MODUL 1
ANALISIS KADAR AIR DAN ABU PADA KAYU
Dosen Pengampu
Ir. Aman,MT
Koordinator
Dra. Yusnimar,M.Si.,MPhil
Kelompok V
UNIVERSITAS RIAU
2019
ABSTRAK
Setiap kayu memiliki kadar air dan kadar abu yang berbeda-beda.Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk menentukan kadar air dan kadar abu yang terdapat pada
kayu akasia mangium. Kadar air adalah banyaknya air atau presentase air yang
dikandung oleh sepotong kayu terhadap berat kering kayu tersebut dan Kadar abu
merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineralyang terdapat pada suatu
bahan pangan. Metode yang digunakan untuk menentukan kadar air adalah metode
Gravimetri. Metode ini dilakukan dengan menggunakan pengeringan dengan oven.
Sedangkan kadar abu ini bertujuan untuk menentukan kadar abu yang terkandung
pada kayu akasia. Pada analisis kadar abu menggunakan metode pengabuan kering.
Kadar air dan kadar abu yang kami peroleh dari praktikum ini sebesar 5,114% dan
0,354%.
BAB I
PENDAHULUAN
Ini salah satu masalah pada kayu yang harus diketahui sebelum proses lebih
lanjut. Penyusutan kayu berbeda tergantung pada lokasi kayu pada log. Lebih dekat
posisinya ke arah hati kayu (pusat lingkaran tahun) lebih kecil pula penyusutannya.
Akan berguna sekali pada waktu kita ingin membuat pelebaran papan dengan melihat
penampang kayu dan mengaturnya sesuai dengan arah penyusutan sehingga
walaupun terjadi penyusutan bentuk pelebaran papan tidak terlalu jauh berbeda
(Kasmujo, 2011).
Kayu memiliki kadar air yang terkandung di dalamnya, yang kadang kala
beratnya lebih besar dari berat kayu itu sendiri. Kandungan air ini diketahui dapat
mempengaruhi karakteristik dari kayu seperti berat, kekuatan, dan penyusutan.
Kandungan air juga memungkinkan terjadinya serangan dari berbagai serangga dan
jamur yang dapat membuat kayu menjadi rapuh dan juga dapat merusak struktur
penyusun kayu tersebut (Suryoatmono, 2012).
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan dalam
pecahan, biasanya dalam Persen ( % ) dari berat kering tanur, berat penyusutan,
pengembembangan, kekuatan, dan sifat- sifat lainnya tergantung pada kadar air. Bila
kayu dengan kadar air maksumum di keringkan, air yang pertama –tama menguap
adal air bebas, Kadar air ( KA ) akan turun sampai titik jenuh serat ( TJS ). Selama
proses ini tidak terjadi perubahan dimensi kayu, setelah tercapai titik jenuh serat, air
terikat menguap dari dinding sel dan KA ( Kadar Air ) turun di bawah TJS ( Titik
jenuh Serat ). Dalam fase ini terjadi penyusutan dimensi kayu. Penyusutan Kayu ini
disertai dengan pengurangan kadar air nol (kering tanur ). Penyusutan kayu dari titik
jenuh serat sampai kondisi kering tanur di sebut penyusutan total (Basri, 2008).
Kadar air kayu bisanya dinyatakan secara kuntitatif dalam persen (%)
terhadap berat kayu bebeas air atau berat kering tanur (BKT), namun dapat juga
dipakai satuan terhadap berat basahnya. Berat kering tanur dijadikan sebagai dasar
karna berat kering tanur merupakan indikasi dari jumlah substansi atau bahan solid
yang ada. Praktikum tentang kadar ilmu kayu ini sangat penting untuk dilakukan
karna beberapa janis kayu mengandung unsur – unsur yang pada waktu dikeringkan
mudah menguap dan sering mengancam hasil dengan nilai kadar air yang lebih tinggi
yang akan mempengaruhi kwalitas dan kekuatan dari kayu tersebut.
Kadar air adalah banyaknya air atau presentase air yang dikandung oleh
sepotong kayu terhadap berat kering kayu tersebut. Kemampuan kayu untuk
menghisap atau mengeluarkan zat atau cairan tergantung pada suhu dan kelembaban
udara sekeliling. Standar yang ditentukan untuk menentukan kadar air dengan
mengeringkan kayu dalam oven pada suhu 100-105°C hingga kayu mencapai berat
yang tetap.Pada kondisi ini kandungan air masih 1%.Sifat fisika kayu dipengaruhi
oleh perubahan kadar air kayu. Kadar air kayu rata – rata adalah 15 %.
(Suryoatmono, B. 2012)
Bila kadar air bebas telah keluar dan masih ada air terikat, maka dikatakan
telah mempunyai titik jenuh. Ada 5 tingkat kelembaban kayu, yaitu :
1) Kadar air 0 %
Berat kering berarti tidak ada air didalam sel maupun didalam rongga.
2) Kadar air 0 % - 25 %
Air terdapat didalam dinding sel dan dalam serat sel tidak jenuh air, kondisi
ini penting untuk konstruksi.
3) Kadar air 25 % - 30 %
Merupakan suatu keadaan kayu dimana serat tidak jenuh dan tidak ada air
dalam rongga kayu, kondisi ini disebut titik jenuh serat ( timber saturated point).
4) Kadar air 30 % - 70 %
Merupakan keadaan dimana serat jenuh air dan rongganya terisi oleh air,
kondisi ini biasanya terjadi pada kayu yang baru ditebang yang disebut juga dengan
green timber.
5) Keadaan air lebih besar dari 70 %
Berat serat jenuh air dan rongga terisi air, tergantung dari jenis kayu. Kondisi
ini diperoleh setelah lama kayu disimpan didalam air. (Kasmujo, P. 2011)
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan dalam
pecahan, biasanya dalam Persen ( % ) dari berat kering tanur, berat penyusutan,
pengembembangan, kekuatan, dan sifat- sifat lainnya tergantung pada kadar air. Bila
kayu dengan kadar air maksimum di keringkan, air yang pertama–tama menguap
adalah air bebas, Kadar air ( KA ) akan turun sampai titik jenuh serat ( TJS ). Selama
proses ini tidak terjadi perubahan dimensi kayu, setelah tercapai titik jenuh serat, air
terikat menguap dari dinding sel dan KA ( Kadar Air ) turun di bawah TJS ( Titik
jenuh Serat ). Dalam fase ini terjadi penyusutan dimensi kayu. Penyusutan Kayu ini
disertai dengan pengurangan kadar air nol ( kering tanur ). Penyusutan kayu dari titik
jenuh serat sampai kondisi kering tanur di sebut penyusutan total (Basri, 2008).
Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara
mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan
proses pengeringan. Analisis kadar air dengan metode oven didasarkan atas berat yan
g hilang, oleh karena itu sampel seharusnya mempunyai kestabilan panas yang tinggi
dan tidak mengandung komponen yang mudah menguap. Beberapa factor yang dapat
memengaruhi analisis air metode oven diantaranya adalah
yang berhubungan dengan penimbangan sampel, kondisi oven, pengeringan sampel,d
an perlakuan setelah pengeringan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi oven
seperti suhu, gradien suhu, kecepatan aliran dan kelembaban udara adalah faktor-
faktor yang sangat penting diperhatikan dalam metode pengeringan dengan oven.
(Andarwulan,2011). Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau
thermogravitimetri yaitu menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan
pemanasan.Penimbangan bahan dengan berat konstan yang berarti semua air sudah
diuapkan dan cara ini relatif mudah dan murah. Percepatan penguapan air serta
menghindari terjadinya reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat
dilakukan pemanasan dengan suhu rendah atau vakum. Namun, terdapat kelemahan
cara analisa kadar air dengan cara pengeringan, yaitu bahan lain selain air juga ikut
menguap dan ikut hilang misalnya alkohol, asam asetat,minyak atsiri. Kelemahan lain
yaitu dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah
menguap lainya, dan juga bahan yang mengandung zat pengikat air akansulit
melepaskan airnya walaupun sudah dipanaskan. (Sudarmadji,2010)
3.1 HASIL
No Keterangan Massa
1. Berat kosong wadah 35,0584 g
3.2 PEMBAHASAN
KESIMPULAN
1. Kadar air adalah banyaknya air atau presentase air yang dikandung oleh
sepotong kayu terhadap berat kering kayu tersebut.Kadar air pada kayu akasia
mangium yang didapat sebesar 5,114%
2. Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineralyang
terdapat pada suatu bahan pangan.Kadar abu pada kayu akasia mangium yang
kami dapat sebesar 0,354%
LAMPIRAN A
DAFTAR PUSTAKA
Basri, E. 2008. Pengaruh Sifat Fisik Dan Anatomi Terhadap Sifat Pengeringan Enam
Jenis Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 26(3): 1-17.
Fengel, D. dan G. Wegener. (1995). Kayu: Kimia Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.
(Terjemahan). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Kasmujo, P. 2011. Identifikasi Kayu dan Sifat-sifat Kayu. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Rivai, R. 2011. Identifikasi Jenis Kayu Indonesia.l. Sains dan Teknologi Farmasi 16,
(2): 180-188.
Sjostrom, E. (1995). Kimia Kayu “Dasar-dasar dan Penggunaan”.Edisi 2. Penerjemah
Hardjono Sastrohamidjojo.Gajah Mada University Press. Yogyakarta.