Anda di halaman 1dari 13

PENGUJIAN KADAR AIR EKSTRAKTIF KAYU PINUS (Pinus merkusii),

CEMARA (Casuarinaceae), TEMBESU (Fagraea fragrans), MAHONI


(Swietenia mahagoni), AKASIA (Acacia mangium) TERLARUT AIR DINGIN
DAN AIR PANAS,DAN pH KAYU
Halyzahyani Harahap

Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Jambi

Jalan Raya Jambi – Muara Bulian KM. 15 Mendalo Darat Kode Pos 36361, Indonesia

E-Mail: halyzahyani98@gmail.com

Abstract
Extractive substances are wood components that are not structural components, which are
almost all formed from extra cellular compounds and low molecular weight. Wood extractive are
divided into. pH is the degree of acidity used to express the acidity or wetness of a solution if the
solution has the same number of acidic and basic molecules, so the pH is considered to be the
same.pH is defined as the cogarithm of the activity of dissolved hydrogen ions. This aims to
make students able to determine the extractive levels of cold water of a type of wood and to
observe the pH level of several types of wood using the cold water and hot water methods.

Keywords: Extractive Substances, extraction, wood pH.

Abstrak

Zat ekstraktif adalah komponen kayu yang bukan merupakan komponen struktural, yang hampir
semuanya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstra seluler dan berbobot molekul rendah. pH
adalah drajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasahan
yang dimiliki oleh suatu larutan jika larutan tersebut memiliki jumlah molekul asam dan basa
yang sama, maka pH dianggap sama. pH didefenisikan sebagai kologaritma aktivitas ion
hidrogen yang terlarut. Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu menentukan kadar
ekstraktif air dingin suatu jenis kayu dan untuk mengamati tingkat pH beberapa jenis kayu
dengan menggunakan metode air dingin dan air panas.

Kata Kunci : Zat Ekstraktif, Ekstraksi, pH kayu.

PENDAHULUAN
Menjelaskan bahwa zat ekstraktif adalah komponen kayu yang bukan merupakan komponen
struktural, yang hampir semuanya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstra seluler dan berbobot
molekul rendah. Simatupang (1988) menyatakan, zat ekstraktif merupakan bagian kayu atau zat
kimia dalam kayu yang dapat diekstraksi dengan bahan pelarut kimia yang netral misalnya
benzena, eter, aseton, alkohol dan lain-lain. Dalam kayu zat ekstraktif memiliki kadar yang
rendah umumnya berkisar antara 1% sampai 10%. Senyawa kimia berbobot molekul rendah
diklasifikasikan menjadi dua yaitu bahan organik dan anorganik. Bahan organik biasa disebut
ekstraktif dan bahan anorganik biasa disebut abu (Fengel dan Wegener, 1995).

