Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... 2
BAB I .............................................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 3
BAB II ............................................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................... 5
METODE PENELITIAN ................................................................................................................................ 7
HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................................................................... 8
BAB III .......................................................................................................................................................... 16
PENUTUP ..................................................................................................................................................... 16
KESIMPULAN ........................................................................................................................................... 16
SARAN ..................................................................................................................................................... 17
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan
penyusunan makalah berjudul “Analisa Perbandingan Wood Pellet dari Campuran Serbuk Kayu
Sengon dengan Arang Sekam” ini. Salawat dan salam juga penyusun persembahkan kepada Nabi
Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis masih mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
penyempurnaan makalah di masa datang. Akhir kata penyusun mengharapkan semoga makalah
ini dapat bermanfaat dan berguna baik bagi penyusun maupun bagi pembaca.

Palembang, September 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang berdampak besar
terhadap perekonomian dunia. Permintaan energi yang meningkat disebabkan oleh
faktor pertumbuhan populasi penduduk, tingginya biaya eksplorasi, meningkatnya harga
minyak dunia dan sulitnya mencari sumber cadangan minyak. Faktor tersebut
mengakibatkan pemerintah setiap negara untuk segera memproduksi energi alternatif
yang terbaharukan dan ramah lingkungan termasuk Indonesia. Oleh sebab itu, perlu
adanya upaya untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih murah dan tersedia
dengan mudah.
Sumber energi alternatif yang banyak diteliti dan dikembangkan saat ini adalah
energi biomassa yang ketersediaannya melimpah, mudah diperoleh, dan dapat
diperbaharui secara cepat. Pada umumnya, biomassa yang digunakan sebagai bahan
bakar adalah biomassa yang memiliki nilai ekonomis rendah atau merupakan hasil
ekstraksi produk primer (El Bassam dan Maegaard 2004). Indonesia memiliki potensi
energi biomassa sebesar 50.000 MW yang bersumber dari berbagai biomassa limbah
pertanian, seperti: produk samping kelapa sawit, penggilingan padi, plywood, pabrik
gula, kakao, dan limbah pertanian lainnya (Prihandana dan Hendroko 2007).
Sekam padi merupakan salah satu biomassa limbah pertanian yang ketersediaanya
melimpah di Indonesia. Menurut BPS (2013), produksi padi pada tahun 2012 mencapai
69.05 juta ton gabah kering giling. Proses penggilingan padi menghasilkan 55% biji
utuh, 15% beras patah, 20% sekam, dan 10% bekatul (Haryadi 2003 dalam Prihandana
dan Hendroko 2007). Dengan demikian, setiap tahunnya terdapat sebanyak 13.20 juta
ton sekam padi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif. Selain sekam
padi, kayu dapat dibuat menjadi pelet yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan
bakar alternatif.
Pelet kayu merupakan salah satu sumber energi alternatif dan ketersediaan bahan
bakunya sangat mudah ditemukan. Bahan baku pelet kayu berupa limbah eksploitasi
seperti sisa penebangan, cabang dan ranting, limbah industri perkayuan seperti sisa
potongan, serbuk gergaji dan kulit kayu, limbah pertanian seperti jerami dan sekam
(Woodpellets 2000). Sejak dekade 90-an pellet kayu dijadikan bahan bakar alternatif di
sebagian besar Negara Uni Eropa dan Amerika karena terjadi krisis minyak dunia. Pelet
kayu merupakan produk yang dibuat dari bahan biomassa tanaman yang kemudian
mengalami proses pengempaan. Pelet kayu merupakan solusi alternatif pengganti
minyak karena memiliki harga yang cukup terjangkau oleh masayarakat Uni Eropa dan
Amerika. Tingginya permintaan pelet kayu terkait adanya kebijakan dari negara-negara
di dunia untuk mengurangi efek pemanasan global dan pemanfaatan energi alternatif
(Leaver 2008).
Bahan baku pelet kayu merupakan hasil dari limbah industri kayu di Indonesia
yaitu limbah industry penggergajian kayu sebanyak 50%, kayu lapis 70%, dan
pemanenan 70% dari rendemen yang dihasilkan setiap produksi. Saat ini Indonesia baru
mampu menghasilkan pelet kayu sebanyak 40 000 ton/tahun, sedangkan produksi dunia
telah menembus angka 10 juta ton. Jumlah ini belum cukup memenuhi kebutuhan dunia
pada tahun 2008 yang diperkirakan mencapai 12.7 juta ton. Peluang mengembangkan
bahan bakar ini sangat terbuka luas karena limbah hasil hutan kita sangat besar, baik
dari limbah industri perkayuan maupun dari limbah eksploitasi.
Berdasarkan uraian akan dilakukan penelitian pembuatan biopelet dengan
menggunakan bahan baku campuran dari kayu sengon dan arang sekam. Pencampuran
bahan sengon dan arang sekam dilakukan karena sengon memiliki nilai kalor 4557 kkal/kg (Sanusi
2011) dan arang sekam memiliki nilai kalor yang tinggi yaitu 4630.5 kkal/kg (Rahman 2011).
Penelitian biopelet ini dapat meningkatkan rendemen dan nilai
kalor pembakaran biopelet yang dihasilkan.

Pelet kayu menjadi perhatian utama saat ini karena faktor kemudahan dalam bahan baku dan
memiliki karakteristik yang ramah lingkungan. Pelet kayu menghasilkan emisi (NOx, SOx dan
HCL) yang lebih rendah dibanding limbah pertanian seperti jerami atau sekam padi. Keuntungan
lain pelet kayu dibanding bahan bakar kayu lain seperti chip kayu antara lain
1. memiliki kalori lebih tinggi(pelet kayu 4,3 juta kal/ton; chip kayu 3,4 jutakal/ton);
2. harga pelet kayu lebih tinggi;dimana pada tahun 2010 harga pelet kayu 334 US$/ton dan
chip kayu171US$/ton.
Bahan baku pelet kayu dapat berasal dari limbah eksploitasi seperti sisa penebangan, cabang dan
ranting, limbah industri perkayuan seperti sisa potongan, chip, serbuk gergaji dan kulit kayu.
BAB II
PEMBAHASAN

Kayu Sengon

Kayu sengon merupakan kayu yang memiliki berat jenis 0.33, lignin 26.8%, selulosa
49.4%, zat ekstraktif 3.4%, pentosan 15.6%, abu 0.6%, dan silika 0.2% ( Martawijaya 1989 ).
Kayu sengon dapat digunakan untuk bahan bangunan rumah, kayu gergajian, kayu lapis, papan
partikel, kayu bakar. Pohon sengon banyak ditanam di Pulau Jawa, yaitu sebanyak 50 juta
batang, sedang di luar Pulau Jawa jumlahnya sekitar 9.8 juta batang. Secara keseluruhan
jenis pohon sengon menempati urutan ke-2 setelah jati. Di Pulau Jawa, pohon sengon
banyak terkonsentrasi di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah pohon sengon keseluruhan yang
ditanam di hutan rakyat adalah sebesar 59.8 juta batang dan dari jumlah tersebut pohon
sengon yang siap ditebang sebanyak 24.6 juta batang atau potensi produksinya sebesar
6.2 juta m3 (asumsi per pohon/batang mempunyai volume 0.25 m3) (Sukadaryati 2006).
Awalnya selain sebagai pohon peneduh di perkebunan-perkebunan teh, kayu sengon
dikenal sebagai kayu energi/kayu bakar yang cukup potensial. Karena masih sering
dimanfaatkan sebagai kayu bakar, beberapa anggota masyarakat masih menyebut
sengon dengan nama kayu api. Sebagai kayu energi sengon mempunyai nilai kalori
yang cukup tinggi yaitu 4663.5-4916.6 kkal kg-1. Tingginya nilai kalori sengon
menyebabkan sisa-sisa potongan kayu sengon dimanfaatkan sebagai bahan bakar
pembangkit uap dan pembangkit listrik di industri-industri kayu lapis ( Aprilia 2011 ).
Menurut Kliwon dan Iskandar (1995) meneliti uji coba pembuatan kayu lapis
dari kayu sengon mengemukakan bahwa, dari log kayu sengon sebanyak 10 m3 dapat
dihasilkan venir basah sebanyak 3.63 m3 dan 2.96 m3 kayu lapis sengon. Dengan
demikian rendemen venir kayu sengon adalah 36.60% dan rendemen kayu lapis
29.60%. Limbah yang dihasilkan sekitar 70 % yang tidak terpakai dan terbuang. Untuk
menangani permasalahan tersebut dengan mengelola limbah kayu lapis menjadi sebuah
produk bermanfaat seperti papan partikel, bahan bakar, pupuk, arang dan barang yang
bernilai ekonomis dimasyarakat. Selain industri kayu lapis terdapat industri gergajian
kayu mempunyai limbah yang cukup besar. Menurut PPLH (2007), penanganan limbah
selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya berdampak
negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu
jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai
tambah dengan teknologi terapan dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah
disosialisasikan kepada masyarakat.

Sekam padi

Sekam padi merupakan salah satu by product yang dihasilkan pada proses
penggilingan padi. Rendemen produk yang diperoleh pada proses penggilingan padi,
antara lain: 55% biji utuh, 15% beras patah, 20% sekam, dan 10% dedak halus (Haryadi
2003 dalam Prihandana dan Hendroko 2007). Berdasarkan angka ramalan (ARAM) III,
produksi padi tahun 2013 diperkirakan sebesar 69.05 juta ton Gabah Kering Giling
(GKG), naik 1.58 juta ton (2.46%) dibandingkan produksi tahun 2009. Kenaikan
produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen sebesar 234.54 ribu hektar
(1.82 %) dan produktivitas sebesar 0.31 kuintal/hektar (0.62 %). Berdasarkan rendemen
produk yang diperoleh pada proses penggilingan padi, maka pada tahun 2013 dihasilkan
37.98 juta ton beras utuh, 10.36 juta ton beras patah, 13.81 juta ton sekam, dan 6.9 juta
ton bekatul. Perkembangan produksi padi tahun 2010 sebesar 66.47 ton, 2011
menhasilkan 65.76 ton, dan hingga 2012 produksi padi mencapai 69.06 ton (BPS 2013).
Peningkatan produksi padi dari tahun ke tahun menyebabkan terjadinya
peningkatan limbah sekam padi yang dihasilkan. Saat ini, sekam padi hanya
dimanfaatkan untuk pembakaran dan pembuatan batu bata dalam jumlah yang sangat
kecil. Aktivitas lain pemanfaatan sekam padi adalah pembuatan arang sekam untuk
media tanaman dan arang aktif untuk pembuatan adsorben (Suyitno 2009)

Biopelet
Biopelet adalah bahan bakar biomassa berbentuk pelet yang memiliki
keseragaman ukuran, bentuk, kelembapan, densitas, dan kandungan energi
(Abelloncleanenergy 2009). Pada proses pembuatan biopelet, biomassa diumpankan ke
dalam pellet mill yang memiliki dies dengan ukuran diameter 6-8 mm dan panjang 10-
12 mm (Mani et al. 2006). Fantozzi dan Buratti (2009) menyatakan bahwa terdapat 6
tahapan proses pembuatan biopelet, yaitu: perlakuan pendahuluan bahan baku (pretreatment),
pengeringan (drying), pengecilan ukuran (size reduction), pencetakan
biopelet (pelletization), pendinginan (cooling), dan silage. Residu hutan, sisa
penggergajian, sisa tanaman pertanian, dan energy crops dapat didensifikasi menjadi
pelet. Proses peletisasi dapat meningkatkan kerapatan spesifik biomassa lebih dari 1000
kg/m3 (Lehtikangas 2001 dan Mani et al. 2004).
Penggunaan biopelet telah dikenal luas oleh masyarakat di negara-negara Eropa
dan Amerika. Pada umumnya biopelet digunakan sebagai bahan bakar boiler pada
industri dan pemanas ruangan di musim dingin. Biopelet tersebut mempunyai standar
tertentu seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Standar biopelet pada beberapa Negara


Parameter Unit Austria(a) Jerman(b) Swedia(c) Prancis(d)
Diameter Mm 4 – 10 4 – 10 6.35 - 7.94 6 – 16
Panjang Mm 5xd <50 <3.81 10/1
Densitas kg/dm3 >1.2 1.0-1.4 >0.6 >1.15
Kadar air % <10 <12 <10 ≤15
Kadar abu % <0.50 <1.50 <0.7 ≤6
Nilai kalor MJ/kg >18 17.5-19.5 >19.08 >16.9

METODE PENELITIAN

1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian biopelet dari campuran serbuk kayu sengon
dengan arang sekam padi antara lain:
-oven
-botol uji
-neraca analitik
-gelas ukur
-desikator
-sendok
-alat tulis
-caliper
-bomb calorimeter
-disc mill
-alat penyaring 40 – 60 mesh
-ring die pellet mill.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian biopelet adalah:


-serbuk kayu sengon
-arang sekam padi
-CPO (Crude Palm Oil).
3. Prosedur Kerja
-Persiapan Bahan

Persiapan dilakukan dengan mempersiapkan bahan-bahan dan alat yang akan


digunakan dalam penelitian, temasuk persiapan kayu sengon dan sekam padi yang
sudah dikeringkan terlebih dahulu dengan kadar air 15% sampai 30 % sehingga dapat
digiling.
-Pembuatan Serbuk

Serbuk dibuat dari kayu sengon dan sekam padi, dengan cara dibuat chip untuk
kayu sengon kemudian sekam padi dan kayu sengon masing – masing digiling dan
disaring sehingga mendapatkan serbuk dengan ukuran 40 mesh sampai 60 mesh.
-Pencampuran Sekam Padi Dengan Kayu Sengon

Biopelet kayu sengon dan arang sekam padi dibuat dengan perbandingan
campuran yaitu 20% : 80%, 40% : 60%, 60% : 40%, 80% : 20%, dan sebagai kontrol
adalah 100% serbuk kayu sengon.

-Pencetakan Biopelet

Pencetakan biopelet dilakukan menggunakan ring die pellet mill bertekanan


tinggi dengan ukuran diameter dies 8 mm kapasitas produksi 300 kg/jam. Pembuatan
pellet pada setiap perlakuan menggunakan CPO (Crude Palm Oil) sebanyak 10%.

Adapun hasil dari percobaan:

HASIL DAN PEMBAHASAN


1.Kerapatan
Nilai kerapatan merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui
kualitas biopelet. Semakin tinggi nilai kerapatan biopelet dapat memudahkan dalam hal
penanganan, penyimpanan dan tranportasi biopelet, sehingga dapat menurunkan biaya
yang dibutuhkan (Adapa et al.2009). Tinggi atau rendahnya nilai kerapatan dipengaruhi
oleh berat jenis bahan tersebut (Hartoyo 1983). Demirbas (1999) menambahkan bahwa
kerapatan ditentukan oleh tekanan yang diberikan saat proses densifikasi. Gambar 1
menunjukkan peningkatan nilai kerapatan berbanding terbalik dengan penambahan
arang sekam padi dari 20% sampai 80%. Biopelet campuran kayu sengon dengan arang
sekam padi memiliki nilai kerapatan berkisar antara 1.21 – 1.26 g/cm3.

Gambar 1 Nilai Kerapatan biopelet pada berbagai persentase arang


Keterangan :
A : Sengon 20% + Arang sekam padi 80%
B : Sengon 40% + Arang sekam padi 60%
C : Sengon 60% + Arang sekam padi 40%
D : Sengon 80% + Arang sekam padi 20%
E : Sengon 100%

Tabel 2 Perbandingan Standar mutu kerapatan di beberapa negara


Sumber Kerapatan (g cm-3)
Standar Austria (ONORM M 7135)a >1.2
Swedia (SS 18 71 20)a >0.6
Standar Jerman (DIN 51371)a 1.0 – 1.4
Perancis (ITEBE)b >1.15
Hasil Penelitian 1.21 – 1.26
Sumber: a)Hahn (2004); b)Douard (2007)

Hill (2006) mengemukakan bahwa karbon pada struktur lignin menjadi terurai,
hal tersebut menyebabkan semakin banyak karbon yang terurai yang akan
mengakibatkan derajat kristalinitas tinggi, sehingga ikatan antar struktur lignin yang
lain semakin erat. Kerapatan biopelet berbanding lurus dengan peningkatan persentase
serbuk kayu sengon. Semakin banyak serbuk sengon yang digunakan maka kadar lignin
semakin banyak yang dapat meningkatkan kerapatan biopelet.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persentase penambahan arang sekam
padi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerapatan biopelet. Nilai
terendah dimiliki oleh biopelet dengan komposisi 20% serbuk kayu sengon dengan 80%
sedangkan nilai tertinggi pada biopelet campuran 100% serbuk kayu sengon.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai kerapatan biopelet campuran serbuk sengon dan
arang sekam padi (1.21 – 1.26 g cm-3) telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan
oleh Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20), Jerman (DIN 51371), dan
Prancis (ITEBE).

2.Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter dalam penentuan kualitas biopelet
yang berpengaruh pada nilai kalor pembakaran, kemudahan menyala, daya pembakaran,
dan jumlah asap yang dihasilkan selama pembakaran (Rahman 2011). Tinggi dan
rendahnya nilai kadar air mempengaruhi nilai kalor. Semakin rendah nilai kadar air
maka akan meningkatkan nilai kalor. Rendahnya nilai kadar air akan memudahkan
proses dalam penyalaan dan menurunkan jumlah asap saat pembakaran. Nilai kadar air
dipengaruhi oleh tekanan yang diberikan saat pencetakan biopelet. Tinggi tekanan saat
pencetakan biopelet menyebabkan biopelet semakin padat, kerapatan tinggi, halus dan
seragam, sehingga partikel biomassa dapat saling mengisi pori – pori yang kosong serta
menurunkan molekul air yang dapat menempati pori – pori tersebut (Rahman 2011).
Nilai kadar air yang dihasilkan mengalami penurunan dengan peningkatan
penambahan arang sekam padi. Semakin tinggi penambahan arang sekam padi terhadap
biopelet maka kadar air yang dihasilkan semakin menurun. Hal tersebut karena sekam
padi mengalami proses karbonisasi saat dijadikan arang sehingga kadar air menguap
saat karbonisasi yang menyebabkan penurunan kadar air. Karbonisasi merupakan proses
pembakaran yang menguapkan air dan senyawa organik dari suatu bahan sampai
menjadi arang.

Gambar 2 Nilai kadar air biopelet pada berbagai persentase arang

Keterangan :
A : Sengon 20% + Arang sekam padi 80%
B : Sengon 40% + Arang sekam padi 60%
C : Sengon 60% + Arang sekam padi 40%
D : Sengon 80% + Arang sekam padi 20%
E : Sengon 100%

Tabel 3 Perbandingan Standar mutu kadar air di beberapa negara


Sumber Kadar air (%)
Standar Austria (ONORM M 7135)a <10
Swedia (SS 18 71 20)a <10
Standar Jerman (DIN 51371)a ≤12
Perancis (ITEBE)b ≤15
Hasil Penelitian 3.76 – 8.53
Sumber: a)Hahn (2004); b)Douard (2007)

Berdasarkan analisis ragam perlakuan biopelet dengan penambahan arang sekam


padi menunjukkan nilai yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Analisa uji
lanjut Duncan menunjukkan penambahan arang 20%, 40%, 60% dan 80% memberikan
pengaruh yang sama terhadap kadar air biopelet sedangkan tanpa penambahan arang
sekam padi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air biopelet.
Hasil pengujian kadar air terdapat nilai terendah pada campuran 80% arang
sekam padi dengan 20% serbuk sengon dan yang memiliki nilai tertinggi adalah pada
biopelet 100% serbuk sengon dengan kisaran nilai ( 3.760 – 8.535%). Kadar air yang
dihasilkan telah memenuhi standar biopelet Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18
71 20), Jerman (DIN 51371), dan Prancis (ITEBE), seperti yang ditunjukkan pada tabel
3.

3.Zat Mudah Menguap


Zat mudah menguap adalah zat yang menguap dari hasil dekomposisi senyawa –
senyawa yang terdapat di dalam arang selain air (Hendra et al 2000). Nilai zat terbang
dalam bahan bakar menentukan waktu pembakaran, kecepatan pembakaran, dan
banyaknya asap yang dihasilkan saat proses pembakaran (Hansen 2009). Semakin tinggi
kadar zat terbang suatu bahan bakar, maka efisiensi pembakaran bahan bakar akan
menurun dan asap yang dihasilkan semakin banyak (Nurwigha 2012).

Gambar 3 Nilai Zat mudah menguap biopelet pada berbagai persentase arang

Keterangan :
A : Sengon 20% + Arang sekam padi 80%
B : Sengon 40% + Arang sekam padi 60%
C : Sengon 60% + Arang sekam padi 40%
D : Sengon 80% + Arang sekam padi 20%
E : Sengon 100%
Pengujian zat mudah menguap di hasilkan dengan nilai kisaran 58.94 – 78.63 %.
Kadar zat mudah menguap berbanding terbalik dengan penambahan arang. Hal tersebut
dikarenakan sebagian kecil zat mudah menguap pada biopelet dengan penambahan
arang sekam telah terlepas pada saat proses karbonisasi sekam padi (Rahman 2011).
Kadar zat mudah menguap yang hilang akan meningkatkan komponen karbon yang
akan berpengaruh terhadap proses pembakaran yang akan semakin baik. Secara
keseluruhan penambahan arang sekam padi menurunkan nilai kadar zat mudah menguap
biopelet. Analisa ragam menunjukkan bahwa biopelet dengan penambahan persentase
arang sekam padi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai zat
mudah menguap.

4.Kadar Abu
Kadar abu adalah bahan sisa proses pembakaran yang tidak memiliki nilai kalor
dan sudah tidak memiliki unsur karbon (Nugrahaeni 2008). Jumlah abu yang dihasilkan
dipengaruhi oleh jenis bahan biomassa yang digunakan. Salah satu penyusun abu adalah
silika. Semakin tinggi kadar silika pada suatu bahan biomassa, maka abu yang
dihasilkan dari proses pembakaran akan semakin tinggi (Rahman 2011).

Gambar 4 Kadar abu biopelet pada berbagai persentase arang


Keterangan :
A : Sengon 20% + Arang sekam padi 80%
B : Sengon 40% + Arang sekam padi 60%
C : Sengon 60% + Arang sekam padi 40%
D : Sengon 80% + Arang sekam padi 20%
E : Sengon 100%

Tabel 4 Perbandingan Standar mutu kadar abu di beberapa negara


Sumber Kadar abu (%)
Standar Austria (ONORM M 7135)a <0.05
Swedia (SS 18 71 20)a <0.7
Standar Jerman (DIN 51371)a ≤1.5
Perancis (ITEBE)b ≤ 6.
Hasil Penelitian 11.56 – 19.14
Berdasarkan hasil penelitian, nilai kadar abu mengalami penurunan seiring
semakin kecilnya penambahan arang sekam padi pada biopelet. Hal ini sesuai dengan
penelitian Rahman 2011, bahwa semakin tinggi arang sekam yang ditambahkan maka
semakin tinggi kadar silika pada biopelet, karena arang sekam padi mengandung silika
yang tinggi sehingga menyebabkan semakin meningkatnya kadar abu yang dihasilkan.
Kadar silika sekam padi 94.5% (Priyosulistyo, 1999) dan kayu sengon 0.2%
(Martawijaya 1989) Kadar abu yang dihasilkan mempunyai nilai dengan kisaran antara
3.34 – 19.14%.
Kombinasi perlakuan biopelet pada analisa ragam menunjukkan hasil yang
berbeda nyata terhadap kadar abu biopelet. Kadar abu biopelet dengan penambahan
arang 20%, 40%, 60%, dan 80% memberikan pengaruh yang sama dengan
meningkatkan nilai kadar abu. Biopelet serbuk sengon 100% memiliki nilai kadar abu
terendah, tetapi nilai kadar abu memenuhi standar mutu Prancis (ITEBE). Nilai kadar
abu biopelet dengan penambahan arang sekam 20%, 40%, 60%, dan 80% menunjukkan
hasil yang tidak memenuhi standar mutu Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71
20), Jerman (DIN 51371), dan Prancis (ITEBE), seperti yang ditunjukkan pada table 4.

5.Karbon terikat
Karbon terikat merupakan fraksi karbon (C) yang terdapat dalam komponen
bahan selain air, abu, dan zat mudah menguap, sehingga karbon terikat dalam biopelet
dipengaruhi oleh nilai zat terbang dan kadar abu biopelet (Nugrahaeni 2008). Nilai
karbon terikat menunjukkan komponen material padat yang dapat terbakar setelah
jumlah zat terban hilang dari proses pembakaran bahan tersebut (Speight 2005). Karbon
terikat di pengaruhi oleh zat mudah menguap dan kadar abu suatu bahan bakar. Nilai
karbon terikat pada penelitian ini berbanding terbalik dengan zat mudah menguap tetapi
berbanding lurus dengan kadar abu. Kisaran hasil antara 18.16 - 9.38%.

Gambar 5 Nilai Karbon terikat biopelet pada berbagai persentase arang

Keterangan :
A : Sengon 20% + Arang sekam padi 80%
B : Sengon 40% + Arang sekam padi 60%
C : Sengon 60% + Arang sekam padi 40%
D : Sengon 80% + Arang sekam padi 20%
E : Sengon 100%
Biopelet maka karbon terikat akan semakin tinggi. Nilai karbon terikat yang di dapat
lebih besar dibandingkan dengan penelitian Rahman 2011 yaitu berkisar antara 4.92 –
11.85%. Hal ini disebabkan proses karbonisasi saat membuat arang sehingga
menghasilkan zat mudah menguap semakin menurun, kadar abu meningkat dan karbon
terikat meningkat pada biopelet. Analisa ragam menunjukkan perlakuan biopelet dengan
penambahan arang sekam padi tidak menghasilkan perbedaan nyata terhadap karbon
terikat biopelet.
6.Nilai Kalor
Nilai kalor adalah salah satu parameter dalam menentukan kualitas bahan bakar
yang dipengaruhi oleh nilai kadar abu dan karbon terikat (Lehtikanges 2001). Kalor
yang semakin tinggi menunjukan kualitas bahan bakar yang semakin baik (Rahman
2011). Hasil nilai kalor produk biopelet ini berbanding lurus dengan karbon terikat dan
kadar abu. Hal tersebut karena karbon pada bahan bakar yang menyebabkan banyak
terbakar sehingga meningkatkan kalor dan menghasilkan banyak kadar abu. Kalor
dipengaruhi juga oleh kadar air, nilai kalor berbanding terbalik dengan kadar air.
Semakin tinggi kadar air pada suatu bahan bakar maka kalor yang dihasilkan akan
semakin rendah.

Gambar 6 Nilai kalor biopelet pada berbagai persentase arang

Keterangan :
A : Sengon 20% + Arang sekam padi 80%
B : Sengon 40% + Arang sekam padi 60%
C : Sengon 60% + Arang sekam padi 40%
D : Sengon 80% + Arang sekam padi 20%
E : Sengon 100%
Tabel 5 Perbandingan Standar mutu nilai kalor di beberapa negara
Sumber Kalor(Cal g-1)
Standar Austria (ONORM M 7135)a ≥4299.3
Swedia (SS 18 71 20)a ≥4. 36.6
Standar Jerman (DIN 51371)a 4179.9 – 4657.6
Perancis (ITEBE)b ≥4. 36.6
Hasil Penelitian 4751.5 – 6217.12
Sumber: a)Hahn (2004); b)Douard (2007)
Penelitian ini menghasilkan nilai kalor berkisar antara 4751.50 cal/g– 6217.12
cal/g. Biopelet yang memiliki nilai kalor tertinggi adalah biopelet dengan penambahan
arang 80% dan terendah adalah biopelet sebuk sengon 100%. Gambar 6 menunjukkan
bahwa semakin tinggi persentase arang sekam padi maka semakin tinggi nilai kalor
yang dihasilkan. Nilai kalor biopelet yang dihasilkan jika dibandingkan dengan nilai
kalor batu bara dalam satuan volume masih lebih besar batu bara karena berat jenis yang
lebih tinggi dibandingkan dengan biopelet.
Uji analisa ragam menunjukkan biopelet dengan perlakuan peningkatan arang
sekam padi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kalor. Biopelet
dengan penambahan arang sekam 20% dan tanpa penambahan arang memberikan
pengaruh yang sama terhadap nilai kalor yaitu menurunkan nilai kalor. Biopelet dengan
penambahan arang sekam padi 40%, 60% dan 80% menghasilkan nilai kalor yang
semakin tinggi yang berbeda dengan penambahan arang 20% dan sebuk sengon 100%.
Nilai yang dihasilkan telah memenuhi standar biopelet Austria (ONORM M 7135),
Swedia (SS 18 71 20), Jerman (DIN 51371), dan Prancis (ITEBE), seperti yang
disajikan pada table 5.

7.Keteguhan Tekan
Keteguhan tekan merupakan daya tahan atau kekuatan yang dihasilkan suatu
bahan terhadap tekanan luar yang menyebabkan bahan tersebut pecah atau hancur
(Nurwigha 2012). Uji keteguhan tekan biopelet bertujuan mengetahui daya tahan
biopelet saat proses transportasi (Nurwigha 2012). Gambar 7 menunjukkan nilai kisaran
14.33 kg cm-2 - 21.91 kg cm-2 dan semakin tinggi persentase arang maka nilai keteguhan
tekan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh arang tidak mengandung lignin yang
bisa menjadi perekat yang dapat menurunkan keteguhan tekan biopelet.

Gambar 7 Nilai Keteguhan tekan biopelet pada berbagai persentase arang


Keterangan :
A : Sengon 20% + Arang sekam padi 80%
B : Sengon 40% + Arang sekam padi 60%
C : Sengon 60% + Arang sekam padi 40%
D : Sengon 80% + Arang sekam padi 20%
E : Sengon 100%
Berdasarkan hasil uji ragam menunjukkan bahwa perlakuan contoh uji
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai keteguhan tekan.
Keteguhan tekan biopelet ini lebih tinggi (14.33 kg/cm2 – kg/cm2) dibandingkan
dengan biopelet penelitian Rahman (2011) dengan nilai (7.59 kg/cm2 – 10.54 kg/cm2).
Analisis Data
Pengolahan data penelitian ini menggunakan Microsoft excel 2007 dan SAS
9.1.3, yaitu dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan faktor
tunggal yaitu 1 perlakuan dengan 5 taraf. Kombinasi 5 taraf tersebut yaitu 20% : 80%,
40% : 60%, 60% : 40%, 80% : 20% dan 100% serbuk sengon dengan 3 kali
pengulangan. Apabila hasil yang didapat berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji
lanjut wilayah berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test ).

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Penambahan arang sekam padi dalam biopelet serbuk sengon dan arang sekam
padi dapat menurunkan kadar air, meningkatkan kadar abu dan meningkatkan nilai
kalor. Meskipun terjadi peningkatan nilai kalor, namun penambahan arang sekam padi
menyebabkan kadar abu yang tidak sesuai dengan standar mutu. Produk biopelet yang
mempunyai kualitas terbaik yaitu pada 100% serbuk sengon yang nilai kerapatan, kadar
air, nilai kalor memenuhi standar mutu tetapi pada kadar abu hanya memenuhi standar
yang ditetapkan oleh Prancis (ITEBE).
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pegujian laju konsumsi
pembakaran untuk mengetahui efisiensi pembakaran dan kombinasi bahan baku biopelet
lainnya untuk menghasilkan biopelet yang berkualitas lebih baik lagi

BIOENERGI
Analisa Perbandingan Wood Pellet
dari Campuran Serbuk Kayu Sengon dengan Arang Sekam
Disusun Oleh:
Nama : M. Fadjrin Ismaily (0616 4041 1930)
Kelas : 5 EGD
Dosen Pembimbing : Zurohaina ,S.T.,M.T.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI DIV TEKNIK ENERGI
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
PALEMBANG
2018/2019

Anda mungkin juga menyukai