Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PELATIHAN MANAJEMEN USAHA JAMU

Oleh: DR. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd Dyna Herlina Suwarto M.Sc Musaroh, SE., M.Si

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012

PELATIHAN MANAJEMEN USAHA JAMU


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pada saat ini jamu tradisional semakin banyak diminati dan diperhitungkan oleh masyarakat baik untuk dikonsumsi atau untuk dijadikan alternatif bidang usaha. Jamu tradisional banyak diminati masyarakat dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Hal ini karena peranan jamu tradisional sangat dirasakan oleh masyarakat dalam membantu memulihkan kesehatan. Terlebih kalau jamu tradisional digunakan sebagai tindakan pencegahan penyakit atau pertolongan pertama sebelum dibawa ke rumah sakit. Sementara itu bagi mereka yang tidak mampu secara finansial atau tidak berhasil menggunakan sistem pengobatan modern, serta juga bagi mereka yang memiliki gejala-gejala ringan, seringkali mencoba jamu membumbungnya harga obat modern. Di sisi lain tanaman bahan pembuat jamu banyak terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Bantul sehingga mengenai bahan jamu persediaannya cukup melimpah. Dalam hal ini bidang usaha tersebut, selain mengoptimalkan pemanfaatan tanaman jamu juga mendorong pelestarian tanaman jamu, dan lebih dari itu hal ini merupakan tantangan, peluang kerja dan peluang usaha terutama bagi kaum wanita. Bentuk kemasan jamu yang dijual berbentuk cair, instant, bahan peras, dan celup yang dijual dengan cara menetap di pasar, menetap di warung, menetap di tempat-tempat strategis, atau keliling dengan sepeda, berjalan kaki, atau berkeliling dengan gerobag, atau dengan cara penjualan dari kantor ke kantor. Salah satu sentra usaha kecil jamu tradisional yang turun temurun adalah para penjual jamu di Dusun Kiringan, Desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. Wilayah ini merupakan sentra usaha kecil jamu tradisional yang tradisional lebih-lebih dengan situasi

jumlahnya ada 113 penjual jamu. Hal ini sesuai dengan lambang desa yang diwujudkan dengan keberadaan patung penjual jamu di gerbang masuk desa, dan walaupun jumlah penjualnya banyak namun daerah penjualan mereka berbeda. Berdasarkan hasil survey pendahuluan telah berhasil diidentifikasikan beberapa kelemahan dalam aspek produksi maupun aspek manajemen usaha yang bersangkutan. Beberapa identifikasi permasalahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan mereka rata-rata Sekolah Dasar. 2. Proses atau metode pembuatan jamu yang kurang memperhatikan aspek hygienis dan kurang memperhatikan mutu jamu. 3. Kualitas dan kuantitas jamu yang dijual masih rendah 4. Jenis jamu yang dijual masih monoton 5. Jiwa kewirausahaan para penjual jamu tradisional masih rendah 6. Penerapan pelestarian kultur pembuatan jamu dan resep-resep pembuatan jamu kepada generasi muda yang kurang benar. Namun demikian walaupun masih banyak permasalahan yang sedang dihadapi oleh mereka, terdapat juga beberapa potensi dan peluang yang bisa digunakan untuk membantu mereka keluar dari permasalahan tersebut. Beberapa potensi tersebut antara lain, adanya modal sosial yang cukup baik dalam hal kerjasama dan kekompakan antar personal seprofesi, moral yang agamis, memiliki komitmen dan keinginan untuk maju, memiliki mental dan naluri bisnis yang baik secara turun temurun, memiliki potensi serta peluang untuk dikembangkan dan yang lebih penting lagi bahwa usaha tersebut merupakan usaha pokok untuk menopang kehidupan keluarga. 1.2 Tinjauan Pustaka A. Jiwa Wirausaha Karakteristik wirausaha, menurut McClelland, adalah sebagai berikut: Pertama, keinginan untuk berprestasi. Penggerak utama yang memotivasi wirausahawan adalah kebutuhan untuk berprestasi, yang biasanya

diidentifikasikan sebagai need of achievement (n-Ach). Kebutuhan ini didefinisikan sebagai keinginan atau dorongan dalam diri orang, yang memotivasi perilaku ke arah pencapaian tujuan. Kedua, keinginan untuk bertanggungjawab. Seorang wirausaha menginginkan tanggungjawab pribadi bagi pencapaian tujuan. Mereka memilih menggunakan sumberdaya sendiri dengan cara bekerja sendiri untuk mencapai tujuan dan bertanggungjawab sendiri terhadap hasil yang dicapai. Ketiga, preferensi kepada resiko-resiko menengah. Wirausaha bukanlah penjudi. Mereka memilih menetapkan tujuan-tujuan yang membutuhkan tingkat kinerja yang tinggi, suatu tingkatan yang mereka percaya akan menuntut usaha keras, tetapi yang dipercaya bisa mereka penuhi. Keempat, persepsi pada kemungkinan berhasil. Keyakinan pada kemampuan untuk mencapai keberhasilan adalah kualitas kepribadian wirausahawan yang penting. Mereka mempelajari fakta-fakta yang dikumpulkan dan kemudian menilainya. Ketika semua fakta tidak sepenuhnya tersedia, mereka berpaling pada sikap percaya diri mereka yang tinggi dan melanjutkan tugas-tugas tersebut. Kelima, rangsangan oleh umpan balik. Wirausahawan ingin mengetahui bagaimana hal yang mereka kerjakan, apakah umpan baliknya baik atau buruk. Mereka dirangsang untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan mempelajari seberapa efektif usaha mereka. Keenam, aktivitas energik. Wirausahawan menunjukkan energi yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata orang. Mereka sangat menyadari perjalanan waktu. Kesadaran ini merangsang mereka untuk terlibat secara mendalam pada kerja yang mereka lakukan. Ketujuh, orientasi ke masa depan. Wirausahawan melakukan perencanaan dan berpikir ke depan. Mereka mencari dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi jauh di masa depan. Kedelapan, ketrampilan dalam pengorganisasian. Wirausahawan menunjukkan ketrampilan dalam mengorganisasi kerja dan orang-orang dalam

mencapai tujuan. Mereka sangat obyektif di dalam memilih individu-individu untuk tugas tertentu. Kesembilan, sikap terhadap uang. Keuntungan finansial adalah nomor dua dibandingkan arti penting dari prestasi kerja mereka. Pada akhirnya kita perlu membedakan, wirausaha dengan usaha kecil. Di Amerika Serikat, pada mulanya, wirausaha diartikan sebagai seseorang yang memulai bisnis baru, kecil dan milik sendiri. Apakah usaha kecil identik dengan wirausaha? Tidak setiap bisnis kecil identik dengan wirausaha. Tidak setiap bisnis kecil bersifat wirausaha. Suami-istri yang membuka warung tegal (warteg) yang baru, di daerah pinggiran kota, pasti menghadapi resiko, tetapi mereka umumnya bukanlah wirausaha. Apa yang mereka lakukan adalah yang telah berulangkali mereka lakukan sebelumnya. Mereka mengadu untung dengan makin banyaknya orang yang suka makan di luar rumah di daerah itu, tetapi mereka sama sekali tidak menciptakan kepuasan baru atau permintaan konsumen yang baru. B. Manajemen Usaha Permasalahan disektor informal diantaranya manajemen usaha yaitu: Proses atau kegiatan orang dalam usaha dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia bagi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Sumber-sumber yang tersedia yakni daya, dana dan sarana. (G.R. Terry, 1966, T. Hani Handoko, 1989) Untuk mencapai tujuan usaha diperlukan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan serta pengawasan. Perencanaan : Perencanaan adalah suatu kegiatan yang ditentukan sekarang, akan dilaksanakan pada masa yang akan datang. Penyusunan rencana harus memperhitungkan 3 hal yaitu : kondisi masal lalu, keadaan sekarang dan antisipasi masa yang akan datang. (Jame AF. Stonner, 1986, GR. Terry, 1966) Pengorganisasian : Pengertian Pengorganisasian adalah penentuan, pengelompokan, serta pengaturan dari berbagai macam kegiatan usaha yang dianggap perlu untuk mencapai tujuan, menyuruh orang melaksanakan kegiatankegiatan tersebut. (GR. Terry 1966, Basu Swasta 1985, T. Hani Handoko, 1989)