Menurut Rowell (1984), komponen kimia kayu yang utama terdiri dari selulosa (40-45 %),
hemiselulosa (25-35 %) dan lignin (18-35 %). Ketiga unsur pokok tersebut merupakan senyawa
polimer. Selain komponen-komponen tersebut, menurut Anderson (1963) dalam Ediningtyas
(1995), di dalam kayu juga terdapat sejumlah kecil bahan penting yang dapat diekstrak dengan
air dingin,air panas dan pelarut organik netral seperti alkohol, benzena, dan etil eter. Komponen
kayu yang dapat diekstraksi tersebut disebut zat ekstraktif dan tidak merupakan bagian struktur
dinding sel tetapi sebagai zat pengisi rongga sel.
Ada 2 metode ekstraksi dalam melaksanakan praktikum ini yaitu :
1. Metode Air Dingin
Dalam metode ini tidak ada terjadi pemanasan selama proses ekstraksi air dingin berlangsung, ini
bertujuan untuk menghindari rusaknya senyawa akibat proses pemanasan, sehinga metode
ektraksi air dingin ini baik untuk substansi termolabil (yang tidak tahan terhadap panas).
2. Metode Air Panas
Sementara dalam metode ini dalam melaksanakan prosesnya melibatkan panas, sebab dengan
adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses ekstraksi dibandingkan dengan
menggunakan metode air dingin.
Haygreen dan Bowyer (1996), menyatakan kandungan ekstraktif pada kayu bervariasi dari 3%
sampai 30%. Bahan-bahan ini pada kayu dapat memberi pengaruh pada kerapatan. Secara umum
kekuatan dan kekakuan kayu meningkat seiring dengan naiknya kerapatan pada kayu. Ekstraktif
kayu meliputi sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dari kayu dengan
menggunakan pelarut polar dan non polar. Dalam arti sempit ekstraktif merupakan senyawa-
senyawa yang larut dalam pelarut organik (Fengel danWegener, 1995).
Pada praktikum ini kayu yang digunakan adalah kayu Pinus (Pinus merkusii), kayu Cemara
(Casuarinaceae) pinus dan cemara termasuk jenis kayu daun jarum yang tergolong kedalam
golongan kayu softwood. Pada jenis kayu daun jarum (softwood) atau kayu reaksi dikenal
dengan istilah kayu tekan (compression wood), sementara untuk jenis kayu Hardwood yang
digunakan adalah kayu Tembesu (Fagraea fragrans), kayu Mahoni (Swietenia mahagoni), dan
kayu Akasia (Acacia mangium)
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu menentukan kadar ekstraktif air dingin suatu
jenis kayu dan untuk mengamati tingkat PH beberapa jenis kayu dengan menggunakan metode
air dingin dan air panas.

METODELOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 26 september 2019–06 oktober 2019 sampai
dengan selesai dan di mulai pada jam 13.00 WIB–selesai, yang bertempatkan di Lab Teknologi
Hasil Hutan Universitas Jambi.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan saat melaksanakan praktikum tersebut adalah sebagai
berikut :

- Alat
Saringan 40-60 mesh, Labu elenmeyer, Gelas beaker, Kertas saring, Corong, Cutterr, Oven,
Aluminium foil, Alat tulis, Plastic sampel, Timbangan analitik, dan Camera.
- Bahan
Serbuk kayu 40-60 mesh, Aquadesth (Air dingin) dan Air panas

