Anda di halaman 1dari 8

KILAS BALIK PARA PENGUSAHA SABUT KELAPA

Ekspor sabut kelapa Indonesia memiliki peluang yang besar untuk prospek ekspor. Potensi
pengolahan sabut kelapa menjadi berbagai produk turunan sangat diminati oleh negara asing.
Permintaan pasar global utamnaya ekspor sabut kelapa Indonesia sangat prospektif untuk
ditingkatkan. Hal ini seiring dengan meningkatnya permintaan produk turunan kelapa di pasar
global sebagai bahan baku Industri. Melihat negara Indonesia adalah negara kepulauan penghasil
kelapa terbesar di dunia. Apabila dikalkulasi rata-rata produksi buah kelapa mencapai 15 milyar
butir kelapa.  Dalam 1 kg sabut kelapa itu dihasilkan dari 8 butir kelapa. Bila hasil produksi
buah kelapa di Indonesia mencapai 15 miliar butir, artinya saat ini kita mampu memproduksi
sabut kelapa sebanyak 1.875.000.000 kg atau sekitar 1,875 juta ton sabut kelapa per tahun.

Pasar ekspor dan domestik menyerap produk itu dalam jumlah besar. Namun sampai
sekarang potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya.
Dengan melihat potensi yang jauh lebih besar menarik berbagai kalangan pengusaha sabut
kelapa mengembagnkannya sampai pada skala ekspor. Berikut beberapa perusahaan dan
pengusaha yang telah berhasil mencapai target ekspor.

A. PT. Sumber Pangan Indonesia (PT. SPI)

Produk turunan kelapa Indonesia seperti cocopeat cukup diminati pasar Timur Tengah,
utamanya negara Uni Emirat Arab. Produk Cocopeat ini adalah produk turunan kelapa yang
berasal dari coconut fiber atau coconut coir, disebut pula serabut kelapa yang banyak
dimanfaatkan sebagai bahan media tanam budidaya, pupuk dan absorben dalam industri.
Cocopeat umumnya dikemas dalam bentuk kemasan serbuk curah atau dalam kemasan kompres
(mampat dan padat) berbentuk balok (briket), lempengan papan, dan lempengan cakram. 

Gambar. Produk Cocopeat siap ekspor, sumber: https://www.liputan6.com/bisnis/read/4342740/ekspor-cocopeat-indonesia-


meramaikan-pasar-dubai-di-masa-pandemi
PT. Sumber Pangan Indonesia (PT. SPI), sebagai salah satu pelaku usaha nasional binaan
Ditjen Perkebunan yang bergerak dalam bidang perdagangan khususnya agrobusiness telah
berpengalaman dalam bisnis industri pengolahan kelapa menjadi cocopeat, tepung kelapa  dan
olahan sampai mampu melakukan ekspor ke Dubai, UEA. Direktur Utama, PT. SPI, Siti Saidah,
pada tanggal 26 Juli 2020 telah melakukan stuffing 3 container Cocopeat atau sekitar 20 ton
melalui Pelabuhan  Tanjung Perak, Surabaya Jawa Timur. PT. SPI telah lama menjajaki dan
melakukan kontrak kerjasama jangka panjang dengan salah satu perusahaan besar di Dubai ,
UAE untuk supply buah Kelapa dan produk turunannya seperti cocopeat, tepung Kelapa, dan
lainnya.

