Anda di halaman 1dari 36

HAMA TANAMAN PERKEBUNAN DAN INDUSTRI

HAMA TANAMAN KELAPA

OLEH:

WIZA NURSYARIZAH ASWI (1706110011)

IVANA AULIA RAHMADANI (1706110018)

UTARI ELFITA (1706110025)

SITI JUAIRIAH (1706110116)

EKA WINDRIYANI (1706110223)

RARI ANGGRAINI (1706110246)

MELISA PUTRI (1706110284)

ARUM REFSIA MAHARDINA (1706111361)

AGUM PRATAMA

DOSEN PENGAMPU: Dr. HAFIZ FAUZANA SP., MP

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2020
1. Kumbang badak (Oryctes rhinoceros L.)

Biologi Kumbang badak (Oryctes rhinoceros L.)

Adapun sistematika dari kumbang badak menurut Kalshoven (1981)

adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Filum : Arthropoda, Class : Insecta,

Ordo : Coleoptera, Family : Scarabaeidae, Genus : Oryctes, Spesies : Oryctes

rhinoceros L.

O. rhinoceros L. disebut dengan nama kumbang nyiur, atau kumbang

kelapa ataupun dengan sebutan yang sesuai dengan bentuknya yang mirip dengan

badak kecil, yaitu kumbang badak (Morin, 1996).Kumbang tanduk

O. rhinoceros L. termasuk ke dalam ordo Coleoptera dengan family Dynastidae.

Kumbang tanduk bertelur pada bahan-bahan organic seperti tempat sampah, daun-

daunan yang telah membusuk, pupuk kandang, batang kelapa, kompos, dan lain-

lain. Siklus hidup kumbang ini antara 4-9 bulan, namun pada umumnya 4-7 bulan.

Imago betina menghasilkan telur 30-70 butir dan menetas setelah ± 12 hari. Telur

berwarna putih dengan garis tengah ± 3 mm, sebelum menetas membengkak

berwarna keabuan (Vandaveer, 2004).

Larva berwarna putih, berbentuk silinder, gemuk dan berkerut-kerut,

melengkung membentuk setengah lingkaran. Kepala keras dilengkapi dengan

rahang yang kuat. Larva berkembang pada kayu lapuk, kompos, dan hampir

semua bahan organik yang membusuk. Batang kelapa sawit dan kelapa adalah

tempat yang baik untuk tempat hidup larva ini (Prawirosukarto, dkk, 2003). Larva

O. rhinoceros L. berkaki 3 pasang, larva ini segera memakan bagian tanaman

yang masih ada serta bahan organik yang ada didekatnya. Tahap larva terdiri dari

tiga instar, masa larva instar satu 12-21 hari, instar dua 12-21 hari dan instar tiga
60-165 hari. Larva terakhir mempunyai ukuran 10-12 cm, larva dewasa berbentuk

huruf C, kepala dan kakinya berwarna coklat (Mohan, 2006).

Ukuran pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan berwarna

merah kecoklatan dengan panjang 5-8 cm yang terbungkus kokon dari tanah yang

berwarna kuning. Stadia ini terdiri atas 2 fase: Fase I : selama 1 bulan, merupakan

perubahan bentuk dari larva ke pupa. Fase II : Lamanya 3 minggu, merupakan

perubahan bentuk dari pupa menjadi imago, dan masih berdiam dalam kokon

(Suhadirman, 1996). Pupa berada dalam tanah, berwarna coklat kekuningan

berada dalam kokon yang dibuat dari bahan-bahan organik disekitar tempat

hidupnya. Pupa jantan berukuran sekitar 3-5 cm, yang betina agak pendek. Masa

prapupa 8-13 hari. Masa kepompong berlangsung antara 18-23 hari. Kumbang

yang baru muncul dari pupa akan tetap tinggal ditempatnya antara 5-20 hari,

kemudian terbang keluar (Prawirosukarto, dkk, 2003).

Kumbang badak berwarna coklat tua mengkilap. Panjangnya bisa

mencapai lebih kurang 5-6 cm. Kumbang badak ini bisa berumur lebih kurang 2-7

bulan (Pracaya, 1999). Imago O. rhinoceros L. mempunyai panjang 30-57 mm

dan lebar 14-21 mm, imago jantan lebih kecil dari imago betina. O. rhinoceros L.

betina mempunyai bulu yang tebal pada bagian ujung abdomennya, sedangkan

yang jantan tidak berbulu. O. rhinoceros L. dapat terbang sejauh 9 km

(Prawirosukarto, dkk, 2003).

Gambar 1. Siklus Hidup Kumbang Badak


Gejala Serangan Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.)

Kumbang yang muncul akan mulai beterbangan pada waktu senja atau

malam hari menuju mahkota daun tanaman kelapa dan ujung batang. Selanjutnya,

kumbang mengebor sampai ke titik tumbuh. Kumbang mengisap cairan yang ke

luar dan luka bekas gigitannya. Kumbang ini akan tetap tingggal dalam

terowongan yang di buatnya selama lebih kurang satu minggu. Bekas gerekannya

dapat dilihat dalam terowongan yang dibuat.setelah melakukan perkawinan dalam

terowongan, kumbang pergi ke tempat bahan-bahan organik yang mulai

membusuk, tumpukan kompos, batang kelapa yang membusuk. Luka-luka bekas

gerekan dari kumbang badak ini sering mengundang hama lain yang merupakan

hama sekunder. Serangga ini mengakibatkan kematian pada tanaman muda. Saat

hama ini mengebor pucuk tanaman biasanya juga merusak bagian daun muda

yang belum membuka (janur) sehingga pada waktu daun terbuka akan terlihat

bekas potongan yang simetris berbentuk segitiga atau seperti huruf V (Pracaya,

1999).

Kumbang badak O. rhinoceros L. menyebabkan kerusakan dengan cara

melubangi tanaman, begitu juga menurut Loring (2007) tanda serangan terlihat

pada bekas lubang gerekan pada pangkal batang, selanjutnya mengakibatkan

pelepah daun muda putus dan membusuk kering. Kumbang dewasa masuk

kedalam daerah titik tumbuh dan memakan bagian yang lunak. Bila serangan

mengenai titik tumbuh, tanaman akan mati, tetapi bila makan bakal daun hanya

menyebabkan daun dewasa rusak seperti terpotong gunting (Darmadi, 2008).

Terdapat berbagai macam cara membasi kumbang kelapa:


1. Sanitasi

Salah satu cara mebasmi kumbang kelapa yaitu dengan menggunakan

metode sanitasi, metode ini sangat penting sebab langkah ini berfungsi untuk

memutus daur hidup atau siklus kumbang kelapa supaya tidak terjadi kerusakan

atau adanya serangan pada tanaman sehat lainnya. Sanitasi dilakukan dengan

melakukan pembersihan sarang atau tempat perkembang biakan larva kumbang

kelapa yang sudah mati dan membusuk dengan menebangnya lalu kemudian

dimusnahkan ataupun dijadikan kayu bakar.

2. Mekanis

Cara berikutnya yaitu dengan menggunakan metode mekanis, cara ini

memang memerlukan tenaga yang cukup besar dan memerlukan waktu panjang

sebab harus mengutip dan mengumpulkan kumbang dewasa satu persatu.

3. Teknis

Metode ini harus menutupi semua batang sudah mati atau batang yang

tidak dapat dimanfaatkan kembali dengan menggunakan penutup tanah. Hal ini

berguna untuk mengembalikan nutrisi yang berasal dari tanah.

4. Biologis

Pengedalian menggunakan metode biologis ini dengan memanfaatkan

bentuk kehidupan untuk mengatasi kehidupan lainnya yang merugikan, contohnya

memanfaatkan kapang menggunakan kapang antagonis berupa Metarhizium

Anisoplae untuk mengatasi kumbang kelapa. Dilihat dari berbagai aspek metode

biologi memiliki banyak kelebihan, kelebihan yang ditawarkan yaitu dari ramah

akan lingkungan, secara ekonomi terbilang cukup terjangkau, selain itu juga

menguntungkan baik dari segi efikasi dan segi efisiensi.


Penggunaan kapang antagonis berupa Metarhizium Anisoplae merupakan

salah satu cara menggunakan metode biologis yang efektif dalam pengendali larva

kumbang, tidak cuma itu saja kapang ini juga dapat bertugas untuk menginfeksi

kumbang serta dapat mengontrol populasi serangga yang ada di area tanaman

kelapa.

5. Kimia

Cara membasmi kumbang kelapa selanjutnya adalah menggunakan metode kimia,

metode ini diperlukan adanya insektisida kimia seperti contohnya furadan serta

lainnya.

2. Kumbang sagu (Rhynchophorus sp)

Diperkirakan hama kumbang sagu mulai masuk di Jawa

Timur sekitar tahun 1999 Kumbang sagu sama pentingnya

dangan hama Kwangwung (Oryctes rhinoceros), kareana kedua

jenis hama tersebut penyabab kematian tertinggi pada tanaman

kelapa, para penduhulu mengatakan bahwa hama ini merupakan

hama sekunder, yang merusak tanaman kelapa melalui luka

bekas gerekan hama kwangwung atau pelukaan oleh ulah

manusia, akan tetapi kenyataannya bahwa hama ini menyerang

kelapa tidak tergantung adanya bekas pelukaan dari hama


kwangwung atau pelukaan dari ulah manusia, hama ini dengan

kedua kaki depannya yang kuat dan tajam mampu menggerek

dan melubangi tanaman kelapa dibagian yang muda mulai dari

pucuk hingga sekitar 1 meter kebawah, di bagian batang muda

yang berada disela-sela ketiak pelepah daun dan batang muda

bahkan bagian pucuk biasanya hama ini berada.

Ciri khas jika untuk menenemukan hama ini dapat dilihat

dengan tanda-tanda adanya sisa-sisa gerekan diluar lubang

gerekan disertai adanya cairan yang keluar dari lubang gerekan

berwarna coklat kemerahan dan berbau menyengat, biasanya

hama ini berada didalamnya, kadang dalam satu lubang terdapat

lebih dari satu kumbang berada didalamnya. dengan jari telunjuk

kita coba masukkan ke lubang dan jika tersentuh badan

kumbang segera kita tarik, sebab jika terlambat kumbang

merasakan ada gangguan dari luar akan segara lari masuk

kedalam dengan kuku-kukunya ia mencengkeram dengan kuat

sehingga kita sulit untuk menariknya keluar. Pada serangan

berat di pucuk kelapa didapat lebih dari 20 lubang, bahkan

kumbang yang di dapati bisa mencapai lebih 20 ekor. Akibat fatal

pucuk akan rebah.

Siklus hidup

Dalam perkembangannya hama melalui 4 stadia : telur,

larva, pupa dan imago, hama ini hidup dan berkembang di


pucuk-pucuk tanaman golongan palmae. betina meletakkan telur

di sela-sela tajuk kelapa yang basah dan agak membusuk,

kadang diletakan di dalam liang-liang gerekannya, telur menetas

setelah 7-10 hari, larva yang baru keluar menggerek batang,

pucuk dan pangkal daun muda, umur larva 2 sampai 3 bulan,

larva dewasa (instar 3) menggulung badannya dengan serabut

sisa gerekannya hingga menutup tubuhnya.

Setelah seluruh tubuh terbalut jadilah bentuk kokon bulat

lonjong, perkembangan larva menjadi pupa berkisar 2-3 minggu,

masa pupa berkisar 2-3 minggu, pupa menjadi imago remaja

berkisar 5 sampai 12 hari berada didalam kokon, umur kumbang

dewasa berkisar 3 s/d 5 bulan. kesukaan hama ini untuk

meletakkan kokonnya banyak dijumpai di pangkal-pangkal

pelepah daun atau di bekas lubang gerekan.

Imago remaja setelah siap kawin, akan keluar dari kokon

dan terbang mencari pasangan dan mulai menyerang tanaman

kelapa, kumbang dewasa biasanya terbang dipagi hari sekitar

jam 6 sampai jam 8, jika kondisi cuaca redup dan berawan

kumbang nampak di sekitar pucuk kelapa hingga pukul 10,

biasanya sedang melakukan perkawinan ataupun sedang

membuat gerekan baru, daya cengkeram kumbang sangat kuat

sehingga mampu dengan mudah melubangi batang atau pucuk

kelapa dengan kaki-kaki depannya, jika didapati berada didalam

lubang gerekan, kita akan kesulitan mengambilnya, karena


kumbang akan bertahan dengan menghujamkan kukunya

keserat kelapa, begitu kita lepas maka dengan cepat lari masuk

kesela-sela pelepah bagian bawah. Kumbang dewasa di siang

hari dengan cuaca cerah biasanya tidak menampakan diri, jika

ingin menemukan kumbang dewasa pada pagi hari atau sore hari

ataupun di saat cuaca redup dan berawan menampakkan diri.

Cara terbang hama ini sama halnya dengan kumbang-

kumbang lainnya berputarputar dengan menimbulkan suara

berdengung. Hama ini dapat kita temui pada tanaman kelapa

berkisar 9 sampai 20 ekor pada satu tanaman kelapa bahkan

bisa lebih. Hama ini lebih menyukai jenis kelapa dalam dari pada

jenis kelapa gading atau genjah sehingga kebanyakan jenis

kelapa gading/genjah agak lebih aman.

