Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL SKRIPSI

PEMANFAATAN LIMBAH TAHU SEBAGAI PUPUK ORGANIK CAIR


DENGAN FERMENTOR KULIT PISANG DAN TETES TEBU

Disusun Oleh:

Gosyen Roviditama NPM 192120002

Hendranata Wicaksono NPM 192120003

UNIVERSITAS W.R SUPRATMAN

SURABAYA

2019
DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Halaman Pengesahan

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB III Metode Penelitian

BAB IV Hasil Penelitian

Daftar Pustaka

Lampiran
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Industri tahu sangat mudah dijumpai di berbagai daerah di Indonesia,


seiring banyaknya industri tersebut maka limbah yang dihasilkan dari proses
produksinya juga akan banyak. Sebagian besar industri tahu masih belum
memiliki instalasi pengolahan air limbah terutama pada industri kecil skala rumah
tangga. Limbah yang dihasilkan dari industri tahu ada dua yaitu limbah padat dan
cair. Untuk limbah padat belum dirasakan dampaknya karena bisa dijadikan pakan
ternak, namun untuk limbah cair cukup berdampak bagi pencemaran lingkungan
terutama diperairan yang akan menimbulkan bau tidak sedap dan membunuh
makhluk hidup yang ada diperairan. Dengan sistem pengolah limbah yang ada,
maka limbah yang dibuang ke peraian kadar zat organiknya (BOD) masih cukup
tinggi yaitu sekitar 400 – 1400 mg/l (Damayanti, 2004). Sedangkan baku mutu air
limbah bagi usaha kegiatan pengolahan kedelai untuk tahu menurut PermenLH
No. 5 tahun 2014 lampiran XVIII yang diperbolehkan untuk parameter BOD,
COD, TSS dan pH berturut-turut adalah 150 mg/L, 300 mg/L, 200 mg/L dan 6-9
pH unit.
Golongan zat organik yang utama dalam air buangan industri tahu adalah
karbohidrat, protein dan lemak. Zat–zat organik mengandung unsur – unsur C, H,
O, N, P dan S sehingga dapat bermanfaat memberikan unsur hara bagi tanaman.
Limbah tahu mengandung unsur hara N 1,24%, P2O5 5.54%, K2O 1,34%, dan C-
Organik 5,803% yang merupakan unsur hara essensial yang dibutuhkan tanaman
(Asmoro, 2008).
Secara biologi, pupuk organik adalah sumber utama energi atau menjadi
bahan makanan bagi aktivitas jasad mikro tanah. Penambahan pupuk organik
mendorong pembiakan jasad renik dan meningkatkan ketersediaan unsur hara
tanaman. Limbah cair tahu dapat dijadikan salah satu jenis pupuk organik karena
kandungan makro hara yang terkandung pada limbah cair tahu seperti N, P, K dan
C-Organik. Namun untuk memaksimalkan kandungan makro hara tersebut perlu
dilakukan proses pemecahan unsur - unsur agar mudah diserap tanaman, salah
satunya dengan proses fermentasi dan penambahan starter.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti mencoba untuk melakukan


eksperimen pemanfaatan limbah cair tahu sebagai pupuk cair organik dengan
metode fermentasi. Fermentasi akan dilakukan dengan penambahan campuran
filtrat kulit pisang dan tetes tebu dan EM4. Data hasil proses fermentasi limbah
cair tahu menggunakan starter kulit pisang dan tetes tebu sebelumnya belum ada,
maka penelitian ini layak dilakukan. Dan diharapkan dengan penambahan starter
kulit pisang dan tetes tebu dan EM4, akan membuat limbah cair tahu menjadi
pupuk cair organik yang memiliki kandungan penting yang dibutuhkan oleh
tanaman dan sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
261_KPTS_SR.310_M_4_2019 tentang Persyaratan Teknis Minimal Pupuk
Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah.

I.2 TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lama fermentasi dan
variasi konsentrasi EM4 dengan starter kulit pisang dan tetes tebu yang paling
optimum atau memenuhi peryaratan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
261_KPTS_SR.310_M_4_2019. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada dunia industri yang ingin memanfaatkan
limbah cair tahu menjadi pupuk organik cair dengan proses fermentasi
menggunakan EM4 dan starter kulit pisang dan tetes tebu.
2. Untuk mengurangi jumlah limbah tahu yang dibuang secara langsung
tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu.

I.3 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, diperoleh rumusan masalah


sebagai berikut: Apakah lama fermentasi dan variasi konsentrasi EM4 dengan
starter kulit pisang dan tetes tebu dapat mempengaruhi limbah cair tahu memiliki
kualitas pupuk cair organik yang memenuhi persyaratan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 261_KPTS_SR.310_M_4_2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kandungan Limbah Hasil Produksi Tahu


Limbah bagi industri hasil pertanian merupakan hasil sampingan dari
proses pengolahan untuk memperoleh hasil utama. Limbah cair tahu adalah hasil
sampingan dari proses pembuatan tahu berupa limbah cair tahu. Air limbah tahu
yang dihasilkan masih banyak mengandung zat organik, seperti protein,
karbohidrat, lemak dan zat terlarut yang mengandung padatan tersuspensi atau
padatan. Menurut Netti Demak (2015), mengemukakan bahwa diantara senyawa-
senyawa tersebut yang memiliki jumlah paling besar adalah protein dan lemak
dengan presentase sebesar 40-60% protein, 20 - 50% karbohidrat dan 10% lemak.
Adanya bahan organik yang cukup tinggi menyebabkan mikroba menjadi aktif
dan menguraikan bahan organik tersebut secara biologis menjadi senyawa asam-
asam organik. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut antara lain
protein, karbohidrat, lemak dan minyak.
Berdasarkan jurnal penelitian Ratnani (2012) diperoleh hasil analisis
kandungan limbah cair dari proses pembuatan tahu yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2.1 Karakteristik limbah cair tahu
Parameter Hasil Analisis
pH 4.26
DO (ppm) 4.5
COD (ppm) 11638
Air (%) 99.162
Abu (%) 0.139
Karbohidrat (%) 0.294
Protein (%) 0.155
Lemak (%) 0.058
Serat Kasar (%) 0.191
Temperatur (0C) 45
Warna Kuning Keruh
Bau Berbau Menyengat
Adapun menurut Herlambang (2005), gas-gas yang terkandung dalam
limbah cair tahu adalah oksigen (O2), hidrogen sulfide (H2S), ammonia (NH3),
karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari
dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat pada limbah cair tahu.

Menurut Triyanto (2008), mengemukakan bahwa penyimpanan limbah


cair tahu mempunyai peranan yang baik terhadap komposisi unsur hara, karena
pada proses penyimpanan ini terjadi proses dekomposisi yang menyebabkan
mikroorganisme yang hidup dalam limbah cair tahu dapat berkembang.
Dekomposisi zat organik dalam lingkungan anaerobik hanya dapat dilakukan oleh
mikroorganisme yang dapat menggunakan molekul selain oksigen sebagai
akseptor hidrogen.

II.2 Pengertian dan Fungsi Pupuk Organik


Pupuk organik adalah pupuk yang diproses dari limbah organik seperti
kotoran hewan, sampah, sisa tanaman, serbuk gergajian kayu, lumpur aktif, yang
kualitasnya tergantung dari proses atau tindakan yang diberikan. Pupuk organik
mengandung unsur karbon dan nitrogen dalam jumlah yang sangat bervariasi, dan
imbangan unsur tersebut sangat penting dalam mempertahankan atau
memperbaiki kesuburan tanah. Nisbah karbon nitrogen tanah harus selalu
dipertahankan setiap waktu karena nisbah kedua unsur tersebut merupakan salah
satu kunci penilaian kesuburan tanah. Nisbah C/N kebanyakan tanah subur
berkisar 1 sampai 2. Penambahan bahan organik dengan nisbah C/N tinggi
mengakibatkan tanah mengalami perubahan imbangan C dan N dengan cepat,
karena mikroorganisme tanah menyerang sisa pertanaman dan terjadi
perkembangbiakan secara cepat (Yulipriyanto, 2010).
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan
alami dari pada bahan pembenah buatan/sintesis. Pada umumnya pupuk organik
mengandung hara makro N, P, K rendah tetapi mengandung hara mikro dalam
jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman. Sebagai bahan
pembenah tanah, pupuk organik mencegah terjadinya erosi, pergerakan
permukaan tanah (Crusting) dan retakan tanah, mempertahankan kelengasan tanah
serta memperbaiki pengatusan dakhil (Internal drainase). Pemberian pupuk
organik kedalam tanah dapat dilakukan seperti pupuk kimia. Pupuk organik
bukanlah untuk menggantikan peran pupuk kimia melainkan sebagai pelengkap
fungsi pupuk kimia. Pupuk organik dan pupuk kimia akan lebih optimal dan lebih
efisien penggunaannya bila dimanfaatkan secara bersama-sama. Penambahan
pupuk organik dapat mengurangi dampak negatif pupuk kimia serta memperbaiki
sifat fisik, biologi dan kimia tanah secara bersamaan. Adapun karakteristik umum
yang dimiliki oleh pupuk organik adalah :
a. Kandungan hara rendah, kandungan hara pupuk organik pada umumnya
rendah tetapi bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya.
b. Ketersediaan unsur hara lambat, hara yang berasal dari bahan organik
harus dirombak terlebih dahulu oleh mikroba yang bersifat perombak
(dekomposer) menjadi senyawa yang lebih sederhana dan unsur anorganik
agar dapat diserap oleh tanaman.
c. Menyediakan hara dalam jumlah terbatas, penyediaan hara yang berasal
dari pupuk organik biasanya terbatas dan tidak cukup dalam menyediakan
hara yang diperlukan tanaman.
Pada umumnya pengaruh pupuk organik dalam tanah mencakup tiga cara
yaitu melalui sifat sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Melalui fungsi fisik, pupuk
organik dengan bagian-bagian serat-seratnya memainkan peran penting dalam
memperbaiki sifat fisik tanah. Komponen penyusunnya yang halus, dan
kandungan karbon yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan miselia fungi,
dan meningkatkan agregat tanah.
Melalui fungsi kimianya, bahan organik yang digunakan sebagai pupuk
juga bertanggung jawab terhadap kapasitas tukar kation tanah. Kemampuan tukar
kation yang tinggi selain penting dalam memfiksasi pupuk yang digunakan juga
dapat menjaga buffer tanah sehingga tanaman dapat bertahan hidup lebih baik
dalam kondisi yang tidak menguntungkan seperti keasamaan dan kelebihan
nutrien. Fungsi lain yang penting dari pupuk organik adalah memberikan hara
pada tanaman. Mineralisasi unsur bahan organik membebaskan bermacam-macam
hara yang berbeda seperti N, P, K, S dan unsur makro lain dan unsur mikro pada
laju yang berbeda. Penggunaan berbagai kombinasi pupuk organik mungkin dapat
menggantikan pupuk kimia. Melalui fungsi biologiknya, karbon dalam bahan
organik merupakan sumber energi utama bagi aktivitas mikroorganisme tanah.
Penambahan bahan organik dengan C/N ratio yang tinggi pada tanah mungkin
merangsang perkembangbiakan mikroorganisme tanah, yang dapat memfiksai
hara tanah dalam tubuhnya sehingga menyebabkan kandungan nitrogen dalam
tanah agak berkurang. Namun setelah mikroorganisme itu mati dan jasadnya
terdekomposisi unsur hara yang dikandung dalam tanah kembali ke tanah
(Yulipriyanto, 2010).

II.2.1 Pupuk Organik Cair

Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan organik
yang berasal dari sisa tanaman, limbah agroindustri, kotoran hewan, dan kotoran
manusia yang memiliki kandungan lebih dari satu unsur hara. Dibandingkan
dengan pupuk anorganik cair, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah
dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk organik
cair juga memiliki bahan pengikat sehingga larutan pupuk yang diberikan
kepermukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman. pupuk organik cair
mengandung unsur kalium yang berperan penting dalam setiap proses
metabolisme tanaman, yaitu dalam sintesis asam amino dan protein dari ion-ion
ammonium serta berperan dalam memelihara tekanan turgor dengan baik sehingga
memungkinkan lancarnya proses-proses metabolisme dan menjamin
kesinambungan pemanjangan sel.
Kebutuhan pupuk cair terutama yang bersifat organik cukup tinggi untuk
menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, dan merupakan
suatu peluang usaha yang potensial karena tata laksana pembuatan pupuk organik
cair tergolong mudah. Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan organik cair
(limbah organik cair), dengan cara mengomposkan dan memberi aktivator
pengomposan sehingga dapat dihasilkan pupuk organik cair yang stabil dan
mengandung unsur hara lengkap (Oman,2003). Penggunaan pupuk organik cair
memiliki keunggulan yakni walaupun sering digunakan tidak merusak tanah dan
tanaman, pemanfaatan limbah organik sebagai pupuk dapat membantu
memperbaiki struktur dan kualitas tanah, karena memiliki kandungan unsur hara
(NPK) dan bahan organik lainnya.
Pemanfaatan limbah agroindustri sebagai bahan pembuatan pupuk organik
cair harus memenuhi persyaratan atau kriteria unsur hara yang telah ditetapkan
oleh Peratutan Menteri Pertanian. Hal ini tertuang dalam persyaratan teknis
minimal pupuk organik menurut Peraturan Menteri
No.70/Permentan/SR.140/10/2011, diantara lain kriterianya adalah kadar total
didalam pupuk organik cair memiliki kandungan unsur hara N 3-6%, P2O5 3-6%,
K2O 3-6% dan nilai pH yang berkisar 4-9 (Peraturan Menteri Pertanian, 2011).
Unsur hara makro dan mikro sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman. Fungsi unsur hara makro diantaranya Nitrogen (N), yang berfungsi
merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, untuk sintesis asam amino
dan protein dalam tanaman, merangsang pertumbuhan vegetatif (warna hijau
daun, panjang daun, lebar daun) dan pertumbuhan vegetatif batang (tinggi dan
ukuran batang). Phospat (P) berfungsi untuk pengangkutan energi hasil
metabolisme dalam tanaman, merangsang pertumbuhan akar, merangsang
pembentukan biji, merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar
jaringan sel, merangsang pembungaan serta pembuahan. Kalium (K) berfungsi
dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral
termasuk air. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan membentuk
senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti aluminium,
besi, dan mangan. Selain itu dapat meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman
terhadap penyakit.

II.2.2 Referensi Teknik Pembuatan Pupuk Cair


Teknik Pembuatan Pupuk Organik Cair menurut Ir. Murdani dari BBPP Ketindan
adalah sebagai berikut :
 Bahan : air limbah tahu 70 liter, air kelapa 30 liter, alkohol 70% 1 liter,
temu lawak 4 kg, sereh 1 kg, dekomposer (EM) 2 liter.
 Cara pembuatan :
1. Cuci bersih semua tanaman herba lalu lakukan penghancuran dengan
pemblenderan atau penggilingan, masukkan dalam air limbah tahu yang
sudah dimasukkan dalam drum plastik ukuran 100 liter
2. Lakukan penambahan alkohol dan tambahkan kembali dekompuser (EM),
kemudian ditutup dan disimpan selama 10 hari.
Prosedur penggunaannya dapat dengan cara 1 liter bahan dilarutkan dengan 10
liter air kemudian disemprotkan pada tanaman. Pupuk dan pestisida ini dapat
digunakan untuk tanaman padi, jagung, kedelai, buah dan sayuran. Efektifitas
telah terbuktikan bahwa tanaman padi yang terserang jamur Spedomonas dapat
dikendalikan dengan cairan tersebut dan tanaman menjadi hijau subur. Bila
larutan berbau menyengat pertanda bahwa pupuk dan pestisida organik jadi dan
bila belum menyengat ada dua kemungkinan reaksi fermentasi belum sempurna
atau tidak jadi. Sebagai catatan bahan tersebut di atas tidak menggunakan asam
cuka karena limbah tahu sudah mengandung asam cuka (kecutan) dan untuk
meningkatkan efektifitas pestisida dan fungisida organik bisa ditambahkan
berbagai macam tanaman herba misal kunir, daun mindi, dll

II.3 Metode dan Teknik Aplikasi Fermentasi


Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat
organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin,
2010). Proses fermentasi dibutuhkan starter sebagai mikroba yang akan
ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah
dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi (Prabowo,
2011).
Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu spontan dan tidak
spontan. Fermentasi spontan adalah yang tidak ditambahkan mikroorganisme
dalam bentuk starter atau ragi dalam proses pembuatannya, sedangkan fermentasi
tidak spontan adalah yang ditambahkan starter atau ragi dalam proses
pembuatannya. Mikroorganisme tumbuh dan berkembang secara aktif merubah
bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan pada proses fermentasi
(Suprihatin, 2010). Proses optimum fermentasi tergantung pada jenis
organismenya (Sulistyaningrum, 2008). Hidayat dan Suhartini (2013)
menambahkan faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adalah suhu, pH awal
fermentasi, inokulum, substrat dan kandungan nutrisi medium.
Pemanfaatan limbah sayur hasil fermentasi berupa asam organik dapat
digunakan sebagai pengawetan secara biologi maupun sebagai starter fermentasi
pakan (Utama dan Mulyanto, 2009). Suprihatin (2010) menambahkan terdapat
empat spesies bakteri asam laktat yang penting dalam proses fermentasi yaitu
Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus brevis, Pediococcus pentosaceus dan
Lactobacillus plantarum. Mikroorganisme jenis Leuconoctoc dan Lactobacillus
dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan terbentuknya asam untuk
menghambat mikroorganisme yang tidak diharapkan. Pertumbuhan yang cepat
dari Streptococcus thermophillus akan menghasilkan asam laktat yang
menyebabkan penurunan pH yang akan memacu pertumbuhan Lactobacillus
(Chotimah, 2009).

Dalam pembuatan pupuk organik cair ini proses fermentasi dilakukan


untuk mendegradasi N organik menjadi senyawa nitrat agar dapat diserap oleh
tanaman. Reaksi yang terjadi dalam proses fermentasi untuk mendapatkan hara
nitrogen:

Proteinase
Protein + E TP + NADP + NH3 + energi

NH3 + 3O2 Nirosomonas 2HNO2 + 2H2O + energi

Reaksi pembentukan unsur NO3- yang akan diserap oleh tanaman :

2HNO2 + O2 Nitrobacter 2HNO3 + 2H2O + energi

Sedangkan untuk mendapatkan phosphate, bakteri pelarut phosphate


pseudomonas sp memanfaatkan ATP (Adenosine Tri Phosphate) yang
sebelumnya terbentuk pada awal proses fermentasi :

ATP + Glukosa Pseudomonas ADP + Glukosa 6-fosfat

Glukosa 6-fosfat + H2O Glukosa + Fosfat

II.4 Pengertian Komposser Menggunakan EM 4


Larutan effective microorganism 4 yang disingkat EM4 ditemukan
pertama kali Prof. Dr. Teuro Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang. Larutan
EM4 ini berisi mikroorganisme fermentasi. Jumlah mikroorganisme fermentasi
EM4 sangat banyak, sekitar 80 genus. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada
lima golongan utama yang terkandung di dalam EM4, yaitu bakteri fotosintetik,
lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi (yeast), Actinomycetes (Indirani, 2003).
Mikroorganisme efektif atau EM adalah suatu kultur campuran berbagai
mikroorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri fotosintetis, bakteri asam
laktat, ragi, Actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat digunakan sebagai
inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah dan dapat memperbaiki
kesehatan serta kualitas tanah.
Setiap spesies mikroorganisme mempunyai peranan masing-masing.
Bakteri fotosintetis adalah pelaksana kegiatan EM yang terpenting karena
mendukung kegiatan mikroorganisme lain dan juga memanfaatkan zat-zat yang
dihasilkan oleh mikroorganisme lain. EM tidak berbahaya bagi lingkungan karena
kultur EM tidak mengandung mikroorganisme yang secara genetika telah
dimodifikasi. EM terbuat dari kultur campuran berbagai spesies mikroba yang
terdapat dalam lingkungan alami diseluruh dunia. Bahkan EM4 bisa diminum
langsung. Bokasi adalah kata dari Bahasa Jepang yang berarti bahan organik yang
telah difermentasikan. Bokasi dibuat dengan memfermentasikan bahan-bahan
organik sampah dapur seperti sisa-sisa nasi, daging, sayur, kulit buah, dan sisa
makanan lainnya (Yuwono, 2007).
Proses pembuatan bokasi dilakukan dengan dua cara, yaitu secara aerobik
dan anaerobik. Teknisnya sangatlah mudah, biayanya murah, dan prosesnya lebih
cepat daripada pembuatan kompos biasa. Pembuatan bokasi lebih aman dilakukan
dengan cara anaerobik karena bahan organik yang digunakan sangat beragam.
Fungsi mikroorganisme di dalam larutan EM4:
1. Bakteri Fotosintetis
Membentuk zat-zat yang bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan
organik, dan gas-gas berbahaya (misalnya hidrogen sulfida) dengan menggunakan
sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energy. Zat-zat bermanfaat itu
antara lain asam amino, asam nukleik, zat-zat bioaktif, dan gula. Semuanya
mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, bakteri
fotosintetis uga meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme lainnya.
2. Bakteri Asam Laktat
a. Menghasilkan asam laktat dari gula
b. Menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, misalnya
Fusarium
c. Meningkatkan percepatan perombakan bahan-bahan organic
d. Dapat menghancurkan bahan-bahan organik seperti lignin dan selulosa,
serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan pengaruh-pengaruh
merugikan yang diakibatkan oleh bahan-bahan organik yang tidak terurai
3. Ragi (Yeast)
Membentuk zat anti bakteri dan bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman
dari asam-asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fontosintetis, serta
meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar.
4. Actinomycetes
Menghasilkan zat-zat antimikroba dari asam amino yang dihasilkan oleh
bakteri fotosintetis dan bahan organik, serta menekan pertumbuhan jamur dan
bakteri.
5. Jamur Fermentasi
Menguraikan bahan organik secara cepat untuk menghasilkan alcohol, ester,
dan zat-zat antimikroba, menghilangkan bau, serta mencegah serangga dan ulat
yang merugikan.
Bakteri fotosintentik merupakan bakteri yang dapat mensintesis senyawa
nitrogen, dan gula. Jamur fermentatif berfungsi untuk menfermentasi bahan
organik menjadi senyawa-senyawa organik (dalam bentuk alkohol, gula, dan asam
amino) yang siap diserap oleh perakaran tanaman. Bakteri asam laktat terutama
golongan Lactobacillus sp. Berfungsi untuk memfermentasi bahan organik
menjadi senyawa –senyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman.
Actinomycetes merupakan bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filamen
berbentuk jalinan benang). Actinomycetes berfungsi mengambil asam amino dan
zat yang dihasilkan oleh jamur fermentatif dan mengubahnya menjadi antibiotik
yang bersifat toksik terhadap patogen atau penyakit serta dapat melarutkan ion –
ion mikro lainnya. Streptomyces sp. menghasilkan enzim steptomisin yang
berguna bagi tanaman.
Selain mempercepat pengomposan, EM4 dapat diberikan secara langsung
untuk menambah unsur hara tanah dengan cara disiramkan ketanah, tanaman, atau
disemprotkan ke daun tanaman. Biasanya, untuk mempercepat proses
pengomposan harus dilakukan dalam kondisi aerob karena tidak menimbulkan
bau. Namun, proses mempercepat pengomposan dengan bantuan EM4
berlangsung secara anaerob (sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit
udara dan cahaya). Dengan metode ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang
bila proses berlangsung dengan baik (Indriani, 2003).
Menurut (Fitria 2008), mikroorganisme yang terdapat dalam EM4 dapat
bekerja efektif menambah unsur hara apabila bahan organik dalam keadaan
cukup. Bahan organik tersebut merupakan bahan makanan dan sumber energi.
Pemanfaatan buah pisang yang besar untuk berbagai jenis makanan, akan
menghasilkan limbah berupa kulit pisang. Bobot kulit pisang mencapai 40% dari
buahnya (Tchobanoglous, et al. 2003). Kulit pisang merupakan bahan organik
yang mengandung unsur kimia seperti magnesium, sodium, fosfor dan sulfur yang
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Pembuatan pupuk organik dengan
bahan kulit pisang dapat dalam bentuk padat atau cair. Berdasarkan hasil analisis
pada pupuk organik padat dan cair dari kulit pisang kepok yang dilakukan oleh
Nasution (2013) di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, maka dapat diketahui bahwa kandungan unsur hara
yang terdapat di pupuk padat kulit pisang kepok yaitu, Corganik 6,19%; N-total
1,34%; P2O5 0,05%; K2O 1,478%; C/N 4,62% dan pH 4,8 sedangkan pupuk cair
kulit pisang kepok yaitu, C-organik 0,55%; N-total 0,18%; P2O5 0,043%; K2O
1,137%; C/N 3,06% dan pH 4,5.

II.5 Peranan Molases (Tetes Tebu)

Tetes Tebu (molasses) adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari
proses pengkristalan gula pasir. Molase tidak dapat dikristalkan karena
mengandung glukosa dan fruktosa yang sulit untuk dikristalkan. Komposisi tetes
tebu (molasses) mempunyai rentangan batas yang luas dan sulit untuk
menentukan mengenai nilai atau jumlah persentasenya. Berikut adalah tabel data
yang diambil berdasarkan jumlah rata-rata produksi tetes tebu (molasses) yang
diproduksi dari berbagai daerah.

Tabel 2.2 Komposisi Tetes Tebu (molasses) (Academic Press Inc, 1953)

Nilai
Komponen Interval
Persentase
Air 17-25 20
Sukrosa 30-40 35
DextrosaDextrosa (Glukosa)
Levulosa (Fruktosa) Other
4-9 7
reducing substance Other
carbohydrates
Ash 5-12 9
Nitrogen Compound 1-5 3
Asam non Nitrogen 2-5 4
Wax, Sterol dan Phospholipid 7-15 12
Pigment 2-6 4.5
Vitamin - Vitamin 2-6 5

Tetes tebu merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi ragi. Prosesnya
merupakan proses fermentasi. Prinsip fermentasi adalah proses pemecahan
senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikrorganisme.
Mikroorganisme ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan karbon (C) dan
Nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu keberhasilan dalam proses
fermentasi. Tetes tebu berfungsi untuk fermentasi urine sapi dan menyuburkan
mikroba yang ada di dalam tanah, karena dalam tetes tebu (molasses) terdapat
nutrisi bagi bakteri Sacharomyces cereviceae. Sacharomyces cereviceae bertugas
untuk menghancurkan material organik yang ada di dalam limbah tahu dan
tentunya mereka juga membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang tidak sedikit
untuk nutrisi mereka. Nitrogen (N) akan bersatu dengan mikroba selama
penghancuran material organik. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan material
tetes tebu yang mengandung komponen nitrogen sangat diperlukan untuk
menambah kandungan unsur hara agar proses fermentasi limbah tahu
berlangsung dengan sempurna. Selain itu, berdasarkan kenyataan bahwa tetes tebu
tersebut mengandung karbohidrat dalam bentuk gula yang tinggi (64%) disertai
berbagai nutrien yang diperlukan jasad renik juga dapat meningkatkan kecepatan
proses pengolahan limbah tahu menjadi pupuk dalam waktu yang relative singkat
(Wijaya,2008).

Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya ialah penelitian yang


dilakukan oleh Jamal tahun 2016 Politeknik Pertanian Negeri Samarinda yang
berjudul Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari Limbah Tahu Dengan
Menggunakan Bioaktivator Effective Microorganism 4 (EM4). Pada penelitian
tersebut menggunakan EM4 dan gula pasir sebagai bioaktivator dengan komposisi
penambahan 200 ml EM4 dan 200-gram gula pasir pada limbah cair tahu
sebanyak 20 L atau perbandingan EM4 dengan limbah tahu sebesar 1: 100. Hasil
yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah hasil analisis N, P, K, C dan pH
berturut-turut yaitu 0.024 %, 0.009 %, 0.31 %, 0.281% dan 4.10 hasil tersebut
masih belum dapat memenuhi Keputusan Menteri Pertanian Nomor
261_KPTS_SR.310_M_4_2019.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Alat yang digunakan


Seperangkat alat fermentasi (seperti pada Gambar 3.1)

III.2 Bahan yang digunakan


1. Bahan untuk analisa Nitrogen (N)
2. Bahan untuk analisa Diphosphorus Pentaoksida (P2O5)
3. Bahan untuk analisa Kalium Dioksida (K2O)
4. Limbah tahu
5. Kulit pisang
6. Tetes tebu
7. EM4
III.3 Variabel Percobaan
1. Lama Fermentasi : 4 jam, 5 hari, 10 hari dan 15 hari
2. Variasi Penambahan EM4 (ml) dalam starter kulit pisang dan kubis :

EM 4 (ml) 10 20 30 40 50
= ; ; ; dan
Starter ( ml) 90 80 70 60 50

EM 4 (ml) 10 20 30 40 50
= ; ; ; ; ;
Starter ( ml) 100 100 100 100 100

III.4 Prosedur Percobaan


III.4.1 Persiapan Starter
Menyiapkan limbah kulit pisang 500 gram dirajang, 20ml tetes
tebu dan air secukupnya. Blender sampai dengan halus dan saring untuk
diambil filtratnya, ukur menggunakan gelas ukur filtrat yang sudah
didapatkan dan ditambah dengan air hingga volume 480 ml dan 20 ml
tetes tebu. Kemudian dicampurkan dengan EM4 sesuai dengan variabel
percobaan diatas.
III.4.2 Percobaan Fermentasi
500 ml limbah cair tahu ditambah dengan campuran EM4 dan
starter dengan perbandingan 10 ml EM4 dan 100 ml starter, dimasukkan
jerican plastik yang tersambung dengan selang infus dan ditutup rapat.
Setelah 4 jam, diambil sampel sebanyak 20 ml melalui selang infus untuk
melakukan analisa N, P, K. kemudian diamkan kembali hingga hari ke 5,
10 dan 15.
Dengan cara yang sama seperti diatas dilakukan untuk variabel
perbandingan EM4 dan starter yang lain : 20 ml/100 ml; 30 ml/100 ml; 40
ml/100 ml dan 50 ml/100 ml.
III.4.3 Pemeriksaan kadar K2O (Mengacu pada AOAC 20th Ed., 2016,
Method 965.09)
1. Menimbang sampel sebanyak 1 gram menggunakan gelas beker
berleher panjang
2. Menambahkan HClO4 10 ml dan HNO3 10 ml
3. Mendestruksi dengan cara memanaskan diatas hot plate sampai
dengan keluar asap putih (±15 menit atau hingga volume mencapai
10 ml), lalu dibiarkan dingin
4. Melarutkan ke dalam labu ukur 500 ml lalu menambahkan larutan
Lantan Nitrat 3.111% sebanyak 5 ml dan ditepatkan dengan
aquadest
5. Memindahkan ke tabung pembacaan AAS sebanyak ± 50 ml
6. Membaca hasil absorbansi dengan menggunakan AAS.
III.4.4 Pemeriksaan kadar Nitrogen (N) (Mengacu pada AOAC 20 th Ed.,
2016, Method 978.02)
1. Menimbang sampel sebanyak 1 gram, lalu memasukkannya ke dalam
labu Kjedahl
2. Menambahkan 25 ml H2SO4
3. Didestruksi selama ±2 jam pada suhu 370°C
4. Membiarkan dingin terlebih dahulu, ± 30 menit
5. Menambahkan indikator pp dan menambahkan 30 ml NaOH 40%
ke dalam labu destilasi lalu mendestilasi dengan menggunakan
vapodest selama ± 7 menit. Penampung yang digunakan adalah
H3BO3 1% dengan indikator conway.
6. Mentitrasi hasil tampungan dengan menggunakan H2SO4 0.05N
hingga terjadi perubahan warna menjadi merah keunguan.
7. Mencatat hasil titrasi yang ada serta menghitung kadar nitrogennya
III.4.5 Pemeriksaan kadar P2O5 (Mengacu pada AOAC 20th Ed., 2016,
Method 957.02 & 958.01)
1. Menimbang sampel sebanyak 1 gram menggunakan gelas beker
berleher panjang
2. Menambahkan HClO4 10 ml dan HNO3 20 ml
3. Mendestruksi dengan cara memanaskan diatas hot plate sampai
dengan keluar asap putih (±15 menit atau hingga volume mencapai
10 – 15 ml), lalu dibiarkan dingin
4. Melarutkan ke dalam labu ukur 500 ml lalu ditepatkan dengan
aquadest
5. Memipet 5 ml kedalam labu ukur 100 ml dan menambahkan
ammonium heptamolibdat sebanyak 20 ml, lalu menepatkan
kembali dengan aquadest dan menghomogenkan
6. Mendiamkan selama 10 menit
7. Membaca menggunakan spektrofotometri dengan panjang
gelombang 420 nm dan mencatat hasil absorbansinya.

III.5 Gambar alat dan bahan

Gambar 3.1 Seperangkat alat untuk


fermentasi
Gambar 3.2 Sampel Limbah tahu untuk analisa awal

III.6 Skema Percobaan


Gambar 3.1 Pembuatan Starter

500gram
Kulit Pisang

Di haluskan
dan Diblender

Disaring untuk
diambil
filtratnya

Diukur dengan gelas ukur dan dijadikan volume


480 ml dengan air ditambah 20 ml tetes tebu

Melakukan pencampuran antara


Gambar 3.2 Alur Proses Pembuatan Pupuk Cair

Limbah Cair Tahu


Starter

10 ml EM4 + 100 ml Filtrat Kulit Pisang dan Tetes


Tebu
Analisa Awal N, P, K
20 ml EM4 + 100 ml Filtrat Kulit Pisang dan Tetes
Tebu

30 ml EM4 + 100 ml Filtrat Kulit Pisang dan Tetes


Pencampuran Limbah Tahu: Tebu
Bioaktivator = 4: 1
40 ml EM4 + 100 ml Filtrat Kulit Pisang dan Tetes
Tebu

50 ml EM4 + 100 ml Filtrat Kulit Pisang dan Tetes


Fermentasi Tebu
4 jam, 5 hari, 10 hari dan 15 hari

Analisa Akhir N, P, K

Gambar 3.2 Alur Proses Pembuatan Pupuk Cair


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari percobaan yang telah kami lakukan, berikut kami tuangkan hasil
percobaan dan pembahasan mengenai pembuatan pupuk organik cair dengan cara
fermentasi limbah cair tahu, bioaktivator filtrat kulit pisang dan tetes tebu, dan
bioaktivator EM4. Limbah cair tahu sebelum percobaan fermentasi berlangsung
dilakukan pengecekan kadar Nitrogen, P2O5 dan K2O untuk mendapatkan kadar
sampel awal.

IV.1 Hasil Percobaan


Dari percobaan yang telah kami lakukan, hasil yang diperoleh kami
tampilkan menggunakan tabel untuk mempermudah membaca hasil percobaan,
sebagai berikut :
 Tabel 4.1 Hasil analisa awal limbah cair tahu

 Tabel 4.2 Hasil kadar N (%) terhadap lama fermentasi dan perbandingan
ratio EM4 : starter

 Tabel 4.3 Hasil kadar P2O5 (%) terhadap lama fermentasi dan
perbandingan ratio EM4 : starter

 Tabel 4.4 Hasil kadar K2O (%) terhadap lama fermentasi dan
perbandingan ratio EM4 : starter

Untuk memudahkan analisa, data pada tabel 4.2; 4.3 dan 4.4 kami buat
grafik berturut - turut pada gambar 4.1; 4.2 dan 4.3. Kami tampilkan sebagi
berikut :
 Gambar 4.1 Grafik kadar nitrogen masing- masing variabel percobaan

 Gambar 4.2 Grafik kadar P2O5 masing- masing variabel percobaan

 Gambar 4.3 Grafik kadar K2O masing- masing variabel percobaan


Tabel 4.1 Hasil awal analisa limbah cair tahu

Parameter Kadar (%) Metode Analisis

Nitrogen 0.36 AOAC 20th Ed., 2016, Method 978.02

AOAC 20th Ed., 2016, Method 957.02 &


Fosfor sebagai P2O5 0.23
958.01

Kalium sebagai K2O 0.33 AOAC 20th Ed., 2016, Method 965.09

Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2020)

Tabel 4.2 Hasil kadar Nitrogen (%) terhadap lama fermentasi dan perbandingan
ratio EM4 : starter

Nitrogen
Ratio = Lama Fermentasi
EM4:Starter 4 Jam 5 Hari 10 Hari 15 Hari
10/100 0.40 0.76 0.90 0.90
20/100 0.41 0.89 0.98 0.99
30/100 0.51 0.90 1.09 1.09
40/100 0.55 0.99 1.19 1.20
50/100 0.55 1.11 1.15 1.15

Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2020)

Tabel 4.3 Hasil kadar P2O5 (%) terhadap lama fermentasi dan perbandingan ratio
EM4 : starter
P2O5
Ratio = Lama Fermentasi
EM4:Starter 4 Jam 5 Hari 10 Hari 15 Hari
10/100 0.33 0.49 0.77 0.79
20/100 0.38 0.55 0.83 0.88
30/100 0.45 0.91 0.92 0.93
40/100 0.49 0.91 1.01 1.01
50/100 0.5 0.93 0.94 0.94
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2020)

Tabel 4.4 Hasil kadar K2O (%) terhadap lama fermentasi dan perbandingan ratio
EM4 : starter

K2O
Ratio = Lama Fermentasi
EM4:Starter 4 Jam 5 Hari 10 Hari 15 Hari
10/100 1.33 1.53 1.68 1.71
20/100 1.88 2.4 2.54 2.56
30/100 1.98 2.77 2.82 2.85
40/100 2.22 3.11 3.33 3.35
50/100 2.23 3.13 3.33 3.37
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2020)

Nitrogen
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
10/100 20/100 30/100 40/100 50/100

4 Jam 5 Hari 10 Hari 15 Hari


Gambar 4.1 Grafik % Nitrogen vs Ratio (EM4/Starter)

P2O5
1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
10/100 20/100 30/100 40/100 50/100

4 Jam 5 Hari 10 Hari 15 Hari

Gambar 4.2 Grafik % P2O5 vs Ratio (EM4/Starter)

K2O
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
10/100 20/100 30/100 40/100 50/100

4 Jam 5 Hari 10 Hari 15 Hari

Gambar 4.3 Grafik % K2O vs Ratio (EM4/Starter)

IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Analisis Kadar Nitrogen Pupuk Organik Cair
Dari hasil fermentasi 4 jam, 5 hari, 10 hari dan 14 hari pada limbah
cair tahu dan fermentor (EM4 + Starter) membuktikan bahwa lama waktu
fermentasi dan konsentrasi fermentor memberi pengaruh terhadap kadar
nitrogen akhir.
Berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2, ditunjukan bahwa dengan
penambahan starter filtrat kulit pisang dan kubis, dan Bioaktivator EM4
dapat meningkatkan kadar Nitrogen pada limbah tahu, yang awalnya sebesar
0.36 % menjadi 0.40 % pada percobaan fermentasi lama waktu 4 jam dan
ratio 10/100; 20/100 (EM4/Starter). Nitrogen merupakan unsur penyusun
yang sangat penting dalam sintesis protein. Sebagian besar dari nitrogen
total dalam air dapat terikat sebagai nitrogen organik, yaitu bahan – bahan
berprotein. N total merupakan fraksi bahan organik campuran senyawa
kompleks antara lain asam amino, gula amino, dan protein. Penentuan kadar
nitrogen pada limbah cair tahu dengan menggunakan metode Kjedahl
meliputi tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pada proses
destruksi pupuk cair limbah tahu ditambahkan dengan asam sulfat pekat, dan
tembaga (II) sulfat yang berfungsi sebagai katalisator. Pada proses ini terjadi
dekomposisi nitrogen dengan bantuan asam sulfat pekat. Hasil akhirnya
adalah larutan amonium sulfat.
Berdasarkan gambar 4.1 ditunjukkan bahwa peningkatan nitrogen
tidak terlalu signifikan pada proses fermentasi lama waktu 4 jam dari kadar
awal nitrogen limbah tahu. Hal ini dipengaruhi pertumbuhan bakteri yang
belum optimum dalam melakukan pembelahan sel, sehingga penambahan
jumlah komponen sel seperti air dan protein masih sedikit. Pada proses
fermentasi lama waktu 5 hari mengalami peningkatan yang relative
signifikan dari proses fermentasi lama waktu 4 jam sebesar kurang lebih
50%. Dan pada proses fermentasi lama waktu 10 dan 15 hari sudah
mengalami peningkatan kadar nitrogen yang relative konstan, namun pada
hari ke 15 diperoleh kadar nitrogen yan cenderung sama dari proses
fermentasi dengan lama waktu 10 hari hal ini dapat disebabkan karena
bakteri memiliki waktu optimum dalam melakukan pembelahan sel dan akan
mencapai fase stasioner atau akan mati apabila tidak memiliki cadangan
makanan untuk bisa tumbuh. Ini berarti apabila fermentasi diteruskan akan
didapatkan hasil yang lebih sedikit dari sebelumnya.
Dari grafik diatas kadar nitrogen yang paling optimum didapatkan
pada lama fermentasi 15 hari dengan ratio 40/100 (EM4/Starter) dengan
kadar nitrogen 1.16 % yang masih belum memenuhi standar mutu
Permentan.

IV.2.2 Analisis Kadar P2O5 Pupuk Organik Cair

Dari hasil fermentasi 4 jam, 5 hari, 10 hari dan 14 hari pada limbah
cair tahu dan fermentor (EM4 + Starter) membuktikan bahwa lama waktu
fermentasi dan konsentrasi fermentor memberi pengaruh terhadap kadar
P2O5 akhir.
Berdasarkan gambar 4.2, bahwa fermentasi menentukan tinggi
rendahnya kadar P2O5. Namun semakin lama waktu fermentasi bukan berarti
kadar P2O5 juga semakin bertambah, hal ini dapat dilihat dari lama
fermentasi pada hari ke 15 cenderung kadar P2O5 turun dibandingkan pada
hari ke 10 pada tiap - tiap perlakuan sampel (perbandingan ratio
EM4/starter). karena pada proses fermentasi berhubungan langsung dengan
bakteri dimana bakteri mamiliki fase stasioner pada fase ini mikroorganisme
mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan dan apabila fermentasi
dilanjutkan bakteri akan mengalami kematian dan didapat hasil hara fosfor
(P) yang lebih sedikit dibanding sebelumnya.
Fosfor dalam tanaman berfungsi untuk pembentukan bunga, buah dan
biji serta mempercepat pematangan buah. Fosfor diambil tanaman terutama
dalam bentuk senyawa H2PO4- dan HPO42- (Yuliarti, 2009). Hasil analisis
kadar fosfor pada limbah cair tahu murni meningkat saat dilakukan
fermentasi dengan EM4 dimana EM4 menggunakan senyawa kompleks
pada limbah cair tahu sebagai bahan nutrisi dalam metabolisme oleh
mikroorganisme dalam membentuk senyawa yang lebih sederhana.
Dari grafik diatas kadar P2O5 yang paling tinggi didapatkan pada lama
fermentasi 10 hari dan 15 hari dengan ratio 40/100 (EM4/Starter) dengan
kadar P2O5 1.01%. Dapat dikatakan lama fermentasi yang optimum adalah
pada hari ke 10 karena dengan lama waktu yang lebih cepat dapat
menghasilkan kadar P2O5 yang relative sama dengan lama fermentasi 15 hari
dengan penambahan ratio yang sama 40/100 (EM4/starter).
Dengan demikian kadar P2O5 pada proses fermentasi masih belum
sesuai dengan persyaratan mutu Permentan. Adanya peningkatan kadar P 2O5
terjadi karena adanya penambahan EM4 dan starter sebagai fermentor
sehingga kadar fosfor naik dari kadar P2O5 pada limbah tahu awal, namun
pada proses fermentasi bakteri pengurai fosfor masih belum bekerja dengan
baik, sehingga semakin lama waktu fermentasi yang dilakukan (hari ke 15)
terjadi penurunan kadar P2O5 karena adanya udara yang masuk pada alat
fermentasi.

IV.3 Analisis Kadar K2O Pupuk Organik Cair


Dari hasil fermentasi 4 jam, 5 hari, 10 hari dan 14 hari pada limbah
cair tahu dan fermentor (EM4 + Starter) membuktikan bahwa lama waktu
fermentasi dan konsentrasi fermentor memberi pengaruh terhadap kadar
K2O akhir.
Berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.4, kadar K2O dalam limbah tahu
sebelum difermentasi dan sesudah fermentasi memiliki kadar K2O yang
sangat berbeda yaitu dari limbah tahu sebelum difermentasi mengandung
0.33% K2O, sedangkan setelah difermentasi selama 4 jam dengan ratio
10/100 (EM4/Starter) mengandung 1.33% K2O, hal ini menandakan
penambahan starter filtrat kulit pisang dan kubis, dan Bioaktivator EM4
dapat meningkatkan konsentrasi K2O. Namun semakin lama waktu
fermentasi bukan berarti kadar K2O juga semakin bertambah, hal ini dapat
dilihat dari lama fermentasi pada hari ke 15 cenderung kadar K 2O turun
dibandingkan pada hari ke 10 pada tiap - tiap perlakuan sampel
(perbandingan ratio EM4/starter). karena pada proses fermentasi
berhubungan langsung dengan bakteri dimana bakteri mamiliki fase
stasioner pada fase ini mikroorganisme mengalami pertumbuhan yang
sangat signifikan dan apabila fermentasi dilanjutkan bakteri akan mengalami
kematian dan didapat hasil hara K 2O yang lebih sedikit dibanding
sebelumnya. Dan fermentasi akan berjalan maksimal apabila dalam kondisi
kedap udara (anaerob) sehingga perlu meminimalisir jumlah udara yang
masuk kedalam alat fermentasi.
Berdasarkan gambar 4.3, Kadar K2O yang paling optimum
didapatkan pada proses fermentasi dengan lama waktu 15 hari dan ratio
40/100 (EM4/starter) dengan kadar 3.37% dan sudah memenuhi persyaratan
mutu Permentan 3 – 6 % K 2O. Penambahan kulit pisang sebagai starter
untuk proses fermentasi sangat efektif untuk meningkatkan kadar K2O pada
pupuk organik cair, karena kandungan K2O pada kulit pisang sendiri cukup
tinggi. Berdasarkan hasil analisis pada pupuk organik cair dari kulit pisang
kepok yang dilakukan oleh Nasution (2013) diperoleh kadar K 2O sebesar
1.137%.

BAB V
KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah kami lakukan diperoleh data hasil analisa
Nitrogen, P2O5 dan K2O dari proses fermentasi limbah cair tahu dengan variabel
lama fermentasi dan perbedaan ratio EM4/Starter, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Lama waktu fermentasi dan ratio penambahan EM4/Starter yang paling
optimum untuk parameter Nitrogen, P2O5 dan K2O adalah 10 hari dan
perbandingan 40/100 (EM4/Starter) dengan kadar Nitrogen 1.16%, P2O5
1.01% dan K2O 3.33%.
2. Untuk parameter Nitrogen dan P2O5 masih belum memenuhi persyaratan
mutu Permentan No. 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang pupuk
organik cair. Sedangkan untuk parameter K2O sudah memenuhi
persyaratan mutu tersebut yaitu 3 - 6%

Anda mungkin juga menyukai