Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN EKOLOGI HUTAN

“TEKNIK PEMBUATAN DIAGRAM PROFIL ARSITEKTUR


HUTAN”

OLEH :
SELDI OKTA VINDRA
NIM. 1806110328

ASISTEN PRAKTIKUM :
AGUS HERMANTO
SAFNI AULIARTA

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

 
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT , yang kiranya pantas
penulis ucapkan karena atas Berkat, Rahmat serta Hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas laporan praktikum Ekologi Hutan ini dalam waktu yang telah di
tentukan sebagaimana yang telah tertanda dalam kontrak praktikum bersama asisten
pembimbing praktikum.

Penulis menyadari, dalam laporan ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Hal ini di sebabkan keterbatasan pengetahuan penulis, sebelumnya
penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah sehingga penulis
mendapat teori dan kepada asisten pembimbing sehingga penulis dapat melaksanakan
praktikum ini dengan lancar. Penulis berharap laporan akhir praktikum ini bermanfaat
bagi pembaca terutama bagi penulis sendiri.

Pekanbaru, april 2020

Penulis,
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan
tropika  basah. Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan tropika basah
sebagai  ekosistem spesifik, yang hanya dapat berdiri mantap dengan
keterkaitan antara  komponen penyusunnya sebagai kesatuan yang utuh.
Keterkaitan antara  komponen penyusun ini memungkinkan bentuk
struktur hutan tertentu yang  dapat memberikan fungsi tertentu pula
seperti stabilitas ekonomi, produktivitas  biologis yang tinggi, siklus
hidrologis yang memadai dan lain-lain. Secara de  facto tipe hutan ini
memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah, tanah tersusun oleh
partikel lempung yang bermuatan negatif rendah seperti kaolinite dan
illite.  Kondisi tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium
menjadi aktif di  samping kadar silikanya memang cukup tinggi,
sehingga melengkapi keunikan  hutan ini. Namun dengan pengembangan
struktur yang mantap terbentuklah  salah satu fungsi yang menjadi
andalan utamanya yaitu ”siklus hara tertutup” (closed nutrient cycling)
dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga mampu  mengatasi
berbagai kendala/keunikan tipe hutan ini (Kuswanda dan Mukhtar,
2008).

Di dalam kanopi iklim mikro berbeda dengan  keadaan sekitarnya;


cahaya lebih sedikit, kelembaban sangat tinggi, dan  temperatur lebih
rendah. Pohon-pohon kecil berkembang dalam naungan pohon yang lebih
besar, di dalam iklim mikro inilah terjadi pertumbuhan. Di
dalam  lingkungan pohon-pohon dengan iklim mikro dari kanopi
berkembang juga  tumbuhan yang lain seperti pemanjat, epifit, tumbuhan
pencekik, parasit dan saprofit.

Pohon-pohon dan banyak tumbuhan lain berakar menyerap unsur


hara dan  air pada tanah. Daun-daun yang gugur, ranting, cabang, dan
bagian lain yang  tersedia menjadi makanan untuk sejumlah inang hewan
invertebrata, seperti rayap  juga untuk jamur dan bakteri. Unsur hara
dikembalikan ke tanah lewat  pembusukan dari bagian yang gugur dan
dengan pencucian daun-daun oleh air  hujan. Ini merupakan ciri hutan
hujan tropis persediaan unsur hara total sebagian  besar terdapat dalam
tumbuhan; secara relatif kecil disimpan dalam tanah  (Withmore, 1975).  

