Anda di halaman 1dari 34

PENGANTAR ILMU KEHUTANAN

HUTAN HUJAN TROPIKA DATARAN RENDAH


Drs. Syamsuddin Millang

KELOMPOK I

ASRI YUSHARI YAHYA


RATU M. SANDABUNGA
ICUK SUGIARTO SESA. A
RIZKA KUSUMA DEWI
ABD. ROZADI
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan

makalah yang berjudul Hutan Hujan Tropika Dataran Rendah guna memenuhi
tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Kehutanan.
Rasa hormat dan terima kasih kamisampaikan kepada bapak Syamsuddin
Millang, selaku dosen pembimbing pada mata kuliah Pengantar Ilmu Kehutanan yang
telah memberikan ilmu-ilmu pengantar sehingga memudahkan penulis dalam
menyusun makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam
makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun agar kami dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca.
Makassar,

Oktober 2014

Kelompok I

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Struktur Pelapisan Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah
2.2. Potensi Flora
2.3. Potensi Fauna
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
a.

Latar Belakang
Hutan
Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh
pohon-pohon yang menempati suatu tempat dimana terdapat hubungan
timbal balik antara tumbuhan tersebut dengan lingkungannya. Pepohonan
yang tinggi sebagai komponen dasar dari hutan memegang peranan penting
dalam menjaga kesuburan tanah dengan menghasilkan seresah sebagai
sumber hara penting bagi vegetasi hutan (Ewise, 1990). Hutan memberi
pengaruh pada sumber alam yang lain. Pengaruh ini melalui 3 faktor
lingkungan yang saling berhubungan, yaitu : iklim, tanah dan pengadaan air
di berbagai wilayah, misalnya di wilayah pertanian. Pada saat ini daerah
hutan tropik yang terbesar dan masih cukup baik di Asia Tenggara, terutama
di Indonesia dijumpai di pulau Sumatera, Kaimantan, Sulawesi dan Irian
Jaya (Soeriaatmadja, 1981).
Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila
dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian, dikarenakan
keragaman pohon yang tinggi (Hairiah dan Rahayu, 2007). Hutan-hutan
Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Menurut FAO,
jumlah total vegetasi hutan Indonesia meningkat lebih dari 14 miliar ton
biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia dan setara
dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini
secara kasar menyimpan 3,5 milliar ton karbon (FWI, 2003).
Menurut Daniel et al. (1992) menyatakan bahwa hutan memiliki
beberapa fungsi bagi kehidupan manusia antara lain: (1) pengembangan dan
penyediaan atmosfir yang baik dengan komponen oksigen yang stabil, (2)
produksi bahan bakar fosil (batubara), (3) pengembangan dan proteksi
lapisan tanah, (4) produksi air bersih dan proteksi daerah aliran sungai
terhadap erosi, (5) penyediaan habitat dan makanan untuk binatang,
serangga, ikan, dan burung, (6) penyediaan material bangunan, bahan bakar

dan hasil hutan, (7) manfaat penting lainnya seperti nilai estetis, rekreasi,
kondisi alam asli, dan taman. Semua manfaat tersebut kecuali produksi
bahan bakar fosil, berhubungan dengan pengolahan hutan.

b. Pohon
Pohon merupakan organisme yang kompleks. Dari hasil pembiakan
vegetatif atau dari sel telur yang telah dibuahi yang kemudian tumbuh
menjadi emberio yang terselubung dalam suatu biji yang mungil, pohon
tumbuh menjadi suatu organisme terbesar yang hidup di alam. Untuk
keperluan inventarisasi, pohon dibedakan menjadi stadium seedling,
sapling, pole, dan pohon dewasa. Wyatt-Smith (1963) dalam Soerianegara
& Indrawan (1998) membedakan sebagai berikut :
1) Seedling (semai) yaitu permudaan mulai

kecambah

sampai

setinggi 1,5 m.
2) Sapling ( pacing, sapihan )yaitu permudaan yang tingginya 1,5m dan
lebih sampai pohonpohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm.
3) Pole (tiang) yaitu pohon-pohon muda yang berdiameter 10-35 cm.
4) Pohon dewasa yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 35 cm yang
diukur 1,3 meter dari permukaan tanah.
Menurut Sutarno & Soedarsono (1997), pohon hutan merupakan
tumbuhan yang berperawakan pohon, batangnya tunggal berkayu, tegak dan
biasanya beberapa meter dari tanah tidak bercabang, mempunyai tajuk
dengan percabangan dan daun seperti kepala. Pohon mendominasi hutan
tropis, bentuk kehidupan pohon berpengaruh pada fisiognomi umum,
produksi dasar dan lingkaran keseluruhan dari komunitas. Banyak ciri-ciri
pohon tropis berbeda. dengan pohon pada daerah lain mengingat ciri-ciri
tertentu seperti percabangan, daun-daunan, buah-buahan dan sistem
perakaran ( Longman & Jenik, 1987).

Berbagai penelitian tentang keanekaragaman pohon telah banyak


dilakukan di berbagai hutan di antaranya pada kawasan hutan hujan tropis
yang menunjukkan tingginya keanekaragaman jenis. Di Borneo dengan luas
plot 2,0 ha ditemukan 740 individu pohon dengan jumlah jenis sebanyak
199 jenis. Di Malay Peninsula Bukit Lagong dengan luas 2,0 ha ditemukan
559 individu pohon dengan jumlah jenis sebanyak 215 jenis (Kusmana,
1995). Di Asia Tenggara umumnya ditemukan lebih dari 100 jenis spesies
pohon yang berbeda tiap hektarnya, tidak termasuk tingkat seedling (semai)
walaupun beberapa dugaan terdahulu menyatakan bahwa kadang-kadang
jumlah keseluruhan spesies pohon mungkin hampir 400 spesies per hektar
(Longman & Jenik,1987). Tegakan hutan hujan tropis didominasi oleh
pepohonan yang selalu hijau. Tegakan hutan adalah keseluruhan pohon yang
tumbuh di hutan. Tegakan hutan yang akan diteliti meliputi seluruh pohon
dan tiang.
1.2.
1.
2.

Rumusan Masalah
Bagaimanakah Hutan Hujan Tropika Dataran Rendah itu ?
Apa saja Flora dan Fauna yang ada di dalamnya ?

1.3.

Tujuan
Penulisan Makalah ini bertujuan untukmengetahui lebih jauh mengenai Hutan
Hujan Tropika Dataran Rendah, dimana di dalamnya terdapat keanekaragaman
Flora dan Fauna baik yang endemic maupun langka .

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Struktur Pelapisan Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah


Menurut Vickery (1984), hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe
vegetasi hutan tertua yang telah menutupi banyak lahan yang terletak pada 100
LU dan 100 LS. Ekosistem hutan hujan tropis terbentuk oleh vegetasi klimaks
pada daerah dengan curah hujan 2.000-4.000 mm per tahun, rata-rata temperatur
250 C dengan perbedaan temperatur yang kecil sepanjang tahun, dan rata-rata
kelembaban udara 80%. Arief (1994) mengemukakan bahwa hutan hujan tropis
adalah klimaks utama dari hutan-hutan di dataran rendah yang mempunyai tiga
stratum tajuk, yaitu stratum A, B, dan C, atau bahkan memiliki lebih dari tiga
stratum tajuk. Stratifikasi yang terdapat pada hutan hujan tropis dapat dibagi
menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah, yaitu stratum A, stratum B,
stratum C, stratum D, dan stratum E (Arief, 1994; Ewise, 1990; Soerianegara dan
Indrawan, 1982). Masing-masing stratum diuraikan sebagai berikut.

1. Stratum A, yaitu lapisan tajuk ( kanopi ) hutan paling atas yang dibentuk
oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m. Pada umumnya tajuk pohon
pada stratum tersebut lebar, tidak bersentuhan ke arah horizontal dengan
tajuk pohon lainnya dalam stratum yang sama, sehingga stratum tajuk itu

berbentuk lapisan diskontinu. Pohon pada stratum A umumnya berbatang


lurus, batang bebas cabang tinggi, dan bersifat intoleran (tidak tahan
naungan). Menurut Ewuise (1994), sifat khas bentuk-bentuk tajuk pohon
tersebut sering digunakan untuk identifikasi spesies pohon dalam suatu
daerah.
2. Stratum B, yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh
pepohonan yang tingginya 20-30 m. Bentuk tajuk pohon pada stratum B
membulat atau memanjang dan tidak melebar seperti pada tajuk pohon pada
stratum A. Jarak antar pohon lebih dekat, sehingga tajuk-tajuk pohonnya
cenderung membentuk lapisan tajuk yang kontinu. Spesies pohon yang ada,
bersifat toleran (tahan naungan) atau kurang memerlukan cahaya. Batang
pohon banyak cabangnya dengan batang bebas cabang tidak begitu tinggi.
3. Stratum C, yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh
pepohonan yang tingginya 4-20 m. Pepohonan pada stratum C mempunyai
bentuk tajuk yang berubahubah tetapi membentuk suatu lapisan tajuk yang
tebal. Selain itu, pepohonannya memiliki banyak percabangan yang tersusun
dengan rapat, sehingga tajuk pohon menjadi padat. Menurut Vickery (1984),
pada stratum C, pepohonan juga berassosiasi dengan berbagai populasi
epipit, tumbuhan memanjat; dan parasit .
4. Stratum D, yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh spesies
tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 m.Pada stratum ini juga
terdapat dan dibentuk oleh spesies pohon yang masih muda atau dalam fase
anakan (seedling), terdapat palma-palma kecil, herba besar, dan pakupakuan besar.
5. Stratum E, yaitu tajuk paling bawah atau lapisan ke lima dari atas yang
dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup tanah (ground cover) yang
tingginya 0-1m. Keanekaragaman spesies pada stratum E lebih sedikit
dibandingkan dengan stratum lainnya.
Menurut Indriyanto (2008), tidak semua tipe ekosistem hutan memiliki
lima stratum tersebut. Oleh karena itu, ada hutan yang hanya memiliki sratum

A, B, D, dan E, atau A, C, D, dan E dan lain sebagainya. Santoso (1996) dan


Direktorat Jenderal Kehutanan (2007) mengemukakan bahwa tipe ekosistem
hutan hujan tropis terdapat di wilayah yang memiliki tipe iklim A dan B
(menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson), atau dapat dikatakan bahwa
tipe ekosistem tersebut berada pada daerah yang selalu basah, pada daerah yang
memiliki jenis tanah Podsol, Latosol, Aluvial, dan Regosol dengan drainase
yang baik, dan terletak jauh dari pantai. Tegakan hutan hujan tropis didominasi
oleh pepohonan yang selalu hijau. Tajuk pohon hutan tropis sangat rapat,
ditambah lagi adanya tetumbuhan yang memanjat, menggantung, dan menempel
pada dahan-dahan pohon, misalnya rotan, anggrek, dan paku-pakuan. Hal ini
menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus tajuk hutan hingga ke lantai
hutan, sehingga tidak memungkinkan bagi semak untuk berkembang di bawah
naungan tajuk pohon kecuali spesies tumbuhan di bawah naungan (Arief, 1994).
Selain ciri umum yang telah dikemukakan di atas, masih ada ciri yang
dimiliki ekosistem hutan hujan tropis, yaitu kecepatan daur ulang sangat tinggi,
sehingga semua komponen vegetasi hutan tidak mungkin kekurangan unsur
hara. Jadi, faktor pembatas di hutan hujan tropis adalah cahaya, dan itupun
hanya berlaku bagi tetumbuhan yang terletak di lapisan bawah. Dengan
demikian, herba dan semak yang ada dalam hutan adalah spesiesspesies yang
telah beradaptasi secara baik untuk tumbuh di bawah naungan pohon (Vickery,
1984)
Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan hujan tropis
dibedakan menjadi tiga zona atau wilayah sebagai berikut (Santoso, 1996)
1. Zona 1 dinamakan hutan hujan bawah karena terletak pada daerah dengan
ketinggian tempat 0-1.000 m dari permukaan laut.
2. Zona 2 dinamakan hutan hujan tengah karena terletak pada daerah dengan
ketinggiantempat 1.000-3.300 m dari permukaan laut.
3. Zona 3 dinamakan hutan hujan atas karena terletak pada daerah dengan
ketinggian tempat 3.300-4.100 m dari permukaan laut.

Hutan hujan tropis memiliki fungsi yang vital bagi keberlangsungan


hidup semua makhluk yang ada di bumi, dalam hal iklim dunia. Hutan hujan
tropis sangat membantu sekali dalam hal menstabilkan iklim dunia dengan cara
menyerap karbon dioksida yang ada diatmosfer, sehingga mengurangi pula
dalam hal efek rumah kaca. Hutan hujan tropis juga merupakan rumah atau
habitat bagi keberlangsungan hidup bagi makhluk hidup yang tinggal
didalamnya, termasuk flora dan fauna yang terancam punah keberlangsungan
hidupnya (Kusmana, 1995).
Pada saat banyak pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan
penebangan hutan secara liar (Ilegal logging), hal ini dapat mengakibatkan
kepunahan berbagai spesies yang hidup. Selain fungsi- fungsi tersebut ada pula
fungsi yang sangat vital, yaitu sebagai suatu sistem peredaran hidrologi bagi
bumi.Hal ini menggambarkan pergerakan yang berkelanjutan dari air di bawah,
di permukaan, dan di atas bumi. Jadi tidak heran jika hutan hujan tropis yang
masih

perawan

memiliki

sungai-sungai

yang

lebar

serta

panjang

(Soerianegara & Indrawan, 1998).


2.2. Potensi Flora
Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh
bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya
terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan
hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata
lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan
membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu
sama

lain,

yang

disebut

sebagai

suatu

komunitas

tumbuh-tumbuhan

(Soerianegara dan Indrawan, 1998).


Vickery (1984) menyatakan bahwa jumlah spesies pohon yang ditemukan
dalam hutan hujan tropis lebih banyak dibandingkan dengan yang ditemukan
pada ekosistem yang lainnya. Misalnya, hutan hujan tropis di Amazone
mengandung spesies pohon dan semak sebanyak 240 spesies. Haeruman (1980)

juga mengatakan bahwa hutan alam tropis yang masih utuh mempunyai jumlah
spesies tumbuhan yang sangat banyak. Hutan di Kalimantan mempunyai lebih
dari 40.000 spesies tumbuhan, dan merupakan hutan yang paling kaya spesiesnya
di dunia. Di antara 40.000 spesies tersebut, terdapat lebih dari 4.000 spesies
tumbuhan yang termasuk golongan pepohonan besar dan penting. Di dalam
setiap hektar hutan tropis tersebut mengandung 320 pohon yang berukuran garis
tengah lebih dari 10 cm. Di samping itu, di hutan hujan tropis Indonesia telah
banyak dikenali ratusan spesies rotan, spesies pohon tengkawang, spesies
anggrek hutan, dan beberapa spesies umbi-umbian sebagai sumber makanan dan
obat-obatan. Di hutan hujan bawah pulau Sumatera, Kalimantan, banyak terdapat
spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae terutama anggota genus Shorea,
Dipterocarpus, Hopea, Vatica, Dryobalanops, dan Cotylelobium. Dengan
demikian hutan hujan bawah disebut juga hutan Dipterocarps. Selain spesies
pohon anggota famili Dipterocarpaceae tersebut juga terdapat spesies pohon lain
dari anggota famili Lauraceae, Myrtaceae, Myristicaceae, dan Ebenaceae, serta
pohon-pohon anggota genus Agathis, Koompasia dan Dyera Pada ekosistem
hutan hujan bawah di Jawa dan Nusa Tenggara terdapat spesies pohon anggota
genus Altingia, Bischofia, Castanopsis, Ficus, dan Gossampinus, serta spesiesspesies pohon dari famili Leguminosae (Arief, 1994).
Selanjutnya Arief (1994) mengatakan bahwa ekosistem hutan hujan bawah
di Sulawesi, Maluku, dan Irian, merupakan hutan campuran yang didominasi
oleh spesies pohon Palaquium spp, Pometia pinnata, Intsia spp, Diospyros spp,
Koordersiodendron pinnatum, dan Canarium spp. Spesies-spesies tumbuhan
merambat yang banyak dijumpai di hutan hujan bawah adalah anggota famili
Apocynaceae, Araceae, dan berbagai spesies rotan (Calamus spp). Pada
ekosistem hutan hujan tengah yang terdapat di sebagian Indonesia Timur, Aceh
dan sumatera Utara didominasi oleh genus Quercus, Castanopsis, Nothofagus,
dan spesies pohon anggota famili Magnoliaceae. Di beberapa daerah, tipe
ekosistem hutan hujan tengah agak khas. Misalnya di Aceh dan Sumatera Utara
terdapat spesies pohon Pinus mercusii, di Jawa Tengah terdapat spesies pohon

Albizzia Montana dan Anaphalis javanica, di beberapa daerah Jawa Timur


terdapat spesies pohon Cassuarina spp, di Sulawesi terdapat kelompok spesies
pohon anggota genus Agathis dan Podocarpus. Di sebagian daerah Indonesia
timur terdapat spesies pohon anggota genus Trema, Vaccinium, dan pohon
Podocarpus

imbricatus,

sedangkan

spesies

pohon

anggota

famili

Dipterocarpaceae hanya terdapat pada daerah-daerah yang memiliki ketinggian


tempat 1.200 m dpl (Soerianegara dan Indrawan, 1998).
Menurut Sutarno & Sudarsono (1997), ekosistem hutan hujan atas hanya
ada di Irian Jaya dan di sebagian daerah Indonesia Barat. Pada ekosistem hutan
hujan atas di Irian Jaya banyak mengandung spesies pohon Conifer ( pohon
berdaun jarum ), genus Dacrydium, Libecedrus, Phyllocladus, dan Podocarpus.
Di samping itu, mengandung juga spesies pohon Eugenia spp, dan Calophylum,
sedangkan di sebagian daerah Indonesia Barat dijumpai juga kelompok
kelompok tegakan Leptospermum, Tristania, dan Phyllocladus yang tumbuh
dalam ekosistem hutan hujan atas pada daerah yang memiliki ketinggian tempat
lebih dari 3.300 m dpl.
Selain itu, di hutan dataran rendah di Sumatera juga ditemukan bunga
tertinggi di dunia yaitu (Amorphophallus tittanum) dan bunga terbesar di dunia
(Raflesia Arnoldi)

1. (Amorphophallus tittanum)

Bunga bangkai dalam bahasa latin yaitu Amorphopallus yang berasal


dari bahasa Yunani Kuno Amorphos yang berarti cacat,tanpa bentuk dan
phallus yang berarti penis. Bunga ini merupakan rumbuhan khas dataran
rendah yang tumbuh di daerah berikmlim tropis dan subtropis mulai dari
kawasan afrika barat hingga ke kepulauan pasifik termasuk di Indonesia yang
merupakan spesies endemik.
Bunga bangkai atau suweg adalah sekelompok tumbuhan dari genus
Amorphophallus yang merupakan anggota dari family dari Araceae (talstalasan). Jenis yang paling dikenal dari bunga bangkai (Amorphophallus)
adalah bunga bangkai raksasa atau suweg raksasa atau titan arum. Bunga ini
memegang rekor sebagai bunga dengan struktur perbungaan tinggi di dunia di
susul Amorphophallus gigas di urutan kedua.

Raflesia Arnoldi

Kenapa dinamakan Raflesia Arnoldi? Penamaan bunga raksasa ini


tidak terlepas dari sejarah penemuannya di hutan Hujan Tropis Sumater.
Seorang pemnadu yang bekerja pada Dr. Joseph Arnold yang menenmukan
bunga raksasa ini pertama kali. Dr. Joseph Arnold saat itu tengah mengikuti
ekspedisi yang dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles. Jadi nama bunga
Rafflesia Arnoldi didasarkan dari gabungan Thomas Stamford Raffles sebagai
pemimpin ekspedisi dan Dr. joseph Arnold ebagai penemu bunga.
Bunga Rafflesia Arnoldi termasuk tumbuhan parasit obligat. Ia tumbuh
didalam batang liana (tumbuhan merambat) dari genus Tetrastigma. Raflesia
Arnoldi tidak memiliki daun sehingga tidak mampuber-fotosintesis sendiri.
Nutrisi yang dibutuhkan bunga ini diambil dari pohon inangnya. Selain daun
bunga ini juga tidak memiliki akar dan dan batang. Bunga rafflesia arnoldi
(Rafflesia Arnoldi ) memiliki bunga yang melebar dengan 5 mahkota bunga.
Saat mekar diameter bunga ini dapat mencapai antara 70-110cm dengan tinggi
mencapai 50cm dan berat mencapai 11 kg. di dasar bunga bagian tengah
berbentuk gentong terdapat benang sari atau putik. Masa pertumbuhan bunga
ini memakan waktu sampai 9 bulan, tetapi masa mekarnya hanya 5-7 hari,
setelah itu Rafflesia layu dan kemudian mati.

a. Potensi Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia


Sudah turun temurun berbagai etnis (suku asli) yang hidup di
dalam dan sekitar hutan di seluruh wilayah Nusantara, dari Sabang sampai
Merauke memanfaatkan berbagai spesies tumbuhan dari hutan untuk
memelihara kesehatan dan pengobatan berbagai macam penyakit.
Berbagai penelitian etnofitomedika-etnobotani yang dilakukan oleh
peneliti Indonesia telah diketahui, paling tidak ada 78 spesies tumbuhan
obat yang digunakan oleh 34 etnis untuk mengobati penyakit malaria, 133
spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit demam oleh 30 etnis,
110 spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit gangguan
pencernaan oleh 30 etnis dan 98 spesies tumbuhan obat digunakan untuk
mengobati penyakit kulit oleh 27 etnis (5).
Hutan alam tropika Indonesia dan budaya, pengetahuan tradisional
atau kearifan lokal berbagai etnis yang hidup dan sudah bertungkus lumus
dengan ekosistem hutan merupakan aset bangsa yang tak terhingga
nilainya bagi pembangunan kesehatan bangsa. Banyak pengetahuan
tradisional tentang penggunaan tumbuhan obat dari berbagai etnis telah
dikembangkan oleh industri jamu dan farmasi menjadi produk jamu atau
produk fitofarmaka yang sangat laku di pasaran, seperti produk merek
dagang : fitodiar, prolipid, enkasari, stimuno dan lain-lain.
Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang 82 % dari total
spesies tumbuhan obat hidup di ekosistem hutan tropika dataran rendah
pada ketinggian di bawah 1000 meter dari permukaan laut. Saat ini
ekosistem hutan dataran rendah adalah kawasan hutan yang paling banyak
rusak dan punah karena berbagai kegiatan manusia baik secara legal
maupun tak legal. Berbagai ekosistem hutan dataran rendah, antara lain:
tipe ekosistem hutan pantai, tipe hutan mangrove/payau, tipe hutan rawa,
tipe hutan rawa gambut, tipe hutan hujan dataran rendah, tipe hutan musim
bawah, tipe hutan kerangas, tipe hutan savana, tipe hutan pada tanah
kapur, tipe hutan pada batuan ultra basa, tipe hutan tepi sungai dan lainlain. Masing-masing tipe ekosistem hutan tropika Indonesia merupakan

wujud proses evolusi, interaksi yang kompleks dan teratur dari komponen
tanah, iklim (terutama cahaya, curah hujan dan suhu), udara dan organisme
termasuk

sosio-budaya

manusia

untuk

mendukung

kehidupan

keanekaragaman hayati, antara lain berbagai spesies tumbuhan obat.


Berdasarkan kelompok familinya, spesies-spesies tumbuhan obat
yang ada dapat dikelompokkan kedalam 203 macam famili, dimana
jumlah spesies tumbuhan obat yang terbanyak termasuk dalam famili
fabaceae, yaitu sebanyak 110 spesies. Secara umum terdapat 22 macam
famili yang memiliki spesies tumbuhan obat lebih dari 20, sedangkan 181
famili lainnya memiliki jumlah spesies tumbuhan obat yang kurang dari
20, seperti disajikan Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Spesies Tumbuhan Obat Berdasarkan Kelompok
Familinya
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Nama Famili
Fabaceae
Euphorbiaceae
Lauraceae
Rubiaceae
Poaceae
Zingiberaceae
Moraceae
Myrtaceae
Annonaceae
Asteraceae
Apocynaceae
Cucurbitaceae
Piperaceae
Menispermaceae
Melastomataceae
Arecaceae
Verbenaceae
Rutaceae
Acanthaceae
Sterculiaceae
Myristicaceae
Rhizophoraceae
Famili lainnya (181 famili)

Jumlah spesies
110
94
77
72
55
49
46
45
43
40
39
34
30
30
26
25
23
23
22
21
21
20
< 20

2.3. Potensi Fauna


Ekosistem di Bumi banyak jumlahnya dan memilki peran yang sama
penting. Salah satunya adalah ekosistem yang ada di hutan hujan. Sebanyak
50-75 persen dari semua spesies di Bumi, aslinya berasal dari hutan hujan,
dan jumlahnya jutaan bahkan lebih, tetapi belum semuanya ditemukan.
Karena keanekaragaman hayati yang sangat besar di habitat ini, maka hutan
hujan tropis menjadi rumah bagi beberapa makhluk yang paling menarik di
dunia. Berikut adalah 10 jenis hewan yang hanya akan anda temukan di hutan
hujan tropis.
A. Hewan Endemik
1. Jaguar (Panthera Onca)

Mereka adalah kucing terbesar yang menghuni Amerika dan terbesar


ketiga di dunia selain harimau dan singa. Meskipun sebagian besar
kucing terkenal karena memiliki keengganan untuk mendekati air,
jaguar seperti harimau adalah pengecualian. Mereka sempurna
disesuaikan dengan rumah hutan hujan mereka, jaguar sangat nyaman
dan lincah berada di dalam air sama halnya seperti mereka di darat .
2. Okapi (Okaphia Johnstoni)

Binatang satu ini terlihat seperti persilangan antara zebra dan antelop,
dan bahkan hampir menyerupai unicorn. Okapi hidup relatif dekat
dengan jerapah, makhluk yang sulit dipahami ini menghuni hutan
hujan Afrika Tengah. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu
mereka untuk merumput daun, tunas, rumput, pakis dan buah. Dengan
lidah yang sangat panjang lincah dan lengket, mereka dapat
menjangkau dedaunan dan buah yang berada di pohon yang tinggi,.
Lidah mereka begitu terampil mampu mencuci kelopak mata dan
telinga yang mereka sendiri.

3. Amazon River dolphin atau Boto

Amazon River dolphin atau Boto adalah salah satu dari lima spesies
lumba-lumba yang hidup di sungai, dan itu adalah yang terbesar di
dunia. Lumba-lumba ini menempati air keruh dari Amazon dan
Orinoco cekungan dari Amerika Selatan. Mereka juga sering
ditemukan berenang antara pohon-pohon di hutan banjir. Spesies ini
juga sering disebut sebagai lumba-lumba merah muda, karena rona
merah muda yang sesekali muncul pada kulitnya.
4. Katak Kaca (Hyperolius Leuctaenius)

Jika kalian melihat species satu ini, anda seperti sedang melihat
binatang yang terkena sinar x. Ini luar biasa Katak kaca, ditemukan di

seluruh hutan hujan di Amerika Tengah dan Selatan, memiliki kulit


seperti kaca sehingga terlihat tembus pandang dan anda dapat melihat
sampai ke organ-organ mereka. Lebih dari 150 spesies keluarga yang
luar biasa ini amfibi yang diyakini ada.
5. Kasuari ( Casuarius casuarius)

Kasuari ditemukan di hutan hujan New Guinea dan Australia


Northeastern, ini merupakan burung terbang warna-warni dan terlihat
seperti burung unta flamboyan mengenakan helm silet. Mereka adalah
burung terbesar ketiga di dunia (selain burung unta dan emu), dan
tidak seperti banyak spesies burung, jenis ini lebih banayak di
dominasi oleh jenis kasuari perempuan daripada laki-laki dan biasanya
berwarna lebih terang.

6. Monyet kecil (Marmoset)

Marmoset berasal dari hutan hujan di Amerika Selatan mungkin


primata lucu sepanjang masa pada kenyataannya, mereka adalah
monyet terkecil di dunia. Sekitar 22 spesies yang diketahui ada,
masing-masing dengan variasi eksentrik mantel fuzzy. Bahkan lebih
manis, mereka hampir selalu melahirkan kembar.
7. Beruang madu (Helarctos Malaynus)

Spesies beruang terkecil di dunia ini mendiami hutan hujan tropis di


Asia Tenggara. Ini adalah salah satu dari hanya dua spesies beruang di
dunia yang telah beradaptasi dengan kehidupan di hutan (yang lainnya

adalah beruang berkacamata di Amerika Selatan), dan merupakan satusatunya beruang yang hidup hampir secara eksklusif di pohon-pohon.
Beruang itu mendapatkan namanya dari khas oranye berbentuk U
menandai di bagian dada.
8. Anaconda (Eunictus Murinus)

Anaconda ditemukan di hutan hujan dan dataran banjir dari Amerika


Selatan, anaconda adalah spesies ular terbesar, terberat dan terpanjang
kedua di dunia. Meskipun itu tidak berbisa, ia mampu membunuh
seorang pria dewasa dengan lilitan yang menimbulkan penyempitan
pernafasan, tapi serangan tersebut sangat langka. Gaya hidup semiakuatik adalah bagian dari apa yang memungkinkan anaconda untuk
tumbuh seperti ukuran besar, dan ular dikenal sebagai perenang yang
sangat baik.

9. Siamang (Symphalangus Syndactylus)

Siamang adalah kera hitam berbulu asli hutan Asia Tenggara. Mereka
adalah spesies terbesar dari siamang di dunia. Mereka sangat khas
karena mereka memiliki tenggorokan kantong seperti balon, yang
mereka gunakan untuk membuat panggilan yang keras dan kencang.
Panggilan mereka tersebut adalah tanda untuk menetapkan batas-batas
teritorial antara kelompok-kelompok saingan.
10. Mata Mata

Jenis spesies penyu yang paling tidak biasa di dunia. Mereka


ditemukan di hutan hujan Amazon dan cekungan Orinoco, reptil
menetap ini ditandai dengan bentuk kepala segitiganya yang rata dan

gepeng. Flaps kulit juga tampak menjuntai dari leher dan kepala,
hampir seperti daun basah. Bahkan, bentuk aneh dari mata mata itu
diyakini menyerupai sepotong kulit kayu, sehingga mereka mudah
melakukan kamuflase untuk menghindari para pemangsa.
B. HEWAN LANGKA
1. Nasar Raja (Sarcoramphus papa)

Nasar Raja adalah spesies burung nasar yang hidup di Amerika


Tengah dan Amerika Selatan. Spesies ini hidup di hutan tropis dataran
rendah di Meksiko selatan sampai Argentina utara. Burung ini
berukuran besar dan sebagian besar tubuhnya berwarna putih, dengan
bulu bulu punggung,sayap dan ekor berwarna abu abu atau hitam.
Kepala danlehernya botak, dengan warna kulit berubah-ubah,
termasuk kuning, jingga, biru, ungu, dan merah. Burung ini memiliki
gelambir kuning yang sangat kelihatan menyolok padaparuhnya.
Spesies burung ini merupakan burung pemakan bangkai dan sering
menjadi burung pertama yang mendatangi bangkai segar. Burung ini
dapat bertahan hidup sampai dengan 30 tahun dalam penangkaran.
Selain itu, burung ini juga merupakan figur populer dalam naskah
kuno peradaban Maya, dan juga dalam cerita rakyat dan pengobatan
penduduk setempat. Meskipun mereka didaftarkan sebagai spesies

beresiko rendah oleh IUCN, jumlah mereka terus berkurang, terutama


akibat kehilangan habitat.
2. Babirusa (Babyrousa babirussa)

Babirusa (Babyrousa babirussa) hanya terdapat di sekitar Sulawesi,


Pulau Togian, Malenge, Sula, Buru dan Maluku. Babi rusa tergolong
kingdom Animalia, yang artinya Babirusa bersifat :
1. Multiselluler
2. Eukariotik
3. Heterotroph
4. Dapat berpindah tempat
Sebagai bagian kingdom Animalia, babirusa tergolong hewan chordata,
atau hewan bersumbu tubuh, tergolong dalam subfillum vertebrata hewan bertulang belakang di mana kembali babirusa ini
diklasifikasikan

sebagai

mammalia.

Habitat

babirusa

banyak

ditemukan di hutan hujan tropis. Hewan ini gemar melahap buahbuahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan dedaunan. Mereka
hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa
binatang buas yang sering menyerang.

Panjang tubuh babirusa sekitar 87 sampai 106 sentimeter. Tinggi


babirusa berkisar pada 65-80 sentimeter dan berat tubuhnya bisa
mencapai 90 kilogram. Meskipun bersifat penyendiri, pada umumnya
mereka hidup berkelompok dengan seekor pejantan yang paling kuat
sebagai pemimpinnya.
Binatang yang pemalu ini bisa menjadi buas jika diganggu. Taringnya
panjang mencuat ke atas, berguna melindungi matanya dari duri rotan.
Babirusa betina melahirkan satu sampai dua ekor satu kali melahirkan.
Masa kehamilannya berkisar antara 125 hingga 150 hari. Bayi babirusa
itu akan disusui selama satu bulan, setelah itu akan mencari makanan
sendiri di hutan bebas. Selama setahun babirusa betina hanya
melahirkan satu kali. Usia dewasa seekor babirusa lima hingga 10
bulan, dan dapat bertahan hingga usia 24 tahun.
Mereka sering diburu penduduk setempat untuk dimangsa atau sengaja
dibunuh karena merusak lahan pertanian dan perkebunan. Populasi
hewan yang juga memangsa larva ini kian sedikit hingga termasuk
dalam daftar hewan yang dilindungi. Jumlah mereka diperkirakan
tinggal 4000 ekor dan hanya terdapat di Indonesia.
Sejak tahun 1996 hewan ini telah masuk dalam kategori langka dan dili
ndungi oleh IUCN dan CITES. Namun masih sering dijumpai
perdagangan daging babirusa di daerah Sulawesi Utara. Karena itu,
pusat penelitian dan pengembangan biologi LIPI bekerja sama dengan
pemerintah

daerah

setempat

beserta

Departemen Kehutanan

dan Universitas Sam Ratulangi mengadakan program perlindungan


terhadap hewan langka ini. Perlindungan tersebut meliputi pengawasan
habitat babirusa dan membuat taman perlindungan babirusa di atas
tanah seluas 800 hektar.

3. Agama (Agama agama)

Agama adalah sebuah genus kadal pemakan serangga. Genus agama


terdiri dari sedikitnya 31spesies yang tersebar di seluruh Afrika. Salah
satu spesiesnya adalah agama batu kepala merah (Agama agama),
yang habitatnya tersebar di seluruh wilayah sub-Sahara. Warnanya
coklat tua di waktu malam, tetapi setelah subuh, warna dari jantan
akan berubah, badannya akan menjadi biru muda, kepala dan ekor
oranye muda. Warna ini dapat berubah tergantung mood dari si jantan.
Contohnya jika agama jantan berkelahi, kepalanya akan berubah coklat
dan bintik putih muncul di badan.
4. Trenggiling (Manis Javanica)

Trenggiling hidup di hutan hujan tropis dataran rendah. Keberadaan


trenggiling biasa (Manis Javanica) beraktivitas pada larut malam

hingga subuh hari (jam 2-4). Bentuk tubuhnya memanjang, dengan


lidah yang dapat dijulurkan hingga sepertiga panjang tubuhnya untuk
mencari semut di sarangnya. Kalau melihat bentuk rambutnya pasti
berbeda dengan hewan lainnya. Rambutnya termodifikasi menjadi
semacam sisik besar yang tersusun membentuk perisai berlapis.
Tujuannya tentu sangat jelas sebagai alat perlindungan diri. Tubuh
trenggiling juga ditutupi oleh sisik mulai dari kepala hingga ekor
dengan warna kuning, coklat dan hitam.
Selain beraktivitas pada malam hari, trenggiling juga diketahui sebagai
satwa yang hidup soliter dengan mangsa utama adalah semut dan
rayap. Trenggiling ini selalu sendiri dalam mencari makanannya,
bahkan bisa memanjat pohon untuk mendapatkan sarang semut. Untuk
mempertahankan diri, trenggiling akan melindungi bagian bawah
badannya yang tidak bersisik dengan cara menggulung ekornya hingga
menutupi sampai ke punggung sehingga membentuk seperti bola. Tapi,
akhir-akhir ini trenggiling merupakan jenis satwa yang cukup sering
diburu untuk diperdagangkan, baik untuk pasar lokal maupun
internasional, sehingga keberadaan hewan ini semakin langka
5. Kuskus Beruang (Ailurops Ursinus)

Kuskus Beruang adalah anggota dari genus Ailurops. Kuskus


Beruang adalah hewan marsupial dan dari keluarga Phalangeridae.

Kuskus Beruang adalah marsupial arboreal yang hidup di kanopi hutan


hujan tropis. Hampir tidak diketahui status dan keadaan ekologinya.
Meskipun ilmuwan menggolongkan populasi ini kedalam satu spesies,
yaitu , A. ursinus, atau melanotis, tetapi pada dasarnya Kuskus
Beruang merupakan suatu spesies. Genus ini berbeda, meskipun pihak
berwenang

memasukan

dalam

subfamili, Ailuropinae.

