Anda di halaman 1dari 5

A.

Bonita

Bonita adalah ukuran kualitas tempat tumbuh hutan tanaman yang ditentukan
berdasarkan hasil pengukuran tinggi rata-rata seratus pohon tertinggi per hektar (pohon peninggi)
dalam suatu tegakan pada umur tertentu. Pohon peninggi adalah tinggi rata-rata seratus pohon
tertinggi per hektar, yang menggambarkan pohon-pohon dominan dalam suatu tegakan hutan.
Kualitas tempat tumbuh adalah ukuran tingkat kesuburan tanah yang berhubungan erat
dengan produktivitas kayu yang dapat dihasilkan. Sedang yang dimaksud dengan bonita adalah
ukuran yang digunakan untuk menentukan kualitas tempat tumbuh. Penetapan nilai bonita sering
didasarkan pada hubungan antara rata-rata peninggi dengan umur tegakan. Salah satu penentu
kualitas kayu jati adalah tinggi tanaman jati, semakin tinggi tanaman jati semakin baik kualitas
dari jati tersebut. Sedang penilaian bonita melalui penilaian karakteristik lahan mungkin dapat
dikernbangkan dan akan lebih bermanfaat khususnya bagi kepentingan perencanaan,
pengembangan dan pengelolaan hutan jati (Anonim, 2009).
Penetapan kualitas tempat tumbuh berdasarkan hubungan antara peninggi dan umur
tegakan di lapangan memang sangat praktis tetapi mempunyai kelemahan, dimana penilaian
terlalu rendah bagi tegakan yang masih muda dan sebaliknya penilaian tertalu tinggi untuk
tanaman yang sudah tua.
Menurut Colie (1952) pertumbuhan tanaman jati sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, salah satu faktor yang amat penting adalah kondisi tanah. Penelitian kualitas tempat
tumbuh berdasarkan sifat sifat tanah yang lebih memberikan keuntungan, karena penilaian
kualitas tempat tumbuh ini tidak perlu harus menunggu adanya tegakan. Sedang dalam
perencanaan pengembangan hutan jati penilaian kualitas tempat tumbuh sebelum hutan tersebut
digunakan sangat perlu.
Evaluasi kualitas tempat tumbuh dapat dilakukan dengan metoda langsung dan tidak
langsung. Metoda langsung untuk untuk menentukan kualitas tempat tumbuh adalah dengan
menumbuhkan tegakan berkerapatan penuh terhadap jenis yang diinginkan pada suatu tempat
tumbuh untuk periode yang direncanakan (Husch, 1972)
B. Penjarangan
Penjarangan merupakan kegiatan yang dijalankan pada tegakan seumur atau kelompok
seumur dan tegakan tidak seumur pada setiap saat sebelum permulaan atau periode permudaan.
Tujuannya yaitu pemungutan pohon terutama untuk mendistribusikan kembali potensi
pertumbuhan atau untuk meningkatkan kualitas tegakan tinggal (Soekotjo, 1992)
Pada dasarnya penjarangan adalah suatu upaya pemeliharaan yang dilakukan manusia
pada tegakan pohon dalam suatu areal hutan, tujuannya adalah menciptakan keseimbangan
antara kepentingan biologi dari pohon dan kepentingan ekonomi untuk memperoleh hasil yang
maksimal di kemudian hari. Penjarangan berpengaruh terhadap tegakan yaitu meningkatkan
diameter batang, tinggi tegakan dan volume total tegakan. Selain itu, jumlah batang tegakan dan
volume tegakan tinggal berkurang. (Frans Wanggai, 2009).
Dampak penjarangan adalah memberikan ruang tumbuh yang lebih baik pada tegakan
tinggal, terutama perkembangan tajuk maupun pertambahan riap. Dapat diungkapkan pula bahwa
pada penjarangan pohon-pohon dengan diameter yang sangat kecil yaitu kurang dari 5 cm
memang tidak menguntungkan dan menambah beban biaya pemeliharaan. Dengan alasan
tersebut, maka dalam banyak hal, kegiatan penjarangan tidak dilaksanakan. Jika dianalisis lebih
lanjut, maka tampak bahwa pohon-pohon tanpa penjarangan akan sangat berpengaruh pada hasil
akhir yang diperoleh dari suatu kawasan hutan.
Manan (1976) mengemukakan bahwa secara alami akan terjadi persaingan dalam suatu
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Pada kondisi yang demikian, terjadi suksesi hingga mencapai
kondisi klimaks, yaitu saat tercapat keseimbangan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan dengan
lingkungannya. Pohon-pohon yang tertekan, kalah dalam persaingan akan mati dan ini
