Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

PESTISIDA DAN APLIKASI

PENGENALAN PESTISIDA

Asisten :
WIDIA SARI
BUNGA YULIANA

IVANA AULIA RAHMADANI


1706110018

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman pertanian sering diganggu atau dirusak oleh organisme
pengganggu yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme
Pengganggu Tanaman ini dikenal sebagi hama tanaman, penyakit tanaman dan
gulma (tumbuhan pengganggu). Organisme Pengganggu Tanaman sering
disingkat OPT. Untuk menghindari kerugian karena serangan OPT, tanaman perlu
dilindungi dengan cara mengendalikan OPT tersebut. Dengan istilah
“mengendalikan”, OPT tidak perlu diberantas habis karena memang tidak
mungkin. Dengan usaha pengendalian, populasi atau tingkat kerusakkan karena
OPT ditekan serendah mungkin sehingga secara ekonomis tidak merugikan.
Salah satu cara untuk mengendalikan OPT ini yaitu dengan menggunakan
pestisida. Pestisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh
hama, baik insekta, jamur maupun gulma. Pestisida telah secara luas digunakan
untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian.
Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kecoa dan
berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata
banyak menimbulkan keracunan pada orang.
Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama bagi
petani. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target
organisme), tetapi pada praktiknya pemakian pestisida dapat menimbulkan bahaya
pada organisme non target. Dampak negatif terhadap organisme non target
meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran dan menimbulkan
keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia, oleh karena itu kita
sebagai manusia harus mengenali dan mengetahui tentang jenis dan informasi
tentang pestisida agar tidak merugika diri sendiri.
Penggunaan pestisida di lingkungan pertanian menjadi masalah yang
sangat dilematis, terutama pada tanaman sayuran yang sampai sat ini masih
menggunakan insektisida kimia sintetis secara intensif. Di satu pihak dengan
digunakannya pestisida maka kehilangan hasil yang diakibatkan organisme
penggangu tanaman (OPT) dapat ditekan, tetapi akan menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan seperti berkembangnya ras hama yang resisten
terhadap insektisida, resurjensi hama, munculnya hama sekunder, terbunuhnya
musuh alami hama dan hewan bukan sasaran lainnya, serta terjadinya pencemaran
lingkungan, sedangkan di lain pihak tanpa pengunaan pestisida akan sulit
menekan kehilangan hasil yang diakibatkan OPT. Karena hal tersebut, kita harus
menggunakan pestisida dengan sebaik-baiknya dan mengikuti cara pemakaian,
dosis, konsentrasi, dan penggunaannya.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengenal pestisida dan kegunannya
2. Mengetahui informasi tentang jenis-jenis pestisida

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan membedakan penggolongan pestisida
berdasarkan organisme sasaran
2. Mahasiswa mampu merekomendasikan suatu pestisida berdasarkan organisme
pengganggu tanaman (OPT) yang ada di lapangan
3. Mahasiswa mampu membedakan nama dagang, nama umum, bahan aktif suatu
produk pestisida
4. Mahasiswa mampu merekomendasikan dosis, konsentrasi dan volume semprot
yang tertera pada suatu produk pestisida
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Penggunaan Pestisida


Pestisidia merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh
hama, baik insekta, jamur maupun gulma. Pestisida telah secara luas digunakan
untuk tujuan membrantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian.
Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kecoa dan
berbagai serangga penggangu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata
banyak menimbulkan keracunan pada orang (Runia Y, 2008).
Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh
atau mengendalikan berbagai hama. Pestisida berasal dari bahasa inggris yaitu
pest berarti hama dan cida berarti pembunuhan. Yang dimaksud hama bagi petani
sangat luas yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang
disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, nematoda (cacing yang
merusak akar), siput, tikus, burung, dan hewan lain yang dianggap merugikan
(Subiakto sudamo, 1991).
Berdasarkan SK Menteri Nomor 434.1/Kpts/TP.207/7/2001, tentang
Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, yang dimaksud dengan pestisida
adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
dipergunakan untuk:
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
b. Memberantas rerumputan.
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman
tidak termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan
ternak.
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan
pada tanaman, tanah atau air.

