Anda di halaman 1dari 31

Laporan Praktikum Pestisida dan Tenik Aplikasinya

Dosen : Ir. Ketut Sumiartha, M.Agr.Sc

Doni Situmorang

(1706541072)

Program Studi Agroekoteknologi

Fakultas Pertanian

Universitas Udayana

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya semakin banyak
jumlah dan beragam jenisnya. Terjadinya ledakan serangan hama dan penyakit ini karena
resistensi hama dan penyakit terhadap pestisida. Pestisida adalah substansi kimia dan bahan
lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang
dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu,
penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian
nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan
hewan lain yang dianggap merugikan. Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan
bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman, (e-petani, 2010). Pestisida yang beredar dipasaran sekarang juga beragam jenisnya.
Setiap pestisida memiliki bentuk fisik dan formulasinya tersendiri. Selain itu pestisida yang
sekarang banyak dikembangkan ditambahkan surfaktan. Surfaktan merupakan salah satu
komponen dari fomulasi yang dimana surfaktan berfungsi sebagai agen pegaktif permukaan
(surface active agent).

Petani dalam mengendalikan hama dan penyakit sekarang lebih memilih


menggunakan pestisida tanpa memperhitungkan dampak pestisida terhadap lingkungan.
Dampak yang pestisida tidak hanya terhadap lingkungan namun serangga dan manusia juga
dapat terkena. Keracunan pestisida atau yang sering disebut dengan totksisitas merupakan
salah satu tolak ukur akan bahayanya suatu pestisida. Sesuai konsep Pengendalian Hama
Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh
hama, namun lebih dititik beratkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga
berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali. Selama ini, kita mengetahui
bahwa pestisida sangat berguna dalam membantu petani merawat pertaniannya. Pestisida
dapat mencegah lahan pertanian dari serangan hama. Hal ini berarti jika para petani
menggunakan pestisida, hasil pertaniannya akan meningkat dan akan membuat hidup para
petani menjadi semakin sejahtera. Dengan adanya pemahaman tersebut, pestisida sudah
digunakan di hampir setiap lahan pertanian. Namun sekarang ini banyak pemahaman yang
salah tentang penggunaan dosis dari pestisida ini. Para petani tidak mengindahkan anjuran
pemakaian yang telah diterapkan oleh pemerintah.

Jika melihat besarnya kehilangan hasil yang dapat diselamatkan berkat penggunaan
pestisida, maka dapat dikatakan bahwa peranan pestisida sangat besar dan merupakan sarana
penting yang sangat diperlukan dalam bidang pertanian. Usaha intensifikasi pertanian yang
dilakukan dengan menerapkan berbagai teknologi maju seperti penggunaan pupuk, varietas
unggul, perbaikan pengairan dan pola tanam akan menyebabkan perubahan ekosistem yang
sering diikuti oleh meningkatnya problema serangan jasad pengganggu. Demikian pula usaha
ekstensifikasi pertanian dengan membuka lahan pertanian baru, yang berarti melakukan
perombakan ekosistem, sering kali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad
pengganggu. Dan tampaknya saat ini yang dapat diandalkan untuk melawan jasad
pengganggu tersebut yang paling manjur hanya pestisida. Memang tersedia cara lainnya,
namun tidak mudah untuk dilakukan, kadang-kadang memerlukan tenaga yang banyak,
waktu dan biaya yang besar, hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yang tidak dapat
diharapkan efektifitasnya. Pestisida saat ini masih berperan besar dalam menyelamatkan
kehilangan hasil yang disebabkan oleh jasad pengganggu. Setiap pestisida memiliki bentuk
fisik dan formulasinya tersendiri. Selain itu pestisida yang sekarang banyak dikembangkan
ditambahkan surfaktan. Surfaktan merupakan salah satu komponen dari fomulasi yang
dimana surfaktan berfungsi sebagai agen pegaktif permukaan (surface active agent).

Pengaplikasian pestisida ketanaman dapat dilakukan dengan penyemprotan langsung


denngan spayer. Selain melaui aplikasi semprot pestisida juga ada yang dipasang dalam
perangkap. Perangkap yang sederhana terbuat dari botol bekas yang diisi atraktan. Atraktan
merupakan suatu bahan pengikat untuk memikat hama terutama hama lalat buah. Oleh karena
itu perlunya dilakuakan suatu pemahaman terhadap bentuk fisik dan formulasi pestisida.
Selain itu perlu juga pemahaman akan fungsi dari surfaktan, gejala keracunan suatu pestisida,
dan pemahaman akan penggunaan atraktan. Sehingga dalam pengaplikasian atau penggunaan
pestisida dapat terhindarnya atau mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan juga
keracunan atau toksisitas.
1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui bentuk formulasi pestisida.

2. Mengetahui cara pembuatan perangkap hama lalat buah dari bahan-bahan


sederhana

dengan menggunakan atraktan.

3. Mengetahui fungsi dari bahan formulasi surfaktan.

4. Mengetahui sifat-sifat asam dan basa dari pestisida dalam pencampuran formulasi

pestisida.

5. Menghitung kalibrasi dari penggunaan alat knapsacksprayer.


BAB 2

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Formulasi Pestisida

Menurut Butarbutar (2009), pestisida dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum
digunakan perlu diformulasikan dahulu. Formulasi pestisida merupakan pengolahan
(processing) yang ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan dengan
keamanan, penyimpanan, penanganan (handling), penggunaan, dan keefektifan pestisida.
Pestisida yang dijual telah diformulasikan sehingga untuk penggunaannya pemakai tinggal
mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan dalam manual. Menurut Munaf (1997), yang
dimaksud dengan formulasi (formulated product), ialah komposisi dan bentuk pestisida yang
dipasarkan. Pestisida yang terdapat dipasaran umumnya tidaklah merupakan bahan aktif
100%, karena selain zat pengisi atau bahan tambahan yang tidak aktif 100%, karena selain zat
pengisi atau bahan tambahn yang tidak aktif (inert ingridient) juga da yang berisi campuran
dari 2 atau lebih pestisida.