C. Prosedur Kerja
Kelarutan air dingin
1. Letakkan kertas saring pada oven suhu 103 ± 2ºC selama 2 jam,kemudian masukkan desikator
10-15 menit dan timbang berat kering oven kertas saring (BKt KS), catat hasilnya.
2. Letakkan 2 ± 0,1 g (BS) serbuk sampel pada labu erlemeyer 400 ml.
3. Tambahkan 300 ml air destilata pada labu erlemeyer tersbut
4. Aduk dengan selang waktu 1 jam sekali, dan tempatkan pada suhu ruang 23 ± 2ºC selama 48
jam.
5. Lakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring, corong dan labu elemeyer kecil
gunakan pembilasan dengan air destilata
6. Bungkus sampel setelah disaring dan masukkan oven dengan suhu 103 ± 2ºC selama 24 jam.
7. Masukkan kedalam desikator 10-15 menit dan timbang berat serbuk bebas ekstraktif air
dingin bersamaan kertasnya atau berat kering tanur bebas ekstraktif air dingin (BKt ebad).
8. Hitung nilai kelarutan air dingin dengan rumus tersebut :
Kelarutan air dingin = BS-(BKt ebad – BKt KS)x100%
BKt ebad – BKt KS
9. Membuat laporan, 1. Analisis sajian data dalam bentuk grafik, 2. Bahas hubungan jenis kayu
dengan nilai kelarutan air dingin kayu tersebut, 3. Bahas faktor apa saja yang mempengaruhi
zat ekstraktif terlarut air dngin dan faktor-faktor yang mengakibatkan perbedaan nilainya
berdasarkan reverensi yang relevan.
Perlakuan air panas
1. Persiapan Sample
Sampel kayu pinus yang kelompok saya gunakan di ambil dari hutan pinus kota jambi,
kemudian masing-masing sampel serbuk 40-60 mesh ditimbang sebanyak ± 2 gram.
2. Pengukuran kadar air
Pengukuran kadar air serbuk dilakukan dengan menyiapkan kotak dari aluminium foil (al).
Timbang berat al kmudian catat, lakukan rezero pada timbangan setelah itu masukkan serbuk
± 2 gram lalu nyatat berat nyata serbuknya (bb), masukkan kotak al yang berisi serbuk
kedalam oven 103 ± 2ºC selama 24 jam.setelah itu masukkan kedalam desikator ± 15 menit
dan kemudian timbang berat al yang berisi serbuk kering (albkt), ulangi sebanyak 3 kali,
setelah itu dilakukan perhitungan kadar air dengan rumus berikut :
Kadar air = bb – (albkt – al) x 100%
(albkt – al)
3. Pembuatan ekstrak
Larutan ekstrak disiapkan dari 25 g kering kayu dimasukkan pada labu erlenmeyer 250 ml
dan ditambahkan aquades bersuhu 100ºC sebanyak 250 ml (Johns dan Niazi, 1980). Labu
erlenmeyer yang berisi campuran serbuk dipanaskan dalam watwrbath dengan suhu 100ºC
selama 20 menit. Setelah itu,ekstrak dipisahkan menggunakan kertas saring dan disimpan
pada botol kaca sampai ekstrak tersebut dingin sampai suhu ruangan.
4. Pengukuran pH
Pengukuran pH bisa langsung dilakukan dengan kertas pH universal atau dengan pH meter.
Pengukuran dengan pH Universal dilakuka pada 50 ml cairan ekstrak yang telah diaduk
selama 2 menit. Selain itu, pengukuran pH kayu bisa menggunakan alat pH meter. Pada alat
pH meter yang akan digunakan dilakukan kalibrasi awal menggunakan buffer standar pH 4
dan 7 (pedieu et al.2008). Setelah itu, 50 ml ekstrak dimasukkan pada 100 ml gelas beaker
dan diaduk. Setelah 2 menit pengadukan,dilakukan pengukuran pH larutan awal.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil :
Adapun hasil praktikum dari setiap masing-masing sample kayu yang telah di persiapkan dan di
uji sebelumnya menggunakan metode kelarutan air dingin dan air panas adalah sebagai berikut :

Kelarutan Kelarutan
Jenis Kayu Air Rendemen Air Kadar Air Ph
Dingin (%) Panas (%)
Tembesu 3,35 % 20,23 % 2,79 % 11,73 % 5
Mahoni 2,23 % 29,06 % 2,23 % 11,73 % 5
Akasia 2,22 % 54,96 % 4,44 % 16,11 % 5
Cemara 2,35 % 25,32 % 2,59 % 12,52 % 5
Pinus 0,15 % 28,49 % 1,12 % 12,35 % 4
Pembahasan :
Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan zat kimia. Air berada dalam
kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat dibawah tekanan dan tenperatur standar.
Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi
(berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang
penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-
garam, gula asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik lainnya. Adapun
kelarutan yang digunakan pada praktikum ini menggunakan 2 metode yaitu metode dengan
menggunakan larutan air dingin dan larutan air panas.
4
3.35
3.5
Kelarutan Air Dingin

