Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HUTAN TROPIKA (BW-2203)

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI PADA TIGA TAPAK HUTAN DI


KAWASAN KAMPUS ITB JATINANGOR

Tanggal Praktikum : 8 dan 22 Februari 2018


Tanggal Pengumpulan : 15 Maret 2018

Disusun Oleh:
Natalia Christiani (11516018)
Cahya Gumilar (11516022)
Nadhira Adhesta (11516029)
Rizky Ramadhan (11516030)
Tari Utami Refianti (11516049)
Tifani Zuraida (11516050)
Kelompok 3
Asisten:
Susi Handayani (11515040)

PROGRAM STUDI REKAYASA KEHUTANAN


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan hujan tropis merupakan salah satu ekosistem hutan yang memiliki
keanekaragaman yang tinggi. Kondisi iklim di area hutan hujan tropis relatif stabil dengan
distribusi hujan yang merata sepanjang tahun dengan kondisi topografi yang beragam
sehingga kelerengan beragam pula. Kondisi tanah pada hutan hujan tropis relatif kurang
subur, tetapi ekosistem hutan hujan tropis memiliki siklus hara yang berlangsung secara
tertutup sehingga dapat mendukung pertumbuhan vegetasi didalamnya (Terborgh, 1992).
Komunitas vegetasi yang ada di hutan hujan tropis memiliki interaksi atau hubungan
antara satu sama lain. Vegetasi-vegetasi yang terdapat di hutan hujan tropis dapat berupa
pohon, semak, rumput, lumut kerak dan Thallophyta. Individu yang tumbuh menempati strata
atau lapisan dari atas kebawah secara horizontal yang disebut stratifikasi. Individu yang
menempati lapisan yang berlainan menunjukkan perbedaan-perbedaan bentuk pertumbuhan,
setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi kelas-kelas morfologi individu yang
berbeda (Indriyanto, 2006).
Untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu ekosistem
yang diamati, dapat dilakukan analisis vegetasi yang dapat mengetahui kelimpahan jenis serta
kerapatan tumbuhan pada suatu ekosistem. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang
dipelajari berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi dari semua spesies tumbuhan
yang ada pada suatu habitat (Indriyanto, 2006).
Selain komposisi dan struktur vegetasi hutan, mempelajari profil (statifikasi) sangat
pentng artinya. Untuk mengetahui dimensi atau struktur vertikal dan horizontal suatu vegetasi
dari hutan yang dipelajari, dengan melihat bentuk profilnya akan dapat diketahui proses dari
masing-masing pohon dan kemungkinan peranannya dalam komunitas tersebut, serta dapat
diperoleh informasi mengenai dinamika pohon dan kondisi ekologinya (Onrizal, 2008).
Analisis vegetasi komunitas tumbuhan merupakan salah satu cara mempelajari susunan
maupun komposisi jenis dan bentuk suatu struktur vegetasi. Dan data vegetasi seperti
pengelompokan vegetasi (masyarakat tumbuh tumbuhan) pada ekosistem hutan diperlukan
dalam penelitiian penelitian dibidang kehutanan. Keberadaan hutan sangatlah penting dan
tidak terlepas dari tipe tipenya. Untuk tujuan penentuan dampak ekologi diperlukan untuk
mengetahui kendala kendala (habitat contrains). Untuk mengevaluasi aspek habitat salah satu
pendekatan yang diperlukan yaitu pengamatan pendahuluan dan analisis vegetasi.
Pengamatan pendahuluan dilakukan untuk mempelajari habitat secara umum dan menyeluruh
agar dapat diperoleh gambaran tentang keadaan habitat dan vegetasinya seperti, luas habitat,
kedaan tofografi, dan kondisi antara komunitas tumbuhan dengan lingkungnaya (Dahlan,
2013).
Diagram profil hutan dibuat dengan menggunakan plot. Ditentukan arsitektur pohon,
tinggi, diameter setinggi dada, tinggi cabang pertama, dan di lakukan penggambaran kanovi
ke tanah. Menurtu Asdak (2007) dengan menggambarkan stratifikasi tajuk dapat mengetahui
peran suatu hutan dalam aspek hidrologis dalam hal ini kemampuanya dalam
menginterpretasikan air, pada vegetasi hutan dengan struktur dan komposisi serta penyebaran
yang luas, akan mempunyai peran penting dalam pengendalian daur air.
Analisis vegetasi dan diagram profil penting dilakukan dalam peraktikum karena
dengan melakuakan analisis vegetasi dan diagram profil disuatu area maupun ekosistem akan
didapat suatu komposisi spesises, struktur komunitas, dan dapat mengetahui kelimpahan dan
kerapatan suatu spesies di suatu ekosistem. Seperti pernyataan Indriyanto (2006) bahwa
analisis vegetasi berfungsi untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada
suatu ekosistem yang diamati, dapat dilakukan analisis vegetasi yang dapat mengetahui
kelimpahan jenis serta kerapatan tumbuhan pada suatu ekosistem.

1.2 Tujuan
Membandingkan komposisi dan struktur vegetasi pada tiga tapak berbeda di kawasan
kampus ITB Jatinangor.
BAB II
METODOLOGI

2.1 Deskripsi Area

Gambar 2.1 ITB Jatinangor dan Tiga Titik Tapak Pengamatan


(Sumber: Google Earth)

Pengamatan komposisi dan struktur vegetasi dilakukan di areal kampus ITB


Jatinangor. Dengan luas +/- 47 ha, lahan kampus membujur dari utara ke selatan dan
berdampingan dengan Jalan Raya Bandung-Sumedang. Lokasi ITB Jatinangor memiliki
topografi bergelombang dengan kontur tertinggi di bagian utara, bagian barat menuju aliran
sungai Ci Caringin, dan sebelah selatan ke arah Jalan Raya Jatinangor. Koordinat geografis
spesifik untuk pengamatan terletak pada 6° 55’ 53” LS - 107° 46’ 13” BT, 6° 55’ 51” LS -
107° 46’ 15” BT, dan 6° 55’ 59” LS - 107° 46’ 04” BT.
Terdapat tiga tapak pengamatan, dengan tapak satu di Hutan Gmelina arborea, tapak
dua di belakang Sekretariat HMH ‘SELVA’, dan tapak tiga di Hutan Campuran. Iklim lokasi
tropis pegunungan. Cuaca pada saat pengamatan cerah dan berangin.
Gambar 2.2 Rona lingkungan tapak belakang sekretariat HMH ‘SELVA’ (dari atas ke bawah, kiri ke
kanan: selatan, barat, utara, timur)

Gambar 2.3 Rona lingkungan tapak Gmelina arborea (dari atas ke bawah, kiri ke kanan: selatan,
barat, utara, timur)

Gambar 2.2 Rona lingkungan tapak Hutan Campuran (dari atas ke bawah, kiri ke kanan: selatan,
barat, utara, timur)
2.2 Metode Kerja
2.2.1 Analisis Vegetasi

Dilakukan dengan pembuatan plot Pada bagian tengah plot dibuat plot
penculipkan. Plot dibuat tiga tapak yang berukuran (1x1) m untuk pencuplikan
berbeda. biomassa.

Plot herba dan semai dibuat berukuran


(2x2) m, Di laboratorium dilakukan penimbangan
perdu dan pancang dibuat berukuran (5x5) untuk semua biomassa yang di peroleh.
m,
tiang dan pohon dibuat berukuran (20x20) Diambil biomassa sebanyak 100 gram dan
m. dibungkus dengan menggunakan
alumunium foil, lalu dimasukkan ke dalam
Dilakukan pengukuran kerimbunan (Kb), oven selama 24 jam dengan suhu 105°C.
kerapatan (Kr), frekuensi, dominansi dan
INP (Indeks Angka Penting) masing-
masing vegetasi yang ada di setiap tapak.

Peralatan yang digunakan dalam analisis vegetasi berupa tali rafia, roll meter, pasak,
dan kompas brunton untuk pembuatan plot. Trashbag diperlukan untuk pencuplikan biomassa
dari lapangan dan alumunium foil digunakan untuk pencuplikan 100 gram biomassa untuk di
oven.
2.2.1 Struktur Komunitas Tumbuhan (Diagram Profil)

Plot berukuran (20x10) m dibuat oleh masing-masing kelompok dengan arah yang sama.

Dilakukan identifikasi jenis tumbuhan, (untuk tumbuhan yang tidak bisa diidentifikasi,
sampel diambil untuk diidentifikasi di laboratorium).
Koordinat pohon diukur untuk setiap tiang/pohon (diameter >10 cm) dan diukur terhadap titik
pusat (x,y). Parameter lain yang diukur berupa tinggi pohon, tinggi percabangan pertama,
diameter batang, dan lebar penutupan kanopi.

Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi strata pada plot pengukuran.

Hasil pengukuran yang diperoleh digambarkan secara horizontal (tampak samping) dan
vertikal (tampak atas) pada kertas millimeter blok.

Peralatan yang digunakan pada struktur komunitas tumbuhan yaitu roll meter, rafia,
kompas brunton, dan pasak untuk pembuatan plot. Haga hypsometer untuk mengukur tinggi
pohon, pita ukur untuk menghitung diameter pohon/tiang, dan roll meter untuk pengukuran
diameter tajuk.
2.2.3 Pengukuran Faktor Lingkungan

Dilakukan pengukuran mikroklimat dan


faktor edafik.

Parameter yang diukur pada mikroklimat berupa temperatur, intensitas cahaya,


dan kelembaban udara.

Parameter yang diukur pada pengukuran faktor edafik tanah berupa pH tanah, suhu tanah,
bobot isi, bor auger untuk mencuplik tanah, menentukan kandungan air tanah, kandungan
oragnik dan kandungan mineral tanah.

Dalam pengukuran mikroklimat digunakan lux meter dan sling psychrometer.


Untuk pengukuran faktor edafik tanah digunakan soil tester, termometer multifungsi,
core sampler, dan bor auger.

2.3 Analisis Data


2.3.1 Indeks Nilai Penting (INP)
Nilai penting menggunakan tiga parameter yaitu kerapatan, kerimbunan dan
frekuensi. Nilai penting digunakan sebagai dasar menentukan tipe komunitas tumbuhan
yang didapatkan dari penjumlahan nilai – nilai relatif ketiga parameter tersebut. Spesies
dengan nilai penting tertinggi dapat digunakan untuk memberi nama komunitas/bentuk
vegetasi tersebut.

Kerapatan relatif (Krr) = Kerapatan jenis x 100 %


Kerapatan total

Kerapatan jenis = KrX


A

keterangan:

KrX : total kerapatan vegetasi sejenis


A : jumlah total plot

Kerimbunan relatif (Kbr) = Kerimbunan jenis x 100%


Kerimbunan total

Kerimbunan jenis = KbX


A

keterangan:

KbX : total area penutupan oleh vegetasi sejenis

A : jumlah total plot

Frekuensi relatif (Fr) = Frekuensi jenis x 100 %


Fekuensi total

Nilai Penting (NP) = Krr + Fr + Kbr

2.3.2 Indeks Keragaman Shannon-Wiener (H’)

Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui proporsi jumlah spesies atau


dapat disebut kekayaan jenis.
H′ = −∑ pi ln pi
keterangan:

pi : perbandingan antara jumlah individu satu spesies dengan jumlah individu


keseluruhan dalam contoh

Jika H’ < 1 : rendah

1< H’< 3 : sedang

H’ > 3 : tinggi

2.3.3 Indeks Kesamaan Sorensen (IS)


Indeks Kesamaan digunakan untuk menghitung dan mengetahui derajat
perbedaan antara dua komunitas vegetasi yang didasarkan oleh kehadiran jenis
tumbuhan atau perbandingan komposisi dari dua komunitas vegetasi.
Is = 2C x 100%
A+B
Keterangan:
C : jumlah jenis tumbuhan yang terdapat pada komunitas pertama atau kedua
A : jumlah jenis di komunitas pertama
B : jumlah jenis di komunitas kedua
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Komposisi Vegetasi


3.1.1 Deskripsi Umum Kondisi Vegetasi di Setiap Tapak
a. Total Spesies yang Ditemukan Per Bentuk Hidup di Setiap Tapak

Gambar 3.1 Grafik Jumlah Total Spesies Per Bentuk Hidup di Setiap Tapak

Berdasarkan data yang diperoleh sehingga didapat nila grafik total spesies
perbentuk hidup di setiap tapak (Gambar 3.1). Untuk bentuk hidup pohon pada tapak
satu dan tapk dua spesiesnya cenderung lebih homogen dibandingkan dengan tapak 3
yang memiliki jumlah spesies pohon yang lebih banyak sehingga lebih heterogen, pada
tapak satu dan tapak dua hanya memiliki 3 jenis pohon sedangkan pada tapak 3
memiliki 13 jenis pohon. Untuk bentuk hidup perdu pada ketiga tapak memiliki jumlah
spesies yang hampir sama, pada tapak satu sebanyak 5 spesies pada tapak dua sebanyak
4 spesies dan pada tapak tiga sebanyak 5 spesies. Dan untuk bentuk hidup herba pada
tapak satu memiliki jumlah spesies yang paling banyak dibandingkan dengan kedua
tapak yang lain, pada tapak satu ada sebanyak 19 spesies pada tapak dua sebanyak 16
spesies dan pada tapak tiga sebanyak 11 spesies. Menurut Umar (2013) suatu komunitas
memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh
banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama dan hamper sama. Sebaliknya jika
spesies disuatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies
yang dominan pada kounitas tersebut maka keanekaragaman spesiesnya rendah.

b. Kerapatan Total Pohon di Setiap Tapak

Gambar 3.2 Grafik Kerapatan Total Pohon di Setiap Tapak

Berdasarkan data yang diperoleh sehingga didapat nila grafik Kerapatan total
pohon di setiap tapak (Gambar 3.2). Pada tapak 3 memiliki kerapatan total yang paling
tinggi dibandingakn dengan kedua tapak yang lain, sedangkan pada tapak satu
kerapatan total pohonya paling rendah dibandingkan dengan kerapatan total pohon pada
kedua tapak yang lainya, pada tapak satu kerapatan total pohonya sebesar 225
pohon/Ha, pada tapak dua kerapatan total pohonya sebesar 316, 67 pohon/Ha dan pada
tapak tiga kerapatan total pohonya sebesar 408, 33 pohon/Ha. Kerapatan suatu spesies
menunjukan jumlah individu spesies dengan satuan luas tertentu, maka nilai kerapatan
menggambarkan banyaknya spesies tersebut pada suatu lokasi. Nilai kerapatan belum
dapat memberikan gambaran tentang pola penyebaran dan distribusi (Arrijani, 2006).

3.1.2 Perbandingan H’ dan Nama Komunitas (Berdasarkan INP) Per Bentuk Hidup di
Setiap Tapak Serta IS Dari Kedua Tapak
Tabel 3.1 Data Nilai Penting dari Tiga Tapak

Nilai Penting
Bentuk Nama
Tapak Nama INP Nama INP
Hidup Komunitas
Spesies 1 (%) Spesies 2 (%)
Gmelina Toona Gmelina-
Pohon arborea 152,6% sinensis 122,7% Toona

Bidens Stachytarpeta Bidens-


1
Perdu spilosa 76,0% indica 52,0% Stachytarpeta

Paspalum Centrosema Paspalum-


Herba sp. 50,0% pubescens 28,0% Centrosema

Swietenia Aleurites Swietenia-


Pohon macrophylla 233,7% moluccana 37,9% Aleurites
Mimosa Mimosa-
2
Perdu invisa 69,0% Capsicum sp. 69,0% Capsicum
Asystacia Asystacia-
Herba gangetica 60,0% Paspalum sp. 41,0% Paspalum
Antidesma Swietwnia Antidesma-
Pohon bunius 121,3% macrophylla 51,5% Swietwnia

Urena Stachytarpeta Urena-


3
Perdu lobata 71,0% jamaicensis 52,0% Stachytarpeta

Paspalum Centrosema Paspalum-


Herba sp. 51,9% pubescens 34,8% Centrosema

Penamaan komunitas per bentuk hidup dapat ditentukan berdasarkan dua nilai
tertinggi indeks nilai penting tumbuhan herba pada suatu habitat menunjukkan karakteristik
suatu komunitas herba, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman penamaan vegetasi di
suatu habitat (Abdiyani, 2008). Sehingga berdasarkan tabel (1), didapat nama komunitas pada
tapak 1 untuk bentuk hidup pohon adalah Gmelina-Toona, untuk perdu adalah Bidens-
Stachytarpeta dan herba adalah Paspalum-Centrosema. Nama komunitas yang terdapat pada
tapak 2, untuk bentuk hidup pohon adalah Swietenia-Aleurites, untuk perdu adalah Mimosa-
capsicum dan herba adalah Asystacia-paspalum. Kemudian nama komunitas yang terdapat
pada tapak 3, untuk bentuk hidup pohon adalah Antidesma-Swietenia, untuk perdu adalah
Urena-Stachytarpeta dan herba adalah Paspalum-Centrosema.

Tabel 3.2 Data Indeks Keanekaragaman dari Tiga Tapak


Tapak Habitus H'
Pohon 0,823
Pancang 0
1
Perdu 1,086
Herba 2,227
Pohon 0,326
Semai 0,693
2
Perdu 1,031
Herba 1,728
Pohon 1,568
Semai 0,363
3
Perdu 1,295
Herba 1,781

Menurut hasil perhitungan nilai keanekaragaman Shannon-Wiener pada tiga tapak


berbeda untuk vegetasi dengan habitus pohon, pancang, semail, perdu dan herba, didapat
hasil seperti pada tabel (2). Jika nilai H’ pada suatu ekosistem bernilai <1, maka nilai
keanekaragaman pada tapak tersebut dikatakan rendah. Jika nilai H’ Pada suatu ekosistem
bernilai 1<H’<3, maka keanekaragaman vegetasi dikatakan sedang. Jika nilai H’ > 3 maka
dikatakan keanekaragaman pada tapak teresebut tinggi (Masson, 1981).
Nilai keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) yang didapat pada tapak 1 untuk habitus
pohon, pancang, perdu dan herba, masing-masing adalah 0,823; 0; 1,086 dan 2,227. Sehingga
indeks keanekaragaman pohon dan pancang adalah rendah. Sedangkan untuk habitus perdu
dan herba adalah sedang. Nilai keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) yang didapat pada
tapak 2 untuk habitus pohon, semai, perdu dan herba, masing-masing adalah 0,326; 0,693;
1,031 dan 1,728. Sehingga indeks keanekaragaman pohon dan semai adalah rendah.
Sedangkan untuk habitus perdu dan herba adalah sedang. Nilai keanekaragaman Shannon-
Wiener (H’) yang didapat pada tapak 3 untuk habitus pohon, semai, perdu dan herba, masing-
masing adalah 1,568; 0,363; 1,295 dan 1,781. Sehingga indeks keanekaragaman semai adalah
rendah. Sedangkan untuk habitus pohon, perdu dan herba adalah sedang.

Tabel 3.3 Data Nilai Kesamaan dari Tiga Tapak


Spesies
Spesies Spesies yang
pada pada sama
Tapak Habitus tapak tapak antara 2C IS
pertama kedua kedua
(A) (B) tapak
(C)
Tapak Pohon 3 3 1 2 33%
1 dan Perdu 5 4 0 0 0%
Tapak
12 34%
2 Herba 19 16 6
Tapak Pohon 3 10 0 0 0%
2 dan Perdu 4 5 0 0 0%
Tapak
16 11 5 10 37%
3 Herba
Tapak Pohon 3 10 1 2 15%
3 dan Perdu 5 5 1 2 20%
Tapak
11 19 4 8 27%
1 Herba

Indeks kesamaan komunitas menggambarkan tingkat kesamaan struktur dan


komposisi jenis dari tegakan yang dibandingkan. Nilai indeks kesamaan berkisar 0-100%, di
mana semakin tinggi nilai indeks kesamaan jenis menunjukkan semakin tinggi pula tingkat
kemiripan jenis antara dua komunitas yang dibandingkan (Odum, 1996). Berdasarkan
perhihtungan dengan menggunakan persamaan Sorensen, didapatkan hasil sesuai dengan
tabel (3), dimana indeks kesamaan antara tapak 1 dan tapak 2 untuk bentuk hidup pohon
sebesar 33%, perdu sebesar 0% dan herba sebesar 34%. Indeks kesamaan antara tapak 2 dan
tapak 3 untuk bentuk hidup pohon sebesar 0%, perdu sebesar 0% dan herba sebesar 37%.
Indeks kesamaan antara tapak 1 dan tapak 2 untuk bentuk hidup pohon sebesar 15%, perdu
sebesar 20% dan herba sebesar 27%. Sehingga dapat dikatakan perbandingan kesamaan
antara tapak pada bentuk hidup pohon, perdu dan herba relatif rendah karena hanya berada
pada kisaran 30%.

3.1.3 Potensi Regenerasi Hutan Berdasarkan Analisis Vegetasi Terhadap Pohon

Gambar 3.1 Grafik frekuensi semai, pancang dan tiang tapak hutan Gmelina arborea

Pada tapak hutan Gmelina arborea (gambar 3.1), vegetasi pancang didominasi oleh
Gmenina arborea, vegetasi tiang didominasi oleh Gmelina arborea dan tidak ada vegetasi
semai.
Gambar 3.2 Grafik frekuensi semai, pancang dan tiang tapak hutan belakang sekretariat HMH ‘Selva’

Pada tapak hutan belakang sekretariat HMH ‘Selva’ (gambar 3.2), vegetasi semai
didominasi oleh Antidesma bunius dan Artocarpus altilis, vegetasi tiang didominasi oleh
Swietenia macrophylla dan tidak ada vegetasi pancang.

Gambar 3.3 Grafik frekuensi semai, pancang dan tiang tapak hutan campuran

Pada tapak hutan campuran (gambar 3.3), vegetasi semai didominasi oleh Swietenia
macrophylla, vegetasi tiang didominasi oleh Antidesma bunius dan Swietenia macrophylla
serta tidak adanya vegetasi pancang.
Regenerasi adalah sebuah peristiwa yang terjadi di alam dimana pohon yang masih
muda akan menggantikan pohon yang sudah dewasa dikarenakan beberapa alasan, seperti
karena penebangan, kebakaran, tumbang atau mati secara fisiologis (Samsoedin, 2010).
Terdapatnya semai di masing – masing tapak dapat menjadi salah satu indikator yang
menjelaskan bahwa pohon induk sudah pernah berbuah dan menghasilkan benih yang viable.
Selain itu, keberadaan semai juga berperan untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam bentuk
anakan alam, terutama pada saat tidak terjadi musim berbuah (Atmoko, 2011). Penggambaran
proses regenerasi hutan yang ideal ditandai dengan gambar grafik yang membentuk huruf ‘J’
terbalik (Sidiyasa, 2009) tidak terjadi pada ketiga tapak. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari
ketiga tapak tidak ada yang memiliki regenerasi yang ideal. Namun tapak hutan belakang
sekretariat HMH ‘Selva’ dan hutan campuran memiliki regenerasi yang lebih baik dari tapak
hutan Gmelina arborea karena pada kedua tapak tersebut terdapat permudaan dalam jumlah
yang cukup banyak. Dari ketiga grafik di atas dapat diprediksi bahwa tapak hutan Gmelina
arborea akan didominasi oleh vegetasi Gmelina arborea, tapak hutan belakang sekretariat
HMH ‘Selva’akan didominasi oleh Antidesma bunius dan Artocarpus altilis dan pada tapak
hutan campuran akan didominasi oleh Swietenia macrophylla.

3.2 Struktur Fisiognomi Hutan

3.2.1 Perbandingan Diagram Profil Masing-Masing Tapak

3.2.1.1 Diagram Profil Pohon

Analisis vegetasi yang dillihat secara struktur vertikal dan horizontal dapat
menggunakan metode diagram profil. Struktur vertikal digunakan untuk melihat komposisi
tegakan yang ada dalam plot pengamatan. Sedangkan struktur horizontal digunakan untuk
melihat penutupan kanopi dari setiap individu yang ada dalam plot pengamatan (Irwanto,
2014). Dalam praktikum ini, diagram profil pohon digunakan untuk melihat klasifikasi
tumbuhan berdasarkan ketinggian.

Gambar 3.5 Diagram Profil Tapak 1


Gambar 3.6 Diagram Profil
Tapak 2

Gambar 3.7 Diagram Profil Tapak 3

Pada tapak satu, vegetasi yang didapati adalah pohon Swietenia macrophylla dan
Delonix regia. Pada tapak ini memiliki vegetasi yang di dominasi mahoni, tapak terletak di
belakang sekretariat Selva. Pada tapak dua, terdapat pohon Eucalypyus deglupta, Swietenia
macrophylla dan Antidesma bunius, tapak ini terletak di hutan campuran. Pada tapak tiga,
terdapat pohon Toona sureni dan Gmelina arborea, terletak di tegakan Gmelina sehingga
tapak ini di dominasi oleh pohon Gmelina. Menurut Richard (1954) pohon yang berada di
stratum B memiliki tajuk yang kontinyu, batang memiliki banyak cabang, tinggi bebas
cabang tidak terlalu tinggi dan dapat bertahan hidup di bawah naungan. Lalu stratum C
memiliki tajuk yang kontinu, pohon rendah, dan memiliki cabang yang tersusun rapat. Sesuai
dengan teori, diagram profil ketiga tapak ini memiliki stratifikasi pohon pada stratum B dan
C, lalu memiliki tajuk yang kontinyu dengan tinggi bebas cabang yang tidak terlalu tinggi.

Dari hasil didapatkan bahwa pohon di ketiga tapak ini merupakan pohon masa depan
yang dapat dilihat dari potensi tegakan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh dan
berkembang di masa yang akan datang, lalu memiliki tajuk yang masih mampu berkembang
lebih lebar dan memiliki tinggi pohon yang cenderung sama. Pembeda dari ketiga tapak ini
adalah variasi pohon dan dominasi pohon pada tiap tapak. Lalu, kerapatan pohon jika di
urutkan dari yang terbesar adalah tapak 2 yaitu hutan campuran, tapak 3 yaitu tegakan
Gmelina lalu tapak 1 tegakan mahoni. Kerapatan yang tinggi membuat kompetisi vegetasi
untuk tumbuh menjadi lebih tinggi juga. Selanjutnya menurut Indriyanto (2006) bahwa jarak
antar tumbuhan merupakan hal yang sangat penting dalam persaingan. Persaingan yang
paling keras itu terjadi antar tetumbuhan yang berspesies sama, sehingga tegakan besar dari
spesies tunggal sangat jarang ditemukan.

3.2.1.2 Diagram Proyeksi Kanopi

Daerah yang tertutup kanopi terlindungi dari kekeringan, karena kondisi tanah
terlindungi oleh suhu yang rendah dan tingginya kelembaban yang dihasilkan oleh kanopi
yang tebal, selain itu terlindungi dari air hujan secara langsung sehingga kandungan
hara tanah tidak tersapu dan tetap terjaga. Proyeksi kanopi pada ketiga tapak kontinyu dan
saling tumpang tindih. Akan tetapi tapak satu memiliki kanopi yang tidak terlalu tumpang
tindih, dalam hal ini kerapatan pohon sangat mempengaruhi ruang tumbuh kanopi. Karena
kerapatan pohon yang tinggi pada tapak dua dan tapak tiga membuat proyeksi kanopi
tumpang tindih. Selain kerapatan pohon, tinggi pohon juga berpengaruh terhadap susunan
kanopi hutan. Pohon yang tinggi memiliki ruang tumbuh kanopi yang lebih luas dan leluasa
mendapatkan sinar matahari dari atas maupun samping.

Gambar 3.8 Diagram Proyeksi Kanopi Tapak 1


Gambar 3.9 Diagram Proyeksi Kanopi Tapak 2

Gambar 3.10 Diagram Proyeksi Kanopi Tapak 3

Kompetisi tajuk penting karena berkaitan dengan kemampuannya menangkap sinar


matahari utuk proses fotosintesis, oleh karena itu tajuk pohon cendrung tumbuh ke arah sinar
matahari. Hutan yang terlalu rapat memiliki persaingan yang lebih keras dalam mengambil
unsur hara, air dan mineral hal ini dapat menghambat pertumbuhan pohon. Oleh karena itu
dalam perancangan hutan harus diperhitungkan jarak tanamnya agar pohon dapat tumnuh
optimal (Sadono dkk, 2010). Selanjutnya menurut Indriyanto (2008) hutan yang tajuknya
kurang rapat berfungsi kurang efisien kecuali bila areal terbuka, di isi dengan permudaan
hutan atau pohon-pohon muda. Tempat-tempat terbuka tersebut biasanya ditumbuhi gulma
yang menganggu pertumbuhan jenis pohon utama atau tanaman pokok.

3.2.2 Kaitan struktur fisiognomi hutan dengan faktor lingkungan dan komunitas
tumbuhan bawah
Berdasarkan hasil pengamatan, tapak dengan komunitas tumbuhan bawah terbesar
terdapat di tapak Gmelina arborea. Sedangkan tapak dengan kerimbunan maupun kerapatan
tertinggi berdasarkan hasil sketsa tutupan kanopi dan diagram profil terdapat pada Hutan
Campuran.
Menurut Webb dan Tracey (1994) dalam Kartawinata (2013), fisiognomi hutan
dicerminkan oleh wujud vegetasi serta interaksi antara tumbuhan, hewan, dan lingkungan
yang dihuninya. Sehingga dapat disimpulkan, keseluruhan faktor lingkungan yang diukur
berpengaruh pada struktur pepohonan yang berada di ketiga tapak serta membedakan
ketiganya. Dalam pengamatan ini, misalnya, dengan banyaknya vegetasi pada tapak Hutan
Campuran dibandingkan dua tapak lainnya, maka terdapat lebih banyak interaksi di
dalamnya, baik itu antar pohon maupun antara pohon dan tumbuhan bawah. Namun
demikian, perbedaan antar tapak tidak begitu kentara.
BAB IV
KESIMPULAN

Total spesises yang ditemukan perbentuk hidup pada setiap tapak memiliki
perbedaan, pada bentuk hidup pohon pada tapak tiga memiliki total spesies yang lebih banyak
sejumlah 13 spesies dibandingkan dengan 2 tapak yang lainya yang hanya memiliki 3 spesies
pohon. Pada bentuk hidup herba jumlah spesies antar tapak cenderung sama yaitu pada tapak
satu sebanyak 5 spesies, pada tapak 2 sebanyak 4 spesies, dan pada tapak tiga sebanyak 5
spesies. Dan pada bentuk hidup herba pada tapak satu memiliki jumlah spesies yang paling
banyak dibandingkan dengan kedua tapak yang lain, pada tapak satu ada sebanyak 19 spesies
pada tapak dua sebanyak 16 spesies dan pada tapak tiga sebanyak 11 spesies.
Kerapatan pohon pada ketiga tapak memiliki nilai yang berbeda, kerapatan total
pohon pada tapak tingga memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 408, 33 pohon/Ha. Pada
tapak satu yang memiliki nilai kerapatan pohon total paling kecil dibandingkan dengan kedua
tapak yang lainya dengan nilai kerapatan total pohon sebesar 225 pohon/Ha. Dan pada tapak
dua kerapatan total pohonya sebesar 316, 67 pohon/Ha.
Nama komunitas pada tapak 1 untuk bentuk hidup pohon adalah Gmelina-Toona,
untuk perdu adalah Bidens-Stachytarpeta dan herba adalah Paspalum-Centrosema. Nama
komunitas yang terdapat pada tapak 2, untuk bentuk hidup pohon adalah Swietenia-Aleurites,
untuk perdu adalah Mimosa-capsicum dan herba adalah Asystacia-paspalum. Kemudian
nama komunitas yang terdapat pada tapak 3, untuk bentuk hidup pohon adalah Antidesma-
Swietenia, untuk perdu adalah Urena-Stachytarpeta dan herba adalah Paspalum-Centrosema.
Indeks keanekaragaman pada tapak 1 untuk habitus pohon, pancang, perdu dan herba,
masing-masing adalah 0,823; 0; 1,086 dan 2,227. Pada tapak 2 untuk habitus pohon, semai,
perdu dan herba, masing-masing adalah 0,326; 0,693; 1,031 dan 1,728. Pada tapak 3 untuk
habitus pohon, semai, perdu dan herba, masing-masing adalah 1,568; 0,363; 1,295 dan 1,781.
Indeks kesamaan antara tapak 1 dan tapak 2 untuk bentuk hidup pohon sebesar 33%,
perdu sebesar 0% dan herba sebesar 34%. Indeks kesamaan antara tapak 2 dan tapak 3 untuk
bentuk hidup pohon sebesar 0%, perdu sebesar 0% dan herba sebesar 37%. Indeks kesamaan
antara tapak 1 dan tapak 2 untuk bentuk hidup pohon sebesar 15%, perdu sebesar 20% dan
herba sebesar 27%.
Pada tapak hutan Gmelina arborea, vegetasi pancang didominasi oleh Gmenina
arborea, vegetasi tiang didominasi oleh Toona sinensis dan tidak ada vegetasi semai. Pada
tapak hutan belakang sekretariat HMH ‘Selva’, vegetasi semai didominasi oleh Antidesma
bunius dan Artocarpus altilis, vegetasi tiang didominasi oleh Swietenia macrophylla dan
tidak ada vegetasi pancang. Pada tapak hutan campuran, vegetasi semai didominasi oleh
Swietenia macrophylla, vegetasi tiang didominasi oleh Antidesma bunius dan Swietenia
macrophylla serta tidak adanya vegetasi pancang.

Diagram profil pohon pada ketiga tapak memiliki variasi vegetasi yang berbeda –
beda. Stratifikasi pohon pada ketiga tapak termasuk ke dalam stratum B dan C. Diagram
proyeksi kanopi seluruh tapak kontinyu dan memiliki tinggi bebas cabang yang tidak terlalu
tinggi. Tapak satu memiliki tajuk kanopi yang tidak terlalu tumpang tindih karena kerapatan
pohon kecil pada tapak tersebut.

Perbedaan fisiognomi hutan di ketiga tapak dipengaruhi oleh perbedaan vegetasi,


tumbuhan, dan faktor lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdiyani, S. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat di Dataran


Tinggi Dieng. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 5(1): 79-92.
Arrijani, dkk. 2006. Analisis Vegetasi .Hulu DAS Cianjur Taman Nasional Gunung Gede-
Pangrango.
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yokyakarta: Gajah mada
University Press.
Atmoko. 2011. “Potensi Regenerasi dan Penyebaran Shorea balangeran (Korth.) Burck di
Sumber Benih Saka Kajang, Kalimantan Tengah”. Jurnal Penelitian Dipterokarpa, V
(02).
Dahlan, Rusky. 2013. Standar Vegetasi Mangrove Di Kampung Iseren Rumberpon Pada
kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Manokwari: Universitas Negri Papua.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Jakarta : Bumi Aksara.

Irwanto. 2014. Struktur Vertikal Hutan : Stratifikasi Hutan Hujan Tropis.


www.irwantoshut.com. Diakses pada 14 Maret 2018 pukul 20.00 WIB.

Masson C. F. 1981. Biology of Freshwater pollution. London. Longman Group Limited.

Kartawinata, Kuswata. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia: Ungkapan Singkat


dengan Sajian Foto dan Gambar. Jakarta: LIPI Press.

Odum, E.P. (1996). Dasar-dasar ekologi (T. Samingan, Terjemahan). Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Onrizal & C. Kusmana. 2008. Studi Ekologi Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera
Utara. Biodiversitas 9 (1): 25-29.

Richard, L.A. 1954. Diagnosis and Improvement of Saline and Alkali Soils. Department of
Agriculture Handbook, Vol 60, Washington DC, USA.
Sadono, R dkk. 2010. Penentuan Tingkat Kompetisi Tajuk Tegakan Jati Hasil Uji Keturunan
Umur 11 Tahun Di KPH Ngawi. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Samsoedin. 2010. “Struktur dan Komposisi Jenis Tumbuhan Hutan Pamah di Kawasan Hutan
dengan Tujuan Khusus (Khdtk) Carita, Provinsi Banten”. Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam, VII (2), p. 139 – 148.
Sidiyasa. 2009. “Struktur dan komposisi tegakan serta keanekaragamannya di hutan lindung
Sungai Wain, Balikpapan, Kalimantan Timur”. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam, VI(1), 79-93.
Terborgh, J. 1992. Diversity and The Tropical Rain Forest. New York. Scientific American
Library.
Umar, R., 2013. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Webb, L.J.; Tracey, J.G.; Williams, T. 1994. “The value of structural features in tropical
forest typology”. Austral Ecology Volume 1 Issue 1.
LAMPIRAN

Tabel 1. Data Pengukuran Mikroklimat dan Faktor Edafik pada tapak 1 di H

Intensitas
Ulangan Suhu Udara Kelembaban Kelemb
Kelompok Cahaya pH Tanah
ke- (ͦC) Udara (%) Tanah
(Lux)

1 9620 27,2222222 88 6,2 78


3
2 9720 30,5555556 68 6,1 73
1 40100 30 70 6.4 80
1
2 51300 30 58 6.6 76
1 77000 31 56%
2 5,8 83
2 18000 29 60%
Kandungan Kandungan Bulk Deskripsi
Ulangan
Kelompok Organik Mineral Density Rona
ke-
(%) (%) (gr/cm2) Lingkungan
1 Ternaung
3 49.41% 50.58% 0,506
2 sedang Le
1 Daerah
terbuka,
1 46.99% 53.01 0,56 dominasi
2
Toona
sinensis
1
2 56.18 43.82 0,892 cerah
1 1030 28,33333333 53% 6,4 65
4
2 434 27,22222222 92 5,8 75

1 1393 26 81 6.2 50
5
2 1351 28 85 6.2 59

1 689 28 79 6,8 55
6
2 557 27 71 6,6 65

Kandungan Kandungan Bulk Deskripsi


Ulangan
Kelompok Organik Mineral Density Rona
ke-
(%) (%) (gr/cm2) Lingkungan
1 ternaung,
4 45,97 54,02
2 0.779 sedang
1 teduh,
vegetasi
5 46,9 52 tidak
2
terlalu
0,84443 padat
1 setengah
6 14.6 85.4
2 0.98 tertutup

Tabel 3. Data Pengukuran Mikroklimat dan Faktor Edafik pada tapak 3 di H


2 1253 27 71 6 7

Kandungan Kandungan Bulk Deskripsi


Ulangan
Kelompok Organik Mineral Density Rona
ke-
(%) (%) (gr/cm2) Lingkungan
1 tertutup, dominasi
8 4696,00% 53 0,305 switenia
2 macrophylla,

1 tertutup, dominasi
7 44.02 55.97
2 eucalyptus,
0,533
1 tapak tertutup, tajuk
9 39,96 60,04 tapat, dominasi
2 0.49538 Antdeesma bunius
Tabel 4. Data Pohon di Tapak 1
Jumlah Individu per plot Jumlah
NO NAMA SPESIES
1 2 3 Total
Gmelina arborea
1 (pohon) 3 11 14
2 Toona sinensis 6 6 12
3 Melia azedarach 1 1
Total 27

Tabel 5. Data Kerimbunan Perdu di Tapak 1


NAMA Kerimbunan (%) Kb Kb Rf
NO
SPESIES 1A 1B 2A 2B 3A 3B Total (%)
1 Kaliandra sp. 2.5 2.5 1.9%
2 Mimosa pudica 37.5 37.5 15 2.5 17.5 13.5%
3 Mimosa pigra 2.5 2.5 1.9%
Stachytarpeta
4 indica 15 15 2.5 32.5 25.0%
5 Bidens pilosa 37.5 37.5 75 57.7%
Total 130 100%

Tabel 6. Data Kerimbunan Herba di Tapak 1


N NAMA Kerimbunan (%) Kb Kb
O SPESIES Tot Rf
1 1B 1 1 2 2B 2 2 3 3B 3 3
al (%)
A C D A C D A C D

1 Bidens 37 15 2. 55 6.2%
pilosa .5 5

2 Paspalum 37 62 62 15 37 37 1 37 305 34.5


sp. .5 .5 .5 .5 .5 5 .5 %

3 Centosema 15 15 2. 15 15 2. 2. 15 1 97. 11.0


pubescens 5 5 5 5 5 %

4 Mimosa 2. 1 2. 20 2.3%
pudica 5 5 5

5 Centosema 2. 2.5 0.3%


pubescens 5

6 Hyptis 2. 2. 5 0.6%
capitata 5 5

7 Mikania 2. 2. 2. 15 1 2. 40 4.5%
micrantha 5 5 5 5 5

8 Thunbergia 2. 2.5 0.3%


alata 5

9 Thunbergia 15 15 1.7%
alata

10 Paspalum 15 15 1.7%
sp.

11 Ipomoea 2. 15 15 2. 15 2, 15 15 77. 8.8%


obscura 5 5 5 5

12 Erigeron 25 25 2.8%
sumatraensis

13 Bubleurum 37 37. 4.2%


chinense .5 5

14 Chromolaen 2. 2.5 0.3%


a odorata 5

15 Nasturtium 2. 2.5 0.3%


officianale 5

16 Cynodon 15 15 1.7%
dactylon

17 Pseudelepan 15 15 1.7%
thopus
spicatus

18 sp 4 37 15 62 115 13.0
angkatan .5 .5 %

19 sp 2 37 37. 4.2%
angkatan .5 5

Total 885 100.