Harapan dari kerjasama ekspor ini (business to bussiness) dengan pelaku usaha di UAE


ini dapat membawa manfaat bukan hanya bagi  perusahaan tapi bisa mensejahterakan  para
petani Kelapa, dan juga dapat menambah devisa negara.  Pemerintah melalui Direktur Jenderal
Perkebunan, menyatakan apresiasi setinggi-tingginya atas dukungan PT. SPI untuk
mensukseskan peningkatan ekspor komoditas perkebunan Indonesia utamanya produk turunan
kelapa. Selaras dengan program Direktur Jenderal Perkebunan yaitu program Gratieks yaitu
Gerakan 3x lipat ekspor hingga tahun 2024. Ditjen. Perkebunan terus memfasilitasi petani untuk
memberikan bantuan sarana alat pascapanen dan pengolahan untuk menghasilkan produk-
produk kelapa bernilai tambah tinggi. Produk-produk ini sudah punya pasar sendiri dan
seharusnya kita bisa lebih dorong daya saing nya lebih baik di pasar dalam negeri dan dunia.
Dengan adanya kegiatan ekspor sabut kelapa menurut Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perkebunan, Ir. Dedi Junaedi, bahwa aktivitas ekspor yang dilakukan PT. SPI seharusnya bisa
menjadi raw model bagi pengusaha lain di bidang kelapa dan turunannya agar lebih bernilai
tinggi.

Gambar. Pelepasan Ekspor Cocopeat Indonesia ke Pasar Dubai, 2020, sumber: https://ditjenbun.pertanian.go.id/ekspor-cocopeat-
indonesia-meramaikan-pasar-dubai-dimasa-pandemic/
Lebih lanjut dikatakan bahwa pemanfaatan sabut/ serabut kelapa untuk cocopeat ini
masih bisa dikembangkan karena pengolahan sabut kelapa dapat menghasilkan produk-produk
primer lainnya yaitu (1) Serat panjang (serat), (2) Serat halus atau serat pendek (Bristle), dan (3)
Debu atau serbuk sabut. Serat dapat diproses menjadi matras, karpet, geotextile, dan lain-lain,
sedangkan debu / serbuk sabut diproses lebih lanjut menjadi kompos, partikel papan untuk
mebel, atau cocopeat. 1

B. Pengusaha Serabut Kelapa Pangandaran Jawa Barat

Pengusaha limbah serabut kelapa di Kecamatan Parigi, Pangandaran, Jawa Barat bernama
Yohan Wijaya telah membuktikan di masa covid dan pascanya telah mampu menghasilkan
produk turunan sabut kelapa berupa Cocofeat dan Cocofiber. Cocofeat dan Cocofiber diolah
menjadi media tanam dan produk kreatif lainnya. Kreasi dari serabut kelapa ini dipasarkan
sampai ke luar negeri.

Gambar. Kisah pengrajin serabut kelapa di Pangandaran yang raup omzet hingga Rp 8 M, sumber:
https://www.merdeka.com/jabar/cerita-yohan-wijaya-pria-asal-pangandaran-yang-raup-untung-rp8-m-dari-serabut-kelapa.html

Produk unggulan dari pengusaha tersebut telah dipasarkan ke laur negeri. Berbagai karya
produk seperti bantalan jok mobil, belt lading, peredam, pengganti kom, hingga pembuatan
matras, tali, kasur, sofa dikirim hingga ke Tiongkok dan Jepang. Awal mula bisnis yang
dilakukan Yohan Wijaya adalah melimpahnya limbah dari kelapa di sekitar desanya tersebut.
Bahkan disebutkan bahwa limbah itu termasuk kategori limbah yang dianggap meresahkan
lingkungan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Pangandaran. Sejak saat itu, mulai
2016 bersama Koperasi Produsen Mitra Kelapa (KPMK) Yohan berusaha mengambil peluang
untuk mengolahnya limbah tersebut. Ia olah Cocofeat dan Cocofiber menjadi produk yang
memiliki nilai jual cukup tinggi. Cara yang dilakukan Yohan Wijaya adalah menggerakkan
komunitas karang taruna setempat. Dengan menggerakkan sumber daya manusia yang ada di
wilayahnya dapat mengolah limbah kelapa yang tak terpakai menjadi serabut kelapa. Usaha ini
1
Reza. (2020). Ekspor Cocopeat Indonesia Meramaikan Pasar Dubai di Masa Pandemi. Diakses dari
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4342740/ekspor-cocopeat-indonesia-meramaikan-pasar-dubai-di-masa-pandemi
dapat menjadi solusi di tengah tingginya angka pengangguran saat pandemi Covid-19.
Pengolahan limbah sabut kelapa bisa menjadi usaha menjanjikan yang menghasilkan bagi
masyarakat.

Terdapat dua produksi olahan dari sabut kelapa yaitu kulit atau tapasnya yang diuraikan
menjadi serat. Produk serat dari Cocofeat dan Cocofiber serta media tanam yang ke China.
Selain ke Tiongkok, ekspor serabut kelapa sampai ke negara Korea Selatan, Belgia, Jerman, ada
juga dari Israel untuk media tanam. Target tiap tahun adalah 100 kontainer per-tahun. Salah satu
kendala dalam melaksanakan bisnis ini adalah factor cuaca. Kalkulasi dalam setahun
pembudidaya dapat menghasilkan omzet hingga Rp8 milyar per tahun. Pengusaha dapat
memenuhi pesanan sekitar lima sampai delapan kontainer dalam satu bulan, atau jika dihitung
bisa mencapai 65 armada per tahun. Terkadang pelaksaaan ekspor ke negara peminat atau buyer
belum memenuhi pesanan. Pernah suatu kali pemilik mendapatkan permintaan sampai 200
kontainer, dengan nominal sekitar 8 miliar pertahun.2 Dengan adanya usaha di bidang serabut
kelapa menurut , Kepala Unit Pelaksanaan Pengembangan UMKM Keuangan Inklusif dan
Syariah BI menjadi peluang yang menjanjikan terutama pemulihan pasca pandemi. Melihat
potensi awalnya sabut kelapa belum memili nilai, kini mampu menjadi peluang untuk di ekspor.
Hal ini dapat menjadi solusi sekaligus memotivasi bagi masyarakat khususnya mengoptimalkan
sumber daya alam di lingkungan sekitar terutama yang tak terpakai.3

C. PT Sribana Agro Persada


Latar belakang berdirinya bisnis pengolahan serabut kelapa adalah kurangnya minat dari
pelaku bisnis. Hal ini menjadikan potensi pengolahan sabut kelapa tidak maksimal. Merujuk
data Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera
Selatan, mencatat potensi ekonomi yang hilang dari pembuangan atau pembarakan sabut kelapa
senilai Rp 143 miliar per tahun. Melihat potensi dan prospek yang besar dari pengolahan sabut
kelapa tersebut, membuat Ruddy Dimyati dan Cristhoper Teophilus Mamahit, memilih untuk
fokus pada bisnis industri serat kelapa sejak 2017. Akhirnya keduanya mendirikan PT Sribana
Argo Persada pada tahun 2017. Letak perusahaan berada di desa Kranjingan, Kabupaten Jember,
Jawa Timur. Perusahaan ini mengolah sabut kelapa menjadi serabut kelapa yang berbentuk
serbuk (cocopeat) dan cocofiber. Permintaan dari pasar internasional adalah bentuk olahan
(cocopeat) dan cocofiber.

2
Nurul Diva Kautsar. (2020). Cerita Yohan Wijaya, Pria Asal Pangandaran yang Raup Untung Rp. 8 M dari Serabut Kelapa.
Diakses dari https://www.merdeka.com/jabar/cerita-yohan-wijaya-pria-asal-pangandaran-yang-raup-untung-rp8-m-dari-serabut-
kelapa.html
3
https://www.merdeka.com/jabar/cerita-yohan-wijaya-pria-asal-pangandaran-yang-raup-untung-rp8-m-dari-
serabut-kelapa.html
Adanya potensi ekonomi yang tinggi mendorong keyakinan founder untuk memproduksi
sabut kelapa skala besar. Produk olahan berupa cocopeat digunakan untuk untuk media tanam
tumbuhan dan alas ternak (kuda dan Sapi) dan cocofiber banyak digunakan di pasar Asia sebagai
matras (alas tidur). Sribana Agro Persada mengekspor produknya. Sekitar 90% dari jumlah total
produk dialokasikan untuk pasar ekspor. Cocopeat diekspor ke Korea Selatan dalam bentuk
kemasan blok 5 kg dan 30 kgs, dengan potensi ekspor sebulan sebanyak 8 container 40 feet high
cube. Sedangkan untuk cocofiber di ekspor ke China, dengan jumlah sebanyak
8 container 40 feet high cube. Ekspor produk itu membuka peluang Sribana Agro Persada untuk
mencatatkan omzet senilai Rp 500 juta per bulan atau Rp 6 miliar/tahun.
Dalam hal ini faktor teknologi menjadi sangat penting dalam pengolahan sabut kelapa.
Sabut kelapa sesia spesifikasi yang diinginkan yakni cocopeat dan cocofiber. Mesin yang
diciptakan melalui proses Panjang selama 5 tahun untuk mencapai keefektifannya. Hingga saat
ini dapat menghasilkan produk yang mampu diekspor ke berbagai negara. Permintaan cocofiber
ke China meningkat mengingat adanya lockdown pada saat itu. Terdapat pula pasang surut
dalam berbisnis, yaitu saat penurunan permintaan cocofiber. Untuk mensiasati hal tersebut
founder membuat produk akhir akhir cocofiber menjadi coir rope. Mesin pintal yang didatangkan
khusus dari India. Pangsa pasar dari produk coir rope adalah negara Korea Selatan. Pilihan ini
dilakukan sebagai terobosan bisnis untuk menjaga laju bisnis yang berkelanjutan
Adapun   coirope banyak digunakan untuk industry pertanian dan perikanan .

Gambar. Bentuk olahan cocofiber menjadi Coir rope skala ekspor, sumber
https://inaexport.id/produk/other-garden-supplies/11645/coconut-coir-rope
(kiri-kanan) Ruddy Dimyati, Direktur Utama PT Sribana Agro Persada, dan Cristhoper
Teophilus Mamahit, Direktur PT Sribana Agro Persada. (Foto : Dok)
Salah satu produk dari coirope, yakni cocomesh, digunakan sebagai media perbaikan
lahan bekas tambang dan penahan longsor. Namun, sangat disayangkan rupanya
produk turunan kelapa, tersebut tidak berjaya di pasar lokal. “Seharusnya pemerintah
mulai memikirkan agar potensi industry serabut kelapa ini, juga dapat berkembang,
sebagaimana di India yang mempunyai organisasi khusus untuk riset dan pemasaran”
ujar Cristhoper.
Saat ini dengan pelambatan permintaan luar negeri, banyak pelaku usaha mikro
pengolahan sabut kelapa di berbagai wilayah Indonesia, telah tutup dan tidak
beroperasi, dikarenakan tidak mampu bersaing harga dengan produk dari Vietnam dan
India. “Dengan penciptaan market lokal, contohnya kewajiban bagi pengusaha
tambang untuk melakukan reklamasi lahan tambang dengan mengunakan cocomesh,
maka akan menjadi efek domino perekonomian serta mengkreasikan ekonomi sirkular,”
ucap Cristhoper.
Ruddy dan Cristhoper optimistis segmen bisnis yang digarap Sribana Agro Persada itu
menciptakan produk yang bernilai tambah untuk pasar domestik dan internasional.
“Selain itu, kami menciptakan ekosistem ekonomi sirkular lantaran mengolah sabut
kelapa yang dianggap limbah dan terbuang serta bermitra dengan para petani,” imbuh
Cristhoper. Sribana Agro Persada telah menjaring konsumen dari kelompok usaha
papan atas, seperti Sinar Mas melalui PT SMART Tbk. 4