2.2 Bahan Aktif Pestisida


Bahan aktif pestisida yang ditemukan mencapai 53 jenis, untuk insektisida
didominasi golongan piretroid (41,38%), Organofosfat (13,79%), Karbamat
(10,34%). Untuk fungisida sekitar 73,91% berupa mancozeb yang termasuk dalam
golongan dithiocarbamat (Marinajati DKK, 2012).
Menurut WHO bahan aktif ini termasuk dalam golongan U (tidak
menimbulkan bahaya akut dalam dosis normal), golongan III (cukup berbahaya),
golongan II (berbahaya), hingga golongan Ib (sangat berbahaya). Sebanyak 12%
dari keseluruhan insektisida yang ditemukan yaitu triazofos (organofosfat),
metamidofos (organofosfat), karbofuran (karbamat) dan beta siflutrin (ptieroid).

2.3 Formulasi Pestisida


Bahan penting yang ada didalam pestisida yang bekerja aktif terhadap
hama sasaran disebut bahan aktif. Pada pembuatan pestisida dipabrik bahan aktif
tersebut tidak dibuat secara murni (100%) tetapi bercampur sedikit dengan bahan
lainnya. Produk jadi yang merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan
tambahan yang tidak aktif disebut formulasi.
Menurut Djojosumarto (2008), Formulasi menentukan bagaimana
pestisida dengan bentuk, komposisi, dosis, frekuensi serta jasad sasaran apa
pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan secara efektif. Selain itu,
formulasi pestisida juga menentukan aspek keamanan penggunaan pestisida
dibuat dan diedarkan dalam banyak macam formulasi, sebagai berikut:
A. Formulasi Padat
a. Wettable Powder (WP), merupakan sediaan bentuk tepung (ukuran partikel
beberapa mikron) dengan kadar bahan aktif relatif tinggi (50-80%), jika
dicampur dengan air akan membentuk suspensi. Pengeplikasian WP dengan
cara disemprotkan.
b. Soluble Powder (SP), merupakan formulasi berbentuk tepung yang jika
dicampurkan dengan air akan membentuk larutan homogen. Digunakan dengan
cara disemprotkan.
c. Butiran, merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan aktif rendah
(2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7-1 mm. Pengaplikasian dengan cara
ditaburkan.
d. Water Dispersible Granule (WG atau WDG), berbentuk butiran formulasi
WDG harus diencerkan terlebih dahulu dengan air dan pengaplikasiaanya
dengan cara disemprotkan.
e. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan dengan
air terlebih dahulu digunakan dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika
dicampur dengan air SG akan membentuk larutan sempurna.
f. Tepung Hembus, merupakan sediaan siap pakai berbentuk tepung (ukuran
partikel 10–3 mikron) dengan konsentrasi bahan aktif rendah (2%) digunakan
dengan cara dihembuskan (dusting).

B. Formulasi Cair
a. Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (EC), merupakan sediaan
berbentuk pekat (konsentrat) cair dengan kandungan bahan aktif yang cukup
tinggi. Jika dicampur dengan air akan membentuk emulsi (butiran benda cair
yang melayang dalam media cair lainnya). Bersama formulasi WP, formulasi
EC merupakan formulasi klasik paling banyak digunakan saat ini.
b. Water Soluble Concentrate (WCS), merupakan formulasi yang mirip dengan
EC, jika dicampur air tidak membentuk emulsi, melainkan akan membentuk
larutan homogen. Formulasi ini digunakan dengan cara disemprotkan.
c. Aquaeous Solution (AS), merupakan pekatan yang bisa dilarutkan dnegan air.
Umumnya pestisida yang memiliki kelarutan tinggi dalam air, formulasi ini
digunakan dengan cara disemprotkan.
d. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair, jika dicampur air pekatan cair ini
akan membentuk larutan. Pestisida ini digunakan dengan cara disemprotkan.
e. Ultra Low Volume (ULV), ntuk penyemprotan dengan volume ultra rendah,
yaitu volume semprot antara 1 -5 liter/hektar. Formulasi ULV umumnya
berbasis minyak karena untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah
digunakan butiran semprot yang sangat halus.