3
2.5 2.23 2.22 2.35
2.06
2
1.5
1
0.5 0.15
0
tembesu mahoni akasia cemara pinus rata rata
Dalam melaksanakan metode ini tidak ada terjadi pemanasan selama proses ekstraksi air
dingin berlangsung, ini bertujuan untuk menghindari rusaknya senyawa akibat proses
pemanasan, sehinga metode ektraksi air dingin ini baik untuk substansi termolabil (yang tidak
tahan terhadap panas). Dalam grafik tersebut di dapatkan dari hasil pengujian yang telah
dilaksanakan, dan dapat dilihat dari grafik tersebut terdapat kisaran larutan air dingin sebesar
pada kayu Tembesu 3,35%, kayu Mahoni 2,23%, kayu Akasia 2,22%, kayu Cemara 2,35%, dan
kayu Pinus 0,15%. Terbentuknya grafik tersebut karena adanya hubungan erat antara jenis kayu
yang sudah di uji dengan zat ekstraktif yang dapat terlalut pada air dingin. Hasil pengujian kayu
hardwood dan softwood yang telah di uji terlihat nyata di karenakan dapat dilihat pada grafik
tersebut terdapat kelarutan kayu Tembesu yang memiliki kelarutan yang paling tinggi pada air
dingin dengan jumlah 3,35%, sementara pada kayu Pinus memiliki kelarutan yang paling rendah
dalam kelarutan air dingin tersebut dengan jumlah 0,15% dan pada kayu Mahoni, Akasia, dan
Cemara hampir memiliki kisaran kelarutan pada air dingin yang hampir saling mendekati yang
berjumlahkan 2,22%-2,35%. Dan dari grafik kelarutan air dingin tersebut mendapatkan hasil
rata-rata yaitu 2,06%.
5 4.44
4.5
4

Kelarutan Air Panas


3.5
2.79 2.63
3 2.59
2.5 2.23
2
1.5 1.12
1
0.5
0
tembesu mahoni akasia cemara pinus rata rata

Sementara dalam metode ini untuk melaksanakan prosesnya melibatkan panas, sebab dengan
adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses ekstraksi dibandingkan dengan
menggunakan metode air dingin. Dapat di bandingkan antara grafik kelarutan air dingin dengan
grafik pada kelarutan air panas terlihat perbedaan kayu Akasia lah yang paling banyak terlarut
pada air panas dengan jumlah 4,44% sedangkan pada kayu Pinus terdapat kelarutan yang sedikit
yang berjumlah 1,12%, dari grafik kelarutan air panas tersebut mendapatkan hasil rata-rata yaitu
2,634% sedikit lebih tinggi dibandingkan pada grafik kelarutan air dingin.

Beberapa zat ekstraktif yang terlarut dalam air dingin antara lain garam-garam
anorganik,gula, gum, pektin, tannin, dan pigmen. Sedangkan yang terlarut dalam air panas antara
lain garam-garam anorganik, garam organik, gula, gum, pektin, galaktan tannin, pigmen,
polisakarida, dan komponen lain yang terhidrolisis. Dari kedua grafik tersebut dapat di
bandingkan nilai kelarutan air panas menunjukkan mampu melarutkan zat ekstraktif lebih
banyak dari pada air dingin. Hal tersebut dapat terjadi karena kemampuan air dingin untuk
melarutkan tidak selalu sama.

60 54.96

50
40 31.61
Rendemen

29.06 28.49
30 25.32
20.23
20
10
0
tembesu mahoni akasia cemara pinus rata rata

Rendemen adalah perbandingan jumlah (kuantitas) ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi
tanaman. Rendemen menggunakan satuan persen (%), semakin tinggi nilai rendemen yang
dihasilkan maka hasil yang didapatkan semakin banyak. Dari grafik yang sudah disiapkan pada
kayu Tembesu 20,23%, kayu Mahoni 29,06%, kayu Akasia 54,96%, kayu Cemara 25,32%, kayu
Pinus 28,49%, dengan nilai rata-rata 31,612%. Dari seluruh sample kayu tersebut pada kayu
Akasia yang mempunyai banyak rendemen dan pada kayu Tembesu yang memiliki rendemen
yang terendah. Sementara pada kayu Mahoni, Cemara, Pinus memiliki kisaran rendemen yang
hampir saling mendekati yaitu 25,32%-29,06%.