Gejala Serangan

Tanaman yang terserang hama Kumbang Sagu

/Rhynchophorus, sp dapat dilihat adanya lubang-lubang bekas

gerekan, baik pada pangkal pelepah, batang bahkan pucuk, hal

ini terlihat jelas jika kita panjat tampak pada bagian yang

tertutup oleh ketiak pelepah akan terdapat lubang-lubang. Jika

lubang baru yang terdapat kotoran gerekan berwarna putih atau

coklat basah dan berbau, biasnya didalamnya masih bersarang

hama Kumbang sagu/Rhynchophorus, didalam lubang baru


kadang terdapat lebih dari satu ekor kumbang, kadang kita

jumpai dua spesies yaitu Rhynchophorus ferrugenius dan

Rhynchophorus schach hidup berdampingan dalam satu lubang

gerekan.

Gerekan yang terlalu dalam sampai keumbut kelapa, yang

menyebabkan kematian, karena umbut yang merupakan titik

tumbuh sudah digerek dan diduga terkontaminasi dengan

bakteri sehingga menjadi busuk dan berair. pada akhirnya pucuk

akan rebah. Tampak tanda panah pada gambar bekas-bekas

lubang gerekan. Gerekan yang baru dan agak besar dan sisa-sisa

gerekannya ada diluar lubang gerekan tidak berair biasanya

dihuni kumbang Kwangwung.

Hama Rhynchophorus hama yang mematikan karena hama

ini hidup dan berkembang biak pada tanaman yang masih segar,

berbeda dengan kwangwung kalau kwang dewasa menyeran

daun muda/janur yang masih segar, sedangkan telor, larva dan

pupa berada pada tenaman kelapa yang pucuknya sudah lapok.

Pengendalian

Hama ini karena berada di pucuk-pucuk kelapa sehingga

pengendalian yang dapat dilakukan adalah :

1. Mekanis dengan membersikan pohon dari serat yang

membalut pelepepah, yang merupakan tempat peletakan telur

hama. Serat-serat disekitar pucuk bila dibersihkan akan


kelihatan luka-luka gerekan yang tertutup serat tersebut,

sehingga kita dapat segera mengambil tindakan menangkap

kumbang jika masih bersarang di dalam lukaluka gerekan.

2. Pemberian jaring-jaring/jala dililitkan pada pucuk kelapa,

khusus kelapa yang belum berbuah lebih mudah untuk

memasang jala. Kumbang akan terjerat jala bila mendatangi

pucuk kelapa, maka dengan mudah untuk menangkapnya.

3. Pemberian garam laut di setiap ketiak pelepah daun sepanjang

1 m dari pucuk kebawah dengan cara ditaburkan.

4. Pemberian Furadan 3 G di di tiga ketiak pelepah daun secara

spiral sepanjang 1 m dari pucuk kebawah dengan dosis ½

sendok makan.

5. lubang-lubang gerekan yang dijumpai dan terdapat sisa

gerekan baru ditutup dengan insektisida

6. Dengan perangkap dilakukan dengan seks feromon dan

dengan Larutan gula alcohol

3. Tungau Kelapa (Aceria querreronis Keifer)

Bioekologi

Gambar 2. Imago dan Telur Tungau A. Guerreronis


Tungau kelapa dapat dibedakan dengan tungau lain diantaranya bentuk

dari tungau dewasa (imago) A. guerreronis bentuk tubuhnya vermiform, panjang

badan 205 - 255 µm dan lebar 36-52 µm, berwarna putih transparan, memiliki dua

pasang kaki, pada bagian tubuh tampak beberapa seta yang berukuran panjang.

Struktur pembuka genitalia tungau jantan dan betina letaknya berdekatan di

bagian belakang tungkai. Tungau betina dapat meletakkan telur ± 200 butir dalam

kondisi lingkungan yang mendukung.

Gambar 3. Siklus Hidup Tungau

Dari telur tungau harus melewati dua tahap nimfa baru menjadi

imago.Tungau ini akan membentuk koloni pada bagian tanaman yang terserang

dan terlihat seperti bercak keperakan samar-samar. Serangan tungau ini pada

tanaman kelapa dapat didiagnosis dengan munculnya gejala kerusakan pada buah

kelapa, kemudian dibuktikan dengan mencari spesimen pada buah kelapa

(Palanisamy, 2012; Howard dan Moore, 2006)

Penyebaran

Penyebaran tungau kelapa melalui dua cara, yaitu : (1) Penyebaran alami,

dimana tungau dapat bergerak dari tajuk ke tandan bunga, dari antar tandan
bunga, dari tajuk ke tajuk, tungau dapat berpindah dari buah yang dikecambahkan

ke tunas yang baru muncul, cara phoresi (misalnya, terbawa serangga atau burung

yang hinggap pada bunga kelapa) pada perkebunan kelapa yang padat dan

daunnya saling bersinggungan, (2) Penyebaran secara pasif, yaitu tungau

berpindah tempat karena bantuan tiupan angin dan bagian tanaman yang

terinfestasi.

Tungau kelapa hidup di bawah kelopak buah kelapa dan permukaan buah

yang ditutupi kelopak buah. Tungau A. guerreronis dapat menembus kelopak

buah sampai pada permukaan buah yang ditutupi kelopak tersebut sebulan setelah

buah terbentuk; sebelumnya kelopak buah menempel rapat dengan permukaan

buah yang ditutupinya. Tungau ini menyerang dengan cara menusuk dan

mengisap cairan yang ada pada jaringan buah kelapa. Imago betina biasanya

meletakkan telur pada buah kelapa yang masih muda, sehingga siklus hidupnya

menyesuaikan dengan perkembangan buah kelapa tersebut. Perkembangan

A. guerreronis mulai dari telur hingga imago berlangsung selama 10 hari.

Sehingga populasi tungau ini dapat berkembang dengan cepat. Pada buah kelapa

yang lebih tua kira-kira berumur ± 1 tahun, tungau kelapa akan jarang ditemukan.

Tungau kelapa dapat ditemukan pada kondisi iklim tropis dan subtropis, tetapi

biasanya dapat bertahan hidup pada periode suhu beku dan suhu dingin. Beberapa

peneliti menyatakan bahwa tungau kelapa lebih banyak menyerang pada kondisi

iklim yang relatif kering atau di sepanjang musim kemarau. Namun hingga saat

ini belum ada yang meneliti mengenai hubungan antara populasi tungau dengan

kondisi cuaca kering dan basah (Howard dan Moore, 2006).


Gejala Serangan Tungau A.guerreronis

Gejala awal serangan tungau kelapa A. guerreronis dapat diketahui dengan

melihat bentuk segitiga kecil berwarna pucat pada permukaan buah muda dari

bawah kelopak buah yang akan meluas/memanjang sampai menutupi sebagian

besar permukaan buah. Daerah yang terserang yang sudah berwarna pucat akan

berubah menjadi warna coklat pada beberapa hari kemudian. Permukaan buah

kelapa yang terserang setelah tua akan terlihat seperti retakan berwarna coklat.