4
Vicky Rachman. (2022). Bisnis Pengolahan Serabut Kelapa Mengkreasikan Ekonomi Sirkular. Diakses dari
https://swa.co.id/swa/trends/bisnis-pengolahan-serabut-kelapa-mengkreasikan-ekonomi-sirkular?page=2
Sigit Raup Belasan Juta dari Limbah
Sabut Kelapa
Pandemi Covid-19 membuka peluang usaha bagi Sigit Indra Wahyudi. Sejak
September 2020 lalu, ia memulai bisnis bahan dasar media tanam cocopeat.
"Karena pandemi, banyak orang jadi memiliki hobi untuk bercocok tanam,
merawat tanaman hias, dan kita coba untuk menyediakan media tanamnya,"
jelas Sigit Indra Wahyudi, Rabu (27/01/2021).
Sigit memulai bisnis tersebut bersama rekannya, di kawasan Palaran dengan
bermodalkan ilmu pengetahuan dari Youtube. "Setelah itu kita pindah ke kios
ini, dan namanya Cocofiber Loa Bakung," tambahnya. Lokasi kios Sigit
berada di daerah di Jl KH Mansyur, Kulurahan Loa Bakung, Samarinda.

Pengusaha cocopeat asal Samarinda, Sigit indra Wahyudi. https://pusaranmedia.com/read/1272/sigit-raup-belasan-


juta-dari-limbah-sabut-kelapa

Dua ton dapat ia hasilkan ketikal awal memulai bisnis pada September 2020
silam dengan modal Rp5 juta. Jalan lima bulan kemudian, ternyata bisnisnya
berkembang pesat dan dapat menghasilkan 4 sampai 5 ton.
Beberapa kota Kaltim kini telah menjadi pasar penjualan produknya. Sebut
saja Samarinda, Kutai Kartanegara, Berau, Kutai Timur, Balikpapan,
Bontang, dan juga Penajam Paser Utara. "Dalam sehari, cocopeat yang
terjual sebanyak 25 pot. Dengan harga mulai dari Rp23 ribu sampai Rp33
ribu," ungkapnya.
Bahkan Sigit mengaku pernah melakukan pengiriman untuk wilayah luar
Kaltim, tepatnya menuju Sumatera Utara. "Tapi pengiriman itu hanya
beberapa kali saja," beber dia.
Pendapatan yang dihasilkan dari bisnis cocopeat Sigit mencapai Rp150 ribu
perhari. Jika dikulkalisakan sebulan, maka bisa mencapai Rp15 juta, bahkan
lebih.
Saat ini karyawan Sigit sudah cukup banyak. Mengingat sudah ada sembilan
mitra pengerajin. Dirinya pun berharap bisa menambah mitra lagi. Baik di
Kota Tepian, atau pun di luar kota.
"Mitra pengerajin (seperti cabang) yang kita punya sudah ada sembilan, tapi
baru di Samarinda. Tiga di Palaran, sisanya di sini (Samarinda Kota),"
tuturnya.
Dirinya bahkan mengklaim, untuk di wilayah Kaltim cocofiber yang terkenal
hanya miliknya. Karena baru dirinya yang melihat, dan memiliki beberapa
mitra pengerajin di beberapa wilayah Samarinda.
Sigit sangat antusias menjalankan bisnisnya.Karena secara tidak langsung,
menurutnya usaha tersebut membuka lapangan pekerjaan baru. Mengingat,
beberapa perusahaan harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dan peluangnya pun masih tinggi.
"Banyak banget yang di PHK karena pandemi, saya cuma bisa membantu itu,
dan kalau bisa memperbanyak mitra pengerajin, justru (sangat) bersyukur,"
tandasnya.5

5
Muhibar Sobary A.(2021). Sigit Raup Belasan Juta dari Limbah Sabut Kelapa
https://pusaranmedia.com/read/1272/sigit-raup-belasan-juta-dari-limbah-sabut-kelapa

Anda mungkin juga menyukai