Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH KOMPOSISI PEMBUATAN BIOBRIKET

DARI CAMPURAN KULIT KACANG DAN SERBUK


GERGAJI TERHADAP NILAI PEMBAKARAN
Agung Setiawan*, Okvi Andrio, Pamilia Coniwanti
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

Abstrak
Penelitian ini menggunakan bahan baku limbah serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah dengan
temperatur karbonisasi yang digunakan mulai dari 300 0C, 350 0C, 400 0C, 450 0C, sampai dengan 500 0C.
Dan perekat yang digunakan pada penelitian berupa tepung sagu dengan kadar 20% dari berat briket
bioarang. Nilai pembakaran yang optimal didapat pada temperatur karbonisasi 5000C yaitu senilai
5670,538 cal/gr.
Kata kunci: briket, kulit kacang tanah, serbuk gergaji kayu, temperatur karbonisasi

Abstract
In this research is used waste feed sawdust wood and peanut skin with temperature carbonization is used
starting from 300 0C, 350 0C, 400 0C, 450 0C, up to 500 0C and adhesive is used in this research is sago
powder with level 20% by weight of the charcoal briquette. The optimal combustion values are obtained
in carbonization temperature 500 0C is 5670.538 calorie/g.
Keywords: briquette, peanut skins, sawdust wood, value combustion.
.
1.

PENDAHULUAN
Masalah energi tidak lepas dari kehidupan
manusia. Pertambahan jumlah penduduk,
peningkatan pola hidup manusia dan semakin
banyaknya
industri
yang
berkembang
mengakibatkan permintaan akan kebutuhan
energi terus meningkat, sedangkan ketersediaaan
cadangan energi semakin menipis. Hal ini
berdampak pada meningkatnya harga jual bahan
bakar minyak dunia khususnya minyak tanah di
Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan bahan
bakar alternatif yang murah dan ramah
lingkungan sebagai pengganti minyak tanah
untuk industri kecil dan rumah tangga. Salah
satunya energi alternatif tersebut adalah
penggunaan briket dari limbah biomassa berupa
serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah.
Industri mebel kayu merupakan salah
satu indutri yang banyak terdapat di Indonesia.
Dalam menjalankan proses usaha tersebut
industri mebel menghasilkan limbah yang jarang
sekali termanfaatkan oleh mayoritas orang, yaitu
Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

serbuk gergaji. Berdasarkan data nasional BPS


tahun 2006, produksi serbuk gergaji kayu di
Indonesia sebesar 679.247 m3 dengan densitas
600 kg/m3 maka didapat 407.548,2 ton . Jika dari
kayu yang tersedia tedapat 40% yang menjadi
limbah serbuk gergaji, maka akan didapat
potensi pembuatan briket sebesar 163.319,28
ton/th (Debi, 2010). Serbuk gergaji merupakan
bahan yang masih mengikat energi yang
melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan briket arang.
Berdasarkan hasil
penelitian Atok Setiawan (1990) dalam
penelitian Unjuk Ketel Horizontal Return
Turbular Dengan Bahan Bakar Briket Serbuk
Gergaji Kayu Jati diperoleh Nilai kalor briket
serbuk gergaji 4714 5519 kkal/kg.
Kulit kacang tanah bagi sebagian orang
barangkali tidak memiliki arti. Banyak sekali
kulit kacang dibuang begitu saja tanpa adanya
tindakan untuk mengatasi limbah rumah tangga
tersebut. Berdasaran data BPS tahun 2009
produksi kacang tanah di Indonesia sebesar
Page 9

763.507 Ton. Sedangkan di Provinsi Sumatera


Selatan sebanyak 6.252 Ton. Jadi jika berat kulit
kacang tanah 20% berat keseluruhan kacang
tanah, maka kuantitas kulit kacang tanah di
Indonesia sebesar 152.701 ton/th (Debi, 2010).
Namun kulit kacang yang dianggap tidak
berguna dan sering kali dilupakan, jika diproses
kembali dapat dijadikan sebagai bahan bakar
briket sebagai alternatif pengganti bahan bakar
fosil akan memberikan banyak manfaat. Tidak
hanya lebih ramah lingkungan dari pada bahan
bakar fosil, melainkan juga sebagai bahan bakar
alternatif yang dapat menjadi prioritas yang
harus dikembangkan untuk mengatasi bahan
bakar fosil yang semakin menipis. Berdasarkan
pada penelitian oleh Budi Utomo K. W. (1988)
telah meneliti tentang Analisis Termofisik Pada
Briket Kulit Kacang dan didapatkan Nilai kalor
briket kulit kacang 4301,01 4831,44 kkal/kg.
Serbuk gergaji memiliki nilai kalor yang
tinggi, bila dibandingkan kulit kacang tanah yang
memiliki nilai kalor yang lebih rendah. Dewasa
ini serbuk gergaji lebih banyak dimanfaatkan
sebagai bahan pembuat mebel dan furniture oleh
berbagai pihak sehingga membuat kuantitas nya
relative menurun. Lain hal dengan kulit kacang
tanah yang kuantitas nya banyak dan jarang
sekali termanfaatkan, atas pertimbangan itu
dilakukan penelitian pencampuran biobriket dari
kedua bahan tersebut dengan diharapkan
mendapat nilai pembakaran yang optimal dan
memenuhi standar briket SNI sebagai energi
alternatif pengganti minyak tanah.

Serbuk Gergaji Kayu


Penggunaan berbagai jenis kayu sebagai
bahan bakar telah banyak dilakukan. Dengan
menggunakan barbagai jenis kayu sebagai bahan
bakar seperti kayu bakar, serbuk gergaji kayu,
ampas tebu, dan kayu bekas peti kemas (
Tranggono dkk, 1977 ). Menurut jofie F.
Dumanauw (1996), kayu terdiri beberapa unsur
kimia. Namun, persentase kandungan yang
terdapat dalam kayu tersebut berbeda beda
untuk tiap tiap jenis kayu. Biasanya jenis kayu
keras memiliki persentase komposisi kimia yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kayu
lunak.
Komposisi unsur kimia dalam kayu secara
umum dapat dilihat pada table berikut :

Page 10

Tabel 1. Komposisi Unsur Kimia Dalam Kayu


No.
Unsur
% Berat Kering
1.
Karbon
50
2.
Hidrogen
6
3.
Nitrogen
0,04 0,01
4.
Abu
0,26 0,50
5.
Oksigen
0 - 45
Sumber : J.F. Dumanauw,1996
Pada penelitian ini digunakan jenis kayu
tembesu (Fagrarea Fragrans Roxb). Tembesu
merupakan salah satu jenis tumbuhan hutan
hujan tropis yang memiliki ketinggian antara 30
m 50 m. daunnya runcing, buahnya bulat kecil
lebih kurang sebesar biji jagung dan berkembang
biak dengan baik di Sumatera Selatan.
Bagian kayu tembesu yang merupakan
salah satu limbah padat yaitu limbah potongan
kayu atau serbuk hasil penggergajian kayu yang
cukup menjadi masalah penting. Di Sumatera
Selatan sendiri limbah kayu ini jarang
dimanfaatkan dan biasanya dibuang begitu saja
sehingga
menyebabkan
pencemaran
di
lingkungan perairan sekitar sungai Musi. Selain
itu, pemanfaatan serbuk kayu dimasyarakat
belum begitu luas. Penggunaannya baru terbatas
pada bahan baku pembuatan pupuk, bahan bakar,
dan bahan baku pada industri pengepresan kayu.
Komponen kimia kayu terdiri dari beberapa
unsur, yaitu :
1. Unsur Karbohidrat yang terdiri dari
selulosa
Selulosa merupakan polisakarida yang
tersusun dari glukosa dengan rumus molekul
C6H12O6. selulosa merupakan bahan utama kayu
yang berkaitan erat dengan bahan struktural
tumbuhan yang kompleks yang disebut lignin.
Selulosa pada kayu terutama terletak pada
dinding sel skunder, yaitu 39 45 %
(Sjostrom,1995).
2. Unsur karbohidrat yang terdiri dari
hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan senyawa dengan
molekul molekul besar yang berupa
karbohidrat (J.F. Dumanauw,1996). Kadar
hemiselulosa dalam kayu berkisar antara 15 25
% yang tersusun atas gula beratom C-5 dengan
rumus molekul C5H10O5 yang disebut pentosan.

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

3. Unsur non karbohidrat yang terdiri dari


lignin
Lignin merupakan suatu polimer yang
kompleks dengan bentuk amorf dan memiliki
berat molekul yang tinggi (J.F. Dumanauw,
1996). Kadar lignin dalam kayu berkisar antara
18 33 %. Memiliki titik nyala 250 2750C.
Lignin tersusun atas unitunit fenil propan.
Lignin yang terdapat diantara sel sel di
dalam dinding sel, berfungsi sebagai perekat
antar sel. Lignin dapat mempertinggi sifat racun
yang membuat kayu tahan bakteribakteri
perusak dan serangga, namun ada beberapa
kelompok mikroorganisme seperti jamur yang
memiliki enzim tertentu yang tidak bisa
dirombak oleh lignin ( Kirk dan Ferrel dalam
Richard, 1996 ).
4. Unsur yang diendapkan dalam kayu
selama
proses
pertumbuhan
(zat
ekstraktif)
Zat ekstraktif merupakan komponen kayu
yang dapat larut dalam pelarut seperti ester,
alcohol, bensin, dan air. Kadar rataratanya
berkisay antara 3 8 % dari berat kayu kering,
termasuk didalamnya resin, lilin, lemak, tannin,
gula, pati, minyak, dan zat warna. Zat ekstraktif
sangat penting untuk mempertahankan fungsi
biologi pohon, karena dapat bersifat racun dan
menghambat pertumbuhan bakteri dan serangga
(Agoes. D, 1994). Zat ekstraktif juga berfungsi
dalam proses pembuatan pulp dan kertas
(Ajostrom E,1995).
5. Abu
Selain senyawa diatas, didalam kayu juga
terdapat beberapa zat organic yang disebut abu
(sisa pembakaran). Kadar abu dalam kayu sekitar
0,2 1 % dari berat kayu kering (J.F.
Dumanauw,1996). Komponen utama abu kayu
adalah kalium, kalsium, magnesium, dan silicon
(D. Fengel dan G. Wegener, 1983).
Kulit Kacang Tanah
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.)
merupakan tanaman polong-polongan atau legum
kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia.
Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan namun
saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang
beriklim tropis atau subtropis.
Kacang tanah budidaya dibagi menjadi dua
tipe: tipe tegak dan tipe menjalar. Tipe menjalar
lebih disukai karena memiliki potensi hasil lebih
tinggi.

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

Tabel 2. Komposisi Kimia Kacang Tanah


Komponen
Komposisi
No.
Kimia
(%)
1
Lignin
30 40
2
Hemiselulosa
25 30
3
Selulosa
25 30
4
Abu
5,3 7,3
5
Air
4,95 7,75
Sumber : Silvi Oktavia, 2008
Briket Bioarang
Briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan
atau batangan-batangan arang yang terbuat dari
bioarang (bahan lunak). Bioarang sebenarnya
termasuk bahan lunak yang dengan proses
tertentu diolah menjadi bahan arang keras
dengan bentuk tertentu. Kualitas bioarang ini
tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar
jenis arang lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat
briket arang adalah berat jenis bahan bakar atau
berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu
karbonisasi, dan tekanan pengempaan. Selain itu,
pencampuran formula dengan briket juga
mempengaruhi sifat briket.
Menurut Mahajoeno (2005), syarat briket
yang baik adalah briket yang permukaannya
halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di
tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket
juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Mudah dinyalakan
b. Tidak mengeluarkan asap
c. Emisi
gas
hasil
pembakaran
tidak
mengandung racun
d. Kedap air dan hasil pembakaran tidak
berjamur bila disimpan pada waktu lama
e. Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu,
laju pembakaran, dan suhu pembakaran) yang
baik.(Nursyiwan dan Nuryetti, 2005).
Teknologi Pembriketan
Proses pembriketan adalah proses
pengolahan
yang
mengalami
perlakuan
penggerusan,
pencampuran
bahan
baku,
pencetakan dan pengeringan pada kondisi
tertentu, sehingga diperoleh briket yang
mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia
tertentu.
Secara umum beberapa spesifikasi
briket yang dibutuhkan oleh konsumen adalah
sebagai berikut :
1. Daya tahan briket.
2. Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk
penggunaannya.
3. Bersih (tidak berasap), terutama untuk sektor
rumah tangga.
4. Bebas gas-gas berbahaya.
Page 11

5. Sifat pembakaran yang sesuai dengan


kebutuhan (kemudahan dibakar, efisiensi
energi, pembakaran yang stabil).
(Diana Ekawati Fajrin, 2010)
Briket adalah bahan bakar padat yang
dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif
yang mempunyai bentuk tertentu. Kandungan air
pada pembriketan antara 10 20 % berat.
Ukuran briket bervariasi dari 20 100 gram.
Pemilihan proses pembriketan tentunya harus
mengacu pada segmen pasar agar dicapai nilai
ekonomi, teknis dan lingkungan yang optimal.
Pembriketan bertujuan untuk memperoleh suatu
bahan bakar yang berkualitas yang dapat
digunakan untuk semua sektor sebagai sumber
energi pengganti. Beberapa tipe / bentuk briket
yang umum dikenal, antara lain : bantal (oval),
sarang tawon (honey comb), silinder (cylinder,
telur (egg), dan lain-lain. Adapun keuntungan
dari bentuk briket adalah sebagai berikut :
1. Ukuran dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Porositas dapat diatur untuk memudahkan
pembakaran.
3. Mudah dipakai sebagai bahan bakar.
(Brades, A. C & Tobing, F. S., 2007)
Bahan Perekat
Untuk merekatkan partikel partikel zat
dalam bahan baku pada proses pembuatan briket
maka diperlukan zat perekat sehingga dihasilkan
briket yang kompak. Berdasarkan fungsi dari
perekat dan kualitasnya, pemilihan bahan perekat
dapat dibagi sebagai berikut :
1) Berdasarkan sifat/bahan baku perekat
briket.
Adapun karakteristik bahan baku perekatan
untuk pembuatan briket adalah sebagai berikut:
a. Memiliki gaya kohesi yang baik bila
dicampur dengan semikokas atau batubara.
b. Mudah terbakar dan tidak berasap.
c. Mudah didapat dalam jumlah banyak dan
murah harganya.
d. Tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan
tidak berbahaya.
2) Berdasarkan jenis
Jenis bahan baku yang umum dipakai sebagai
pengikat untuk pembuatan briket, yaitu :
a. Pengikat anorganik
Pengikat anorganik dapat menjaga ketahanan
briket selama proses pembakaran sehingga dasar
permeabilitas bahan bakar tidak terganggu.
Pengikat anorganik ini mempunyai kelemahan
yaitu adanya tambahan abu yang berasal dari
bahan pengikat sehingga dapat menghambat
pembakaran dan menurunkan nilai kalor. Contoh
dari pengikat anorganik antara lain semen,
lempung (tanah liat), natrium silikat.
Page 12

b.

Pengikat Organik
Pengikat organik menghasilkan abu yang
relative sedikit setelah pembakaran briket dan
umumnya merupakan bahan perekat yang efektif.
Contoh dari pengikat organik diantara nya kanji,
tar, aspal, amilum, molase dan parafin. Adapun
bahan perekat dalam pembuatan briket ini adalah
tepung tapioka (sagu).
Sagu merupakan tanaman tropik yang
sangat produktif sebagai penghasil pati dan
energi. Diperkirakan produktifitas sagu dapat
mencapai dua kali produktifitas ubi kayu. Pada
saat ini potensi produksi sagu di Indonesia
diperkirakan 4.913 ton tepung kering per tahun.
Jumlah ini masih dapat dikembangkan menjadi
90 kali lipat jika dilakukan pemanfaatan 50
persen dari total daerah rawa yang ada dan
dilakukan perbaikan teknik budidaya. (Soekarto
dan Wijandi, 1983)

Analisa Proksimat Briket


Analisa Proksimat bertujuan
untuk
menetukan kandungan moisture (M), ash (A),
volatile matter (VM), fixed carbon (FC), dan
nilai kalor dari briket.
1) Kandungan Air (moisture)
Moisture yang dikandung dalam briket
dapat dinyatakan dalam dua macam :
a) Free moisture (uap air bebas)
Free moisture dapat hilang dengan
penguapan, misalnya dengan air-dying.
b) Inherent moisture (uap air terikat)
Kandungan
inherent
moisture
dapat
ditentukan dengan memanaskan briket
antara temperature 104 1100C selama satu
jam.
2) Kandungan Abu (ash)
Abu adalah zat anorganik sebagai berat yang
tinggal apabila briket dibakar secara
sempurna. Briket dengan kandungan abu
tinggi sangat tidak mengutukan karena akan
membentuk kerak.
3) Kandungan Zat terbang (Volatille matter)
Volatille matter adalah bagian dari briket
dimana akan berubah menjadi volatile
matter (produk) bila briket tersebut
dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih
kurang 9500C. Untuk kadar volatile matter
40 % pada pembakaran akan memperoleh
nyala yang panjang dan akan memberikan
asap yang banyak. Sedangkan untuk kadar
volatile matter rendah antara 15 25% lebih
disenangi dalam pemakaian karena asap
yang dihasilkan sedikit.

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

Standar Kualitas Briket Arang


Briket arang daun dan rerumputan belum
memiliki standar yang bertaraf nasional maupun
internasional. Tetapi briket arang kayu untuk
bahan baku kayu, kulit keras dan batok kelapa
telah memiliki standar yaitu SNI (Standar
Nasional Indonesia) no. SNI 01-6235-2000
dengan syarat mutu meliputi kadar air: maksimal
8% b/b; bagian yang hilang pada pemanasan
9500C : maksimal 15%; kadar abu : maksimal
8%; kalori (atas dasar berat kering), minimal
5000 kal/gr. (Diana Ekawati Fajrin, 2010)

2.

3.
4.

5.

METODOLOGI
6.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu


sebagai berikut:
1. Serbuk Gergaji Kayu
2. Kulit kacang tanah
3. Bahan perekat yaitu tepung sagu / Kanji
4. Aquadest
5. NaOH 0,1 N
Prosedur Penelitian
a. Proses Pembuatan Karbon/Arang Serbuk
Gergaji kayu dan Kulit Kacang Tanah
dengan proses karbonisasi.
1) Serbuk gergaji kayu dan Kulit Kacang tanah
dibersihkan dari pengotornya (tanah).
2) Jemur serbuk gergaji kayu dan Kulit kacang
tanah sampai benar benar kering.
3) Serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah
dimasukkan ke dalam cawan porselin.
4) Kemudian
dilakukan
karbonisasi
menggunakan furnace dengan temperatur
300 oC, 350 oC, 400 oC, 450 oC, 500 oC selama
45 menit. Angkat dan dinginkan. Arang
serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah
kemudian digerus dalam cawan porselin dan
diayak dengan ayakan dengan sieve 40
mesh.

7.
8.

9.

Arang yang dihasilkan tersebut dihaluskan


di kurs porselin.
Lakukan pengayakan dengan ukuran 40
mesh untuk arang serbuk gergaji kayu dan
arang kulit kacang tanah.
Arang serbuk gergaji kayu dan kulit kacang
tanah yang telah disaring selanjutnya
dicampur dengan perbandingan komposisi
campuran 80 % SK : 0 % KK, 70 % SK :
10 % KK, 60 % SK : 20 % KK, 50 % SK :
30 % TK, 0 % SK : 80 % KK. Selanjutnya
pada saat pencampuran ditambahkan lem
kanji sebanyak 20 % dari seluruh campuran
arang serbuk gergaji kayu dan kulit kacang
tanah.
Setelah bahan bahan tersebut dicampur
secara merata, selanjutnya dimasukkan
kedalam
cetakan
briket
kemudian
dikempa/dipress.
Setelah itu, briket yang sudah jadi dibiarkan
pada ruangan suhu kamar selama 24 jam.
Setelah itu, biobriket di panaskan dalam
oven selama 24 jam dengan temperature 50
o
C. Keluarkan briket dari dalam oven dan
biarkan sampai dingin.
Briket siap dianalisa dengan uji analisa
proximat.

d. Prosedur Uji Kualitas Briket


Penelitian ini menghasilkan produk berupa briket
dari sebuk gergaji kayu dan tempurung kelapa
yang perlu dilakukan pengujian. Uji proximat
terhadap briket meliputi :
a. Kadar Air Lembab (Inherent Moisture)
b. Kadar Abu (Ash Content)
c. Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)
d. Kadar Karbon Padat (Fixed Carbon)
e. Nilai Kalor (Calorific Value)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Nilai Kalor (Calorific Value)

b.

Prosedur Pembuatan Larutan Sagu /


Kanji
1) Timbang tepung sagu sesuai dengan variasi
komposisi yang diinginkan.
2) Tambahkan aquadest dan sedikit NaOH 0,1
N hingga terbentuk larutan.
3) Panaskan larutan di atas hot plate hingga
mendidih (berubah menjadi kental).

c.
1.
2.

Prosedur Pembuatan Briket Arang


Bahan baku dalam keadaan kering dan siap
dikarbonisasi.
Lakukan pembakaran di atas furnace.Suhu
pembakarannya 300 oC, 350 oC 400 oC, 450
o
C, 500 oC.

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

Gambar 1. Hubungan antara suhu karbonisasi


terhadap nilai kalor briket bioarang dari Serbuk
Gergaji Kayu (SK)
Page 13

Dari gambar 1 di atas, dapat dijelaskan


bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka
nilai kalor akan semakin meningkat. Hal ini
disebabkan karena semakin tinggi suhu
karbonisasi maka semakin sempurna karbonisasi
dari serbuk gergaji kayu tersebut. Selain itu,
semakin tinggi suhu maka semakin tinggi juga
kadar fixed carbon dalam arang serbuk gergaji
kayu semakin meningkat sedangkan kadar airnya
akan semakin berkurang sehingga nilai kalor dari
briket bioarang akan semakin meningkat juga.
Dari gambar . di atas, juga dapat dilihat
bahwa nilai pembakaran yang di hasilkan pada
setiap temperatur sudah memenuhi standar nilai
pembakaran SNI (Standar Nasional Indonesia)
yaitu 5000 Cal/gr.

rendah jika dibandingkan dengan selulosa yang


terdapat pada serbuk gergaji kayu. Dengan
rendahnya kandungan selulosa maka fixed
carbon yang terbentuk dalam arang kulit kacang
tanah sedikit.

3.3.
Nilai
Kalor
Briket
Bioarang
Pencampuran Serbuk Gergaji Kayu dan Kulit
Kacang Tanah Dengan Rasio 50% SK : 30%
KK : 20% Perekat.
Hubungan antara suhu karbonisasi dan briket
bioarang pencampuran serbuk gergaji kayu dan
Kulit kacang tanah dengan Rasio 50% SK : 30%
KK : 20% perekat terhadap nilai kalor yang
digambarkan dengan grafik sebagai berikut :

3.2. Nilai Kalor (Calorific Value) Briket Arang


Kulit Kacang Tanah (KK) Murni

Gambar 2. Hubungan antara suhu karbonisasi


terhadap nilai kalor briket bioarang dari Kulit
Kacang Tanah Murni
Dari gambar 2 di atas, dapat dijelaskan
bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka
nilai kalor akan semakin meningkat juga. Hal ini
disebabkan karena semakin tinggi temperatur
karbonisasi maka semakin sempurna karbonisasi
kulit kacang tanah tersebut. Selain itu, semakin
tinggi suhu maka semakin tinggi juga kadar
fixed carbon dalam arang kulit kacang tanah
sedangkan kadar airnya akan semakin berkurang
sehingga nilai kalor dari briket bioarang akan
semakin meningkat juga.
Tetapi
dari
semua
temperatur
karbonisasi yaitu 300 oC sampai dengan 500 oC
pada kulit kacang tanah ini tidak ada yang
memenuhi standar nilai kalor menurut SNI (
Standar Nasional Indonesia) sebesar 5000 Cal/gr.
Hal ini disebabkan karena selulosa yang
terkandung di dalam kulit kacang tanah lebih
Page 14

Gambar 3. Hubungan antara suhu karbonisasi


terhadap nilai kalor briket bioarang dari
pencampuran 50 % Serbuk Gergaji Kayu, 30 %
Kulit Kacang Tanah dan 20% perekat.
Gambar 3. di atas menjelaskan bahwa semakin
tinggi suhu karbonisasi maka nilai kalor akan
semakin meningkat juga. Hal ini disebabkan
karena semakin tinggi temperatur karbonisasi
maka semakin sempurna karbonisasi dari bahan
bakunya. Selain itu, semakin tinggi suhu maka
semakin tinggi juga kadar fixed carbon dalam
arang kulit kacang tanah dan arang serbuk
gergaji. Hal ini disebabkan semakin banyak
material yang terbakar sehingga karbon yang
dihasilkan akan semakin banyak. Dalam
penelitian Edi Harwono, 2007 menyatakan
bahwa suhu karbonisasi yang tinggi akan
menurunkan kadar zat terbang sehingga karbon
tetapnya tinggi (bahkan bisa mencapai 90%).
sedangkan kadar airnya akan semakin berkurang
sehingga nilai kalor dari briket bioarang akan
semakin meningkat juga.
Dari grafik di atas dapat di lihat nilai
kalor yang memenuhi standar SNI mulai dari
kisaran temperatur 400 oC sampai dengan
Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

temperatur 500oC . Hal ini disebabkan karena


nilai kalor dari serbuk gergaji murni yang
terdapat pada temperatur ini sudah jauh lebih
tinggi dari nilai kalor SNI yaitu
sebesar
5587,1563 Cal/ gr (Tabel 4.1). Jadi bila di
campurkan dengan briket bioarang kulit kacang
tanah pada suhu yang sama dan memiliki nilai
kalor yang hampir mendekati standar SNI maka
akan menghasilkan nilai kalor yang memenuhi
standar SNI. Selain itu, hal ini juga bisa di
sebabkan
karena
semakin tinggi
nilai
pembakaran maka semakin tinggi juga nilai kalor
yang dihasilkan. Sedangkan pada temperatur
400oC nilai kalor yang dihasilkan tidak
memenuhi standar SNI. Hal ini di sebabkan
karena pada temperatur ini nilai kalor murni
arang kulit kacang tanah masih jauh dari standar
SNI.
Jadi dapat disimpulkan pada komposisi
ini, nilai kalor yang memenuhi standar SNI mulai
dari temperatur 400 oC sampai dengan 500 oC.
Sedangkan nilai kalor yang tidak memenuhi
standar SNI mulai dari temperatur 300 oC sampai
dengan 400oC.

3.4.
Nilai
Kalor
Briket
Bioarang
Pencampuran Serbuk Gergaji Kayu dan Kulit
Kacang Tanah Dengan Rasio 60% SK : 20%
KK : 20% Perekat.
Hubungan antara suhu karbonisasi dan
briket arang pencampuran serbuk gergaji kayu
dan Kulit kacang tanah dengan Rasio 60% SK :
20% KK : 20% perekat terhadap nilai kalor yang
digambarkan dengan grafik sebagai berikut :

Gambar 4. Hubungan antara suhu karbonisasi


terhadap nilai kalor briket bioarang dari
pencampuran 60 % Serbuk Gergaji Kayu, 20 %
Kulit Kacang Tanah dan 20% perekat.
Dari grafik 4. di atas, dapat dijelaskan
bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka
nilai kalor akan semakin meningkat juga. Hal ini
Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

disebabkan karena semakin tinggi temperatur


karbonisasi maka semakin sempurna karbonisasi
serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah
tersebut. Selain itu, semakin tinggi suhu maka
semakin tinggi juga kadar fixed carbon dalam
arang serbuk gergaji kayu dan kulit kacang
tanah. Sedangkan kadar airnya akan semakin
berkurang sehingga nilai kalor dari briket
bioarang akan semakin meningkat juga.
Dari grafik di atas dapat di lihat nilai
kalor yang memenuhi standar SNI mulai dari
kisaran temperatur 350oC sampai dengan
temperatur 500oC . Hal ini disebabkan karena
nilai kalor dari serbuk gergaji murni yang
terdapat pada temperatur ini sudah jauh lebih
tinggi dari nilai kalor SNI yaitu
sebesar
5587,1563 cal/gr. Jadi bila di campurkan dengan
briket bioarang kulit kacang tanah pada suhu
yang sama akan menghasilkan nilai kalor yang
memenuhi standar SNI. Selain itu, hal ini juga
disebabkan semakin tingginya komposisi dari
serbuk gergaji kayu itu sendiri . Sedangkan pada
temperatur 300oC nilai kalor yang dihasilkan
tidak memenuhi standar SNI. Hal ini di sebabkan
karena pada temperatur ini nilai kalor murni
arang kulit kacang tanah masih jauh dari standar
SNI.
Jadi dapat disimpulkan pada komposisi
ini, nilai kalor yang memenuhi standar SNI mulai
dari temperatur 350 oC sampai dengan 500 oC.
Sedangkan nilai kalor yang tidak memenuhi
standar SNI mulai dari temperatur 300 oC sampai
dengan 400oC.

3.5.
Nilai
Kalor
Briket
Bioarang
Pencampuran Serbuk Gergaji Kayu dan Kulit
Kacang Tanah Dengan Rasio 70% SK : 10%
KK : 20% Perekat.

Gambar 5. Hubungan antara suhu karbonisasi


terhadap nilai kalor briket bioarang dari
pencampuran 70 % Serbuk Gergaji Kayu, 10 %
Kulit Kacang dengan perekat 20%.
Page 15

Dari gambar 5 di atas, dapat dijelaskan


bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka
nilai kalor akan semakin meningkat juga. Hal ini
disebabkan karena semakin tinggi temperatur
karbonisasi maka semakin sempurna karbonisasi
dari serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah
tersebut. Selain itu, semakin tinggi suhu maka
semakin tinggi juga kadar fixed carbon dalam
arang kulit kacang tanah sedangkan kadar airnya
akan semakin berkurang sehingga nilai kalor dari
briket bioarang akan semakin meningkat juga.
Dari grafik di atas dapat di lihat bahwa
nilai kalor yang di hasilkan pada komposisi ini
semuanya memenuhi standar SNI.

4.

KESIMPULAN

1. Serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah


yang semula hanya merupakan limbah dari
industri rumah tangga dan mebel, dengan
adanya proses pembuatan briket bioarang
dapat meningkatkan nilai pakai dari bahan
tersebut sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi alternatif penganti minyak
tanah.
2. Pencampuran komposisi bioarang serbuk
gergaji kayu dan kulit kacang guna
mendapatkan nilai pembakaran yang sesuai
SNI ( 5000 cal/gr) adalah berpengaruh,
yaitu pada pencampuran 3000C (70% SK :
10% KK), 3500C (60% SK : 20% KK dan
70% SK : 10% KK), 4000C (60% SK : 20%
KK dan 70% SK : 10% KK), 4500C (50% SK
: 30% KK, 60% SK : 20% KK dan 70% SK :
10% KK), 5000C (50% SK : 30% KK, 60%
SK : 20% KK dan 70% SK : 10% KK).
3. Rasio Pencampuran yang menghasilkan nilai
pembakaran paling optimal adalah 5000C
(70% SK : 10% KK) senilai 5670,5381
Cal/gr.

Page 16

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Helmi dan Arnaldo. 2007. Pembuatan
Briket Arang Dari Serbuk Gergaji Kayu
dan Tempurung Kelapa. Jurusan Teknik
Kimia UNSRI. Inderalaya
Brades, A.C dan Tobing, F.S. 2007. Pembuatan
Briket Arang Dari Enceng Gondok
(Eichornia Crasipess Solm) Dengan Sagu
Sebagai Pengikat. Jurusan Teknik Kimia
UNSRI. Inderalaya
Danar K.B dan Debi E.M. 2010. Pembuatan
Biobriket Dari Campuran Kulit Kacang dan
Serbuk Gergaji Sebagai Bahan Bakar
Alternatif. Institute Teknologi Sepuluh
November. Surabaya.
Fajrin, D.E. 2009. Pembuatan Briket Arang Dari
Daun Jati Dengan Sagu Aren Sebagai
Pengikat. Jurusan Teknik Kimia Unsri.
Inderalaya
Ismu Uti Adan. 1998. Membuat Briket Bio
Arang. Yogyakarta : Kanisius.
Ndhara, Nodali. 2009. Pembuat Briket Bioarang
Serbuk Kayu Terhadap Mutu Yang
Dihasilkan. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Nursyiwan dan Nuryetti. 2005. Pembuatan
Briket Arang dari Serbuk Gergaji. Jakarta:
LIPI.
Nuryanto, Eka. 2000. Pemanfaatan Kulit Kacang
Tanah Sebagai Sumber Bahan Kimia. Warta
PPKS 2000, Vol, 8(3) : 137 144.
Sudrajat. 1982. Produksi Arang dan Briket
Arang serta Prospek Pengusahaannya.
Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
kehutanan Departemen Pertanian.

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

Anda mungkin juga menyukai