Anda di halaman 1dari 70

PENDUGAAN POPULASI BURUNG RANGKONG (Bucerotidae)

DI KAWASAN RESORT BENU HULU SPTN III


TAMAN NASIONAL BERBAK SEMBILANG

SKRIPSI

RARA RAMIATY

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021

i
PENDUGAAN POPULASI BURUNG RANGKONG (Bucerotidae)
DI KAWASAN RESORT BENU HULU SPTN III
TAMAN NASIONAL BERBAK SEMBILANG

RARA RAMIATY

Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Program Studi Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Jambi

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang
berjudul “ Pendugaan Populasi Burung Rangkong (Bucerotidae) di Kawasan
Resort Benu Hulu SPTN III Taman Nasional Berbak Sembilang “. Proposal
penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi tingkat
Sarjana Kehutanan pada Fakultas PertanianUniversitas Jambi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.
Drs. H. Asrizal Paiman, M.Si, IPM dan Ibu Cory Wulan, S.Hut., M.Si selaku
dosen pembimbing skripsi I dan II yang telah memberikan saran dan arahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam


penyusunan dan penulisan proposal skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak untuk
menyempurnakan proposal skripsi ini serta untuk meningkatkan kemampuan
penulisan dalam penulisan karya ilmiah di kemudian hari. Oleh karena itu, penulis
berharap semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, 2021

Rara Ramiaty

i
RINGKASAN

PENDUGAAN POPULASI BURUNG RANGKONG (Bucerotidae) DI


KAWASAN RESORT BENU HULU SPTN III TAMAN NASIONAL
BERBAK SEMBILANG (Rara Ramiaty di bawah bimbingan Ir. Drs. H. Asrizal
Paiman, M.Si., I.PM dan Cory Wulan, S.Hut., M.Si).

Rangkong adalah salah satu jenis burung yang paling menarik di Asia. Burung ini
memiliki tubuh yang besar dan warna yang bervariasi, ciri yang dimiliki burung
rangkong adalah ukuran tubuhnya yang besar dengan panjang total antara 381
sampai 1600 mm. Burung rangkong memiliki paruh yang sangat besar dan kokoh
tetapi ringan yang dinamakan hornbill yang memiliki warna merah atau kuning,
melengkung dan beberapa menyerupai cula. Burung rangkong menempati tipe
habitat hutan, baik hutan primer maupun hutan sekunder (Ayat, 2011). Tipe
habitat tersebut harus terdapat sumber pakan dan air yang dijadikan sebagai
tempat makanan bagi burung rangkong. Ketersedian pakan pada kawasan hutan
sangat mempengaruhi kehadiran burung rangkong pada suatu habitat. Resort Benu
Hulu merupakan resort yang terletak di bagian barat atas kawasan Sembilang
dengan luas 42,536.13 Ha. penelitian ini bertujuan untuk menduga populasi
burung rangkong (Bucerotidae) yang ada di Kawasan Resort Benu Hulu SPTN III
Taman Nasional Berbak Sembilang.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitif. Data diambil dengan metode
IPA (Indices Ponctuele d’Abudance – Indeks Kelimpahan pada Titik) dan metode
(Transect) jalur (Bibby, 2000). Penentuan jalur pengamatan dilakukan secara
purposive sampling yaitu lokasi sampel ditentukan secara sengaja dengan
pertimbangan keberadaan dan sarang burung rangkong. Pelaksanaan pengamatan
dilakukan diam pada titik yang telah ditentukan kemudian mencatat perjumpaan
terhadap burung. Parameter yang diukur yaitu jenis, jumlah dan waktu
perjumpaan. Rentang waktu pengamatan dilakukan selama ±40 menit, 15 menit
untuk pengamatan disetiap titik dan ±25 menit adalah waktu untuk berjalan ke
titik pengamatan selanjutnya.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pendugaan populasi burung rangkong
di 4 stasiun pada Kawasan Resort Benu Hulu dapat diperoleh ada 4 (empat) jenis
dari 17 individu burung rangkong Famili Bucerotidae. diantaranya kangkareng
hitam (Anthracoceros malayanus) sebanyak 3 individu, julang jambul hitam
(Aceros corugatus) sebanyak 8 individu, enggang khilingan (Annorhinus
galeritus) sebanyak 2 individu, dan julang emas (Aceros undulatus) sebanyak 4
individu. Hasil kepadatan burung rangkong dari keseluruhan kawasan stasiun
adalah 21,25 individu/Km². Jadi kepadatan populasi burung rangkong tersebut
memberikan gambaran bahwa kondisi habitat di wilayah Resort Benu Hulu sangat
mendukung burung rangkong untuk hidup dan berkembang biak karna
terdapatnya pohon pakan dan pohon besar.

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ i
RINGKASAN............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. v
DAFTAR TABEL...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. vii

I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 5

II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 6


2.1 Kondisi Umum Resort Benu Hulu.................................................. 6
2.2 Populasi........................................................................................... 7
2.3 Deskripsi Burung Rangkong........................................................... 9
2.4 Data Parameter Populasi................................................................. 11
2.5 Kondisi habitat Burung Rangkong.................................................. 16
2.6 Gangguan dan Ancaman Terhadap Burung.................................... 18
2.7 Penelitian Terdahulu....................................................................... 19

III. METODE PENELITIAN................................................................... 21


3.1 Lokasi dan Tempat Penelitian......................................................... 21
3.2 Alat dan Objek................................................................................ 21
3.3 Prosedur Penelitian......................................................................... 22
3.4 Jenis Data........................................................................................ 23
3.5 Metode Pengumpulan Data............................................................. 23
3.5.1 Survey pendahuluan..................................................................... 23
3.5.2 Peletakan plot sampling............................................................... 23
3.6 Analisis Data................................................................................... 25
3.6.1 Kepadatan populasi...................................................................... 25
3.6.2 Sex Ratio...................................................................................... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 27


4.1 Populasi Burung Rangkong............................................................ 27
4.1.1 Jenis burung rangkong yang ada di Resort Benu Hulu................ 27
4.1.2 Kepadatan populasi burung rangkong ........................................ 33
4.1.3 Nisbah kelamin (Sex ratio).......................................................... 36
4.1.4 Struktur umur burung rangkong................................................... 37

iii
4.2 Jenis dan Pohon Pakan Burung Rangkong..................................... 38
4.2.1 Pohon bertengger burung rangkong............................................. 38
4.2.2 Jenis Pakan burung rangkong...................................................... 39

V. PENUTUP............................................................................................ 41
5.1 Simpulan......................................................................................... 41
Saran................................................................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 42
LAMPIRAN……………………………………………………………… 45

iv
DAFTAR GAMBAR

Tabel Halaman
2.1 Burung Rangkong (Bucerotidae)........................................................... 11
3.1 Peta Lokasi Penelitian di Resort Benu Hulu
Taman Nasional Berbak Sembilang....................................................... 21
3.2 Peta Lokasi Stasiun Penelitian Resort Benu Hulu................................. 24
3.3 Desain Titik Penelitian Burung Rangkong............................................ 25
4.1 Jenis Burung Rangkong Yang Terdapat di Resort Benu Hulu.............. 28
4.2 Kondisi Vegetasi Hutan Yang Terdapat di Resort Benu Hulu.............. 29
4.3 Grafik Jumlah Spesies Rangkong Pada Setiap Titik Pengamatan......... 32
4.4 Jenis Pakan Burung Rangkong di Resort Benu Hulu............................ 40

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1.1 Daftar Burung Rangkong di Indonesia dan Status Konservasi.............. 4
2.1 Daftar Burung Rangkong di indonesia Penyebaran dan Statusnya........ 10
2.2 Jenis Rangkong Berdasarkan Struktur Umur......................................... 12
2.3 Penelitian Terdahulu.............................................................................. 19
3.1 Alat yang digunakan Selama Penelitian................................................. 22
4.1 Jenis Burung Rangkong di Resort Benu Hulu....................................... 27
4.2 Komposisi Jenis Kelamin Burung Rangkong di Resort Benu Hulu...... 36
4.4 Jenis Pohon Tempat Burung Rangkong Bertengger.............................. 38

vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman

1. Peta Kawasan Resort Benu Hulu................................................................ 45


2. Peta Lokasi Stasiun Penelitian Resort Benu Hulu...................................... 46
3. Tally Sheet Pengamatan Burung Rangkong................................................ 47
4. Jenis Burung Rangkong............................................................................... 48
5. Jenis burung dan hewan lainnya di Resort Benu Hulu................................ 51
6. Pohon Bertengger Burung Rangkong.......................................................... 54
7. Foto Dokumentasi........................................................................................ 56

vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rangkong adalah salah satu jenis burung yang paling menarik di Asia.
Burung ini memiliki tubuh yang besar dan warna yang bervariasi, ciri yang
dimiliki burung rangkong adalah ukuran tubuhnya yang besar dengan panjang
total antara 381 sampai 1600 mm. Burung rangkong memiliki paruh yang sangat
besar dan kokoh tetapi ringan yang dinamakan hornbill yang memiliki warna
merah atau kuning, melengkung dan beberapa menyerupai cula. sehingga
keberadaan burung ini lebih mudah teramati dari pada kebanyakan burung
lainnya. Meskipun rangkong telah menjadi ikon di hutan tropis Asia, hanya
sebagian kecil saja yang menyadari peran penting rangkong ini dalam penyebaran
biji tumbuhan tropis. Rangkong memiliki peran yang sangat penting dalam
menjaga hutan tropis yang sehat dan beragam (Kitamura, 2010).
Burung rangkong menempati tipe habitat hutan, baik hutan primer maupun
hutan sekunder (Ayat, 2011). Tipe habitat tersebut harus terdapat sumber pakan
dan air yang dijadikan sebagai tempat makanan bagi burung rangkong.
Ketersedian pakan pada kawasan hutan sangat mempengaruhi kehadiran burung
rangkong pada suatu habitat. keberadaan vegetasi pohon sebagai habitat bersarang
dan sumber pakan merupakan dua hal yanag sangat penting bagi kelestarian
burung rangkong. Kondisi vegetasi yang beragam menyediakan berbagai makanan
yang diperlukan oleh burung rangkong. Burung rangkong menyukai habitat hutan
yang lebat dengan banyak pohon buah-buahan. Hutan primer yang masih banyak
dijumpai pohon-pohon besar untuk bersarang sangat disukai. burung rangkong
juga dapat hidup berdampingan dengan primata di sebuah yang berubah.
Di hutan hujan tropis Indonesia, rangkong sangat membutuhkan buah
beringin (Ficus spp.) (Anggriawan et al., 2015). Ficus menghasilkan buah
sepanjang tahun dan dijadikan pakan oleh sebagian besar satwa frugivory. Ficus
adalah tumbuhan kunci yang sangat potensial untuk menopang kehidupan satwa
frugivory pada saat musim kelangkaan (Kattan & Valenzuela, 2013). Ficus adalah
pakan yang paling disukai rangkong yang termasuk dalam famili Moraceae.
Populasi rangkong juga terlihat meningkat selama bulan-bulan ketika buah ara
melimpah), kategori buah yang dapat dimakan oleh rangkong adalah buah kecil

1
yang termasuk jenis-jenis Ficus dalam jumlah banyak dan dari jenis-jenis non-
Ficus adalah stone seeds atau buah yang memiliki batu. Dari 600 jenis pohon
Ficus yang ada, 200 jenis diantaranya merupakan pakan rangkong. Anggriawan et
al., (2015) mengatakan bahwa nutrisi yang terdapat pada Ficus diperkirakan dapat
mencukupi serta merupakan sumber kalsium yang baik bagi satwa termasuk
rangkong.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi dan salah satu keanekaragaman hayati tersebut adalah
keanekaragaman jenis burung yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia.
Indonesia memiliki 1598 jenis burung, 372 jenis diantaranya merupakan jenis
burung endemik atau hanya ditemukan pada satu daerah dan terdapat 149 jenis
burung migran (Rachmawati, 2013). Burung rangkong merupakan salah satu
burung yang terdapat di Indonesia. (Rahayuningsih, et al. 2012).
Sumatera adalah salah satu pulau yang menjadi habitat bagi rangkong ada
sembilan jenis rangkong yang dapat ditemukan di pulai ini yaitu, Julang Emas
(Aceros undulatus), Julung Jambul-Hitam (Aceros corrugatus), Kangkareng
Hitam (Anthracoceros malayanus), Rangkong Badak (Buceros rhinoceros),
Rangkong Papan (Buceros bicornis), Enggang Jambul (Aceros comatus),
Rangkong Gading (Rhinoplax vigil), Kangkareng Perut-Putih (Anthracoceros
albirostris), dan Enggang Klihingan (Anorrhinus galeritus). (Kemp dan
Hadiprakarsa, 2010).
Burung rangkong di Sumatera tersebar merata ke seluruh hutan-hutan alam
mulai dari ujung utara sampai ujung selatan sumatera, namun saat ini sebarannya
terbatas pada kawasan lindung, taman nasional, kawasan konservasi lainnya, dan
beberapa daerah yang masih berhutan. Beberapa jenis memiliki sebaran yang
sangat luas seperti julang emas (Rhyticeros undulatus) dan kangkareng perut putih
(Anthracoceros albirostris), kedua jenis tersebut biasa ditemukan di banyak lokasi
di Sumatera maupun di pulau lainnya. Terdapat pula jenis yang memiliki sebaran
terbatas karena habitatnya yang spesifik seperti julang jambul hitam (Aceros
corrugatus) dan rangkong papan (Buceros bicornis) yang hanya menghuni hutan
dataran rendah, hutan perbukitan, dan hutan rawa.

