Anda di halaman 1dari 13

Hama Noorda albizonalis menggerek pada bagian ujung buah dan umumnya

meninggalkan bekas kotoran yang sering menyebabkan buah pecah. Ulat ini langsung
menggerek biji buah akibatnya buah busuk dan jatuh. (Natural Nusantara, 2005). Noorda
albizonalis disebut juga penggerek bergaris merah, karena larva tuanya bergaris-garis
merah. Pada mangga panjang larva 2 cm. Pembentukan pupa terjadi di tanah. Serangga
dewasa (ngengat) berwarna abu-abu dan berukuran panjang 1,2 cm (Direktorat Bina
Perlindungan Tanaman, 1994).

Autocharis albizonalis atau Noorda albizonalis yang merupakan hama utama mangga di India.
Serangga melewati lima tahap instar larva selama 11-13 hari. Tingkat keparahan tertinggi
diakibatkan oleh serangan oleh larva instar kedua atau ketiga. Kerusakan akibat serangan N.
albizonalis dilaporkan mencapai 10 52% di Benggal Barat, India (Sahoo dan Jha 2009). Di
Indonesia, N. albizonalis menyerang berbagai stadia perkembangan buah mangga (Kalshoven
1981).

Noorda albizonalis aktif pada sore hari, gejala serangan di tandai dengan bintik
bintik di permukaan buahyang merupakan bekas tusukan hama saat meletakkan telurnya,
larva menggerek buah di bawah jaringan kulit. Noorda albizonalis menyrang pada sat buah
mangga sebesar bola pimpong

Hafsah, dkk. (2010) melaporkan bahwa hama penggerek cabang merupakan salah satu
permasalahan utama dalam budidaya mangga. Akibat serangan hama ini, dapat menyebabkan
ranting dan atau cabang mengalami kematian sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan
produksi (Anonim, 2006). Kalshoven (1981) melaporkan bahwa hama ini tersebar luas di Asia
Tenggara, termasuk Indonesia. Dilaporkan oleh Franssen (1950) dalam Lumi (2005) bahwa pada
tahun 1941 hama Rhytidodera sp. menyerang areal pertanaman mangga di daerah Cirebon
dengan tingkat serangan mencapai 20%.

Gejala Serangan Penggerek Cabang Mangga (Rhytidodera sp.) Hasil pengamatan terlihat bahwa
pohon-pohon mangga yang terserang oleh hama penggerek cabang memiliki mahkota yang tidak
teratur, sebagian cabang terlihat rusak dan patah. Gejala serangan yang terlihat pada cabang
mangga yakni keluarnya semacam cairan dan sisa gerekan berupa serbuk dari lubang-lubang
gerekan. Ukuran lubang gerekan relatif kecil dengan diameter berkisar antara 3 - 5 mm.
Seringkali pada bagian bawah lubang gerekan dijumpai cairan yang sudah membeku, bahkan ada
pula yang jatuh ke permukaan tanah. Cabang yang menunjukkan gejala terserang oleh hama ini
apabila dibelah maka akan terlihat lorong yang merupakan tempat tinggal dari larva penggerek
cabang (Gambar 1). Larva tersebut hidup dengan menggerek bagian dalam dari cabang tanaman
mangga, termasuk bagian empulurnya.

laju pertumbuhan cabang baru maka akan mengakibatkan P = persentase serangan r = jumlah
cabang yang terserang R = total cabang 4 banyak cabang dan ranting yang mati, yang
memengaruhi distribusi unsur hara bagi tanaman. Pohon mangga yang terserang berat akan
tampak meranggas karena banyak daun-daunnya yang mengering dan gugur, meninggalkan sisa-
sisa cabang yang mati. Suputa (2010) mengemukakan bahwa kumpulan daun pada satu cabang
atau ranting terserang penggerek cabang mangga tampak mati kering dan lama-kelamaan cabang
atau ranting tersebut patah. Apabila dilihat lebih dekat cabang atau ranting tersebut tengahnya
berlubang akibat gerekan larva kumbang penggerek cabang. Larva menggerek bagian dalam
cabang dan atau ranting dengan cara menggigit dan mengunyah serta memakan jaringan kayu.
Raske (1972) dalam Lumi (2005) menyatakan bahwa cabang mangga yang telah terserang oleh
Rhytidodera sp., dari lubang akan mengeluarkan sisa gerekan berupa serbuk gergaji dan cairan
dan lama kelamaan cabang akan mengalani kematian. Kondisi ini disebabkan oleh karena
terganggunya sistem transportasi zat-zat makanan baik dari akar menuju ke atas maupun dari
daun menuju ke bawah sebagai hasil dari fotosintesa. Kalshoven (1981) melaporkan bahwa
cabang-cabang mangga yang hampir mengalami kematian mempunyai lubanglubang gerekan di
permukaan bawah yang mengeluarkan cairan berwarna kehitaman. Jika cabang-cabang ini
terbelah, maka dapat dilihat liang-liang besar dan apabila sudah tidak dijumpai lagi larva
seringkali liang tersebut dihuni oleh semut. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kerusakan yang
ditimbulkan oleh larva disebabkan oleh karena dengan mandibelnya yang kuat dan keras
berwarna coklat kehitaman menggerek jaringan-jaringan cabang dan ranting untuk mendapatkan
makanannya dan membentuk lubang saluran tempat hidupnya.

Liendo et al. (2005) dalam Muryati et al. (2010), menyatakan bahwa famili Cerambycidae yang
dewasa umumnya mendapatkan inangnya melalui proses olfaction (indra pembau). Lebih lanjut
dikemukakan bahwa karena serangannya yang sangat mematikan, maka penggerek cabang
dikategorikan sebagai serangga hama yang paling merusak. Serangga golongan Cerambycidae
biasanya merupakan pemakan tanaman berkayu mulai dari tanaman hidup sampai tanaman yang
sudah mati, baik tanaman hutan, perkebunan, maupun tanaman pelindung jalan. Selain faktor
kesesuaian inang, faktor lingkungan seperti temperatur (suhu), 6 kelembaban, curah hujan, dan
hari hujan sangat memengaruhi kesesuaian habitat bagi perkembangan serangga penggerek
cabang mangga (Muryati et al., 2010).
Hasil identifikasi terhadap serangga penyebab penggerek batang di seluruh wilayah observasi
mengindikasikan sebagai R. integra, ordo Coleoptera, famili Cerambycidae, Subfamili Lamiinae
(Gambar 1). Serangga dewasa famili Cerambycidae dicirikan dengan bentuk badan yang
memanjang dengan antena yang panjang atau sangat panjang, sehingga nama umum penggerek
batang ini adalah kumbang berantena panjang. Antena umumnya lebih panjang daripada panjang
badannya. Biasanya panjang antena bervariasi sampai lebih dari 15 cm. Antena dapat berputar ke
arah belakang sejajar dengan badannya. Rhytidodera integra (Gambar 1) merupakan spesies
yang mempunyai antena panjang tetapi tidak melebihi panjang tubuhnya, sedangkan spesies lain
yang ditemukan yaitu P. annulata (Gambar 3) termasuk spesies yang antenanya melebihi
panjang tubuhnya. Banyak di antara famili ini sayapnya berwarna cerah dan berornamen (Duffy
1968).
Hama ini mempunyai empat stadia hidup, yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Masing-masing
stadia dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Stadia telur: berdasarkan pengamatan di lapangan, telur diletakkan pada pucuk mangga
yang mengalami luka atau berlubang akibat tusukan penggerek pucuk atau serangga lain.
Telur penggerek batang berwarna kuning kecoklatan berbentuk oval (Gambar 2a). Panjang
telur sekitar 2 mm dan lebar sekitar 1 mm. Lama stadia telur 12 hari.
2. Stadia larva: larva penggerek batang mangga berwarna putih kekuningan (Gambar 2b).
Panjang stadia awal sekitar 0,5 cm dan saat menjelang menjadi pupa dapat mencapai 5 cm.
Lama stadia larva sangat panjang, yaitu sekitar 200 hari pada kondisi laboratorium.
3. Stadia pupa: pupa berwarna kuning kecoklatan (Gambar 2c). Lama stadia pupa sekitar 20
hari. Pupa penggerek batang mangga merupakan stadia tidak aktif (tidak melakukan aktivitas
makan). Setelah kurang lebih umur 20 hari, pupa berubah menjadi imago.
4. Stadia imago: umur dewasa berkisar sekitar 50 hari. Selama hidupnya, pada kondisi
laboratorium dewasa hama penggerek batang ini mampu bertelur sebanyak kurang lebih 50
butir.
Gambar 1. Penggerek batang mangga R. integra (Mango stem borer R. integra)
Larva penggerek batang jagung dapat merusak daun, batang, serta bunga jantan dan betina
(tongkol muda). Larva instar I-III merusak daun dan bunga jantan, sedangkan larva instar IV-V
merusak batang dan tongkol (Nafus dan Schreiner 1987). Selanjutnya, Nonci dan Baco (1987)
mengemukakan bahwa serangan pada tanaman jagung umur 2 dan 4 minggu menyebabkan
kerusakan pada daun, pucuk dan batang, pada tanaman umur 6 minggu menyebabkan kerusakan
pada daun, batang, bunga jantan dan bunga betina (tongkol muda), sedangkan serangan pada
tanaman umur 8 minggu menyebabkan kerusakan pada daun dan batang. Pada tanaman yang
berumur 6 minggu, mortalitas larva lebih rendah dibanding pada tanaman yang berumur lebih
muda maupun yang lebih tua.