merupakan penjarangan alami. Dalam proses demikian akan terjadi pengurangan jumlah pohon
secara bebas dan tidak teratur akibat seleksi alami dalam suatu kawasan hutan. Selanjutnya
diungkapkan bahwa penjarangan secara alami akan membiarkan banyak energi dan materi yang
terbuang dalam jangka panjang sehingga memerlukan campur tangan manusia. Untuk itu
penjarangan buatan perlu dilakukan agar lebih banyak energi dan materi alam dapat digunakan
oleh tumbuhan secara optimum sesuai ruang dan waktu tertentu.
Hawley dan Smith (1962) serta Manan (1976) mengemukakan bahwa pada umumnya
terdapat lima metode penjarangan yang digunakan, yaitu :
1. Penjarangan Rendah (Low Thinning)
Disebut penjarangan rendah karena dimulai dari lapisan tajuk yang paling bawah dan merupakan
cara tertua diterapkan di Jerman sehingga cara ini dikenal dengan istilah Metode Jerman. Prinsip
dasar yang diterapkan dalam metode ini adalah semua pohon dan tajuk jelek pada lapisan paling
bawah ditebang, kemudian disusul pohon-pohon dengan tajuk yang jelek pada lapisan tajuk di
atas sampai pada lapisan tajuk paling atas.
2. Penjarangan Tajuk (Crown Thinning)
Berbeda dengan penjarangan rendah, penjarangan tajuk lebih diarahkan pada pohon-pohon kelas
tajuk paling atas (dominant trees) dan kelas tajuk pertengahan. Dari proses penjarangan ini maka
perbedaan pokok antara low thinning dan crown thinning adalah bahwa dalam crown thinning
tidak ada penjarangan ringan karena dimulai dari pohon kelas tajuk paling atas serta pohon-
pohon yang ditinggalkan untuk penjarangan berikut berasal dari kelas tajuk codominan dan
dominan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pohon-pohon yang ditinggalkan berasal dari
dua kelas lapisan tajuk dalam satu kelas umur. Kelemahan dari metode penjarangan ini adalah
tidak dapat diterapkan pada tegakan pohon yang distribusi atau sebaran kelas-kelas tajuknya
yang tidak jelas dalam satu kelas umur tegakan.
3. Penjarangan Seleksi (Selection Thinning)
Ciri khusus dari penjarangan ini seleksi adalah dimulai dari pohon-pohon dominan dengan tajuk
paling atas akan dimanfaatkan kayunya. Penjarangan seleksi sangat berbeda dengan penjarangan
rendah, yaitu dimulai pada pohon-pohon yang tertekan. Prinsip dari penjarangan seleksi adalah
memanfaatkan secara maksimal hasil terbaik pohon selama daurnya. Dengan demikian, pohon
codominan dan yang tertekan diberi ruang tumbuh yang lebih baik untuk dimanfaatkan kayunya
pada penjarangan berikutnya. Dapat disimpulkan bahwa cara penjarangan ini lebih cocok
diterapkan pada suatu tegakan yang menghasilkan kayu dengan diameter sedang dan kecil.
4. Penjarangan Mekanik (Mechanical Thinning)
Penjarangan ini berbeda dengan metode-metode lainnya yaitu dengan metode mekanik, yang
menjadi pertimbangan utama atau dasar penjarangan pohon adalah posisi tajuk pohon yang akan
ditebang. Biasanya metode penjarangan ini diterapkan pada tegakan seumur dan tingginya
hampir seragam. Dalam aplikasinya, pohon pada jarak tertentu ditebang sehingga disebut
penjarangan selang atau spacing thinning. Dapat pula penjarangan dilakukan pada pohon-pohon
dalam jalur atau lorong dengan jarak tertentu sehingga membentuk jalur-jalur sempit dan disebut
pula penjarangan jalur atau row thinning. Secara umum penjarangan ini diterapkan pada tegakan
yang berukuran sedang dan setelah mencapai ukuran poles atau tiang maka digunakan metode
lain.
5. Penjarangan Bebas (Free Thinning)
Penjarangan bebas umumnya merupakan gabungan penerapan dari metode lain sehingga disebut
free thinning karena tidak terikat pada persyaratan tertentu. Pada umumnya penjarangan bebas
dilakukan pada tegakan yang belum dilakukan penjarangan. Dalam pelaksanaan penjarangan
beberapa hal seperti jarak, posisi tajuk, bentuk batang menjadi pertimbangan dalam penetapan
tegakan yang akan ditebang. Dengan demikian, pohon-pohon yang ditinggalkan berpenampilan
kekar dan diharapkan memberikan produk kayu terbaik di kemudian hari (Frans Wanggai, 2009).