2
Resort Benuh Ulu merupakan resort yang terletak di bagian barat atas
kawasan Sembilang dengan luas 42,536.13 Ha. Resort ini didominasi oleh hutan
rawa primer (46.57%) hutan rawa sekunder (10.02%) dan sedikit hutan mangrove
baik primer (1.10%) dan sekunder (1.21%). Hutan rawa primer merupakan hutan
yang nampak diseluruh daerah berawa-rawa, termasuk rawa gambut yang belum
menampakan tanda penebangan. Sedangkan hutan rawa sekunder merupakan
hutan yang nampak diseluruh daerah berawa-rawa yang telah menampakan bekas
penambangan. Resort ini memiliki potensi satwa liar seperti jenis burung
rangkong (Bucerotidae), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), bangau strom
(Ciconia strom), sempidan merah (Lophura eryhtrophthalma) dan lainnya. (Balai
Taman Nasional Berbak. 2019).
Resort Benu Hulu termasuk kawasan rawan dari gangguan perburuan satwa,
penangkapan ikan tanpa izin dan kebakaran hutan. Pada tahun 2015 terdapat
kawasan terbakar seluas 963.63 ha yang berada dibagian tengah kawasan.
Penyebab kebakaran kemungkinan berasal dari pengasapan ikan kelompok orang
pencari ikan yang berada di dalam hutan. Akibat terjadinya kebakaran hutan dapat
berkurangnya luasan hutan, hal ini menyebabkan penurunan populasi burung
rangkong, di karena kan pada kawasan Resort Benu Hulu terdapat pohon pohon
besar tempat rangkong berlindung, bersarang dan sebagai sumber pakan.
Kehadiran rangkong memiliki hubungan positif tak terpisahkan dengan hutan.
(Balai Taman Nasional Berbak, 2019).
Berdasarkan hasil patroli yang sering dilakukan oleh pihak Taman Nasional
Berbak Sembilang, bahwa kawasan Resort Benu Hulu banyak di temukan tanda-
tanda keberadaan dari burung rangkong dan berdasarkan habitat dari tutupan
lahan yang masih aktif sekunder mendekati primer. Namun pada saat ini burung
rangkong menghadapi ancaman kepunahan dan penurunan populasi yang
disebabkan oleh beberapa faktor seperti berkurangnya jenis tumbuhan yang
menjadi sumber pakan, perburuan, kebakaran hutan dan penebangan pohon secara
liar yang semakin tidak terkendali. Akibat dari pemburuan tersebut populasi
rangkong berkurang, hingga dimanfaatkan oleh pemburu untuk di jual khususnya
China sebagai negara pengimpor dengan permintaan terbesar sebagai aksesories.

3
Menurut PP No.7/1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa adalah
bagian dan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya sehingga
kelestariannya perlu dijaga melalui upaya pengawetan jenis. Seluruh jenis
rangkong (Bucerotidae) merupakan satwa yang dilindungi. Menurut Daftar Merah
IUCN, rangkong termasuk spesies yang hampir mengalami kelangkaan. CITES
juga mengklasifikasikan satwa burung ini ke dalam kategori Appendix II (spesies
yang dilarang untuk perdagangan komersial internasional karena hampir
mengalami kelangkaan, kecuali jika perdagangan tersebut tunduk pada peraturan
ketat, sehingga pemanfaatan yang tidak sesuai dapat dihindari) (Widjojo, 2011).
Tabel 1.1 Daftar Burung Rangkong di Indonesia dan Status Konservasi
CITES
No. Nama Indonesia Status UU IUCN
(Appendix)

P.106/2018 dan
1. Rangkong Gading I Terancam kritis
PermenLHK No. 20/2018

P.106/2018 dan
2. Julang Sulawesi II Rentan
PermenLHK No. 20/2018

P.106/2018 dan
3. Julang Emas II Rentan
PermenLHK No. 20/2018

Julang Jambul P.106/2018 dan


4. II Terancam punah
Hitam PermenLHK No. 20/2018

P.106/2018 dan
5. Julang Papua II Berisiko rendah
PermenLHK No. 20/2018

P.106/2018 dan
6. Julang Sumba II Rentan
PermenLHK No. 20/2018

P.106/2018 dan
7. Kangkareng Hitam II Rentan
PermenLHK No. 20/2018

Kangkareng P.106/2018 dan


8. II Rentan
Sulawesi PermenLHK No. 20/2018

Kangkareng Perut P.106/2018 dan


9. II Berisiko rendah
Putih PermenLHK No. 20/2018

P.106/2018 dan
10. Enggang Khilingan II Hampir terancam
PermenLHK No. 20/2018

P.106/2018 dan
11. Enggang Cula II Rentan
PermenLHK No. 20/2018

12. Enggang Papan P.106/2018 dan I Rentan

4
PermenLHK No. 20/2018

P.106/2018 dan
13. Enggang Jambul II Terancam punah
PermenLHK No. 20/2018

Sumber: Sukmantoro et al., 2007


Ket :
I = Spesies mendekati kepunahan, pemanfaatan spesies perluang perlakuan intensif yang ketat
II = Spesies langka, pemanfaatan spesies perlu pengawasan intensif

Seperti diketahui, rangkong mempunyai peranan penting pada rantai makanan


yaitu sebagai penyebar biji, sehingga keberadaan rangkong bergantung penuh
pada kondisi habitat yang mendukung dan stabil. Minimnya data tentang kondisi
populasi terhadap keberadaan spesies burung rangkong menyebabkan lemahnya
fungsi kontrol terhadap kondisi populasi burung rangkong. Kondisi ini jelas akan
mempercepat penurunan populasi burung rangkong.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian pendugaan
populasi burung rangkong karena rangkong dapat dijadikan indikator pelestarian
hutan dengan mengetahui populasi dan keberadaannya.
Oleh karena itu, untuk mendugai kondisi populasi burung rangkong di Taman
Nasional maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pendugaan
Populasi Burung Rangkong (Bucerotidae) di Kawasan Resort Benu Hulu SPTN
III Taman Nasional Berbak Sembilang. Selain itu, hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai database jumlah individu dan kepadatan populasi burung
rangkong (Bucerotidae) di Kawasan Resort Benu Hulu SPTN III Taman Nasional
Berbak Sembilang.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dugaan
populasi burung rangkong (Bucerotidae) di Kawasan Resort Benu Hulu SPTN III
Taman Nasional Berbak Sembilang.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk menduga populasi burung rangkong
(Bucerotidae) yang ada di Kawasan Resort Benu Hulu SPTN III Taman Nasional
Berbak Sembilang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

5
II.1 Kondisi Umum Resort Benu Hulu
Taman Nasional Berbak Sembilang merupakan penggabungan dari dua
Taman Nasional yaitu Taman Nasional Berbak dan Taman Nasional Sembilang.
Salah satu alasan pengabungan tersebut adalah karena adanya kesinambungan
secara lanskep dari kedua taman nasional tersebut. Selain sebagai salah satu
lanskep utama populasi harimau sumatra, Taman Nasional Berbak Sembilang juga
telah ditetapkan sebagai situs Ramsar karena memiliki kawasan lahan basah yang
sangat bernilai konservasi.
Taman Nasional Berbak Sembilang terletak antara 103°48´ - 104°28´ Bujur
Timur dan 1°05´ - 1°40´ Lintang Selatan. Secara geografis kawasan ini berbatasan
langsung di sebelah Timur dengan desa-desa yang masuk dalam wilayah
Kecamatan Sadu, di sebelah Barat dengan Sungai Berbak, Taman Hutan Raya
(Tahura) Orang Kayo Hitam dan Hutan Lindung Gambut (HLG), di sebelah Utara
dengan desa-desa di Kecamatan Sadu, di sebelah Selatan dengan kawasan Taman
Nasional Sembilang Provinsi Sumatra Selatan. Kawasan Taman Nasional Berbak
dengan luas 141.261,94 ha membentang pada dua kabupaten, yaitu Kabupaten
Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Sebagai
kawasan Pelestarian Alam, TN Berbak kaya dengan ekoton perairan darat yang
merupakan sistem ekologi yang masih belum banyak diketahui.
Taman Nasional Berbak Sembilang terletak di pesisir timur provinsi
Sumatera Selatan yang secara geografis berada pada 104°14´-104°54´ Bujur
Timur dan 1°53´-2°27´ Lintang Selatan. Kawasan ini secara administratif
pemerintahan termasuk wilayah Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin,
Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis kawasan ini berbatasan langsung di
sebelah Utara dengan Desa Tanah Pilih dan Sungai Benu Hulu yang selanjutnya
sebagai ruas sungainya dijadikan batas alam antara Provinsi Sumatera Selatan dan
Provinsi Jambi, di sebelah Timur dengan Selat Bangka, Sungai Banyuasin dan
Pelabuhan Tanjung Api-Api, di sebelah Selatan dengan Sungai Banyuasin, Sungai
Air Calik, Sungai Lalan, Desa Tabala Jaya, Desa Majuria, Desa Jatisari, Desa
Sungsang IV, Perkebunan PT. Citra Indo Niaga dan PT. Raja Palma, di sebelah
Barat dengan Hutan Produksi yang belum dibebani hak dan yang sudah dibebani

6
hak yakni PT. Rimba Hutani Mas, PT. Sumber Hijau Permai, juga kawasan
transmigrasi Kranag Agung (Kabupaten Musi Banyuasin).
Resort Benu Hulu merupakan resort yang terletak di bagian barat atas
kawasan Sembilang dengan luas 42,536.13 Ha. Resort ini didominasi oleh hutan
rawa primer (46.57%) hutan rawa sekunder (10.02%) dan sedikit hutan mangrove
baik primer (1.10%) dan sekunder (1.21%). Hutan rawa primer merupakan hutan
yang nampak diseluruh daerah berawa-rawa, termasuk rawa gambut yang belum
menampakan tanda penebangan. Sedangkan hutan rawa sekunder merupakan
hutan yang nampak diseluruh daerah berawa-rawa yang telah menampakan bekas
penambangan. Resort ini memiliki potensi satwa liar seperti jenis burung
rangkong (Bucerotidae), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), bangau strom
(Ciconia strom), sempidan merah (Lophura eryhtrophthalma) dan lainnya. (Balai
Taman Nasional Berbak, 2019).

2.2 Populasi
1. Pengertian Kepadatan Populasi
Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu
spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan induknya.
Parameter demografi populasi adalah suatu ciri kuantitatif yang mengekspresikan
karakteristik suatu populasi. Kepadatan populasi merupakan ukuran populasi
dalam hubungannya dengan suatu unit ruang. Populasi burung rangkong di
Indonesia sangat tinggi dibandingkan di negara lain. Indonesia merupakan negara
yang paling banyak memiliki jenis burung Rangkong. Dari 45 spesies burung
rangkong yang terdapat di seluruh dunia, 13 diantaranya terdapat di Indonesia.
Secara umum digambarkan sebagai jumlah individu, atau biomassa populasi,
perunit luas atau volume. Nilai kepadatan diperlukan karena dapat menunjukkan
kondisi daya dukung habitatnya (Alikodra 1990). Jumlah individu dalam populasi
hewan tidak ada yang selalu konstan. Kelimpahan populasi sejalan dengan waktu
akan mengalami perubahan akibat beberapa faktor yang menjadi parameter
populasi yaitu natalitas, mortalitas, imigrasi, dan emigrasi (Kramadibrata 1996).
Menurut Tarumingkeng (1994) sepanjang kehidupan suatu populasi,
kepadatannya akan berubah-ubah. Hal ini dapat dimungkinkan karena faktor
kekurangan sumber pakan, fragmentasi habitat atau terkena bencana alam.

7
Kepadatan populasi yang bervariasi menurut wilayah dan tipe hutan dipengaruhi
oleh makanan, kondisi habitat, dan predator. Komponen fisik dan biotik hutan
akan membentuk suatu sistem yang dapat mengendalikan kehidupan satwa liar
(Alikodra 1990).
2. Ciri-ciri Dasar Populasi
Ada dua ciri dasar populasi yaitu; Pertama, ciri biologi, merupakan ciri yang
dipunyai oleh individu-individu pembangun populasi itu. Kedua, ciri statistik
merupakan ciri uniknya sebagai himpunan atau kelompok individu-individu
(Kramadibrata 1996).
a. Ciri-ciri biologi
Seperti halnya suatu individu organisme, suatu populasi memiliki beberapa
ciri yaitu:
1) Mempunyai struktur dan organisasi tertentu, sifatnya ada yang konstan
dan ada pula yang mengalami perubahan sejalan dengan waktu (umur).
2)Mempunyai ontogeni, atau sejarah perkembangan kehidupan (lahir,
tumbuh, berdiferensiasi, mati).
3) Dapat dikenai dampak faktor-faktor lingkungan dan dapat memberikan
respon terhadap faktor lingkungan.
4) Mempunyai hereditas.
5) Terintegrasi oleh faktor-faktor herediter (genetik) dan lingkungan
(ekologi).
b. Ciri-ciri statistik
Ciri statistik atau ciri himpunan (kelompok) merupakan ciri yang tidak
dipunyai oleh suatu individu organisme. Ciri statistik timbul sebagai akibat dari
aktivitas kelompok individu-individu yang berinteraksi. Ciri statistik itu adalah:
1) Kelimpahan dan kerapatan populasi.
2) Sebaran (struktur) umur.
3) Dispersi (sebaran individu-individu intra-populasi).
4) Genangan Gen (“Gen pool”) populasi.
Ditinjau secara lebih luas, sebenarnya kelimpahan populasi suatu spesies itu
mengandung dua aspek yang berbeda, yaitu aspek intensitas dan aspek prevalensi.
Intensitas menunjukan aspek tinggi-rendahnya kerapatan populasi dalam area-

8
area yang dihuni spesies. Prevalensi menunjukan jumlah dan ukuran area-area
yang ditempati spesies dalam konteks daerah yang lebih luas (misalnya masalah
sebaran). Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi dapat lebih sering
dijumpai karena daerah penyebarannya luas maka spesies itu mudah ditemukan
dimana-mana. Berbeda halnya dengan spesies yang prevalensinya rendah, yang
daerah penyabarannya terbatas di tempat tertentu saja. Aspek tersebut menjadi
prioritas perhatian dalam melakukan upaya-upaya kelestarian spesies hewan
langka yang terancam kepunahan.

2.3 Deskripsi Burung Rangkong


Menurut MacKinnon et al. (2010), burung rangkong diklasifikasikan sebagai
berikut: Kingdom (Animalia), Phylum (Chordata), Subphylum (Vertebrata), Class
(Aves), Super ordo (Neognathae), Ordo (Coraciiformes), Familuy (Bucerotidae).
Enggang klihingan memiliki ciri bulu utama hitam dan ekornya dua warna.
Betina memiliki paruh kekuningan suram. Enggang jambul memiliki ekor panjang
berwarna putih, jambulnya kucel berwarna putih, ujing sayap putih. Betina bagian
bawahnya berwarna hitam. Julang jambul hitam memiliki ciri jantan tanduk
merah, mahkota hitam, pangkal ekor hitam, ekor biasanya bernoda kekuningan.
Julang emas kulit sekitar mata merah jambu, paruh bawahnya berkerut, pada
kantung tenggorokan ada garis berwarna hitam biru gelap. Julang dompet
berukuran lebih kecil dari julang emas, tidak ada kerutan pada paruh bawahnya,
juga tidak ada garis gelap pada kantung tenggorokannya.
Kangkareng hitam bulu utama hitam,ujung putih pada ekor. Tanduk pada
jantan berwarna gading dan betina hitam, kadang-kadang mempunyai garis putih
mulai dari mata sampai tengkuk. Kangkareng perut putih perut dan totol di bawah
mata berwarna putih, tanduk pada betina lebih kecil dan lebih kehitaman dari pada
jantan. Rangkong badak jantan memiliki tanduk melengkung ke atas, ekor
bergaris hitam. Pada betina mirip dengan jantan, tetapi matanya berwarna keputih-
putihan sampai biru pucat. Rangkong papan pada jantan memiliki tanduk datar
berwarna kuning, sayap bergaris pucat, ekor bergaris hitam. Betina mirip jantan,
mata putih, pada tanduk terdapat warna hitam lebih banyak. Rangkong gading
memiliki ciri jantan bulu ekor sangat panjang, kulit leher merah tidak berbulu dan
pada betina leher berwarna biru pucat.

9
Terdapat 45 jenis burung rangkong yang tersebar luas di seluruh dunia. Di
Indonesia terdapat 13 jenis yang terdiri dari 7 genus yaitu: Annorhinus,
Penelopides, Berenicornis, Rhyticeros, Anthracoceros, Buceros, dan Rhinoplax
yang tersebar luas di hutan-hutan Sumatera (9 jenis), Jawa (3 jenis), Kalimantan
(8 jenis), Sulawesi (2 jenis) dan Irian Jaya (1 jenis) (Sukmantoro et al, 2007).
Tabel 2.1 Daftar burung rangkong di Indonesia beserta daerah penyebarannya

No. Nama Ilmiah Nama Inggris Nama Indonesia Daerah


Penyebaran
1. Rhinoplax Hermeted Hornbill Enggang Raja S,K
(Buceros vigil)
2. Anthracoceros Asian Piet Hornbill Kangkareng Peru J,S
albirostris Putih
3. Rhyticeros Knobbed Hornbild Julang Sulawesi SUL
cassidix
4. Rhyticeros Wreathred Hornbill Julang Coklat J,K,S
undulatus
(Aceros
undulatus)
5. Rhyticeros Wrinkled Hornbill Julang Hitam S,K
corrugatus
6. Rhyticeros everitti Sumba Hornbill Julang Sumba NT (Sumba)
7. Rhyticeros Blythis Hornbill Julang Irian Maluku,Irian
plicatus
8. Annorhinus Bush-created Kangkareng Abu S,K
galeritus Hornbill
9. Penelopides Sulawesi Hornbill Julang Sulawesi Sul
exhalarus
10. Berenicornis White-croowned Enggang Putih S,K
cornatus Hornbill
11. Anthracocerus Black Hornbill Kangakreng S,K
malayanus Hitam
12. Buceros Rhinoceros Hornbill Rangkong Badak J,S,K
rhinoceros
13 Buceros bicornis Great Hornbill Rangkong Papan S
Sumber: Sukmantoro et al., 2017
Keterangan:
S = Sumatera
K = Kalimantan
J = Jawa
NT = Nusa Tenggara
Sul = Sulawesi

10
Gambar 2.1 Burung rangkong (Bucerotidae).
(Sumber: Orientalbird image, 2016)

Keterangan:
1. Buceros vigil (Rangkong gading)
2. Rhyticeros everetti (Julang sumba)
3. Aceros corugatus (Julang jambul hitam)
4. Buceros bicornis (Rangkong papan)
5. Penelopides exarhatus (Kangkareng sulawesi)
6. Aceros comatus (Enggang jambul)
7. Buceros rhinoceros (Rangkong badak)
8. Annorhinus galeritus (Enggang kilingan)
9. Anthracoceros malayanus (Kangkareng hitam)
10. Rhyticeros plicatus (Julang papua)
11. Aceros undulatus (Julang Emas)
12. Aceros cassidix (Julang sulawesi)
13. Anthracoceros albirostris (Kangkareng perut putih)

2.4 Data Parameter Populasi


Data yang diperoleh dianalisis deskriptif mengenai struktur umur dan rasio
jantan dengan betina.

11
Tabel 2.2 Jenis rangkong berdasarkan struktur umur
No Rangkong Jantan Rangkong Betina
.

1. Enggang Khilingan

Enggang khilingan memiliki panjang Sedangkan pada individu betina dapat


tubuh sekitar 60-65 cm. dibedakan dari warna iris mata yang mana
Paruhnyaberwarna gelap, sayap dan
punggung berwarna hitam, sedangkan pada betina berwarna hitam. Suara
warna bagian ekornya gradasi coklat tua enggang khilingan lebih berisik daripada
keabu-abuan dan hitam pada bagian enggang lainnya.
ujung. Bagian perut merekan bewarna
coklat keabu-abuan dan tidak ada bulu
pada bagian leher atas dan sekeliling
mata. Enggang janta dan betina dapt
dibedakan dari warna iris mata, dimana
individu jantan berwarna merah.

2. Rangkong Badak

Rangkong badak mempunyai ciri khas Sedangkan pada individu betina dewasa
berupa warna tubuh yang memiliki iris mata berwarna putih-
hitam,kepala,punggung,sayap dan dada. kebiruan dan balung tanpa tanda hitam.
Namun bagian perut dan paha berwarna
putih. Bagian ekor yang juga berwarna
putih, terdapat garis hitam lebar
melintang di bagian tengahnya. Burung
ini tergolong besar dengan panjang tubuh
80-90 cm. Paruhnya berwarna kuning
berpangkal merah. Di atas paruh,
terdapat balung besar berwarna sama
dengan bentuk silider melengkung ke
atas. Individu jantan dewasa dapat
dikenali dengan tanda hitam pada bagian

12
balung dan warna merah pada iris mata.

3. Rangkong Papan

Rangkong papa memiliki panjang tubuh Sedangkan pada individu berukuran lebih
95-105 cm dan berat 2,1–3,4 kg. kecil, kulit circumorbital merah, iris mata
Balungnya berwarna kuning tua, berwarna keputih-putihan dan tidak ada
berbentuk gepeng melebar dan cekung ke tanda hitam pada paruh.
atas dengan ujung bercabang. Paruhnya
cukup besar dan panjang, mereka
memiliki warna bulu dominan
hitam,wajah,punggung dada bagian
bahwa dan sayap. Individu jantan dapat
idbedakan melalui ciri fisiknya ketika
usia dewasa. Individu jantan memiliki
circumorbital (kulit di lingkaran mata
berwarna hitam dan iris mata berwarna
merah.

4. Julang Jambul Hitam

Panjang tubuh Julang Jambul Hitam Sedangkan pada individu betina terdapat
berukuran 65-70 cm. Jantan dan betina balung yang berwarna kuning dengan
dapat dibedakan dari warna balungnya, ukuran lebih kecil. Untuk paruh sama-
dimana balung jantan berwarna merah. sama berwarna kuning, dan bagian
Sementara untuk paruh jantan sama- tenggorokan juga bervariasi yaitu betina
sama berwarna kuning. Bagian berwarna gradasi putih-biru.
tenggorokannya juga memiliki variasi
yaitu, sang jantan berwarna putih.

5. Kangkareng Perut Putih

13
Tubuh kangkareng perut putih berukuran Sementara untuk betina memiliki ciri yang
55-60 cm. Kapala,leherdada bagian sama seperti jantan, yaitu tubuh
atas,punggung, dan sayap berwarna kangkareng perut putih berukuran 55-60
hitam. Perut dan kaki atas berwarna cm.Kapala,leher,dadabagianatas,punggung,
putih. Paruh mulai terbentuk pada bulan dan sayap berwarna hitam. Perut dan kaki
usia 1-2 sejak anakan dan akan terbentuk atas berwarna putih. Paruh mulai terbentuk
sempurna memasuki bulan 12-14. Warna pada bulan usia 1-2 sejak anakan dan akan
putih pada bulu ekor akan terbentuk terbentuk sempurna memasuki bulan 12-
sesuai bertambahnya usia. 14. Warna putih pada bulu ekor akan
terbentuk sesuai bertambahnya usia.

6. Julang Emas

Panjang tubuhnya berkisar 75-85 cm. . Sedangkan pada individu betina berat
Berat tubuh jantan antara 1.6-3,6 kg. tubuhnya antara 1,3-2,7 kg. Dan individu
Punggung saya, dan perutnya berwarna betina memiliki mahkota dan tengkuk lebih
hitam dengan kemilau hijau metalik serta kecil, kepala dan leher berwarna hitam
ekor panjang berwarna putih. Paruh dengan kantong gular berarna biru,
panjangnya berwarna putih kusam- bergaris sama dengan jantan. Kulit di
kuning pucat dan balung yang berbentuk sekitar lingkaran mata berwarna merah dan
lipatan-lipatan rendah serta kerutan yang iris mata berwarna cokelat gelap dengan
jlas melintang di pangkal kedua rahang lingkar dalam biru sempit.
berwarna orange gelap-coklat. Kaki
berana abu-abu kehijauan gelap. Individu
jantan memiliki mahkota dan tenkuk
berarna merah bata, wajah dan leher
depan warna putih hingga berwarn krem.
Sedangkan kulit di lingkaran mata
berwarna merah dan kelopak mata
berwarna muda.

7. Kangkareng Hitam

14
Hampir seluruh tubuhnya diselimuti oleh Sedangkan pada individu betina memiliki
bulu yang berarna hitam, termasuk ekor mata kuning dan paruh berwarna
bagian tengah, dan hanya ada sedikit kehitaman. Selain ciri fisik kangkareng
warna putih di ujung ekor tepi. Panjang hitam juga bisa diidentifikasi melalui suara
tubuhnya mencapai 60-65 cm. Ciri khas saat memanggil atau calling seperti suara
yang membedakan individu jantan dan geraman yang serak.
betina ialah warna mata dan paruhnya.
Jantan memiliki mata berwarna merah
dan paruh berwarna putih.

8. Enggang Jambul

Ciri yang paling mudah dikenali dari Sedangkan pada individu betina dapat
enggang jambul adalah memiliki bulu- dibedakan dari warna lehernya, betina
bulu berwarna putih yang terangkat di berwarna hitam. Ketika mereka terancam
atas kepalannya dan mengarh kedepan, mereka akan membentangkan sayap dan
seperti jambul baik pada jantan maupun bulu ekor, sambil menggerakan paruhnya
betina. Panjang tubuhnya sekitar 75-80 naik turun.
cm. Warna punggung hitam, sayap
berwarna hitam dan putih bagian
ujung,serta kaki berwana hitsm dan
paruh berwarna abu-abu. Sementara
warna leher jantan berwarna putih.

9. Rangkong Gading

15
Rangkong gading, burung sangat besar Sedangkan pada individu betina dengan
dengan bulu ekor bagian tengah ciri khas yakni kulit leher berwarna putih
memanjang. Dari ujung paruh sampai kebiruan. Kemudian memiliki paruh
ujung ekor, panjangnya mencapai 190 simetris dan meruncing pada bagian
cm dengan bentang sayapnya 90 cm dan ujungnya, dan cula atau balung (casque) di
berat tubuh 3 kg. Dengan ciri khas yakni bagian atas paruhnya padat berisi, dengan
kulit leher tanpa bulu berana merah berat mencapai 13% dari berat tubuhnya
padan jantan. Kemudian memiliki paruh
simetris dan meruncing pada bagian
ujungnya. Cula atau balung (casque) di
bagian atas paruhnya padar berisi,
dengan berat mencapai 13% dari berat
tubuhnya. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, cula tersebut digunakan dalam
perkelahian yang kerap terjadi di dekat
pohon beringin yang sedang berbuah.
Bahkan suaranya terdengar seperti orang
tertawa terpingkal-pingkal dan dapat
dedengar dari jarak dua kilometer.

Sumber: Rangkong Indonesia, 2018

Untuk dapat menentukan sex ratio pada jenis burung rangkong, peneliti
dapat mengetahui berdasarkan dengan melihat morfologi dan membedakan secara
dewasa, remaja, dan anakan. Pada dewasa dapat dikenali melalui dari ukuran
tubuhnya yang besar, untuk remaja dapat dikenali dengan ukuran tubuhnya yang
tidak terlalu besar dan pada anakan dapat dikenali saat sedang bersama induknya.

2.5 Kondisi Habitat Burung Rangkong


Hutan memberikan fasilitas bagi burung sebagai tempat bersarang, istirahat,
berkembangbiak, dan mencari makan. Beberapa kawasan di Sumatera yang masih
berhutan yang dijadikan sebagai lokasi survei adalah hutan lindung Bukit Panjang
Rantau Bayur atau zona penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat, Bungo
(Jambi), hutan Batang Toru, Tapanuli (Sumatera Utara), hutan lindung Bukit

16
Rigis, Sumberjaya (Lampung) dan hutan lindung Bartong Asahan dan Kawasan
Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli, Pematang Siantar (Sumatera
Utara). Enggang cula (Buceros rhinoceros), julang emas (Rhyticeros undulatus),
rangkong gading (Rhinoplax vigil), kuau raja (Argusianus argus), elang bondol
(Haliastur indus), elang brontok (Spizaetus cirrhatus) dan elang ular bido
(Spillornis cheela) merupakan burung yang teridentifikasi sebagai burung khas
dari Hutan Sumatra (Ayat, 2011).
Menurut MacKinnon et al, (2010), burung rangkong dapat dijumpai di hutan
dataran rendah dan perbukitan. Hutan dataran rendah pada tajuk utamanya di
dominasi oleh jenis-jenis tumbuhan dari suku Dipterocarpaceae, tetapi jenis-jenis
Leguminoceae seperti Kempas kompassia dan Merbau intsia, membentuk tajuk
yang menjulang tinggi dan lebih menonjol. Batangnya yang besar dan tidak
bercabang didukung oleh akar banir, seluruhnya dihiasi oleh tumbuhan yang
merambat, epifit dan pohon ara yang melimpah. Pada hutan perbukitan
Dipterocarpaceae mendominasi punggung bukit. Sisi bukit yang terjal ditutupi
oleh hutan campuran kaya dengan relung burung.
Ketersediaan pohon yang berfungsi sebagai tempat sarang merupakan salah
satu hal yang sangat penting bagi rangkong untuk membesarkan anak dan
mendukung eksistensinya agar tidak mengalami kepunahan. Salah satu syarat
pohon yang dijadikan habitat sarang rangkong adalah ukuran diameter batang
yang sesuai dengan ukuran tubuh rangkong. rangkong merupakan frugivorous di
samping juga mengkonsumsi beberapa jenis binatang seperti kumbang sehingga
ada yang mengelompokkannya sebagai binatang omnivora (Himmah et al., 2010).
Salah satu sumber makanan yang disukai burung rangkong yaitu tumbuhan
Ficus, dengan melimpahnya tumbuhan Ficus maka burung rangkong akan
berpindah ke habitat tersebut secara berkelompok (Rachmawati, 2013). Selama ini
yang menjadi makanan pokok bagi rangkong adalah buah ara dari pohon Ficus
yang merupakan pohon kunci bagi kelestarian rangkong. Ketersediaan pohon
Ficus sebagai sumber pakan utama bagi julang emas di Gunung Unggaran Jawa
Tengah (Himmah et al., 2010).

17
2.6 Gangguan dan Ancaman Terhadap Burung
Burung adalah salah satu jenis satwa yang sangat terpengaruh keberadaannya
akibat alih guna lahan hutan. Hilangnya pohon hutan dan tumbuhan semak,
menyebabkan hilangnya tempat bersarang, berlindung dan mencari makan
berbagai jenis burung. Sementara, burung memiliki peran penting dalam
ekosistem antara lain sebagai penyerbuk, pemencar biji, pengendali hama. Burung
juga seringkali digemari oleh sebagian orang dari suara dan keindahan bulunya.
Sampai saat ini Sumatera masih memiliki kawasan berhutan, meskipun sebagian
besar sudah terfragmentasi dan mengalami tekanan yang cukup tinggi (Sirait,
2007).
Gangguan terhadap burung terbagi atas gangguan langsung pada populasi
burung dan gangguan tidak langsung atau tekanan pada habitat burung. Gangguan
langsung terhadap burung yaitu dengan membunuh burung untuk bahan makanan,
bulu, dan minyak. Sedangkan gangguan tidak langsung adalah perubahan atau
modifikasi lingkungan alami oleh manusia menjadi lahan pertanian, kebun, dan
industri (Utama, 2011).
Ancaman yang utama bagi keberadaan burung rangkong adalah karena
kehilangan habitat akibat dari penebangan pohon secara liar, kebakaran hutan,
sehingga terjadinya fragmentasi hutan. Ancaman lainnya seperti perburuan untuk
aksesoris, serta adat istiadat dalam masyarakat tertentu yang menggunakan burung
rangkong dalam cara kesenian atau lambang suatu suku (Rasinta, 2010)
Kerusakan hutan yang terjadi pada kawasan hutan di Indonesia disebabkan
oleh berbagai faktor yang sebagian besar dikarenakan oleh aktivitas manusia.
Pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan persediaan lahan akan
mendorong terjadinya penjarahan pada kawasan hutan (Indriyanto, 2008).
Meningkatnya pembukaan hutan menjadi perkebunan dan pertanian,
mengakibatkan semakin berkurangnya habitat bagi satwa terutama burung
rangkong. Selain tekanan terhadap habitatnya, rangkong juga mendapatkan
ancaman lainnya seperti perburuan liar untuk diperdagangkan sebagai binatang
peliharaan, dan sebagai hiasan rumah (Nur et al., 2013).

18
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian
terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Hasil-
hasil penelitian yang dijadikan kajian berdasarkan dari topik penelitian yaitu
mengenai Pendugaan Populasi Burung Rangkong (Bucerotidae) di Kawasan
Resort Benu Hulu SPTN III Taman Nasional Berbak Sembilang. Adapun
penelitian terdahulu di sajikan dalam bentuk tabel 4. sebagai berikut :
Tabel 2.3 Penelitian terdahulu
Penelitian Judul Metode Hasil

Yuliana Populasi Metode Kepadatan julang emas di Gunung


Rachmawati, Julang Emas Variabel Ungaran adalah 15 ekor/Km². Hasil
((Aceros Circular penelitian yang dilakukan di Pulau Nusa
2013, Undulatus) kambanga menunjukan bahwa (Nugroho
Di Gunung Plot (VCP) 2000), di bandingkan dengan populasi di
Ungaran
jawa tengah kepadatan populasinya

adalah 2 ekor/Km²

pulau Nusa kambangan maka kepadatan


populasi. Julang Emas di Gunung Ungaran
relatif lebih tinggi. Kepadatan populasi
julang emas tersebut memberikan
gambaran bahwa kondisi habitat di
wilayah gunung unggaran sangat
mendukung julang emas untuk hidup dan
berkembang biak.

Andry keberadaan Area Perjumpaan burung rangkong pada ketiga


Setyawan burung Terkonsentra lokasi pengamatan berturut-turut yaitu
Aryanto, dan rangkong si pada titik pertama 13 perjumpaan, pada
Agus (Bucerotidae titi kedua 43 perjumpaan dan pada titik
Setiawan, ) di Gunung ketiga sebanyak 10 perjumpaan.
2016. Betung Berdasarkan intensitas perjumpaan pada
Taman tiga lokasi tersebut diketahui bahwa
Hutan Raya aktivitas burung rangkong tertinggi
Wan Abdul terdapat pada lokasi kedua. Tingginya
Rachman perjumpaan di lokasi kedua diduga bahwa
pada lokasi tersebut terdapat sarang
burung rangkong. Hal ini diduga karena
adanya beberapa faktor yaitu pertama
lokasi kedua ini memiliki topografi yang
curam dengan karakteristik pohon-pohon
yang tinggi dan besar, ditemukanya spesies
rangkong yaitu rangkong badak di Gunung

19
Penelitian Judul Metode Hasil

Betung Tahura WAR menunjukan bahwa


keberadaan jenis rangkong di Gunung
Betung masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan keberadaan jenis
rangkong di KPHL Gunung Rajabasa.

Laila Rahmati, Populasi Metode Kepadatan populasi dari burung rangkong


Neni Ratna Burung Point Count yaitu 0,5 individu/Ha, jadi populasi
Ningsih, Yuri Rangkong burung rangkong di desa Deudap Pulo
Gagarin, (Famili Aceh tergolong kategori rendah ini
Dan Rizky Bucerotidae) disebabkan karena kondisi lingkungan
Ahadi, 2017 di Kawasan yang tidak mendukung untuk
Deudap Pulo kelangsungan hidup burung rangkong dan
Aceh, juga disebabkan oleh sumber makanan
Kabupaten yang tidak mencukupi.
Aceh Barat

Samsul kamal, Populasi Metode Titik Terdapat pada tiitk 1 yaitu 0 individu/Km².
Elista Burung Hitung dan Jumlah individu dan kepadatan populasi
Agustina dan, Rangkong Point Count burung rangkong badak (Buceros
Azhari, 2018 (Buceros rhinoceros) di Ekosistem Taman Hutan
rhinoceros) Raya Pocut Meurah Intan sangat
di Ekosistem dipengaruhi oleh kondisi habitat di Tahura
Tahura Pocut Meurah Intan. Titik hitung 1
Pocut memiliki vegetasi yang didominasi oleh
Meurah tanaman pinus dan tidak banyak terdapat
Intan vegetasi hutan yang menghasilkan buah
Provinsi sebagai pakan burung rangkong badak
Aceh (Buceros rhinoceros). Vegetasi hutan
bukan hanya sebagai tempat tinggal
semata bagi burung, akan tetapi juga
menyediakan sumber makanan dan tempat
berkembang biak.

20
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan selama ± 3 bulan. Kegiatan penelitian
dilaksanakan di Kawasan Resort Benu Hulu SPTN III Taman Nasional Berbak
Sembilang dengan total luas wilayah 42.536,13 ha. Lokasi penelitian disajikan
pada Gambar 3.1

Lokasi
Penelitian

Resort
Benu Hulu

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian di Kawasan Resort Benu Hulu


SPTN III Taman Nasional Berbak Sembilang

3.2 Alat dan Objek Penelitian


Alat dan objek yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan
untuk pengamatan burung serta peralatan dokumenter kegiatan pada saat
penelitian. Alat dan bahan yang digunakan disajikan pada Tabel 3.1

21
Tabel 3.1 Alat yang digunakan selama penelitian

No. Jenis Alat Fungsi

1. Kamera digital/kamera DSLR (Canon Sebagai media penyimpanan gambar dan


eos 1100d, Lensa Canon 55-200mm) informasi lainnya

2. Teropong Binokuler Alat untuk mengamati burung baik jarak


yang dekat maupun yang jauh

3. Tally Sheet Sebagai tempat mencatat hasil penelitian

4. Kompas Alat unutk mengetahui arah mata angin di


dalam hutan

5. GPS (Global Positioning systm) Alat untuk menentukan posisi dan titik
hitung pengamatan burung

6. Buku panduan pengamatan burung Sebagai panduan pengamatan di lapangan

7. ATK Untuk mencatat

3.3 Prosedur penelitian


Prosedur penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:
1. Persiapan
a. Pengumpulan data yang memuat informasi tentang burung Rangkong di
Kawasan Resort Benu Hulu SPTN III Taman Nasional Berbak
Sembilang.
b. Identifikasi kawasan tempat yang akan diteliti melalui peta lokasi dan
sebelum melakukan pengambilan data dilakukan survey pendahuluan
untuk menentukan titik pengamatan yang sesuai.
c. Mengumpulkan informasi dari masyarakat sekitar dan beberapa pihak
yang memahami lokasi penelitian.
d. Menyiapkan alat-alat penelitian dan membuat lembar pengamatan untuk
mempermudah pengambilan data pada saat pengamatan.
2. Pelaksanaan penelitian
Pengambilan data dilakukan di kawasan Resort Benu Hulu pada masing-
masing stasiun pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan. Data hasil
pengamatan dicatat dalam lembar pengamatan yang telah disiapkan.

22
3.4 Jenis data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang secara langsung diambil dari area
pengamatan berupa spesies burung rangkong yang ditemui di Kawasan Resort
Benu Hulu SPTN III Taman Nasional Berbak Sembilang.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data penunjang penelitian meliputi studi literatur
seperti karakteristik lokasi penelitian berupa keadaan umum lokasi penelitian
berdasarkan referensi dari pihak Balai Taman Nasional Berbak Sembilang.

3.5 Metode pengumpulan Data

3.5.1 Survei Pendahuluan


Survei pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi dan
melakukan verifikasi secara rinci mengenai lokasi penelitian, jalur pengamatan
serta dapat menentukan skema penelitian yang dibutuhkan berdasarkan referensi
dari pihak Balai Taman Nasional Berbak Sembilang.

3.5.2 Peletakan Plot Sampling


Data mengenai populasi famili Bucerotidae diperoleh dengan menggunakan
metode IPA (Indices Ponctuele d’Abudance – Indeks Kelimpahan pada Titik) dan
metode (Transect) jalur (Bibby, 2000). Penentuan jalur pengamatan dilakukan
secara purposive sampling yaitu lokasi sampel ditentukan secara sengaja dengan
pertimbangan keberadaan dan sarang burung rangkong. Pelaksanaan pengamatan
dilakukan diam pada titik yang telah ditentukan kemudian mencatat perjumpaan
terhadap burung. Jumlah jalur yang akan dibuat berdasarkan intensitas sampling
5 % dari luas wilayah yaitu 4 ha terbagi menjadi 4 stasiun pengamatan pada
bagian Hutan Rawa Primer dan Hutan Rawa Sekunder. Setiap stasiun pengamatan
terdapat 1 jalur yang terdiri dari 5 titik (point count), panjang jalur transeknya
±2.000 m dengan lebar jalur 50 meter serta jarak antar titik pengamatan yaitu 400
meter.

23
Parameter yang diukur yaitu jenis, jumlah dan waktu perjumpaan. Rentang
waktu pengamatan dilakukan selama ±40 menit, 15 menit untuk pengamatan
disetiap titik dan ±25 menit adalah waktu untuk berjalan ke titik pengamatan
selanjutnya. Setiap titik yang dibuat dilakukan pencatatan koordinat mengunakan
GPS. Setiap jenis burung yang dijumpai dan segala bentuk aktivitasnya dicatat.

ST 4

ST 1

ST 2
ST 3

Gambar 3.2 Peta Lokasi Stasiun Penelitian Resort Benu Hulu


a. Stasiun 1 : Pal Batas 300
b. Stasiun 2 : Pal Batas 304
c. Stasiun 3 : Pal Batas 306
d. Stasiun 4 : Pal Batas 308

24
400 m
400 m 400 m 400 m 400 m

Titik Titik Titik Titik Titik


Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3 Pengamatan 4 Pengamatan 5

2.000 m

Jalur Transek: panjang jalur di lima titik pengamatan.


Gambar 3.3 Desain Titik Penelitian Burung Rangkong

Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-09.00 WIB dan sore hari
pukul 15.00-17.00 WIB. Waktu tersebut merupakan waktu aktif rangkong dalam
mencari makan sehingga dapat meningkatkan peluang perjumpaan secara
langsung dengan burung rangkong di habitat alaminya. Penelitian dilakukan
dalam waktu yang bersamaan pada setiap stasiun yang ditentukan untuk
menghindari adanya penghitungan ganda. Pengamatan dilakukan secara berulang
sebanyak 2 kali pengulangan untuk setiap lokasi pengamatan.

3.6 Analisis Data

3.6.1 Kepadatan Populasi


Analisis data populasi rangkong (Bucerotidae) dilakukan dengan
menghitung kepadatan populasi di seluruh kawasan pengamatan. Analisis data
yang digunakan untuk menentukan kepadatan populasi (Bibby et al 2000 dalam
Samsul, 2018) :

D = ND/2 WL

Keterangan :
D = Kepadatan populasi (ekor/Km² )
W = Lebar jalur (Km)

25
n = Jumlah individu (ekor)
L = Panjang jalur (Km)

3.6.2 Sex ratio


Untuk menentukan sex ratio dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :

J
S=
B

Keterangan :
S = Sex ratio
J = Jumlah jantan dewasa
B = Jumlah betina dewasa

26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Populasi burung rangkong


4.1.1 Jenis burung rangkong yang ada di Kawasan Resort Benu Hulu

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan burung rangkong


memiliki peranan penting dalam ekosistem hutan, kemampuannya menebar biji
hingga 100 kilometer jauhnya terbilang sangat berjasa terutama dalam regenerasi
hutan secara alami. Burung rangkong selalu mengkonsumsi buah yang sudah
masak sambil menjelajah dalam kecepatan tinggi tanpa menjatuhkan bijinya. Biji
yang telah melewati saluran pencernaanya mempunyai tingkat kesuksesan
germinasi yang tinggi, karena biji-biji tersebut akan dijatuhkan pada tempat-
tempat yang jauh dari pohon induknya seperti pada pohon sarang (Kinnaird &
O’Brien, 2007). Biji yang ditelannya juga jarang sekali rusak, maka dari itu
penting sekali untuk mempertahankan biodiversitas tumbuhan hutan tropis. Jenis-
jenis burung ini memiliki pengaruh nyata dalam penyebaran tanaman hutan tropis.
Kemampuannya untuk membuka dan menelan buah yang besar serta kotoran yang
berisi biji yang tidak hancur membuat jenis ini sebagai penyebar biji yang efisien.
Beberapa jenis rangkong memiliki kemampuan terbang jauh untuk mencari
makan. Adapun tumbuhan yang paling di gemari oleh burung rangkong yaitu
sejenis buah dari tumbuhan Ficus (Widuri, 2009). Pengamatan populasi burung
rangkong di kawasan Resort Benu Hulu pada 20 titik stasiun diperoleh data bahwa
terdapat 4 jenis dari 17 individu burung rangkong, diantaranya kangkareng hitam
sebanyak 3 individu, julang jambul hitam sebanyak 8 individu, enggang khilingan
sebanyak 2 individu dan julang emas sebanyak 4 individu. Burung Rangkong ini
pada saat pengamatan lebih banyak di temukan pada pagi hari, karena semua
aktifitasnya di lakukan pada pagi hari misalnya seperti mencari makan. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat 4 jenis burung rangkong yang ada di kawasan
Resort Benu Hulu yang disajikan pada Tabel 4.1.

27
Tabel 4.1 Jenis burung rangkong di Kawasan Resort Benu Hulu SPTN III
No Stasiun Jenis rangkong yang Jumlah individu Status perlindungan
ditemukan
UU CITES IUCN
(Appendix)
Kangkareng
1. Stasiun 1 Hitam P. 106/2018 dan II Rentan
Anthracoceros 3 PermenLHK No.
malayanus 20/2018

2. Stasiun 2 Julang Jambul Hitam P.106/2018 dan Terancam


II
(Aceros corugatus) 6 PermenLHK No.
20/2018

Enggang
3. Stasiun 3 Khilingan P.106/2018 dan II Hampir
(Annorhinus galeritus) 2 PermenLHK No. terancam
20/2018
Julang Emas
4. Stasiun 4 (Aceros undulatus) P.106/2018 dan II Rentan
dan 6 PermenLHK No.
Julang Jambul Hitam 20/2018
II Terancam
(Aceros corugatus)

Keterangan : J = Jantan, B = Betina

Berikut gambar jenis burung rangkong yang teridentifikasi di Kawasan


Resort Benu Hulu SPTN III ada pada Gambar 4.1

28
(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.1 Jenis Burung Rangkong yang terdapat di kawasan Resort Benu
Hulu. Keterangan : (a) kangkareng hitam (Anthracoceros
malayanus), (b) julang jambul hitam (Aceros corugatus), (c)
enggang khilingan (Annorhinus galeritus), (d) julang emas
(Aceros undulatus). (Sumber : Ramiaty, 2020).

(a) (b)

29
(c) (d)

Gambar 4.2 Kondisi vegetasi hutan yang terdapat di kawasan Resort Benu
Hulu.Keterangan : (a) Stasiun 1 (satu) Pal Batas 300, (b) Stasiun
2 (dua) Pal Batas 304, (c) Stasiun 3 (tiga) Pal Batas 306, (d)
Stasiun 4 (empat) Pal Batas 308. (Sumber: Ramiaty, 2020).

Kondisi tegakan vegetasi hutan pada stasiun 1 memiliki tegakan yang


cukup rapat dengan tajuk yang tinggi dan didominasikan pohon-pohon besar
seperti meranti (Shorea sp), medang kuning (Litsea firma), pulai (Alstonia
scholaris), petaling (Ochanostachys amentacea), kruing (Dipterocarpus sp) dan
cempedak (Artocarpus integer) berbeda pula dengan kondisi vegetasi hutan pada
titik pengamatan 5 (lima) yang cenderung tidak memiliki vegetasi hanya tegakan
pohon menggeris/sialang (Koompassia excelsa) hal ini dikarenakan telah terjadi
penebangan pohon secara liar. Pada stasiun 2 terdapat vegetasi hutan dengan
kondisi keadaan yang lebat dan terdapat pula pohon-pohon besar, kondisi vegetasi
hutan yang cenderung lebih lebat sebagai tempat yang disukai burung rangkong
untuk mencari makanannya dan bertengger dengan berada diatas pucuk pohon.
Berbeda dengan titik pengamatan 5 (lima) yang lokasinya cenderung tidak
memiliki tajuk yang rapat karena banyak ditumbuhi tumbuhan palem serdang
(Livistona rotundifolia) dan kayu-kayu yang tumbang. Pada stasiun 3 kondisi
vegetasi hutannya cenderung tidak terlalu lebat karena, terdapat beberapa pohon
yang tumbang dikarenakan pohon tersebut sudah terlalu tua dan adanya illegal

30
loging yang mengakibatkan sulit untuk ditemukannya rangkong dan hanya dapat
ditemukan sedikit saja pada stasiun tersebut. Pada stasiun 4 kondisi vegetasi
hutannya yang terlihat lebat terdapat adanya pohon dengan tegakan rapat dan
tajuknya yang tinggi namun, juga terlihat ada beberapa vegetasi hutan yang
gundul akibat ilegal loging dan ditemukannya pohon-pohon yang tumbang. Hal
ini dapat mengakibatkan hutan menjadi rusak dan berpengaruh pada keberadaan
satwa yang hidup di daerah tersebut.
Keberadaan spesies-spesies burung dari family Bucerotidae sangat
dipengaruhi oleh kondisi habitat di kawasan Resort Benu Hulu. Vegetasi hutan
bukan hanya sebagai tempat tinggal semata bagi burung, akan tetapi juga
menyediakan sumber makanan bagi familia Bucerotidae seperti buah dari
tumbuhan Ficus dan tempat berkembangbiak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Alikodra (1986) bahwa kehadiran tumbuhan buah-buahan di suatu habitat dapat
meransang burung pemakan buah dan berbagai jenis burung lainnya untuk
membuat sarangnya pada tumbuhan tersebut. Pernyataan tersebut juga sesuai
dengan pendapat Trainor (2000) menyatakan hutan merupakan habitat vital yang
menyediakan pakan berlimpah, air, dan tempat penampungan burung untuk
menopang kehidupan mereka.
Kondisi Kawasan Resort Benu Hulu didominasi oleh hutan primer dan
hutan sekunder dengan vegetasi hutan yang memiliki peranan sangat penting bagi
burung, termasuk burung dari familia Bucerotidae. Ketiadaan hutan bisa
menyebabkan kepunahan burung dan spesies lainnya, burung merupakan spesies
yang tingkat pergerakannya tinggi dengan jangkauan terbang yang jauh untuk
mencari makan tetapi, kadang-kadang memiliki habitat bermain dan beristirahat
yang tersendiri kondisi ini menyebabkan beberapa jenis tertentu jarang ditemukan
pada titik pengamatan, apalagi tingkat distribusi burung merupakan indikator
penting untuk menilai keanekaragaman hayati daerah tertentu. Jumlah spesies
pada setiap titik berbeda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi perbedaan tersebut seperti, faktor tumbuhan pohon, tersedianya
sumber pakan di setiap titik pengamatan.

31
Data jumlah perjumpaan spesies rangkong family Bucerotidae dapat dilihat pada
Gambar 4.3

4.5
4
4

3.5
Jumlah individu& kepadatan populasi

2.5
2 2 2 2 2 2
2 Kangkareng Hitam
1.5 Julang Jambul Hitam
Enggang Khilingan
1
1 Julang Emas

0.5

0
1 3 5 1 3 5 1 3 5 1 3 5
ti k ti k ti k ti k ti k ti k ti k ti k ti k ti k ti k ti k
Ti Ti Ti Ti Ti Ti Ti Ti Ti Ti Ti Ti

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Gambar 4.3 Grafik Jumlah Spesies Burung Rangkong pada Setiap Titik
Pengamatan

Berdasarkan Gambar 4.2 diatas menunjukkan bahwa, selama penelitian


burung rangkong pada stasiun 1 di titik pengamatan 1 (satu) dan 3 (tiga)
diketahui, terdapat spesies rangkong yang sedang terbang dan ada yang bertenggar
di salah satunya pohon ara, yang merupakan salah satu pohon pakan yang disukai
oleh rangkong. Pada stasiun 2 di titik pengamatan 1 (satu), 3 (tiga), dan 4 (empat)
lebih sering dijumpai burung rangkong yang sedang terbang bersama
pasangannya. Pada stasiun 3 di titik pengamatan 1 (satu), 3 (tiga), 4 (empat), dan
5 (lima) tidak ditemukannya keberadaan burung rangkong, hanya ditemukan pada
titik pengamatan 2 (dua) yang sedang bertengger di salah satu pohon medang
kuning (Litsea firma) bersama pasangannya. Pada tiap-tiap titik pengamatan yang
tidak dijumpai rangkong dikarenakan kurangnya ketersedian pohon pakan pada
stasiun tersebut. Kurangnya ketersediaan pohon pakan dan pohon tempat
rangkong bersarang dikarenakan adanya tingkat deforestasi hutan yang cukup

32
tinggi yang dapat menurunkan kepadatan populasi burung rangkong. Hal ini
berpengaruh terhadap ketersediaan pakan dalam habitat yang ditempati,
merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung rangkong
(Wisnubudi et al, 2009). Kekayaan hayati dalam suatu kawasan didukung secara
penuh oleh kondisi ekologis di sekelilingnya. Mulai dari aktivitas makhluk hidup
lain yang hidup berdampingan, keberadaan predator, ketersediaan pakan, hingga
ketersediaan tempat tinggal yang aman dan nyaman untuk burung tersebut hingga
dapat berkembangbiak dalam menjaga kelestariannya. Pada stasiun 4 di titik
pengamatan 2 (dua), dan 3 (tiga) dapat dijumpai rangkong sedang terbang
berpasangan dan bertengger di pohon kedondong tunjuk (Santiria laevigata), hal
ini disebabkan bahwa burung rangkong merupakan burung setia yang pada saat
melakukan segala aktivitasnya selalu bersama dengan pasangannya.
Kondisi tegakan vegetasi hutan pada kawasan ini cenderung rapat dengan
statifikasi tajuk yang berlapis sehingga, jarak pandang peneliti pada jalur ini di
beberapa titik tergolong cukup sempit. Namun, pengamatan untuk mengitung
jumlah populasi masih bisa dilakukan tanpa adanya perhitungan ganda (double
counting). Sebab, burung rangkong pada beberapa jalur sering terlihat pada
pohon-pohon besar yang berada di atas pucuk dengan kondisi vegetasi yang
sedikit terbuka sehingga peneliti sedikit lebih mudah dalam proses pengamatan.

4.1.2 Kepadatan Populasi Burung Rangkong


Kepadatan populasi merupakan hasil pembagian jumlah populasi dengan
luas lokasi pengamatan (Rahmuddin: 2009). Kepadatan populasi dari burung
rangkong diberbagai kawasan stasiun sangat berbeda. Pada stasiun 1 kawasan pal
batas 300 dijumpai 3 ekor dengan tingkat kepadatan populasi 15 individu/Km².
Perjumpaan kangkareng hitam pada stasiun 1 ditemukan dengan aktifitasnya yang
sedang terbang dan bertengger. Jumlah individu julang jambul hitam di stasiun 2
kawasan pal batas 304 dijumpai 6 ekor dengan tingkat kepadatan 30
individu/Km². Tingginya perjumpaan pada kawasan stasiun 2 ini karena
ditemukannya julang jambul hitam sedang terbang berpasangan. Menurut Myears
(2009), julang jambul hitam menyukai habitat pada hutan yang merupakan bekas
tebangan pada hutan Dipterocarpacea.

33
Jumlah individu enggang khilingan di stasiun 3 kawasan pal batas 306
dijumpai 2 ekor dengan tingkat kepadatan 10 individu/Km². Perjumpaan enggang
khilingan yang terdapat pada stasiun 3 terlihat sedang bertengger bersama
pasangannya. Jumlah individu julang jambul hitam dan julang emas di stasiun 4
kawasan pal batas 308 dijumpai 4 ekor julang jambul hitam dan 2 ekor julang
emas dengan tingkat kepadatan 30 individu/Km². Tingginya perjumpaan julang
emas pada kawasan ini hanya terlihat saat sedang terbang dan bertengger di pucuk
atas pohon. Hasil kepadatan burung rangkong dari keseluruhan kawasan 4 stasiun
adalah 21,25 individu/Km². Jadi kepadatan populasi burung rangkong tersebut
memberikan gambaran bahwa, kondisi habitat di wilayah Resort Benu Hulu
sangat mendukung burung rangkong untuk hidup dan berkembang biak karna
terdapatnya pohon pakan dan pohon besar sebagai tempat bermain,bertengger dan
bersarang.
Kepadatan populasi yang ada di Resort Benu Hulu berbeda dari beberapa
penelitian lain di daerah perairan di Indonesia, salah satunya penelitian oleh Laila
rahmati et al., (2017) tentang Populasi Burung Rangkong (Famili Bucerotidae) di
Kawasan Deudap Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Barat dan Samsul kamal et al.,
(2018) di daerah Aceh tentang Populasi Burung Rangkong (Buceros rhinoceros)
di Ekosistem Tahura Pocut Meurah Intan Provinsi Aceh.
Hasil penelitian Laila rahmati et al., (2017) menyatakan bahwa Kepadatan
populasi dari burung rangkong di Kawasan Deudap Pulo Aceh yaitu 0,5
individu/Ha, jadi populasi burung rangkong di desa Deudap Pulo Aceh tergolong
kategori rendah ini disebabkan karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung
untuk kelangsungan hidup burung rangkong dan juga disebabkan oleh sumber
makanan yang tidak mencukupi.
Pada penelitian Samsul kamal et al., (2018) Terdapat pada titik 1 yaitu 0
individu/Km². Jumlah individu dan kepadatan populasi burung rangkong badak
(Buceros rhinoceros) di Ekosistem Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan sangat
dipengaruhi oleh kondisi habitat di Tahura Pocut Meurah Intan. Titik hitung 1
memiliki vegetasi yang didominasi oleh tanaman pinus dan tidak banyak terdapat
vegetasi hutan yang menghasilkan buah sebagai pakan burung rangkong badak
(Buceros rhinoceros). Vegetasi hutan bukan hanya sebagai tempat tinggal semata

34
bagi burung, akan tetapi juga menyediakan sumber makanan dan tempat
berkembang biak.
Burung sebagai salah satu satwa yang memiliki karakteristik yang khas,
sehingga memenuhi kriteria sebagai indikator alami kekayaan keanekaragaman
hayati di suatu daerah. Dengan kata lain keanekaragaman burung dapat
mencerminkan tingginya keanekaragaman hayati. Jenis-jenis burung dijadikan
indikator keanekaragaman hayati karena dari segi penyebarannya yang luas,
burung hidup hampir di seluruh tipe habitat, mulai dari sepanjang garis
khatulistiwa sampai ke daerah kutub.
Salah satu jenis burung yang ada di Resort Benu Hulu yang dapat
dijadikan indikator keanekaragaman hayatinya adalah ditemukannya jenis
endemik Sumatera yaitu burung rangkong Famili Bucerotidae seperti kangkareng
hitam, julang jambul hitam, enggang khilingan, julang emas. Burung tersebut
bermanfaat sebagai predator alami dalam rantai makanan. Selain sebagai indikator
keanekaragaman hayati, burung juga merupakan indikator alami bagi
lingkungannya. Keberadaan burung menandakan bagaimana keadaan lingkungan
daerah tersebut. Kehadiran rangkong juga memiliki hubungan positif tak
terpisahkan oleh hutan, karena keberadaan rangkong di hutan menunjukkan bila
rimba tersebut pastinya dipenuhi oleh pepohonan yang sehat, burung rangkong
sendiri memiliki banyak manfaat khususnya dalam pelestarian hutan, sudah
sepatutnya dilestarikan dan dilindungi keberadaanya. Pasalnya, rangkong
membutuhkan pohon yang tegap dan kuat untuk digunakan sebagai sarangnya
yang diperkirakan berdiamter 45 cm. Dengan begitu pohon-pohon yang berpostur
besar ini pastinya berada di hutan yang jauh dari kegiatan pembalakan. (Rangkong
Indonesia, 2015).

4.1.3 Nisbah Kelamin (sex ratio)


Seks ratio didefiniskan sebagai perbandingan antara individu jantan dan
betina yang dinyatakan sebagai jumlah jantan dalam 100 betina (Alikodra, 2002).
Identifikasi jenis kelamin populasi burung rangkong di Resort Benu Hulu hanya
dilakukan pada kelas umur dewasa (jantan dan betina), sedangkan untuk kelas
umur muda (remaja dan anakan) pada remaja ditemukan hanya 1 individu saja dan
pada anakan tidak ditemukan saat penelitian. Perbandingan jumlah jantan dan

35
betina hanya dilakukan pada struktur umur dewasa saja, karena pada struktur
umur remaja dan anak sangat sulit membedakan jenis kelaminnya hanya terlihat
dari ukuran bentuk saja. Sex ratio populasi burung rangkong di Resort Benu Hulu
pada stasiun 1,2,3 dan 4 memiliki perbandingan yang sama yaitu, pada stasiun 1
(satu) 1:1 pada stasiun 2 (dua) 1:1 pada stasiun 3 (tiga) 1:1 dan pada stasiun 4
(empat) 1:1. Dengan demikian, penyajian komposisi jenis kelamin burung
rangkong pada lokasi penelitian tersebut hanya sebatas pada kelas umur dewasa
(Tabel 4.2)
Tabel 4.2 Komposisi jenis kelamin burung rangkong di kawasan Resort Benu
Hulu

Kelompok/Stasiun burung Dewasa (ekor) Sex ratio


rangkong
J B
I 1 1 1:1
II 3 3 1:1
III 1 1 1:1
IV 3 3 1:1
Keterangan : J= jantan, B= betina

4.1.4 Struktur Umur Burung Rangkong


Struktur umur adalah perbandingan antara jumlah individu dalam setiap
kelas umur dengan jumlah keseluruhan individu dalam suatu populasi. Struktur
umur dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan
satwaliar, sehingga dapat dipergunakan untuk menilai prospek kelestarian
satwaliar (Alikodra, 1990).
Hasil penelitian di kawasan Resort Benu Hulu dijumpai struktur burung
rangkong yaitu remaja dan dewasa, tidak ditemukan untuk anakan. Pada
penelitian ini besarnya jumlah struktur umur dewasa pada rangkong dapat
mengidentifikasi bahwa populasi burung rangkong secara keseluruhan
menunjukan keadaan populasi yang menurun.
Struktur umur tersebut membuktikan bahwa jumlah individu dewasa
potensial dalam suatu kelompok kecil juga akan berpengaruh terhadaap variasi
struktur umur keseluruhan burung rangkong yang ditemukan. Sebaran umur
merupakan ciri atau sifat penting populasi yang menggambarkan status reproduksi
yang sedang berlangsung dan keadaan populasi sebagaimana yang diharapkan

36
pada masa yang akan datang (Odum, 1998 dalam Rahmawati, 2018). Hal ini tidak
terlepas dari peran struktur remaja merupakan generasi penerus struktur umur
dewasa selanjutnya pada suatu populasi.
Selain dipengaruhi oleh faktor kematian dan kelahiran, jumlah individu dalam
kelompok kecil juga dipengaruhi oleh adanya imigrasi dan emigrasi pada individu
antar kelompok kecil burung rangkong. Saat pengamatan, juga terlihat beberapa
kelompok kecil rangkong yang sering terlintas dalam kurun waktu yang singkat
sering berpindah-pindah dalam menentukan lokasi tempat bertengger. Menurut
MacKinnon. et al., (2010). Burung rangkong merupakan jenis burung monogomi
yaitu hanya memiliki satu pasangan. Kebiasaan burung rangkong terbang
berpasangan atau dalam kelompok kecil di atas hutan.
Setiap burung rangkong yang ditemui memiliki keunikan masing-masing
yang menjadi pembeda adalah jenis burung rangkong dengan ukuran tubuh lebih
besar yang aktif beraktivitas seperti terbang dan ada juga yang hanya bertengger
dengan berdampingan. Tingkat perjumpaan pada burung rangkong tidak selalu
terlihat hanya dalam beberapa waktu saja di setiap jalur transek. Berdasarkan dari
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap burung rangkong yang dijumpai di
Kawasan Resort Benu Hulu memiliki strategi masing-masing dalam bertahan
pada wilayah tersebut.
Tabel 4.3 Jenis dan struktur umur burung rangkong di kawasan Resort Benu Hulu

N Stasiun Jenis rangkong yang ditemukan Jumlah individu


o dan struktur umur
3
1 Stasiun 1 Kangkareng hitam 1 jantan (dewasa)
(Anthracoceros 1 betina (dewasa)
malayanus) 1 jantan (remaja)
6
3 Stasiun 2 Julang jambul hitam 3 jantan (dewasa)
(Aceros corugatus) 3 betina (dewasa)
4 2
Stasiun 3 Enggang khilingan 1 jantan (dewasa)
(Annorhinus galeritus) 1 betina (dewasa)
5 6
Stasiun 4 Julang emas 2 jantan (dewasa)
(Aceros undulatus) 2 betina (dewasa)
1 jantan (dewasa)

37
Julang jambul hitam 1 betina (dewasa)
(Aceros corugatus)

4.2 Jenis dan Pohon Pakan Burung Rangkong


4.2.1 Pohon bertengger burung rangkong
Pada kawasan Resort Benu Hulu banyak terdapat jenis pohon yang
merupakan hutan primer memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Dengan
makin banyaknya jenis tumbuhan berarti akan tercipta banyak relung ekologi
yang memungkinkan berbagai jenis burung dapat hidup secara bersama (Setiawan
et al.., 2006). Kehadiran burung merupakan penyeimbang lingkungan dalam
komponen ekosistem, karena burung memiliki peran sebagai satwa pemangsa
puncak, satwa pemecah biji, satwa penyerbuk, dan satwa predator hama
(Ramdhani, 2008).
Pohon yang digunakan oleh burung rangkong sebagai tempat bertengger
terdiri dari 4 jenis dan satu pohon yang telah mati. Empat jenis pohon tersebut
adalah Santiria laevigata, Ochanostachys amentacea, Litsea firma., dan Ficus
annulata. (Tabel 4.4) Pohon bertengger memiliki tinggi sekitar 15-30 meter.
Burung rangkong sering ditemukan bertengger di tajuk-tajuk pohon yang
memiliki tutupan kanopi yang rapat secara berpasangan dan berkelompok, tetapi
jarang ditemukan secara soliter. Terdapat pula pohon mati pada sekitar lokasi
pengamatan, pohon mati yang terdapat dihutan juga sebagai tempat burung
rangkong bertengger hal tersebut untuk membantu penglihatan pada rangkong
untuk mencari dan melihat sumber makanan seperti pohon Ficus yang berada
disekitarnya, karena dengan berada diposisi pohon mati yang dominan tinggi juga
tidak membuat penghalang pada penglihatan burung rangkong.
Tabel 4.4. Jenis pohon tempat burung rangkong bertengger

No. Jenis Familia Nama lokal Diameter Tinggi pohon


1. Santiria Burseraceae Kedondong 110 15-35 meter
laevigata tunjuk
2. Ochanostachys Olacaceae Petaling 88 10-32 meter
amentacea
3. Litsea firma Lauraceae Medang kuning 130 15-30 meter
4. Ficus annulata Moraceae Ara pencekik 98 15-35 meter
5. Pohon mati - - 40 20-25 meter

4.2.2 Jenis pakan burung rangkong

38
Keberadaan jenis burung rangkong sangat dipengaruhi oleh potensi pakan
yang ada dikawasan tersebut. Tingginya jumlah spesies burung pada habitat hutan
diduga berkaitan dengan ketersediaan pakan yang cukup melimpah. Beragam
jenis pakan yang tersedia di kawasan tersebut berbanding lurus dengan banyaknya
jenis burung yang ada di kawasan tersebut. Burung merupakan jenis satwa yang
terbagi dari berbagai tipe pakan, yaitu insektivora (pemakan serangga), granivora
(pemakan biji–bijian), nectarivora (pemakan madu), frugivora (pemakan buah
buahan), karnivora (pemakan daging) dan piscivora (pemakan ikan). Secara
umum pakan burung di bedakan atas pemakan tumbuhan dan pemakan daging.
Hasil observasi di sekitar kawasan Resort Benu Hulu didapatkan bahwa,
ada beberapa jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pakan bagi burung yang ada
di Kawasan tersebut. Selain sebagai penyedia pakan, biasanya jenis - jenis
tumbuhan itu berfungsi juga sebagai cover, tempat bermain, dan tempat bersarang
bagi banyak jenis burung di kawasan tersebut. Habitat yang baik di dalamnya
mengandung bermacam-macam sumber pakan, memungkinkan memiliki jenis
burung yang banyak.
Jenis-jenis pakan rangkong yang ditemukan yaitu dari Familia Moraceae.
Familia Moraceae terdiri dari Ficus annulata, Ficus variegata, Ficus benjamina
dan Ficus drupaceae., burung rangkong sangat menyukai jenis pakan dari familia
Moraceae yaitu jenis F.annulata dan F.benjamina hal ini diperkuat oleh
pernyataan Anggriawan et al., (2015), jenis pakan yang paling disukai burung
rangkong yaitu buah ara yang termasuk kedalam familia Moraceae yang
merupakan jenis-jenis Ficus spp. dan banyak ditemukan pada kawasan hutan
tropis.
Jenis pakan burung rangkong yang ditemukan saat penelitian terdiri dari empat
jenis dan dapat dilihat pada Gambar 4.5
Gambar 4.5 Jenis pakan burung rangkong

39
(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.5 Jenis pakan burung rangkong yang terdapat di kawasan Resort Benu
Hulu. Keterangan : (a) ara pencekik (Ficus annulata), (b) gondangan
(Ficus variegata), (c) beringin (Ficus benjamina), (d) kowang
(Ficus drupaceae). (Sumber: Ramiaty, 2020).

40
V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa pendugaan
populasi pada Kawasan Resort Benu Hulu dapat diperoleh ada 4 (empat) jenis dari
17 individu burung rangkong Famili Bucerotidae. diantaranya kangkareng hitam
(Anthracoceros malayanus) sebanyak 3 individu, julang jambul hitam (Aceros
corugatus) sebanyak 8 individu, enggang khilingan (Annorhinus galeritus)
sebanyak 2 individu, dan julang emas (Aceros undulatus) sebanyak 4 individu.
Hasil kepadatan burung rangkong dari keseluruhan kawasan 4 stasiun adalah
21,25 individu/Km². Jadi kepadatan populasi burung rangkong tersebut
memberikan gambaran bahwa, kondisi habitat di wilayah Resort Benu Hulu
sangat mendukung burung rangkong untuk hidup dan berkembang biak karena
terdapatnya pohon pakan dan pohon besar sebagai tempat bermain,bertengger dan
bersarang.

Saran
Penelitian ini perlu dilanjutkan khususnya yang berkaitan dengan kondisi
habitat dan ketersediaan jenis pohon pakan yang terdapat di wilayah Resort Benu
Hulu agar, memperoleh gambaran yang lebih akurat. Sosialisasi kepada
masyarakat sekitar tentang data-data ekologis burung rangkong di wilayah Resort
Benu Hulu sangat dibutuhkan untuk menjamin kelestarian burung rangkong.

41
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, HS. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit
Fakultas Kehutanan IPB.

Alikodra, HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Depdikbud. Dirjen


Pendidikan Tinggi. PAU-IPB. Bibby Colin, Jones Martin & Marsden
Stuart 2000. Teknik-teknik akspedisi lapangan Survei Burung. Bogor:
SMKG Mardi Yuana Bogor.

Alikodra, HS. 1986. Pengelolaan Habitat Satwa Liar. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Anggriawan, V., B. Hariyadi, dan Muswita. 2015. Keanekaragaman jenis


rangkong dan tumbuhan pakannya di Harapan Rainforest Jambi (Species
and feed diversity of hornbill in the Harapan Rainforest, Jambi). Jurnal
Biospecies Vol. 8 No.2, Juli 2015, hal. 73-79.

Ayat, A. 2011. Panduan Lapangan Burung-Burung Agroforest di Sumatra. In:


MardiastutiA, eds. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre-ICRAF,
SEA Regional Office. 112.

Balai Taman Nasional Berbak. 2019. Buku Jilid I Rencana Pengelolaan Taman
Nasional Berbak Provinsi Jambi (Periode 2000/2001 s/d
2024/2025).Jambi ;Balai Taman Nasional Berbak.

Bibby Colin, Jones Martin & Marsden Stuart 2000. Teknik-teknik akspedisi
lapangan Survei Burung. Bogor: SMKG Mardi Yuana Bogor.

Himmah J, Utami S, Baskoro K. 2010. Struktur dan Komposisi Vegetasi Habitat


Julang Emas (Aceros Undulatus) di Gunung Unggaran Jawa Tengah.
Jurnal sains dan Matematika (JSM) ISSN 0854-0675 Vol 18, No 3, Juli
2010. Artikel penelitian : 104-110.

Indriyanto. 2006. Ekologi hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 210 p.

Indriyanto. 2008. Ekologi hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 210 p.

Kamal S, Agustina E, Azhari. 2018. Populasi Burung Rangkong Badak (Buceros


rhinoceros) di Ekosistem Tahura Pocut Meurah Intan Provinsi Aceh.
Jurnal Biotik, ISSN: 2337-9812, Vol. 6, No. 1, Ed. April 2018, Hal. 11-16

Kattan, G.H, L. A. Valenzuela. 2013. ‘Phenology, abundance and consumers of


figs (Ficus spp.) in a tropical cloud forest: evaluation of a potential
keystone resource’. Journal of Tropical Ecology, 29(5), pp. 401–407. doi:
10.1017/S0266467413000461.

Kemp, Hadiprakarsa. 2010. Rangkong. Diakses tanggal 30 November 2019.


http ://Rangkongs. co.cc/Rangkong/.

42
Kinnaird, M., and T. G. O’Brien 2007. The Ecology and Conservation of Asian
Hornbills: Farmers of the Forest. The University of Chicago press.

Kitamura S. 2010. Pemakan Buah dan Benih Penyebaran Simposium


Internasional. http: // news. mongabay. com /2010/0425
hance_kitamura.html Diakses 30 November 2019.

Kramadibrata HI. 1996. Ekologi Hewan. Bandung: Jurusan Biologi FMIPA ITB.

MacKinnon J, K Philips, B Van Balen. 2010. Burung-burung di Sumatera, Jawa,


Bali (Termasuk Sabah, Sarawak, dan Brunei Darussalam). Jakarta:
Puslitbang-Biologi.

Myers, S. 2009. Birds of Borneo. Princeton University Press. New Jersey.

Novarino, W, Kobayashi, H, Salsabila A, Juralis, M. dan Janra, N. 2008. Panduan


Lapangan Pencincinan Burung di Sumatra. Padang : Perpustakaan
Nasional Padang. Hal 117.

Nur, R. F., W. Novarino, J. Nurdin. 2013. Kelimpahan dan Pola Distribusi


Burunung Rangkong (Bucerotidae) di Kawasan PT. Kencana Sawit
Indonesia (KSI), Solok Selatan, Sumatera Barat. Jurnal Biologi
Univertsitas Andalas. 2 (1) 27-33 p.

Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Edisis Ketiga. Gadjah


Mada University Press.

Image OB. 2016. Burung-burung Paruh Besar Penghuni Kepulauan Indonesia.


KPB Himakovas. IPB

Rachmawati, Y. 2013. Populasi Julang Emas (Aceros undulatus) di Gunung


Ungaran Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA Alam Universitas
Negeri Semarang.

Rahayuningsih, M, Edi, N. 2012. Profil Habitat Julang Emas (Aceros undulatus)


Sebagai Strategi Konservasi Di Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Skripsi.
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang.

Rahmati L, Ningsih N.R, Gagarin Y, Ahadi R. 2017. Populasi Burung Rangkong


(Famili Bucerotidae) di Kawasan Deudap Pulo Aceh, Kabupaten Aceh
Besar.Jurnal Biotik. ISBN: 978-602-60401-9-0

Ramdhani. 2008. Keanekaragaman Burung dan Dasar-Dasar Birdwatching di


http://www.deriramdhani’s.com (diakses tanggal 03 september 2020).

Rasinta, U. D. 2010. Spesies Endemik Indonesia dan Statusnya menurut Cities.


Skripsi. Universitas Tanjungpura. Pontianak. 69 p

Rangkong Indonesia, 2018.

43
Rangkong Indonesia, 2015.

Setiawan, A., Alikodra, H.S., Gunawan, A., dan Darneidi, D. 2006.


Keanekaragaman Jenis Pohon dan Burung di Beberapa Areal Hutan
Kota Bandar Lampung. Manajemen Hutan Tropika. Bandar Lampung.

Sirait M.A. 2007. Field Test of the Rapid Land Tenure Assessment (RATA) onthe
Batang Toru Watershed, North Sumatera. ICRAF. Bogor.

Sukmantoro W, M Irham, W Novarino, F Hasudungan, N Kemp, M Muchtar.


2007. Daftar Burung Indonesia no.2. Bogor: Indonesian Ornithologists’
Union.

Soeranegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium


Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan InstitutPertanian Bogor.

Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Trainor C, Lesmana D, Gatur A. 2000. Importance of forest in the west side of


Timor land-First study of biodiversity and socio-economic information in
Timor island of Nusa Tenggara Timur. (Rep. No. 13). PKA/Birdlife
International/WWF, Bogor.

Utama, M. T. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung di Hutan Mangrove Desa


Sungai Burung, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang.
Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 67 p.

Widjojo, N. Rangkong badak. 2011. Factsheet Yayasan WWF Indonesia. Diakses


Tanggal 06 November 2019. (http://awsassets.wwf.or.id).

Widuri RT. 2009. Zamrud Khatulistiwa Bertabur Rangkong, Burung 3(1):10-11

Wisnubudi, G. Penggunaan Strata Vegetasi Oleh Burung di Kawasan Wisata


Taman Nasional Gunung Halimun-Salak VISVITALIS, Jurnal Fakultas
Biologi Universitas Nasional Jakarta, 2009, Vol, 02 No 2, h.2

44
Lampiran 1. Peta kawasan Resort Benu Hulu

Lokasi
Penelitian

Resort
Benu Hulu

45
Lampiran 2. Peta Lokasi Stasiun Penelitian Resort Benu Hulu

46
Lampiran 3. Tally Sheet Pengamatan Burung Rangkong

Nama :
Hari/Tanggal :
No. Titik pengamatan :
Waktu Pengamatan : Pagi (07.00-09.00)
Sore (15.00-17.00)

No. Interval Nama Nama Jenis Sex Jumlah Jarak Ket


Waktu Burung Latin ratio Perjumpaan

1.

2.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

47
Lampiran 4. Jenis Burung Rangkong

Kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus)

Julang jambul hitam (Aceros corugatus)

Julang jambul hitam jantan (Aceros corugatus)

48
Julang jambul hitam betina (Aceros corugatus)

Julang jambul hitam jantan (Aceros corugatus)

Julang jambul hitam betina (Aceros corugatus)

49
Julang jambul hitam betina (Aceros corugatus)

Enggang khilingan (Annorhinus galeritus)

Julang emas (Aceros undulatus)

50
Lampiran 5. Jenis burung dan hewan lainnya di kawasan Resort Benu Hulu

Jingjing batu (Hemipus hirundinaceus)

Cekakak sungai (Todiramphus chloris)

51
Bubut alang-alang (Centropus bengalensis)

Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier)

52
Tupai tiga warna (Callosciurus prevostii)

Sikatan bubik (Muscicapa latirostris)

53
Lampiran 6. Pohon Bertengger Burung Rangkong

Kedondong hutan

54
Petaling

55
Medang

56
Ara

57
Lampiran 7. Foto Dokumentasi

Memfoto burung rangkong

Meneropong burung rangkong

58
Membuat titik

Mengukur diameter pohon

59
Lampiran 8. Hasil identifikasi flora di Kawasan Resort Benu Hulu oleh
Herbarium ANDA Universitas Andalas.

60
61

Anda mungkin juga menyukai