Kuskus

Beruang hanya ditemukan di beberapa pulau di Indonesia, yang


merupakan bagian dari Asia, yang sebagian besar marsupial tidak
ditemukan di Asia. Ukuran badan dan kepala kuse adalah 56 cm,
panjangekornya 54 cm dan beratnya dapat mencapai 8 kg. Kuse
memiliki ekor yangprehensil, yaitu ekor yang dapat memegang dan
biasa digunakan untuk membantuberpegangan pada waktu memanjat
pohon yang tinggi. Nasib Kuse di Sulawesi Utaraberada dalam bahaya
karena populasinya sudah terlampau kecil.Antara tahun 1980dan 1995
di Tangkoko telah terjadi pengurangan kepadatan sebesar 50%, yakni
dari3,9 ekor per km2 menjadi 2,0 ekor per km 2. Selama survei WCS di
hutan-hutanlindung Sulawesi Utara tahun 1999, binatang ini hanya
terlihat tujuh kali disepanjang 491 km jalur transek. Ini menunjukkan
kepadatan populasi yang sangatrendah.
6. Burung Rangkong atau Enggang (Hornbill)
Burung Rangkong atau Enggang (Hornbill) terdiri atas 57 spesies yang
tersebar di Asia dan Arika. 14 jenis diantaranya terdapat di Indonesia.
Bahkan 3 diantaranya merupakan Rangkong endemik Indonesia.
Ketiga Rangkong atau Enggang endemik Indonesia adalah :

Rangkong Sulawesi atau Julang Sulawesi Ekor Hitam (Rhyticeros


Cassidix); Rangkong ini merupakan satwa endemik pulau Sulawesi
dan sekaligus menjadifauna identitas Sulawesi Selatan). Satwa
yang nama ilmiahnya bersinonim denganAceros cassidix ini oleh

masyarakat setempat disebut juga sebagai Rangkong Buton,


Burung Taonn, Burung Alo.

Julang

Sulawesi

Ekor

Putih

atau

Kangkareng

Sulawesi

(Penelopides exarhatus); Julang Sulawesi Ekor Putih merupakan


endemik pulau Sulawesi.

Julang Sumba (Rhyticeros everitti). Julang Sumba merupakan


satwa endemik Sumba, Nusa Tenggara Barat. Selain disebut Julang
Sumba burung ini juga disebut Goanggali, Nggokgokka, atau
Rangkong Sumba.

Selain ketiga Rangkong endemik yang terdapat di Sulawesi dan


Sumba tersebut masih terdapat jenis-jenis Rangkong lainnya yang
tersebar di Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Jenis-jenis itu
diantaranya:

Kangkareng Perut-putih atau Burung Kelingking (Anthracoceros


albirostris)

Kangkareng Hitam atau Enggang Gatal Birah atau Burung Kekek


(Anthracoceros malayanus)

Enggang Cula atau Rangkong Badak atau Burung Tahun-tahun


(Buceros rhinoceros)

Enggang Papan atau Rangkong Papan (Buceros bicornis)

Enggang Gading atau Rangkong Gading atau Enggang Terbang


Mentua (Rhinoplax vigil)

Enggang Klihingan atau Enggang Konde atau Julang Jambul Abuabu atau Burung Arau atau Burung Belukar (Anorrhinus galeritus)

Enggang Jambul atau Enggang Jambul Putih (Berenicornis


comatus)

Julang Jambul Hitam atau Enggang Berkedut (Aceros corrugatus)

Julang Emas atau Julang Mas atau Enggang Musim atau Enggang
Gunung (Rhyticeros undulatus)

Rangkong Dompet (Rhyticeros subruficollis)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hutan hujan tropika merupakan vegetasi yang paling kaya, baik
dalam arti jumlah jenis makhluk hidup yang membentuknya, maupun dalam
tingginya nilai sumberdaya lahan (tanah , air , cahaya matahari ) yang
dimilikinya. Hutan Hujan Tropis adalah hutan yang selalu basah atau lembap,
yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa, Hutan dataran rendah ini
didominasi oleh pepohonan besar yang membentuk tajuk berlapis-lapis
(layering), sekurang-kurangnya tinggi tajuk teratas rata-rata adalah 45 m
(paling tinggi dibandingkan rata-rata hutan lainnya), rapat, dan hijau
sepanjang tahun. Terdiri dari 50 persen jenis hewan dan tumbuhan di dunia.
Selain itu hutan hujan tropis memiliki kemampuan yang baik dalam
hal menyerap dan menyimpan air, sehingga dapat dijadikan sebagai
penyangga untuk menjaga lingkungan dari kekeringan dan banjir.
B. Saran
Adapun saran kami sebagai penulis dalam pembahasan makalah ini yaitu, agar
kita sebagai mahasiswa generasi penerus bangsa dapat memanfaatkan dengan
sebaik-baiknya kekayaan alam yang ada, khususnya hutan hujan tropis dataran
rendah yang menjadi tempat hidupnya berbagai macam jenis flora dan fauna.

DAFTAR PUSTAKA

Azis. 2010. Hutan Hujan Tropis dalam http://geografiupi2010.blogspot.com /


2012/10/hutan hujan-tropis.html. Diakses Pada Tanggal 18 Oktober 2014,
pukul 13.25 WIB.
2010. Tipe-Tipe Hutan Tropis dalam http://pengertian-definisi.blogspot.com /
2010/10/tipe tipe-hutan-tropis.html. Diakses pada tanggal 18 Oktober
2014, pukul 13.30 WIB.
2010.

Struktur

Hutan

Hujan

Tropis

dalam http://ekologi-

hutan.blogspot.com/2010/ 10/ strukt ur-hutan-hujan-tropis.html . Diakses


pada tanggal 18 Oktober 2014, pukul 14.11 WIB.
2010.

Karakteristik

Hutan

Hujan

Tropis

dalam http://irwantoforester

.wordpress.com/ kondisi-hutan-tropis-di-indonesia/. Diakses pada tanggal


18 Oktober 2014, pukul 15. 29 WIB.
2012. Hutan Hujan Tropis dalamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_hujan_
tropika . Diakses pada tanggal 18 Oktober 2014, pukul 16.02 WIB.

Anda mungkin juga menyukai