junus, mas’ud, dkk. 1960.


Dasar-dasar Umum Ilmu kehutanan
. badan kerjasamaPerguruan tinggi Negeri indonesia bagian timur

Kualitas tempat tumbuh (site quality) dari jenis satu tegakan pohon dinyatakan sebagai
peninggi untuk umur tertentu yang disebut pohon persatuan luas, luas bidang dasar setinggi
dada, dan rata-rata tinggi bidang dasar. Kondisi ini berlaku pada suatu daerah yang keadaan
tanahnya mirip dengan daerah yang akan dibangun hutan tanaman industri (HTI), dimana
mempunyai penentuan umur baku tegakan. Hasil menyeluruh ini ditabulasikan untuk
memudahkan mengetahui volume kayu yang dihasilkan oleh peninggi pada umur tertentu.
Parameter tersebut disusun sedemikian rupa dengan melawan umur tegakan, sehingga didapat
indeks bonita. Umur tegakan yang digunakan dalam penyusunan indeks bonita adalah umur
tegakan saat melakukan penjarangan, yaitu 5, 10, 20, 25, ..., 105 tahun dan hubungan peninggi
dengan umur tegakan berdasarkan grafik disebut kelas bonita. (Arief 2001).
Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta. Konisius

Penyusunan kelas-kelas bonita perlu memperhatikan umur baku. Jika korelasi antara
peninggi dan umur tegakan linier positif, maka semakin tua suatu tegakan berarti memberikan
mutu site yang makin tinggi. Pada tegakan terlalu tua (>80 tahun), hubungan peninggi dan umur
cenderung tidak lagi linier, sehingga memberikan mutu site terlalu tinggi. Penilaian mutu site
pada tegakan terlalu muda (<30 tahun) sering memberikan mutu site terlalu rendah. Hal ini
berpeluang terjadinya gejolak pada kelas-kelas bonita setiap kali diadakan pengukuran ulang.
Sebenarnya, peninggi sebagai alat ukur seharusnya mampu dijadikan pengukuran akurat bagi
media dan pada lingkungan yang sama pula. Dengan kata lain, jika peninggi digunakan untuk
mengukur produktivitas suatu kelas bonita pada pengkuran kapan saja akan menghasilkan nilai
yang sama pula. Poerwowidodo (1990),

Poerwowidodo. 1990. Gatra Tanah dalam Pembangunan Hutan


Tanaman Industri di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Penjarangan merupakan kegiatan yang dijalankan pada tegakan seumur atau kelompok
seumur dan tegakan tidak seumur pada setiap saat sebelum permulaan atau periode permudaan.
Tujuannya yaitu pemungutan pohon terutama untuk mendistribusikan kembali potensi
pertumbuhan atau untuk meningkatkan kualitas tegakan tinggal. Pada dasarnya penjarangan
adalah suatu upaya pemeliharaan yang dilakukan manusia pada tegakan pohon dalam suatu areal
hutan, tujuannya adalah menciptakan keseimbangan antara kepentingan biologi dari pohon dan
kepentingan ekonomi untuk memperoleh hasil yang maksimal di kemudian hari. Penjarangan
berpengaruh terhadap tegakan yaitu meningkatkan diameter batang, tinggi tegakan dan volume
total tegakan. Selain itu, jumlah batang tegakan dan volume tegakan tinggal berkurang.
(Wanggai, 2009)
Wanggai, F. 2009. Manajemen Hutan. Grasindo. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai