https://www.forda-mof.org/files/PP.37_2012_PENGELOLAAN_DAS_.pdf. Diakses pada
tanggal 03 april 2020.
Purwono, Nugroho, Prayudha Hartanto, Yosef Prihanto, & Priyadi Kardono. 2018. TEKNIK
FILTERING MODEL ELEVASI DIGITAL (DEM) UNTUK DELINEASI BATAS
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS).
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/10390/E-7-Nugroho%20-
%20TEKNIK%20FILTERING%20MODEL%20ELEVASI%20DIGITAL.pdf?
sequence=1&isAllowed=y. Diakses pada tanggal 03 april 2020.

Putra, Yogyrema Setyanto dan Muhammad Taufik. 2014. ANALISA BATAS DAERAH
ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI
KASUS: SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM).
http://iptek.its.ac.id/index.php/geoid/article/view/583/304. Diakses pada tanggal 03 april
2020.

Putri, melati ayuning dkk. 2018. SISTEM ALIRAN DAN POTENSI AIR TANAH DI
SEBAGAIAN DESA SEMBANGUN DITINJAU DARI ASPEK KUANTITAS DAN
KUALITAS. https://jurnal.ugm.ac.id/mgi/article/download/32297/22641. Diakses pada
tanggal 03 april 2020.

Ritawati, Sri Muhjidin Mawardi, dan Sunarto Geonadi. 2012. KESESUAIAN MODEL
INFILTRASI PHILIPS UNTUK PREDIKSI LIMPASAN PERMUKAAN
MENGGUNAKAN METODE BILANGAN KURVA.
file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/9607-17693-1-PB%20(1).pdf. Diakses pada tanggal
2020.

Rohmad. 2015. LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLOGI INFILTRASI DAN KURVA


INFILTRASI METODE HORTON.
https://www.academia.edu/23300725/INFILTRASI_and_KURVA_INFILTRASI_MODE
L_HORTON. Diakses pada tanggal 2020.

Saifudin I. 2017. TINJAUAN PUSTAKA DAERAH ALIRAN SUNGAI.


http://eprints.undip.ac.id/55640/4/2b_BAB_Tinjaun_Pustaka.pdf. Diakses pada tanggal 03
appril 2020.

Suharyanto, Agus . 2015. PREDIKSI TITIK BANJIR BERDASARKAN KONDISI


GEOMETRI SUNGAI.
https://rekayasasipil.ub.ac.id/index.php/rs/article/download/290/286. Diakses pada tanggal
03 april 2020.
Sinta. 2011. TINJAUAN PUSTAKA HUJAN.
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1104105102-3-file%203%20(bab%20II).pdf.
Diakses pada tanggl 03 april 2020.

Simaremare, saroha. 2015. ANALISIS ALIRAN AIR TANAH SATU DIMENSI (KAJIAN
LABORATORIUM). https://media.neliti.com/media/publications/211710-analisis-aliran-
air-tanah-satu-dimensi-k.pdf. Diakses pada tanggal 2020.

Soil Mechanic laboratory. 2020. JARING ALIRAN (FLOWNET).


http://sml.sipil.ft.unand.ac.id/index.php/whats-new/tanding/89-jaring-aliran-flownet
Diakses pada tanggal 03 aprli 2020.

Unila. ___. TINAUAN PUSTAKA HUJAN. http://digilib.unila.ac.id/5757/17/BAB


%202.pdf. Diakses pada tanggal 03 april 2020.

Unila. 2017. TINJAUAN PUSTAKA. http://digilib.unila.ac.id/1603/4/BAB%202.pdf.


Diakses pada tanggal 03 april 2020.

Usu. 2017. TINJAUAN PUSTAKA AIR TANAH.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39652/Chapter%20II.pdf?
sequence=4. Diakses pada tanggal 2020.

Yosananto, yedida. 2006. STUDI ANALISA PEMILIHAN METODE TERBAIK UNTUK


PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI DI STASIUN METEOROLOGI MALANG.
http://lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2014/04/Intek1.pdf. Diakses pada tanggal 03
april 2020.

______. ______. TINJAUAN PUSTAKA DAERAH ALIRAN SUNGAI.


https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/56532/3/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf. Diakses pada tanggal 03 april 2020.

Anda mungkin juga menyukai