Meningkatnya aktivitas makan tungau kelapa akan menimbulkan kerusakan fisik

buah kelapa, bahkan pada kondisi yang rusak parah buah akan tampak bagian-

bagian buah kelapa berwarna coklat dan muncul eksudat bergetah dari retakan

buah, kulit mengeras, sabut kelapa susah dikupas, buah berguguran sebelum buah

matang dan terjadinya penurunan produksi kelapa. Dilaporkan bahwa tungau ini

dapat menyebabkan kehilangan hasil 7% – 15%, ada juga yang mengatakan

kerugian karena serangan tungau kelapa bisa mencapai 30% – 60%, sedang hasil

penelitian di India menyatakan bahwa pada buah yang rusak berat dapat

mengakibatkan penurunan produksi 15% - 42% (Ansaloni dan Perring, 2004).

Tungau menyerang dan berkembang pada jaringan meristematik pada

buah kelapa di bawah kelopak buah (perianth) dengan mengisap jaringan lunak.

Gejala awal muncul dalam bentuk perubahan warna menjadi putih pucat atau

kuning, berkelompok bentuk segitiga terbalik tepat di bawah perianth. Gejala ini

tidak nampak pada buah yang ditemukan dilapangan, hanya ada gelaja perubahan

warna putih pucat atau kuning berbentuk garis memanjang.


Dengan meningkatnya aktivitas makan dari tungau, maka dapat

menyebabkan kerusakan fisik sehingga menimbulkan nekrosis. Dalam kondisi

rusak parah, muncul bagian-bagian berwarna coklat. Pada buah matang terlihat

celah dan pecahan longitudinal pada permukaan luar (sabut). Kadang-kadang

berwarna kecoklatan dan eksudat bergetah keluar dari retakan buah. Serangan

berat, menyebab-kan buah cacat dengan kulit mengeras, sehingga hasil kopra dan

serat sabut berkurang. Haq (2011) telah mendokumentasikan aspek yang paling

penting dari serangan tungau dikaitkan dengan hilangnya berat kopra,

diperkirakan hampir mencapai 32%, namun dampak terhadap produksi minyak

belum dipelajari. Selain itu, kerugian akibat kerusakan sabut diperkirakan

41,74%, terutama karena berkurangnya panjang serat 26-53% dan konsekuensi

biaya tam-bahan untuk pengupasan buah. Serat menjadi tipis, lebih pendek dan

kekuatan daya tarik berkurang, sehingga tidak dapat diterima untuk industri sabut.

Biasanya, sabut dari 100 buah yang tidak terserang dapat menghasilkan 9-10 kg

serat, sedangkan buah yang terserang menghasilkan tidak lebih dari 6-7 kg serat.

Serangan tungau kelapa mengakibatkan buah kelapa tidak berkembang

sempurna dan banyak gugur. Tungau kelapa menyerang jaringan meristematik

pada buah kelapa di bawah kelopak buah. Munculnya gejala dari serangan tungau

ini diakibatkan karena tungau ini melepaskan toksin saat menusuk jaringan buah

kelapa. Dari hasil penelitian Hosang et al, (2013) , ternyata persentase serangan

yang lebih tinggi terjadi pada tandan 6 – 11 yang diperkirakan buah kelapa yang

berumur 5,5 – 10 bulan. Sedangkan menurut Palanisamy (2012), bahwa serangan

tertinggi terjadi pada buah kelapa berumur 3 bulan.


Di Indonesia, serangan hama perusak buah kelapa yang gejalanya mirip

dengan serangan tungau kelapa Aceria guerreronis mulai terlihat pada

pertengahan tahun 2012 di Desa Winuri, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten

Minahasa Utara. Pada saat itu, dikunjungi salah satu lokasi dan mengambil contoh

buah terserang, tetapi setelah diamati di laboratorium, tidak ditemukan tungau

tersebut dan hanya ditemukan serangan hama bunga kelapa Tirathaba rufivena.

Berdasarkan data Dinas Perkebuan Kabupaten Minahasa Utara tahun 2012,

ternyata pertanaman kelapa di Desa Winuri, Kecamatan Likupang Timur,

Kabupaten Minahasa Utara seluas 395,8 ha dengan jumlah populasi tanaman

47.894 pohon, sebanyak 13.175 pohon (27,51%) menunjukkan gejala serangan

tungau kelapa. Hal itu tentunya perlu mendapat perhatian khusus karena hama

tersebut secara langsung dapat mempengaruhi produksi kelapa karena langsung

merusak buah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab

kerusakan buah kelapa dan persentase serangan hama pada pertanaman kelapa di

lapangan.

Gambar 4. Gejala serangan tungau kelapaAceria guerreronis pada umur buah


yang berbeda.
Gambar 5. Gejala serangan tungau kelapa Aceria guerreronis pada buah muda.
Dalam satu tandan ukuran buah berbeda atau buah yang tidak berkembang dengan
baik

Serangan hama tungau kelapa Aceria guerreronis. Hama ini menyerang

buah pada berbagai tingkat umur buah (Gambar 3) sehingga ada buah yang tidak

berkembang dengan baik. Dari setiap tandan yang diamati ternyata gejala

serangan hama ini terdapat pada tandan 1-14 atau pada buah umur 1 - >12 bulan.

Perkiraan umur buah berdasarkan penelitian Zelazny dan Alfiler (1987)

menyatakan bahwa setiap bulan terjadi pertambahan 1,1 pelepah daun. Biasanya

pertambahan pelepah daun diikuti oleh pertambahan tandan buah. Berdasarkan hal

tersebut dapat diasumsi bahwa serangan hama ini sudah terjadi lebih dari satu

tahun.

Pengendalian Tungau A. Guerreronis

Keberadaan tungau kelapa sulit diketahui, sehingga pengenalan gejala

serangan menjadi sangat penting dalam usaha menekan kerusakan buah kelapa

akibat serangan tungau kelapa A. guerreronis. Usaha pencegahan dan

pengendalian tungau kelapa pada pertanaman kelapa dengan cara :


1. Sanitasi

Sanitasi dengan cara membersihkan lahan pertanaman kelapa, monitoring

pemeliharaan tanaman dan perkembangan buah kelapa, memangkas buah

yang terserang kemudian dibakar.

2. Pemupukan

Pemupukan yang berimbang untuk meningkatkan ketersediaan hara sehingga

dapat mentolerir serangan tungau kelapa A.guerreronis, dosis yang dianjurkan

urea 1-3 kg, super fosfat 2 kg dan kalium 3,5 kg/pohon/tahun.

3. Tindakan Karantina

Perlu tindakan karantina untuk melarang mengeluarkan kelapa atau benih dari

lokasi serangan sebelum ada perlakuan (fumigasi) pengendalian untuk

mencegah. penyebaran hama tungau kelapa ke daerah lain yang belum

terserang. Tindakan karantina dan pengendalian dengan menggunakan bahan

kimia dapat direkomendasikan sebagai tindakan awal menekan terjadinya

ledakan populasi dan meluasnya hama tersebut. Fernando et al. (2002)

menyatakan bahwa injeksi batang dengan Monokrotofos 60%, dapat

mengendalikan hama hingga 80% - 100% tetapi efektivitasnya hanya ber-

langsung selama 1,5 bulan.

4. Musuh alami

Pemanfaatan musuh alami tungau predator sebagai pemangsa tungau kelapa

antara lain Amblyseius largoensis, Neoseiulus mumai, Bdella distincta,

Steneotarsonemus furcatus dan cendawan entomopatogen Hirsutella sp

(Palanisamy, 2012; Howard dan Moore, 2006). Dilaporkan juga bahwa dua

spesies tungau predator, yaitu paspalivorus dan Bdella sp. dapat memangsa
A. guerreronis. Predator N. paspalivorus dapat menyebabkan penurunan

populasi hama yang signifikan (Fernando et al., 2002).

5. Insektisida sintetik

Singh dan Arancon (2007) melaporkan Penggunaan akarisida atau insektisida

yang sifatnya sistemik (dosis sesuai anjuran) melalui penyemprotan ataupun

dengan cara infus akar dan injeksi batang. Singh dan Arancon (2007)

melaporkan bahwa pengendalian kimia tungau kelapa dapat dilakukan dengan

penyemprotan Dicrotophos, Monocrotophos atau Chinomethionate pada

tandan buah setiap 20 atau 30 hari, mengurangi kerusakan secara signifikan.

Hasil yang sama diperoleh melalui aplikasi Acaricida dengan interval 15 hari,

tetapi tidak nyata dengan interval 60 hari. Injeksi batang dengan

Monocrotophos setiap dua bulan efektif pada tanaman kelapa Genjah yang

masih muda tetapi teknik pengendalian ini tidak dianjurkan untuk tanaman

kelapa dewasa.

6. Insektisida botani

Penggunaan insektisida botani yang lebih ramah lingkungan juga

memberikan harapan yang baik seperti campuran 2% minyak nimba dan

bawang putih dan NeemAzal 1% karena dapat mengurangi populasi hama

sebesar 60% (Fernando et al., 2002). Selanjutnya Patnaik et al. (2010)

menyatakan bahwa aplikasi empat formula produk botanical biocide dapat

menyebabkan penurunan kerusakan sampai 72,17%. Menurut Pushpa (2006)

penyemprotan botanical NSKE 5% dengan interval tiga bulan dapat mengu-

rangi populasi tungau A. guerreronis. Pemanfaatan insektisida botani dengan


campuran 2% minyak mimba dan bawang putih dan NeemAzal 1% dapat

mengurangi populasi hama sebesar 60%.

4. Belalang Pedang (Sexava sp.)

Gambar 6. Belalang Pedang

Ada 3 spesies belalang Sexava sp. yang menyerang tanaman kelapa yaitu :

Sexava coriacea L., Sexava nubila S., dan Sexava karnyi L. Namun yang paling

banyak menyebabkan kerusakan adalah Sexava oriacea dan Sexava nubila. Hama

belalang pedang ini selain menyerang daun juga dapat merusak bunga dan buah

muda, sehingga secara langsung dapat menurunkan produksi kelapa dan pada

serangan berat dapat menyebabkan kematian tanaman kelapa.

Hama belalang pedang merupakan serangga yang polifag karena selain

menyerang tanaman kelapa, ia juga menyerang tanaman lain seperti pinang, enau,

sagu, salak, pisang, jambu air, pandan, dan sebagainya. Belalang pedang

mengalami metamorfosis paurometabola yang terdiri dari 3 stadia yaitu telur –

nimfa – imago.
Gambar 7. Imago jantan dan betina

Aktivitas makan dan reproduksi kebanyakan dilakukan pada malam hari.

Imago biasanya mulai bertelur setelah berumur kurang lebih 1 bulan. Imago

bertelur di dalam tanah di sekitas tanaman kelapa dan pohon inang lainnya pada

kedalaman 1-5 cm. Seekor belalang betina dapat bertelur sekitar 50 butir. Siklus

hidup dari telur sampai bertelur lagi kurang lebih 5 bulan.

Gambar 8. Gejala serangan belalang pedang

Hama belalang pedang (Sexava nubila) merusak kelapa pada bagian daun

kelapa yang sudah dewasa (tua) meskipun terkadang dapat menyerang daun muda,

kulit buah dan bunga. Nimfa dan imago belalang pedang memakan daun tanaman

kelapa dari pinggir, meninggalkan bekas gigitan yang tidak rata. Serangan dimulai

dari pelepah yang paling bawah hingga habis dan barulah pindah ke daun baian

atas. Pada serangan belalang pedang yang cukup berat dapat mengakibatkan daun

kelapa meranggas dan hanya menyisakan lidi. Akibatnya, buah kelapa akan

rontok dan tanaman tidak dapat menghasilkan buah selama kurang lebih 2 tahun

atau pada serangan hama tersebut yang sangat parah dapat mengakibatkan
kematian (Lobalohin et al., 2014). Pada tahun 2012, di Kabupaten Kepulauan

Talaud, Provinsi Sulawesi Utara serangan hama tersebut menyebabkan kerugian

ekonomi sekitar Rp. 26,3 milyar dengan total luas serangan mencapai 16 ribu

hektar (Wagiman et al., 2012).

Pengendalian belalang pedang dapat dilakukan dengan menerapkan

komponen PHT seperti berikut :

1. Sanitasi dan Penanaman Tanaman Sela

Sanitasi dengan membersihkan gulma, pembakaran sampah, dan pengolahan

tanah di sekitar tanaman kelapa. Tanaman sela contohnya kacang tanah, jagung,

dan sebagainya.

2. Diversifikasi

Menanam tanaman dengan tanaman lainnya di antara tanaman kelapa seperti

tanaman pala, cengkeh, kakao, kopi.

3. Secara hayati

Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan pelepasan telur belalang

pedang yang telah terparasit oleh Leefmansia bicolor. Pelepasan belalang yang

terinfeksi diperlukan sekitar 25 butir telur terinfeksi per hektare. Telur terinfeksi

dimasukkan ke dalam koker (semacam kotak kecil) yang terbuat dari pelepah

kelapa yang diletakkan disekitar batang bawah tanaman kelapa. Selain itu, dapat

juga dengan menggunakan Metarrhizium anisopliae.

4. Menggunakan lem perangkap

Mengoleskan lem perangkap pada permukaan lingkar batang bagian bawah

kurang lebih 1 meter dari permukaan tanah. Lem yang digunakan biasanya adalah

lem lalat dan Tangle foot.


5. Secara kimiawi

Insektisida yang digunakan adalah yang berbahan aktif asepat, diazinon, dan

karbosulfan dengan dosis 10-15 ml/pohon. Aplikasi insektisida sistemik dengan

cara injeksi batang atau infus akar, sedangkan yang non sistemik dengan cara

penyemprotan.