Stratifikasi kanopi merupakan salah satu konsep tertua dalam ekologi


hutan tropis. Konsep ini telah dikembangkan  sejak permulaan abad ke-
19, namun masih menjadi perdebatan. Beberapa peneliti menyatakan
adanya strata pada kanopi hutan, namun peneliti lain tidak
menemukannya. Penyebab utama kerancuan ini adalah subyektivitas
definisi dan metode yang digunakan. Istilah stratifikasi digunakan untuk
tiga perbedaan yang saling terkait, yaitu: stratifikasi  vertikal biomassa,
stratifikasi vertikal kanopi, dan stratifikasi vertikal spesies. Stratifikasi
boleh jadi ada berdasarkan salah satu definisi, tetapi tidak ada
berdasarkan definisi lainnya. Misalnya, biomassa dapat saja
terstratifikasi, tetapi kanopi tidak dapat ditentukan stratifikasinya, atau
kanopi spesies yang sama terletak pada strata yang berbeda (Baker dan
Wilson, 2000).             
Konsep stratifikasi tetap merupakan alat yang sangat berguna untuk
mengkaji distribusi vertikal tumbuhan dan hewan. Metode tertua dan
paling banyak digunakan untuk mengkaji stratifikasi/arsitektur kanopi
adalah diagram profil hutan secara vertikal dan horizontal. Teknik ini
pertama kali diterapkan oleh Watt (1924) pada hutan temperate,  Davis
dan Richards (1933) adalah orang pertama yang menerapkannya pada
hutan tropis.

I.2 Tujuan

Adapun tujuannya adalah

1.Menggambarkan suatu arsitektur hutan berdasarkan tinggi dan diameter


pohon

2.Mengidentifikasi individu dan jenis pohon masa lampau, pohon saat ini dan
pohon masa depan
II. METODOLOGI

3.1 Bahan dan Alat


            Adapun bahan yang digunakan adalah komunitas hutan mangrove, berfungsi
sebagai lokasi pengamatan.

            Adapun alat yang digunakan adalah:


1.      Kompas, berfungsi sebagai alat penunjuk arah.
2.      Meteran 20 m, berfungsi sebagai alat untuk menentukan luas areal pengamatan.
3.      Phiband, berfungsi sebagai alat untuk mengukur diameter pohon.
4.      Walking stick, berfungsi sebagai alat untuk menentukan tinggi pohon.
5.      Tali rafia, berfungsi sebagai alat untuk menentukan batasan areal pengamatan.
6.      Galah/pacak, berfungsi sebagai alat untuk mengambil sampel untuk identifikasi
yang tidak dapat dijangkau dengan tangan.
7.      Golok atau parang, berfungsi sebagai alat untuk membersihkan jalur rintisan
dari semak belukar.
8.      Kertas milimeter, berfungsi sebagai tempat menggambarkan diagram profil
arsitektur pohon.
9.      Alat tulis, berfungsi sebagai alat untuk menuliskan data hasil pengamatan.

3.2 Prosedur Kerja


1.      Ditentukan secara pruposive sampling komunitas hutan berdasarkan
keterwakilan ekosistem hutan mangrove yang akan dipelajari sebagai petak contoh
pengamatan profil.
2.      Dibuat petak contoh berbentuk jalur dengan arah tegak lurus kontur (gradien
perubahan tempat tumbuh) dengan ukuran lebar 10 m dan panjang 60 m, ukuran
petak contoh dapat berubah tergantung pada kondisi hutan.
3.      Dianggap lebar jalur (10 m) sebagai sumbu Y dan panjang jalur (60 m) sebagai
sumbu X.
4.      Diberi nomor semua tiang/pohon yang berdiameter > 5 cm yang ada di petak
contoh tersebut.
5.      Dicatat nama jenis pohon dan ukur posisi masing-masing pohon terhadap titik
koordinat X dan Y.
6.      Diukur diameter batang pohon setinggi dada, tinggi total, dan tinggi bebas
cabang, serta gambar bentuk percabangan dan bentuk tajuk.
7.      Diukur proyeksi (penutupan) tajuk terhadap permukaan tanah dari sisi kanan,
kiri, depan, dan belakang terhadap pohon.
8.      Digambar bentuk profil vertikal dan horizontal (penutupan tajuk) pada kertas
milimeter dengan skala yang memadai.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan diagram profil arsitektur pohon membutuhkan data-data