Menurut Djojosumarto dalam Runia (2008), produk jadi yang merupakan campuran
fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak aktif dinamakan formulasi. Formulasi
sangat menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk dan komposisi tertentu harus
digunakan, berapa dosis atau takaran yang harus digunakan, berapa frekuensi dan interval
penggunaan, serta terhadap jasad sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat
digunakan secara efektif. Selain itu, formulasi pestisida juga menentukan aspek keamanan
penggunaan pestisida dibuat dan diedarkan dalam banyak macam formulasi, sebagai berikut:

 Formulasi Padat

a. Wettable Powder (WP), merupakan sediaan bentuk tepung (ukuran partikel beberapa
mikron) dengan kadar bahan aktif relatif tinggi (50-80%), yang jika dicampur dengan air
akan membentuk suspensi. Pengaplikasian WP dengan cara disemprotkan. Contohnya:
Basimen 235.
b. Soluble Powder (SP), merupakan formulasi berbentuk tepung yang jika dicampur air akan
membentuk larutan homogen. Digunakan dengan cara disemprotkan. Contohnya Dowpon M.

c. Butiran atau Granule (G), umumnya merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi
bahan aktif rendah (sekitar 2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7-1 mm. Pestisida
dicampur degan bahan pembawa, seperti tanah liat, pasir, tongkol jagung yang ditumbuk.
Pestisida butiran umumnya digunakan dengan cara ditaburkan di lapangan (baik secara
manual maupun dengan mesin penabur). Contoh: Lannate 2 D.

d. Water Dispersible Granule (WG atau WDG), berbentuk butiran tetapi penggunaannya
sangat berbeda. Formulasi WDG harus diencerkan terlebih dahulu dengan air dan digunakan
dengan cara disemprotkan.

e. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan dalam air dan
digunakan dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika dicampur dengan air, SG akan
membentuk larutan sempurna.

f. Tepung Hembus, merupakan sediaan siap pakai (tidak perlu dicampur dengan air)
berbentuk tepung (ukuran partikel 10-30 mikron) dengan konsentrasi bahan aktif rendah (2%)
digunakan dengan cara dihembuskan (dusting).

g. Pekatan debu atau Dust concentrate. Kadarnya biasnya antara 25-75%.

h. Umpan atau Bait (B). Bahan aktif pestisida dicampurkan dengan bahan pembawa. Biasa
terdapat dalam bentuk bubuk, pasta, dan butiran. Penggunaannya dicampurkan dengan bahan
makanan yang disukai hewan sasaran. Contoh: Zink Fosfit (umpan bubuk), Klerat RM.

i. Tablet, terdapat dalam 2 bentuk: Tablet yang bila terkena udara akan menguap menjadi
fumigant, yang umumnya digunakan untuk gudang-gundang atau perpustakaan. Contoh:
Phostoxin tablet, dan tablet yang pada pengunaannya memerlukan pemanasan. Uap dari hasil
pemanasan dapat membunuh atau mengusir hama (nyamuk). Contoh: Fumakkila.

j. Padat lingkar. Biasa digunakan dengan membakar. Contoh: obat nyamuk bakar Moon Deer
0,2 MC.

 Formulasi Cair
a. Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (EC), merupakan sediaan berbentuk
pekatan (konsentrat) cair dengan kandungan bahan aktif yang cukup tinggi. Oleh karena
menggunakan solvent berbasis minyak, konsentrat ini jika dicampur dengan air akan
membentuk emulsi (butiran benda cair yang melayang dalam media cair lainnya). Bersama
formulasi WP, formulasi EC merupakan formulasi klasik yang paling banyak digunakan saat
ini. Menurut Butarbutar (2009), EC (emulsible atau emulsifiable concentrates) adalah larutan
pekat pestisida yang diberi emulsifier (bahan pengemulsi) untuk memudahkan
penyampurannya yaitu agar terjadi suspensi dari butiran-butiran kecil minyak dalam air.
Suspensi minyak dalam air ini merupakan emulsi. Bahan pengemulsi adalah sejenis detergen
(sabun) yang menyebabkan penyebaran butir-butir kecil minyak secara menyeluruh dalam air
pengencer. Secara tradisional insektisida digunakan dengan cara penyemprotan bahan racun
yang diencerkan dalam air, minyak, suspensi air, dusting, dan butiran. Penyemprotan
merupakan cara yang paling umum, mencakup 75% dari seluruh pemakaian insektisida, yang
sebagian besar berasal dari formulasi Emulsible Concentrates. Bila partikel air diencerkan
dalam minyak (kebalikan dari emulsi) maka hal ini disebut emulsi invert. EC yang telah
diencerkan dan diaduk hendaknya tidak mengandung gumpalan atau endapan setelah 24 jam.
Contoh: grothion 50 EC, Basudin 60 EC

b. Water Soluble Concentrate (WCS), merupakan formulasi yang mirip dengan EC, tetapi
karena menggunakan sistem solvent berbasis air maka konsentrat ini jika dicampur air tidak
membentuk emulsi, melainkan akan membentuk larutan homogen. Umumnya formulasi ini
digunakan dengan cara disemprotkan. Contoh: Azidrin 15 WSC.

c. Aquaeous Solution (AS), merupakan pekatan yang bisa dilarutkan dalam air. Pestisida
yang diformulasi dalam bentuk AS umumnya yang dimorfulasikan dalam bentuk garam
herbisida asam yang memiliki kelarutan tinggi dalam air. Pestisida yang diformulasi dalam
bentuk ini digunakan dengan cara disemprotkan. Contoh: 2-metil-4-klorofenoksiasetat
(MCPA) dan 2,4-diklorofenoksi asetat (2,4-D).

d. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair. Jika dicampur air, pekatan cair ini akan
membentuk larutan. Pestisida ini juga digunakan dengan cara disemprotkan.

e. Ultra Low Volume (ULV), merupakan sediaan khusus untuk penyemprotan dengan
volume ultra rendah, yaitu volume semprot antara 1-5 liter/hektar. Formulasi ULV umumnya
berbasis minyak karena untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah digunakan butiran
semprot yang sangat halus.

f. Pekatan dalam minyak (Oil concrentrat) adalah formulais cair yang berisi bahan aktif
dalam kosentrasi tinggi yang dilarutkan dalam pelarut hidrokarbon aromatik seperti xilin atau
nafta. Penggunaannya biasa diencerkan dengan pelarut hidrokarbon yang lebih murah (missal
solar), baru disemprotakan atau dikabutkan (fogging). Contoh: Sevin 4 Oil.

g. Formulasi aerosol. Dalam hal ini pestisida dilarutkan dalam elarut organik, dalam
kosentrasi rendah dimasukkan dalam kaleng berisi gas yang bertekanan, dikemas dalam
bentuk aerosol siap pakai. Contoh: Flygon aerosol.

h. Bentuk cair yang mudah menguap (liquefied gases). Pestisida ini terdapat dalam bentuk
gas yang dimanpatkan pada tekanan tertentu dalam suatu kemasan. Penggunaannya ialah
dengan cara fumigasi ke dalam ruangan atau tumpukan bahan makanan atau penyuntikan ke
dalam tanah. Contoh: Methyl bromide.