5. Ulat Pemakan Bunga (Tirathaba rufiven)

Serangga Tirathaba rufivena dikenal sebagai hama penggerek tandan buah

kelapa sawit dan kelapa baik di Indonesia maupun di Malaysia. Pada umumnya

hama ini dijumpai terutama pada areal dengan tandan buah dengan fruitset rendah

atau terlewat dipanen (Wood & Ng 1974), karena sebagai makanan hama ini.

T. rufivena ini biasanya mulai dijumpai di suatu areal kelapa sawit pada saat

tanaman sudah mengeluarkan bunga. Pembentukan bunga yang terjadi secara

terus-menerus merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan populasi

hama ini.

Ciri dari hama ini adalah ulat berwarna coklat kotor bergaris memanjang

pada punggungnya, berukuran 22 mm. Masa keperidiannya 12-31 hari.

Gambar 9. Tirathaba rufivena


Telur diletakkan pada tandan buah betina yang sudah mulai membuka

seludangnya, meskipun dapat juga dijiumpai pada semua tingkat umur tandan

buah. Telur akan menetas dalam waktu sekitar 4 hari.

Larva biasanya dijumpai pada bunga betina, bunga jantan dan tandan

buah. Larva muda berwarna putih kotor, sedangkan larva dewasa berwarna coklat

muda sampai coklat tua. Larva tua panjangnya 4 cm dan ditumbuhi dengan

rambut-rambut panjang yang jarang. Larva tersebut memakan putik bunga dan

daging buah kelapa sawit. Stadia ulat berlangsung selama 16-21 hari atau antara

2-3 minggu yang terdiri dari 5 instar. Menjelang berkepompong larva membentuk

kokon dari sisa gerekan dan kotorannya yang direkat dengan benang liur pada

tandan buah yang diserang.

Pupa kemudian berubah menjadi imago. Pada sayap depan imago terdapat

bercak kecil berwarna hijau, sedangkan pada bagian belakang sayap terdapat

bercak berwarna coklat muda kekuningan. Imago betina mempunyai ukuran sayap

lebih besar yaitu 24mm, sedangkan imago jantan ukuran sayapnya lebih kecil dari

24mm. Pupa berwarna coklat gelap dan stadia pupa berlangsung sekitar 5-10 hari

atau sekitar 1,5 minggu, sedangkan stadia imago berlangsung selama 9-12 hari

sehingga total siklus hidupnya adalah lebih kurang 1 bulan (Chan 1973; Hartely

1979; Wood & Ng 1974). Dari semua stadia ini yang merusak adalah stadia ulat

atau larvanya.

Gejala serangan dari hama T. rufivena: (1) bunga jantan berlubang-lubang

lebih banyak dari bunga betina; (2) buah yang baru kadang berlubang-lubang; (3)

banyak kotoran ulat; (4) bunga-bunga jantan gugur dan kotoran-kotoran lain
melekat menjadi satu bergumpal-gumpal kecil; (5) bongkol bunga penuh kotoran

dan berbau busuk.

Gambar 10. Bunga kelapa sawit yang terserang

Pada serangan baru, bekas gerekan masih berwarna merah muda dan larva

masih aktif di dalamnya. Sedangkan pada serangan lama, bekas gerek berwarna

kehitaman dan larva sudah tidak aktif karena larva telah berubah menjadi

kepompong. Serangan hama ini dapat menyebabkan buah aborsi.

Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama

T. rufivena: (1) mengumpulakn bunga-bunga yang terserang dan membakarnya;

(2) pemotongan mayang dan membakarnya; (3) membersihan pangkal daun

kelapa dari pupa dan larva; (4) menggunakan parasit hama yaitu

Telenomus tirathabae yang merusak telur 6%, Apanteles Tirathabae

membinasakan ulat muda 18-40%, lalat parasit Eryciabasivulfa membunuh ulat

6-3%, parasit kepompong Melachnineumon muciallae, Trichhospilus pupivora

dan Anacryptus impulsator masing-masing mempunyai daya bunuh 10%, 2 % dan

3,5 %. Sejenis cecopet yaitu Exypnus pulchripenneis memakan ulat hidup-hidup;

(5) menggunakan insektisida Sevin 85 S dengan menyemprotkan pada bagian

bunga dan bagian pangkal daun.


6. Ulat Artona (Artona catoxantha)

Ulat artona adalah salah satu Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

utama tanaman kelapa. Ulat yang tergolong dalam family Zyganidae dan ordo

Lepidoptera ini memiliki siklus hidup antara telur sampai menjadi kupu-kupu

berlangsung selama 29-36 hari dengan metamorfosis sempurna, yakni telur, larva

(ulat), pupa (kepompong), dan imago (serangga dewasa).

Gambar 11. Ulat artona

Telur ulat artona berwarna kuning, berbentuk bulat lonjong, dengan

panjang 2,5 mm dan lebar 1,0 mm. Telur biasa diletakan oleh imago betina (kupu-

kupu dewasa) di luka bekas gerekan kumbang Oryctes pada batang tanaman.

Imago betina dapat bertelur sebanyak 500 butir setiap kali bereproduksi. Telur

akan menetas menjadi larva pada usia 3-4 hari setelah diletakan.

Stadia larva berlangsung selama 17-22 hari, warna larva putih kekuningan,

jernih dan berukuran 11-12 mm. Pada bagian punggung terdapat garis yang lebar

dan memanjang berwarna hitam ungu, disebelah garis tebal terdapat garis kecil.

Larva memiliki kepala yang berwarna kuning kemerahan, tubuh larva bagian

depan berukuran lebih besar daripada tubuh bagian belakang.

Stadia pupa berlangsung antara 10-12 hari, pupa yang masih muda

berwarna kekuning-kuningan, sedangkan pupa yang sudah tua berwarna merah


sauh karena tertutup oleh lapisan kulit kokon. pupa memiliki ukuran panjang

berkisar antara 12-14 mm dan lebar 6-7 mm.

Kupu-kupu artona berukuran panjang 10-15 mm dengan jarak antar sayap

(lebar) 13-16 mm. Sayap biasanya berwarna hitam merah hingga hitam kecoklat-

coklatan. Pada bagian kuduk, kupu ini memiliki semacam sisik berwarna kuning.

Sisik tersebut juga ada pada bagian bawah dan pinggir sayapnya. Kupu-kupu

artona duduk dengan ke dua kakinya sepanjang hari. Kupu-kupu ini duduk

berjajar bersama sejenisnya pada  anak daun kelapa yang menggantung atau pada

pohon lain. Kupu-kupu hanya bergerak dan aktif pada pagi dan sore hari. Kupu-

kupu betina biasanya lebih aktif dengan mengitari beberapa pohon kelapa untuk

mencari kupu-kupu jantan untuk dibuahi. Biasanya setelah dibuahi, 2 hari

kemudian kupu-kupu betina akan bertelur dan meletakan telurnya pada lubang-

lubang bekas gerekan kumbang Oryctes.

Gejala Serangan

Gambar 12. Gejala Serangan

Gejala serangan larva Artona biasanya merusak daun kelapa tua,

sedangkan larva yang baru menetas akan merusak daun dari permukaan bawah,

sehingga timbul bintik-bintik luka. Larva melukai daun hanya sampai batas

lapisan epidermis atas, sehingga lapisan yang ditinggalkan mudah kering dan
selanjutnya dengan gejala berbentuk garis yang semakin lama semakin luas.

Serangan yang berat menyebabkan helaian daun habis, bahkan dalam keadaan

tertentu tinggal lidinya saja.

Pengendalian

Upaya pengendalian yang perlu dilakukan untuk menurunkan populasi

serangan hama A. catoxantha dapat dilakukan dengan cara yaitu :

1. Secara mekanis yaitu melakukan pemangkasan semua daun kelapa dengan

hanya meninggalkan 3–4 lembar daun muda. Cara ini dilakukan jika pada 200-

300 sampel pohon ditemukan bahwa dua pelepah dalam pohon kelapa terdapat

larva Artona dari 4 stadium. Pemangkasan dilakukan setelah larva Artona

mencapai panjang 8 mm untuk memberi kesempatan kepada parasit untuk

berkembang biak terlebih dahulu. Larva Artona akan menjadi kupu-kupu

dalam waktu 2 minggu sehingga pemangkasan harus sudah selesai dalam

jangka waktu tersebut.

2. Secara biologis/hayati yaitu dengan musuh alami seperti Apanteles sp. (tawon

kemit), Cadursia leefmansia, dan Euplectromorpha viridiceps (tabuhan

parasit).

3. Secara kimiawi yaitu dilakukan dengan memberikan insektisida sistemik

melalui pengeboran batang atau pemotongan akar, untuk tanaman yang masih

rendah dilakukan penyemprotan tajuk.

7. Hama Bajing Kelapa (Callosciurus notatus)

Bajing kelapa (C. notatus) adalah sejenis mamalia kecil yang termasuk

dalam hewan pengerat (Rodentia). Bajing kelapa diklasifikasikan sebagai berikut :


Kingdom : Animalia, Filum : Chordata, Kelas : Mamalia, Ordo : Rodentia,

Famili : Sciuridae, Genus : Callosciurus, dan Spesies notatus.

Bajing kelapa umumnya memiliki panjang badan adalah 160-218 mm dan

panjang ekor mencapai 120-210 mm, ekor berwarna coklat, dan panjang kaki 44

mm (Lekagul et al,. 1977). Berat badannya antara 150 – 292 gram. Tubuh bagian

atas berwarna kelabu gelap dengan ujung bulu berwarna terang. Umumnya

terdapat bintik-bintik halus kecoklatan. Bagian bawah tubuhnya dari gelap sampai

terang, tetapi selalu kemerahan atau jingga dan tidak pernah abu-abu. Salah satu

sub spesies mempunyai tungkai kaki bagian bawah berwarna keabu-abuan.

Bagian sisi pada rusuk berwarna coklat kemerahan pucat dan hitam.

Bajing kelapa aktif pada siang hari atau diurnal, sebagian besar aktif pada

pagi hari sekitar pukul 07:00 sampai 10:00 dan sore hari sekitar pukul 15:00

sampai 16:00 (Yasuma, 1994). Bajing kelapa bergerak dan makan di pepohonan

kecil. Makanan meliputi berbagai buah dan serangga terutama semut. Bajing ini

dapat hidup dan berkembang biak di hutan monokultur dan dapat ditemukan

hingga ketinggian 1600 mdpl. Sarang berbentuk bulat dan terletak di ujung batang

yang tinggi.

Bajing kelapa bersifat poligami, dimana satu jantan dapat mengawini

maksimal 4 betina. Lama waktu hidup sekitar 9 tahun 7 bulan (Lekagul et al.,

1977). Bajing betina yang telah dikawini akan mengandung selama 40 hari

dengan jumlah anak sebanyak 1-4 tiap kelahiran. Siklus reproduksi ini dapat

terjadi sepanjang tahun. Bajing ini umumnya soliter namun terkadang ditemukan

berada dalam kelompok kecil. Bajing ini sering ditemukan berkeliaran di cabang

dan ranting pohon dan melompat antara pelepah daun di kebun-kebun kelapa dan
kebun lainnya. Bajing melakukan aktivitas makan dan pergerakan pada lapisan

kanopi bawah dan tengah serta beristirahat pada lapisan kanopi atas.

Hama bajing kelapa merupakan hama kebun yang cukup serius karena

hama ini menurunkan produksi dengan cara melubangi dan memakan buah kelapa

yang masih muda maupun yang tua. Selain itu bajing kelapa juga dapat merusak

tajuk. Gejala serangan hama bajing pada buah kelapa tampak terbentuknya lubang

yang cukup lebar dan tidak teratur dekat dengan ujung buah seperti yang erlihat

pada gambar 1. Sedang jika yang menyerang tikus maka lubang yang terbentuk

lebih kecil serta tampak lebih teratur/rapi.

Gambar 13. Bajing kelapa dan gejala kerusakan yang ditimbulkan

Dalam menekan perkembangan hama bajing kelapa (C. notatus) yang

menyerang tanaman kelapa dapat dilakukan dengan berbagai macam. cara

pengendalian antara lain :

1. Sanitasi dengan melakukan perawatan kebun dengan membersihkan tempat-

tempat yang menjadi sarang bajing kelapa.

2. Pemanfaatan musuh alami predator dari golongan karnivora seperti anjing,

serigala, burung hantu, burung elang, rakun, musang dan ular (Tamura dan

Yong, 1993).
3. Pengendalian secara mekanis yaitu pengendalian dengan menggunakan alat

perangkap, berburu, gropyokan dan umpan-umpan beracun (Setyamidjaya,

1986)

4. Pengendalian secara kimia merupakan alternatif terakhir yaitu menggunakan

rodentisida dan kemosterilan sebagai bahan pemandul.

8.Ulat Api (Thosea sp)

Kerusakan dan Kerugian

1. Ulat memakan habis daun, mulai dari bagian daun yang tua sampai daun

muda sehingga kelihatan tinggal lidinya.

2. Tanaman terganggu proses fotosintesisnya karena daun menjadi kering,

pelepahnya menggantung dan akhirnya berdampak pada tidak

terbentuknya tandan selama 2-3 tahun.

Tanda Serangan

1. Serangan dimulai dari daun bagian bawah.

2. Larva akan memakan helaian daun mulai dari tepi hingga helaian daun

yang telah berlubang habis, tinggal menyisakan tulang daun atau lidi.

Bagian daun yang disukai ulat api adalah anak daun pada ujung pelepah.

Siklus Hidup

Untuk menyelesaikan satu siklus hidupnya, ulat api dari jenis Thosea

asigna Mr. membutuhkan waktu  antara 86 sd 109 hari dengan periode larva 

antara 45 sd 59 hari. Larva Thosea asigna Mr. berwarna hijau kekuning-kuningan

dan memiliki garis lebar memanjang dengan 3 bercak coklat atau ungu abu-abu.
Setelah menetas, larva T. asigna muda yang masih dalam instar 1

membentuk koloni dan memakan hanya bagian bawah epidermis daun saja.

Setelah mencapai instar 4, larva mengisolasikan diri dan memakan semua bagian

daun hingga jumlah yang sangat besar, yakni 4-5 helai daun. Pada kelapa, ulat api

jenis ini umumnya tersebar pada pelepah daun ke 9 sampai 25 dari duduk daun.

Faktor yang mempengaruhi

1.  Faktor Dalam

Faktor jumlah dan ketebalan bulu pada permukaan daun terbukti

menentukan pergerakan (mobilitas) ulat api, yang pada akhirnya berdampak pada

derajat kesukaan ulat api untuk memakan daun.

2.      Faktor Luar

Akibat musim panas yang berkepanjangan, kerusakan yang disebabkan

oleh hama ini sangat serius. Serangannya sangat cepat meluas dan tanaman kelapa

rusak dalam waktu beberapa minggu. Seringkali serangan terjadi dalam waktu

singkat, tetapi tanaman akan pulih kembali dalam waktu lebih dari satu tahun.

Serangan akan berhenti setelah 1 atau 2 generasi saja. Generasi yang kedua

mungkin ditemukan pada areal yang bersebelahan. Sehubungan dengan sifat

serangan hama ini, petani harus waspada, karena usaha pengendalian hanya akan

ekonomis kalau dapat dilaksanakan pada waktu larva masih muda. 


Pengendalian

1. Fisik

Memangkas semua daun yang terserang lalu membakarnya serta memupuk

tanaman untuk mempercepat pemulihan tanaman.

2. Mekanik

Mengumpulkan semua stadia hama (telur, larva, pupa dan imago) lalu di

musnahkan.

3.      Biologis

Pengendalian menggunakan virus merupakan pilihan yang baik dalam

menanggulangi hama ini dibandingkan dengan menggunakan insektisida sistemik.

Virus MNPV (Multi-Nucleo Polyhydro Virus) untuk ulat api Thosea sp.

diaplikasikan dengan cara menyemprot daun kelapa (hanya 10-20 % pohon

terserang), karena virus dapat menular dari satu pohon ke  pohon lainnya.

Keuntungan yang diperoleh bila menggunakan virus adalah lebih murah, tidak

beracun terhadap manusia maupun hewan piaraan, kecil kemungkinannya akan

mengakibatkan munculnya kembali hama. Hambatan atau kekurangannya adalah

hanya larva yang baru saja mati akibat virus yang dapat digunakan sebagai bahan

infeksi untuk larva lainnya. Larva yang terinfeksi virus harus segera disimpan

dalam lemari es, setiap spesies ulat api mempunyai virus tersendiri (khusus) oleh

karena itu virus dari suatu spesies tidak dapat digunakan untuk  membunuh ulat

dari spesies yang lain. Umumnya virus dari Thosea tidak dapat digunakan untuk

membunuh Parasa, begitu juga sebaliknya.


4.      Kimia

Penggunaan kimia hanya dilakukan sebagai pilihan terakhir, yakni  apabila

ditemukan lebih dari 30 ekor larva muda pada setiap pelepah, dan tidak tersedia

virus. Menggunakan insektisida sistemik yang direkomendasikan. dengan cara

infus akar atau injeksi batang sebanyak 15-20 ml/pohon. Pada pohon kelapa yang

berumur ≤ 10 tahun dilakukan infus akar, sedangkan yang berumur > 10 tahun

dilakukan injeksi batang (bor batang).

5. Teknik Budidaya

Sanitasi :

Membersikan pohon dari serat yang membalut pelepepah, yang

merupakan tempat peletakan telur hama. Serat-serat disekitar pucuk bila

dibersihkan akan kelihatan luka-luka gerekan yang tertutup serat tersebut.

Membersihkan daun-daun yang terserang hama dan langsung dibakar.


DAFTAR PUSTAKA

Ansaloni T. Perring TM. 2004. Biology of A. querreronis (Acari : Eriophyidae) on

queen palm. Syagrus romanzoffiana (Arecaceae). Int. J. Of Acarology.

30(1) : 63-70.

Fernando, L.C.P., I.R. Wickramananda, and N.S. Aratchige. 2002. Status of

coconut mite, Aceria guerreronis in Sri Lanka. Editors: Fernanado, L.

C. P. Moraes, G.J. de; and Wickramananda, I. R. Proceedings of the

International Workshop on Coconut mite (Aceria guerreronis),

Coconut Research Institute, Sri Lanka, 6-8 January 2000 pp. 1-12.

Haq, M.A. 2011. Coconut destiny after invation of Aceria guerreronis (Acari:

Eriophyidae) in India. Zoosymposia. 6: 160-169.

Hosang, MLA., 2010. Serangan Hama Bunga Kelapa Tirathaba rufivena Walker

(Lepidoptera : Pyralidae) pada Tanaman Kelapa Genjah Salak di

Kebun Percobaan Kima Atas.Buletin Palma. 39: 172 – 180.

Howard FW. and D. Moore. 2006. A Coconut Mite, Aceria guerreronis Keifer

(Arachnida: Acari: Eriophyidae). University of Florida, IFAS

Extension

Lekagul, B., J.A. McNeely. 1977. Mamals of Thailand. Darusutha Press,

Bangkok.

Palanisamy, S. 2012. Development of an integrated pest management package for

the eriophyid mite (Aceria guerreronis Keifer) of coconut in southern


states”. Professor & Head Dept. of Entomology, TNAU, Coimbatore.

28 pp.

Patnaik, S., K. Rout, S. Pal, P.S. Mukherjee, P.K. Panda, and S. Sahoo. 2010.

Effect of botanicals on infestation intensity of Aceria guerreronis

Keiferin coconut. Journal of Plant Protection Research. 50(2): 193-

196.

Pushpa, V. 2006. Management of coconut perianth mite, Aceria guerreronis

Keifer. Thesis, University of Agricultural Science, Dharwad.

Setyamidjaya D. 1986. Bertanam Kelapa Hibrida. Kanisius, Yogyakarta.

Tamura, N.H. Young. 1993. Vocalizations in response to predators in three

species of Malaysian Callosciurus (Sciuridae). Journal of

Mammalogy, 74 (3) : 703 – 714.

Singh and Romulo N. Arancon Jr. 2007. Final Technical Report 2004-2007

CFC/DFID/ APCC/FAO Project on Coconut Integrated Pest

Management. APCC. Indonesia. 506 pp.

Yasuma, S. 1994. An Invitation to the Mamals of East Kalimantan. Pusrehut

Special Publication, Tokyo.

Zelazny, B. and A.R. Alfiler. 1987. Ecological Methods for Oryctes rhinoceros

(Coleoptera: Scarabaei-dae). Ecological Entomology. 12:277-234.

Anda mungkin juga menyukai