Telur diletakkan secara berkelompok di bagian bawah


daun, bentuknya menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Jumlah telur setiap
kelompok berbeda-beda, yakni antara 590 butir. Lama stadium telur 3-4 hari. Lama
perkembangan larva bervariasi, bergantung pada bagian tanaman jagung yang dimakan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jagung yang berumur 6 minggu paling disenangi oleh larva O.
furnacalis.

larva penggerek batang instar muda memakan daun muda dan bunga jantan yang belum mekar,
sedangkan larva instar III atau yang lebih tua menggerek batang yang umumnya melalui buku
batang. Keberadaan larva pada daun muda, daun yang masih menggulung, batang, serta bunga
jantan dan bunga betina dapat dideteksi dengan adanya kotoran atau bekas gerekan yang tersisa
pada bagian-bagian tanaman tersebut (Gambar 2). Rata-rata panjang larva instar terakhir adalah
21,50 mm. Larva berwarna kristal keputihan, cerah dan bertanda titik hitam pada setiap segmen
abdomen. Pupa Pupa terbentuk di dalam batang dengan lama stadium bervariasi 79 hari atau
rata-rata 8,50 hari (Tabel 1). Pupa yang baru terbentuk berwarna krem, kemudian berubah
menjadi kuning kecokelatan dan menjelang ngengat keluar berwarna cokelat tua.

Ngengat biasanya muncul dan aktif pada malam hari dan segera berkopulasi. Seekor ngengat
betina menghasilkan telur ratarata 81,10; 133,30; 122,60 butir/hari masingmasing dari ngengat
yang larvanya diberi makan bagian tanaman jagung umur 4, 6, dan 8 minggu (Nonci dan Baco
1991). Lama hidup ngengat antara 27 hari (Tabel 1). Ngengat jantan dapat dibedakan dengan
ngengat betina dari ukurannya. Ngengat betina lebih besar daripada ngengat jantan (Tabel 2) dan
warna sayap jantan lebih terang daripada betina (Gambar 4). Ruas terakhir abdomen ngengat
betina juga berbeda dengan ruas terakhir abdomen ngengat jantan

Biologi dan Ekologi


Di Indonesia telah di temukan 6 jenis penggerek batang padi yang terdiri dari penggerek batang
padi kuning Scirpophaga incertulas (Walker), penggerek batang padi putih Scirpophaga
innotata (Walker), penggerek batang padi bergaris Chilo suppressalis (Walker), penggerek
batang padi kepala hitam Chilo polychrysus Meyrick, penggerek batang padi berkilat Chilo
auricilius Dudgeon (kelima spesies tersebut termasuk ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae),
dan penggerek batang padi merah jambu Sesamia inferens (Walker) (spesies ini termasuk ordo
Lepidoptera dan famili Noctuidae). Dari enam spesies tersebut hanya empat spesies yang
banyak ditemukan sebagai hama utama padi yaitu penggerek batang padi kuning, penggerek
batang padi putih, penggerek batang padi bergaris, dan penggerek batang padi merah jambu.
Penggerek batang padi kepala hitam dan penggerek batang padi berkilat jarang ditemukan karena
populasinya rendah.
Setiap spesies penggerek batang padi memiliki sifat atau ciri yang berbeda dalam penyebaran
dan bioekologi, namun hampir sama dalam cara menyerang atau menggerek tanaman padi serta
kerusakan yang ditimbulkannya.
1. Penggerek Batang Padi Kuning Scirpophaga incertulas (Walker)
Ngengat atau imago
Spesies ini ditandakan dengan sayap ngengat yang berwarna kuning dengan titik hitam pada
sayap depan (Gambar 3A). Panjang ngengat jantan 14 mm dan betina 17 mm, dapat hidup antara
5-10 hari. Siklus hidup 39-58 hari, tergantung pada lingkungan dan makanan. Jangkauan terbang
dapat mencapai 6-10 km.
Telur
Ngengat meletakkan telur secara berkelompok dan diletakkan pada daun bagian ujung. Jumlah
telur 50-150 butir/kelompok. Kelompok telur ditutupi rambut halus berwarna coklat kekuningan
(Gambar 3B) yang diletakkan antara pukul 19.00-22.00 selama 3-5 malam sejak malam pertama.
Keperidian 100-600 butir tiap betina. Stadium telur 6-7 hari.
Larva
Larva berwarna putih kekuningan sampai kehijauan, dengan panjang maksimum 25 mm
(Gambar 3C). Larva terdiri dari 5-7 instar, lama stadium larva 28-35 hari. Karena larva bersifat
kanibal sehingga hanya ada seekor larva yang hidup dalam satu tunas. Larva yang menetas
keluar melalui 2-3 lubang yang dibuat pada bagian bawah telur menembus permukaan daun.
Larva yang baru muncul (instar 1) biasanya menuju bagian ujung daun dan menggantung dengan
benang halus atau membuat tabung kecil, terayun oleh angin dan jatuh kebagian tanaman lain
atau permukaan air. Larva kemudian bergerak ke tanaman melalui celah antara pelepah dan
batang. Selama hidupnya larva dapat berpindah dari satu tunas ke tunas lainnya. Larva instar

akhir menuju pangkal batang untuk berubah menjadi pupa. Sebelum menjadi pupa, larva
membuat lubang keluar pada pangkal batang dekat permukaan air atau tanah, yang ditutupi
membran tipis untuk jalan keluar setelah menjadi imago.
Pupa
Pupa berwarna kekuning-kuningan atau agak putih, dengan kokon berupa selaput benang
berwarna putih. Panjang 12-15 mm dan stadium pupa 6-23 hari. Pupa berada di dalam pangkal
batang (Gambar 3D).
Gambar 3. Stadia penggerek batang padi kuning S. incertulas: (A)-ngengat atau imago; (B)-
kelompok telur; (C)-larva; (D)-pupa
Karakteristik penggerek batang padi kuning:
Tanaman inang utama adalah padi dan tanaman padi liar. Penyebarannya luas dari daerah tropis
sampai subtropis. Perubahan kepadatan populasi penggerek batang padi kuning di lapangan
sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim (curah hujan, suhu, kelembaban), varietas padi yang
ditanam, dan musuh alami yaitu parasitoid, predator, dan patogen.
2. Penggerek Batang Padi Putih Scirpophaga innotata (Walker)
Ngengat atau imago
Sayap ngengat berwarna putih dengan ukuran betina 13 mm dan jantan 11 mm (Gambar 4A).
Telur
Telur diletakkan berkelompok pada permukaan atas daun atau pelepah. Bentuk kelompok telur
sama dengan kelompok telur penggerek batang padi kuning. Kelompok telur di tutupi rambut
halus berwarna coklat kekuning-kuningan (Gambar 4B). Satu kelompok telur terdiri dari 170-
260 butir dan lama stadium telur 4-9 hari.
Larva
Bentuk larva mirip larva penggerek batang padi kuning dengan panjang maksimal 21 mm dan
berwarna putih kekuningan (Gambar 4C). Stadium larva 19-31 hari kecuali untuk larva yang
berdiapause. Pada akhir musim kemarau, larva instar akhir tidak langsung menjadi pupa, tetapi

