Anda di halaman 1dari 23

Aktivitas Biochar di Asia Tenggara Mendorong

Tumbuhnya Industri Biochar

Berbagai literature, penelitian, seminar, pelatihan dan ujicoba di seluruh dunia telah membuktikan
bahwa biochar atau agrichar yakni arang yang dihasilkan dari proses pirolisis memberi manfaat yang
besar bagi kesuburan tanah sehingga produktivitas tanamannya semakin meningkat. Jepang adalah
salah satu Negara yang dikenal pengguna biochar untuk lahan pertanian selama puluhan tahun. Hal
tersebut membuat sejumlah wilayah Asia Tenggara juga terimbas untuk menggunakan biochar untuk
memperbaiki kualitas tanahnya. Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja, Laos dan
Philipina adalah sejumlah negara di Asia Tenggara yang mencoba mengaplikasikan biochar tersebut.

Aktivitas ini memberikan hasil yang menggembirakan karena memberi hasil positif dan mengurangi
pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan baku berbagai jenis limbah biomasa. Harapannya
aktivitas penggunaan biochar ini terus meningkat dalam skala lebih besar dan berkelanjutan. Indonesia
dan Malaysia sebagai produsen CPO terbesar di dunia tentu membutuhkan intensifikasi di bidang
pertaniannya yakni dengan memperbaiki kualitas tanah selain kebutuhan energi untuk proses
produksinya sehingga disinilah industri biochar yang menggunakan teknologi pirolisis akan sangat
berperan penting. Teknologi pirolisis kontinyu skala industri yang mudah digunakan akan sangat
dibutuhkan untuk hal tersebut.

Biochar : Ekonomi Rendah Karbon Solusi


Perubahan Iklim dan Lingkungan

Tingginya konsumsi bahan bakar fossil sebagai tumpuan aktivitas ekonomi saat ini telah
menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan berupa terjadinya masalah perubahan iklim dan
lingkungan. Akumulasi konsentrasi karbon dioksida di atmosfer yang telah melampaui
ambang batas perlu untuk segera dikurangi menuju batas yang aman. Beberapa hal yang
bisa dilakukan antara lain : meningkatkan efisiensi energi berbagai peralatan dan mesin saat
ini yang masih menggunakan bahan bakar fossil, menggunakan bahan bakar atau sumber
energi terbarukan dan menyerap gas karbondioksida di atmosfer. Bila kita tinjau berdasarkan
neraca karbon yang diemisikan maka menggunakan bahan bakar terbarukan atau subtitusi
bahan bakar fossil dengan energi terbarukan merupakan carbon neutral, sedangkan
penyerapan gas karbon dioksida di atmosfer merupakan carbon negative.
Ekonomi rendah karbon sebagai solusi perubahan iklim dan lingkungan adalah bagaimana
sektor ekonomi didorong pada kondisi carbon neutral bahkan carbon negative. Energi
biomasa adalah salah satu solusi untuk mewujudkan ekonomi rendah karbon tersebut.
Ketersediaan bahan baku biomasa di Indonesia khususnya, sangat berlimpah dan baru
sebagian kecil saja yakni kurang dari 5% yang dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Skenario pemanfaatan yang optimal dari biomasa menjadi bentuk energi yang ramah
lingkungan adalah pertanyaan berikutnya ketika telah menjatuhkan pilihan untuk
menggunakan sebagai sumber energi.

Teknologi pirolisis kontinyu sebagai teknologi generasi kedua biofuel adalah solusi terbaik dalam rangka
menuju era ekonomi rendah karbon tersebut. Produk berupa arang/biochar, biooil dan syngas akan dihasilkan
dengan teknologi ini. Biomasa terutama limbah biomasa ataupun limbah organik bisa langsung diolah dilokasi
tersebut untuk menghasilkan produk-produk seperti diatas. Perusahaan agroindustri seperti pabrik kelapa sawit
menghasilkan limbah biomasa sangat besar setiap harinya. Indonesia dan Malaysia sebagai produsen minyak

sawit terbesar di dunia,yakni 87% (2007) memiliki pabrik sawit diperkirakan lebih dari 1.000 unit, sehingga
limbah biomasa yang tersedia sangat berlimpah.

Khusus pada indutri kelapa sawit, produk biochar (arang) akan memiliki peran yang besar untuk
meningkatkan kesuburan tanah termasuk mereduksi kebutuhanpupuk kimia (urea) pada perkebunan
sawitnya, sehingga akan sangat menguntungkan. Sejumlah upaya telah banyak dilakukan oleh
perusahaan sawit untuk meningkatkan efektifitasnya dalam pemupukan dan penyuburan tanah, dan
dengan biochar ini ibarat sekali merengkuh dayung dua tiga pula terlampaui, masalah limbah padat
sawit bisa diatasi, mendapat sumber energi dan perbaikan kesuburan tanah. Biochar (arang) selain
mampu menyuburkan tanah juga mampu menangkap gas karbondioksida dari atmosfer sehingga
merupakan mekanisme carbon negative, sedangkan biooil dan syngas bisa diaplikasikan sebagai
bahan bakar carbon neutral karena berasal dari biomasa

Pengelolaan Nutrisi Tanah di Perkebunan Sawit

Pengelolaan nutrisi tanah untuk terus menjaga kesuburan tanah adalah salah satu komponen utama
untuk usaha perkebunan sawit. Hal ini disebabkan miskinnya kesuburan miskin pada sejumlah tanah
tropis dan sifat ekstraktif usaha perkebunan yang intensif. Biochar menawarkan kemungkinan untuk
merevolusi pengelolaan nutrisi secara efisien di perkebunan tropis yang telah terbukti pada tanah dan
kemampuan menahan air.
Mengapa biochar?
Banyak keunggulan biochar untuk aplikasi meningkatkan kesuburan tanah. Proses produksibiochar
juga menggunakan proses thermal selain lebih cepat juga investasi lebih terjangkau daripada proses
biologi yakni dengan fermentasi. Estimasi penghematan penggunaan pupuk bisa dihemat hingga 50%
dengan penggunaan biochar artinya tingkat efisiensi pemupukan meningkat pesat karena aplikasi
biochar.

Bagaimana cara memproduksi biochar?


Untuk menghasilkan biochar terbaik secara kualitas dan kuantitas adalah dengan teknologi slow
pyrolysis kontinyu. Limbah biomasa yang dihasilkan pabrik sawit setiap harinya adalah bahan baku
potensial untuk produksi biochar. Syngas, biooil dan panas adalah produk lain untuk aplikasi energi
ataupun yang lainnya.

Independent Power Producer Dengan


Pembangkit Listrik Dari Biomasa

Kebutuhan listrik terus meningkat seiring


pertambahan jumlah penduduk. Pembangkit listrik berbahan bakar biomasa dengan skala
medium adalah pilihan bijak dan solusi terbaik terkait kondisi alam di Indonesia. Tanah yang
subur memungkinkan tanaman penghasil biomasa bisa diusahakan dan diperoleh di hampir
semua lokasi di Indonesia. Sistem perkebunan yang berkelanjutan yang menjamin
ketersediaan pasokan bahan baku biomasa adalah salah satu kunci sukses sebagai
indepent power producer (IPP) pembangkit listrik biomasa.
Slow pyrolysis dengan system kontinyu adalah salah satu pilihan teknologi terbaik untuk
menghasilkan listrik tersebut. Ukuran bahan baku biomasa juga bisa bervariasi dari
beberapa mm hingga 1 inch. Serbuk-serbuk gergaji sebagai limbah penggergajian kayu bisa
dijadikan sebagai sumber biomasa untuk pembangkit listrik biomasa dengan teknologi
pirolisis tersebut. Serpih-serpihan kayu ataupun kulit kayu juga bisa digunakan sebagai
bahan baku asalkan ukurannnya dikecilkan sesuai tersebut diatas.

Kekhasan teknologi slow pyrolysis kontinyu adalah akan dihasilkan produk atau output
berupa padat (arang), cair (biooil) dan gas (syngas) yang hampir sama. Semua produk
tersebut memiliki aplikasi dan nilai komersial tersendiri. Arang atau biochar bisa digunakan
sebagai bahan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Tanah-tanah asam ber-pH rendah bisa
dinaikkan pH-nya dengan biochar. Pemakaian pupuk baik kimia atau organik juga bisa
dikurangi dengan mengaplikasikan biochar. Arang juga bisa dijual sebagai bahan bakar
terbarukan, misalnya untuk bahan bakar kiln pabrik semen ataupun industri lainnya. Apabila
dikehendaki untuk menghasilkan arang dengan nilai kalor tinggi, misalnya akan digunakan
sebagai pengecoran logam, teknologi pirolisis kontinyu JF BioCarbon adalah pilihan tepat.

Biooil yang dihasilkan karena memiliki kandungan air kecil (<15%), maka sangat potensial
sebagai sumber bahan bakar cair. Penggunaan langsung maupun dicampur dengan bahan
bakar minyak konvesional sangat dimungkinkan. Biooil yang sangat kaya akan senyawasenyawa organik, juga bisa digunakan untuk bahan baku berbagai industri kimia.
Syngas selain digunakan untuk proses pirolisis itu sendiri (autothermal), juga kelebihannya
bisa digunakan sebagai pembangkit listrik. Pembangkit listrik yang bisa dibangkitkan dengan
syngas output teknologi pirolisis kontinyu ini mulai 1 MW hingga 7 MW. Syngas yang
dihasilkan kaya akan gas metana (CH4) dan bisa langsung membangkitkan listrik dengan
pembangkit listrik type gas engine. Produsen-produsen genset atau pembangkit listrik seperti
GE, GM, Caterpilar dan sebagainya telah menyediakan pembangkit listrik gas engine
tersebut untuk dirangkai dengan teknologi pirolisis kontinyu JF BioCarbon.

Dapatkah Biochar Selamatkan Dunia?


oleh Jeremy Hance, indonesia.mongabay.com
Diterjemahkan oleh Indie Banget
September 01, 2010
Sebuah wawancara dengan Laurens Rademakers dari Biochar Fund.

Biochar - penggunaan arang yang diproduksi dari membakar biomassa untuk pertanian - mungkin merupakan
saru dari revolusi lingkungan dan sosial yang terpenting di abad ini. Praktek yang sepertinya sederhana ini sebuah teknologi yang kembali ke ribuan tahun yang lalu - memiliki potensi untuk membantu mengurangi
sebagian masalah dunia yang mengakar: kelaparan, kurangnya kesuburan tanah di daerah tropis, perusakan
hutan hujan akibat pertanian tebang-dan-bakar, dan bahkan perubahan iklim.
"Biochar adalah bentuk karbon yang tidak berubah yang sebagian besar akan tetap tidak berubah di tanah dalam
periode waktu yang sangat lama. Jadi Anda dapat menyimpan karbon di dalam cara yang sederhana, tahan
lama, dan aman dengan cara menaruh char tersebut di tanah. Karbon tipe lain di dalam tanah akan cepat
berubah menjadi karbon dioksida. Char tidak," ujar direktur utama dari Biochar Fund, Laurens Rademakers, pada
mongabay.com dalam wawancara baru-baru ini.
Biochar Fund, yang saat ini sedang menerapkan program di Kamerun dan Republik Demokrat Kongo, berfokus
untuk awalnya pada pengurangan kelaparan dan menyediakan ketahanan pangan, memandang penyimpanan
karbon dan perlindungan hutan sebagai bonus. Namun bagaimana biochar dapat membantu kelaparan dunia?
"Biochar akan meningkatkan kesuburan tanah
bermasalah dalam cara yang nyata, cepat, dan
jangka panjang. Ini penting bagi petani kecil,
karena mereka biasanya tidak mampu membeli
pupuk atau berinvestasi dalam teknik
penanaman organik yang membutuhkan waktu
lama untuk berdiri. Biochar dapat diproduksi
secara lokal, dengan investasi sangat rendah,
dan dengan proses yang sederhana, mudah
dipahami," jelas Rademakers.
Menurut PBB, satu milyar orang di dunia saat
ini menderita kelaparan: jumlah tertinggi dalam
sejarah. Dengan populasi global masih
meningkat, peneliti di seluruh dunia sedang
berusaha memikirkan cara untuk memberi
makan dunia tanpa menghancurkan lingkungan
dan memperparah perubahan iklim.
Anak-anak menunjukkan arang yang terbuat dari batang palem. Kredit: Etchi Daniel-

"Dengan biochar, [petani] dapat melompat dari


Jones, Laurens Rademakers.
kekurangan gizi menjadi cukup pangan, dan
dari petani untuk keseharian menjadi petani yang bisa menjual sejumlah kelebihannya - hanya setelah satu atau
dua kali panen," ujar Rademakers.
Dengan petani mampu memproduksi lebih di tanah tropis akan jauh lebih sedikit dorongan untuk melakukan
pertanian tebang-dan-bakar, yang berarti ketika tanah tropis habis, petani miskin dengan mudahnya akan
berpindah, masuk semakin dalam ke dalam hutan dan membuka lahan baru. Menurut Rademakers, siklus yang
tidak efisien ini - sulit bagi petani dan merusak bagi lingkungan - dapat diperlambat, bahkan mungkin dihentikan,
dengan menggunakan biochar. Dengan sekitar separuh milyar orang saat ini sedang mempraktekkan pertanian
tebang-dan-bakar di tropis, biochar, bila diterapkan dengan pintar, dapat bekerja banyak dalam mengurangi
penggundulan hutan. Penelitian baru-baru ini dalam Nature menemukan bahwa penggunaan biochar yang
berkesinambungan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dunia sebanyak 12 persen.

Bila ini terdengar terlalu-baik-untuk-jadi-kenyataan, Rademakers mengatakan bahwa wilayah percobaannya di


Afrika sub-Sahara menunjukkan hasil yang menakjubkan.
Di Kamerun, Biochar Fund melihat hasil panen meningkat secara rata-rata hingga 240 persen. Setelah ini
sukses, organisasi akan mulai bekerja dengan "masyarakat termiskin di dunia, tak terhubung dengan dunia, 70%
kurang gizi" di Republik Demokrat Kongo, ujar Rademakers.
Dengan bantuan organisasi lokal, ADAPEL, Biochar Fund tahun ini bekerja untuk menyediakan biochar bagi
duapuluh desa pertanian di Kongo.
Rademakers mengatakan tujuan proyek ini banyak: "memperlambat tingkat penggundulan hutan lokal paling
tidak 50%, meningkatkan hasil panen sebanyak 100%, karenanya meningkatkan pendapatan pertanian dan
menurunkan sebagian kemiskinan dan kelaparan, dan mengurangi konsumsi kayu bakar oleh rumah tangga
sebanyak 50%, yang mana sedang kami lakukan dengan memperkenalkan kompor masak yang menghasilkan
char yang pembakarannya bersih dan efisien."
Meski hasil luar biasa yang dihasilkan oleh biochar dalam penelitian baru-baru ini, Rademakers memperingatkan
bahwa banyak pekerjaan masih harus dilakukan sebelum memperluas penerapannya: "Ini adalah konsep yang
masih muda. Kita harus memberinya waktu, dan mengujinya lebih menyeluruh."
Bagaimanapun, dia mengatakan bahwa jika uji
cobanya terus berhasil baik "di daerah yang
paling sulit [di dunia]" organisasi ini "siap untuk
mengerjakannya di semua tempat di mana
penggundulan hutan merupakan masalah yang
disebabkan oleh masyarakat miskin yang tidak
memiliki alternatif."
Jika biochar terus menunjukkan efektifitasnya
dalam memberi makan sebagian masyarakat
terlapar dunia, menghentikan penggundulan
hutan, dan menyimpan karbon, ini dapat
membuktikan satu dari senjata paling ampuh
dunia melawan apa yang sepertinya merupakan
masalah besar di abad 21.
Pertanian tebang-dan-bakar di Peru. Foto oleh: Rhett A. Butler.

"Perbatasan hutan tropis telah menjadi


perbatasan mental di bagian Barat," ujar Rademakers. "Di sinilah di mana perlawanan terhadap perubahan iklim
dapat dimenangkan dalam cara yang cukup langsung, hanya dengan melindungi hutan. Bagaimanapun, biochar
sepertinya akan menjadi satu dari strategi-strategi di mana seseorang tidak mengusir orang-orang keluar dari
tanahnya atau mencar nafkah dengan alternatif lain, dengan masalah-masalahnya, atas nama konservasi."
Dalam wawancara dengan mongabay.com di bulan Agustus 2010, Laurens Rademakers berbicara mengenai
manfaat langsung dan tidak langsung dari menerapkan biochar di masyarakat pertanian tropis, sambil
menguraikan baik kompleksitas dari inisiatif ini dan pertanyaan yang masih belum terjawab.

WAWANCARA DENGAN LAURENS RADEMAKERS


Mongabay: Apa latar belakang Anda?
Laurens Rademakers: Saya memiliki karir akademis yang singkat di antropologi lingkungan, namun kemudian
tidak puas dengan kurangnya "hasil" konkrit dari pekerjaan itu. Ini mengapa, sekali lagi untuk waktu yang cukup
singkat, saya menjadi korban dari pekerjaan yang sangat berorientasi hasil, yaitu konsultansi. Beberapa
pekerjaan tentang manajemen sumber di Afrika, baik untuk swasta dan sektor non-profit, menarik, namun sering
kali kekurangan dimensi manusianya.
Sementara, saya mempelajari dan menulis mengenai sektor energi yang dapat diperbaharui yang baru muncul,
serta itu potensial dan perangkap untuk Afrika Sub-Sahara. Bagaimanapun, alih-alih menulis mengenai
masyarakat dan teknologi, saya berganti pekerjaan satu kali lagi dan memulai bekerja dengan orang - melalui
Biochar Fund, profil sosial yang diterapkan di proyek konservasi dan pengembangan pertanian sebagian besar di
Afrika Tengah.
Mongabay: Bagaimana Biochar Fund didirikan?

Laurens Rademakers: Saat menganalisa potensi bioenergi di Afrika, menjadi jelas bahwa ini adalah masalah
yang sangat kompleks. Proyek dapat menghasilkan manfaat sosial dan lingkungan yang besar, namun juha bisa
menghasilkan yang sebaliknya. Tergantung pada skalanya, lokasinya, kepemilikan sosialnya, dan strategi tujuan
akhir dari proyek seperti ini. Kebanyakan proyek biofuel, sebagai contohnya, merupakan kontroversi, karena
sebagian dari faktor ini diisi dengan negatif.
Bagaimanapun, satu tipe pemanfaatan biomass menonjol dan itu adalah biochar. Sepertinya teknik penyuburan
tanah ini dapat menjadi inti dari sinergi yang dapat menyelesaikan beberapa masalah mendesak secara simultan:
habisnya tanah dan penggundulan hutan, ketahanan pangan dan kelaparan, perubahan iklim dan ketahanan
energi.
Sekelompok ilmuwan muda dan partisipan dari Eropa dan Afrika memutuskan untuk menguji sinergi berbasis
biochar, dan kemudian ide untuk menciptakan organisasi profit sosial lahir. Pada awalnya, sepertinya konsepnya
kuat, karena kami secara instan menarik sejumlah besar penyandang dana untuk beberapa proyek.

BIOCHAR
Mongabay: Apakah biochar itu? Bagaimana itu dapat meningkatkan kesuburan tanah?
Laurens Rademakers: Apa yang terdapat dinamanya? Biochar adalah arang (charcoal). Sebagian orang akan
menyebutnya "biochar" atau "agrichar" untuk mengindikasikan bahwa karbon berpori ini akan digunakan untuk
menyuburkan tanah atau bahwa namanya diturunkan dari residu pertanian. Kebanyakan tipe biomass yang telah
melalui proses yang disebut pemanasan-pyrolysis di lingkungan rendah-oksigen - dapat disebut biochar atau
charcoal.
Biochar adalah bentuk karbon yang tidak berubah yang sebagian besar akan tetap tidak berubah di tanah dalam
periode waktu yang sangat lama. Jadi Anda dapat menyimpan karbon di dalam cara yang sederhana, tahan
lama, dan aman dengan cara menaruh char tersebut di tanah. Karbon tipe lain di dalam tanah akan cepat
berubah menjadi karbon dioksida. Char tidak. Lebih jauh lagi, karena pori-pori mikro dan karakteristik kimiafisikanya, biochar dapat meningkatkan baik penyimpanan maupun pergantian nutrisi kunci yang dibutuhkan
tanaman. Ini membuka prospek untuk mengurangi kebutuhan pupuk dan meningkatkan hasil panen dengan cara
organik. Biochar juga mempunyai beberapa efek positihdalam kehidupan mikroba di dalam tanah, dan ini
memainkan peran penting dalam menahan kelembaban.
Bagaimana pun, ini juga banyak tergantung pada tipe tanah di mana biochar itu diperkenalkan. Paling tidak bagi
satu tipe tanah - oxisols di (sub)tropis - ada banyak bukti ilmiah yang mengindikasikan bahwa ini akan
meningkatkan hasil panen. Tanah dengan kondisi buruk ini umumnya ditemukan di seluruh Afrika Sub-Sahara,
Amerika Latin, dan Asia Tenggara. Terutama di Afrika, keberadaannya merupakan salah satu penyebab utama
rendahnya produktivitas pertanian dan kehutanan, setiap petani tebang-dan-bakar mencari lahan baru setelah
menghabiskan satu lahan.
Mongabay: Apa sejarah dari praktek seperti ini?
Laurens Rademakers: Beberapa dekade yang lalu,
peneliti arkeologi dan antropologi menemukan "tanah
gelap" di hutan hujan Amazon. Sangat jelas bahwa tanah
ini, dikenal sebagai "Terra Preta", merupakan buatan
manusia karena mengandung pecahan periuk, tulang ikan
dan material lain yang mengindikasikan keberadaan
manusia. Tanah ini mengandung kesuburan yang
istimewa, dan mengingatkan pada teori baru tentang
peradaban Amazon pra-Kolumbia. Dengan tanah yang
sesubur itu di lingkungan yang tidak subur, mungkin saja
Tanah gelap Amazon - dikenal juga sebagai terra preta. Kiri - oxisol
rendah-nutrisi; kanan - oxisol yang diubah menjadi terra preta yang
subur. Foto milik Bruno Glaser.

dulunya populasi yang besar dan sehat hidup di hutan-hutan ini yang kami kira "asli" dan hanya dihuni oleh
kelompok-kelompok kecil dari pemburu-pengumpul saja. Kunci resep tanah yang menakjubkan ini adalah arang.
Ribuan ton arang telah ditaruh di ribuan kilometer persegi tanah, mungkin saja dengan kesadaran dan teknik
pertanian yang terkelola dengan baik, yang dilakukan oleh sekelompok besar petani.
Setelah penemuan ini, peneliti dari berbagai bidang saling meneliti, dan menemukan bahwa arang di dalam
tanah bisa meningkatkan kesuburan dan pada saat yang sama menyimpan karbon. Komunitas perubahan iklim
menjadi tertarik, seperti juga para peneliti di sektor bio-energi, yang mengetahui bahwa biochar bisa diproduksi
secara efisien dengan teknologi pirolisis modern.
Pertemuan disiplin ilmu, teknologi dan kemungkinan inilah yang menjadikan biochar konsep baru yang cepat
muncul tentang pengelolaan lingkungan dan mitigasi perubahan iklim saat ini.
Mongabay: Bagaimana biochar ini dapat menyediakan ketahanan pangan bagi sebagian masyarakat dunia yang
paling miskin dan kelaparan?
Laurens Rademakers: Kami berfokus pada biochar ini sebagai alat untuk meningkatkan ketahanan pangan di
antara mereka yang paling kelaparan - 75% dari mereka, cukup aneh, adalah petani. Ini adalah prioritas kami.
Mitigasi perubahan iklim atau adaptasinya, dan kompensasi karbon yang mungkin didapat dengan menaruh char
di tanah, adalah kepentingan sekunder.
Biochar akan meningkatkan kesuburan tanah bermasalah dalam cara yang nyata, cepat, dan jangka panjang. Ini
penting bagi petani kecil, karena mereka biasanya tidak mampu membeli pupuk atau berinvestasi dalam teknik
penanaman organik yang membutuhkan waktu lama untuk berdiri. Biochar dapat diproduksi secara lokal, dengan
investasi sangat rendah, dan dengan proses yang sederhana, mudah dipahami. Kebanyakan petani kecil yang
menghidupi dirinya dengan bertani - terutama mereka yang mempraktekkan pertanian tebang-dan-bakar - telah
memiliki sedikit pengetahuan mengenai efektifitas arang di dalam tanah. Jadi tidak sulit untuk meyakinkan
mereka dalam menerapkan teknik tersebut.
Currently, slash-and-burn farmers shift fields and deforest because their soils are rapidly depleted. They spend a
lot of time and effort in cutting down and burning trees in order to free up some land that will become infertile after
just a few harvests. With biochar, this cycle can be slowed down, or even halted. The benefits to these farmers
are instant and very significant. With biochar, they can jump from being undernourished to well-fed, and from
subsistence farmer to a peasant that can sell some surplusafter only one or two harvests.
Mongabay: Bagaimana caranya biochar bisa menyelamatkan hutan? Kenapa biochar lebih baik secara ekonomi
sibanding dengan pertanian tebang-dan-bakar?
Laurens Rademakers: Biochar dapat memperlambat tingkat penggundulan hutan dengan secara bertahap
menghilangkan pertanian tebang-dan-bakar. Saat petani tebang-dan-bakar bisa menggandakan penghasilannya
dan meningkatkan periode kesuburan lahannya tiga kali lipat, efeknya jelas: dia tidak harus menebang dan
membakar petak-petak hutan seperti yang dulu dilakukannya, untuk menghasilkan makanan dengan jumlah yang
sama.
Strategi ini hanya kompetitif di bawah skenario
yang spesifik: seberapa besar hasil panen
meningkat? Apakah ada kompensasi karbon di
sana (kredit karbon atau lainnya)? Seberapakah
biaya produksi biochar? Seberapa banyak
seseorang harus berinvestasi untuk distribusinya,
dan sebagainya.
Percobaan kami di Kamerun dan Kongo
mengindikasikan bahwa kita bisa memproduksi
dan menerapkan biochar dengan cara yang
berkesinambungan (kita menggunakan biomassa
yang kalau tidak digunakan akan dibakar, dan
residu pertanian) dan mendapat keuntungan,
hanya karena hasil panen meningkat. Kredit
karbon untuk menyimpan karbon secara
Pencitraan udara dari penggundulan hutan untuk pertanian tebang-dan-bakar di
Amazon Peru. Foto oleh: Rhett A. Butler.
permanen di dalam tanah akan menjadi bonus
tambahan. Uang untuk "hutan gundul yang terhindarkan" hasil dari intervensinya juga menjadi bonus tambahan.
Mongabay: Apakah biochar menggantikan kebutuhan akan pupuk?
Laurens Rademakers: Kenyataannya tidak. Biochar bukanlah pupuk dalam arti yang tegas. Namun, biochar
adalah elemen (pembentuk) tanah yang menolong untuk menjadga kesuburan alami dari tanah, atau mengurangi

tingkat habisnya tanah. Dalam arti seperti ini, biochar dapat menggantikan kebutuhan akan beberapa pupuk.
Mereka yang mencoba di lapangan dari pihak kami dan yang lainnya mendemonstrasikan bahwa biochar
seringkali berfungsi sama efektifnya dengan pupuk organik maupun anorganik. Namun dalam prakteknya, akan
sangat baik mencampur biochar dengan pupuk organik.
Mongabay: Apakah ada manfaat lain dari penggunaan biochar?
Laurens Rademakers: Dalam skenario yang ideal, produksi biochar dapat menghasilkan energi thermal yang
berguna yang dapat digunakan untuk mengeringkan pertanian dan produk lain dengan cara yang berbiaya
sangat rendah. Beberapa teknologi menjanjikan produksi lain dari arang, panas, dan tenaga. Ini membuka tujuan
utama kami: memasukkan listrik yang dapat diperbaharui ke dalam masyarakat pedalaman di luar batas wilayah.

IMPLEMENTASI
Mongabay: Apa sajakah penemuan dari uji lapangan biochar di Kamerun?
Laurens Rademakers: Secara singkat: kami melakukan pengujian ini bersama 75 kelompok tani, mewakili
sekitar 1500 petani kecil. Kami menemukan bahwa biochar yang diaplikasikan dengan tingkat 10 ton per hektar
sama efisiennya baik dengan pupuk organik maupun pupuk anorganik. Biochar meningkatkan hasil panen
dengan rata-rata 240% di tanah yang buruk. Hasil yang mirip ditemukan untuk aplikasi pada tingkat 20 ton per
hektar. Penelitian ini masih berlangsung, karena kami ingin
menyelidiki yang dinamakan efek residual.
Mongabay: Bagaimana kemajuan proyek di Republik Demokrat
Kongo?
Laurens Rademakers: Ini merupakan proyek yang paling unik,
dibiayai oleh Congo Basin Forest Fund: masyarakat paling miskin
di dunia, tidak terhubung dengan sebagian besar dunia, 70%
kekurangan gizi, akan menggunakan biochar di lahan mereka.
Petani-petani ini, hidup di Propinsi Equateur selatan Sungai
Kongo, mempunyai kehidupan yang paling sulit di dunia, dan kami
berpikir bahwa kami mungkin bisa membantu mereka dalam
mengatasi sebagian dari masalah mereka dengan cara yang
sangat sederhana. Kami melakukan proyek ini berkolaborasi
dengan LSM lokal yang bernama ADAPEL - sekelompok pemuda
pemberani yang bertujuan untuk membalikkan tren penggundulan
hutan yang mereka saksikan sendiri di masyarakat mereka.
Kami telah membangun 12 unit produksi biochar besar di
perbatasan hutan, dekat dengan 20 desa yang tersebar di
sepanjang 50 kilometer rute di dalam hutan. Unit-unit ini
mengubah berton-ton biomassa menjadi biochar. Biomassa yang
kami gunakan merupakan tebangan yang akan dibakar. Arang ini
akan diperkenalkan bulan Agustus, beberapa waktu sebelum
musim tanam kedua (pertengahan Agustus).

Petani mengaplikasikan biochar ke tanah yang buruk. Kredit:


Etchi Daniel-Jones, Laurens Rademakers.

Logistik dari proyek ini cukup menantang: membutuhkan kapal, kano, motor, kereta dorong, dan keranjang untuk
membuatnya berhasil. Tapi bagaimanapun juga, setimpat dengan usahanya. Petani tebang-dan-bakar di daerah
ini sudah memiliki pemahaman mengenai apa yang dapat dilakukan arang di dalam tanah, meski mereka tidak
mengungkapkannya dengan ungkapan-ungkapan ilmiah. Mereka memiliki banyak pengetahuan praktis dan
pemahaman. Kami mengarah untuk mengolah pengetahuan ini.
Tujuan proyek: memperlambat penggundulan hutan lokal paling tidak 50%, meningkatkan hasil panen 100%,
serta meningkatkan pendapatan pertanian dan menurunkan sebagian kemiskinan dan kelapara, dan mengurangi
konsumsi kayu bakar di rumah tangga sebanyak 50%, yang kami lakukan dengan memperkenalkan kompor
masak yang menghasilkan arang yang pembakarannya sangat bersih dan efisien.
Mongabay: Di manakah lokasi yang akan datang? Apakah ada rencana untuk mengerjakannya di wilayah lain
seperti Amerika Selatan dan Asia Tenggara?

Laurens Rademakers: Kami ingin membangun beberapa ahli di daerah yang sulit terlebih dahulu. Ini membuat
kami bisa membangun beberapa rutinitas implementasi proyek. Kami siap untuk bekerja di semua tempat di
mana penggundulan hutan merupakan masalah yang disebabkan oleh masyarakat miskin yang tidak memiliki
alternatif. Sekitar 500 juta orang di daerah tropis dipercaya mempraktekkan pertanian tebang-dan-bakar.
Perbatasan hutan tropis telah menjadi perbatasan mental di Barat. Di sinilah di mana perlawanan terhadap
perubahan iklim dapat dimenangkan dalam cara yang cukup langsung, hanya dengan melindungi hutan.
Bagaimanapun, biochar sepertinya akan menjadi satu dari strategi-strategi di mana seseorang tidak mengusir
orang-orang keluar dari tanahnya atau mencar nafkah dengan alternatif lain, dengan masalah-masalahnya, atas
nama konservasi.
Mongabay: Bagaimana masyarakat yang menggunakan biochar bisa sesuai untuk kredit karbon?
Laurens Rademakers: Ada banyak yang dikerjakan untuk mengembangkan rutinitas untuk mengukur dampak
dari proyek biochar. Di proyek kami, beberapa arus kredit karbon potensial bekerja secara simultan: (1) ada
karbon yang disimpan secara permanen di tanah; (2) ada hutan gundul yang terhindarkan - dan nilai dari karbon
yang terkandung di hutan-hutan tersebut - hasil dari kenyataan bahwa seseorang menghentikan pertanian
tebang-dan-bakar; (3) ada penyimpanan karbon saat seseorang memperkenalkan teknologi yang menghasilkan
biochar dan menghasilkan energi thermal yang berguna pada saat
yang sama, seperti kompor masak efisien yang membakar lebih
sedikit kayu.
Di model kami, kami mengelompokkan petani menjadi sebuah
kooperatif yang mengelola baik hasil pertanian maupun
pendapatan kredit karbon potensial. Aksi kolektif adalah cara satusatunya untuk mencapai jumlah tertentu dan mendapatkan proyek
di pasar karbon. Berita baiknya tentang proyek kami adalah di sini
petani itu sendiri yang melakukan aksi menyimpan karbon.
Mereka yang memproduksi arang; mereka yang menaruhnya di
dalam tanah. Mereka memegang kendali. Proyek kami lebih
kurang menjamin bahwa mereka akan mendapat kredit karbon,
dan bukannya orang menengah ke atas.
Mongabay: Anda menggunakan biochar dan inisiatif lain untuk
mengurangi perdagangan daging hewan liar hingga 50% di
sepuluh desa di Gabon. Kenapa Anda berpikir Anda akan berhasil
sementara organisasi lainnya telah gagal?

Petani di Indonesia. Foto oleh: Rhett A. Butler.

Laurens Rademakers: Pendekatan kami tidak terlalu berbeda dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya.
Namun, lebih halus dan lebih terintegrasi. Halus, karena ini mencakup aspek gender yang kompleks dalam
kehidupan di desa kecil (ketika memperkenalkan teknologi, kami bermain di atas harga diri pemburu dan peran
mereka di area publik). Integrasi, karena ini mengubah baik pertanian dan lanskap energi di desa-desa tersebut
(kami menanam biji-bijian lokal untuk makanan hewan di tanah dikembangkan dari boichar dengan pohon-pohon
yang memperbaiki nitrogen menyediakan nutrisi N, dan kami menggunakan kotoran hewan untuk memproduksi
biogas dan biochar - lingkaran tertutup yang mengurangi penggundulan hutan akibat produksi bahan makanan
hewan).
Banyak proyek lain yang menghilangkan perburuan dan perdagangan hewan liar terlalu mono-dimensional, di
mana mereka berdasar pada bentuk-bentuk sederhana "substitusi protein" (menernakkan hewan, terserah
bagaimana, dan masalah itu akan selesai dengan sendirinya) atau "substitusi pekerjaan" (ubah pemburu
menjadi, contohnya guide wisata ekologi, dan mereka akan berhenti berburu).
Dalam proyek kami, pemburu akan tetap sebagai pemburu, namun hanya di waktu luang mereka. Mereka
sekarang lebih tertarik untuk mengelola teknologi energi yang bisa diperbaharui, yang bergengsi, dan hasilnya, di
mana istrimereka akan mendapatkan pemasukan tambahan secara substansial dari menjaul protein hewani, dan
menyediakan lingkungan hidup yang lebih nyaman dengan berpindah pada bentuk energi yang lebih bersih. Jika
kredit karbon ikut bermain, untuk penggunaan biochar di pertanian yang memproduksi makanan hewan, insentif
finansial yang serius membuat konsep ini tak pelak sangat menarik bagi para pemburu.
Mongabay: Apa yang diperlukan untuk 'mengindustrialisasi' biochar? Apa bahayanya?

Laurens Rademakers: Seperti banyak konsep bioenergi lainnya, kebanyakan tergantung pada skala. Kami tidak
menganjurkan produksi industrial biochar, karena ini mungkin tidak bisa berkesinambungan. Bagaimanapun, ada
beberapa teknologi yang sedang dikembangkan yang mungkin
dapat menghasilkan biochar dalam kuantitas yang besar. Ini
sering kali berfokus pada produksi biofuel cair untuk sektor
transportasi, di mana biochar hanyalah hasil sampingan. Kami
menjaga jarak dari inisiatif seperti ini, karena biomassa dapat lebih
baik digunakan untuk produksi listrik atau untuk biochar, begitu
saja.
Produksi industri membutuhkan kriteria sosial, kultural, dan
lingkungan yang berkesinambungan, terutama bila dilokasikan di
daerah-daerah kaya hutan.
Bagaimanapun, 'industrialisasi' tidak selalu harus buruk. James
Lovelock pernah mengatakan sesuatu tentang masalah ini:
"kemanusiaan memakan makanan, dan ketika kami memproduksi
makanan, kami menghasilkan limbah. Semua petani seharusnya
mengubah limbah ini menjadi biochar, untuk menyelamatkan
planet." Sekarang, baik kita memproduksi biochar ini terpusat di
instalasi besar dan kemudia mendistribusikan kembali ke petani,
atau kami menggunakan pendekatan yang tidak terpusat, adalah
masalah ekonomi. Sentralisasi memiliki tantangan logistik,
desentralisasi memiliki tantangan investasi. Keduanya memiliki
pro dan kontra. Tapi saya tidak melihat kenapa produksi biochar
skala besar di masyarakat yang terorganisasi dengan baik, di
mana kesinambungan dapat dimonitor, adalah sebuah masalah.
Mongabay: Dengan dampak yang luar biasa dari biochar, kenapa
proses ini tidak muncul di halaman depan setiap koran di dunia?
Laurens Rademakers: Memang pernah. Beberapa ilmuwan iklim
utama dunia dan pemerhati lingkungan telah berbicara mengenai
biochar. Beberapa di antaranya: James Hansen dari NASA, orang
yang memulai debat pemanasan global di A.S di tahun 1980an;
James Lovelock, bapak dari teori Gaia dan guru lingkungan (par
excellence), atau Tim Flannery, suara iklim utama di Australia.
Anak di Gabon. Mengimplementasikan metode biochar di
Richard Branson ingin berinvestasi. Biochar telah menjadi agenda
seluruh Afrika tropis memberi janji pertolongan bagi
masyarakat termiskin di dunia. Foto oleh Rhett A. Butler.
perubahan iklim (Bali dan Kopenhagen). Presiden dari negara
kecil, Maladewa, telah mengatakan bahwa hanya biochar yang dapat menyelamatkan negaranya dari tenggelam.
Singkatnya, ada perhatian yang sedang tumbuh atas biochar, namun ini adalah konsep yang masih muda. Kita
harus memberinya waktu, dan mengujinya dengan lebih seksama.
Beberapa suara bernada kritik telah muncul, dan telah meluncurkan debat mengenai biochar, yang mana sangat
diperlukan. Namun sayangnya, suara-suara ini sangat kekurangan dalam hal ilmu di belakang biochar. Akibatnya,
mereka tidak dianggap serius oleh komunitas sains. Mereka mencoba membingkai biochar sebagai konspirasi
dari imperialis lingkungan yang ingin merancang planet kita berlawanan dengan keinginan kita.
Kami berharap untuk menemukan debat yang lebih dewasa dan mendalam tentang biochar yang berasal dari
ilmu dan bertahap menjadi pertanyaan praktis: sistem mana yang akan bekerja? Apakah skala optimal untuk
proyek tersebut? Bagaimana dengan implementasi dari prinsip pencegahan? Dan apa yang bisa dilakukan
dengan biochar di pasar karbon? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan mengikat yang menunggu untuk diberitahu
jawabannya.

Environmental Benefits of Biochar

If we want to tackle climate change challenges, we must look to the untapped potential of the soil to
sequester carbon. By doing that, we are improving biodiversity of the soil ecosystem and improving
the productivity of the soil, therefore impacting the livelihoods of affected populations."
Luc Gnacadja, Executive Secretary of the UN Convention to Combat Desertification (UNCCD)
Sustainable biochar is a powerfully simple tool to address some of the most urgent environmental
problems of our time:

Climate Change
Sustainable biochar can be used now to help combat climate change by holding carbon in soil and by
displacing fossil fuel use. Research shows that the stability of biochar in soil greatly exceeds that of
un-charred organic matter. Additionally, because biochar retains nitrogen, emissions of nitrous oxide (a
potent greenhouse gas) may be reduced. Turning agricultural waste into biochar also reduces methane
(another potent greenhouse gas) generated by the natural decomposition of the waste. This powerfully
simple tool can store 2.2 gigatons of carbon annually by 2050. Click here for more information on
biochar and carbon sequestration potential.

Soil degradation and food insecurity


As a soil enhancer, biochar makes soil more fertile, boosts food security, preserves cropland diversity,
and reduces the need for some chemical and fertilizer inputs.

Water pollution by agro-chemicals


Biochar improves water quality by helping to retain nutrients and agrochemicals in soils for use by
plants and crops, resulting in less pollution.

Waste Management
Biochar production offers a simple, sustainable tool for managing agricultural wastes. A combination
of waste management, bioenergy production, and sustainable soil management can succeed with an
approach involving biochar.

Deforestation and loss of cropland diversity


By converting agricultural waste into a powerful soil enhancer with sustainable biochar, we can
preserve cropland diversity and discourage deforestation.

BIOCHAR: Ancaman Baru Bagi Manusia, Tanah Dan Ekosistem Di


Dunia (Bag I)

Details
Category: ADVERTORIAL
Published on Wednesday, 13 May 2009 10:05
Written by JUBI 1
Hits: 4092

Ilustrasi by Syafiudin

JUBIKelestarian lingkungan hidup dan keberlanjutan hidup manusia di bumi ini semakin
terancam. Pasalnya, kerusakan lingkungan hidup telah menyebabkan terjadinya
pemanasan global yang membawa akibat buruk pada iklim dunia. Hutan alam tropis
sudah menipis, lapisan ozon pun semakin menipis bahkan terbuka lebar.
Berbagai upaya pencegahan perubahan iklim ini baru saja digagas beberapa tahun
belakangan. Konsep REDD ditawarkan sebagai upaya handal kepada masyarakat dunia,
terutama negara-negara di dunia untuk mengupayakan pencegahan terhadap perubahan
iklim dunia. Namun, belum terlaksananya REDD, muncullah ide baru yang menurut para
pencetusnya adalah solusi yang tepat tetapi malah sangat berbahaya bagi manusia,
tanah dan seluruh ekosistem di bumi ini. Biochar, namanya. Apa itu Biochar?
Marianne Klute dari Watch Indonesia yang juga ahli di bidang kimia di Berlin , Jerman

menjelaskan bahwa Biochar adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan arang
(biasanya arang berserbuk halus) yang ditambahkan pada tanah. Biochar dihasilkan
melalui proses yang disebut pirolisis biomasa. Ini dilakukan dengan memaparkan
biomasa pada temperatur tinggi tanpa adanya oksigen. Proses ini menghasilkan dua
jenis bahan bakar (syngas atau gas sintetik dan bio-oil atau minyak nabati) dan juga
arang sebagai produk sampingan.
Produksi arang secara besar-besaran seperti ini akan memerlukan ratusan juta hektar
lahan untuk menghasilkan biomas (kemungkinan besar terutama perkebunan pohon). Ini
adalah usaha untuk memanipulasi biosfer dan penggunaan lahan secara besar-besaran
untuk mengubah iklim global, yang membuatnya menjadi semacam geo-engineering.
Seperti yang tampak jelas dari bahaya agrofuel yang terungkap, konversi tanah yang
sedemikian besar itu merupakan ancaman besar bagi keanekaragaman hayati dan
ekosistem yang memainkan peran penting dalam menstabilkan dan mengatur iklim dan
diperlukan untuk memastikan ketahanan pangan dan air. Ini mengancam penghidupan
banyak orang, termasuk masyarakat adat. Biochar dan agrofuel terkait erat. Arang
adalah produk sampingan dari suatu jenis produksi bioenergi yang dapat juga digunakan
untuk membuat agrofuel generasi kedua, yaitu agrofuel cair dari kayu, jerami, ampas
tebu kering (bagas), ampas inti sawit dan jenis biomasa padat lainnya.
Sebelas pemerintah negara di Afrika telah menyerukan dimasukkannya tanah pertanian
secara umum dan Biochar secara khusus dalam perdagangan karbon. Hal ini
menandakan bahwa mereka berusaha meningkatkan pendanaan sektor swasta (dan
sebagai implikasinya kendali perusahaan) atas daerah pedesaan di Selatan, dan untuk
mengaitkannya dengan proposal dimasukkannya hutan dalam perdagangan karbon
(yaitu mekanisme bagi pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi atau REDD
yang tengah dinegosiasikan sekarang ini). Proposal REDD itu mendapat tantangan
karena usulan itu mengkomersialkan ekosistem hutan dengan implikasi besar terhadap
masyarakat adat dan keanekaragaman hayati. Dimasukkannya tanah dalam mekanisme
itu nantinya akan menimbulkan dampak serius.
Terkait dengan isu Biochar ini, Marianne Klute menegaskan bahwa pihaknya dari Watch
Indonesia! bersama jaringan pemerhati lingkungan dan hak indigenous people
(masyarakat adat) di German telah menyerukan kepada seluruh pihak di dunia terutama
masyarakat adat di negara-negara berkembang yang masih memiliki cukup banyak
luasan hutan tropis supaya mewaspadai investasi apapapun yang kiranya mengandung
unsur misi Biochar. Karena menurutnya, Biochar adalah ancaman baru yang sangat
berbahaya bagi manusia, tanah dan ekosistemnya. Jauhkan Biochar dan tanah dari
perdagangan karbon. Waspadai usulan penggunaan arang dalam tanah secara besarbesaran untuk mitigasi perubahan iklim dan reklamasi tanah.
Biochar Membahayakan Ekosistem
Mengenai isu baru di bidang lingkungan yang membahayakan kehidupan manusia dan
lingkungan hidup ini, Pietsau Amafnini dari JUBI mewawancarai Marianne Klute dari
Watch Indonesia di Berlin, Germany Senin pekan kemarin.
Berikut ini petikannya.
Kalau dibandingkan dengan isu REDD, apa yang berbeda dari isu Biochar?
Biochar adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan arang (biasanya arang
berserbuk halus) yang ditambahkan pada tanah. Biochar dihasilkan melalui proses yang
disebut pirolisis biomasa. Ini dilakukan dengan memaparkan biomasa pada temperatur
tinggi tanpa adanya oksigen. Proses ini menghasilkan dua jenis bahan bakar (syngas
atau gas sintetik dan minyak nabati) dan juga arang sebagai produk sampingan. Kedua
jenis bahan bakar ini hanya merupakan ide gila dari para inisiator yang memproyekkan
Biochar sebagai alternatif solution untuk pengurangan emisi karbon dunia. Yang jelas

proses pembakaran tetap menyebabkan pemanasan global, apalagi dalam luasan


ratusan juta hektar. Dalam prinsip REDD, tak mengizinkan proses-proses pembakaran
yang justru menyebabkan polusi dan merusak lingkungan hidup, terutama di daerahdaerah hutan tropis. Hutan alam harus dijaga, dilindungi dan dikelola secara
berkelanjutan untuk menjamin kehidupan manusia dan ekosistem yang ada di dalam
hutan. Yang jelas, namanya arang industri itu adalah limbah bukan penyelamat
lingkungan.
Apakah Biochar yang berasal dari arang industri itu sama dengan Terra Preta
di Amazon?
Itu dia, belum diketahui apakah arang dalam tanah memang merupakan penyerap
karbon (carbon sink). Yang jelas arang industri sangat berbeda dengan Terra Preta yang
ditemukan masyarakat adat di Amazon Tengah sejak ratusan bahkan ribuan tahun
silam. Amazone Tengah memang memiliki tanah yang kaya akan karbon dan tanahnya
sangat amat subur. Namun, itu proses alami, sebagaimana pengalaman petani subsistem
yang mengelola kebun skala kecil hanya untuk kebutuhan makan. Dari hasil bakaran itu
akhirnya menemukan bahwa bisa memproduksi arang dan energi.
Berapa luasan tanah yang kira-kira dibutuhkan untuk memproduksi Biochar?
Pendukung biochar mempromosikan target minimal akan menggunakan 500 juta
hektare lahan atau lebih untuk memproduksi arang dan energi.. Pembukaan lahan ini
tentu melalui sistem industri perkebunan monokultur dimana mereka akan menanam
pohon yang cepat tumbuh dan bisa diproses untuk memperoleh arang dan energi itu. Tak
hanya itu, tetapi justru luasan tanah yang dibutuhkan itu juga untuk menanam tanaman
pemasok industri bubur kertas dan kertas. Untuk agrofuel sudah menciptakan dampak
sosial dan lingkungan yang parah sehingga memperburuk perubahan iklim. Tuntutan
lahan baru yang teramat besar untuk biochar akan sangat membuat masalah ini menjadi
semakin parah. Bahayanya adalah hutan alam, hutan tropis itu justru akan diperbaharui
dengan hutan tanaman industri yang tentu monokultur untuk memenuhi tuntutan
produksi energi.
Apa resiko dan tantangan bagi keberlanjutan manusia dan ekosistem di daerah
hutan tropis?
Resikonya bahwa Biochar di masa mendatang dapat digunakan untuk mempromosikan
pengembangan varietas tanaman rekayasa genetika (GE) yang direkayasa secara khusus
untuk menghasilkan biochar atau untuk memperluas jenis tanaman yang cepat tumbuh
yang keduanya dapat memberi dampak ekologi serius. Tanaman genetika baru ini
dimaksudkan supaya menjamin ketepatan dan ketersediaan produksi. Bahayanya adalah
proyek Biochar akan menghancurkan hutan alam di mana kebanyakan masyarakat adat
di negara-negara berkembang masih hidup bergantung pada pemanfaatan sumberdaya
hutan dan sumber daya alam secara tradisional. Hutan akan ditebang habis dengan
luasan minimal 500 juta hektar untuk tingkat dunia hanya untuk memproduksi arang dan
energi biochar itu. Tentu semakin bertambah ancaman terhadap bumi dimana
pemanasan global semakin meningkat. Hutan alam pun akan habis ditebang dan
digantikan dengan hutan tanaman industri hasil rekayasa genetika itu. Ini merupakan
ancaman baru bagi manusia, hutan dan seluruh kehidupan di bumi ini. (Pietsau
Amafnini)

Energi Alternatif
Bio-char: Solusi untuk Krisis Energi dan Pangan
Oleh: Didiek Hadjar Goenadi
Jika krisis diartikan sebagai kesulitan yang berkepanjangan dan berpotensi menciptakan situasi yang
lebih buruk, maka kondisi penyediaan energi dan pangan di negeri ini sudah pantas dimasukkan ke
dalam situasi kritis.
Harga minyak bumi, yang menembus 112 dollar AS per barrel dan beras 25 persen pecah mencapai di
atas 717 dollar AS per ton, sudah menggambarkan tanda-tanda krisis energi dan pangan sudah di depan
kita.
Puncak krisis akan makin cepat dicapai jika tidak ditemukan upaya-upaya terobosan untuk mengatasi
berbagai hambatan. Situasi energi dan pangan beberapa waktu terakhir ini diperparah dengan isu
pemanasan global yang secara sendiri-sendiri maupun bersamaan akan mempercepat pencapaian
puncak krisis keduanya.
Untuk itu, teknologi alternatif, betapa pun tradisionalnya, perlu dipertimbangkan sebagai solusi
masalah ini. Salah satu di antaranya adalah teknologi bio-char.
Bio-char atau yang lebih kita kenal dengan sebutan arang telah memperoleh perhatian yang luar biasa
dalam beberapa tahun terakhir ini. Bahkan, sebuah kelompok bernama International Bio-Char
Initiative sudah dibentuk dengan dorongan para peneliti dari Universitas Cornell, Amerika Serikat.
Bio-char tidak saja diyakini mampu meningkatkan produktivitas lahan, tetapi juga untuk sumber energi
dan penyimpan karbon abadi. Proses produksi bio-char dapat dilakukan dalam skala kecil hingga
komersial. Kayu dan berbagai jenis limbah organik padat (LPO) dipanaskan tanpa oksigen dalam
proses yang disebut pirolisis bersuhu rendah (di bawah 1.000 derajat Celsius).
Selama proses pirolisis berlangsung, panas yang diberikan akan menghilangkan gas-gas dan cairan di
dalam LPO yang salah satunya dapat menghasilkan asap cair (liquid smoke) yang berguna untuk
penghilang bau busuk pengolahan karet remah dan/atau pengawet makanan pengganti boraks.
Sisanya berupa arang (bio-char) sekitar 50 persen dari berat awal LPO, bergantung pada jenis LPO
yang digunakan. Untuk sistem yang berkesinambungan, gas dan cairan yang dihasilkan dapat
digunakan sebagai sumber energi pemanasan sehingga proses produksi bebas dari bahan bakar
tambahan.
Berbagai penelitian di AS, Jerman, dan Brasil telah menunjukkan bahwa tingginya produktivitas tanah
hitam Amazon diakibatkan oleh kandungan bahan organik yang berasal dari arang yang terakumulasi
sejak ribuan tahun yang lalu atau yang dikenal dengan nama terra preta.
Teknik pembukaan lahan di wilayah itu adalah slash-and- char, bukan slash-and-burn seperti di
wilayah Indonesia. Cara Indonesia membakar biomasa tanaman dengan api terbuka untuk mengurangi
volumenya menjadi abu, sedangkan cara Amazon membakar dalam tumpukan yang ditutup dengan
tanah dan jerami dan menghasilkan arang.
Aplikasi bio-char mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah karena adanya kisi- kisi mikro di
dalam struktur dan resin perekatnya.
Oleh karena bio-char pada dasarnya adalah senyawa karbon yang tahan terhadap dekomposisi,
keberadaannya mampu memacu aktivitas kehidupan mikrobiologi tanah, terutama yang berasosiasi
dengan akar tanaman.

Selain itu, aplikasi bio-char mampu meningkatkan konservasi unsur hara mudah larut sehingga
pencucian hara menjadi minimal. Hasil uji coba di Universitas Cornell menunjukkan bahwa bio-char
mampu meningkatkan produksi kacang kapri dan padi hingga 38-45 persen.
Hasil ini memberikan bukti kuat tentang tingginya produktivitas tanah hitam Amazon walaupun sudah
berkali-kali ditanami tanpa pupuk.
Keekonomian bio-char
Satu ton bio-char bermutu baik memiliki nilai energi sekitar 28 gigajoule (GJ) per ton, sedikit lebih
rendah daripada batu bara dengan mutu terbaik. Karbon hitam murni memiliki nilai energi 32 GJ per
ton. Harga baku batu bara di Inggris adalah sekitar 1,8 dollar AS/GJ.
Jika sebuah stasiun pembangkit menggunakannya dengan harga setara batu bara, maka nilai bio-char
adalah sekitar 50 dollar AS per ton. Membakar satu ton bio-char menghasilkan 3,5 ton CO2,
sedangkan karbon murni menghasilkan sekitar 3,7 ton.
Harga CO2 saat ini di Skema Perdagangan Emisi Eropa adalah sekitar 19 dollar AS per ton sehingga
menahan 3,5 ton karbon berarti harus bernilai 65,5 dollar AS. Oleh karena nilai bio-char lebih kecil
daripada nilai CO2, maka secara logika ekonomi lebih murah menahan karbon di dalam tanah daripada
membakarnya sebagai pengganti batu bara.

Muhammad
Fakhruddin
13012015

A Handful of Carbon

Mengunci karbon di tanah lebih masuk akal daripada


menyimpannya dalam tanaman dan pohon yang akhirnya
terdekomposisi, kata pendapat Johannes Lehmann. Dapatkah ide
ini bekerja dalam skala besar?
Untuk menjawab tantangan perubahan iklim Global, pengurangan emisi gas
rumah kaca harus dilakukan. Strategi utamanya adalah melakukan pengurangan
penggunaan bahan bakar fosil yang merupakan kontributor terbesar gas rumah
kaca. Namun, karena sebagian besar emisi gas tersebut masih belum dapat
dihindari, strategi lain yang dapat dilakukan adalah dengan secara aktif menarik
karbon dioksida dari udara. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah
dengan penambatan biochar.
Salah satu upaya untuk mengurangi kandungan karbon dalam atmosfer
adalah dengan menanam tanaman yang akan menambat karbon dioksida ke
dalam biomassanya atau zat organik tanah. Penambatan ini dapat dilakukan
lebih
jauh
dengan
memanaskan
biomassa
tersebut
dengan
tanpa
oksigen(disebut proses pirolisis suhu rendah). Pirolisis akan mengonversi
biomassa menjadi biochar, dengan kandungan karbon dua kali lebih besar dari
biomassa biasa.
Tanpa batasan.
Jangka waktu pasti mengenai kemampuan penyimpanan biochar masih dalam
perdebatan. Baik jangka waktu tersebut berkisar antara ratusan ataupun ribuan
tahun, biochar akan tetap dianggap sebagai metode penyimpanan jangka
panjang untuk tujuan mengurangi emisi karbon dioksida.
Biochar merupakan metode dengan
resiko, yaitu tetap terjadinya pelepasan
karbon ke udara, yang lebih rendah
dibanding cara penambatan lain. Ketika
biochar dimasukkan ke dalam tanah,
dapat diperkirakan bahwa tidak akan
terjadi
sesuatu
yang
menyebabkan
hilangnya karbon tersebut. Intinya adalah
bahwa biomassa tanaman terdekomposisi
dalam periode waktu yang relatif pendek
pada suatu siklus karbon seperti terlihat
pada gambar disamping. Dan dengan
menggunakan biochar, setengah dari
jumlah karbon dari siklus tersebut dapat
dipisahkan dan ditambat dalam siklus biochar yang lebih lambat. Dengan
pengambilan karbon organik dari siklus fotosintesis dan dekomposisi tersebut,
penambatan biochar secara langsung dapat mengurangi karbon dioksida dari
atmosfer.
Tapi pertanyaan besarnya adalah apakah metode ini dapat ditingkatkan
hingga skala nasional dan regional, atau bahkan global. Agar penambatan
biochar bekeja pada skala yang lebih besar, salah satu faktor pentingnya adalah
dengan mengombinasikan pirolisis suhu rendah dengan penangkapan secara
simultan gas buang yang dihasilkan dan mengubahnya menjadi energi dalam
bentuk panas, listrik, biofuel atau hidrogen. Sebagian besar perusahaan yang

membangkit energi berbasis nabati dengan cara ini mungkin memandangan


biochar hanya sebagai produk sampingan yang dapat dibakar untuk
mengimbangi penggunaan bahan bakar fosil dan mengurangi biaya. Tetapi
perhitungan kami menunjukkan bahwa pengurangan emisi dapat 12-84% lebih
besar jika biochar dimasukkan kembali ke dalam tanah bukannya dibakar untuk
mengimbangi penggunaan bahan bakar fosil. Penambatan biochar menawarkan
kesempatan untuk mengubah bioenergi menjadi industri karbon-negatif.
Mudah dipantau
Baik konversi biomassa menjadi biochar maupun aplikasinya untuk penyuburan
tanah akan mudah untuk dipantau tanpa biaya tambahan. Tidak ada alat-alat
analisis yang diperlukan, seperti halnya metode penambatan tanah lainnya.
Penambatan biochar tidak memerlukan dasar pengetahuan sains yang tinggi dan
teknologi produksi yang sederhana, sehingga cocok untuk berbagai wilayah di
dunia. Memang bagaimanapun, masih dipererlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengoptimalkan sifat biochar dan untuk mengevaluasi biaya dan manfaat
ekonomi dari penerapan skala besar.

Komentar:
Penggunaan arang yang diproduksi dengan membakar limbah biomassa hasil
pertanian mungkin merupakan salah satu dari revolusi lingkungan yang penting.
Metode yang sepertinya sederhana ini, memiliki potensi untuk membantu
mengurangi sebagian masalah dunia yang mengakar, seperti kelaparan,
kurangnya kesuburan tanah di daerah tropis, perusakan hutan hujan akibat
pertanian tebang-dan-bakar, dan bahkan perubahan iklim.
Biochar akan meningkatkan kesuburan tanah bermasalah dalam cara yang
nyata, cepat, dan jangka panjang. Ini penting bagi petani di Indonesia yang
sebagian besar merupakan petani kecil, karena mereka biasanya tidak mampu
membeli pupuk atau berinvestasi dalam teknik penanaman organik yang
membutuhkan waktu proses yang relatif lama. Biochar dapat diproduksi secara
lokal, dengan investasi sangat rendah, dan dengan proses yang sederhana, serta
mudah dipahami.
Biomasa terutama limbah biomasa ataupun limbah organik bisa langsung
diolah dilokasi tersebut untuk menghasilkan biochar. Perusahaan agroindustri
seperti pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah biomasa sangat besar setiap
harinya. Indonesia sebagai salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia,
memiliki pabrik sawit diperkirakan lebih dari 1.000 unit, sehingga limbah
biomasa yang tersedia sangat berlimpah.
Khusus pada indutri kelapa sawit, produk biochar akan memiliki peran yang
besar untuk meningkatkan kesuburan tanah termasuk mereduksi kebutuhan
pupuk pada perkebunan sawitnya, sehingga akan sangat menguntungkan.
Sejumlah upaya telah banyak dilakukan oleh perusahaan sawit untuk
meningkatkan efektifitasnya dalam pemupukan dan penyuburan tanah, dan
dengan biochar ini ibarat sekali merengkuh dayung dua tiga pula terlampaui,
masalah limbah padat sawit bisa diatasi, mendapat sumber energi dan perbaikan
kesuburan tanah. Biochar selain mampu menyuburkan tanah juga mampu
menangkap gas karbondioksida dari atmosfer sehingga merupakan mekanisme
carbon negative, sedangkan biooil dan syngas bisa diaplikasikan sebagai bahan
bakar carbon neutral karena berasal dari biomasa

Seperti pada kebanyakan konsep bioenergi lainnya, kebanyakan tergantung


pada skala. Menurut saya industrialisasi biochar tidak dianjurkan, karena
mungkin tidak bisa dilakukan secara berkesinambungan. Sesuai dengan salah
satu tujuan dasar dilakukannya metode ini, yaitu memanfaatkan limbah
pertanian ataupun perhutanan sebagai bahan baku, maka produksi biochar akan
dapat dilakukan jika masih tersedianya limbah biomassa tersebut. Industrialisasi
biochar secara besar-besaran akan membutukan sumber biomassa yang lebih
besar sehingga limbah biomassa yang tersedia tidak mampu memenuhi
kebutuhan tersebut. Namun, ada beberapa teknologi yang sedang
dikembangkan yang mungkin dapat menghasilkan biochar dalam kuantitas yang
besar. Dalam hal ini sering kali fokusnya ada pada produksi biofuel cair untuk
sektor transportasi, dengan biochar hanyalah hasil sampingan.
Produksi industri membutuhkan kriteria sosial, kultural, dan lingkungan
yang berkesinambungan, terutama bila dilokasikan di daerah-daerah yang kaya
hutan. Meski demikian, industrialisasi tidak harus selalu buruk. Baik kita
sekarang memproduksi biochar ini terpusat dan kemudian mendistribusikan
kembali ke petani, atau sebaliknya, menggunakan pendekatan yang tidak
terpusat, adalah masalah ekonomi. Sentralisasi memiliki tantangan logistik,
desentralisasi memiliki tantangan investasi. Keduanya memiliki pro dan kontra.

Anda mungkin juga menyukai