Anda di halaman 1dari 8

Peluang Usaha Obat Herbal dan Jamu Terbuka Lebar

Logo Farmasi Fitofarmaka Sari Ayu Potensi industri jamu atau obat herbal Indonesia hingga kini belum tergarap maksimal. Kondisi ini disebabkan minimnya dukungan pencatatan dan penelitian terpadu mengenai khasiat obat dari bahan baku herbal. Sedangkan dari sisi pangsa pasar animo masyarakat Indonesia dari pedesaan hingga kota besar akan obat herbal dan jamu yang natural meningkat tajam karena kesadaran akan Back To Nature yang semakin meningkat. Belum tergarapnya potensi jamu dan obat herbal terlihat dari omzet industri jamu, yang pada tahun 2010 ini diperkirakan sekitar Rp 10 triliun. Angka ini masih jauh di bawah proyeksi ideal Rp 40 triliun. Melihat kesenjangan yang tinggi antara pasar nyata dan potensi industri maka peluang usaha dan bisnis obat herbal serta jamu sangatlah besar dan diproyeksikan siapapun yang lebih cepat untuk menggarap pasar ini dengan strategi marketing seperti pembuatan brosur, banner, website, billboard, iklan cetak dan corporate identity yang baik seperti pembuatan logo, kartu nama, kop surat akan meraih keuntungan yang besar bahkan break event point yang cukup cepat. Analisa Potensi Pasar Obat Herbal dan Jamu Presiden Direktur PT Deltomed Laboratories, Nyoto Wardoyo, di sela-sela penambahan fasilitas produksi standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) di Nambangan, Kabupaten Wonogiri mengungkapkan besarnya peluang usaha pada industri ini. PT. Deltomed adalah salah satu dari sedikit perusahaan yang sangat menyadari pentingnya logo yang baik dan mudah diingat. PT Deltomed Laboratories merupakan produsen dari 10 jenis obat herbal yang tergolong perusahaan obat herbal kelas dunia. Penambahan fasilitas ini berupa perluasan pabrik dari 2.500 meter persegi menjadi 12.000 meter persegi, serta penambahan mesin yang memungkinkan proses produksi terintegrasi. Investasi ini mencapai Rp 200 miliar dan belum termasuk untuk investasi keperluan marketing seperti pembuatan logo. Sekarang ini animo masyarakat untuk menggunakan obat alamiah bagus, bahkan naik, karena adanya pemahaman untuk kembali ke alam. Tantangannya, bagaimana memaksimalkan potensi itu, ujarnya. Tetapi untuk memulai bisnis farmasi dan fitofarmaka skala usaha kecil menengah atau UKM tidaklah diperlukan modal besar hingga milyaran rupiah

sekarang dengan modal usaha berkisar 50 juta telah dapat mendirikan pabrik farmasi dan fitofarmaka ini, apalagi harga pembuat logo yang murah maka kesuksesan usaha anda semakin terjamin.

Pengusaha membutuhkan dukungan lewat penelitian bahan baku herbal maupun dorongan perbaikan kualitas dari mulai pemilihan bibit, masa tanam, pascapanen hingga untuk kepetingan promosi dan marketing dari produk tersebut. Dari sisi marketing masih sedikit sekali pengusaha atau perusahaan yang memiliki kesadaran pentingnya sebuah logo produk ataupun logo perusahaan dalam meningkatkan penjualan. Padahal dalam dunia yang kompetitif, meskipun peluang usaha pada bisnis ini masih terbuka lebar, penting sekali memenangkan hati dan pikiran konsumen tentang siapa yang memiliki produk terbaik dan ini dapat diraih dengan memiliki logo produk dan perusahaaan yang keren, profesinal dan terkesan modern. Contohnya adalah Korea Selatan yang sumber daya herbalnya terbatas, tetapi bisa terkenal dengan ginseng. Hal ini karena dukungan pemerintahnya luar biasa dalam meneliti ginseng, sehingga ada kajian terperinci mengenai khasiat dan manfaatnya. Diharapkan nanti dokter mau memakai tanaman herbal itu untuk pengobatan medis. Saat ini belum digunakan, karena landasannya belum lengkap, katanya. Direktur Pelaksana PT Deltomed Laboratories Mulyo Rahardjo menambahkan, perlunya upaya bersama antara pengusaha jamu untuk memotivasi masyarakat menggunakannya sebagai upaya pencegahan maupun penyembuhan penyakit. Analisa BEP (Break Event Point) Dalam Industri Obat Herbal dan Jamu Analisis BEP bertujuan menemukan satu titik baik dalam unit maupun rupiah yang menunjukan biaya sama dengan pendapatan. Dengan mengetahui titik tersebut, berarti dalam padanya belum diperoleh keuntungan atau dengan kata lain tidak untung tidak rugi. Sehingga dikala penjualan permisi lewat melebihi BEP maka mulailah keuntungan diperoleh. Sasaran analisis BEP (Break Event Point) tidak lain mengetahui pada tingkat volume berapa titik impas berada. Dalam kondisi lain, analisis BEP pun digunakan untuk membantu pemilihan jenis produk fitofarmaka ini atau proses dengan mengidentifikasi produk atau proses yang mempunyai total biaya terendah untuk suatu volume harapan. Sedangkan dalam pemilihan lokasi untuk mendirikan pabrik farmasi fitofarmaka ini, analisis BEP dipakai untuk menentukan lokasi berbiaya total terendah, yang berarti total pendapatan tertunggi untuk kapasitas produksi yang ditentukan. Analisis BEP dibedakan antara penggunaan untuk produk tunggal dan atau untuk beberapa produk sekaligus. Mayoritas perusahaan memproduksi atau menjual lebih dari satu produk menggunakan fasilitas yang sama. Seperti alfamart di dalamnya tidak hanya sekedar menjual obat dengan logo Stimuno saja. Disadari maupun tidak sekarang adalah diketahui bahwa

menghitung BEP lebih dari satu produk sedikit sukar. Kesukaran muncul karena kekaburan biaya tetap untuk masing-masing produk. Namun kesukaran demikian telah terpecahkan melalui perhitungan bukan untuk per jenis produk melainkan semua produk yang terlibat menggunakan kontribusi penjualan setiap produk. Pada perusahaan obat herbal dan jamu yang baru mulai perhitungan BEP dapat lebih sederhana karena hanya memasukkan unsur biaya pendirian yang meliputi biaya notaris, biaya hukum, biaya pembuatan corporate identity seperti pembuatan logo, kartu nama dan kop surat.

Jamu untuk Rakyat, Omzetnya Mencapai Rp 13 Triliun 15 Juli 2013 | 0 Komentar Jamu tidak hanya menyehatkan, tetapi juga menghidupi rakyat. Tidak mainmain, omzet bisnis jamu herbal di negeri ini mencapai Rp 13 triliun per tahun. Pabrik jamu, petani jahe, temu lawak, sampai simbok-simbok penjual jamu gendong ikut kecipratan rezeki. Patung ibu penjual jamu gendong menyambut kita ketika memasuki kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Ia seperti mengucapkan sugeng rawuh, selamat datang ke negeri jamu. Dan benar. coba masuk ke Pasar Nguter, Sukoharjo, yang merupakan pasar khusus jamu. Di sana bahan herbal, bahan jamu, godhogan (rebusan), dan produk jamu kelas besar hingga skala rumahan menyesaki kios-kios yang tak pernah sepi pembeli, Jamu gendong tentu saja tersedia dan siap diminum segarsegar. Melihat merek-merek jamu dan nama kios jamu di Pasar Nguter, kita seperti berkelana ke jagat pewayangan. Tersebutlah antara lain jamu cap Puntodewo, Gatutkoco, Werkudoro, Wisanggeni, Narodo, dan ada pula jamu Sabdo Palon. Tak kurang dari 60 merek jamu lokal hadir di Pasar Nguter. Jamu dikemas dengan gaya memikat. Kemasan jamu Arum Dalu bikinan perusahaan Jamu Gatotkaca, misalnya, tampil dengan gambar gadis muda tersenyum manis. Dalam bungkusnya tertera khasiat menaikkan performa wanita dan bisa menambah keharmonisan suami istri. Dengan gimmick serupa ditawarkan pula jamu Kuat Lelaki cap Macan. Gambarnya adalah cowok kekar dalam pelukan gadis plus macan tutul melompat garang. Yang ingin tubuh singset, tersedia jamu Slimming Bodipas. Konsumen anak-anak pun terlayani. Misalnya jamu Sabdo Kido yang dalam bungkusnya disebut bisa menambah nafsu makan dan meningkatkan daya tahan. Anak-anak tidak perlu dicekoki jamu karena jamu ini disajikan dalam rasa beragam, seperti anggur, stroberi, jeruk, dan melon. Produk herbal berupa jamu memang meriah. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia Jawa Tengah Nyoto

Wardoyo (54) mencatat lebih dari 1.150 industri jamu tersebat di Indonesia. Dari jumlah itu hanya 100 perusahaan yang tergolong industri besar. Mayoritas perusahaan jamu berlokasi di Jawa Tengah. Kebayakan dari perusahaan jamu ini justru industri rumah tangga. Industri jamu terus berkembang dengan potensi yang besar. Harus higienis dan dibungkus ilmu pemasaran yang baik, kata Nyoto yang juga menjabat Presiden Direktur Deltomed Laboratories. Dokter jamu Riuhnya produk herbal di Pasar Nguter menjadi salah satu indikator bahwa jamu memang dibutuhkan rakyat jauh sebelum munculnya tren obat alami. Selain di Pasar Nguter, ada pula Pasar Gedhe Hardjonagoro di Solo yang menyediakan satu blok khusus untuk bahan herbal-yang dalam bahasa lokal disebut emponempon. Seiring maraknya gaya hidup kembali ke alam, produk herbal, termasuk jamu dan obat herbal, diburu masyarakat. Data survei Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 menunjukkan besarnya potensi jamu. Sebanyak 60 persen masyarakat Indonesia sudah pernah mengonsumsi jamu dengan 90 persen sudah pernah merasakan khasiat jamu. Gairah masyarakat untuk sehat dengan kekayaan herbal juga tampak di Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus, Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Klinik milik Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) ini hanya menyediakan resep dokter berupa jamu. Ruang klinik pun disebut Griya Jamu. Pasien di Klinik Hortus Medica berdatangan dari penjuru Tanah Air dan bahkan dari Malaysia. Setiap hari klinik yang terletak di lereng Gunung Lawu ini rata-rata didatangi 150 pasien. Slamet Harsono (57), asal Solo, lebih mantap mengonsumsi jamu untuk obat hipertensi daripada obat yang mengandung bahan kimia. Lain lagi dengan Sumardi (58) yang datang dari Pati demi mengobati sakit ambeien. Setelah menjalani pemeriksaan oleh dokter, pasien pulang dengan membawa bungkusan besar berisi obat herbal dalam wujud racikan rebusan jamu atau tablet. Kami fokus pada program saintifikasi jamu, penelitian berbasis pelayanan. Kami ingin mengangkat martabat jamu, kata dokter Danang Ardiyanto dari B2P2TOOT. Lewat saintifikasi jamu, jamu bisa naik kelas karena peneliti mampu memberikan bukti ilmiah atau evidence based medicine untuk membuktikan bahwa jamu aman, berkhasiat, dan bermutu, kata Slamet Wahyono, Kepala Bidang Pelayanan Penelitian B2P2TOOT. Dikatakan Slamet, saat ini sudah ada dua ramuan jamu yang sudah tersaintifikasi, yaitu obat hipertensi dan asam urat. Jahe petani Ramainya gerakan orang kembali ke produk herbal meneteskan rezeki bagi Paidi (60), petani jahe dari Desa Pucung, Kismantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa

Tengah. Di tengah alam berbukti hijau nan indah, Paidi menanam aneka emponempon, seperti jahe emprit (Zingiberis rhizoma) dan temu lawak. Paidi, yang berdagang kambing sejak tahun 1969 itu, kepincut menanam empon-empon sejak 1994. Kami menyambangi kakek tiga cucu ini di ladangnya. Ia mengenakan sandal Lily, sandal vintage yang bergengsi pada awal 1970-an. Ia menyibak rerumputan yang baru saja basah oleh hujan. Paidi menunjukkan ladang jahe siap panen miliknya. Senyum tersungging di wajah Paidi ketika bercerita tentang harga jahe emprit yang cukup baik, berkisar Rp 10.000-Rp 12.000 per kilogram. Bandingkan dengan harga padi gogo merah yang paling hanya laku Rp 4.000 per kilogram. Paidi menyediakan 10 hektar ladangnya untuk penanaman empon-empon dengan total produksi 50 ton per tahun. Dari ladang jahenya, Paidi bisa meneteskan rezeki kepada Rami (33) yang bekerja sebagai buruh tani di ladang Paidi. Lebih senang menanam jahe, pasarnya sudah ada, kata Rami. Bertanam empon-empon menjadi semakin menggiurkan karena tanaman ini tidak manja. Pemberian pupuk dan pestisida kimia pun diatur agar tidak berlebihan sesuai standar ketat yang diminta perusahaan obat herbal. Produsen penghasil obat tradisional Deltomed Laboratories di Wonogiri, misalnya, menerapkan standar tinggi untuk kualitas bahan baku. Empon-empon dari petani antara lain harus sudah dalam kondisi kering dengan kadar air 10-12 persen. Untuk jahe saja, perusahaan farmasi nasional berbasis herbal itu membutuhkan 900 ton basah per tahun. Aneka empon-empon itu lantas diolah dengan mesin berteknologi jerman, Quadra Extraction System, yang mengedepankan higienitas. Proses ekstraksi hingga pengemasan pun dilakukan dengan mesin tanpa proses manual. Dengan mesin modern tersebut, kualitas ekstrak jamu bisa lebih terukur. Bahan aktif dalam empon-empon dijaga agar tidak rusak dengan suhu pemanasan di bawah 60 derajat celcius pada tekanan tinggi. Keseluruhan proses ekstraksi yang dahulu harus direbus selama dua hari kini bisa dipangkas menjadi empat jam. Jahe yang ditanam Paidi itu, antara lain, digunakan untuk tablet herbal guna mengobati masuk angin. Penyakit paling populer di masyarakat yang diwes..ewes..ewes dengan obat herbal alias jamu. Bablas angine Sumber: Kompas

Pangsa Pasar Jamu Tradisional Kian Lebar

Omset penjualan jamu tradisional secara nasional terus mengalami kenaikan. Tahun 2011 lalu menembus angka Rp. 11,5 triliun. Yang paling laku adalah jamu-jamu dalam bentuk ekstrak dan aromaterapi. Kab Sukoharjo, Jawa Tengah, bahkan memiliki sentra distribusi dan penjualan jamu tradisional sendiri untuk memaksimalkan potensi ekonomi dari produk kesehatan warisan leluhur ini. Seorang wanita setengah baya berkebaya lurik menggendong bakul berisi botol-botol jamu di bawah terik. Seraya mengangkat ember di tangan kirinya, wanita itu mencengkeram erat selendang batik yang melilit dada hingga bakul di punggungnya. Senyumnya terus mengembang dari sela-sela parasnya yang memancarkan keayuan dan kesahajaan alami. Tatapan optimisnya begitu sempurna, seolah tak bakal sirna oleh hujan dan panas yang setiap saat menguntitnya. Ya, meski hanya patung yang terbuat dari batu kali berwarna hitam dengan tinggi 1,6 M, sosok Mbok Jamu Gendong itu telah lama menjadi simbol pengakuan Kab Sukoharjo terhadap para penjual jamu gendong sebagai penggerak roda perekonomian rakyat yang tak hanya sekedar mencari keutungan, tetapi juga melestarikan tradisi dan kekayaan budaya nenek moyang. Monumen itu juga merupakan perlambang komitmen Sukoharjo untuk terus menjadikan jamu tradisional dengan pelbagai jenis dan macamnya sebagai produk khas daerah yang mampu menopang kehidupan ekonomi daerah. Modal sumber daya dan infrastruktur untuk itu pun sudah tersedia. Karena, bicara soal Sukoharjo, pasti orang akan teringat dengan Desa Nguter, yaitu sebuah desa yang telah sekian puluh tahun menjadi sentra produksi sekaligus pusat pemasaran jamu-jamu tradisional. Untuk diketahui, usaha jamu rumahan yang tumbuh di Desa Nguter ini sudah ada mulai sekitar tahun 1965 dan berkembang pada tahun 1977, tepatnya setelah terbentuknya Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) di Sukoharjo. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sukoharjo, pada Okteber 2011, terdapat sekitar 60-an pengrajin jamu di Nguter, baik pengrajin dengan skala besar hingga kecil. Dalam aktivitasnya, para pengrajin skala kecil, masih menggunakan peralatan yang masih sederhana, seperti pipisan, lumpang, hingga tumbuk. Sedangkan pelaku industri jamu dengan skala besar sudah mulai menggunakan mesin, khususnya untuk mesin pengering, giling serta penghalus. Jamu yang dihasilkan dari daerah ini pun sangat variatif. Mulai dari jamu subur kandungan, ginseng, sehat perempuan, sehat laki-laki, sariawan, sari rapet, darah tinggi, reumatik, sakit kepala, pegal linu, hingga jamu vitalitas laki-laki. Menurut Kepala Disperindag Sukoharjo, Supangat, investasi yang ditanamkan pengusaha jamu mencapai miliaran rupiah. Sehingga, nilai produksi setiap tahun bisa mencapai Rp. 3 miliar ke atas. Dengan hasil yang cukup besar, industri jamu di Nguter mampu mengangkat perekonomian masyarakat. Dan faktanya, hingga saat ini jamu tradisional memang masih menjadi sumber ekonomi andalan mayoritas warga Desa Nguter yang memiliki luas sekitar 324,4385 hektar ini. Di antara mereka, selain ada yang menjadi produsen jamu rumahan, ada puluhan warga yang berprofesi sebagai penjual jamu gendong dan ada pula yang menjadi distributor hasil produksi jamu rumahan produksi warga setempat

dengan membuka toko-toko skala kecil, baik di rumah mereka sendiri maupun di Pasar Nguter, yang selama ini dikenal masyarakat luas sebagai pusat distribusi jamu rumahan desa Nguter. Melalui toko-toko jamu warga dan juga yang ada di Pasar Nguter itulah beberapa merek jamu dari daerah ini berhasil menembus pasar nasional, bahkan internasional. Sebut saja misalnya jamu dengan merek Kresno, Anoman, Werkudoro, Gatotkaca, Narodo, Bisma, Wisanggeni, Sabdo Palon, dan Gujati. Merek-merek tersebut bahkan tidak hanya dikenal di pulau Jawa saja, tetapi juga sampai ke Kalimantan. Dan biasanya, untuk menjangkau pasar luar Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan itu para distributor setempat sudah memiliki agen dan penyalur di daerah-daerah tujuan yang tersebar di berbagai kota. Yang menakjubkan, ternyata omset penjualan jamu tradisional pun secara nasional cukup fantastis. Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (GPJI), Charles Saerang, nilai omzet jamu secara nasional meningkat dari Tahun 2011 yang mencapai Rp. 11,5 triliun. Ini harus diapresiasi. Sayang bila tidak dikelola dengan baik dan maksimal, papar Charles belum lama ini di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (12/6). Kenaikan omzet industri jamu nasional sudah terjadi sejak 2006. Puncaknya terjadi di 2010 yang nilainya naik dari Rp. 8,5 triliun menjadi Rp. 10 triliun. Sementara produk jamu yang paling laku di pasaran adalah dalam bentuk ekstrak dan aromaterapi. Data di atas menunjukkan adanya potensi besar yang masih sangat mungkin dikembangkan secara nasional. Apalagi, Data Kementerian Perdagangan Indonesia mencatat nilai impor obat tradisional dan herbal sepanjang 2011 mencapai US$ 40,5 juta. Amerika, Malaysia, dan Korea Selatan menjadi tiga negara terbesar pemasok obat tradisional dan herbal di pasar domestik. Angka-angka tersebut juga sinyal bahwa pangsa pasar jamu tradisional di pasar domestik masih sangat besar dan pasti bisa dilebarkan lagi, terutama melalui promosi dan peningkatan mutu atau kualitas higienitas jamu tradisional yang selama ini masih sering dipersoalkan. Artinya, industri jamu tradisional ini perlu mendapat sentuhan teknologi dari sisi proses produksinya sehingga mampu bersaing dengan produk-produk obat herbal yang saat ini juga tengah digandrungi masyarakat. Dan sebagai potensi sumber ekonomi, industri jamu tradisional di Indonesia memiliki banyak sumber daya, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam. Semua orang di dunia ini juga sudah lama mengenal bahwa Indonesia merupakan lumbung berbagai jenis tanaman yang berkhasiat besar untuk perawatan kesehatan maupun kecantikan. Misalnya, temu lawak, kunir, jahe, kencur,cepliksari,cabe,dawung, botor, dan sambiloto. Bahkan, menurut catatan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indonesia memiliki lebih dari 30.000 dari 40.000 jumlah tanaman herbal di dunia. Dengan jumlah itu, Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara yang kaya akan tanaman herbal setelah Brazil dan Zaire. Menariknya lagi, dari sekian banyak jenis tersebut terdapat sekitar 940 jenis yang berpotensi sebagai tumbuhan berkhasiat obat. Jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di Asia. Potensi tanaman obat di Indonesia, termasuk tanaman obat kehutanan, apabila dikelola dengan baik akan sangat bermanfaat dari segi ekonomi, sosial budaya maupun lingkungan. Adapun dari sisi budaya, jamu tradisional merupakan warisan leluhur yang sangat khas nusantara, sehingga layak dipromosikan sebagai produk unggulan untuk ditawarkan ke dunia internasional. Indonesia dan jamu adalah bagian yang tak bisa dipisahkan. Bagi masyarakat Indonesia, jamu merupakan resep turun temurun dari leluhur yang hingga kini masih dipertahankan dan dikembangkan. Dikenal pertama kali di lingkungan istana atau keraton yaitu Kesultanan di Yogjakarta dan Kasunanan di Surakarta, jamu berkembang sampai saat ini tidak saja hanya di Indonesia tetapi sampai ke luar negeri. Menurut data WHO Tahun 2005, sekitar 80 % penduduk dunia pernah menggunakan obat herbal diantaranya jamu. Di Indonesia, jamu sebagai bagian dari obat herbal atau ramuan yang telah diterima dan digunakan secara luas oleh masyarakat sebagai obat alternatif dalam upaya pemeliharaan kesehatan. Menurut Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan Tahun 2010, sekitar 59,12 persen penduduk Indonesia pernah mengonsumsi jamu dan 95,6 persen diantaranya merasakan khasiat jamu bagi kesehatannya. Itu tadi adalah angka-angka yang menjadikan pasar jamu masih bisa beroptimis ria. Apalagi, ada banyak sisi tradisi yang bisa menjadi nilai jual jamu tradisiolan disamping khasiat yang ditawarkan. Misalnya, keunikan racikannya, ketradisionalan proses produksinya, nilai-nilai mitos atau legenda dari sebuah produk dan lain sebagainya. Singkatnya, untuk menembus pasar yang kian lebar itu, yang perlu diupayakan bersama-sama saat ini adalah pengembangan kreatifitas dan inovasi untuk mengangkat citra jamu tradisional di pasar nasioanal maupun internasional, sehingga bisa memiliki daya jual yang tinggi sebagaimana produk-produk obat herbal dari China maupun India.

Kreatifitas ini juga diperlukan oleh para pelaku industri jamu tradisional dalam rangka memenuhi permintaan produkproduk jamu yang bisa ditawarkan sebagai alternatif obat untuk penyakit-penyakit modern semacam diabetes, stroke dan lain sebagainya. Dan tak kalah menariknya, adalah persoalan kemasan. Dalam hal yang satu ini, kemasan jamu tradisional kita masih membutuhkan banyak kretivitas agar tampil lebih menarik dan sesuai dengan selera masa kini, sehingga mampu menembus pangsa pasar baru yang masih terbuka lebar.

Anda mungkin juga menyukai