mengalami diapause dalam pangkal batang atau tunggul. Hal ini biasanya terjadi di daerah tropis
yang memiliki perbedaan musim hujan dan kemarau yang jelas. Lamanya diapause tergantung
pada lamanya musim kemarau. Setelah turun hujan dan tanah lembab, larva yang berdiapause
akan menjadi pupa.
Pupa
Lama stadium pupa 6-12 hari. Pupa yang berasal dari larva yang berdiapause akan menjadi
ngengat secara bersamaan atau serentak. Dengan demikian generasi penggerek batang padi putih
pada awal musim hujan seragam (Gambar 4D).
Karakteristik penggerek batang padi putih:
Tanaman inang adalah padi dan padi liar. Dinamika populasi penggerek batang padi putih sangat
dipengaruhi oleh perubahan lingkungan terutama curah hujan atau ketersediaan air (irigasi) dan
musuh alami.
3. Penggerek Batang Padi Bergaris Chilo suppressalis (Walker)
Ngengat atau imago
Ngengat bisa hidup sampai satu minggu dan aktif mulai senja. Kepala ngengat berwarna coklat
muda dan warna sayap depan coklat tua dengan venasi sayap yang jelas (Gambar 5A). Panjang
ngengat 13 mm.
Telur
Seekor betina bisa bertelur 100-550 butir dalam kelompok, yang terdiri dari 60-70
telur/kelompok selama 3-5 malam. Telur diletakkan pada pangkal daun atau kadang-kadang pada
pelepah. Telur berwarna putih dan tidak dtutupi rambut dengan lama stadium telur 4-7 hari
(Gambar 5B).
Larva
Setelah menetas larva masuk kedalam pelepah daun dan kemudian masuk kedalam batang. Larva
berwarna abu-abu, kepala berwarna coklat dengan garis coklat sejajar tubuhnya (Gambar 5C).
Panjang maksimal 26 mm. Stadium larva 33 hari. Beberapa ekor larva bisa hidup pada satu
buku dari satu tunas. Perubahan kepadatan populasi penggerek batang padi bergaris tergantung

pada temperatur dan ketersediaan makanan. Satu siklus hidup bisa mencapai enam
gererasi/tahun.
Pupa
Larva instar akhir berpupa di dalam batang. Warna pupa coklat tua (Gambar 5D) dengan stadium
pupa 6 hari .
Gambar 5. Stadia penggerek batang padi bergaris C. suppressalis: (A)-ngengat atau imago; (B)-
kelompok telur; (C)-larva; (D)-pupa
Karakteristik penggerek batang padi bergaris:
Tanaman inang penggerek batang padi bergaris terutama adalah padi, padi liar, jagung, dan
beberapa jenis rumput. Penyebaran lebih luas bisa mencapai 40o lintang utara.
4. Penggerek Batang Padi Merah Jambu Sesamia inferens (Walker)
Ngengat atau imago
Ngengat berwarna coklat, sayap depan bergaris coklat tua memanjang dan sayap belakang putih
(Gambar 6A). Panjang ngengat 4-17 mm. Kurang tertarik cahaya.
Telur
Telur diletakkan diantara pelepah daun batang padi mirip manik-manik dalam 2 3 baris per
kelompok (Gambar 6B). Kelompok telur tidak tertutup sisik. Satu kelompok bisa terdiri dari 30-
100 butir dengan masa stadium telur 6 hari.
Larva
Larva berwarna merah jambu (Gambar 6C) dengan panjang maksimal 35 mm. Stadium larva 28-
56 hari. Beberapa ekor larva bisa hidup pada satu buku dari satu tunas.
Pupa
Pupa berwarna coklat tua dengan panjang 18 mm (Gambar 6D). Pupa terdapat dalam pelepah
atau dalam batang dan stadium pupa 8-11 hari. Total siklus hidup 46-83 hari.

Gambar 6. Stadia penggerek batang padi merah jambu S. inferens: (A)-ngengat atau imago; (B)-
kelompok telur; (C)-larva; (D)-pupa
Karakteristik penggerek batang padi merah jambu:
Penyebarannya luas dan bersifat polifag. Dapat hidup dari tumbuhan famili Graminae dan
Cyperaceae. Penggerek batang padi merah jambu lebih beradaptasi pada lingkungan darat karena
tanaman inang yang beragam, namun terdapat juga di lingkungan sawah dan air dalam