0%

Tabel 7. Data Pohon di Tapak 2


Jumlah Individu per plot Jumlah
NO NAMA SPESIES
4 5 6 Total
1 Swietenia macrophylla 7 16 12 35
2 Aleurites moluccana 1 1
3 Gmelina arborea 2 2
Total 38

Tabel 8. Data Kerimbunan Herba di Tapak 2


NAMA Kerimbunan (%) Kb Kb Rf
NO
SPESIES 4A 4B 5A 5B 6A 6B Total (%)
1 Mimosa invisa 62.5 62.5 43.9%
2 Morus Sp. 2.5 2.5 1.8%
3 Capsicum Sp. 62.5 62.5 43.9%
Manihot
4 esculenta 15 15 10.5%
Total 142.5 100%
Tabel 9. Data Kerimbunan Herba di Tapak 2
N NAMA Kerimbunan (%) Kb Kb
O SPESIES Tot Rf
4 4B 4 4 5 5B 5 5 6 6B 6 6
al (%)
A C D A C D A C D

1 Asystasia 37 37 15 15 62 85 1 1 37 37 37 395 40.1


gangetica .5 .5 .5 5 5 .5 .5 .5 %

2 Paspalum sp. 15 15 37 37 15 15 1 1 15 37 217 22.1


.5 .5 5 5 .5 .5 %

3 Centrosema 15 2. 2. 15 62 2. 15 37 1 167 17.0


pubescens 5 5 .5 5 .5 5 .5 %

4 Cyperus 15 2. 2. 20 2.0%
killingia 5 5

5 Bidens pilosa 15 2. 17. 1.8%


5 5

6 Mikania 2. 37 15 15 2. 72. 7.4%


micranta 5 .5 5 5

7 Calopogoniu 2. 2.5 0.3%


m sp. 5

8 Colocassia 2. 2. 2. 2. 10 1.0%
gigantea 5 5 5 5

9 Ipomoea Sp. 2. 2.5 0.3%


5

10 Mimosa Sp. 2. 2.5 0.3%


5

11 Cyperus Sp. 15 1 30 3.0%


5
12 SP1 37 37. 3.8%
.5 5

13 SP3 2. 2.5 0.3%


5

14 Sp 1 angkatan 2. 2.5 0.3%


5

15 Sida 2. 2.5 0.3%


rhombifolia 5

16 Pseudoelepha 2. 2.5 0.3%


ntopus 5
spicatus

Total 985 100.


0%

Tabel 10. Data Pohon di Tapak 3


Jumlah Individu per plot Jumlah
NO NAMA SPESIES
7 8 9 Total
1 Antidesma bunius 5 23 28
2 Swietenia macrophylla 1 3 4
3 Eucalyptus sp 7 7
4 Eucalyptus urophylla 1 1
5 Khaya anthotheca 1 1
6 Pinus merkusii 1 1
7 Maeopsis africana 2 2
8 Hibiscus macrophyllus 1 1
10 Nephelium lappaceum 1 1
11 Artocarpus heterophyllus 1 1
12 Acacia mangium 1 1
13 Cassia sp. 1 1
Total 49

Tabel 11. Data Kerimbunan Perdu di Tapak 3


Kerimbunan (%) Kb Kb Rf
NO NAMA SPESIES
7A 7B 8A 8B 9A 9B Total (%)
Stachytarpheta
1 indica 2.5 2.5 9.1%
Stachytarpheta
2 jamaicensis 2.5 2.5 5 18.2%
3 Lantana camara 2.5 2.5 9.1%
Chromolaena
4 odorata 2.5 2.5 9.1%
5 Urena lobata 15 15 54.5%
Total 27.5 100.0%

Tabel 12. Data Kerimbunan Herba di Tapak 3


N NAMA Kerimbunan (%) Kb Kb
O SPESIES Tot Rf
7A 7 7 7 8A 8 8C 8D 9 9B 9 9
al (%)
B C D B A C D

1 Centrosema 2.5 2. 2.5 1 62. 1 1 115 16.3


pubescenss 5 5 5 5 5 7%

2 Paspalum 2.5 2. 2.5 1 2.5 2.5 1 37. 1 8 180 25.6


sp. 5 5 5 5 5 5 2%

3 Oplismenus 37. 15 37. 37. 127 18.1


5 5 5 .5 5%

4 Asystasia 2. 37. 40 5.69


gangetica 5 5 %

5 Stachytarphe 2. 2.5 0.36


ta 5 %
jamaicensis

6 Oplismenus 97. 8 2. 2. 187 26.6


sp 5 5 5 5 .5 9%

7 Ipomoea 2.5 2. 5 0.71


obscura 5 %

8 Asystasia 2.5 2. 2. 2. 10 1.42


gangetica 5 5 5 %

9 Mikania 2. 1 17. 2.49


micrantha 5 5 5 %

10 Paspalum 2. 2.5 0.36


cartilagineu 5 %
m

11 Dieffenbachi 1 15 2.14
a seguine 5 %

Total 702 100.


.5 00
%

Tabel 13. Kerapatan Total di Tapak 1


Jumlah Individu per
Jumlah Kr Rf
NO NAMA SPESIES plot Kr Total
Total (%)
1 2 3
Gmelina arborea
1 (pohon) 3 11 14 116.6666667 51.9%
2 Toona sinensis 6 6 12 100 44.4%
3 Melia azedarach 1 1 8.333333333 3.7%
Total 27 225 100%

Tabel 14. Kerapatan Total di Tapak 2


N Jumlah Individu per plot Jumlah Kr Kr Rf
NAMA SPESIES
O 4 5 6 Total Total (%)
Swietenia
291.67
1 macrophylla 7 16 12 35 92.1%
2 Aleurites moluccana 1 1 8.33 2.6%
3 Gmelina arborea 2 2 16.67 5.3%
Total 38 316.67 100.0%

Tabel 14. Kerapatan Total di Tapak 3


Jumlah Individu per plot Jumlah Kr Kr Rf
NO NAMA SPESIES
7 8 9 Total Total (%)
1 Antidesma bunius 5 23 28 233.33 57.1%
2 Swietenia macrophylla 1 3 4 33.33 8.2%
3 Eucalyptus sp 7 7 58.33 14.3%
4 Eucalyptus urophylla 1 1 8.33 2.0%
5 Khaya anthotheca 1 1 8.33 2.0%
6 Pinus merkusii 1 1 8.33 2.0%
7 Maeopsis africana 2 2 16.67 4.1%
8 Hibiscus macrophyllus 1 1 8.33 2.0%
10 Nephelium lappaceum 1 1 8.33 2.0%
Artocarpus
11 heterophyllus 1 1 8.33 2.0%
12 Acacia mangium 1 1 8.33 2.0%
13 Cassia sp. 1 1 8.33 2.0%
Total 49 408.33 100.0%

Anda mungkin juga menyukai