13
12.52
12.35
12.5
11.89
11.73
12 11.73
Kadar Air

11.5 11.11
11

10.5

10
tembesu mahoni akasia cemara pinus rata rata

Pelaksanaan pengujian kadar air ini adalah untuk mengetahui tingkat kadar air yang sesuai
pada bahan kayu untuk menjaga kualiatas kayu dari perubahan bentuk fisik yang tidak
diinginkan yang disebabkan oleh tinginya kandungan air pada kayu sebelum diproses.
Kadar air yang didapatkan saat melaksanakan praktikum tersebut adalah pada kayu Tembesu
11,73%, kayu Mahoni 11,73, kayu Akasia 11,11%, kayu Cemara 12,52%, kayu Pinus 12,35%,
dengan nilai rata-rata 11,888%. Dapat dibandingkan dari seluruh sampel kayu yang digunakan
saat pelaksanaan praktikum terdapat kayu Cemara yang memiliki kadar air yang tinggi yaitu
12,52% di bandingkan sampel kayu yang lainnya, sementara pada kayu Tembesu dan Mahoni
memiliki kadar air yang sama yaitu 11,73% dan pada kayu Akasia memiliki kadar air yang cukup
rendah yaitu 11,11% di bandingkan dengan kayu Cemara,Mahoni,Tembesu dan Pinus.

6
5 5 5 5 4.8
5
4
4

3
pH

0
tembesu mahoni akasia cemara pinus rata rata
.
pH adalah drajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasahan yang dimiliki oleh suatu larutan jika larutan tersebut memiliki jumlah molekul asam
dan basa yang sama, maka pH dianggap sama. pH didefenisikan sebagai kologaritma aktivitas
ion hidrogen yang terlarut. Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya di metodelogi pada
bagian prosedur kerja terdapat ukuran pH standar yang digunakan adalah pH 4 dan pH 7.
Dalam pelaksanaan praktikum ini pada kayu tembesu termasuk kedalam golongan pH 5, kayu
Mahoni pH 5, kayu Akasia pH 5, kayu Cemara pH 5, dan kayu Pinus dengan pH 4, pada kayu
Tembesu, Mahoni, Akasia, Cemara memiliki pH yang cukup tinggi yatu dengan pH 5, sementara
pada kayu Pinus memiliki pH 4 yaitu termasuk kedalam pH.

KESIMPULAN DAN SARAN


Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :

1. Pada hasil kadar air dingin terdapat pada kayu tembesu yang memiliki kelarutan yang paling
tinggi dengan jumlah 3,35% sementara pada kayu Pinus memiliki kelarutan yang paling
rendah dalam kelarutan air dingin dengan jumlah 0,15% dengan nilai rat-rata 2,06. Dan dapat
dibandingkan dengan kelarutan air panas terdapat kayu Akasia lah yang memiliki kelarutan
yang paling banyak terlarut dengan jumlah 4,44% dan pada kayu Pinus memiliki kelarutan
yang rendah yang berjumlah 1,12% dengan nilai rata-rata 2,634%. Dari kedua kelarutan
tersebut dapat di bandingkan nilai kelarutan air panas menunjukkan mampu melarutkan zat
ekstraktif lebih banyak dari pada air dingin. Hal tersebut dapat terjadi karena kemampuan air
dingin untuk melarutkan tidak selalu sama.
2. Dari seluruh sample kayu tersebut pada kayu Akasia yang mempunyai banyak rendemen dan
pada kayu Tembesu yang memiliki rendemen yang terendah. Sementara pada kayu Mahoni,
Cemara, Pinus memiliki kisaran rendemen yang hampir saling mendekati yaitu 25,32%-
29,06%.
3. Dalam hasil kadar air terdapat kayu Cemara yang memiliki kadar air yang tinggi yaitu 12,52%
di bandingkan sampel kayu yang lainnya, sementara pada kayu Tembesu dan Mahoni
memiliki kadar air yang sama yaitu 11,73% dan pada kayu Akasia memiliki kadar air yang
cukup rendah yaitu 11,11% di bandingkan dengan kayu Cemara,Mahoni,Tembesu dan Pinus.
4. Dari hasil pH yang sudah diujikan pada kayu tembesu termasuk kedalam golongan pH 5, kayu
Mahoni pH 5, kayu Akasia pH 5, kayu Cemara pH 5, dan kayu Pinus dengan pH 4, pada kayu
Tembesu, Mahoni, Akasia, Cemara memiliki pH yang cukup tinggi yatu dengan pH 5,
sementara pada kayu Pinus memiliki pH 4 yaitu termasuk kedalam pH.

