Disusun Oleh :
Kelas Praktikum Q1
Rizki Aditio J1302201011
Dosen :
Helianthi Dewi, S.Hut., M.Si
Dr. Melewanto Patabang, S.Hut, M.Si.
Wulandari Dwi Utari, S.Hut., M.Si
Asisten Dosen :
Danang Windrapurna, A.Md.
Esti Menur Sukanti, A.Md.
PROGRAM STUDI
EKOWISATA SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Tujuan Praktikum 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 4
A. Tumbuhan 4
B. Satwa 4
C. Inventarisasi 4
D. Ekowisata 4
E. Wisata 4
F. Estetika 5
III. METODE PRAKTIKUM 6
A. Waktu dan Lokasi 6
B. Alat dan Bahan 6
C. Tahapan Kerja 7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6
A. Inventarasi Vegetasi 6
B. ESTETIKA MORFOLOGI DAN ARSITEKTUR TUMBUHAN 15
C. TEKNIK INVENTERASI SATWA 38
D. IDENTIKASI ESTETIKA HUTAN 52
V. KESIMPULAN 62
VI. DAFTAR PUSTAKA 63
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekayaan Indonesia akan keanekaragaman hayati dengan komponen- komponennya
merupakan masa depan umat manusia sebagai sumber ketahanan pangan, kesehatan, energi, dan
wisata dengan nilai guna aktual maupun potensial bagi kemanusiaan. Nilai-nilai guna ini harus tetap
berkelanjutan baik bagi generasi manusia saat ini maupun generasi masa depan. Keberlanjutan
menjadi kata kunci agar umat manusia dapat melangsungkan hidupnya dalam jangka waktu yang
tidak terbatas dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang terbatas. Kekayaan keanekaragaman
hayati Indonesia adalah berbagai ratusan ribu jenis tumbuhan maupun satwa yang tersebar dari
Sabang sampai Merauke.
Vegetasi pada suatu wilayah akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem
dalam skala yang lebih luas. Secara umum, peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan
pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan
biologis tanah, pengaturan tata air tanah, dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi
pada suatu area memberikan komposisi vegetasi yang tumbuh di daerah itu. Akhir-akhir ini
masyarakat semakin banyak menopangkan harapan pada vegetasi untuk mengatasi masalah
pengendalian air dan longsor lahan (Soedjoko, S.A, 2003).
Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk luar dari tumbuhan khususnya
tumbuhan berbiji mengenai organ tubuhnya dengan segala variasinya. Adapun satwa adalah bagian
dari sumberdaya alam yang tak ternilai harganya sehingga kelestariannya perlu dijaga melalui upaya
meminimalisir perdagangan hewan ilegal dan satwa langka. Menurut rilis terakhir dari International
Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2011 memperkirakan terdapat sebanyak
300.000 jenis satwa liar yang berhasil diidentifikasikan di Indonesia.
B. Tujuan Praktikum
Praktikum identifikasi estetika tumbuhan dan satwa memiliki tujuan. Tujuan
tersebut diantaranya adalah:
1. Mengidentifikasi inventarisasi berbagai jenis tumbuhan dalam suatu kawasan
2. Mengidentifikasi morfologi dan estetika pada tumbuhan
3. Mengidentifikasi inventarisasi berbagai jenis satwa liar dalam suatu kawasan
4. Mengidentifikasi morfologi dan estetika pada satwa
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tumbuhan
Pengertian Tumbuhan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa
tumbuhan merupakan makhluk hidup yang tumbuh berinti sel mengandung klorofil atau segala yang
hidup dan berbatang, berdaun, berakar, dan sebagainya (seperti rumput, bambu). Tumbuhan adalah
organisme multiseluler di kerajaan plantae yang dapat melakukan fotosintesis untuk membuat
makanannya sendiri. Tumbuhan memiliki peran penting dalam ekosistem dunia. Hal ini lantaran
diyaki ni menghasilkan sebagian besar oksigen dunia, dan penting dalam rantai makanan, karena
banyak organisme memakan tumbuhan atau memakan organisme yang memakan tumbuhan.
B. Satwa
Satwa menurut Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (1993) merupakan segala jenis
macam sumberdaya alam hewani yang berasal dari hewan yang hidup di darat, air, dan udara.
C. Inventarisasi
Menurut Sugiama (2013) inventarisasi adalah serangkaian kegiatan untuk melakukan
pendataan, pencatatan, pelaporan hasil pendataan dan mendokomentasikannya pada suatu waktu
tertentu. Siregar (2004) menjelaskan inventarisasi merupakan kegiatan yang terdiri dari dua aspek,
yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi,
volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Adapun aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah
legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan. Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan,
kodifikasi/labelling, pengelompokkan dan pembukuan/administrasi. Inventarisasi tumbuhan
merupakan suatu kegiatan untuk mengelompokkan data maupun mengelompokkan suatu jenis dan
berbagai jenis tumbuhan yang ada pada suatu wilayah. Adapun inventarisasi satwa meupakan suatu
kegiatan untuk mengelompokkan data maupun mengelompokkan suatu jenis dan berbagai jenis
satwa yang ada pada suatu wilayah.
D. Ekowisata
Ekowisata merupakan pariwisata alam yang menentukan kriteria standard melestarikan
lingkungan, secara ekonomis menguntungkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat
menurut Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam(2000).
E. Wisata
Wisata merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
F. Estetika
Estetika merupakan suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan
keindahan dan mempelajari semua aspek tentang keindahan.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Lokasi
Tempat dilaksanakannya praktikum identifikasi estetika tumbuhan dan satwa adalah di
Kampung Batununggal, Desa Batununggal, Kecamatan Cibadak, Kabupaten. Sukabumi, Provinsi.
Jawa Barat. Pada hari Jum’at, 19 Desember 2020, pukul 17.00 WIB.
A. Inventarasi Vegetasi
Dalam penelitian ini dilakukan analisis vegetasi dengan pembuatan petak kuadrat ukuran 2x2
m untuk jenis tumbuhan seedling dan vegetasi dasar, sebanyak 25 plot yang diletakan secara
purposive sampling (lokasi yang terdapat tumbuhan invasif). Sama jenis, diameter, tinggi dan
tinggi bebas cabang, parameter ini dikur untuk menghitung kerapatan relatif (KR), frekuensi
relatif (FR) dan luas penutupan dominasi (CR). Sehingga akan diperoleh Indeks Nilai penting.
Kerpatan dalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Dengan kata lain, kerpatan
merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Untuk memudahkan dalam proses
analisis kerapatan ini sering menggunakan nitasi K. Perbandingan kerapatan jenis dengan
kerapatan seluruh jenis yang dinyatakan dengan % disebut kerapatan relatif (KR). Perhitungan
dapat dilakukan dengan penamaan sebagai berikut :
3. Tallyshhet Pengamatan
Gangetica L.
obtusifolia
Mart.
Jumlah 337
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa spesies tumbuhan invasif yang ditemukan di kawasan
Cagar Alam Lembah Anai terdiri dari 12 famili, 19 spesies dan 337 individu. Dari 12 famili tersebut
famili asteraceae dan poaceae merupakan famili dengan jumlah jenis terbanyak yang ditemukan
yaitu masing-masing 4 jenis. Jenis-jenis tumbuhan invasif di atas banyak ditemukan di dalam plot
yang terletak di area yang terbuka serta memiliki intensitas cahaya yang relatif tinggi. Steenis (2006),
tumbuhan bawah atau vegetasi dasar merupakan spesies yang mempunyai sebaran luas dan
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap faktor lingkungan.
Pada penelitian selain ditemukan dengan jumlah jenis terbanyak Famili Asteraceae juga merupakan
famili yang dominan (Tabel 2) dengan persentase 20,47%, sedangkan famili codominan yaitu
Poaceae (19,88%) famili Acanthaceae (15,4%). Dominan dan co-dominan suatu famili dapat
ditentukan oleh jumlah spesies penyusun famili dan juga jumlah individu yang terdapat dalam famili
tersebut. Famili Asteraceae ditemukan dengan jumlah 4 spesies dan 69 individu, sedangkan famili
Poaceae dan family Acanthaceae masing-masing sebanyak 4 spesies, 67 individu serta 1 spesies dan
52 individu. Menurut Cronguist (1981) famili Asteraceae merupakan kelompok tumbuhan yang
terdiri dari 1.100 genus meliputi 20.000 spesies, yang menyebar luas di seluruh dunia.
Tabel 2. Famili Dominan dan Co-dominan Tumbuhan Invasif Di Cagar Alam Lembah Anai.