Penggerakan:

Penggerakan

(Actuating)

berarti

tindakan

untuk

mengusahakan agar semua anggota kelompok (keluarga)berusaha untuk mencapai sasaran, agar sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha organisasi. (GR. Terry 1966, Jame A.F. Stoner, 1986) Pengawasan: Pengertian Pengawasan : Pengawasan (controlling) sebagai proses untuk mengeliminir apa yang dilaksanakan, mengevaluasi pelaksanaan dan bila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga pelaksanaan sesuai rencana. (Hani Handoko,1989,Basu Swasta, 1985).

1.3 Identifikasi dan Rumusan Masalah Beberapa permasalahan prioritas yang dihadapi oleh mitra dalam hal ini kelompok usaha penjual jamu yang akan dicarikan jalan keluarnya bersama-sama dengan pihak pelaksana program adalah sebagai berikut: A. Permasalahan Produksi Beberapa permasalahan yang dihadapi para penjual jamu tradisional dari sisi produksi yang telah disepakati untuk diupayakan jalan solusinya antara lain adalah adanya kuantitas penjualan dan kualitas yang belum memenuhi standar kesehatan, jenis jamu yang dijual masih belum bervariasi dan terkesan monoton, proses pembuatan jamu masih kurang hygienis, terutama pada penggunaan botolbotol yang kurang hygienis dan kurang memenuhi standar kesehatan atau dengan kata lain dalam hal peralatan tidak berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi (Ipteks). B. Permasalahan dari Aspek Manajemen Usaha Beberapa aspek manajemen usaha akan dikenalkan kepada para penjual jamu dalam rangka meningkatkan usaha penjualan, serta memperbaiki tata kelola yang selama ini mereka lakukan yang telah terbukti tidak banyak membawa perubahan terhadap peningkatan usaha. Beberapa permasalahan dalam bidang manajemen usaha yang telah berhasil diidentifikasikan dan telah disepakati untuk dilakukan pembinaan antara lain adalah jiwa bisnis atau kewirausahaan para penjual jamu tradisional yang masih relatif rendah, tingkat pendidikan yang

masih rendah sehingga perlu memberikan beberapa ketrampilan manajemen dengan lebih intensif, motivasi untuk maju yang relatif rendah, manajemen usaha yang relatif seadanya, serta penerapan pelestarian kultur pembuatan jamu kepada generasi penerus yang relatif kurang benar. Beberapa pelaksanaannya permasalahan mengingat tersebut dipilih dan akan cukup diprioritaskan penting bagi permasalahan tersebut

kelangsungan hidup usaha jamu itu sendiri. Hal ini mengingat persaingan dalam industri jamu sekarang ini cukup ketat dan konsumen harus merasakan dampak yang nyata dari hasil mengkonsumsi jamu tersebut. Proses produksi yang hygienis dan memperhatikan standar kesehatan akan semakin memantapkan para konsumen dalam mengkonsumsi jamu tanpa keraguan akan kesehatan proses pembuatan itu sendiri. Bervariasinya ragam produk jamu akan semakin membuat para konsumen bisa memilih produk sesuai dengan kebutuhan kesehatan mereka dan kesenangan mereka dalam cara meminum jamu. Banyak konsumen yang tidak bisa meminum jamu yang dalam bentuk cair atau serbuk, maka perlu dipikirkan bentuk lain seperti kapsul dan sebagainya. Pendapatan mereka menjual jamu per harinya masih cukup rendah, hal ini disebabkan karena kuantitas produk yang dijual per harinya juga relatif sedikit. Selain itu tidak praktisnya peralatan yang digunakan juga turut menunjang jumlah produksi yang rendah. Di lihat dari aspek manajemen, tata kelola yang sederhana dan terkesan apa adanya juga ikut menunjang stagnasi usaha, dan tidak berkembangnya usaha ke arah demikian perlu kiranya untuk yang lebih baik dan menjanjikan. Dengan manajerial tingkat dasar untuk memberikan motivasi yang memadai dan

memberikan beberapa bekal ketrampilan

membantu pengelolaan usaha yang lebih tertata dan punya masa depan yang baik. Pelestarian kultur pembuatan jamu dan pelestarian ragam tanaman jamu kepada generasi muda juga harus dipikirkan dari sekarang, supaya sentra ini bisa dilestarikan ebagai tempat pembuatan jamu. Pelestarian kultur ini yang kurang diterapkan secara benar di Desa Kiringan, Canden Bantul. Pelestarian ini di samping pada masalah produksi juga ditekankan pada pelestarian tanaman jamu itu sendiri

1.4 Tujuan Kegiatan PPM Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan PPM ini adalah meningkatkan profesionalitas pengerajin jamu tradisional baik dari segi jiwa wirausaha, manajemen usaha, kualitas dan kuantitas produk, variasi produk dan jangkauan pemasaran. 1.5 Manfaat Kegiatan PPM Manfaat yang diinginkan dari kegiatan PPM ini adalah sebagai berikut. a. Jamu tradisional makin dicintai dan dicari oleh semua lapisan masyarakat b. Profil jiwa wirausaha para penjual jamu meningkat sehingga terbentuk usaha jamu tradisional yang berwawasan bisnis. c. Jenis dan bentuk produksi jamu tradisional baik yang cair maupun instan meningkat secara kualitas maupun kuantitas di pasaran d. Para penjual jamu menyadari kualitas kesehatan dari segi proses, peralatan, dan produk e. Jangkauan dan strategi pemasaran jamu tradisional dapat berkembang

BAB II METODE KEGIATAN PPM 2.1 Khalayak Sasaran Kelompok sasaran yang hendak dituju dalam kegiatan PPM ini adalah pengerajin jamu anggota Koperasi Seruni Putih di Dusun Kiringan, Desa Canden, Kabupaten Bantul. 2.2. Metode Kegiatan PPM Solusi yang ditawarkan kepada para penjual jamu terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh mereka antara lain akan dilakukan beberapa program sebagai berikut: a. Melakukan pendampingan dan pelatihan yang meliputi pengembangan profil wirausaha, manajemen bisnis, kualitas dan kuantitas produk, jenis-jenis jamu tradisional yang sesuai dengan tuntutan pasar. b. Praktek produksi jamu instan c. Promosi jamu instan d. Konsultasi tatap muka, lewat surat maupun telepon selama proses pembinaan (8 bulan) 2.3 Langkah-langkah Kegiatan PPM Proses pembinaan dilaksanakan dengan metode ceramah, Tanya jawab, pelatihan, percobaan, survey, observasi, studi banding, demonstrasi, dan pemberian tugas, dengan memperhatikan latar belakang sumberdaya manusia sasaran yakni tingkat pendidikan, usia, budaya, lingkungan daerah dan pasar. Materi yang diberikan adalah materi pembinaan dan kualitas teknologi berbasis Ipteks, ekonomi, dan sosial, yang mana termasuk tuntutan pasar, dan tuntutan lingkungan. Kegiatan pendampingan meliputi: 1. Survei awal untuk menentukan sasaran yang layak dibina segera.

2. Observasi lapangan dan wawancara dalam rangka identifikasi kebutuhan dan persiapan pembinaan 3. Pendampingan dan pelatihan yang meliputi: a. Profil wirausaha b. Manajemen bisnis c. Kualitas dan kuantitas produk d. Jenis-jenis jamu tradisional yang sesuai dengan tuntutan pasar e. Proses pembuatan jamu 4. Praktek pembuatan jenis-jenis jamu 5. Promosi jamu 6. Konsultasi tatap muka, lewat surat maupun telepon selama proses pembinaan (3 bulan) 3.4 Faktor Pendukung dan Penghambat 1. Faktor Pendukung Dalam pelaksanaan program ini tidak terlepas dari dukungan aparatur Desa Canden sejak dari tahapan persiapan yaitu seleksi peserta, penyelenggaraan, pendampingan keluarga pengerajin jamu. Pihak aparatur mempersiapkan daftar nama keluarga pengerajin yang hendak direkrut menjadi peserta, terlibat dalam proses seleksi dengan memberikan masukan kepada tim penyeleksi Pada saat pelatihan, aparatur selalu hadir pada setiap kegiatan pelatihan sejak awal hingga selesai.Selain itu aparatur juga bekerjasama dengan penyelenggara dalam hal penggadaan alat dan bahan yang digunakan selama pelatihan.Aparatur juga berperan aktif memastikan/mengingatkan peserta untuk selalu hadir tiap pertemuan pelatihan.Kesigapan aparatur tersebut sangat mendukung kesediaan bapak-bapak untuk mengikuti pelatihan sehingga persentase kehadiran peserta pelatihan mencapai 100%. 2. Hambatan Kegiatan Meski secara umum pelaksanaan kegiatan berjalan dengan lancar karena dukungan dari berbagai pihak namun tidak terlepas dari beberapa kendala.

Pertama, setiap hari para pengerajin jamu sibuk bekerja sejak dini hari hingga sore hari akibatnya cukup sulit mengatur waktu pertemuan. Solusinya kegiatan lebih banyak diintensifkan pada waktu akhir pekan sehingga seluruh materi dapat tersampaikan dalam kurun waktu yang telah direncanakan.Pilihan waktu akhir pekan merupakan hasil musyawarah dengan peserta karena di Sabtu-Minggu ibu penjual jamu lebih cepat tiba di rumah karena dagangannya lebih laris daripada hari biasa. Kedua, berkaitan dengan sarana dan prasarana pelatihan.Ruang tersedia merupakan pendopo panggung terbuka.Oleh karena itu ketika materi disampaikan menggunakan alat-alat audio visual, suara dan gambar kurang dapat diterima dengan jelas. Untuk mengatasi masalah ini, tim penyelenggara melakukan penataan ulang ruangan dengan sekat sehingga gambar dan suara dapat tersampaikan. Pada saat pelatihan produksi jamu instan, ruangan terbuka cukup menyulitkan dalam proses memasak karena angin yang cukup kencang. Oleh karena itu tim penyelenggara kembali menggunakan sekat untuk proses pemasakan. Secara umum kendala psikologis dan teknis selama pelatihan dapat diatasi dengan baik karena tim penyelenggara bekerjasama dengan peserta pelatihan dan aparatur desa.

10

BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PPM 3.1 Hasil Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan PPM ini terdiri dari empat tahap yaitu sebagai berikut. 1. Ceramah mengenai jiwa wirausaha, manajemen usaha, kualitas dan kuantitas produk dan proses pembuatan jamu yang higienis. Kegiatan ini dilaksanakan pada 23 September 2012 pukul 09.00-13.00 di Pendopo Koperasi Seruni Putih. 2. Praktek produksi jamu instan yang dilakukan pada 24 September 2012 di Pendopo Koperasi Seruni Putih. 3. Promosi Jamu, produk jamu instan yang telah dibuat dipamerkan dalam gelar produk Inkubator Bisnis Pusat Studi Wanita, UNY di Hotel UNY 17-18 Oktober 2012. 4. Pendampingan pengerajin jamu dilakukan pada bulan September-November 2012. 3.2 Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kegiatan PPM Dalam kegiatan ini tujuan program dapat tercapai dengan optimal. Pertama, para pengerajin jamu tradisional yang semula hanya terampil memproduksi jamu cair sekarang memiliki kemampuan memproduksi jamu instan. Sehingga diversifikasi produk dapat terjamin. Kedua, melalui pelatihan ini peserta mendapatkan pengetahuan mengenai kebersihan produk. Jika semula alat-alat yang digunakan tidak mengindahkan unsur kebersihan, maka setelah pelatihan ini alat-alat produksi distandarisasi yaitu menggunakan peralatan masak stainless steell dan botol bermulut lebar sehingga mudah dibersihkan. Ketiga, melalui pelatihan ini peserta diikutsertakan untuk terlibat dalam acara pameran UKM sehingga pengerajin jamu memiliki kesempatan memperluas

11

jaringan pemasaran. Selain itu dapat berinteraksi dengan UKM lain di bidang makanan dan minuman sehingga dapat bertukar pengalaman.

12

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Jamu tradisional adalah salah satu produk warisan budaya bangsa yang perlu dilestarikan. Minuman jamu tidak saja unik tapi juga memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan. Oleh karena itu pengembangan pasar dan usaha jamu sangat potensial. Saat ini pengerajin jamu sebagian besar menjalankan usahanya secara tradisional seperti yang dilakukan oleh anggota Koperasi Seruni Putih di Dusun Kiringan, Desa Canden, Kabupaten Bantul DIY. Untuk meningkatkan usaha jamu tradisional maka tim pengabdi dari Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi UNY memberikan serangkaian pelatihan, fasilitasi dan pendampingan. Pelatihan meliputi dua materi pokok yaitu manajemen usaha dan praktek produksi jamu instan. Kegiatan fasilitasi dilakukan dengan melibatkan pengerajin dalam acara Gelar Produk Tenant Inkubator Pusat Studi Wanita UNY di Hotel UNY. Sedangkan proses pendampingan berkaitan dengan konsultasi usaha selama 3 bulan. Dari hasil pengabdian untuk masyarakat ini diharapkan manajemen usaha jamu tradisional dapat meningkat. Hal ini dapat dilihat dari diversifikasi produk, kebersihan produksi, perluasan pasar. Setelah proses pendampingan selesai, hasil yang diharapkan mulai nampak. 5.2 Saran Selama melakukan pelatihan, tim pengabdi mendapati peserta pelatihan sangat antusias mengikuti seluruh rangkaian kegiatan. Anggota Koperasi Seruni Putih berjumlah 93, dari jumlah itu hanya 23 orang yang mengikuti pelatihan. Pengurus Koperasi Seruni Putih berharap di masa yang akan datang dilakukan lagi pelatihan serupa. Temuan lain yang menarik adalah keluarga pengerajin jamu untuk dilibatkan dalam program pelatihan kewirausahaan untuk remaja. Melalui pelatihan ini diharapkan anak muda di Desa Canden memiliki keterampilan dan pengetahuan

13

yang memadai untuk mengembangkan usaha jamu daripada tergantung pada pekerjaan formal yang sebenarnya lebih menyita waktu dan pendapatan yang lebih kecil seperti menjadi buruh pabrik yang sebagian besar dikerjakan oleh anak muda di Desa Canden. Oleh karena itu tindak lanjut program ini dapat diarahkan menjadi dua program tindak lanjut yaitu: pertama, replikasi program yang ditujukan pada keluarga pengerajin jamu yang sangat antusias dan kedua, program pelatihan wirausaha berperspektif gender untuk anak muda di Desa Canden.

14

Surat pernyataan kesediaan bekerjasama dari mitra PPM_1 SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Jabatan Alamat Yogyakarta Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa kami atas nama teman-teman pengrajin jamu sanggup dan bersedia mengikuti serta mendapat pendampingan pada kegiatan PPM yang diusulkan oleh Dr. Nahiyah Jaidi Faraz dan kawan-kawan dari Universitas Negeri Yogyakarta sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam akad kerjasama. Yogyakarta, 15 Mei 2011 Yang Membuat Pernyataan Koordinator Pengrajin Jamu Dusun Kiringan Umi Muslimah : Umi Muslimah : Koordinator kelompok pengrajin jamu Desa Kiringan : Dusun Kiringan, Desa Canden, Kecamatan Jetis, Bantul,

15

Anda mungkin juga menyukai