2.4 Penggolongan Pestisida


Pestisida dapat digolongkan berdasarkan organisme target, yaitu:
a. Insektisida. Insektisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia
beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Serangga menyerang
tanaman untuk memperoleh makanan denganberbagai cara, sesuai tipe
mulutnya.
b. Fungisida. Fungisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia
beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah
fungi/cendawan. Cendawan ini merusak tanaman dengan berbagai cara.
Misalnya sporanya masuk kedalam bagian tanaman lalu mengadakan
pembelahan dengan cara pembesaran sel yang tidak teratur sehingga
menimbulkan bisul-bisul. Pertumbuhan yang tidak teratur ini mengakibatkan
sistem kerja pengangkut air menjadi terganggu (Wudianto, 2007).
c. Herbisida. Herbisida merupakan pestisida yang digunakan untuk
mengandalikan gulma atau tumbuhan pengganggu yang tidak dikehendaki.
Karena herbisida aktif terhadap tumbuhan, maka herbisida bersifat fitotoksik.
d. Bakterisida. Bakterisida mengandung bahan aktif yang bisa membunuh bakteri.
Ukuran bakteri sangat kecil yaitu sekitar 0,15-6 mikron, sehingga mudah
masuk kedalam tanaman inang melalui luka, stomata, pori air, kelenjar madu
dan lentisel. Didalam tanaman, bakteri ini akan bereaksi menimbulkan
penyakit sesuai tipenya. Bakteri bisa menyebar melalui biji, buah, umbi,
serangga, burung, siput, ulat, manusia, dan pupuk kandang. Bakterisida
biasanya bekerja dengan cara sistemik karena bakteri melakukan perusakan
dalam tubuh inang. Contoh bakterisida yaitu Agrymicin danAgrept.
e. Nematisida. Nematoda yang bentuknya seperti cacing kecil panjangnya 1 cm
walaupun pada umumnya panjangnya kurang dari 200 sampai 1000
milimikron, hidup pada lapisan tanah bagian atas. Racun yang dapat
mengendalikan nematoda ini disebut nematisida. Umumnya nematisida
berbentuk butiran yang penggunaanya bisa dengan cara ditaburkan atau
dibenamkan dalam tanah. Walaupun demikian, ada pula yang berbentuk
larutan dalam air yang penggunaanya dengan cara disiramkan.
f. Akarisida. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan
yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak dan laba-laba.
g. Rodentisida. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia
beracun yang digunakan untu mematikan berbagai jenis binatang pengerat
seperti tikus. Tikus sering menyerang tanaman pangan, holtikultura, dan
tanaman perkebunan dalam waktu yang singkat dengan tingkat kerugian yang
cukup besar. Rodentisida yang efektif biasanya dalam bentuk umpan beracun.

2.5 Pergerakan Pestisida di dalam Tanaman


Pestisida dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan “cara kerja” atau
gerakannya pada tanaman setelah diaplikasikan, yaitu :
a. Pestisida sistemik
Pestisida sistemik diserap oleh organ-organ tanaman, baik lewat akar,
batang atau daun. Selanjutnya insektisida sistemik tersebut mengikuti gerakan
cairan tanaman dan ditransportasikan ke bagian-bagian tanaman lainnya, baik
keatas (akropetal) atau ke bawah (basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh.
Contoh pestisida sistemik adalah furatiokarb, fosfamidon, isolan, karbofuran, dan
monokrotofos.
b. Pestisida nonsistemik
Pestisida nonsistemik setelah diaplikasikan (misalnya disemprotkan) pada
tanaman sasaran tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel di
bagian luar tanaman. Bagian terbesar insektisida yang dijual di pasaran Indonesia
dewasa ini adalah insektisida nonsistemik. Contohnya, dioksikarb, diazinon,
diklorvos, profenofos, dan quinalvos.
c. Pestisida sistemik lokal
Pestisida sistemik lokal adalah kelompok insektisida yang dapat diserap
oleh jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak ditranslokasikan ke bagian
tanaman lainnya. Termasuk kategori ini adalah insektisida yang berdaya kerja
translaminar atau insektisida yang mempunyai daya penetrasi ke dalam jaringan
tanaman. Beberapa contoh diantaranya adalah dimetan, furatiokarb, pyrolan, dan
profenovos.