No Famili Individu %Famili
1 Acanthaceae 52 15.4
2 Arecaceae 29 8.61
3 Asteraceae 69 20.47
4 Balsaminaceae 26 7.72
5 Commelinaceae 21 6.23
6 Laminaceae 13 3.86
7 Melastomaceaea 10 2.97
8 Mimosaceae 23 6.82
9 Poaceae 67 19.88
10 Rubiaceae 23 6.82
11 Rosaceae 1 0.30
12 Verbenaceae 3 0.89
Jumlah 337
Struktur Spesies
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa spesies yang memiliki nilai penting tertinggi terdapat pada spesies
Arenga obtusifolia, yaitu 27,36%. Tingginya nilai penting A. obtusifolia disebabkan karena nilai
frekuensi relatif yang tinggi jika dibandingkan spesies invasif lainnya. Whitmore (1975) menyatakan
tingginya nilai frekuensi relatif suatu jenis merupakan suatu petunjuk bahwa jenis tersebut
penyebarannya luas. Sedangkan nilai kerapatan relatif tertinggi ditemukan pada spesies Asystasia
gangetica L. berdasarkan nilai kerapatan relatif dapat diketahui bahwa spesies ini memiliki jumlah
individu yang paling banyak dibandingkan jenis tumbuhan invasif lainnya. Muhdi dkk (2008),
menyatakan bahwa Indeks Nilai Penting (INP) dapat digunakan untuk mengetahui dominansi
spesies dalam komunitas tumbuhan yang diteliti. Indeks Nilai Penting (INP) digunakan sebagai
besaran yang menunjukkan kedudukan suatu jenis terhadap jenis lain dalam suatu komunitas. Makin
besar INP suatu jenis, maka peranannya dalam komunitas tersebut semakin penting.
Sifat mendominasi suatu jenis tertentu dapat menimbulkan dampak buruk bagi ekosistem
yang ditempati jenis tersebut. Dominansi sangat erat hubungannya dengan invasi, Tjitrosoedirdjo,
(2015), menyatakan bahwa invasi adalah suatu sifat yang menggambarkan kinerja suatu spesies
tumbuhan atau hewan yang menjadi dominan serta mengancam ekosistem, habitat dan spesies yang
terdapat disuatu lokasi.
Menurut Usmadi dkk (2015) A. obtusifolia atau biasa dikenal dengan nama langkok dapat
tumbuh optimal dengan suhu permukaan vegetasi maksimal 210C dengan kondisi lingkungan dalam
kategori lembab. Lokasi Cagar Alam Lembah Anai merupakan kawasan hutan hujan dengan
kelembaban yang cukup tinggi, sehingga dengan demikian dapat memungkinkan spesies ini dapat
tumbuh denganbaik
Selanjutnya tingginya INP spesies ini dibandingkan dengan spesies lain, mengindikasikan
adanya kemungkinan pergerakan langkok untuk menginvasi kawasan Cagar Alam Lembah Anai
Langkok di temukan pada daerah dengan ketinggian 360-421 mdpl. Menurut Sastrapradja et al.
(1978) umumnya langkok tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 550 meter di atas permukaan
laut. Data kesesuaian tempat tumbuh berdasarkan ketinggian tempat dapat mengindikasikan bahwa
langkok termasuk spesies Arecaceae dataran rendah. Langkok dapat ditemukan pada semua tingkat
kelerengan dari datar sampai sangat curam dan semua arah lereng (aspek) dengan kelerengan antara
1,82–55,57%, serta pada jarak antara 0 – 480 m dari sungai.
Ada beberapa mekanisme yang dilakukan tumbuhan invasif untuk mempengaruhi komunitas
alami, diantaranya melalui kompetisi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan proses
dalam suatu ekosistem. Soerianegara dan Indrawan (1978)menyatakan adaptasi yang tinggi serta
reproduksi yang cepat juga akan mempengaruhi kehidupan suatu spesies sehingga berhasil mencapai
siklus hidupnya dan berkembang di daerah tempat tumbuhnya.
Asystasia gangetica juga merupakan spesies yang cukup dominan di kawasan cagar alam
lembah anai setelah jenis A. obtusifolia. Asystasia gangetica merupakan spesies herba yang tersebar
di India, Malaysia dan Afrika. Spesies ini memiliki kemampuan untuk berkembangbiak dengan
perbanyakan vegetative dan membentuk vegetasi padat, spesies ini bersifat sangat invasif, sehingga
mampu menguasai habitat yang ditempatinya. Salah satu kasus yang di timbulkan spesies ini
gangguan besar terhadap ekosistem asli di kepulauan pasifik (BIOTROP, 2015).
Nilai-nilai yang dihasilkan dari setiap spesies yang didapatkan sangat berpengaruh pada
tingkan keanekaragaman spesies yang ada dilokasi Cagar Alam Lembah Anai. Nilai indeks
keanekaragaman tumbuhan invasif di kawasan Cagar Alam Lembah Anai tergolong sedang yaitu
2,80. Sebagai spesies yang telah teridentifikasi dan termasuk kedalam tumbuhan invasif,
Keanekaragaman tumbuhan invasif tersebut sangat dikhawatirkan dapat menurunkan
kenekaragaman makhluk hidup yang ada di kawasan Cagar Alam Lembah Anai. Sebagai kawasan
konservasi diperlukan pengawasan khusus terhadap perkembangan tumbuhan invasif yang ada pada
kawasan ini.
1. Pohon
Pohon merupakan tumbuhan berkayu dengan satu cabang utama. Pada saat dewasa, pohon
memiliki tinggi minimal 7 meter dengan diameter minimal 20 cm.
Pohon yang ditemui sebanyak lima belas jenis dengan total dua puluh. Jenis Rasamala
merupakan jenis pohon yang paling banyak ditemui dengan jumlah 3. Jenis yang sedikit ditemukan
yaitu Saga, Damar, Nyamplung, Sonokeling, Loloan, Merawan, Ketangi, Pacira, Sungkai, Puspa dan
Kijebus dengan jumlah 1. Jenis pohon terbanyak ditemukan yaitu jenis Rasamala dengan INP 22,2%.
Rasamala (Altingia excelsa) adalah pohon hutan yang dapat tumbuh sangat tinggi, mencapai 40
hingga 60 meter. Keberadaan rasamala sebagai pemilik INP terbesar. Dan jumlah terkecil pohon
Saninten dengan presentase INP sebesar 6.6%. Hasil mengenai kelima belas jenis pohon yang
dijumpai akan ditampilan pada tabel dibawah ini :
Pancang memiliki ciri dengan ukutan tinggi lebih dari 1.5 meter dan diameter kurang dari 10
cm. Inventarisasi dilakukan dalam petak ukuran 5x5 cm. Dijumpai 6 jenis pancang dengan total 9
individu. Jenis pancang yang dijumpai paling banyak yaitu jenis Walen dan Pulus dengan jumlah 2
individu yang memiliki presentase INP sebesar 15,47 %. Sementara jenis yang paling sedikit
dijumpai yaitu jenis Kihoe, Pikes dan Ramogiling dengan 1 individu dan presentase INP sebesar
7,73%. Keanekaragaman jenis pancang yang ditemui pada pengamatan di arboretum IPB Dramaga
yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2. Struktur Tumbuhan Pancang
K KR FR
Jumlah
No. Nama Jenis Individu (ind/m2) (%) F (%) INP
3. Tiang
Tiang merupakan pohon yang memiliki ciri dengan ukuran tinggi dengan diameter antara 10 cm
dan 20 cm. Inventarisasi dilakukan dalam petak ukuran 5x5 cm. Dijumpai 8 jenis tiang dengan total
9 individu. Jenis pancang yang dijumpai paling banyak yaitu jenis Walen dan Pulus dengan jumlah
2 individu yang memiliki presentase INP sebesar 15,47 %. Sementara jenis yang paling sedikit
dijumpai yaitu jenis Kihoe, Pikes dan Ramogiling dengan 1 individu dan presentase INP sebesar
7,73%. Keanekaragaman jenis pancang yang ditemui pada pengamatan di arboretum IPB Dramaga
yang disajikan pada tabel berikut.
Kibangkong Turkinlas
2
Faero 13,69427 20 6,666667 1 7,692308 147,2134 0,29443 8,255939 23
4. Semai
Semai yang ditemui sebanyak 5 jenis yang berbeda. Jenis Cana rokobor merupakan jenis semai
yang paling banyak ditemui dengan jumlah 12. Sedangkan yang lain hanya sedikit yang di temui.
Tabel 4. Struktur Tumbuhan Semai
Jumlah
No Nama Jenis K(ind/m2 KR (%0 F FR (%) INP
individu
5. Parasit
parasit adalah tumbuhan yang tumbuh pada tumbuhan yang lain/ menumpang hidup pada
tummbuhan lain, jenis parasit ditemui sebanyak 5 jenis individu. Jjenis pakis burung merupakan
jenis parasit yang paling banyak ditemui engan jumlah 26. Jenis yang paling sedikit ditemui adalah
jenis Tebat Barito dan Ramukuya Gede.
Kerpatan dalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Dengan kata lain, kerpatan
merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Untuk memudahkan dalam proses
analisis kerapatan ini sering menggunakan nitasi K. Perbandingan kerapatan jenis dengan
kerapatan seluruh jenis yang dinyatakan dengan % disebut kerapatan relatif (KR). Perhitungan
dapat dilakukan dengan penamaan sebagai berikut :
Kerapatan (K)
Jumlah Individu suatu spesies
𝐾= ind/ha
Luas seluruh petak
Frekuensi dalam suatu ekologi digunakan untuk menyatakan proposi antara jumlah sampel yang
berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah total sampel. Frekuensi merupakan besarnya
intensitas diketemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan. Keberadaan organisme
pada komunitas atau ekosistem. Frekuensi spesies (FR) dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Frekuensi (F)
Jumlah petak dijumpai suatu spesies
𝐹=
Jumlah seluruh petak
Indeks Nilai Penting (INP) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan
tingkat dominasi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan
(Soegianto. 1994). Indeks Nilai Penting dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu dari suatu jenis i
N = Jumlah total individu selruh jenis
1. Hasil
Di alam ini ditemukan berbagai jenis tumbuhan dengan berbagai bentuk. Bentuk tumbuhan erat
kaitannya dengan morfologi tumbuhan. Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk-
bentuk luar dari tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji mengenai organ- organ tubuhnya dengan
segala variasinya. Berikut ini merupakan identifikasi morfologi tumbuhan.
Tabel 2. Tallysheet Morfologi dan Arsitektur Tumbuhan
Bentuk
Jenis Nama Bentuk
Bentuk Daun Jenis Akar Bunga dan
Tumbuhan Ilmiah Batang
Buah
Kelapa Cocos Memiliki daun Batang pohon Pohon kelapa Buah kelapa
nucifera tunggal kelapa berdiri mempunyai berbentuk
dengan tegak tidak jenis akar bulat seperti
pertulangan bercabang. serabut yang kepala
menyirip. cukup tebal manusia.
dan berkayu.
Mangga Mangifera Berbentuk Memiliki Pohon mangga Kelompok
indica lonjong dan batang yang memiliki akar buah batu
berbentuk segi tebal serta yang tunggang yang
empat namun kasar. dan bercabang. berdaging
runcing pada dengan ukuran
ujunya. yang beragam.
Rambutan Manilkara Berbentuk Memiliki Memiliki akar Buah
zapota daun majemuk struktur batang tunggang yang rambutan
yang letaknya yang kasar dan berada di berbentuk
berselang dan tebal, serta permukaan bulat serta
seling, dan batang yang tanah. memiliki
berbentuk bercabang. rambut.
bulat lonjong.
Jambu air Syzygium Di ujung daun Memilki batang Memiliki akar Buah berbentuk
aqueum memiliki bentuk yang keras dan yang tunggang di seperti lonceng
yangtumpul serta kasar serta dalam tanah yang mengerucut
mengkilat terdapat bercak
Jambu Psidium Daun agak Batang bagian Akar tunggang Bentuk buah
Biji guajava melengkung bawah besar bulat lonjong
Sawo Manilkara Daun tunggal Sawo memilki Sawo memiliki Buah sawo
zapota terletak akar tunggang akar tunggang memiliki
berseling bentuk lonjong
dan mempunyai
daging tebal
Bentuk
Jenis Nama Bentuk
Bentuk Daun Jenis Akar Bunga dan
Tumbuhan Ilmiah Batang Buah
Pepaya Caria Daun menyirip Pepaya Akar tunggang Bentuk buah
papaya pada bagian merupakan atau radik bulat hingga
tangkai batang silinder primaria memanjang
memanjang di termasuk dengan ujung
tengah lubang kedalam batang biasanya
dan warna hijau termasuk batang meruncing.
monopodial Warna buah
hijau tua jika
belum matang
dan warna
kekuning-
kuningan jika
sudah matang
Pinang Areca catechu Memiliki daun Memiliki Memiliki akar Memiliki buah
berbentuk batang pohon tunggang kecil dan bulat
menyirip ganjil yang kokoh menjulang ke berwarna
seperti kipas tegak lurus atas kuning
berwarna vertical. permukaan kecokelatan.
hijau. tanah.
Belimbing Averrhoa Bulat telur Tegak, Memiliki akar Buah belimbing
Wuluh blimbi dengan ujung bercabang, tunggang wuluh berbentuk
runcing dan memiliki lonjong persegi
tulang daun banyak tonjolan
menyirip dan termasuk
momopodial
Nangka Artocarous Daun tungal Batang tegak Mempunyai akar Bunganya muncul
heterophyllus menyirip, pada memanjang serta tunggang yang ada di batang atau
ujung daun berstruktur di bawah tanah cabang besar. Dan
meruncing dan ber berwarna coklat memilki buah
majemuk yang
semu
2. Pembahasan
Dalam suatu tumbuhan, terdapat morfologi di dalamnya yang terdiri dari ciri daun, batang,
akar, dan bunga serta buah. Berikut merupakan hasil pembahasan.
1. Pohon Kelapa
a. Morfologi Batang
Batang pohon kelapa termasuk tanaman monokotil yang tidak memiliki cambium, hal ini
mendasari mengapa batang pohon kelapa hanya tumbuh lurus keatas. Batang pohon kelapa tumbuh
mengikuti arah sinar matahari karena hanya memiliki satu titik tumbuh yakni pada bagian ujung
batang.
Batang pohon kelapa umumnya berbentuk panjang bulat seperti silinder. Batangnya juga
berwarna putih keabu-abuan dan memiliki ruas-ruas layaknya pohon bambu. Semakin tua maka
ruas-ruas yang dimiliki batang pohon kelapa akan semakin berkurang.
b. Morfologi Daun
Daun pada pohon kelapa bertulang sejajar dan memiliki pelepah. Helai daun kelapa tersusun
disisi kanan dan kiri pelepahnya. Pelepah pohon kelapa umumnya dapat mencapai ukuran 8-9
meter dan terdapat 65 pasang helai daun untuk tanaman kelapa dewasa.
Ujung daun pada pohon kelapa berbentul lancip dan tersusu secara zigzag atau selang seling
pada satu pelepah. Daun kelapa umumnya berwarna hijau tua dan berwana kuning saat masih
muda. Daun kelapa yang masih muda juga memiliki tekstur yang masih lentur dan budah dibentuk.
c. Morfologi Akar
Pohon kelapa mempunyai jenis akar serabut yang cukup tebal dan berkayu serta bentuknya
berkerumun layaknya bonggol. Akar ini sangat kuat sehingga mampu menopang pertumbuhan
kelapa, bahkan kuat untuk menahan terjangan angin.
Meskipun memiliki akar serabut akar kelapa bisa masuk kedalam tanah hingga kedalaman 8
meter dan menyebar secara horizontal hingga 16 meter.
Gambar 4 Akar Pohon Kelapa
Sumber : Brosehat 2020
2. Pohon Mangga
a. Morfologi Batang
Batang pohon mangga berkayu yang sangat keras dan meiliki kulit yang tebal dan berwarna
hitam. Morfologi batang dari tanaman mangga ini berbentuk bulat yang disertai dengan
percabangan dan ranting yang lumayan banyak.
Tanaman mangga berkembang biak dengan cara generative menggunakan benih. Untuk
perbanyakan secara vegetative biasanya batangnya lebih pendek dan memiliki percabangan yang
membentang. Pohon mangga memilki batang utama lebih dari satu (Simpodial) dan cara
pertumbuhan batangnya pun kontinyu atau menerus.
c. Morfologi Akar
Dimulai dari organ akar, morfologi akar pohon mangga terdiri dari akar tunggang dan akar
cabang. Akar tunggang yang dimiliki oleh pohon mangga bisa mencapai kedalaman 5-6 meter dan
memiliki ukuran yang sangat panjang. Akar tunggang yang panjang akan tumbuh sampai
permukaan air tanah. Setelah mencapai permukaan air maka akar pohon mangga akan membentuk
akar cabang.
3. Pohon Rambutan
a. Morfologi Batang
Pada umumnya tanaman rambutan bisa bertumbuh dengan ketinggian yang mencapai 15
meter atau lebih dari itu. Batang tanaman rambutan ini berwarna coklat dengan bentuk yang bulat
dan tidak berarti serta berdiameter bisa mencapai 40 hingga 60 cm.
Batang dari tanaman rambuta ini agak sedikit keras serta tidak rata dan termasuk pada tanaman
yang berumur panjang. Batang tanaman rambutan juga banyak cabang dengan arah dari cabang
tersebut adalah horizontal.
c. Morfologi Akar
Pada tanaman rambutan ini terdapat dua jenis akar, yaitu akar samping dan juga akar
tunggang. Akar dari tanaman rambutan ini berwarna coklat dan memiliki serabut akar dimana ini
akan berfungsi sebagai penyerapan air dan mineral yang ada didalam tanah.
Selain itu, tanaman rambutan ini memiliki tudung akar dimana ini akan melindungi akar
terhadap kerusakan yang menembus tanah.
4. Jambu Air
a. Morfologi Batang
Jambu biji termasuk kedalam jenis tanaman perdu atau pohon kecil dimana jambu biji bisa
memiliki pohon dengan tinggi sekitar 2-10 meter. Karena termasuk tanaman dikotil jambu biji
memiliki batang yang berkayu dan tentunya keras serta kulit batang yang licin dan berwarna coklat
kehijauan.
Gambar 17, Batang Pohon Jambu air
Sumber : Aditio 2020
b. Morfologi Daun
Jambu biji biji memiliki daun yang termasuk kedalam daun tunggal, dan juga termasuk
kedalam jenis daun tidak lengkap karena hanya memiliki tangkai dan helai daun saja atau disebut
juga dengan daun bertangkai.
