Anda di halaman 1dari 7

The Growth Of Juvenile Wood And

The Benefit Of Its In Wood Processing Industry

Bahan baku produk kayu pada masa mendatang, baik dari hutan produksi maupun hutan
rakyat akan didominasi oleh kayu cepat tumbuh yang memiliki kualitas lebih rendah
dibandingkan dengan kayu dari hutan alam (Hidayat et al. 2013, Cahyono et al. 2014). Salah satu
indikator yang menyebabkan rendahnya kualitas tersebut adalah tingginya persentase kayu
juvenil sehingga menurunkan kualitas produk yang dihasilkan. Pengolahan dan penggunaan kayu
juvenil dalam beberapa hal sangat sederhana sehingga tidak membutuhkan keahlian khusus.
Kayu juvenil merupakan suatu bahan yang sangat komplek baik dari segi struktur anatominya
maupun sifat-sifatnya yang lain. Untuk dapat bersaing dengan bahan lain hasil teknologi modern
perlu pengetahuan yang mendalam tentang sifat-sifat dasar kayu juvenil sebagai bahan baku.

Kayu juvenil telah dikenal sebagai sebuah konsep sejak tahun 1960-an, tetapi dampak
penuhnya belum dirasakan hingga kayu tersebut terdiri dari sebagian besar kayu yang dipanen.
Karakteristiknya bervariasi berdasarkan faktor internal dan eksternal tetapi secara konsisten
mewakili kepadatan terendah, sudut mikrofibril tertinggi, dan butir spiral tertinggi dalam setiap
batang individu (Cown & Dowling, 2015). Dengan kata lain, kayu Juvenil adalah salahsatu
bahan hasil proses metabolisme organisme hidup tumbuhan berkayu berupa pohon. Batang
pohon bertambah tinggi (tumbuh vertical) disebabkan karena adanya jaringan merestim di pucuk
(epical growing points). Disamping itu batang pohon juga diameternya bertambah besar (tumbuh
horizontal) disebabkan karena adanya jaringan kambium lateral yang terletak diantara xylem dan
phloem (Panshin,1980). Pertama, pohon sengon dan jabon bernilai baik sebagai kayu, veneer inti
untuk kayu lapis, dan kayu pulp. Oleh karena itu, spesies ini memiliki kepentingan ekonomi
yang vital. Namun, spesies ini mau tidak mau ditebang oleh masyarakat pada usia 5-7 tahun. Hal
ini dapat menyebabkan tingginya persentase porsi juvenil di batang pohon. Terlepas dari
kepentingan ekonominya, tidak ada definisi kayu juvenil yang diterima secara universal dan
karenanya sulit untuk mengukurnya yang sebenarnya penting dalam pengelolaan hutan. Seperti
yang kita ketahui bahwa area yang menempati proporsi yang sangat signifikan dari radiata
batang pinus pada usia rotasi, dan secara efektif hal itu berarti khususnya sebagian besar log atas
terdiri dari kayu juvenil (Cown & Dowling, 2015). Gradien properti kayu, kekuatan dan
kekakuan, serta stabilitas kayu juvenil merupakan yang paling besar dalam area ini dan
cenderung stabil setelahnya pada kayu dewasa. Oleh karena itu, kayu juvenil menjadi tren baru
dalam industri kayu terutama pada pengolahan kayu lapis.