2.6 Cara Masuk Pestisida ke dalam Tubuh Hama


Cara masuk pestisida ke dalam tubuh serangga sasaran dibedakan menjadi
tiga kelompok pestisida sebagai berikut :
a. Racun lambung (Stomach poison)
Racun lambung adalah pestisida yang membunuh serangga sasaran bila
insektisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh
dinding saluran pencernaan. Selanjutnya, insektisida tersebut dibawa oleh cairan
tubuh serangga ke tempat sasaran yang mematikan (misalnya ke susunan syaraf
serangga). Oleh karena itu, serangga harus terlebih dahulu memakan tanaman
yang sudah disemprot dengan insektisida dalam jumlah yang cukup untuk
membunuhnya.
b. Racun kontak
Racun kontak adalah pestisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat
kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila bersinggungan
(kontak langsung) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak berperan
sebagai racun perut. Beberapa pestisida yang kuat sifat racun kontaknya antara
lain diklorfos dan pirimifos metil.
c. Racun pernapasan
Racun pernapasan adalah pestisida yang bekerja lewat saluran pernapasan.
Serangga hama akan mati bila menghirup insektisida dalam jumlah yang cukup.
Kebanyakan racun napas berupa gas, atau bila wujud asalnya padat atau cair, yang
segera berubah atau menghasilkan gas dan diaplikasikan sebagai fumigansian
misalnya metil bromida.

2.7 Cara Kerja Pestisida untuk Membunuh Hama


Menurut Wudianto (2007), pestisida dapat dibagi berdasarkan cara kerja
untuk membunuh hama serangga, yaitu :
a. Pestisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi yaitu keluarnya cairan
tubuh dari dalam tubuh serangga.
b. Pestisida peracun protoplasma dapat mengendapkan protein dalam tubuh
serangga.
c. Pestisida peracun pernapasan dapat menghambat aktivitas enzim pernapasan.

2.8 Susunan Kimia Pestisida


Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Diana (2009),
berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :
a. Organochlorin
Pestisida organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain.
Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang universal,
degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.
b. Organophosfat
Pestisida organophosfat misalnya diazonin dan basudin. Golongan ini
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: merupakan racun yang tidak selektif
degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan,
menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi
predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada
organokhlor.
c. Carbamat
Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut: mirip dengan sifat
pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi
tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan,
tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
d. Senyawa dinitrofenol
Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan ADP
(Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan kebutuhan dan
diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi ke yang lebih
rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel. Berperan memacu
proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang diperlukan akibatnya
menimbulkan proses kerusakan jaringan. Misalnya morocidho 40EC.
e. Pyretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa
ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus
Chrysanthemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah:
deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang
stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,
sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,
flusitrinate.
f. Fumigant
Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap
atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya
fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau
menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya
chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.
g. Petroleum
Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida.Minyak tanah
yang juga digunakan sebagai herbisi
h. Antibiotik
Misalnya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari
mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.