Jambu biji memiliki tulang daun yang menyirip karena memiliki tulang punggung yang
membentang dari pangkal sampai keujung daun. Bagian ujung daun jambu biji berbentuk tumpul
dan bagian atas daun jambu biji memiliki warna yang jauh lebih terang dibandingkan bagian
bawahnya.
c. Morfologi Akar
Akar dari tanaman jambu biji tanaman ini bercabang dengan bentuk yang seperti meruncing
panjang dan akan bertumbuh lurus hingga kedalam tanah. Pada umumnya morfologi akar dari
tanaman jambu biji memiliki warna yang coklat mudah sampai tua.
Akar dari jambu biji ini memiliki manfaat yang bisa menopang tanaman sehingga bisa menjadi
lebih kuat. Bahkan bisa menyerap air atau makanan yang ada di dalam tanah.
Gambar 19, Akar Pohon Jambu
Sumber : Nugraha 2020
5. Jambu Biji
a. Morfologi Batang
Pohon jambu memiliki batang monopodial. Batang pohon jambu memiliki kulit yang mudah
mengelupas, berwarna cokelat dan permukaan kulit yang licin. Bila kulitnya dikelupas akan
terlihat bagian dalam batang yang berwarna hijau.Batang muda berbentuk segiempat, sedangkan
batang tua berkayu keras berbentuk gilig dengan warna cokelat.
Gambar 21. Batang Pohon Jambu
Sumber : Aditio 2020
b. Morfologi Daun
Bentuk daun pada tumbuhan jambu yaitu daun tunggal dengan tulang daun yang
menyirip dan letak daun bersilangan . Daun jambu memiliki bentuk bulat lonjong dan memiliki
bau yang khas ketika daun diremas.
c. Morfologi Akar
Akarnya merupakan akar dangkal. Kulit batangnya keras, namun pada bagian batang
permukaannya memiliki tekstur yang halus, mudah terkelupas dan berwarna cokelat.
6. Pohon Sawo
a. Morfologi Batang
Batang sawo merupakan batang monopodial. Batang sawo bercabang rendah, berbentuk bulat,
keras, kuat, dan permukaan kulit pada batang sawo kasar. Tumbuhan sawo dapat menghasilkan
getah yang terletak pada batangnya. Warna pada batang sawo adalah coklat tua.
b. Morfologi Daun
Pohon sawo memiliki bentuk pada pangkal daun tumpul dan pada ujung daun runcing. Daun
sawo terletak selang-seling, terdapat tulang daun yang menonjol di bawah permukaan daun, bentuk
daun sawo bundar lonjong dan sedikit melengkung keatas. Warna daun sawo yaitu hijau dan
terlihat mengkilap. Helai daun bertepi rata, sedikit berbulu, hijau tua mengkilap, 1,5-7 x 3,5-15
cm, pangkal dan ujungnya bentuk baji, bertangkai 1-3,5 cm.
Gambar 25. Daun Pohon Sawo
Sumber : Aditio 2020
c. Morfologi Akar
Tanaman sawo memiliki jenis akar tunggang yang tumbuh tegak ke dalam tanah. Akar yang
dimiliki cukup kuat dan dapat menyerap nutrisi serta air dari dalam tanah dengan baik.
7. Pohon Pepaya
a. Morfologi Batang
Pepaya memiliki arti batang yang berbentuk silinder dengan diameter 30 sampai 40 cm,
batang ini termasuk dalam kategori batang semi berkayu karena pada bagian dalam batang terdapat
rongga dan gabus dengan kulit cukup halus serta tipis berwarna abuabu.Pada permukaan batang
dapat dipenuhi oleh bekas tangkai daun. Arah perkembangan batang yaitu tegak lurus secara
geotropis serta tidak memiliki cabang kecuali apabila pada bagian pucuk batang telah mengalami
pelukaan atau pada bagian titik tumbuhnya terpotong.
b. Morfologi Daun
Bentuk daun pepaya yakni tunggal, menjari 5-9 bagian. Tangkai daun panjang berongga 50-
100 cm (tergantung umur).
c. Morfologi Akar
Jenis dari akar pepaya adalah akar tunggang atau radik primaria. Hal ini karena lembaga pada
akar tumbuh akan terus tumbuh dan bercabang. Pertrumbuhan akar tanggung akan panjang dan
berbentuk mendatar. Jumah dari akar – akarnya tidak terlalu banyak dan tidak kuat. Warna pada
akar pepaya ini berwarna putih dan sedikit kekuning – kuningan.
8. Pohon Pinang
a. Morfologi Batang
Pinang (Areca catechu) berbatang langsing, tumbuh tegak, tinggi 10─30 meter, diameter
15─20 cm, dan tidak memiliki cabang dengan bekas daun yang lepas.
Gambar 32. Batang Pohon Pinang
Sumber : Aditio 2020
b. Morfologi Daun
Daun pinang merupakan daun majemuk yang memiliki struktur yang lengkap yakni
terdiri dari helai, tangkai, dan pelepah. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm dan
tangkai daun pendek. Daun tanaman ini mempunyai warna hijau muda dan bentuk daun
memanjang (oblongus), dan permukaan daun licin (leavis).
c. Morfologi Akar
Pinang memiliki sistem perakaran serabut dengan bentuk tambang (serabut kaku keras).
9. Belimbing Wuluh
a. Morfologi Batang
Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, yang
cenderung mengarah ke atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat
muda.
Gambar 37. Batang Pohon Belimbing
Sumber : Aditio 2020
b. Morfologi Daun
Bentuk daunnya majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun
bertangkai pendek, berbentuk bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membulat, tepi
rata, panjang 2-10 cm, lebarnya 1-3 cm, berwarna hijau, permukaan bawah hijau muda
(Dalimartha, 2008).
c. Morfologi Akar
Sistem perakaran pada belimbing wuluh adalah akar tunggang dengan warna cokelat
kehitaman. Pada bagian akar terdapat tudung akar yang bentuknya tumpul dan sedikit lengket.
Cairan pada ujung akar ini berfungsi untuk melindungi akar ketika menembus tanah. Pada
bagian samping akar utama terdapat serabut akar yang sangat banyak jumlahnya.
10. Nangka
a. Morfologi Batang
Batang pada tanaman nangka merupakan pohon yang berkayu keras, yang berbentuk bulat,
silindris, dan berdiameter sampai sekitar 1 meter. Mempunyai Tajuk yang padat dan lebat, dan
juga melebar serta membulat apabila di tempat terbuka.
c. Morfologi Akar
Tanaman nangka memiliki akar berbentuk tunggang. Namun juga memilikiakar cabang yang
ditumbuhi bulu yang sangat banyak. Akar Tanaman nangka ini dapat menembus permukaan tanah
hingga kedalaman 10-15 meter. Selain itu, akar tanaman ini berguna untuk menyokong
pertumbuhannya hingga kuat dan berdiri kokoh.
A. Metode Penelitian
Data yang dikumpulkan adalah jenis, jumlah individu jenis, penyebaran, waktu perjumpaan
dan aktivitas.
a. Jaring Kabut
Jaring yang memiliki panjang 9 meter dengan tinggi 3 meter, yang di tenun menyerupai jaring
halus, sehingga kelelawar maupun burung sulit untuk mendeteksi keberadaan dari pada mist net
tersebut (Prasetya et al.,2013).
b. Harpa Trap
Perangkap harpa atau sering disebut Harpa trap adalah spesies perangkap yang terdiri dari
empat lapis senar yang di pasang vertikal di sebuah bingkai dengan ukuran 1x2 meter yang di
bawahnya terdapat sebuah wadah tempat kelelawar jatuh, biasanya terbuat dari karung, plastik
atau pun karung. MenurutWilson et al., (1996). Perangkap ini akan menangkap kelelawar yang
sedang mencari makanan pada bagian strata bawah hutan (understorey). Kaki harpa dipasang
setinggi kurang lebih 1 meter diatas permukaan tanah dan dikondisikan.
B. Hasil
Dari hasil survei yang telah dilakukan pada kawasan karst Gua Putri didapatkan 4 jenis
kelelawar berdasarkan metode yang telah dilaksanakan,:, Rousettus Sp, Megaderma Sp
Miniopterus pusillus. Saccolaimus saccolaimus. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2 dan
3 dibawah.
Tabel 2. Daftar jenis kelelawar yang teramati berdasarkan metode yang digunakan.
No Spesies Nama Indonesia MG HS DG CC
1. Rousettus sp Nyap biasa 14 3 - -
2. Megaderma sp Vampire palsu - - 4 -
3. Miniopterus pusillus Kelelawar sayap kecil 19 - 60 -
4. Saccolaimus sacco-laimus Kelelawar trubus - - 2 1
Keterangan : MG = Mulut Gua,
HS = Hutan Sekitar,
DG = Dalam Gua,
CC = Camp Gua Puteri.
Tabel 3. Daftar jenis kelelawar yang teramati berdasarkan metode yang digunakan.
Berdasarkan tabel hasil yang telah ditunjukkan di atas, diketahui bahwakomposisi jenis
Kelelawar di Gua Putri mengalami perubahan, baik dalam spesies yang di temukan maupun
sebelumnya yang dilakukan oleh Atmawijaya (2008) dijumpai enam spesies yaitu Hipposideros
larvatus, H. diadema, Eonycteris spelaea, Penthetor lucasii, Rousettus sp., dan Miniopterus sp.
Namun pada penelitian ini ditemukan empat spesies : Rousettus sp, Megaderma sp, Miniopterus
pusillus, dan Saccolaimus saccolaimus.
C. Pembahasan
Morfologi Morfologi kelelawar Chiroptera berasal dari bahasa Yunani “cheir” yang berarti
tangan, dan “pteros” yang berarti selaput, karena kaki depannya termodifikasi menjadi sayap.
Sayap ini dinamakan patagium, yang membentang dari tubuh sampai jari kaki depan, kaki
belakang, dan ekornya (gambar 1). Patagium pada kelelawar betina berfungsi untuk memegang
anaknya. Sayap kelelawar juga berfungsi untuk menyelimuti tubuhnya ketika cuaca dingin dan
mengipaskan sayapnya saat panas. Kelelawar merupakan hewan nocturnal (aktif pada malam hari)
karena pada siang hari, terdapat radiasi cahaya matahari sehingga lebih banyak panas yang diserap
daripada dikeluarkan (Cobert, 1999).
Hampir seluruh kelelawar yang di dapatkan dari metode direct sweeping. namun jenis yang
tidak dijumpai di dua metode sebelumnya berupa megaderma sp dan S. saccolaimus, ditemukan
dalam gua dan dibangunan sekitar gua. Kelelawar yang dijumpai hanya sedikit sekali, hanya
sekitar 5-6 individu,. Menurut Suyanto (2001) Megaderma sp dan S. saccolaimus mudah dijumpai
di kawasan dataran tinggi sampai dataran rendah, dengan habitus berupa hutan sekunder, gua karst,
serta hutan monokultur sepertiperkebunan.
Megaderma sp dan S. saccolaimus memang merupakan jenis yang sulit dijumpai dikarnakan
sensor yang mereka miliki sangat sensitif, lebih sensitif daripada dua jenis kelelawar sebelumnya,
sehingga kemungkinan mist net dan harpa net dapat mereka deteksi.
Menurut Suyanto (2001) S. saccolaimus memiliki sejenis kantung di bawah dagu dan
dadanya, yang berfungsi untuk menerima getaran lebih banyak. Sedangkan pada Megaderma sp,
nose leaf yang tegak, telinga yang lebar dan panjang, serta tragus yang panjang, memudahkannya
menagkap gelombang yang lebih banyak, dan merupakan bentuk dari sensitifitas yang lebih dari
pada jenis kelelawar yang lain.
Spesies kelelawar yang tidak ditemukan pada penelitian ini namun dilaporkan oleh
Atmawijayah (2008) adalah Hipposideros larvatus, H. diadema, Eonycterisspelaea, Penthetor
lucasii. Hipposideros larvatus, H. Diadema yang memilih tempat bertengger di dekat mulut Gua
Putri diduga terusi dikarenakan pemasangan lampu pada mulut gua putri, sehingga spesies ini
memilih meninggalkan Gua Putri. Melihat di sekitar Gua Putri terdapat beberapa gua lainnya dan
kelelawar memiliki daya jelajah berkisar 15-30 km, menurut Prasetyo et al. (2011) diperkirakan
kelelawar berpindah (migrasi) dari Gua Putri menuju gua-gua di sekitarnya seperti Gua Harimau,
Slabe, Gua Putri Kecil dan gualainnya. Gua-gua tersebut belumdijadikanobjek wisata, belum
dieksploitasi secara berlebihan dan tergolongmasihnatural. Migrasi juga memungkinkan
datangnya spesies barudariluar kawasan pada penelitian ini adalah Megaderma sp, dan
Saccolaimus.
d. Metode Trasek Jalur (Strip Transect)
Metode ini menggunakan panjang dan lebar jalur yang disesuaikan dengan kondisi topografi
dan kerapatan tegakan pada lokasi pengamatan. Data yang dikumpulkan sesuai dengan yang
ditemukan saat penjumpaan langsung dengan satwa mamalia di jalur pengamatan.
D. Tujuan Metode
Tujuan metode ini bertujuan untuk pengumpulan data jenis dan jumlah individu satwa liar.
Ada pula tujuan metode tersebut adalah menginventerasi mamalia dan satwa liar.
E. Skema Jalur
Pengamatan mamalia yang dilakukan di kawasan HPGW menggunaka tujuh jalur
pengamatan. Kondisi habitat masing-masing jalur sebagai berikut.
Tabel 4. Kondisi jalur pengamatan di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Vegetasi Tutupan
No. Jalur Deskripsi Kondisi Jalur
Dominan Tajuk
1 I Jalur pengamatan menuju Berupa jalan setapak Agathis ++
area camping ground, dari tanah yang licin dammara
kemudian belok kiri ke arah
utara hingga di ujung jalan
terdapat sawah dan
pemukiman warga sekitar.
2 II Jalur pengamatan Jalan beraspal dan Agathis +++
merupakan jalan yang sering berbatu dammara
dilalui masyarakat karena
merupakan jalur utama
aktivitas transportasi
masyarakat di sekitar
HPGW dan terdapat sungai
yang digunakan warga
sebagai irigasi
3 III Jalur pengamatan dimulai Jalur beraspal namun Agathis +++
ke arah utara hingga portal sebagian tidak dammara,
yang akan menuju stasiun beraspal Schima
TVRI kemudian belok ke wallichii, dan
kiri dan lurus mengikuti Pinus merkusii
jalan.
4 IV Jalur pengamatan melalui Berupa jalan setapak Agathis +++
area camping ground dari semen dan dammara
menuju arah goa, jalur sebagian jalan dari
dipisahkan oleh aliran air kerikil dan juga tanah
stelah melewati camping
ground.
5 V Jalur pengamatan dimulai Berupa jalan setapak Agathis +++
kearah utara hingga tanah yang cukup liat dammara
petunjuk arah plot Tanabe, jika terkena air hujan
kemudian mengikuti jalur
yang ada.
F. Perhitungan Data
1) Indeks Kekayaan Jenis (Dmg)
Kekayaan jenis mamalia dihitung dengan menggunakan metode Margalef (Ludwig &
Reynolds, 1998). Persamaan untuk menemukan jumlah kekayaan jenis adalah :
Keterangan : Dmg = Indeks Margalef
N = Jumlah Individu seluruh jenis
S = Jumlah jenis mamalia
Penentuan indeks kemerataan ini berfungsi untuk mengetahui kemerataan setiap jenis
mamalia dalam areal pengamatan yang ditentukan, sehingga dapat diketahui keberadaan
dominansi jenis mamalia.
Tabel 5. Nilai indeks kekayaan, keanekaragaman, dan kemerataan jenis mamalia di Hutan
Pendidikan Gunung Walat tahun 2013
No Nama Jenis Nama Ilmiah Jumlah Dmg H’ J’
1 Bajing kelapa Callosciurus notatus 43
2 Monyet ekor Macaca fascicularis
68
panjang
3 Babi hutan Sus scrofa 1
4 Musang luwak Paradoxurus
1
hermaphrodites
5 Kelelawar muka Nycteris javanica
1
cekung jawa 1.6739 0.9972 0.4539
6 Lasiwen kaki Myotis horsfieldii
1
besar horsfield
7 Prok-bruk hutan Rhinolophus affinis 1
8 Prok-bruk loncos Rhinolophus
2
accuminatus
9 Barong penang Hipposideros galeritus 1
Berdasarkan pengamatan pada tahun 2013 dan 2015 diperoleh perbedaan jenis serta jumlah
mamalia yang dijumpai. Pada tahun 2013, diperoleh 9 jenis mamalia sedangkan pada 2015 hanya
diperoleh 3 jenis mamalia. Penurunan jumlah jenis mamalia dan jumlah individu mamalia yang
ditemukan di HPGW membuat nilai indeks kekayaan, kemerataan dan kelimpahan jenis berubah.
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk jumlah individu burung adalah metode IPA (Index Point Of
Abundance) dengan jumlah titik sepanjang jalur sebanyak 5 titik. Jarak antara lokasi penelitian
HA dan HP adalah > 1 km. Untuk kelimpahan jenis menggunakan metode daftar jenis burung
(Mackinnon et al., 1998), metode ini dihentikan jika tidak ada penambahan jenis, hasil yang
didapat dianggap sudah menggambarkan jumlah jenis burung di kawasan tersebut.
H’ = Pi In Pi
Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman jenis
Pi = ni⁄N (jumlah individu spesies ke-i / jumlah total individu)
C. Tallysheet
Identifikasi jenis burung dilakukan dengan berpedoman pada buku panduan pengamatan
burung (Mackinnon et al., 1998). Pada HA ditemukan 8 jenis burung, sedangkan pada daerah
sekitar tempat pengungsian ditemukan 3 jenis.
Jenis burung yang ditemukan pada HA antara lain spesies A, B, C, D, E, F, dan H. Sedangkan
yang ditemukan pada HP antara lain spesies A, B, dan C. Jumlah jenis burung yang ditemukan
pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :
Pengamatan dilakukan sebanyak 6 kali, pada lokasi HA penambahan spesies terjadi pada
pengamatan ke-2 sampai ke-4. Sedangkan pada HP penambahan spesies terjadi pada pengamatan
ke-2. Selanjutnya tidak ada lagi penambahan spesies sampai daftar ke-6.
Berdasarkan kriteria indeks Shannon wiener, lokasi HA dengan indeks 1.67 memiliki nilai
sedang dan HP dengan indeks 0.86 memiliki nilai rendah (Gambar 2). Rendahnya nilai pada lokasi
HP karena jumlah jenis dan individu setiap jenis sangat sedikit. Vegetasi yang berkurang tentu akan
menyediakan sedikit pakan bagi burung, bersamaan dengan tempat untuk berlindung dan
persarangan yang juga ikut hilang (Winter et al., 2005). Lokasi HA bisa saja ikut terpengaruh
dengan aktivitas manusia, dengan jarak lebih dari 1 km dari titik pengungsian terdekat, indeks
keanekaragaman menunjukan nilai sedang. Tetapi dengan hasil ini dapat diketahui pengaruh yang
ditimbulkan oleh aktivitas manusia. Walaupun sementara, hutan desa Waai yang diubah fungsinya
akan mempengaruhi seluruh penyusun ekosistem didalamnya. Apabila perubahan fungsi hutan
terus dilakukan akan mengakibatkan kondisi ekologi yang berbeda dan pada akhirnya berdampak
bagi semua makhluk hidup termasuk manusia.
Gambar 3. Indeks Keanekaragaman jenis burung pada kedua habitat
Sumber: Silahooy, 2019
A. Metode Penelitian
Tahap persiapan meliputi survey identifikasi lokasi titik pengambilan sampel. Penetapan titik-
titik pengambilan sampel adalah lokasi pengambilan sampel diduga terdapat banyak jenis serangga
decomposer permukaan tanah dari beberapa aktivitas yang berada dalam daerah penelitian. Tahap
identifikasi dilakukan untuk menentukan jenis serangga dekomposer yang didapat.
Mendiskripsikan ciri-ciri hewan tanah. Ciri-ciri serangga permukaan tanah yang telah
diperoleh dicocokkan dengan kunci identifikasi Borror et al (1996), Bugguide.net (2007), Suin
(1997), dan Lilies(1992).
Menentukan Indeks Nilai Penting (INP) Untuk menghitung dominansi suatu jenis serangga
tanah terhadap komunitasnya menurut Soegianto (1994) dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
ni
Ki = A
C. Tallysheet
Tabel 6. Jenis serangga yang ditemukan di Arboretum dan komplek.
No Ordo Famili Jenis Hutan Hutan
Heterogen Homogen
1. Formicidae Dolichoderus Dolichoderus 114 16
bituberculatus
Componotus Componotus 43 0
sp.
Azteca Azteca sp. 1 0
2. Vespidaceae Apis Azteca sp. 2 3
3. Gryllinae Gryllus Apis sp. 23 11
4. Coleoptera Jangkrik 7 0
5. Diptera Tipulidae kumbang 4 3
6. sipejalan air 0 3
7. Siphonaptera Lalat 0 4
8. Jumlah 194 40
Keseluruhan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis serangga dekomposer permukaan tanah yang
ditemukan pada hutan heterogen sebanyak 194 individu dan pada hutan homogen sebanyak 40
individu. Hal ini menunjukkan jumlah jenis dan individu lebih banyak ditemukan pada hutan
heterogen dibandingkan dengan hutan homogen. Menurut Wallwork (1970) menjelaskan bahwa
Filum Arthropoda merupakan kelompok hewan tanah yang pada umumnya menunjukkan
dominansi tertinggi di antara organisme penyusun komunitas hewan tanah. Sugiyarto (2000) juga
melaporkan bahwa kelompok makrofauna tanah di habitat hutan tanaman industri sengon sebagian
besar termasuk dalam Filum Arthropoda.
Pada tingkat ordo jenis serangga yang ditemukan adalah sebanyak 6 ordo yaitu Formicidae,
Vespidaceae, Gryllinae, Coleoptera, Siphonoptera, Diptera. Kelompok ordo yang tertinggi jumlah
individu yang ditemukan adalah pada ordo Formicidae dengan jumlah 114 individu pada hutan
heterogen sedangkan 16 pada hutan homogen.
Jenis Ordo yang ditemukan pada hutan heterogen ditemukan 5 ordo yaitu Formicidae,
Vespidae, Gryllinae, Coleoptera dan Diptera. Sedangkan homogen terdapat 5 ordo juga
Formicidae, Vespidae, Gryllinae, Diptera dan Siphonoptera. Hal ini menunjukkan perbedaan jenis
ordo yang ditemukan di hutan heterogen tidak sama dengan hutan homogen.
4. Inventerasi Spesies Herpetofauna
Herpetofauna adalah kelompok hewan yang terdiri dari reptil dan amfibi, mereka
dikelompokan karena berdarah dingin atau ectothermic. Herpetofauna berfungsi sebagai
penyeimbang rantai makanan pada suatu ekosistem.
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah sampling dilakukan pada bulan April 2015 hingga April 2016,
dengan setiap bulan melakukan satu kali sampling sehingga total pengamatan sampling sebanyak
13 kali surveydenganmetode (VES) Visual Encounter Survey yang
dimodifikasidengantekniktransek (Hayer, 1994) dengan 3 survey plot yang berbeda.
Plot A terletak di area masjid dan taman. Plot B terletak di jalan menuju kawasan air terjun.
Plot C terletak di air terjun dan alirannya. Survei di sekitaran KWATI ada empat ekosistem yaitu
terrestrial, arborel, semi akuatik dan akuatik. Pada area parkir, masjid, dan taman termasuk
ekosistem terestrial.
B. Skema Jalur
Dapat diketahui kawasan ini memiliki suhu yang relative konstan dan memiliki kisaran
kelembaban antara 80-100%. Pengukuran suhu udara dan suhu air memiliki kisaran antara 20-
25oC. Suhu yang relatif konstan serta tingkat kelembaban tersebut disebabkan oleh kondisi
disekitar yang masih terdapat vegetasi yang tinggi, yang berfungsi sebagai penyerap panas yang
berlebihan.
H’ = -Pi Ln Pi
H′
E=
S
Keterangan : E = Indekskemerataanjenis
H’= IndeksKeanekaragamanSannon- Wiener
S = Jumlahjenis yang ditemukan
D. Tallysheet
Dari hasil penelitian selama 13 bulan telah teridentifikasi 11 famili dari amfibi dan reptil
yaitu: Ranide, Bufonidae, Megophryidae, Dicroglossidae, Rhacophoridae, Microhylidae,
Gekkonidae, Scincidae,Agamidae, Colubridae, dan Viperidae.
Tabel 8. Komposisi dan presentase jumlah tiap jenis famili amfibi dan reptil yang ditemukan
No Famili Spesies Juml H’ E’ *Derajat
ah Kelimpahan
1. Ranidae Hylarana 43 0,33858 -0,11714 Cu
Chalconata 0,33858 Ja
Huia masonii 10 - -0,05437 Cu
Odorana hosii 25 - -0,09332 La
2. Bufonidae Bufo 4 - -0,05437 Ba
melanostictus 0,09748
3. Megophryi 62 -0,3662 -0,09332 La
dae
4. Dicrogloss Limnonectes 1 -0,0281 -0,03372 La
idae sp*
Fejervarya sp. 2 - -0,1267
0,26974
5. Rhacophor Polypedates 3 - -0,00972 La
idae leucomistax 0,09748
Rhacophorus 13 -0,3662 -0,01686
reinwardtii
6. Microhylid Microhyla 1 -0,0281 -0,02303 Ja
ae achatina*
7. Gekkonida Cossimbotus 3 -0,4874 -0,06434 La
e platyurus
Cyrtodactylus 7 - -0,00972
marmoratus 0,06657
8. Scincidae Eutrophis 3 - - La
multifasciata 0,12343 0,00230
3
9. Agamidae Gonocephalus 5 - - La
kuhlii 0,06657 0,00336
3
Bronchocela 1 - -0,00972
jubata 0,09721
10. Colubridae Aplopeltura 2 - -0,01686 La
boa 0,04874
11. Viperidae Trimeresurus 1 -0,0281 -0,00972 La
puniceus
Total 186 2,04 0,70764 100%
533
A. Mamalia
1. Kelinci Sumatera (Nesolagus netscheri)
Klasifikasi ilmiah:
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Lagomorpha
Famili: Leporidae
Genus: Nesolagus
Spesies: Nesolagus netscheri.
