Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN....................................................................................................... 2
PELET KAYU............................................................................................................ 4
PERKEMBANGAN KEBUTUHAN PELET KAYU DUNIA................................................7
PROSES PEMBUATAN PELET KAYU SECARA UMUM...............................................15
PROSES DAN PERALATAN PEMBUATAN PELET KAYU.............................................23

DAFTAR GAMBAR
Gambar. 1 Global Regional Pellet Production 2013...............................................8
Gambar. 2 Global Regional Wood Pellet Production..............................................8
Gambar. 3 Pellet Prices for Commercial Use.........................................................9
Gambar. 4 Wood Pellet Demand (10,000 tons).....................................................9
Gambar. 5 Supplies of Wood Pellets....................................................................10
Gambar. 6 Wood Pellets 90 day Index................................................................14
Gambar. 7 Wood Pellet........................................................................................ 16
Gambar. 8 Mesin pelletizer kapasitas 10,5 ton/jam............................................20
Gambar. 9 Pellet Packing.................................................................................... 21
Gambar. 10 Biomassa......................................................................................... 22
Gambar. 11 Wood Pellet dan Biomass Briquette.................................................23

PENDAHULUAN

Ketergantungan energi dunia terhadap minyak bumi, gas dan batu bara
mengakibatkan semakin tingginya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di
atmosfir. Untuk itu berbagai negara di Eropa sudah menerapkan sumber-sumber
energi terbarukan sebagai alternatif energinya.
Kayu merupakan salah satu sumber energi yang diharapkan dapat menggantikan
sumber bahan bakar minyak, namun apabila kayu langsung dijadikan sebagai
bahan bakar mempunyai sifat-sifat yang kurang menguntungkan, antara lain
kadar air yang tinggi, bulki, mengeluarkan asap, banyak abu, dan nilai kalornya
rendah. Bahan bakar dari kayu yang umum digunakan secara langsung adalah
sebetan dan serbuk gergaji.
Kedua

limbah

tersebut

melalui

proses

lanjutan

berupa

penghancuran,

pengeringan dan pengepresan sehingga menghasilkan bahan bakar yang


dinamakan pelet kayu. Jenis bahan bakar ini merupakan bahan bakar kayu
alternatif yang dipandang memiliki keunggulan. Penggunaan pelet kayu sebagai
bahan bakar dapat dilakukan dengan menggunakan tungku untuk pemanas
ruangan yang sering digunakan di negara-negara 4 musim, tungku memasak,
boiler pelet, dan juga burner pelet kayu (wood pellet burner).
Pelet kayu menjadi perhatian utama saat ini karena faktor kemudahan dalam
bahan baku dan memiliki karakteristik yang ramah lingkungan. Pelet kayu
menghasilkan emisi (NOx, SOx dan HCL) yang lebih rendah dibanding limbah
pertanian seperti jerami atau sekam padi. Keuntungan lain pelet kayu dibanding
bahan bakar kayu lain seperti chip kayu (wood chip) antara lain
1. memiliki kalori lebih tinggi (pelet kayu 4,3 juta kal/ton; chip kayu 3,4 juta
kal/ton);
2. harga pelet kayu lebih tinggi; dimana pada tahun 2010 harga pelet kayu
334 US$/ton dan chip kayu171US$/ton.
Bahan baku pelet kayu dapat berasal dari limbah eksploitasi seperti sisa
penebangan, cabang dan ranting, limbah industri perkayuan seperti sisa
potongan, chip, serbuk gergaji dan kulit kayu.

Pabrik kayu lapis memiliki produksi sumber bahan baku yang sangat bagus untuk
dimanfaatkan menjadi pelet kayu, karena memiliki limbah kayu yang potensial
sebagai bahan bakunya. Oleh karena itu, alangkah bagus jika produk samping
dari pabrik kayu lapis dimanfaatkan menjadi pelet kayu agar dapat menjadi
bahan bakar.
Tabel 1 Komposisi Limbah Kayu Industri Kayu Lapis

PELET KAYU

Sebagai salah satu bahan bakar yang banyak dipakai oleh penduduk dunia, kayu
memiliki banyak keunggulan sebagai bahan bakar yaitu antara lain: Renewable.
Kayu sebagai bahan bakar terbarukan karena bisa diproduksi kembali Energi
yang dihasilkan tinggi namun emisi rendah (dibawah 0.1 kg CO2/kWh) sebagai
Bahan Bakar Karbon Netral (CNF, Carbon Neutral Fuel). Kayu dari pohon sebagai
bahan bakar alternatif selain minyak bumi dan batubara juga sekaligus berfungsi
penyerap karbon. Penggunaan bahan bakar kayu sebagai bahan bakar dapat
menumbuhkan

minat

masyarakat

menghijaukan

lahan

sehingga

tercipta

lingkungan yang lebih baik. Nilai dari diversifikasi produk olahan kayu atau
limbah kayu menjadi energi akan meningkatkan pendapatan baik tingkat
perusahaan maupun masyarakat.
Nilai Ekonomi Kayu sebagai Alternatif Bahan Bakar membuat sebagian besar
perusahaan dan masyarakat menanam pohon untuk dimanfaatkan kayunya. Nilai
ekonomis kayu dari pemanenan pohon telah banyak diketahui oleh semua
kalangan, namun nilai ekonomi kayu untuk bahan bakar misalnya pellet kayu
(wood pellet) belum banyak dikenal. Berikut perbandingan antara nilai ekonomi
kayu dan pellet kayu (kayu untuk energi).
Kegiatan penebangan pada hutan yang akan dipanen untuk kayu pertukangan
sebagian besar dilakukan dengan sistem tebang pilih atau tebang habis.
Misalnya pada lahan yang ditanami Acacia mangium (Akasia), dengan jarak
tanam 3 x 3 meter, dalam satu hektar lahan bisa ditanami sekitar 1100 pohon
akasia. Dengan asumsi satu pohon Akasia menghasilkan 1 m3 kayu dengan nilai
jual 1 m3 akasia = Rp. 800.000,- /m3, maka, nilai ekonomi dari kayu pertukangan
untuk 1 ha adalah Rp. 880.000.000,- (dalam 10-12 thn).
Untuk nilai ekonomi pelet kayu, asumsinya bila 1 pohon akasia menghasilkan 1
m3 kayu tebangan dimana berasal dari 67% dari keseluruhan pohon akasia,
maka 33% atau sebesar 0,33 m3 merupakan hasil sampingan dari tebangan
pohon tersebut. Apabila dalam 8 tahun pohon akasia yang di tebang adalah 20%
dari keseluruhan batang pohon akasia per ha sama dengan 220 pohon akasia
maka hasil sampingannya adalah 72,6 m 3. Jika berat jenis akasia adalah 450
kg/m3 maka dalam satu periode penebangan akasia produk hasil sampingnya

sebesar 32,67 ton. Misalnya harga pasar 1 ton pellet kayu di pasar AS berkisar
antara US$ 200 250/ton maka dengan asumsi nilai tukar rupiah sebesar Rp.
13.000,- nilai ekonomi minimal yang diketahui adalah sekitar Rp. 84.942.000,-.

Tabel 2 Analisis ekonomi dari penanaman sampai produksi kayu


No

Deskripsi

Nilai

Jarak tanam

3 x 3 meter

Jumlah pohon

1.100 buah

Lahan yang ditanami pohon

1 hektar

Basis produksi kayu

1 m3 kayu per pohon

Basis nilai jual kayu per 1 m3

Rp. 800.000,-

Nilai ekonomi produksi kayu

Rp. 880.000.000,- per hektar

Waktu perolehan

10-12 tahun

Tabel 3 Analisis ekonomi dari produksi pelet kayu


No

Deskripsi

Nilai

Waktu produksi

8 tahun

Jumlah pohon

1.100 buah

Pohon yang ditebang

220 buah (20%)

Basis produk samping

33%

Volum Pelet yang diproduksi

72,6 m3

Basis masa jenis pelet

450 kg/m3

Massa Pelet yang diproduksi

32,67 ton

Basis harga jual (di pasar AS)

$200-250 per ton

Basis nilai tukar rupiah

Rp 13.000 / USD

Nilai ekonomi produksi pelet kayu

Rp. 84.942.000,- per hektar

10

Biomasa berkayu memiliki komponen dasar dan sejumlah bahan yang sangat
sedikit. Tiga komponen utama tersebut adalah struktur polimer organik alami,
yakni selulose, hemiselulose dan lignin. Komponen paling penting untuk proses
pemelletan adalah lignin, karena lignin sebagai perekat alami yang membuat
partikel berkayu dalam pellet lebih kuat. Bahan baku kayu bisa dibedakan

menjadi 2 kelompok besar, yakni softwood (kayu lunak) dan hardwood (kayu
keras). Faktor pembedanya antara lain nilai kalor, kadar abu dan kandungan
lignin. Hasil terbaik untuk produksi pellet didapat dari bahan baku batang kayu.
Pellet tersebut adalah pellet kualitas premium (kadar abu terendah, mechanical
durability tertinggi dan sebagainya) dan masuk standar A1 Class Pellet.
Produksi pellet tersebut bisa dicapai jika menggunakan bahan

baku serbuk

gergaji.
Biomasa pada umumnya memiliki volume yang besar sehingga tidak efisien
dalam pengangkutan dan penanganannya. Sehingga untuk mengatasi masalah
tersebut volume biomasa perlu dikecilkan dengan dimampatkan dengan alat
press. Pengaplikasian tekanan apalagi dengan suhu tinggi membuat biomasa
tersebut akan mampat dan merekat kuat. Pemampatan tersebut akan membuat
bahan bakar padat yang memiliki densitas lebih tinggi dan energi tiap
volumenya sama. Pada umumnya dengan cara ini tidak dibutuhkan lagi
tambahan perekat dari luar karena senyawa lignin dalam biomasa tersebut yang
akan berperan sebagai perekat.
Contoh-contoh pelet kayu dan karakteristiknya disajikan berikut.
1. Pelet batang
Bahan dasar pelet ini adalah, batang jagung, jerami gandum, jerami padi, kulit
kacang tanah, tongkol jagung, ranting kapas, batang kedelai, gulma (rumput
liar), ranting, dedaunan, serbuk gergaji, dan limbah tanaman lainnya. Setelah
bahan baku diremukkan, lalu ditekan, dan dicetak, dibentuk menjadi bentuk
pelet dengan memberikan tekanan antara roller dan dies pada bahan. Densitas
bahan semula sekitar 130kg/m3, tetapi densitas pelet menaik hingga di atas
1100kg/m3, sehingga memudahkan untuk disimpan dan ditranspor, sekaligus
nilai bakarnya meningkat.

Gambar. 1 Pelet batang

2. Pelet Bagas
Bagas (ampas tebu) memiliki kandungan energi dan kualitas bakar tinggi.
Prosedur produksinya: pengumpulan bahan mentah, pengeringan, peletisasi, dan
pengepakan. Kualitas bahan tergantung kepada periode penanaman. Semua
bahan dapat disimpan secara efisien pada waktunya, kemudian dikeringkan, dan
dipeletisasi tebu sekitar 20-25%. Pelet bagas memiliki nilai kalori tinggi 3.4004.200 kKal/kg (sebelum dipeletisasi hanya sekitar 1.825 kKal/kg, dan bila bagas
mentah itu hanya dipanaskan menggunakan gas buang dari cerobong ketel,
kadar air ampas turun 40%, dan nilai kalor menjadi 2305 kKal/kg.

Gambar. 2 Pelet bagas

3. Pelet Serbuk Gergaji


Jalur produksi pelet serbuk gergaji: pengumpulan bahan, pengeringan, peletisasi
dan pengepakan. Kandungan air serbuk gergaji sekitar 30-45% dan harga bahan
mentah sekitar 21,05 - 24,29 USD/ton. Nilai kalorinya dapat mencapai 4.000 4.500 kKal/kg.

Gambar. 3 Pelet serbuk gergaji

4. Pelet Ranting
Jalur

produksi

pelet

ranting:

pengumpulan

bahan

mentah,

peremukan,

pengeringan, peletisasi dan pengepakan. Biaya bahan mentah ~16,19 USD/ton.


Nilai kalori pelet ranting lebih rendah dari pelet serbuk gergaji.

Gambar. 4 Pelet ranting

Salah satu peran pelet kayu adalah sebagai pengganti batubara. Penggunaan
batubara sebagai bahan bakar padat menghasilkan emisi CO2 yang sangat besar
di lingkungannya, oleh karena itu penggunaan batubara sebagai bahan bakar
mulai diturunkan. Berikut beberapa alasan yang membuat pelet kayu lebih
disukai dibandingkan batubara:

Pelet kayu berasal dari kayu merupakan bahan bakar terbarukan, dan
ramah lingkungan, sedangkan batubara tidak terbarukan dan kurang
ramah lingkungan. Oleh karena itu, pemanfaatan batubara di level
internasional

berkurang

secara

bertahap.

Sehingga

ada

peluang

menggantikan peran batubara untuk pasokan listrik nasional menjadi


berbahan bakar pelet kayu.

Kalori pelet kayu setara dengan kalori batubara kalori rendah rendah (low
rank coal).

Produksi emisi karbon lebih rendah daripada batubara.

Biaya listrik yang dihasilkan pelet kayu sama dengan yang dihasilkan gas
alam sehingga lebih ekonomis daripada batubara.

Jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk pengoperasian PLTU pelet kayu
(termasuk penyiapan infrastruktur pelet kayu) sekitar 3.480 orang,
sedangkan PLTU batubara dengan daya yang sama membutuhkan pekerja
sekitar 2.540 orang, sehingga penggunaan pelet kayu untuk pasokan
listrik akan menambah lapangan kerja.

Permintaan

pelet

kayu

berkelanjutan

dalam

jangka

panjang

akan

memotivasi pemangku kepentingan untuk melestarikan dan memperbaiki


manajemen hutan, sekaligus mengembangkan lahan kritis menjadi hutan
tanaman industri khusus pelet kayu (misalnya kayu Kaliandra Merah,
Mahang, dsb).

Permintaan pelet kayu yang datang dari segenap penjuru dunia terus
berdatangan ke Indonesia yang berpotensi meningkatkan pendapatan
masyarakat.

Indonesia memilik potensi menghasilkan listrik biomassa ~49,8 GW


(Indonesia cuma perlu tambahan listrik nasional 35 GW). Potensi
biomassa Indonesia sekitar 146,7 juta ton/tahun yang berasal dari residu
padi (150GJ/th), kayu karet (120 GJ/th), residu gula (78 GJ/th), residu
kelapa sawit (67 GJ/th), dan sampah organik lain (20 GJ/th).

Anda mungkin juga menyukai