Perkembangan industri kayu lapis di Indonesia akan didominasi oleh bahan baku dari
kayu cepat tumbuh dan umur rotasi yang pendek. Bagian muda dari batang pohon yang
mengelilingi empulur dicirikan oleh perubahan progresif dalam fitur sel dan sifat kayu.
Dibandingkan dengan kayu dewasa, kayu juvenil terbuat dari serat yang lebih kecil dan lebih
pendek dengan dinding yang lebih tipis dan sudut mikrofibril yang lebih besar, kepadatan yang
lebih rendah, dan sifat kekuatan yang lebih rendah. Telah diketahui dengan baik bahwa
karakteristik kayu juvenil berkontribusi terhadap sifat kayu solid yang tidak diinginkan. Kayu
juvenil tidak memenuhi standar untuk produk seperti kertas koran dan kertas cetak berkualitas.
Namun, hal itu dapat menyebabkan masalah serius untuk produk berkualitas, terutama produk
veneer atau kayu solid. Ini karena kekuatan lenturnya yang rendah dan ketidakstabilan dimensi
saat dikeringkan (Cown & Dowling, 2015). Akan tetapi pada penelitian yang dilakukan Cahyono
(2017) mengenai uji kualitas kayu lapis dari vinir bagian juvenil dan dewasa. Adapun proses
pengolahannya dimulai dari pengupasan finir kayu dan finir kupas yang digunakan pada
penelitian ini adalah finir samama yang memiliki ketebalan 1,5 dan 3,0 mm dari proses
pengupasan log segar tanpa proses pendahuluan. Selanjutnya, dikeringkan sampai mencapai
kadar air (KA) kering udara (KU). Bagian kayu juvenil dan dewasa masing-masing diambil dari
finir yang berjarak 5 dan 15 cm dari empulur (Cahyono et al. 2015). Selain itu, pemilihan
segmen 5 cm dari empulur mewakili bagian juvenil karena finir yang dihasilkan dari jarak
dibawah 5 cm dari empulur sudah banyak yang sobek dan tidak utuh. Alat yang digunakan
adalah mesin kempa tipe 06-SAAJS-2000 produksi LIPI Indonesia dan peralatan pendukung
lainnya. Perekat yang digunakan adalah urea formaldehida (UF) yang ditambahkan hardener
(NH4Cl) dengan perbandingan 100:1 (berat/berat). Kayu lapis dibuat dari 3 lembar finir dengan
ukuran panjang dan lebar (30 x 30) cm2 sedangkan ketebalannya disesuaikan tipe yang dibuat.
Perekat diaplikasikan pada kedua permukaan finir lapisan inti, yaitu bagian loose dan tight
dengan berat labur 150 g m-2. Finir kemudian disusun sesuai rencana penelitian dan dikempa
panas dengan suhu 110 C selama 30 detik per mm tebal kayu lapis. Tekanan kempa yang
digunakan adalah 10 kg cm-2. Selanjutnya, kayu lapis dikondisikan selama dua minggu.
Kemudian kayu lapis diratakan tepinya dan selanjutnya dibuat contoh uji sifat fisis dan
keteguhan rekat. Pengujian yang dilakukan antara lain pengujian kadar air dan berat jenis,
stabilisasi termal, keteguhan rekat, dan analisis data. Adapun hasilnya yaitu keteguhan rekat
kayu lapis dari bagian juvenil lebih kecil dibandingkan dengan bagian dewasa. Peningkatan
jumlah retak kupas pada kisaran 16-20% akan menurunkan KGT sampai 10,9%. Nilai KGT dan
KA yang dihasilkan memenuhi nilai yang disyaratkan oleh standar SNI 015008.2-1999. Nilai BJ
kayu lapis meningkat antara 11-23% dibandingkan kayunya. Kesimpulannya bagian juvenil dan
dewasa kayu samama dapat digunakan sebagai bahan kayu lapis bermutu yang baik.

Industri perkayuan Indonesia saat ini akan memanfaatkan jenis kayu jabon, sengon, jati,
mindi, dan pohon ulin yang berkembang pesat tidak hanya untuk kayu pulp tetapi juga untuk
konstruksi ringan, furnitur, dan komposit kayu untuk konstruksi (kayu lapis dan LVL) (Lu, et al.,
2021). Selain itu, sengon dan jabon tidak mengalami musim dingin dan musim panas yang
ekstrem seperti yang terlihat di hutan beriklim sedang yang membuat cincin pertumbuhan
mereka tidak terlihat. Dalam hal ini, seluruh cincin pertumbuhan batang terdiri dari bagian kayu
yang terbentuk pada musim hujan dan kemarau (Darmawan et al. 2013). Suradinata, (1998) juga
menyatakan bahwa pohon yang tumbuh di daerah tropis dengan masa curah hujan lebih
besar bergantian dengan masa yang lebih kering dan terulang beberapa kali dalam
setahun, kegiatan kambium pembuluh akan terangsang pada musim hujan untuk membentuk
sejumlah unsur xilem baru yang akan tampak sebagai beberapa garis yang disebut lingkaran
tumbuh. Selain itu, beberapa metode telah diusulkan untuk memperkirakan usia transisi dari
kayu juvenil ke kayu dewasa. Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa dapat dianalisa secara
langsung dengan mengamati variasi radial panjang serat, tebal dinding serat, panjang sel
pembuluh (pori-pori kayu), ρ kayu, dan MFA dari empulur ke kulit sebagaimana Sanio (Tsoumis
1991; Bowyer et al. 2007), atau menggunakan permodelan statistik (Marbun 2020). Pengamatan
secara langsung mempertimbangkan adanya periode pembentukan kayu peralihan (periode
peralihan), sedangkan permodelan statistik tidak. Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa
dianggap akurat apabila variasi radial dari dua parameter yang digunakan menunjukkan pola
yang sama (Bowyer et al. 2007).

Darmawan et al. (2013) melaporkan hasil penelitiannya bahwa kayu sengon dan jabon
memiliki diameter tinggi 34 cm untuk sengon dan 36 cm untuk jabon pada umur 7 tahun 100%
bagian kayunya masih juvenil dengan rata-rata pertumbuhan 5 cm/tahun. Nevi (2020)
melaporkan hasil penelitiannya bahwa kayu jati (Tectona grandis) klon solomon umur 13 tahun
asal Bogor belum memiliki kayu dewasa, hingga radius 10 cm dari empulur masih berupa kayu
juvenil dan 2 cm selebihnya adalah kayu peralihan dan dikatakan bahwa untuk tanaman jati
solomon akan membentuk kayu dewasa ketika umurnya diatas 12 tahun. Gusmalawati, et al.
(2014) juga melaporkan penelitiannya tentang karakteristik pertumbuhan pohon ulin
(Eusideroxylon zwageri T et B) jenis tando dan tembaga yang berusia 3 tahun dan hasilnya yaitu
pohon ulin varietas tando dan tembaga memiliki sebaran pori tata baur yaitu pori dari
bermacam ukuran bercampur pada seluruh permukaan sayatan melintang kayu. Sebaran
pori tergantung dari umur tumbuhan. Haygreen dan Bawyer (1989) menyatakan bahwa kayu
yang berumur muda memiliki penyebaran pori tata baur. Kayu muda dan dewasa
menunjukkan perubahan berangsur-angsur dari pusat pohon (empulur) mendekati kambium.
Ukuran diameter tangensial pori ulin tando dan tembaga berumur 3 tahun tergolong kecil
dan menengah masing-masing berkisar 27-144 μmdan 48-168 μm. Kayu ulin berumur di bawah
10 tahun memiliki ukuran diameter tangensial pori tergolong kecil dan menengah sedangkan di
atas 10 tahun tergolong menengah dan besar yaitu 150-280 μm. Berdasarkan penelitian
Tavita (2001) pada kayu jati ditemukan bahwa semakin tua umur kayu maka semakin besar
ukuran diameter tangensial pori. Ukuran diameter tangensial pori juga dipengaruhi oleh
aktivitas kambium yang membelah secara berangsur-angsur pada musim tumbuh. Rahayu,
(2021) juga melaporkan hasil penelitiannya mengenai demarkasi antara juvenil pohon ganitri
hingga dewasa yaitu Panjang serat ganitri umur 6 tahun cenderung bertambah dari empulur
sampai kulit kayu. Rata-rata panjang serat pada jarak 1cm dan 17cm dari empulur masing-
masing adalah (855,95 ± 82,47) m dan (1085,76 ± 106,56) m. Analisis panjang serat dengan
model regresi linier tersegmentasi menunjukkan bahwa kayu juvenil akan berakhir pada jarak
18cm dari empulur, setelah itu kayu dewasa akan terbentuk. Oleh karena itu, berdasarkan hasil
analisis panjang serat, proporsi kayu juvenil pada ganitri tumbuh cepat adalah 100% pada umur 6
tahun.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat kita ketahui bahwa proses pengolahan kayu juvenil
(kayu reaksi) dalam industri kayu lapis, potensi kayu cepat tumbuh (juvenil) sebagai bahan baku
kayu lapis semakin penting di masa mendatang karena kayu cepat tumbuh (juvenil) memiliki
sifat mekanis (modulus of elasticity, modulus of rupture, KGT) yang lebih baik dibandingkan
dengan kayu dengan pertumbuhan normal dan berdasarkan penjelasan diatas dapat kita ketahui
bahwa proses transisi pertumbuhan dari kayu juvenil ke tahap kayu dewasa pada kayu jabon,
sengon, jati, dan ulin berbeda-beda berdasarkan karakterisitik masing-masing kayu.