Nama Binomial: Nesolagus netscheri (Schlegel, 1880). Nama Indonesia: Kelinci Sumatera,
Kelinci Belang Sumatera, Kelinci Sumatera Telinga Pendek.
a. Habitat
Habitat, Populasi, dan Ancaman. Kelinci Belang Sumatera (Nesolagus netscheri) merupakan
binatang endemik Sumatera. Habitatnya adalah hutan-hutan tropis di beberapa gunung di pulau
Sumatera seperti Gunung Kerinci, Gunung Barisan, dan Gunung Leuser. Binatang ini mendiami
kawasan pada ketinggian antara 600-1600 meter dpl.
b. Status
Sejak tahun 2008, Kelinci Belang Sumatera oleh IUCN Redlist, dimasukkan dalam status
konservasi “Vulnerable” (Rentan) meskipun pernah didaftarkan sebagai “Critically Endangered”
(Kritis) pada tahun 1996 dan “Endangered” (Terancam) (1994).
c. Perilaku
Kelinci Sumatera merupakan binatang nokturnal yang lebih sering beraktifitas di malam hari.
Yang unik dari satwa asli Indonesia ini adalah kebiasaan bersembunyi di dalam lubang atau liang
bekas binatang lain bukannya lubang yang digalinya sendiri. Seperti kelinci lainnya, kelinci liar
ini merupakan hewan herbivora yang menyukai pucuk daun muda dan tangkai tanaman yang
rendah.
d. Klasifikasi
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Lagomorpha
Famili: Leporidae
Genus: Nesolagus
Spesies: Nesolagus netscheri.
Nama Binomial: Nesolagus netscheri (Schlegel, 1880). Nama Indonesia: Kelinci Sumatera,
Kelinci Belang Sumatera, Kelinci Sumatera Telinga Pendek.
e. Estetika
Populasi hingga Nesolagus netscheri saat ini tidak diketahui dengan pasti namun diduga keras
sangat langka di habitat aslinya. Penampakan langsung (dengan mata telanjang) terakhir kali pada
tahun 1972. Setelah itu baru teramati dua kali pada tahun 2000 dan 2007 itupun melalui kamera
pengintai (camera trap) yang dipasang di wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
B. Burung
2. Burung-madu sepah-raja (Aethopyga siparaja)
Burung madu sepah raja merupakan salah satu jenis burung kolibri dari keluarga Nectariniidae
dan Genus Aethopyga, namun burung ini beda genus dengan kolibri ninja.
a. Habitat
Burung sepah raja termasuk burung penetap yang umum di dataran rendah sampai ketinggian
900 m di sumatera dan sampai ketinggian 1300 di kalimantan (termasuk pulau-pulau kecilnya).
Jarang dijumpai dan menjadi penghuni tetap dataran rendah di Jawa. Biasanya terlihat sendirian
atau berpasangan, mengunjungi pohon dadap atau pohon berbunga lain yang mirip di tepi hutan
atau perkebunan. Memakan nektar bunga dan bermacam-macam serangga.
b. Status
Burung madu sepah raja termasuk ke daftar burung yang dilindungi namun hal tersebut tidak
menyurutkan para kicau mania untuk memelihara burung cantik yang juga dijadikan sebagai
masteran ini.
c. Perilaku
Burung kolibri separah raja tergolong ke jenis burung berukuran kecil dengan panjang tubuh
sekitar 11,7 sampai 15 cm untuk kelamin jantan dengan berat tubuh sekitar 4,8 sampai 9 g.
Sedangkan ukuran tubuh kolibri sepah raja betina sekitar 10 cm dengan berat tubuh sekiar 5 sampai
6,9 g.
d. Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Famili : Nectariniidae
Genus : Aethopyga
Spesies : A. siparaja
Nama binomial : Aethopyga siparaja (Raffles, 1822)
e. Estetika
Burung kecil ini biasanya dijadikan hewan peliharaan meskipun stastus hewan ini tergolong
termasuk kedalam aftar burung yang dilindungi.
Untuk harga burung kolibri sepah raja dipasaran mencapai antara Rp. 150.000,- hingga Rp.
250.000,- tergantung kualitas.
C. Reptil
3. Biawak coklat (Varanus gouldi)
Biawak ini memiliki warna coklat dengan corak kuning berbentuk mata di tubuhnya. Ukuran
Biawak ini sedang dengan panjang tubuh 90 cm untuk biawak betina dan 120 – 140 cm untuk
biawak jantan.
a. Habitat
Biawak coklat merupakan jenis kadal yang tersebar di wilayah Papua Selatan dan Australia
bagian Utara.
b. Status
Biawak coklat berstatus Resiko rendah atau Least Concern (LC) dalam daftar merah IUCN
juga masuk dalam kategori Appendix II CITES.
c. Perilaku
Biawak coklat ini merupakan biawak terestrial yang menghabiskan waktunya di tanah,
biasanya dapat ditemukan di lubang-lubang yang digalinya sebagai tempat persembunyian. Ciri
unik dari Biawak ini yaitu kebiasannya berdiri dengan dua kaki belakang sambil ditopang oleh
ekor. Perilaku ini dilakukan oleh Biawak untuk mencari mangsa atau memantau musuh dari jarak
jauh.
d. Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Subordo : Sauria
Infraordo : Anguimorpha
Superfamili: Varanoidea
Famili : Varanidae
Genus : Varanus
Spesies : V. salvator
Nama binomial Varanus salvator (Laurenti, 1768)
e. Estetika
Biawak air, sesuai dengan namanya, tinggal tidak jauh dari sumber air atau perairan. Habitat
kesukaannya adalah pinggiran sungai atau rawa-rawa hutan. Kadang-kadang, biawak ini juga
tinggal di daerah pertanian, perkebunan, hingga pemukiman - menjadi salah satu hewan liar yang
memangsa unggas peliharaan penduduk.
D. Amphibi
4. Nyxticalus margaritifer
Nyctixalus margaritifer adalah spesies katak dalam keluarga Rhacophoridae . katak spesies
kecil nokturnal. Pada katak dewasa warna khas yang terlihat adalah coklat muda atau oranye terang
kemerahan dengan bintik-bintik keputihan kecil diseluruh tubuh terutama daerah punggung.
Bintik-bintik tersebut membentuk garis putus-putus dari tepi mulut, disepanjang tepi kelopak mata,
hingga sisi belakang. Bintik-bintik biasanya pada tuberkel (benjolan kecil berduri). Bagian iris
mata mereka berwarna putih sedangkan bagian bawah mata berwarna coklat. Katak ini memiliki
kaki belakang yang ramping, dengan jari ujung tangan dan kaki berkembang menjadi bulat atau
oval disk, namun tidak jari-jaringan tidak beranyaman dan jari-jari kaki setengah berselaput.
Gambar 4. Nyxtixalus margaritifer
Sumber : Jacolsoni, 2010
a. Habitat
Katak ini pernah ditemukan di hutan primer dan hutan sekunder, di dataran berbukit diatas
700 mdpl. Telur dan berudu biasanya ditemukan dalam rongga pohon yang menahan air
(besarnya lebih dari 30 cm).
b. Status
Meskipun jangkauan distribusi yang relatif luas, statusnya menurut IUCN Red List terdaftar
sebagai “Rentan” akibat kualitas habitatnya menurun dengan cepat karena hilangnya hutan
dalam jangkauan luas.
c. Perilaku
Pada fase larva tubuhnya berbentuk oval berwarna coklat, dengan mata berada diatas kepala
(dorsal). Pada berudu terdapat 3 kamar insang disetiap sisi. Warna sirip yang gelap namun lebih
terang daripada warna pada bagian ekor.
d. Klasifikasi
Kingdom :Animalia
Phylum :Chordata
Class :Amphibia
Order :Anura
Family :Rhacophoridae
Genus :Nyctixalus
Spesies :Nyctixalus margaritifer
e. Estetika
a. Habitat
Hewan ini biasa bertempat tinggal pada pohon-pohon, seperti contohnya pohon kelapa dan
lain-lain.
b. Status
Hewan ini tergolong kedalam hewan yang jarang ditemukan untuk saat ini, dibandingkan
jenis kumbang yang lainnya yang masih tetap banyak di hutan, ladang hingga ke pemukiman.
c. Perilaku
Umumnya memiliki eksoskeleton sangat keras dan sayap depan keras (elytra). Exoskeleton
kumbang terdiri atas banyak lapisan yang disebut sklerit, dipisahkan oleh jahitan tipis. ... Seperti
semua serangga, tubuh kumbang dibagi menjadi tiga bagian: kepala, dada (toraks), dan perut
(abdomen).
d. Klasifikasi
Kingdom :Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Coleoptera
Family : Megalopodidae
Genus : Zeugophora
Spesies :Nvarians
e. Estetika
a. Habitat
Turbo marmoratus umumnya dikenal sebagai Turban sorban marmer, Turban shell hijau,
atau siput hijau atau di Maluku dikenal dengan nama Siput Batu Laga. Ini adalah siput laut dari
famili Turbinidae yang besar, dengan tempurung tebal dan operkulum besar mengkilat yang
menutup pintu belakang ketika hewan masuk ke dalam shell (cangkang) untuk keamanan dari
pemangsa atau ketika merasa terganggu.
b. Status
Turbo marmoratus telah menjadi fokus dari perikanan yang intens selama abad terakhir. Untuk
meningkatkan dan mengembalikan stok,, spesies ini telah menjadi fokus dari program budidaya di
negara-negara Indo-Pasifik Barat seperti Indonesia dan Vanuatu, dan juvenil telah diintroduksi ke
Tonga, Samoa dan Polinesia Perancis Samoa (Bell, J D and Gervis, M.,1999).
Dengan berbagai jenis keong yang ada di Indonesia dan permintaan keong laut yang besar dari
negara Eropa, Amerika, dan Jepang, maka pemerintah hendaknya dapat mendukung usaha untuk
tujuan ekspor baik dalam skala kecil dan skala menengah. Kampus dengan sumberdaya yang
dimilikinya adalah salah satu sumber ilmu yang diperlukan untuk dapat mengelola sumber daya
alam tersebut dan hanya dapat berperan efektif jika tersedia basis data tentang potensi dan peluang
pengembangannya.
c. Perilaku
Turbo marmoratus memiliki sifat seksual dimorfisme artinya jenis kelamin terpisah dan dapat
dibedakan secara morfologi. Sifat seksual ini dapat dilihat dari bentuk genital papila yang
berfungsi sebagai organ sex. Organ sex jantan berbentuk pipa dengan panjang sekitar 3 – 5 mm
berwarna jingga muda sedangkan organ betina bentuknya melebar menyerupai biji kacang dengan
ukuran 15 – 20 mm.
Siput hijau yang tinggal di habitat terumbu karang diperkirakan dewasa secara seksual pada
ukuran sekitar 110-120 mm. Pada penetasan di Tonga, individu dewasa yang menetas ukurannya
lebih kecil, yakni 70-90 mm. Pada garis lintang yang lebih tinggi, siput hijau muncul untuk
berkembang biak hanya pada bulan-bulan musim panas ketika suhu air lebih tinggi, tapi di lintang
rendah, hewan dewasa berkembang biak berulang kali sepanjang tahun (Yamaguchi, 1993).
Fekunditas meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran, tetapi telah diperkirakan sampai 7
juta telur pada bekicot betina yang memiliki berat sekitar 2-kg. Tidak seperti lola, telur dari siput
hijau tidak memiliki lapisan jelly.
Organ sex pada siput ini terlindung oleh cangkang sehingga untuk memeriksanya harus
dengan mengangkat cangkangnya dan membiarkan bagian tubuhnya yang lunak keluar dengan
memberikan siraman air laut lewat selang plastik pada bagian kepalanya. T. marmoratus
diperkirakan matang gonad pada umur 3 – 4 tahun dan pertumbuhan cangkangnya 2—3 cm
diameter pertahun.
Untuk bereproduksi, sperma laki-laki dan telur perempuan dilepaskan ke dalam kolom air di
mana mereka tumbuh dan berkembang menjadi larva planktonik yang umumnya menetap sampai
menjadi juvenil beberapa hari.
d. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Archaeogastropoda
Family : Turbinidae
Genus : Turbo
Species : marmoratus
Turbo marmoratus Linnaeus, 1758 adalah spesies dari Genus Turbo subgenus Lunatica
Röding, 1798
e. Estetika
Turbo marmoratus merupakan salah satu hasil perikanan di Kepulauan Solomon, Papua
Nugini dan Vanuatu. Spesies ini hidup di perairan dangkal atau perairan pasang surut daerah rataan
terumbu karang. Pada akhir tahun 1980-an nilai ekspor T. marmoratus dari Kepulauan Solomon
mencapai 3 ton/ tahun. Papua Nugini mengekspor T. marmoratus sebanyak 60 ton/tahun dalam
periode 1950-1984 dan Vanuatu mengekspor 21 ton/tahun antara tahun 1966-1982 (Robert et al.
1982 dalam Liemana 2002). Pemanfaatan yang intens ini merupakan tekanan yang sangat berat
terhadap salah sumberdaya perikanan ini. Menurut (Williams. S. 2004) Panen dunia T. marmoratus
diperkirakan :
• 800 ton pada tahun 1986
• ton pada tahun 1987 dan 1988
Hal ini terus dipancing oleh penggunaan shell nacreous (cangkang) untuk :
• pembuatan tombol
• Sebagai bahan tatahan untuk vernis, seni kerajinan tangan mebel dan perhiasan.
Operkulum berkapur yang berat besar juga bisa dijadikan sebagai barang kerajinan dan
perdagangan-shell. Daging hewan ini juga dapat dimakan dan merupakan makanan penting
nelayan dan masyarakat lokal di seluruh Indo-Pasifik Barat (Williams. S. 2004). Di beberapa
negara seperti Cina dan Jepang, bubuk cangkang digunakan sebagai bahan pengganti kalsium
karbonat untuk membuat tanah liat cair dalam produksi keramik. Campuran cangkang keong dan
kerikil dapat digunakan sebagai bahan pembuat beton dan semen. Selain itu, zat kapur dari
cangkang juga digunakan dalam industri lem atau perekat.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan dari laporan praktikum Identifikasi Sumberdaya Alam Sebagai Aspek
Sumberdaya Kegiatan Wisata yaitu:
1. Pada Analisis Vegetasi Tumbuhan Invasif di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai,
Sumatera Barat. Komposisi tumbuhan invasif di kawasan Cagar Alam Lembah Anai
terdiri dari 12 famili, 19 spesies dan 337 individu. Nilai penting tertinggi ditemukan pada
jenis Arenga obtusifolia yaitu 27,36%. Indeks keanekaragaman tumbuhan invasif
tergolong sedang yaitu 2,80.
2. Inventarisasi satwa terdiri dari satwa mamalia, burung, reptil, amfibi, serangga,
kupu-kupu, ikan dan satwa air lainnya. Estetika satwa dilihat dari tampilan fisik sebuah
satwa, tingkah laku atau suatu hal yang membuat satwa tersebut berbeda dengan satwa
lainnya.
3. Estetika satwa dilihat dari habitat dan populasi yang ditinggali, status IUCN,
perilaku satwa dan estetika satwa. Satwa mamalia yang memiliki estetika adalah Rusa
Bawean, pada jenis burung adalah elang gunung, jenis reptile adalah ular siput, jenis
amfibi adalah kodok puru-besar, jenis kupu-kupu adalah ideopsis hewitsoni dan jenis
ikan adalah kernadang
VI. DAFTAR PUSTAKA
Agustin N. Nilasari, JB. Suwasono Heddy, Tatik Wardiyati, 2013. Identifikasi Keragaman Morfologi
Daun Mangga (Mangifera Indica L.) Pada Tanaman Hasil Persilangan Antara Varietas
Arumanis 143 Dengan Podang Urang Umur 2 Tahun.
Anggraina Anna.2017. Karakteristik Buah Nangka (Artocarpus Heterophyllus Lamk) Siap Saji Yang
Dipasarkan Di Kota Palu. Karakter Fisik dan Kimia. Hal 279.
Anwar, J. SJ Damanik, N. Hisyam, AJ Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera.
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Batu laga, Siput hijau (Turbo marmoratus)https://faperik.wordpress.com/2011/06/03/siput-batu-
laga-turbo-marmoratus/
Biawak coklat (Varanus gouldi) https://gardaanimalia.com/wajib-tahu-13-jenis-biawak-dilindungi-di-
indonesia/
BIOTROP (Southeast Asian Regional for Trofical Biologi). Invasive Alien Spesies.
http:/ktmb.biotrop.org. diakses 30 juni 2016.
Burung-madu sepah-raja (Aethopyga siparaja) https://jenisburung.co/kolibri-sepah-raja-crimson-
sunbird-aethopyga-siparaja/
BKSDA. 2007. Buku Informasi kawasan Konservasi Provinsi Sumatera Barat. BKSDA Sumatera
Barat._______. 2008. Informasi Cagar Alam Lembah Anai.
BKSDA Sumatera Barat._______. 2012. Buku Informasi Kawasan Konservasi
Balai KSDA Sumatera Barat. BKSDA Sumatera Barat.
Cooper, R. B. (2016, June 7 ). Active Searching : As a fauna survey techique. Retrieved from
eianz: https://www.eianz.org/document/item/3409 (diakses tanggal 22 maret 2019 19:40
WIB)
Cronguist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plant. Colombia
University Press. New York.
Departemen Kehutanan. 2002. Data dan Informasi
Kehutanan Provinsi Sumatera Barat. Jakarta
Dinas Pariwisata. 2015. Provinsi Sumatera Barat.
Kepariwisataan Provinsi Sumatera Barat.
Heddy, S. 1994. Pengantar Ekologi. Jakarta: Rajawali Press. IUCN Red List. (2018, November
14). IUCN . Retrieved from IUCN Red List of Threatened Species:
https://www.iucnredlist.org/
Herry, F. 2006. Kawasan Konservasi Lembah Anai. http://pioda.multiply. com/reviews /item/5.
Diakses 05 Januari 2016.
[HIMAKOVA] Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata. 2012.
Laporan Eksplorasi Dan Inventarisasi Keanekaragaman Mamalia Di Hutan Pendidikan
Gunung Walat (HPGW). Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.