2.9 Efek terhadap Kesehatan dan Lingkungan


Bagaimanapun amannya, pestisida adalah racun yaitu bahan kimia yang
dibuat untuk membunuh hama, berarti mempunyai toksisitas yang sangat
bervariasi dari satu jenis ke jenis lainnya. Jadi risiko pestisida terhadap
lingkungan hidup tetap ada dan perlu diperhatikan. Beberapa dampak negatif
akibat pemakaian pestisida yang disebutkan oleh Susilo (2001) adalah:
1. Keracunan terhadap pemakai dan pekerja
Sebagai bahan racun, pestisida baik secara langsung maupun tidak, akan
membahayakan bagi manusia (baik petani yang melakukan penyemprotan,
maupun orang lain di sekitarnya).
2. Timbulnya resistensi hama terhadap pestisida
Resistensi hama muncul apabila suatu jenis hama yang mula-mula dapat
terbuhuh oleh suatu dosis insektisida kemudian menjadi kebal oleh dosis tersebut.
Untuk dapat mematikan hama tersbut dibutuhkan konsentrasi atau dosis
insektisida yang lebih tinggi. Resistensi terhadap insektisida terjadi melalui
seleksi alami yang dipercepat, sehingga menimbulkan populasi baru yang
mempunyai gen-gen resisten.
3. Kenaikan populasi jasad pengganggu (resurjensi)
Sifat resurjensi hama muncul apabila hama telah mengalami perlakuan
pestisida, populasinya tidak menurun, tetapi sebaliknya menjadi meningkat jika
dibandingkan populasi sebelum diadakan penyemprotan insektisida. Banyak
laporan dan hasil penelitian yang menjelaskan terjadinya resurjensi hama.
4. Letusan hama sekunder
Aplikasi pestisida yang ditujukan untuk megendalikan jenis hama tertentu
malah mengakibatkan munculnya jenis hama lain. Hal ini karena insektisida yang
digunakan di bidang pertanian memiliki sifat berspektrum luas (broad spectrum)
yang berarti akan dapat mematikan tidak saja hama sasaran melainkan organisme
lainnya termasuk musuh alami (predator, parasitoid, dan patogen).
5. Residu pestisida pada lingkungan
Residu pestisida telah mulai ada di lingkungan mulai dari makanan
(sayuran, beras, buah-buahan, dan lain-lain), air minum, air sungai, laut, dalam
tanah, hingga udara. Khususnya pada tanaan pertanian adanya residu yang tinggal
disebabkan karena aplikasi pestisida selama kegiatan usahataninya. Besarnya
residu insektisida yang tertinggal pada tanaman budidaya tergantung pada dosis,
frekuansi, selang waktu aplikasi, faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi
dekomposisi dan pengurangan residu, jenis tanaman yang diperlakukan, formulasi
insektisida dan cara aplikasinya, jenis bahan aktif dan persistensinya serta saat
aplikasi terakhir sebelum hasil tanaman tersebut dipanen.