REFERENSI

Bowyer J L, Shmulsky R, Haygreen J G. 2007. Forest Products and Wood Science: An


Introduction. 5th Edition. Iowa State Press, Ames, IA

Cahyono TD, Ohorella S, Febrianto F, Priadi T, Wahyudi I. 2014. Sifat Fisis dan Mekanis
Glulam dari Kayu Samama (Physical and Mechanical Properties of Samama Wood
Glulam). 12(2):186-195.

Cahyono TD, Wahyudi I, Priadi T, Febrianto F, Darmawan W, Bahtiar ET, Ohorella S,


Novriyanti E. 2015. The quality of 8 and 10 years old samama wood (Anthocephalus
macrophyllus). J Indian Acad Wood Sci. 12(1):22-28. doi:10.1007/s13196- 015-0140-8.

Cahyono TD, Wahyudi I, Priadi T, Febrianto. 2017. Kualitas Kayu Lapis dari Finir Bagian
Juvenil dan Dewasa Samama. J. Ilmu Teknol. Kayu Tropis Vol. 15 No. 2. Institut Pertanian
Bogor.

Darmawan W, Nandika D, Rahayu I, Fournier M, Marchal R. 2013. Determination of juvenile


and mature transition ring for fast growing sengon and jabon wood. J Indian Acad Wood
Sci. 10(1):39-47.
Dave Cown & Leslie Dowding. 2015. Juvenile wood and its implications. NZ Journal of
Forestry, February 2015, Vol. 59, No. 4

Gusmalawati, D., Et Al. 2014. Struktur Anatomi Batang Ulin (Eusideroxylon Zwageri Teijsm. &
Binnend) Varietas Tando Dan Tembaga Di Kalimantan Barat. J. Saintifika, Volume 16,
Nomor 2, Hlm 49-56

Haygreen, J.G. and J.L. Bowyer. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar.
Terjemahan dari bahasa Inggris ke Indonesia oleh Sutjipto Hadikusumo. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Hidayat W, Carolina A, Febrianto F. 2013. Physical, mechanical, and durability properties of


OSB prepared from CCB treated fast growing tree species strands. J Ilmu Teknol Kayu
Tropis. 11(1):55-62

Lu, Changqing, et al. 2021. Influence of juvenile and mature wood on anatomical and chemical
properties of early and late wood from Chinese fir plantation. Journal of Wood
Science  volume 67, Article  number: 72 

Marbun S D, Wahyudi I, Suryana J, Nawawi DS. 2019. Anatomical structure sand fiber
quality off our lesser-used wood species grown in Indonesia. J Korean Wood Sci Techno
l47 (5): 617-632. DOI: 10.5658/WOOD. 2019. 47.5.617.

Nevi. 2020. Karakteristik Kayu Jati Klon Solomon dan Evaluasi Mutunya sebagai Bahan Baku
Wooden Furniture. Thesis of Institut Pertanian Bogor.

Panshin, A. J. and C. de Zeuw. 1980. Textbook of Wood Technology. McGraw-Hill Book Co.
Iowa. p. 209-272.

Rahayu, Istie, et al. 2021. Demarcation are a between juvenile and mature wood in Elaeocarpus
angustifolius. Biodiversitas ISSN: 1412-033, Volume 22, Number 5 Pages: 2583-2590.
Institut Pertanian Bogor

Suradinata, S. T. 1998. Struktur Tumbuhan. Penerbit Angkasa. Bandung.

Tavita, G.E. 2001. Kajian Anatomi Kayu Jati (Tectona grandis L.F.) Dari Mikropropagasi
Kultur Jaringan. Program Pasca Sarjana. IPB Bogor. (Tesis).
Tsoumis G. 1991. Science And Technology of Wood. Structure, Properties, Utilization: Van
Nostrand Reinhold. Druck: Verlag Kessel

Anda mungkin juga menyukai