2.2 Atraktan pada lalat buah

Atraktan adalah aroma atau bau yang mampu merangsang hewan untuk tertarik atau
mendekat karena menyukai aromanya. Manfaat Atraktan ini sebagai penangkap, perangkap
dan pembasmi serangga atau binatang lain. Lalat buah merupakan hama utama pada budi
daya tanaman hortikultura. Hama ini menyebabkan buah muda jatuh atau buah berbelatung
sehingga kualitasnya turun. Selain itu, lalat buah hidup bersimbiose egativeic dengan
beberapa jenis bakteri dan merupakan egati dari bakteri E. coli. Berbagai cara pengendalian
lalat buah telah dilakukan, salah satunya adalah dengan menggunakan atraktan dengan bahan
aktif metil eugenol. Atraktan dapat dibuat dari tanaman (atraktan nabati) dengan harga yang
jauh lebih murah dengan efektivitas yang tinggi, yaitu dari tanaman selasih (Ocimum spp.)
dan Melelauca bracteata. Atraktan nabati sudah diuji efektivitasnya di beberapa lokasi dan
menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dalam mengendalikan hama lalat buah. Atraktan
nabati sangat dibutuhkan oleh para petani dan praktisi di bidang hortikultura, khususnya
buah-buahan, sehingga teknologi ini sangat dinantikan oleh mereka. Atraktan nabati dapat
digunakan di semua lokasi di mana tanaman hortikultura dibudidayakan.
Hasil pengujian di beberapa daerah menunjukkan bahwa atraktan nabati ini mampu
memerangkap lalat buah per minggunya dalam satu perangkap berkisar dari puluhan, ratusan
hingga ribuan, bergantung pada komoditas, cuaca, dan lokasi. Atraktan mampu bertahan
hingga satu bulan, namun pada minggu kedua daya tangkapnya sudah mulai menurun,
sehingga penambahan atraktan perlu dilakukan setiap dua minggu. Atraktan ini bersifat
spesifik untuk hama lalat buah. Penggunaan atraktan merupakan cara pengendalian hama
lalat buah yang ramah lingkungan, karena baik komoditas yang dilindungi maupun
lingkungannya tidak terkontaminasi oleh atraktan. Selain itu atraktan ini tidak membunuh
serangga bukan sasaran (serangga berguna seperti lebah madu, serangga penyerbuk atau
musuh alami hama), karena bersifat spesifik, yaitu hanya memerangkap hama lalat buah,
sehingga tidak ada risiko atau dampak egative dari penggunaannya.

2.3 Surfaktan

Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk
terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik dan menurunkan
tegangan permukaan. Tegangan permukaan adalah gaya dalam dyne yang bekerja pada
permukaan sepanjang 1 cm dan dinyatakan dalam dyne/cm, atau energi yang diperlukan
untuk memperbesar permukaan atau antarmuka sebesar 1 cm2 dan dinyatakan dalam
erg/cm2. Surface tension umumnya terjadi antara gas dan cairan sedangkan Interface tension
umumnya terjadi antara cairan dan cairan lainnya atau kadang antara padat dan zat lainnya
(namun hal ini belum diteliti).

Beberapa kegunaan surfaktan antara lain yaitu : Deterjen, pelembut kain, pengemulsi,
cat, adesif, tinta, anti – fogging, remidiasi tanah, pendispersi, pembasah, Ski wax dan
snowboard wax, daur ulang kertas, pengapungan, pencuci, zat busa, penghilang busa,
laxatives, formula agrokimia, herbisida dan insektisida, coating, sanitasi, sampo, pelembut
rambut, spermicide, pemipaan pemadam kebakaran, pendeteksi kebocoran, dsb. Karakteristik
utama surfaktan adalah pada aktivitas permukaannya. Surfaktan mampu meningkatkan
kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka suatu cairan, meningkatkan
kemampuan pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan agregasi partikel
terdispersi yaitu dengan menghambat dan mereduksi flokulasi dan penggabungan partikel
yang terdispersi, sehingga kestabilan partikel yang terdispersi makin meningkat. Surfaktan
mampu mempertahankan gelembung atau busa yang terbentuk lebih lama. Surfaktan
merupakan komponen yang paling penting pada sistem pembersih, sehingga
menjadibahanutamapadadeterjen. Dalam penggunaannya surfaktan dapat berfungsi sebagai
bahan pembasah (wetting agent), pengemulsi (emulsifying agent), bahan pencegah
terbentuknya busa (antifoaming agent), dan juga sebagai pembantu pelarutan (solublizing
agent) atau menormalkan bahan isi yang tidak larut dalam air.

2.4 Sifat Asam dan Basa Pestisida

 Sifat Basa

Istilah basa berasal dari bahasa arab yang berarti abu. Suatu senyawa dikelompokan menjadi
basa jika zat tersebut dilarutkan ke dalam air menghasilkan ion hidroksida (OH). Zat yang
bersifat basa antara lain: Natrium Hidroksida (NaOH), Kalium Hidroksida (KOH), pasta gigi
dan sabun. Secara umum senyawa basa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

· Mempunyai rasa pahit

· Terasa licin jika terkena air, misalnya sabun

· Dapat menghantarkan arus listrik (konduktor)

· Jika dilarutkan ke dalam air menghasilkan ion hidroksida (OH)

· Bersifat kaustik artinya dapat merusak kulit

· Dapat merubah warna indikator kertas lakmus merah menjadi biru

· Memiliki pH lebih dari 7. Semakin besar nilah pH suatu zat maka semakin kuat derajat
kebasaanya.

 Sifat Asam

Istilah asam berasal dari bahasa latin yaitu acetum yang berarti cuka. Pengertian asam
menurut Arhenius adalah zat yang menghasilkan ion H+ didalam air. Jadi asam dapat
diartikan sebagai senyawa yang menghasilkan ion hydrogen (H+) ketika dilarutkan ke dalam
air.Zat yang bersifat asam antara lain : asam khlorida (HCI), air aki (asam sulfat) dan
pembersih porselin. Secara umum senyawa asam memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

· Mempunyai rasa asam

· Dapat merubah warna indikator misalnya kertas lamus biru menjadi merah

· Bersifat korosif terhadap logam

· Dapat menghantarkan listrik (konduktor)

· Jika dilarutkan ke dalam air menghasilkan ion hydrogen (H+)

· Memiliki nilai pH (derajat keasaman) kurang dari 7. Semakin kecil nilai pH suatu zat
maka semakin kuat sifat keasamannya.