2.10 Cara Aplikasi Pestisida dengan Penyemprotan


Keberhasilan pestisida dalam mematikan jasad pengganggu tidak hanya
ditentukan oleh jenis pestisida, dosis, dan konsentrasi saja. Namun juga
ditentukan oleh bagaimana cara aplikasi pestisida tersebut. Sebab setiap formulasi
pestisida berbeda cara aplikasinya. Cara yang paling sering digunakan adalah cara
semprotan. Alat yang diperlukan adalah penyemprot atau sprayer. Sebelum
disemprotkan formulasi ini dicampur dulu dengan air. Pengenceran disesuaikan
dengan konsentrasi atau dosis yang disarankan dalam kemasan. Apabila ingin
dicampur dengan bahan lain, misalnya surfaktan, perhatikan petunjuk dalam
label.biasanya dalam label dituliskan bisa dicampur dengan bahan lain
(Wudianto, 1990).
Sewaktu mempersiapkan pestisida yang akan disemprotkan, pilihlah
tempat yang sirkulasi udaranya lancar. Di tempat tertutup, pestisida yang berdaya
racun tinggi terlebih yang mudah mebguap, dapat mengakibatkan keracunan
melalui pernapasan. Bahkan bisa mengakibatkan kebakaran. Selain itu jangan
biarkan anak-anak berada di sekitar lokasi ini. Buka tutup kemasan dengan hati-
hati agar pestisida tidak berhamburan atau memercik mengenai bagian tubuh.
Setelah itu tuang dalam gelas ukur, timbangahn, atau alat pengukur lain dalam
drum atau ember khusus. Bukan wadah yang biasa untuk keperluan makan,
minum, dan mencuci. Tambahkan air lagi sesuai dosis dan konsentrasi yang
dianjurkan. Untuk pencampuran pestisida janganlah dalam tangki penyemprot
karena sudah dipastikan apakan pestisida dan air telah tercampur sempurna atau
belum. Campuran yang kurang sempurna akan mengurangi keefektifannya
(Wudianto, 1990).
Dalam melakukan penyemprotan perhatikan hal-hal berikut.
 Pilih volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang akan disemprot. Alat
semprot bervolume kecil untuk areal yang luas, tentu kurang tepat karena
pekerja harus sering mengisinya.
 Alat-alat yang digunakan mestilah berada dalam keadaan baik. Pastikan tangki
penyemprot tidak bocor.
 Gunakanlah pakaian yang sesuai ketika melakukan penyemprotan pestisida.
Pakaian berfungsi sebagai pengaman yang berupa baju berlengan panjang,
sepatu karet / boot, kaos tanga, penutup mulut atau masker, dan penutup muka.
 Penyemprotan yang tepat untuk golongan serangga sebaiknya saat stadium
larva dan nimfa, atau saat masih berupa telur. Serangga dalam stadium pupa
dan imago umumnya kurang peka terhadap racun insektisida.
 Waktu yang paling baik untuk penyemprotan adalah pada waktu terjadi aliran
udara naik (thermik) yaitu antara pukul 08.00 – 11.00 atau sore hari pukul
15.00 – 18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore akan
mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu
lama mengering dan mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan.
Selain itu, penyemprotan yang terlalu pagi biasanya daun masih berembun
sehingga pestisida yang disemprotkan tidak bisa merata ke seluruh permukaan
daun. Sedangkan penyemprotan yang dilakukan saat matahari terik akan
mengakibatkan pestisida mudah mneguap dan mengurai oleh sinar ultra violet.
 Jangan melakukan penyemprotan di saat angin kencang karena banyak
pestisida yang tidak mengena sasaran. Juga jangan menyemprot melawan arah
angin, karena cairan semprot bisa mengena orang yang menyemprot.
 Penyemprotan yang dilakukan saat hujan turun akan membuang tenaga dan
biaya sia-sia.
 Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan
dan pencampuran.
 Gunakan air untuk mengalibrasi alat semprot.
 Jauhkan pestisida dari bagian mulut, hidung, dan mata. Jangan sekali- kali
meniup nosel yang tersumbat dengan mulut. Perhatikan dengan teliti waktu
penyemprotan dan waktu panen sehingga tidak terjadi adanya pestisida yang
masih tertinggal dalam buah atau sayur yang dapat meracuni konsumen. Ini
sangat penting dan harus mendapatkan perhatian yang utama khususnya jika
menyemprot fungisida atau insektisida pada sayur-sayuran dan buah-buahan.
 Pastikan bahwa dosis yang digunakan tidaklah melebihi dosis yang dianjurkan.
Dilarang menyemprot jika angin sedang bertiup kencang karena semprotan
akan terbawa ke daerah yang bukan sasaran.
 Alat-alat yang akan digunakan hendaklah dicuci dengan bersih segera setelah
selesai digunakan. Jika memungkinkan, alat-alat yang digunakan untuk
menyemprot herbisida berbeda dengan yang digunakan untuk insektisida dan
fungisida. Air bekas cucian sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber
air sugai.
 Penyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian
yang digunakan segera dicuci.
 Semua catatan tentang penggunaan pestisida perlu disimpan dengan baik.
Catatan ini sangat penting artinya dan dapat digunakan sebagai petunjuk kerja-
kerja penyemprotan di waktu-waktu mendatang.
 Sekiranya terdapat tanda-tanda keracunan sewaktu atau selepas menyemprot,
sebaiknya segera pergi ke klinik terdekat untuk memeriksakan diri.
III METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah produk pestisida dari
berbagai kelompok (insektisida, fungisida, bakterisida, nematisida, rodentisida,
akarisida, dll)
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kertas dan alat tulis untu
mendeskripsikan berbagai jenis produk petisida.

3.2 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum ini yaitu:
1. Mahasiswa mangambil salah satu produk pestisida yang disediakan oleh
Asisten Praktikum
2. Mahasiswa mendeskripsikan produk pestisida yang dipilih berupa nama
dagang, nama umum, bahan aktif, cara masuk pestisida membunuh jasad
sasaran, cara membunuh hama tanaman dan hama OPT sasaran, dosis,
konsentrasi dan volume semprot
3. Mahasiswa mengambil produk selanjutnya setelah selesai mengerjakan produk
pertamadan begitu seterusnya sampai semua kelompok produk pestisida
dideskripsikan dengan baik
4. Pada saat praktikum berakhir, mahasiswa meminta paraf Asisten pada lembar
kerja
5. Mahasiswa membut laporan mingguan dengan format (cover, kata pengantar,
daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, pendahuluan, metode, hasil dan
pembahasan, kesimpulan, daftar pustaka)
6. Laporan praktikum dikumpulkan satu minggu setelah kegiatan praktikum
selesai dilaksanakan
IV ISI DAN PEMBAHASAN

Jenis pestisida : Insektisida/Akarisida


Nama dagang : Marshal 200 EC
Nama umum : Karbosulfan
Bahan aktif : Karbosulfan 200, 11 gram/liter
Cara masuk pestisida membunuh jasad sasaran : Racun kontak dan racun lambung
Cara membunuh hama tanaman dan hama OPT sasaran : Racun pernapasan
Dosis : 0,5 kg/ha
Konsentrasi : 200 g/l
Volume semprot : 500 l/ha

Jenis Pestisida : Insektisida


Nama dagang : Dupont Lannate 40 SP
Nama umum : Metomil
Bahan aktif : Metomil 40%
Cara masuk pestisida membunuh jasad sasaran : Racun kontak dan racun lambung
Cara membunuh hama tanaman dan hama OPT sasaran : Racun pernapasan
Dosis : 2 g/l
Konsentrasi : 2 g/l
Volume semprot : 500 l/ha

Jenis Pestisida : Insektisida


Nama dagang : Dupont Lannate 25 WP
Nama umum : Metomil
Bahan aktif : Metomil 25%
Cara masuk pestisida membunuh jasad sasaran : Racun kontak dan racun lambung
Cara membunuh hama tanaman dan hama OPT sasaran : Racun pencernaan
Dosis : 1,5-3,0 g/l
Konsentrasi : 25 g/l
Volume semprot : 450-1050 l/ha

Jenis Pestisida : Bakterisida


Nama dagang : Terramycin
Nama umum : Oxytetracycline
Bahan aktif : Oksitetrasiklina Hidrokhlorida
Cara masuk pestisida membunuh jasad sasaran : Racub sistemik
Cara membunuh hama tanaman dan hama OPT sasaran : Racun metabolisme
Dosis : 1-2 ml/l
Konsentrasi : 21,6 g/l
Volume semprot : -

Jenis Pestisida : Herbisida


Nama dagang : Kround-up 240 SL
Nama umum : IPA Glifosfat
Bahan aktif : IPA Glifosfat 240 g/l
Cara masuk pestisida membunuh jasad sasaran : Racun sistemik
Cara membunuh hama tanaman dan hama OPT sasaran : Racun metabolisme
Dosis : 3-5 g/ha
Konsentrasi : 25 g/l
Volume semprot : 2 l/ha
Jenis Pestisida : Fungsida
Nama dagang : Dithane M-45 80 WP
Nama umum : Mankozeb
Bahan aktif : Mankozeb 80%
Cara masuk pestisida membunuh jasad sasaran : Racun kontak
Cara membunuh hama tanaman dan hama OPT sasaran : Racun metabolisme
Dosis : 500 g/l
Konsentrasi : 45 g/l
Volume semprot : 500 g/l

Jenis Pestisida : Insektisida


Nama dagang : Decis 25 EC
Nama umum : Deltametrin
Bahan aktif : Deltametrin 25 g/l
Cara masuk pestisida membunuh jasad sasaran : Racun kontak dan racun lambung
Cara membunuh hama tanaman dan hama OPT sasaran : Racun pencernaan
Dosis : 250-300 ml/ha
Konsentrasi : 0,2%
Volume semprot : 0,5 g/l

Jenis Pestisida : Insektisida


Nama dagang : Dharmabas 500 EC
Nama umum : BPMC
Bahan aktif : BPMC 500 g/l
Cara masuk pestisida membunuh jasad sasaran : Racun kontak
Cara membunuh hama tanaman dan hama OPT sasaran : Racun saraf
Dosis : 0,5-1,0 l/ha
Konsentrasi : 1,25 ml/l
Volume semprot : 400-500 l/ha
Jenis Pestisida : Bakterisida
Nama dagang : Agrept 20 WP
Nama umum : Streptomisin sulfat
Bahan aktif : Streptomisin sulfat 20%
Cara masuk pestisida membunuh jasad sasaran : Racun lambung
Cara membunuh hama tanaman dan hama OPT sasaran : Racun metabolisme
Dosis : 2-2,5 g/ha
Konsentrasi : 20 g/l
Volume semprot : 0,75-1 l/ha

Jenis Pestisida : Herbisida


Nama dagang : Smart 486 SL
Nama umum : Isopropilamina Glifosfat
Bahan aktif : Isopropilamina Glifosfat 486 g/l
Cara masuk pestisida membunuh jasad sasaran : Racun kontak dan racun perut
Cara membunuh hama tanaman dan hama OPT sasaran : Racun saraf
Dosis : 25 g/ha
Konsentrasi : 486 g/l
Volume semprot : 5-8 l/ha
V KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini diantaranya sebagai berikut:


1 Pestisida adalah bahan atau zat kimia yang digunakan untuk membunuh hama,
baik yang berupa tumbuhan, serangga, maupun hewan lain di lingkungan kita.
2 Bahan aktif adalah Bahan penting yang ada didalam pestisida yang bekerja
aktif terhadap hama sasaran
3 Berdasarkan formulasinya perstisida dibagi menjadi 2 bentuk yaitu padat
seperti Wettable Powder (WP), Soluble Powder (SP), dll. Dan bentuk cair
seperti Emulsifiable Concentrate (EC), Water Soluble Concentrate (WCS), dll.
4 Pestisida berdasarkan organisme target diantaranya Insektisida, herbisida,
akarisida, bakterisida, fungisida, nematisida, dll.
5 Pestisida dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan gerakannya pada tanaman
yaitu pestisida sistemik, non sistemik dan sistemik local
6 Cara masuk pestisida ke dalam tubuh serangga sasaran dibedakan menjadi tiga
kelompok yaitu racun lambung, racun kontak, dan racun pernapasan
7 Pestisida berdasarkan cara kerja untuk membunuh hama yaitu racun fisik,
racun protoplasma, dan racun pernapasan
8 Struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi organochlorin,
organophosfat, carbamat, Senyawa dinitrofenol, pyretroid, Fumigant,
pertoleum, antibiotik
9 Dampak negatif akibat pemakaian pestisida yaitu keracunan terhadap pemakai
dan pekerja, timbulnya resistensi hama terhadap pestisida, kenaikan populasi
jasad pengganggu (resurjensi), letusan hama sekunder, dan residu pestisida
pada lingkungan
10 Dalam melakukan penyemprotan perhatikan hal-hal berikut volume alat
semprot, Alat-alat yang digunakan mestilah berada dalam keadaan baik,
Gunakanlah pakaian yang sesuai, Gunakan air untuk mengalibrasi alat
semprot, Jauhkan pestisida dari bagian mulut, Pastikan bahwa dosis yang
digunakan tidaklah melebihi dosis yang dianjurkan, dll.
DAFTAR PUSTAKA

Diana. 2009. Pestisida dan pencemarannya. USU. Smatra Utara

Djojosumarto, Panut. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian Edisi Revisi.


Kanisius. Yogyakarta.

Marinajati, DKK. 2012. Pestisida dan aplikasinya. Argomedia. Jakarta.

Runia y. 2008. Toksikologi pestisida dan penanganan akibat keracunan pestisida.


Depkes. Jakarta.

Subiyakto Sudarmo. 1991. Pestisida. Kanisius. Yogyakarta.

Susilo. 2001. Pestisida dan Penggunaannya. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

WHO. 2006. Bahaya bahan kimia pada kesehatan manusia. Kedokteran EGC.
Jakarta.

Wudianto, R. 1990. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta

. 2007. Petunjuk Penggunaan Pestida. Penerbit Penebar. Swadaya.


Jakarta.
LAMPIRAN

Gambar 1. Marshal 200 EC Gambar 2. DuPont Lannate


40 SP

Gambar 3. DuPont Lannate 25 WP Gambar 4. Terramycin

Gambar 5. Kround-up 240 SL Gambar 6. Dithane M-45


80 WP
Gambar 7. Decis 25 EC Gambar 8. Dharmabas 500EC

Gambar 9. Agrept 20 WP Gambar 10. Smart 486 SL

Anda mungkin juga menyukai