seperti diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang, koordinat (X,Y), serta
proyeksi tajuk.  Diagram profil hutan dibuat dengan meletakkan plot,
digambar arsitekturnya dengan  skala 1:100. Ditentukan posisi X dan
diameter setinggi dada di sumbu X pada setiap pohon, Kemudian tinggi
bebas cabang dan tinggi total di sumbu Z. Untuk proyeksi tajuk yaitu,
ditempatkan pohon sesuai koodinat X di sumbu X dan koordinat Y
disumbu Y, kemudian dilakukan proyeksi tajuk ke arah depan, belakang,
kiri, dan kanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ashton dan Hall (1992)
yang menyatakan diagram profil hutan dibuat dengan meletakkan plot,
tergantung densitas pohon. Ditentukan posisi setiap pohon, digambar
arsitekturnya berdasarkan skala tertentu, diukur tinggi, diameter setinggi
dada, tinggi cabang pertama, serta dilakukan pemetaan proyeksi kanopi
ke tanah. Profil hutan menunjukkan situasi nyata posisi pepohonan dalam
hutan, sehingga dapat langsung dilihat ada tidaknya strata hutan secara
visual dan kualitatif. Dalam kasus tertentu, histogram kelas ketinggian
atau biomassa dibuat sebagai pelengkap diagram profil hutan.
Pohon dominan merupakan pohon yang paling tinggi di suatu
populai pohon bakau. Dari hasil pengukuran tinggi pohon di Hutan
mangrove bagus ,ketinggian pohon 4,9 m (3,5m≤t<5m)merupakan pohon
yang dominan di populasi bakau tersebut. Sedangkan yang kodominan
ketinggiannya 3 sampai 2,9m (2m≤t<3,5m). Pohon dominan merupakan
pohon masa depan dan pohon kodominan merupakan pohon masa kini.
Hal ini sesuai dengan pernyataan  Halle et al. (1978) dalam Onrizal
(2008) yang menyatakan bahwa pohon-pohon yang terdapat di dalam
hutan hujan tropika berdasarkan arsitektur, dan dimensi pohonnya
digolongkan menjadi tiga kategori pohon, yaitu:

1.        Pohon masa depan (trees of the future), yaitu pohon yang masih
muda dan mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang di
masa datang, pohon tersebut pada saat ini merupakan pohon kodominan
(lapisan B dan C).

2.        Pohon masa kini (trees of the present), yaitu pohon yang saat ini
sudah tumbuh dan berkembang secara penuh dan merupakan pohon yang
paling dominan (lapisan A).

3.        Pohon masa lampau (trees of the past), yaitu pohon-pohon yang


sudah tua dan mulai mengalami kerusakan dan akan mati.
Hutan mangrove terganggu (rusak) tidak dapat dikatakan bahwa
pohon tersebut merupakan pohon dominan ataupun pohon kodominan
karena dalam populasinya hanya terdapat satu pohon di situ. Namun
pohon tersebut dapat dikatakan pohon masa lampau, karena hutan
tersebut merupakan hutan yang sudah rusak akibat ulah manusia dan
yang tersisa adalah pohon tersebut dan perdu. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Halle et al. (1978) dalam Onrizal (2008) yang menyatakan
bahwa pohon-pohon yang terdapat di dalam hutan hujan tropika
berdasarkan arsitektur, dan dimensi pohonnya  adalah Pohon masa
lampau (trees of the past), yaitu pohon-pohon yang sudah tua dan mulai
mengalami kerusakan dan akan mati.

IV. PENUTUP
V. Kesimpulan
1.    Penutupan tajuk pada hutan mangrove bagus lebih rapat karena vegetasi pohon
yang terdapat di hutan tersebut sangat banyak.
2.    Penutupan tajuk pada hutan mangrove terganggu sangat terbuka karena vegetasi
pohon yang terdapat di hutan tersebut hanya 1 atau sangat jarang.
3.    Pada hutan bagus terdapat individu dan jenis pohon masa depan dan pohon masa
kini.
4.    Pada hutan mangrove rusak terdapat individu dan jenis pohon masa lampau.
5.    Diameter setinggi dada pada hutan mangrove adalah d≥5cm sedangkan diameter
setinggi dada pada hutan alam adalah d≥20cm.
DAFTAR PUSTAKA
Ashton, P.S., and P. Hall. 1992. Comparisons of structure among mixed dipterocarp
forests of north-western Borneo. Journal of Ecology.
Baker, J.P & J.S. Wilson.1999.A quantitative technique for the identification of
canopy stratification in tropical and temperate forests.Journal of Forest Ecology
and Management.127(2000):77-86
Kuswanda, W. dan A.S. Mukhtar. 2008. Kondisi Vegetasi dan Strategi Perlindungan Zona
Inti di Taman Nasional Batang Gadis.Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai