Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALISIS PULP DAN KERTAS

MODUL 2
ANALISIS KADAR EKSTRAKTIF PADA KAYU

Dosen pengampu
Evelyn, ST.,Msc., PhD

Koordinator
Dra. Yusnimar, M.Si., M.Phil

Kelompok III
Alif Dafa C (1807036071)
Diana Putri (1807035964)
Shuci Savio W (1807035617)
Steven Otniel R (1807035950)

PROGRAM DIPLOMA-3 TEKNOLOGI PULP DAN KERTAS


UNIVERSITAS RIAU
2019
LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIKUM
KIMIA ANALISIS PULP DAN KERTAS

MODUL 2
Analisis Kadar Ekstraktif Pada Kayu

Kelompok III
Alif Dafa C (1807036071)
Diana Putri (1807035964)
Shuci Savio W (1807035617)
Steven Otniel R (1807035950)

Catatan

Pekanbaru, Maret 2019

Disetujui Dosen Praktikum,

Evelyn, ST., Msc., PhD


NIP. 19750314 200112 2 001
ABSTRAK

Komponen kimia kayu terdiri dari kabohidrat, lignin dan ekstraktif. Pada
percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar ekstraktif pada kayu akasia
mangium. Zat ekstraktif merupakan komponen non-struktural pada kayu dan kulit
tanama berupa bahan organik yang terdapat pada lumen dan sebagian pada rongga
sel. Jumlah dan jenis zat ekstraktif terdapat pada tanaman tergantung letaknya dan
jenis tanaman. Getah, lemak, resin, gula, lilin, tanin, alkaloid merupakan beberapa
contoh zat ekstraktif. zat ekstraktif memiliki peranan dalam kayu karena dapat
mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu, dapat
digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu. Zat ekstraktif yang bersifat racun
menyebabkan ketahanan terhadap pelapukan kayu. Prosedur yang dilakukan yaitu
serbuk kayu akasia sebanyak 1 g diekstrak dengan larutan alcohol:DCM(1:2)
dalam alat soxhlet. Ekstraksi dilakukan selama 3 jam. Kadar ekstraktif ditentukan
dengan menghilangkan pelarutnya kemudian ekstrak dikeringkan dalam ven
105°c dan ditimbang,lakukan setiap 30 menit hingga mendapatkan berat konstan.
Dipatkan kadar ekstraktif kayu akasia pada percobaan ini sebesar 12,29 %.

Kata kunci: Acacia mangium,kimia kayu,zat ekstraktif


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar ekstraktif pada kayu
akasia (wood chip).

1.2. Tinjauan Pustaka


Penggunaan utama kayu mangium (Acacia mangium) di Indonesia adalah
untuk industri pulp dan kertas yang umumnya dipanen pada usia muda. Seiring
dengan semakin bervariasinya kebutuhun produk kayu dan kurangnya pasokan
kayu bulat maka pemanfaatan mangium sebagai bahan produk lainnya dilakukan
dengan memperpanjang umur penebangannya. Beberapa penelitian telah
membahas penggunaan mangium sebagai produk panel kayu (Alamsyah et al.
2007) maupun kayu konstruksi (Firmanti et al. 2007).
Dalam memanfaatkan kayu acacia mangium secara optimum diperlukan
pengetahuan pada sifat-sifat dasar kayunya. Kayu memiliki zat ekstraktif yang
bisa berpengaruh pada sifat kayu maupun pengolahannya. Penelitian sifat kimia
kayu mangium pada umur yang relatif dewasa sangat terbatas. Penelitian zat
ekstraktif kayu mangium yang dihubungkan dengan busuk hati atau sifat
bioaktivitas pada umur muda telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Lange &
Hashim 2001, Barry et al. 2005, Mihara et al. 2005).
Selain spesiesnya, perlu juga diteliti pengaruh perbedaan sumber biji
terhadap sifat kimianya mengingat kegiatan pemuliaan mangium sudah cukup
intensif dalam skala nasional. Pada penelitian ini, akan dibahas kadar zat
ekstraktif dan komposisinya pada kayu mangium dewasa dari 5 provenans yang
berbeda. kadar abu dalam bahan, dapat dilakukan dengan pengabuan langsung dan
pengabuan tidak langsung. Mangium (Acacia mangium) merupakan salah satu
komoditas tumbuhan kayuterpenting di daerah tropis. Tanaman ini mulai
diperkenalkan di Indonesia sebagai salah satu spesies Hutan Tanaman Industri,
dengan keunggulan pohonnya relatif tidakmudah terserang penyakit, cepat
tumbuh, mudah beradaptasi dengan tempat tumbuhserta kayunya bisa digunakan
dalam berbagai penggunaan. Penggunaan utama kayumangium di Indonesia,
khususnya dalam usia muda, adalah untuk kebutuhan industry pulp dan kertas.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu untuk berbagi macam produk, kayu
mangium muali dijadikan alternatif dengan memperpanjang daur otasinya untuk
memenuhi ukuran komersial suatu pohon. Beberapa penelitian memfokuskan
untuk menilai kelayakan kayu dan kulit mangium untuk kayu konstruksi dan
panel serta produksi perekat. Dari segi bahan baku, tidak banyak penelitian yang
mengukur kualitas mangium berdasarkan asalnya. Perbedaan sumber biji serta
pengaruh iklim diduga akan berpengaruh pada kualitas kayu sehingga
berpengaruh pada produk akhirnya. Penelitian sebelumnya yang berdasarkan
perbedaan geografis(Firmanti et al. 2007).

1.3. Teori Dasar


1.3.1. Kayu Akasia Mangium
Acacia mangium Willd, yang juga dikenal dengan nama mangium,
merupakan salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang paling umum digunakan
dalam program pembangunan hutan tanaman di Asia dan Pasifik. Keunggulan
dari jenis ini adalah pertumbuhan pohonnya yang cepat, kualitas kayunya yang
baik, dan kemampuan toleransinya terhadap berbagai jenis tanah dan lingkungan
(National Research Council 1983). Tekanan terhadap ekosistem hutan alam di
Indonesia yang tidak dapat dihindari belakangan ini mengakibatkan penggunaan
jenisjenis cepat tumbuh, termasuk mangium, sebagai pengganti bahan baku untuk
menopang pasokan produksi kayu komersial. Berdasarkan hasil uji coba dari 46
jenis tanaman yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan di Subanjeriji
(Sumatera Selatan), mangium dipilih sebagai jenis tanaman yang paling cocok
untuk tempat tumbuh yang marjinal, seperti padang rumput alang-alang.
Luas areal hutan tanaman mangium di Indonesia dilaporkan mencapai 67%
dari total luas areal hutan tanaman mangium di dunia (FAO 2002). Rimbawanto
(2002) dan Barry dkk. (2004) melaporkan bahwa sekitar 80% dari areal hutan
tanaman di Indonesia yang dikelola oleh perusahaan negara dan swasta terdiri dari
mangium. Sekitar 1,3 juta ha hutan tanaman mangium telah dibangun di Indonesia
untuk tujuan produksi kayu pulp (Departemen Kehutanan 2003). Mangium juga
diusahakan oleh rakyat (petani) dalam skala kecil. Menurut Departemen
Kehutanan dan Badan Statistika Nasional (2004), Provinsi Jawa Tengah dan Jawa
Timur merupakan provinsi dengan jumlah tanaman mangium rakyat tertinggi,
mencakup lebih dari 40% total jumlah tanaman mangium yang diusahakan oleh
rakyat di Indonesia.
Karakteristik kayu Kayu gubal mangium tipis dan berwarna terang. Kayu
terasnya berwarna agak coklat, keras, kuat, dan tahan lama pada ruangan yang
berventilasi baik, meskipun tidak tahan apabila kontak dengan tanah (National
Research Council 1983). Serat kayunya lurus hingga bertautan dangkal;
teksturnya agak halus sampai halus dan seragam. Kerapatan kayunya bervariasi
dari 450 sampai 690 kg/m3 dengan kadar air 15% (Tabel 1). Tingkat penyusutan
cukup rendah sampai moderat sebesar 1,4–6,4%. Berat jenis kayu dari tegakan
hutan tanaman umumnya berkisar antara 0,4 dan 0,45 sedangkan yang dari
tegakan alam sekitar 0,6.
Kegunaan Kayu mangium dapat digunakan untuk pulp, kertas, papan
partikel, krat dan kepingan-kepingan kayu. Selain itu juga berpotensi untuk kayu
gergajian, molding, mebel dan vinir. Karena memiliki nilai kalori sebesar 4.800–
4.900 kkal/kg, kayunya dapat digunakan untuk kayu bakar dan arang. Daunnya
dapat digunakan sebagai pakan ternak. Cabang dan daun-daun kering yang
berjatuhan dapat digunakan untuk bahan bakar. Penggunaan nonkayu meliputi
bahan perekat dan produksi madu. Serbuk gergajinya dapat digunakan sebagai
substrat berkualitas bagus untuk produksi jamur yang dapat dimakan.
Pohon mangium juga dapat digunakan sebagai pohon penaung, ornamen,
penyaring, pembatas dan penahan angin, serta dapat ditanam pada system
wanatani dan pengendali erosi (National Research Council 1983). Jenis ini banyak
dipilih oleh petani untuk tujuan peningkatan kesuburan tanah lading atau padang
rumput. Pohon mangium mampu berkompetisi dengan gulma yang agresif, seperti
alang-alang (Imperata cylindrica); jenis ini juga mengatur nitrogen udara dan
menghasilkan banyak serasah, yang dapat meningkatkan aktivitas biologis tanah
dan merehabilitasi sifat-sifat fisika dan kimia tanah. Pohon mangium juga dapat
digunakan sebagai penahan api karena pohon berdiameter 7 cm atau lebih
biasanya tahan terhadap api (National Research Council 1983).
1.3.2. Komponen Kimia Kayu
Kayu sebagian besar tersusun atas tiga unsur yaitu unsur C, H dan O. Unsur-
unsur tersebut berasal dari udara berupa CO2 dan dari tanah berupa H2O. Namun,
dalam kayu juga terdapat unsur-unsur lain seperti N, P, K, Ca, Mg, Si, Al dan Na.
Unsur-unsur tersebut tergabung dalam sejumlah senyawa organik, secara umum
dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
 Komponen pengisi rongga sel
Zat pengisi rongga sering disebut dengan komponen ekstranous, yang
dominan diisi oleh zat ekstraktif. Zat ekstraktif merupakan kumpulan
banyak zat seperti gula, tepung/pati, tanin, resin, pektin, zat warna kayu,
asam-asam, minyak-minyak, lemak dalam kayu dan sebagainya.
 Komponen penyusun dinding sel
Komponen penyusun dinding sel adalah komponen kimia yang menyatu
dalam dinding sel. Tersusun atas banyak komponen yang tergabung dalam
karbohidrat dan lignin. Karbohidrat yang telah terbebas dari lignin dan ekstraktif
disebut juga dengan holoselulosa. Holoselulosa sebagian besar tersusun atas
selulosa dan hemiselulosa. Selulosa merupakan komponen terbesar dan paling
bermanfaat dari kayu.
1. Selulosa
Selulosa merupakan molekul glukosa yang dapat membentuk sebuah
rantai panjang tidak bercabang seperti pada amilosa. Unit-unit glukosa dalam
selulosa terikat melalui ikatan glikosidik. Ikatan glikosidik adalah ikatan kovalen
yang terbentuk antara dua monosakarida melalui reaksi dehidrasi. Selulosa
ditemukan sebagai dinding sel tumbuhan, tidak larut dalam air, ditemukan banyak
pada batang, dahan, tangkai, daun dan hampir semua jaringan tumbuhan. Kayu,
katun, kapas, bambu dan serat tumbuhan mengandung selulosa sebesar 98-99%.
2. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polisakarida yang terdiri dari berbagai gula
termasuk xilosa, arabinosa dan manosa. Hemiselulosa terutama xilosa dan
arabinosa masing-masing disebut sebagai xyloglucans atau arabinoglucans.
Hemiselulosa sangat hidrofilik dan sangat terhidrasi dan berbentuk gel.
Hemiselulosa banyak dijumpai pada dinding sel primer tetapi juga ditemukan
pada dinding sel sekunder.
3. Lignin
Lignin memiliki struktur kimiawi bercabang-cabang dan membentuk
polimer tiga dimensi. Molekul dasar lignin adalah fenil propan. Molekul lignin
memiliki derajat polimerisasi tinggi karena ukuran dan strukturnya yang tiga
dimensi bisa memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu
yang dapat mengikat serat dan memberikan kekerasan struktur serat. Dinding sel
juga mengandung lignin. Pada dinding sel, lignin bersama-sama dengan
hemiselulosa membentuk matriks (semen) yang mengikat serat-serat halus
selulosa.

1.3.3. Zat Ekstraktif Kayu


Dinding sel kayu tersusun oleh tiga unsur utama yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin, yang semuanya merupakan polimer. Selain ketiga
komponen utama tersebut terdapat pula sejumlah unsur atau bahan yang disebut
ekstraktif.
Hillis (1987) mendefinisikan zat ekstraktif sebagai senyawa-senyawa yang
dapat diekstrak dari kayu atau kulit dengan pelarut polar dan non polar. Zat
ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktural dinding sel kayu, tetapi sebagai
zat pengisi rongga sel. Zat ekstraktif terdiri dari bermacam-macam bahan yang
tidak termasuk bagian dari dinding sel. Komponen ini memiliki nilai yang penting
karena menyebabkan kayu tahan terhadap serangan jamur dan serangga, memberi
bau, rasa dan warna pada kayu. Berikut ini adalah definisi dari ekstraksi, zat
ekstraktif, penyebaran zat ekstraktif, kegunaan zat ekstraktif serta metode-metode
yang digunakan dalam ekstraksi. Ekstraksi adalah proses kimia yang secara
selektif mengambil zat terlarut dari suatu campuran dengan bantuan pelarut.
Ekstraksi kayu meliputi suatu proses pemisahan dua zat atau lebih dengan
menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Ekstraksi pelarut dapat dilakukan
dengan pelarut yang berbeda seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana
atau campuran dari pelarut-pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tannin,
dan senyawa berwarna merupakan senyawa-senyawa yang paling penting yang
dapat diekstraksi dengan pelarut. Komponen utama dari bagian kayu yang dapat
larut dalam air terdiri atas karbohidrat, protein dan garam-garam an-organik
(Fengel & Wegener 1995).
Ekstraktif merupakan sejumlah besar senyawa dalam kayu yang dapat
diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar dan non polar. Ekstraktif dapat
pula diartikan sebagai senyawa yang larut dalam pelarut organik. Sejumlah kayu
mengandung senyawa-senyawa yang dapat diekstraksi yang bersifat racun atau
mencegah bakteri, jamur dan rayap. Ekstraktif juga dapat memberikan warna dan
bau pada kayu (Fengel & Wegener 1995).
Hillis (1987) menyatakan bahwa zat ekstraktif pada pohon di daerah tropis
dan subtropis lebih banyak dari pada pohon di daerah sedang (temperate). Jumlah
kadar zat ekstraktif pada hardwood (kayu daun lebar) lebih banyak
dibandingkan softwood (kayu daun jarum). Riset terhadap 480 sampel Pinus
echinata yang hidup pada kondisi dan umur berbeda menunjukkan bahwa umur
mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam jumlah ekstraktif. Hal yang
mempengaruhi kandungan zat ekstraktif dalam kayu diantaranya umur, tempat
tumbuh, genetik, posisi dalam pohon, jenis pelarut yang digunakan dan kecepatan
pertumbuhan.
1. Kegunaan Zat Ekstraktif
Zat ekstraktif dapat digunakan untuk mengenali suatu jenis kayu. Jenis
kayu yang berbeda menyebabkan kandungan zat ekstraktif yang berbeda pula,
sehingga dapat dijadikan sebagai alat identifikasi/ pengenalan kayu (Dumanauw,
1982). Sedangkan menurut Sjostrom (1995) bahwa tipe-tipe ekstraktif yang
berbeda adalah perlu untuk memepertahankan fungsi biologi pohon yang
bermacam-macam. Sebagai contoh lemak merupakan sumber energi sel-sel kayu,
sedangkan terpenoid-terpenoid rendah, asam-asam resin, dan senyawa-senyawa
fenol melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi atau serangan
serangga.
2. Penyebaran Zat Ekstraktif
Dumanauw (1990) menyatakan bahwa zat ekstraktif bukan merupakan
bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Sedangkan Sjöström
(1995) berpendapat bahwa zat ekstraktif tidak tersebar secara merata dalam
batang dan dinding sel serat. Ekstraktif terdapat pada tempat tertentu, sebagai
contoh asam dalam tumbuhan resin banyak terdapat dalam saluran resin dalam
kulit kayu, sedangkan lemak dan lilin banyak terdapat dalam sel parenkim jari-jari
baik pada kayu daun jarum dan kayu daun lebar.
Selanjutnya Fengel dan Wegener (1995), mengemukakan bahwa zat ekstraktif
berpusat pada resin kanal dan sel perenkim jari-jari. Pada lamela tengah juga
terdapat zat ekstraktif dengan kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
interseluler dan dinding sel trakeid serta libriform.
1.3.4. Serbuk Kayu
Serbuk kayu hasil gergaji atau serutan adalah limbah yang menurut
sebagian orang sudah tidak ada manfaatnya dan tidak mempuyai nilai ekonomis.
Jumlah ketersediaan serbuk gergaji sangat besar, namun tidak semua serbuk
gergaji yang ada telah termanfaatkan, sehingga bila tidak ditangani dengan baik
maka dapat menjadi masalah lingkungan yang serius. Terdapatnya selulosa dan
hemiselulosa menjadikan serbuk gergaji kayu berpotensi untuk digunakan sebagai
bahan penyerap karena mempunyai gugus hidroksil (OH-) dapat dipakai untuk
menjernihkan minyak goreng kualitas II. Selain itu, serbuk gergaji juga
mengandung senyawa lignin 26-32%.

1.3.5. Metode Ekstraksi


Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan
bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat
aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan memiliki
perbedaan begitu pula ketebalannya sehingga diperlukan metode ekstraksi dan
pelarut tertentu untuk mengekstraksinya.
Ekstraksi adalah pemurnian suatu senyawa. Ekstraksi cairan-cairan
merupakan suatu teknik dalam suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat
bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada dasarnya
tidak saling bercampur dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut
(solut) ke dalam pelarut kedua itu. Pemisahan itu dapat dilakukan dengan
mengocok-ngocok larutan dalam sebuah corong pemisah selama beberapa menit.
Ada beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan untuk mengambil
komponen berkhasiat ini; diantaranya dengan melakukan perendaman, mengaliri
simplisia dengan pelarut tertentu ataupun yang lebih umum dengan melakukan
perebusan dengan tidak melakukan proses pendidihan.
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan lebih
mudah tarut dalam petarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif dimulai ketika
pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga set yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini akan berulang
terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar
sel.

Jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :


1. Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara
ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Metode ini dilakukan
dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah
inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika
tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan
konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari
sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah
memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar
kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin
saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat
menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil.
2. Ultrasound - Assisted Solvent Extraction
Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan bantuan
ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang berisi serbuk
sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonic dan ultrasound. Hal ini dilakukan
untuk memberikan tekanan mekanik pada sel hingga menghasilkan rongga pada
sampel. Kerusakan sel dapat menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa dalam
pelJurnal Kesehatan Volume VII No. 2/2014 363 larut dan meningkatkan hasil
ekstraksi.
3. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah
perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya).
Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes
perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa
dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam
perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area.
Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak
waktu.
4. Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung
selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di atas
labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan
suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah
proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil
kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan
banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat
terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada titik didih.
5. Reflux dan Destilasi Uap
Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu yang
dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik didih.
Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu. Destilasi uap memiliki proses yang
sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial (campuran
berbagai senyawa menguap). Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat
(terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah
yang terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua metode ini adalah
senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi.
BAB II
METODE PERCOBAAN

2.1. Alat
1. Naraca analitik
2. Aluminium foil
3. Hot plate
4. Gelas piala 1000 ml
5. Gelas piala 250 ml
6. Alat soxhlet
7. Labu destilasi
8. Thermo hake 15
9. Pipa/selang
10. Kertas saring whatman
11. Benang katun
12. Statif dan klem
13. Oven
14. Desikator
2.2. Bahan
1. Serbuk kayu akasia
2. Larutan alKohol-DCM (1:2)
3. Batu didih
4. Kapas

Gambar 1. Alat soxhlet


2.3. Prosedur percobaan
1. Alat yang digunakan dirangkai terlebih dahulu
2. Kertas saring whatman kosong dibentuk, lalu diberi kapas/dimasukkan
kapas pada bagian bawah.
3. Serbuk kayu akasia ditimbang sebanyak 1 ± 0,01 gram, lalu dimasukkan
kedalam kertas saring. Kemudian ditutup dengan kapas dan diikat dengan
benang katun
4. Batuh didih dimasukkan kedalam labu destilasi sebanyak 3 butir dan
ditimbang
5. Selongsongan dimasukkan kedalam sifon
6. Larutan alkohol 50 ml dan DCM 100 ml disiapkan dan kemudian
dicampurkan, lalu larutan tersebut dimasukkan kedalam sifon yang berisi
selongsongan
7. Kondensor dipasangkan menjadi alat soxhlet agar dapat digunakan untuk
proses ekstraktif
8. Pipa dipasangkan antara kondensor dan termo hake 15
9. Hot plate dihidupkan dan dipastikan suhunya 80˚C
10. Hitunglah laju alir dan waktunya selama 3 jam
11. Selongsongan dikeluarkan dari sifon dan disimpan dilemari asam
12. Larutan alkohol-DCM (1:2) diuapkan pada suhu 80˚C
13. Labu destilasi yang berisi larutan ekstraktif dioven selama 3 jam dengan
suhu 105˚C,lalu didinginkan didesikator selama 15 menit dan ditimbang
dineraca analitik,lakukan sampai beratnya konstan
14. Hitung kadar ekstraktifnya, dengan rumus :

b−a
kadar ekstraktif = x 100 %
c

Keterangan :
a : berat labu destilasi + batu didih
b : berat labu destilasi + sampel kering
c : berat sampel serbuk kayu akasia sebelum diekstraksi
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Data Hasil


Tabel 3.1. Data Penentuan Kadar Ekstraktif Kayu Akasia.

Keterangan Berat (g) Persentase


1. Labu dan batu didih (a) 111,8245
2. Sampel Awal (c) 0,9999
3. Labu, batu dan sampel
setelah pengeringan
1 jam 111,8245
3 jam 111,9492
3,5 jam 111,9474
4. Kadar Ekstraktif 12,29%

3.2. Pembahasan
Kayu terdiri dari berbagai jenis organik yang disebut dengan komposisi
ekstraktif yang jumlah dan jenisnya bervariasi tergantung dari spesies pohonnya.
Kayu memiliki komposisi ekstraktif yang mengandung asam lemak, resin, lilin,
dan terpena. Kandungan dan komposisi zat ekstraktif berubah-ubah antara spesies
kayu. Zat ekstraktif memiliki manfaat melindungi batang kayu dari hama, yang
mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu.

Kayu yang berkadar ekstraktif tinggi diperkirakan lebih tahan terhadap


serangan organisme perusak kayu dibandingkan yang berkadar ekstraktif rendah.
Dimana kadar ekstraktif tinggi bagus untuk keawetan kayu,sedangkan untuk
proses industri seperti pulp dan kertas zat ekstraktif tidak diperlukan karena akan
mengakibatkan konsumsi larutan pemasak dan larutan pemutih menjadi lebih
tinggi,dan akan menurunkan rendemen. Dan pada lembaran kertas ataupun pulp
bisa menimbulkan masalah noda-noda (pitch trubles).

Jumlah zat ekstraktif rata-rata 3 –8% dari berat kayu kering tanur. Sedangkan
dari percobaan yang dilakukan didapatkan kadar ekstraktif pada kayu akasia
sebesar 12,29 %. Dimana didapatkan kadar ekstraktif yang tinggi, kemungkinan
ini disebabkan karena saat mencari berat konstan yang tidak teliti dan perubahan
berat yang cukup cepat di pengaruhi oleh lingkungan sekitar. Dan pelarutnya tidak
sempurna menguap.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari percobaan ini didapatkan kesimpulan, yaitu penentuan kadar


ekstraktif pada kayu akasia dan didapatkan kadar ekstraktif sebesar 12,29%.

4.2 Saran

Untuk mendapatkan data yang baik,maka ketika praktikum diharapkan


teliti, fokus dalam menimbang dan juga dalam menghitung waktu. Diharapkan
memakai APD yang lengkap dan sesuai selama praktikum berlangsung agar tidak
terjadi hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah EM, Nan LC, Yamada M, Taki K, Yoshida H. 2007. Bondability of


tropical fast-growing tree species I: Indonesian wood. J Wood Sci. 53:40-46.

Barry KM, Mihara R, Davies NW, Mitsunaga T, Mohammed CL. 2005.


Polyphenols in Acacia mangium and A. auriculiformis wood with reference
to heart rot susceptibility. J Wood Sci. 51:615-621.

Fengel D, Wegener G. 1989. Kayu: Kimia, Ultrastuktur, Reaksi-reaksi.


Sastrohamidjojo H, penerjemah. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.
Terjemahan dari: Wood, Chemical, Ultrastructure, Reactions.

Firmanti A, Komatsu K, Kawai S. 2007. Effective utilization of fast-growing


Acacia mangium Willd. timber as a structural material. J Ilmu dan Teknologi
Kayu Tropis 5:29-37.

Lange W, Hashim R. 2001. The composition of the extractives from unaffected


and heartrot-affected heartwood of Acacia mangium Willd. Holz Roh Werkst.
59:61–66.

Mihara R, Barry KM, Mohammed CL, Mitsunaga T. 2005. Comparison of anti


fungal and anti oxidant of Acacia mangium and A. auriculiformis. J Chem.
Ecol. 31:789-804.
LAMPIRAN A

PERHITUNGAN

Kadar Ekstraktif

b−a
kadar ekstraktif = x 100 %
c

a : berat labu destilasi + batu didih = 111,8245 g


b : berat labu destilasi + sampel kering = 111,9474 g
c : berat sampel serbuk kayu akasia sebelum diekstraksi = 0,9999 g

111,9474−111,8245
kadar ekstraktif = x 100 %
0,9999
= 12,29 %
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI

Gambar b.1
Gambar b.2
Berat labu destilasi
Berat sampel
dan batu didih

Gambar b.3 Gambar b.4


Sampel dimasukan Larutan
pada kertas saring alkohol:DCM(1:2)
dan dikat dengan
benang
Gambar b.5 Gambar b.6

Alat soxhlet Ekastraktif yang


telah masuk oven 1
jam

Gambar b.7 Gambar b.8

Ekastraktif yang Ekastraktif yang


telah masuk oven 3 telah masuk oven
jam 3,5 jam
LAMPIRAN C

TUGAS

1. Jelaskan peranan atau fungsi zat ekstratif pada kayu

Ekstraktif dapat dibedakan berdasarkan fungsinya dalam kayu:


a) Zat Ekstraktif Primer : Tersedia dalam kayu gubal Diperlukan
komposisi-komposisi yang diperlukan untuk pohon (cadangan, asam
amino, protein,fosfatida) dan disebut ekstraktif kayu gubal. 
b) Zat ekstraktif sekunder : Diperlukan dalam kayu teras, disebut ekstraktif
kayuteras dan tidak diperlukan seluruhnya untuk keperluan pohon.
Zat ekstraktif memiliki arti yang penting dalam kayu karena dapat
mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu.
Digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu. Zat ekstraktif yang
bersifat racun menyebabkan ketahanan terhadap pelapukan kayu.

Kayu yang berkadar ekstraktif tinggi diperkirakan lebih tahan terhadap


serangan organisme perusak kayu dibandingkan yang berkadar
ekstraktif rendah.

2. Jelaskan pengaruh zat ekstraktif terhadap kualitas pulp dan kayu


Adanya zat ekstraktif pada akan mengakibatkan konsumsi larutan
pemasak dan larutan pemutih menjadi lebih tinggi,dan akan menurunkan
rendemen. Pada lembaran kertas bisa menimbulkan masalah nda (pitch
trubles).

Anda mungkin juga menyukai