Zat yang bersifat asam basa banyak terdapat dalam kehidupan sehari hari Asam sitrat,
vitamin C tidak lain dari asam askorbat, asam asetat, yaitu cuka, asam karbonat dapat
memberikan rasa segar dalam minuman ringan, asam sulfat untuk Akumulator. Contoh
basa : Amoniak untuk pelarut desinfektan. Soda api (natrium hidroksida) untuk
membersihkan saluran bak cuci, alumunium hidroksida dan magnesium hidroksida untuk
obat nyeri lambung.

 Menentukan pH Suatu Larutan

Derajat keasaman (pH) suatu larutan dapat ditentukan menggunakan indikator universal,
indikator stick, larutan indiaktor, dan pH meter.

a. Indikator Universal.

Indikator universal merupakan campuran dari bermacam-macam indikator yang dapat


menunjukkan pH suatu larutan dari perubahan warnanya. Indikator universal ada dua macam
yaitu indikator yang berupa kertas dan larutan.

b. Indikator Kertas (Indikator Stick)

Indikator kertas berupa kertas serap dan tiap kotak kemasan indikator jenis ini dilengkapi
dengan peta warna. Penggunaannya sangat sederhana, sehelai indikator dicelupkan ke dalam
larutan yang akan diukur pH-nya. Kemudian dibandingkan dengan peta warna yang tersedia.
c. pH Meter

Pengujian sifat larutan asam basa dapat juga menggunakan pH meter. Penggunaan alat
ini dengan cara dicelupkan pada larutan yang akan diuji, pada pH meter akan muncul angka
skala yang menunjukkan pH larutan.

2.5 Toksisitas Pestisida

 Bahaya Pestisida

Walaupun pestisida ini mempunyai manfaat yang cukup besar pada masyarakat, namun dapat
pula memberikan dampak negative pada manusia dan lingkungan. Pada manusia pestisida
dapat menimbulkan keracunan yang dapat mengancam jiwa manusia atau menimbulkan
penyakit atau cacat. Dapat dikatakan bahwa tidak satu pun zat kimia yang tanpa resiko,
namun dapat digunakan dengan aman dan efektif bila cara memegang, menggunakan,
menyimpan, transportasi sesuai dengan petunjuk atau aturan yang tertera pada label dalam
wadah atau pembungkus dari pabrik yang memproduksinya.

 Toksisitas Akut Pestisida

Besarnya daya racun suatu pestisida dinilai dari toksiksitasnya. Toksiksitas akut pestisida
dapat dinyatakan dengan 2 simbol, yaitu: LD 50 (Lethal Dose 50) atau LC 50 (Lethal
Concentration 50) ialah kadar atau kosentrasi pestisida yang diperkirakan dapat membunuh
50 persen binatang percobaan. Satuannya ialah mg bahan aktif suatu pestisida per kg berat
badan binatang percobaan (mg/kg). Penentuaan toksiksitas akut pestisida dapat digunakan
bintang percobaan: tikus putih, anjing, burung atau ikan. Dikatakan bahwa tikus secara
biologis mempunyai sifat sama seperti manusia, sehingga dapat diasumsikan bahwa
sensitivitas pada tikus relatif sama dengan manusia. Toksiksitas pestisida sangat tergantung
pada cara masuknya pestisida ke dalam tubuh. Pada penentuan toksiksitas pestisida per oral,
pestisida diberikan melalui makanan dan diperoleh LD 50 oral, dan yang melalui kulit
diperoleh LD 50 dermal, dan bila pemaparan melalui air atau udara (terhisap) ditentukan LC
50 selama 24 jam, 48 jam, 96 jam, dan seterusnya (lama waktu pemaparan). LC umumnya
dinyatakan dalam ppm (part per million) atau ppb (part per bilion). Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam menentukan toksiksitas suatu pestisida ialah:
a) Route pemakaian atau pemaparan per oral, dermal, inhalasi.

b) Untuk LC 50 perlu dinyatakan berapa lama waktu pemaparan, biasanya dipakai waktu 24
jam, 48 jam, atau 96 jam.

c) Pestisida umunya dinyatakan dalam bentuk bahan aktif tunggal, dan jarang sekali sebagai
bahan formula.

d)Toksiksitas yang ditetapkan bersifat akut, bukan toksiksitas kronis.

e) Semakin kecil angka toksiksitas suatu pestisida semakin toksik (semkain kuat efek
toksiknya).

f) Nilai LD 50 atau LC 50 akan berubah bila bercampur dengan bahan kimia yang tidak
toksik, tetapi bersifat sinergis atau antagonis terhadap bahan aktif.

g) Pencampuran dengan bahan sinergis mengakibatkan pestisida tersebut semakin toksik (LD
50 semkin kecil), dan sebaliknya dengan bahan antagonis akan menurunkan toksiksitasnya.

2.6 Knapsack Sprayer

Alat penyemprot (sprayer) digunakan untuk mengaplikasikan sejumlah tertentu bahan


kimia aktif pemberantas hama penyakit yang terlarut dalam air ke objek semprot (daun,
tangkai, buah) dan sasaran semprot (hama-penyakit). Sprayer adalah alat/mesin yang
berfungsiuntukmemecahsuatu cairan,larutanataususpensimenjadibutirancairan(droplets) atau
spray. Fungsi utama sprayer adalah untuk memecahkan cairan yang disemprotkan menjadi
tetesan kecil (droplet) dan mendistribusikan secara merata pada objek yang dilindungi.
Fungsi lainnya dari nozzle adalah menentukan ukuran butir semprot (droplet size), mengatur
flow rate (angka curah), dan mengatur distribusi semprotan yang dipengaruhi oleh pola
semprotan, sudut semprotan, dan lebar semprotan. Tujuan sprayer agar mampu melakukan
kalibrasi serta menentukan jumlah pelarut untuk kebutuhan budidaya tanaman tertentu. Untuk
mengkalibrasi atau memperhitungkan penyemprotan, ada empat parameter yang
mempengaruhi, yaitu curah (flow rate)/C, lebar gawang penyemprotan (run width)/G,
kecepatan aplikasi (K), dan volume aplikasi (V).

Sprayer untuk keperluan pertanian dikenal dengan 3 jenis sprayer, yakni knapsack
sprayer, motor sprayer, dan CDA sprayer. Knapsack sprayer atau dikenal dengan alat semprot
punggung. Sprayer ini paling umum digunakan oleh petani hampir di semua areal pertanian
padi, sayuran, atau di perkebunan. Prinsip kerjanya adalah larutan dikeluarkan dari tangki
akibat dari adanya tekanan udara melalui tenaga pompa yang dihasilkan oleh gerakan tangan
penyemprot. Pada waktu gagang pompa digerakkan, larutan keluar dari tangki menuju tabung
udara sehingga tekanan di dalam tabung meningkat. Keadaan ini menyebabkan larutan
pestisida dalam tangki dipaksa keluar melalui klep dan selanjutnya diarahkan oleh nozzle
bidang sasaran semprot. Tekanan udara yang dihasilkan oleh pompa diusahakan konstan,
yaitu sebesar 0,7-1,0 kg/cm2 atau 10-15 Psi. Tekanan sebesar itu diperoleh dengan cara
memompa sebanyak 8 kali. Untuk menjaga tekanan tetap stabil, pemompaan dilakukan setiap
berjalan 2 langkah, pompa harus digerakkan sekali naik-turun. Kapasitas tangki knapsack
sprayer bervariasi berkisar antara 13, 15, 18, dan 20 tergantung mereknya.
BAB 3

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Seluruh kegiatan praktikum dilaksanakan pada hari Senin, 9 Desember 2019 pada
pukul 14.00 WITA – selesai bertempat di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Udayana.

3.2 Alat dan Bahan

 Formulasi Pestisida

Alat :

 Petridish

 Gelasukur

Bahan :

 Pestisida dengan formulasi EC, WSC, dan WP

 Air

 Atraktan

Alat :
 Gunting/pisau

 Botol air mineral 600ml sampai 1,5L

 Kawat

Bahan :

 Minyak pala

 Kapas

 Pengenalan Fungsi dari Surfaktan

Alat :

 Botol kaca

Bahan :

 Minyak

 Detergen

 Dauntalas

 Air

 Mengenal Sifat – Sifat Asam Basa

Alat :

 Petridish

Bahan :

 Airkali

 Air sumur

 Air kapur

 Air gambir

 Kertas lakmus
 Air

 Toksisitas Pestisida

Alat :

 Botol air mineral 600ml

Bahan :

 Air

 Kayu deris

 Pestisida

 Ikan

 Perkenalan Knapsack Sprayer

Alat :

 Knapsack sprayer

 Stopwatch

 Ember

 Gelasukur

Bahan :

 Air

 Talirafia

3.3 Cara Kerja

 Formulasi Pestisida
1. Tuang air ke dalam petridish / gelasukur.

2. Campurkan satu sendok kecil formulasi pestisida EC, WSC, WP ke dalam air.
3. Amati apa yang terjadi dan bagaimana perubahan warnanya.

 Atraktan
1. Potong botol air mineral menjadi 2 bagian, ¼ dan ¾ .

2. Gunakan botol air mineral ¾ . Buatlah 2 lubang disisi botol air mineral tersebut.

3. Pasangkan kawat dari dalam keluar dan lilit kawat tersebut hingga membentuk
bulatan di sisi dalam untuk meletakkan kapas.

4. Basahi kapas secara merata dengan minyak pala.

5. Kemudian letakkan kapas pada tempat yang telah tersedia.

6. Tutup kembali perangkap dengan bagian ¼ botol tersebut.

7. Atraktan siap digantungkan pada tempat – tempat yang telah ditentukan, misalnya
di bawah pohon buah – buahan seperti pohon belimbing.

8. Kemudian, perhatikan lalat buah yang masuk ke dalam perangkap tersebut.

 Fungsi surfaktan
1. Tuang minyak ke dalam botol kaca.
2. Minyak dibagi menjadi dua bagian, yang satu di campur dengan air dan detergen
secara merata, yang satu lagi air namun tidak ditambahkan detergen.
3. Amati apa yang terjadi.
4. Teteskan daun talas dengan air murni dan dengan air yang sudah dicampur dengan
detergen.
5. Bandingkan apa yang terjadi.
6. Olesi tangan dengan minyak, kemudian bilas dengan air murni dan bilas dengan
air yang dicampur dengan detergen
7. Bandingkan apa yang terjadi.
 Mengenal sifat asam dan basa
1. Tuang seluruh air ke petridish.
2. Encerkan air kapur dan air gambir.
3. Masukkan kertas lakmus ke dalam berbagai jenis air tersebut.
4. Perhatikan perubahan warna kertas lakmus.
 Toksisitas pestisida
1. Masukkan air ke dalam dua botol air mineral.
2. Lukain akar kayu tuba (derris elliptica) ntuk mendapatkan getahnya, kemudian
celupkan bagian tersebut ke dalam air pada botol.
3. Masukkan beberapa tetes pestisida ke dalam air pada botol lainnya.

4. Masukkan ikan ke dalam dua botol tersebut.

5. Amati gejala toksisitas pada ikan.

 Knapsack sprayer
1. Buatlah pola persegi panjang dengan tali raffia berukuran 5mx3m.
2. Lakukan penyemprotan dengan menggunakan knapsack sprayer pada sebuah
ember untuk menghitung curah. Dilakukan tiga kali dengan waktu masing-masing
satu menit.
3. Hitung volume air yang terdapat pada ember tersebut dengan menggunakan gelas
ukur.
4. Kembalikan air pada gelas ukur tersebut ke dalam tangka sprayer untuk digunakan
kembali.
5. Setelah di ketahui curah, mulai lakukan pengaplikasian lapang menggunakan
knapsack sprayer dengan luasan yang telah ditentukan.
6. Hitung waktu / kecepatan pengaplikasian dengan menggunakan stopwatch.
7. Kemudian dari data yang didapatkan, lakukan kalibrasi.
BAB 4

HASIL dan PEMBAHASAN

4.2 Formulasi Pestisida

1. Contoh pestisida

 Formulasi padat:

- WP = Basimen 235.

-D = Parigen 0.5

- GR = Lannate 2D

 Formulasi cair
- EC = Grothion 50 EC
- WSC = Azidrin 15 WSC

Formulasi gas adalah zat padat yang mudah menyublim, bahan cair yang mudah menguap,
dan bahan gas.

2.Tambahan Formulasi

Formulasi padat :

SP = Dowpon M

WG = Actara 25 WG
WDG = Ally 20 WDG

SG = Oshin 20 SG

BB = Stroom 0,005 B

SD = Captive 35 SD

Formulasi cair :

FS = Gaucho 350 FS

SC = Acrobat 500 SC

AS = Kombat 350 AS

SL = Abuki 50 SL

3.Nama dagang, bahan aktif serta kandungannya

Bentuk formulasi dan kandungan bahan aktif pestisida dicantumkan di belakang nama
dagangnya. Adapun prinsip pemberian nama dagang sebagai berikut:

a. Jika diformulasi dalam bentuk padat, angka di belakang nama dagang menunjukkan
kandungan bahan aktif dalam persen. Sebagai contoh herbisida Karmex 80 WP mengandung
80% bahan aktif. Insektisida Furadan 3 G berarti mengandung bahan aktif 3%.

b. Jika diformulasi dalam bentuk cair, angka di belakang nama dagang menunjukkan jumlah
gram atau mililiter (ml) bahan aktif untuk setiap liter produk. Sebagai contoh, fungisida Score
250 EC mengandung 250 ml bahan aktif dalam setiap liter produk Score 250 EC.

c. Jika produk tersebut mengandung lebih dari satu macam bahan aktif maka kandungan
bahan-bahan aktifnya dicantumkan semua dan dipisahkan dengan garis miring. Sebagai
contoh, fungisida Ridomil Gold MZ 4/64 WP mengandung bahan-bahan aktif metalaksil-M
4% dan mankozeb 64% dan diformulasi dalam bentuk WP.

4. Perubahan formulasi saat dicampur dengan air

a. Ketika EC dituang ke petridish, terlihat jelas bahwa EC merupakan sediaan berbentuk


pekatan (konsentrat) cair berwarna bening. Ketika EC dicampur ke dalam air, air berubah
menjadi warna putih seperti santan. Konsentrat ini jika dicampur dengan air akan membentuk
emulsi. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktanyangcocok.

b. Ketika SL dituang ke petridish, terlihat jelas bahwa SL merupakan pekatan cair berwarna
kuning. Ketika SL dicampur ke dalam air, air berubah warna menjadi kuning. Jika dicampur
air, pekatan cair ini akan membentuk larutan. Hal ini karena SL dapat larut di dalam air.
Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-
masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.
Larutanterdiriataszatterlarutdanpelarut.

c. Ketika WP dituang ke petridish, terlihat jelas bahwa WP merupakaan sediaan bentuk


tepung berwarna putih. Ketika WP dicampur ke dalam air, air berubah warna menjadi putih
seperti warna WP. Jika WP dicampur dengan air maka akan membentuk suspensi. Suspensi
adalah campuran heterogen dari zat cair dan zat padat yang dilarutkan dalam zat cair tersebut.
Lebih singkatnya, suspensi adalah campuran yang masih bisa
dibedakanantarapelarutdanzatyangdilarutkan.

4.2 Atraktan

Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam tiga cara,
yaitu: mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, menarik lalat buah untuk kemudian
dibunuh dengan perangkap, serta mengacaukan lalat buah dalam perkawinan, berkumpul, dan
cara makan. Atraktan nabati dapat di peroleh dari tanaman yang mengandung bahan aktif
yang bersifat paraferomon (sex feromon), senyawa (bahan aktif) yang memiliki aroma yang
sama dihasilkan oleh serangga betina sehingga mampu menarik serangga jantan untuk
datang.

Penggunaan atraktan dengan menggunakan bahan petrogenol merupakan cara


pengendalian yang ramah lingkungan dan telah terbukti efektif. (Kardinan, 2003). Atraktan
bisa berupa bahan kimia yang dikenal dengan semio chemicals. Semio chemicals dapat
mempengaruhi tingkah laku serangga, seperti mencari makanan, peletakkan telur, hubungan
seksual dan lainnya. Salah satu dari semio chemicals adalah kairomones. Sejenis kairomones
yang dapat merangsang olfactory (alat sensor) serangga adalah petrogenol, yang merupakan
atraktan lalat buah.

Penggunaan atraktan merupakan cara pengendalian hama lalat buah yang ramah
lingkungan, karena baik komoditas yang dilindungi maupun lingkungannya tidak
terkontaminasi oleh atraktan. Selain itu atraktan ini tidak membunuh serangga bukan sasaran
(serangga berguna seperti lebah madu, serangga penyerbuk atau musuh alami hama), karena
bersifat spesifik, yaitu hanya dapat menagkap hama lalat buah, sehingga tidak ada risiko atau
dampak negatif dari penggunaannya.

4.3 Fungsi dari Surfaktan

Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk
terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik dan menurunkan
tegangan permukaan.

a. Minyak yang dimasukkan ke dalam air tidak akan bisa tercampur. Molekul air adalah
molekul polar yang berarti salah satu ujung molekul memiliki muatan positif dan ujung
lainnya memiliki muatan negatif. Hal ini memungkinkan molekul air untuk berikatan
bersama. Namun, berbeda dengan minyak. Minyak memiliki jenis molekul non-polar.
Molekul non-polar hanya bercampur dengan baik dengan molekul non-polar lainnya. Ini
menjelaskan mengapa minyak tidak bisa tercampur dengan air. Itu yang menyebabkan air dan
minyak membentuk dua lapisan terpisah. Molekul air saling berdekatan, sehingga mereka
tenggelam ke dasar, meninggalkan minyak di atas air. Sedangkan minyak yang dimasukkan
ke dalam air dengan penambahan detergen bubuk akan mengalami pencampuran yang
disebut emulsi. Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan pembawa yang membentuk butiran-butiran kecil, dan distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Pengemulsi adalah molekul dengan satu ujung polar
dan satu ujung non polar. Detergen/sabun merupakan salah satunya. Ia bisa menarik minyak
di satu ujung (hidrofobik/lipofilik) dan air di ujunglainnya(hidrofilik).
b. Air murni yang diteteskan pada daun talas tidak akan mampu membasahi permukaan daun
talas. Pada daun talas terdapat lapisan yang disebut kutikula. Lapisan kutikula 18 sendiri
sebenarnya sangat rumit dan berlapis-lapis dan merupakan lapisan lilin yang terdiri dari kutin
- suatu kombinasi asam lemak dengan 16 karbon dan 18 karbon.
Lapisanlilinitumelapisidindingselluardauntalasdanmempunyai sifatsepertiminyak; tidak dapat
bercampur dengan air. Di antara tetesan air dan daun yang mempunyai kutikula terdapat
tegangan permukaan yang mengakibatkan air tidak menyebar dan membasahi pada daun
talas. Sedangkan, air yang telah dicampur dengan detergen diteteskan pada daun talas akan
mampu membasahi permukaan daun talas. Hal ini disebabkan oleh sifat detergen sebagai
surfaktan yang mampu menurunkan tegangan permukaan, sehingga dapat meningkatkan sifat
penyebaran atau pembasahan pada suatu permukaan(wettingagent).

c. Tangan yang diolesi minyak kemudian dibilas dengan air murni tidak mampu
membersihkan minyak secaramerata. Halini samadengan apayang terjadipadapointa. Adanya
perbedaan sifat molekul antara air dan minyak menyebabkan air dan minyak tidak dapat
saling berikatan. Yang terjadi apabila minyak pada tangan dicuci dengan air murni yaitu
molekul air saling menarik satu sama lain dan molekul minyak saling menempel. Sedangkan,
tangan yang diolesi minyak kemudian dibilas dengan air dan detergen dengan cara digosok
perlahan dapat membersihkan minyak secara merata. Hal ini karena detergen merupakan
surfaktan yang dapat berfungsi sebagai pengemulsi. Pengemulsi dapat menarik minyak di
satu ujung dan air di ujung lainnya, sehingga tangandapatbersihdariminyak.

Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan


larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun
konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka
surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut
Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC
tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa
antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis
dengan monomernya (Genaro, 1990).Salah satu sifat penting dari surfaktan adalah
kemampuan untuk meningkatkankalarutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam
medium dispersi. Surfaktan pada konsentrasi rendah, menurunkan tegangan permukaan dan
menaikkan laju kelarutan obat(Martinet al., 1993). Sedangkan pada kadar yang lebih tinggi
surfaktan akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel (Shargelet al.,1999)
Percampuran antar air dan beberapa zat tersebut berhubungan dengan zat pernispersi dan
terdispesi pada koloid. Zat terdispersi berdasarkan ukuran partikelnya, system dispersi
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu larutan, koloid, dan suspensi.

Surfaktan digunakan sebagai bahan pembersih coontohnya detergen, sabun, shampoo.


Surfaktan juga dikembangkan dalam pembuatan obat dan kosmetik. Contoh obat yang
mempunyai prinsip kerja seperti surfaktan adalah obat pencahar , sedangkan contoh kosmetik
yang mempunyai prinsip kerja seperti surfaktan adalah pembersih muka. Pada pembersih
muka, minyak-minyak yang ada di kulit muka akan bersentuhan dengan ujung hidrofob pada
sabun sedangkan ujung hidrofil sabun akan bersentuhan dengan air, akibatnya minyak pada
kulit muka akan ditarik oleh sabun tersebut sehingga kulit muka akan terbebas dari minyak.
Selain itu, fungsi surfaktan sebagai pengemulsi pun telah diaplikasikan dalam bidang pangan.

Fungsi surfaktan sebagai pengemulsi dalam bidang pangan yang dapat meningkatkan
kualitas dari produk pangan tersebut. Penambahan emulsifier dalam produksi pangan dapat
meningkatkan kualitas dari makanan. Contoh aplikasi penggunaan zat pengemulsi dalam
bidang pangan adalah pada pembuatan roti, es krim, permen, susu dan margarin. Adonan roti
yang ditambahkan zat pengemulsi akan menghasilkan roti yang mengembang, lunak dan
bertekstur halus. Zat pengemulsi yang ditambahkan ke dalam adonan es krim akan membuat
es krim tersebut bertekstur halus dan tidak membentuk kristal-kristal es yang kasar. Selain
contoh-contoh makanan diatas yang kualitasnya meningkat setelah ditambahkan zat
pengemulsi, surfaktan atau emulsifier ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kelarutan
suatu produk kopi serbuk dalam air dingin. Biasanya kopi serbuk akan larut apabila
dilarutkan dalam air panas, namun ternyata dengan ditambahkan zat pengemulsi ini, serbuk
kopi tersebut dapat larut dalam air dingin sekalipun.

4.4 Mengenal sifat Asam dan Basa

a. Perubahanwarnadarikertaslakmus:

 Air kali memiliki pH 7 yang disebut netral. Lakmus merah dalam larutan netral akan tetap
berwarna merah dan lakmus biru dalam larutan netral akan tetap berwarna biru.
 Air sumur memiliki pH 7 yang disebut netral. Lakmus merah dalam larutan netral akan
tetap berwarna merah dan lakmusbiru dalam larutan netral akan tetap berwarna biru.

 Air kapur memiliki pH 13 yang disebut basa. Lakmus merah dalam larutan basa akan
berubah warna menjadi biru, sedangkan lakmus biru dalam larutan basa akan tetap
berwarnabiru.

 Air gambir memiliki pH 7 yang disebut netral. Lakmus merah dalam larutan netral akan
tetap berwarna merah dan lakmus biru dalam larutan netral akan tetap berwarna biru.

b. Berdasarkan sifat keasaman suatu larutan, maka larutan dapat digolongkan kedalam :
larutan yang bersifat asam, basa dan netral. Sebagai cara yang digunakan untuk menyatakan
derajat keasaman, digunakan satuan PH yang sebetulnya adalah nilai logaritma dari
konsentrasi ion hidrogen. Nilai PH berkisar antara 0 -14. Larutan yang mempunyai PH 0 - <7
adalah bersifat asam, >7 – 14 adalah bersifat basa, sedangkan kalau tepat 7 dinamakan netral.
Apabila salah dalam mencampur pestisida dengan pestisida lain maka akan dapat
menimbulkan toksisitas atau keracunan pada tanaman. Berdasarkan sifat kompatibilitasnya
kadang-kadang pestisida dapat dicampur dengan pestisida lain yang bersifat asam atau basa.
Hal ini bearti bahwa pestisida asam boleh dicampur dengan netral, atau pestisida basa dengan
netral , tetapi tidak boleh pestisida asam dicampur dengan basa. Apabila sifat asam dan basa
dicampur maka akan menimbulkan reaksi yang akan menimbulkan keracunan pada tanaman,
sehingga tanaman dapat mati. Alasan pestisida yang bersifat asam tidak dapat dicampur
dengan pestisida yang bersifat basa yaitu apabila pestisida yang bersifat asam dicampur
dengan pestisida yang bersifat basa maka akan membentuk senyawa garam. Garam adalah
senyawa antara ion logam dan ion sisa asam. Jika dilarutkan dalam air, garam akan terurai
menjadi ion logam (ion positifataukation) dan ionsisa asam (ionnegatifatau anion).
Sifatgaram padaindikator kertas lakmus yaitu tidak mengubah warna kertas lakmus biru
ataupun kertas lakmus merah. Timbulnya senyawa garam dapat menimbulkan penurunan
daya bunuh terhadap organisme pengganggu tanaman dan dapat mengakibatkan tidak
efektifnya pestisida tersebut.

4.5 Tosisitas Pestisida


Pada saat ikan dimasukkan kedalam botolairmineral yang telah berisi getah kayu
deris, terlihat jelas pada awalnya ikan bergerak dengan normal, tetapi beberapa saat kemudian
ikan mulai bergerak dengan cepat, kehilangan keseimbangan tubuhnya dan terbalik, lalu
kemudian mati. Pada menit pertama, beberapa ikan kecil sudah mengalami kematian dan
mengambang di permukaan air, lalu diikuti oleh ikan sedang beberapa menit kemudian.
Padasaat ikan dimasukkan kedalam botolairmineral yang telah berisi pestisida, terlihat jelas
bahwa saat dimasukkan ikan tersebut langsung mengalami kematian. Diduga karena
penggunaan pestisida yang berlebihan, sehingga gejala kematian ikan tidak dapat diamati.
Tanaman akar tuba (Derris eliptica dan Derris maccensis) mengandung senyawa kimia yang
bersifat insektisida berupa rotenon. Rotenon efektif untuk mengendalikan berbagai serangga
hama termasuk aphids, thrips, tungau, semut merah, dan sebagainya. Rotenon bekerja sebagai
penghambat transport elektron pada respirasi serangga sasaran. Bekerja non-sistemik, racun
kontak, dan racun lambung. Rotenon sangat beracun bagi ikan, sehingga sudah sejak lama
dimanfaatkan untuk meracuniikan. Kedua percobaan diatas, dirasa memiliki tingkat toksisitas
yang tinggi terhadap ikan tersebut.

4.6 Knapsack Sprayer

Luas bidang sasaran : 5mx3m=15m2

Curah:

1. 550ml/60s = 9,16ml/s

2. 680ml/60s = 11,33ml/s

3. 830ml/60s = 13,83ml/s

Rata-ratacurah = 11,44ml/s

Waktupengaplikasian:

1. 4 menit21detik=261s

2. 3 menit18detik=198s

3. 2 menit42detik=162s
Rata-rata waktu aplikasi = 207s

Kalibrasi dengan menggunakan rumus dasar tidak dapat dilakukan karena terdapat
beberapa data yang tidak lengkap. Namun, berikut salah satu cara mengkalibrasi dengan
mencoba-coba terlebih dahulu (menggunakan data praktikum dan permisalan). Misalnya,
tangki knapsack sprayer dengan air penuh 15 L. Satu tangki habis digunakan untuk
menyemprot 15 m2. Hal ini berarti bahwa satu hektar lahan memerlukan 666,6 tangki.
Digunakan dosis insektisida 5 ml/L, maka untuk setiap tangki (15 L air) dimasukkan
kurang lebih75mlinsektisida. Jika setiap tangki dapat menyemprot 15 m2 atau 15 L/15
m2, maka keperluan air untuk satu hektar lahan adalah 9.999 L (dibulatkan menjadi
10.000 L) per hektar. Karena dosis penggunaan 5 ml/L, maka dosis penggunaan per
hektar menjadi 49.995 ml. Konsentrasi aplikasi adalah 49.995 ml : 1000 L = 4,9995 ml/L
air. Untuk setiap tangki (15 L) digunakan 15 x 4,9995 ml = 74,9925 ml. Kalibrasi tersebut
berlaku untuk ukuran nozzle, tekanan, dan kecepatanjalantertentu.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Ada 3 macam formulasi yaitu :

a. Formulasi Padat : Wettable Powder (WP), Soluble Powder (SP), Butiran atau Granule (G),
Water Dispersible Granule (WG atau WDG), Soluble Granule (SG), Tepung Hembus,
Umpan atau Bait (B), Tablet, dan Padat lingkar.

b. Formulasi Cair : Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (EC), Water


Soluble Concentrate (WCS), Aquaeous Solution (AS), Soluble Liquid (SL), Ultra Low
Volume (ULV), Pekatan dalam minyak (Oil concrentrat), Formulasi aerosol. Bentuk cair
yang mudah menguap (liquefied gases).

c. Formulasi gas

2. Surfaktan mempunyai banyak peranan yang menguntungkan untuk kehidupan sehari-hari,


seperti untuk bahan pembersih, pembuatan obat, kosmetik, dan meningkatkan kualitas
pangan.

3. Pestisida asam boleh dicampur dengan netral, atau pestisida basa dengan netral , tetapi
tidak boleh pestisida asam dicampur dengan basa. Apabila sifat asam dan basa dicampur
maka akan menimbulkan reaksi yang akan menimbulkan keracunan pada tanaman, sehingga
tanaman dapat mati.
4. Tanaman akar tuba (Derris eliptica dan Derris maccensis) mengandung senyawa kimia
yang bersifat insektisida berupa rotenon. Rotenon efektif untuk mengendalikan berbagai
serangga hama termasuk aphids, thrips, tungau, semut merah, dan sebagainya. Bekerja non-
sistemik, racun kontak, dan racun lambung. Rotenon sangat beracun bagi ikan, sehingga
sudahsejaklamadimanfaatkanuntukmeracuniikan.

5.2 Saran

Untuk pelaksanaan praktikum nya lebih awal dan bertahap, tidak dilakukan secara
serentak untuk beberapa sub praktikum, agar terlaksana dengan efektif.

Daftar Pustaka

Budi. 2011. “Toksisitas dan Formulasi Pestisida”. Tersedia pada:


http://www.budidarma.com/2011/06/toksisitas-dan-formulasi-pestisida.html.
Diakses tanggal: 16 Desember 2019.

Intan. 2013. “Surfaktan”. Tersedia pada: http://intanint.blogspot.com/2013/12/makalah-


surfaktan.html. Diakses tanggal: 16 Desember 2019.

Kurnianto. 2013. “Lalat Buah (Bactrocera sp.)”. Tersedia pada:


http://www.tanijogonegoro.com/2013/05/lalat-buah.html. Dilakses tanggal: 16
Desember 2019.

Munaf, Sjamsuir. 1997. Keracunan Akut Pestisida. Jakarta: Widya Medika.

Pradana. 2014. “Sifat Asan dan Basa”. Tersedia pada:


http://pradana15.blogspot.com/2014/07/laporan-praktikum-ilmu-hama-
tumbuhan.html. Diakses tanggal: 16 Desember 2019.

R.Tia. 2010. “Atraktan”. Tersedia pada: http://rtia.sh08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/laporan-


percobaan-atraktan-ihtd/. Diakses tanggal: 16 Desember 2019.

Anda mungkin juga menyukai