DAFTAR PUSTAKA

Sjostrom E. 1995.Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan. Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Simatupang MH. 1988.Bahan Ekstraktif Kayu, Kimianya dan Pengaruhnya Pada Sifat-Sifat
Kayu. Universitas Hamburg. Hamburg.
Rowell R. 1995.The Chemistry of Solid Wood. American Chemical Society. Washington DC.
United States of America.
Haygreen JG and Bowyer JL. 1996.Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. SuatuPengantar. Terjemahan:
Hendrikusumo SA. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Fengel D and Wegener G. 1995.Kayu. Kimia dan UltraStruktur, Reaksi-reaksi. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Direktorat Jendral Kehutanan, 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia : JakartaKubaschewski,
Oswald. 1993. Materials thermochemistry. University ofMichigan : Lansing

LAMPIRAN
Gambar Keterangan
Penyaringan sampel serbuk kayu
yang telah digrinder/blender pada
saringan 40 mesh dan 60 mesh agar
dapat menghasilkan serbuk kayu 40-
60 mesh.
Serbuk kayu 40-60 mesh sebanyak
20 gram yang akan digunakan dalam
praktikum kelarutan air dingin dan
air panas.

Serbuk kayu yang telah dimasukkan


ke dalam erlemeyer ditambahkan
aquades sebanyak 400 ml. Lalu aduk
dengan selang waktu 1 jam sekali
dengan suhu ruang selama 48 jam.

Kertas saring yang telah dimasukkan


kedalam oven dengan suhu 103 ± 2ºC
selama 2 jam kemudian dimasukkan
ke desikator 10-15 menit dan
timbang berat kering oven kertas
saring.
Serbuk sampel setelah 48 jam
kemudian disaring menggunakan
kertas saring dan corong lalu
dimasukkan kedalam botol kaca.

Serbuk sampel yang telah dioven


kemudian dimasukkan kedalam
desikator selama 10-15 menit.

Timbang serbuk sampel kayu bebas


ekstraktif air dingin bersamaan
dengan kertas saring.

Gambar Keterangan
Penimbangan serbuk kayu sebanyak
2 gram yang akan digunakan untuk
kelarutan air panas dan pengukuran
PH kayu.

Penimbangan serbuk kayu sebanyak


2 gram yang akan digunakan untuk
pengukuran kadar air.

Penimbangan aluminium foil sebagai


tempat untuk serbuk kayu yang
digunakan untuk pengukuran kadar
air.

Pengovenan kertas saring untuk


kelarutan air panas suhu 103 ± 2ºC
selama 1-2 jam dan serbuk kayu
beserta aluminium untuk pengukuran
kadar air dengan suhu 103±2 ºC
selama 24 jam
Serbuk kayu yang siap ditambahkan
dengan air panas.
Penambahan air panas kedalam
erlemeyer sebanyak 100 ml.

Contoh sampel kayu yang telah


dimasukkan kedalam erlemeyer dan
ditambahkan air panas sebanyak 100
ml dan ditutup dengan menggunkan
aluminium foil.

Contoh sampel yang dipanaskan


menggunakan hotplate dengan suhu
95ºC sampai 100 ºC selama 3 jam.

Oven yang digunakan untuk


mengoven kertas saring dan serbuk
kayu yang berada di aluminium.

Pengukuran Ph menggunakan kertas


PH meter, sehingga didapatkan
bahwa PH serbuk kayu dengan
perendaman panas adalah 5.

Sampel serbuk kayu yang telah


dioven selama 24 jam kemudian
diletakkan di desikator selama 10-15
menit.
Serbuk kayu setelah diletakkan di
desikator kemudian ditimbang
dengan berat 2,09.

Serbuk kayu untuk air panas yang


berada dioven selama 24 jam
kemudian dikeluarkan.

Serbuk kayu untuk air panas


kemudian diletakkan di desikator
selama 10-15 menit.

Berat serbuk kayu dan kertas saring


untuk kelarutan air panas yaitu 2,45.

Anda mungkin juga menyukai