Hama penting penggerek tebu yang dikenal di Indonesia yaitu penggerek batang tebu bergaris
(Chilo sacchariphagus) dan penggerek batang tebu berkilat (Chilo 8 auricilius). Serangga
penggerek ini tergolong dalam Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Insekta, Ordo
Lepidoptera, Famili Pyralidae, dan Genus Chilo (Anonim 2008). Penggerek batang tebu bergaris
(C. sacchariphagus) meletakkan telur di bagian bawah permukaan daun. Telur berbentuk telur
pipih dan berwarna bening serta memiliki bintik putih di bagian tengahnya. Telur penggerek
batang diletakkan secara berkelompok dan tersusun miring atau diagonal menyerupai tulang
daun. Betina meletakkan telur berbaris di atas daun, dengan masa perkembangan selama dua
bulan. Selanjutnya setelah diletakkan, telur menetas menjadi larva yang memiliki empat garis
longitudinal di bagian dorsalnya. Stadia larva berlangsung selama 1651 hari. Larva penggerek
batang yang baru menetas panjangnya kurang lebih 2,5 mm dan berwarna kelabu. Semakin tua
umur larva, maka warna tubuh berubah menjadi kuning coklat. Larva dewasa dapat mencapai
panjang 3 cm. Larva dewasa yang akan menjadi pupa membuat lorong gerek yang mendekati
permukaan kulit ruas/batang tebu sebagai persiapan jalan keluar bagi imago nantinya. Kemudian
stadia pupa berlangsung selama 6-7 hari. Pupa berada di dalam lorong gerekan di bagian tepi,
dekat permukaan batang. Posisi pupa melintang (mendatar) ataupun tegak (vertikal) dan
selanjutnya pupa berkembang menjadi imago. Lubang keluar bagi imago bila dilihat sekilas dari
luar, tampak seperti noda atau lapisan bulat berwarna kecoklatan (Kalshoven, 1981). Nama
umum penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) diambil berdasarkan ciri larvanya
dengan abdomen ventralnya terdapat empat garis 9 membujur dari toraks hingga ujung abdomen.
Selain itu, stadia imagonya memiliki sayap depan yang berwarna coklat kelabu dengan beberapa
titik hitam di tengahnya dan sayap belakang kelabu kehitaman dengan rumbai-rumbai kuning
keabuan (Dariswanti, 2001). Hama ini menyerang tanaman tebu sejak dari awal tanam hingga
saat panen. Serangan dimulai oleh larva muda yang memakan tanaman tebu dengan cara
menggerek tanaman tebu. Pola gerekan C. sacchariphagus memanjang dan cenderung tidak
teratur, sedangkan pola gerekan C. auricilius berbentuk lorong agak bulat (Dewi, 2007). Gejala
khas serangan penggerek batang berupa lubang gerekan pada batang tebu dan biasanya disertai
kotoran bekas gerekan larva di sekitar lubang. Apabila ruasruas batang tersebut dibelah
membujur maka akan terlihat lorong-lorong gerek yang memanjang. Terkadang lubang gerekan
menembus pelepah daun. Kerusakan akibat serangan hama-hama penggerek ini menyebabkan
turunnya bobot, kualitas dan kuantitas nira tebu. Batang tanaman yang terserang penggerek
batang menjadi mudah patah dan luka bekas gerekan dapat menjadi tempat infeksi berbagai
macam patogen yang menyebabkan rusaknya jaringan tanaman. Serangan berat dapat mencapai
titik tumbuh yang menyebabkan kerugian fatal karena penggerek batang menyebabkan matinya
tanaman tebu. Biasanya dalam satu batang terdapat lebih dari satu ulat penggerek (Dariswanti,
2001). Kerusakan tanaman tebu akibat serangan hama penggerek batang diperkirakan mencapai
5 - 40% (Kalshoven, 1981), sedangkan di PT GMP (Gunung Madu Plantations) kerusakannya
mencapai 6,43% - 19% (Sunaryo, 2003 dalam Fiqhan, 2009). 10 Mengingat hama-hama
penggerek ini hidup di dalam batang tanaman tebu, pengendalian secara kimiawi pada umumnya
kurang efektif karena insektisida tidak mampu menjangkau larva penggerek yang berada di
dalam batang tebu. Oleh karena itu, teknik pengendalian yang banyak diterapkan untuk
mengatasi hama penggerek tebu adalah dengan menggunakan parasitoid.

Dari pengenalan hama dan gejala serangan bahwa hama penggerek buah tomat pada tanaman
tomat ini menimbulkan buah berlubang, biasanya kepala hama muncul di permukaan lubang.
Tipe mulut Helicorpeva asmigera ini mempunyai tipe mulut penggigit dan mempunyai
metamorfosis tidak sempurna serta pengamatan kami bersumber dari herbarium basah.

Klasifikasi
Kingdom : Animalia

Divisi : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Noctuide

Genus : Helicoverpa

Spesies : Helicoverpa armigera

Morfologi

Morfologi penggerek buah tomat (Helicoverpa armigera) terdiri atas caput, thorax, abdomen,
mulut, mata, tungkai thorax, dan tungkai semu. Penggerek buah tomat (Helicoverpa armigera)
merupakan ordo lepidoptera karena larva merupakan pemakan tumbuh-tumbuhan dan menjadi
hama-hama yang serius pada tanaman budidaya, bahkan beberapa ada yang bersifat predator
serangga lain, dan ada satu family (Epipyropidae) yang hidup sebagai ektoparasitoid pada
hemiptera.

Siklus Hidup

Siklus hidup penggerek buah tomat (Helicoverpa armigera) berkisar selama 2 sampai 3 minggu
yang dimulai dari telur, larva, imago dan lalat induk (Ngengat) Mula-mula ngengat betina
meletakkan telurnya pada permukaan bawah daun atau buah tanaman tomat yang sudah tua
kemudian telur berubah menjadi larva instar I, larva instar II, Larva Instar III, (dan pada saat
larva inilah hama ini menyerang buah tomat dari dalam dan buah akan mengalami pembusukan)
dan setelah kurang lebih 7 hari larva akan menjadi imago, dan kemudian menjadi lalat dewasa.
Selanjutnya lalat muda dan lalat dewasa siap bertelur.

Gejala

Gejala serangan yang ditimbulkan larva lalat tomat diperoleh bahwa pada buah tomat yang
terserang larva ini tampak buah tomat membusuk sebagian dan kadang pada buah terdapat
lubang-lubang kecil dan disekitar lubang tersebut membusuk warna buah pucat tidak normal.
Siklus hidup C. formicarius memerlukan waktu 12 bulan, secara umum 3540 hari pada musim
panas. Generasinya tidak merata, demikian pula jumlah generasi selama setahun. Di Indonesia,
terdapat 9 generasi C. formicarius dalam setahun, (Nonci dan Sriwidodo 1993; Supriyatin 2001),
di Florida 68 generasi, di Texas 5 generasi, dan di Louisiana Amerika Serikat 8 generasi
(Waddil 1982; Capinera 1998). Serangga dewasa tidak berdiapause, tetapi cenderung tidak aktif
bila kondisi lingkungan kurang sesuai. Semua fase pertumbuhan dapat ditemukan sepanjang
tahun jika tersedia makanan yang sesuai.

Kumbang Cylas formicarius F. (Coleoptera: Curculionidae) merupakan hama utama pada ubi
jalar di dunia, baik di daerah tropika maupun subtropika. Hama ini merusak umbi di lapangan, di
penyimpanan, dan di tempat karantina. Larva merusak umbi dengan menggerek, membuat
lorong-lorong dan sisa gerekan ditumpuk di sekitar lubang gerekan dalam umbi. Umbi yang
rusak menghasilkan terpene yang menyebabkan umbi terasa pahit sehingga tidak dapat
dikonsumsi serta berbahaya bagi kesehatan. Kehilangan hasil akibat C. formicarius berkisar 10
90%. Kumbang betina meletakkan telur secara tunggal sebanyak 34 butir/hari atau 122250
butir selama hidupnya. Larva terdiri atas lima instar. Larva instar 15 merusak umbi dengan cara
menggerek. Kumbang jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk antena. Pengendalian hama
terpadu yang berorientasi pada ekologi dapat diterapkan untuk mengendalikan kumbang C.
formicarius. Beberapa komponen pengendalian tersebut meliputi cara budi daya, seperti
pergiliran tanaman, tumpang sari, menutup retakan tanah, pemberian air, dan sanitasi serta
penggunaan varietas resisten, musuh alami, pengendalian secara kimiawi, dan seks feromon.

Tanaman jeruk bali diduga terserang hama getah buahPada kasus tersebut yang sesuai dengan hasil
observasi lapangan diketahui bahwapermukaan jeruk bali tidak halus dan rata dikarenakan adanya
benjolan-benjolan yangmengeluarkan cairan bening seperti getah. Hal tersebut sesuai dengan
ciri-ciri tanaman jeruk yang terserang hama getah buah yang disebabkan oleh penggerek
buah (Citripestis sagitiferella Moore). Ulat menggerek buah sampai ke daging buah, sehingga
terlihatbekas lubang yang mengeluarkan getah seperti blendok, kadang-kadang tertutup
dengankotoran. Bagian buah yang terserang biasanya pada setengah bagian bawah dan apabilaserangan parah
buah akan busuk dan gugur.

Anda mungkin juga menyukai