Anda di halaman 1dari 21

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3. Blotong dan kotoran kambing


A. Blotong
Blotong adalah hasil endapan dari nira kotor (sebelum dimasak dan dikristalkan
menjadi gula pasir) yang disaring di rotary vacuum filter. Blotong merupakan limbah
pabrik gula berbentuk padat seperti tanah berpasir berwarna hitam, mengandung air, dan
memiliki bau tak sedap jika masih basah. Bila tidak segera kering akan menimbulkan bau
busuk yang menyengat. Blotong masih banyak mengandung bahan organic mineral, serat
kasar, protein kasar, dan gula yang masih terserap di dalam kotoran itu (Hamawi, 2005;
Kurnia, 2010; Purwaningsih, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian Mudhoo et al (2011)yang mencampurkan blotong
dengan sampah sayuran dan ampas tebu untuk dijadikan pupuk, ternyata blotong
menunjukkan potensi untuk dijadikan bahan pembuatan pupuk organik serta blotong
dapat dikombinasikan dengan bahan lain seperti ampas tebu, sampah sayuran dan sampah
lainnya yang mengandung selulosa dan lignin.
Berdasarkan penelitian Bhosale (2012) yang mempelajari tentang karakter fisika
kimia materi organic dalam blotong dan pengaruhnya terhadap kapasitas atau daya
tanah dalam menahan air, menunjukkan bahwa blotong segar tidak dapat langsung
digunakan sebagai pupuk karena akan membuat sifat fisik tanah menjadi

lebih

buruk

maka diperlukannya proses ekstraksi atau proses pengomposan.


Menurut Kuswurj (2009), di antara limbah pabrik gula yang lain, blotong
merupakan limbah yang paling tinggi tingkat pencemarannya dan menjadi masalah bagi
pabrik gula dan masyarakat. Limbah ini biasanya dibuang ke sungai dan menimbulkan
pencemaran karena di dalam air bahan organik yang ada pada blotong akan mengalami
penguraian secara alamiah, sehingga mengurangi kadar oksigen dalam air dan
menyebabkan air berwarna gelap dan berbau busuk. Oleh karena itu, jika blotong dapat
dimanfaatkan akan mengurangi pencemaran lingkungan.
B. Pupuk Kompos

Pengembalian bahan organik ke dalam tanah adalah mutlak dilakukan untuk


mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif. Dua alasan yang selama ini sering
dikemukakan oleh para ahli adalah (1) pengolahan tanah yang dangkal selama bertahuntahun mengakibatkan menurunnya kandungan C dan N organik, (2) penggunaan pupuk
kimia telah melampui batas efisiensi teknis dan ekonomis sehingga efisiensi dan
pendapatan bersih yang diterima petani dari setiap unit pupuk yang digunakan semakin
menurun. Kedua alasan tersebut memberikan dampak buruk bagi pertanian di masa
mendatang jika tidak dimulai tindakan antisipasinya.
Bahan organik yang ditambahkan dikenal sebagai pupuk. Pupuk banyak ragam
jenis dan bentuknya, termasuk didalamnya adalah kompos. Pengomposan adalah
terurainya materi organik menjadi materi organik yang lebih sederhana oleh
mikroorganisme sehingga materi organik yang lebih sederhana tersebut dapat digunakan
sebagai pupuk untuk memperbaiki struktur tanah dan menambah unsur hara dalam
tanah. Proses pengomposan yang terjadi merupakan fermentasi atau perombakan bahan
organik menjadi komponen yang lebih sederhana. Jenis mikroba yang berperan dalam
fermentasi tersebut ada yang bersifat aerob dan anaerob. Selain ditentukan oleh proses,
kualitas kompos juga ditentukan oleh nutrisi bahan baku yang digunakan.
Menurut Napoleon (2010) kompos yang telah jadi sebaiknya disimpan sampai 1
atau 2 bulan untuk mengurangi unsur beracun walaupun penyimpanan ini akan
menyebabkan terjadinya sedikit kehilangan unsur yang diperlukan seperti Nitrogen.
Penyimpanan kompos harus dilakukan dengan hati hati terutama dalam hal kelembapan
kompos, terhindar dari cahaya matahari dan hujan secara langsung.
Pengemasan kompos yang telah jadi harus menggunakan kemasan yang kedap
udara dan tidak mudah rusak. Bahan kemasan tidak tembus cahaya matahari lebih baik.
Kompos merupakan bahan yang apabila berubah, tidak dapat kembali ke keadaan semula
(Napoleon, 2010).
Pernyaratan teknis minimal pupuk organik padat telah ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang pupuk organik, pupuk
hayati dan pembenahan disajikan pada Tabel 1:

Tabel 1. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Padat


No

Parameter

1. C organik
2. C / N rasio
3. Bahan ikutan
(plastik,kaca,keriki
4. Kadar Air *)
5. Logam berat:
As
Hg
Pb
Cd
6. pH
7. Hara makro
(N + P2O5 + K2O)
8. Mikroba
kontaminan:
- E.coli,
- Salmonella sp
9. Mikroba
fungsional:
- Penambat N
- Pelarutbutiran
P
10 Ukuran
. 2-5 mm
11 Hara mikro :
. - Fe total atau
- Fe tersedia
- Mn
- Zn
12 Unsur lain :
. - La
- Ce

Min 15
15 25

Standar mutu
Remah/Curah
Diperkaya
Murni
Diperkay
a
mikroba
mikroba
Min 15
Min 15
Min
15
15 25
15 25
15 25

Maks 2
8 20

Maks 2
10 25

Maks 2
15 25

Maks 2
15 25

ppm
ppm
ppm
ppm
-

Maks 10
Maks 1
Maks 50
Maks 2
49

Maks 10
Maks 1
Maks 50
Maks 2
49

Maks 10
Maks 1
Maks 50
Maks 2
49

Maks 10
Maks 1
Maks 50
Maks 2
49

Satuan Granul/Pel
et Murni
%
%

Min 4

2
MPN/g
Maks 10
2
MPN/g Maks 10

2
Maks 10
2
Maks 10
3
Min 10
Min 103

2
Maks 10
2
Maks 10

cfu/g
cfu/g

Min 80

Min 80

ppm
ppm
ppm
ppm

Maks 9000
Maks 500
Maks 5000
Maks 5000

ppm
ppm

0
0

Maks 9000 Maks


Maks 500
Maks 5000 9000
Maks 5000 Maks 500
Maks
0
0
0
0

2
Maks 10
2
Maks 10
3
Min 10
Min 103
Maks
9000
Maks 500
Maks
0
0

Sumber: Suswono, 2011.


Contoh Pupuk Organik :

Kompos dari berbagai jenis bahan dasar : jerami, sisa tanaman, kotoran hewan,
blotong, tandan kosong, media jamur, sampah organik, sisa limbah industri berbahan

baku organik.
Tepung tulang, rumput laut, darah kering.
Asam amino, asam humat dan asam fulvat, dan sebagainya.
Meningkatkan Kualitas Kompos
Kualitas kompos biasanya diidentikkan dengan kandungan unsur hara yang ada di
dalamnya. Kualitas kompos sangat variatif, tergantung dari bahan baku atau proses
pengomposan. Unsur hara dalam kompos terbilang lengkap (mengandung unsur hara

makro dan mikro), tetapi kadarnya kecil sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
tanaman. Karena itu, kualitas kompos akan lebih baik jika mutunya ditingkatkan,
terutama kandungan unsur hara makro.
Tabel 1. Kandungan unsur hara dalam kompos
Unsur Hara
Jumlah
Nitrogen (N)
1.33%
Fosfor (P2O5)
0.85%
Kalium(K2O)
0.36
Kalsium (Ca)
5.61%
Zat Besi (Fe)
2.10%
Seng (Zn)
285 ppm
Timah (Sn)
575 ppm
Tembaga (Cu)
65 ppm
Humus
53.70%
pH
7.2
(Simamora dan Salundik, 2008).
Kandungan unsur hara dalam kompos terbilang lengkap, tetapi jumlahnya sedikit,
tidak bisa memenuhi jumlah yang dibutuhkan tanaman. Besarnya persentase kandungan
unsur hara yang terdapat di dalam kompos sangat bervariasi tergantung dari bahan baku,
proses pembuatan, bahan tambahan, tingkat kematangan, dan cara penyimpanan. Karena
kandungan haranya sedikit, peranan kompos sebagai sumber unsur hara tidak terlalu bisa
diharapkan. Karena itu, kualitas kompos terutama kandungan unsur hara makro (nitrogen,
fosfor, dan kalium) perlu ditingkatkan dengan menambahkan bahan lain. Bahan yang
ditambahkan bisa berupa urine ternak, tepung darah, tepung tulang, tepung kerabang
(cangkang telur), dan tepung cangkang udang. Selain itu, kualitas kompos juga bisa
ditingkatkan dengan menambahkan mikroorganisme yang menguntungkan seperti
mikroba penambat nitrogen (N), pelarut fosfor (P), mikroba yang membantu penyerapan
P oleh tanaman, penghasil hormon tumbuh, dan pengendali organisme patogen penyebab
penyakit tanaman.
Faktor-faktor yang mepengaruhi kompos
Menurut Unus (2002) banyak faktor yang mempengaruhi proses pembuatan kompos,
baik biotik maupun abiotik. Faktor faktor tersebut antara lain :
a. Pemisahan bahan : bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar untuk
didegradasi/diurai, harus dipisahkan/diduakan, baik yang berbentuk logam, batu,

maupun plastik. Bahkan, bahan -bahan tertentu yang bersifat toksik serta dapat
menghambat pertumbuhan mikroba, harus benar-benar dibebaskan dari dalam
timbunan bahan, misalnya residu pestisida.
b. Bentuk bahan : semakin kecil dan homogen bentuk bahan, semakin cepat dan baik
pula proses pengomposan. Karena dengan bentuk bahan yang lebih kecil dan
homagen, lebih luas permukaan bahan yang dapat dijadikan substrat bagi aktivitas
mikroba. Selain itu, bentuk bahan berpengaruh pula terhadap kelancaran difusi
oksigen yang diperlukan serta pengeluaran CO2 yang dihasilkan.
c. Nutrien : untuk aktivitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan sumber
nutrien Karbohidrat, misalnya antara 20% - 40% yang digunakan akan diasimilasikan
menjadi komponen sel dan CO 2, kalau bandingan sumber nitrogen dan sumber
Karbohidrat yang terdapat di dalamnya (C/N -resio) = 10 : 1. Untuk proses
pengomposa nilai optimum adalah 25 : 1, sedangkan maksimum 10 : 1
d. Kadar air bahan tergantung kepada bentuk dan jenis bahan, misalnya, kadar air
optimum di dalam pengomposan bernilai antara 50 70, terutama selama proses fasa
pertama. Kadang -kadang dalam keadaan tertentu, kadar air bahan bisa bernilai
sampai 85%, misalnya pada jerami.
Adapun menurut (Ilham, 2009) proses pengomposan dipengaruhi oleh berbagai faktor:
a. Suhu, pada proses composting populasi hewan mikrobia akan berubah selama proses
composting berlangsung. Kebanyakan proses perombakan (decomposition) terjadi
pada tahap termofilik yakni adanya bakteri-bakteri perombak yang tahan terhadap suhu
tinggi diatas 55C.
b. Udara, proses composting dapat berlangsung pada kondisi tanpa udara (kurang
oksigen) maupun ada udara. Proses kompos dengan adanya oksigen prosesnya tidak
hanya berlangsung lebih cepat akan tetapi juga tidak menghasilkan kebauan
(malodors). Kondisi ada udara bisa dilakukan melalui cara membalik-balikkan material
organic atau memberikan tekanan udara melalui massa material organik tersebut.
c. Kelembaban, tingkat kelembaban optimum untuk proses composting antara 50%-60%
by weight. Kelembaban dibawah 40% proses dekomposisi akan berkurang sedangkan
di atas 60% ruang pori yang penting untuk proses composting aerobik akan terblok
oleh air dan kondisi anaerobik (tanpa udara) bisa terjadi. Kelembaban ini juga akan
mempengaruhi proses dan penanganan material dalam operasi composting.
d. Perbandingan karbon dan nitrogen, Unsur carbon merupakan sumber energi bagi

mikroorganisme sedangkan unsur nitrogen penting untuk proses sintesa protein.


Disamping persyaratan di atas, masih diperlukan pula persyaratan lain yang pada
pokoknya bertujuan untuk mempercepat proses serta menghasilkan kompos dengan
nilai yang baik, antara lain, homogenitas (pengerjaan yang dilakukan agar bahan yang
dikomposkan selalu dalam keadaan homogen), aerasi (suplai oksigen yang baik agar
proses dekomposisi untuk bahan -bahan yang memerlukan), dan penambahan starter
(preparat mikroba) kompos dapat pula dilakukan, misalnya untuk jerami. Agar proses
pengomposan bisa berjalan secara optimum, maka kondisi saat proses harus
diperhatikan. Kondisi optimum proses pengomposan bisa dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi Optimum Proses Pengomposan
Parameter

Nilai

C/N rasio bahan


C/P rasio bahan

30 35 : 1
75 150 : 1
1,3 3,3, cm untuk proses pabrik
Bentuk / ukuran materi 3,3 7,6 cm untuk proses biasa
sederhana
Kadar air bahan
50 60 %
0,6 1,8 m udara/hari/kg bahan
selalu
proses termofilik, sedang untuk
Aerasi
proses
selanjutnya makin berkurang
Temperatur
55 C
maksimum
Sumber: Unus, (2002)
Faktorfaktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
a. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1
hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber
menggunakan N untuk sintesis protein.
mikroba mendapatkan

energi

dan

Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40

cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein.

Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
b. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan

bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga
menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
c. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang
cukup

oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi

peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih
dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan
kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi
proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap.
ditingkatkan

dengan

melakukan

pembalikan

atau

Aerasi dapat

mengalirkan udara di

dalam tumpukan kompos.


d. Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Ronggarongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen
untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air,

maka pasokan

oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.


e. Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang

peranan

yang

sangat

penting

dalam

proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay
oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan
organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 60 % adalah kisaran optimum
untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas
mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban
15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara
berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
f. Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung
antara peningkatan suhu

dengan

konsumsi

oksigen.

Semakin

tinggi

temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula
proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan

kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 60C menunjukkan


pengomposan yang cepat.

Suhu yang lebih

aktivitas

tinggi dari 60C akan

membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap
bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikrobamikroba patogen
tanaman dan benihbenih gulma.
g. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5.
kotoran

ternak

umumnya berkisar

antara

6.8

hingga

7.4.

pH

Proses

pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik


dan pH bahan itu sendiri.
secara

temporer

(pengasaman),

atau

Sebagai contoh,

lokal,

sedangkan

akan

produksi

proses pelepasan asam,

menyebabkan

amonia

dari

penurunan

pH

senyawasenyawa

yang

mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fasefase awal pengomposan.


pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
h. Kandungan hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya
terdapat didalam
dimanfaatkan

komposkompos

oleh

berbahaya Beberapa
yang

berbahaya

dari

peternakan.

Hara

ini

akan

mikroba selama proses pengomposan. Kandungan bahan


bahan

organik

mungkin

mengandung

bahanbahan

bagi kehidupan mikroba. Logamlogam berat seperti Mg, Cu,

Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logamlogam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Tabel 2. Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan
(Ryak, 1992)
Kondisi

Konsisi

yang

bisa Ideal

Rasio C/N

20:1
s/d 40:1
diterima

2535:1

Kelembaban

40 65 %

45 62 % berat

Konsentrasi oksigen tersedia > 5%

> 10%

Ukuran partikel

1 inchi

bervariasi

Bulk Density

1000 lbs/cu yd

1000 lbs/cu yd

pH

5.5 9.0

6.5 8.0

Suhu

43 66 C

54 - 60C

i. Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan

aktivator

pengomposan.

Secara

alami

pengomposan

akan

berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benarbenar matang.
Karakteristik Kompos Matang
Tanda- tanda perubahan bentuk sampah organik menjadi kompos, menurut Santoso
(1998) dan Soetopo (1999) adalah sebagai berikut:
a. Suhu kurang lebih sama dengan suhu lingkungan sekitarnya;
b. Rasio Carbon dan Nitrogen (C/N ) = 10- 20; 13- 20;
c. Jika ditutup dalam wadah (misal plastik) tidak timbul / hanya ada sedikit gas yang
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

menunjukkan sudah tidak terjadi dekomposisi yang berarti;


Berwarna coklat sampai kehitaman;
Berstruktur remah dan berkonsentrasi gembur, berbentuk butiran kecil seperti tanah;
pH berkisar antara 7 8;
Rata- rata berumur 1 bulan;
Volumenya menyusut menjadi 1/3 bagian dari volume awal;
Tidak berbau busuk;
Bagian- bagian sampah tidak tampak lagi;
Kadar air secara visual apabila dikepal kuat tidak bergumpal keras ketika kepalnya
dibuka juga tidak terurai lepas seperti pasir kering;

Ada dua mekanisme proses pengomposan berdasarkan ketersediaan oksigen bebas,


yakni pengomposan secara aerobik dan anaerobik.
a. Pengomposan secara Aerobik
Pada pengomposan secara aerobik,oksigen Mikroorganisme yang terlibat
dalam proses pengomposan membutuhkan oksigen dan air untuk merombak bahan
organik dan mengasimilasikan sejumlah karbon, nitrogen, fosfor, belerang, dan unsur
lainnya untuk sintesis protoplasma sel tubuhnya (Simamora dan Salundik, 2006).
Dalam sistem ini, kurang lebih 2/3 unsur karbon (C) menguap menjadi CO 2
dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Selama proses
pengomposan aerobik tidak timbul bau busuk. Selama proses pengomposan
berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul panas akibat pelepasan

energi (Sutanto, 2002).


Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO 2, H2O (air),
humus, dan energi. Proses dekomposisi bahan organik secara aerobik dapat disajikan
dengan reaksi sebagai berikut :
Mikroba aerob
Bahan organik

CO2 + H2O + Humus + Hara + Energi

b. Pengomposan secara Anaerobik


Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia
dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses ini
merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperature seperti yang
terjadi pada proses pengomposan secara aerobik. Namun, pada proses anaerobik perlu
tambahan panas dari luar sebesar 30C .
Pengomposan anaerobic akan menghasilkan gas metan (CH4), karbondioksida
(CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat,
asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa
dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya berupa lumpur yang
mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini yang disebut kompos.
Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum digunakan harus dikeringkan
(Simamora dan Salundik, 2006).

Manfaat kompos antara lain sebagai berikut :


1. Menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman.
2. Menggemburkan tanah.
3. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah.
4. Meningkatkan porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanaha.
5. Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air.
6. Memudahkan pertumbuhan akar tanaman.
7. Menyimpan air tanah lebih lama.
8. Meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia
9. Bersifat multi lahan karena dapat digunakan di lahan kritis, maupun padang golf.
Kompos memiliki keunggulan dibanding pupuk kimia, karena memiliki sifatsifat sebagai berikut:
1. Mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap, walaupun dalam jumlah
yang sedikit.
2. Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara sebagai berikut:
a. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara.
b. Memperbaiki kehidupan mikroorganisme di dalam tanah dengan cara
menyediakan bahan makanan bagi mikoorganisme tersebut.

c.
d.
e.
f.
g.
3.

Memperbesar daya ikat tanah berpasir, sehingga tidak mudah terpencar.


Memperbaiki drainase dan tata udara didalam tanah.
Membantu proses pelapupuk kandang bahan mineral.
Melindungi tanah tergadap kerusakan yang disebabkan erosi.
Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK).
Menurunkan aktivitas mikoorganisme tanah yang merugikan.

C. Kotoran kambing
Pupuk kandang (pupuk kandang) didefinisikan sebagai semua produk buangan
dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat
fisik, dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak tersebut diberi alas seperti
sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas tersebut akan dicampur
menjadi satu kesatuan dan disebut sebagai pupuk kandang pula. Beberapa petani di
beberapa daerah memisahkan antara pupuk kandang padat dan cair.
Kualitas pupuk kandang
Manfaat dari penggunaan pupuk kandang telah diketahui berabad-abad lampau
bagi pertumbuhan tanaman, baik pangan, ornamental, maupun perkebunan. Yang harus
mendapat perhatian khusus dalam penggunaan pupuk kandang adalah kadar haranya yang
sangat bervariasi. Komposisi hara ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
jenis dan umur hewan, jenis makanannya, alas kandang, dan penyimpanan/pengelolaan.
Kandungan hara dalam pupuk kandang sangat menentukan kualitas pupuk kandang
(Tabel 1). Kandungan unsur-unsur hara di dalam pupuk kandang tidak hanya tergantung
dari jenis ternak, tetapi juga tergantung dari makanan dan air yang diberikan, umur dan
bentuk fisik dari ternak (Tabel 2).
Tabel 1. Kandungan hara beberapa pupuk kandang
Sumber
pupuk
N
P
K
Ca
Mg
S
kandang
satuan (ppm)
sapi perah 0,53
0,35
0,41
0,28
0,11
0,05
Sapi
0,65
0,15
0,30
0,12
0,10
0,09
daging
Kuda
0,70
0,10
0,58
0,79
0,14
0,07
Unggas
1,50
0,77
0,89
0,30
0,88
0,00
Domba
0,19
0,19
0,09
1,28
0,93
0,59
Sumber: Tan (1993)
Tabel 2. Kandungan hara dari pupuk kandang padat/segar

Fe

0,004
0,004
0,010
0,100
0,020

Sumber
pakan

Kadar
air

Bahan
organik

80
81
64
57
78
73

16
12,7
31
29
17
22

0,3
0,25
0,7
1,5
0,5
0,5

Sapi
Kerbau
Kambing
Ayam
Babi
Kuda

P2O5

K2O

CaO

Rasio
C/N

satuan %
0,2
0,18
0,4
1,3
0,4
0,25

0,15
0,17
0,25
0,8
0,4
0,3

0,2
0,4
0,4
4,0
0,07
0,2

20-25
25-28
20-25
11-Sep
19-20
24

D. Pupuk kandang kambing


Tekstur dari kotoran kambing adalah khas, karena berbentuk butiran-butiran yang
agak sukar dipecah secara fisik sehingga sangat berpengaruh terhadap proses dekomposisi
dan proses penyediaan haranya. Nilai rasio C/N pupuk kandang kambing umumnya masih
di atas 30. Pupuk kandang yang baik harus mempunyai rasio C/N <20, sehingga pupuk
kandang kambing akan lebih baik penggunaannya bila dikomposkan terlebih dahulu.
Kalaupun akan digunakan secara langsung, pupuk kandang ini akan memberikan manfaat
yang lebih baik pada musim kedua pertanaman. Kadar air pupuk kandang kambing relatif
lebih rendah dari pupuk kandang sapi dan sedikit lebih tinggi dari pupuk kandang ayam.
Kadar hara pupuk kandang kambing mengandung kalium yang relatif lebih tinggi dari
pupuk kandang lainnya. Sementara kadar hara N dan P hampir sama dengan pupuk kandang
lainnya.
E. Em4
Sejarah EM4
Pada tahun 1980-an, Prof. Dr. Teruo Higa dari University of The Ryukus, Okinawa,
Jepang telah mengadakan penelitian terhadap sekelompok mikroorganisme yang dengan
efektif dapat bermanfaat dalam memperbaiki kondisi tanah, menekan pertumbuhan mikroba
yang menimbulkan penyakit dan memperbaiki efisiensi penggunaan bahan organik oleh
tanaman. Kelompok mikroorganisme tersebut disebut dengan Effective Microorganisms
yang disingkat EM.Teknologi EM dikembangkan untuk menunjang pembangunan pertanian
ramah lingkungan, menekan penggunaan pupuk kimia dan pestisida dengan sistem alami
yang akhirnya dapat meningkatkan produktivitas tanah, mengurangi biaya produksi dan
menghasilkan bahan pangan yang bebas bahan kimia sehingga bersih dan sehat untuk di

konsumsi.Teknologi EM yang sudah mulai akrab dengan masyarakat adalah Effective


Microorganisms-4 biasa disingkat EM-4 adalah suatu kultur campuran beberapa
mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai inokulan mikroba yang berfungsi sebagai
alat pengendali biologis. Mikroorganisme tersebut berfungsi dalam lingkungan hidup
tanaman sebagai penekan dan pengendali perkembangan hama dan penyakit.

Kandungan EM4
EM-4 mengandung beberapa mikroorganisme utama yaitu bakteri fotosintetik, bakteri

asam

laktat,

Ragi

yeast

),

Actinomycetes

dan

jamur

fermentasi

1. Bakteri Fotosintetik ( Rhodopseudomonas sp. )


Bakteri ini adalah mikroorganisme mandiri dan swasembada.Bakteri ini
membentuk senyawa-senyawa bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan
gas-gas berbahaya dengan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat
bermanfaat yang terbentuk antara lain, asam amino asam nukleik, zat bioaktif dan gula
yang semuanya berfungsi mempercepat pertumbuhan. Hasil metabolisme ini dapat
langsung diserap tanaman dan berfungsi sebagai substrat bagi mikroorganisme lain
sehingga jumlahnya terus bertambah
2

Bakteri asam laktat ( Lactobacillus sp. )


Dapat mengakibatkan kemandulan ( sterilizer) oleh karena itu bakteri ini dapat
menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan; meningkatkan percepatan
perombakan bahan organik; menghancurkan bahan organik seperti lignin dan selulosa
serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang ditimbulkan dari
pembusukan bahan organic. Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan fusarium, yaitu
mikroorganime merugikan yang menimbukan penyakit pada lahan/ tanaman yang terus
menerus ditanami.

Ragi / Yeast ( Saccharomyces sp. )


Melalui proses fermentasi, ragi menghasilkan senyawa-senyawa bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri
fotosintetik atau bahan organik dan akar-akar tanaman. Ragi juga menghasilkan zat-zat
bioaktif seperti hormon dan enzim untuk meningkatkan jumlah sel aktif dan

perkembangan akar.Sekresi Ragi adalah substrat yang baik bakteri asam laktat dan
4

Actinomycetes.
Actinomycetes
Actinomycetes menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang
dihasilkan bakteri fotosintetik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan
bakteri.Actinomycetes hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik bersama-sama
menongkatkan mutu lingkungan tanah dengan cara meningkatkan aktivitas anti mikroba

tanah.
Jamur Fermentasi
Jamur fermentasi ( Aspergillus dan Penicilium ) menguraikan bahan secara cepat
untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba. Pertumbuhan jamur ini
membantu menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga dan ulat-ulat merugikan
dengan cara menghilangkan penyediaan makanannya. Tiap species mikroorganisme
mempunyai fungsi masing-masing tetapi yang terpenting adalah bakteri fotosintetik yang
menjadi pelaksana kegiatan EM terpenting. Bakteri ini disamping mendukung kegiatan
mikroorganisme lainnya, ia juga memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan mikroorganisme

lain.
Manfaat EM4
Secara umum manfaat Teknologi EM-4 dalam bidang pertanian adalah sebagai
berikut :
a
b
c
d
e

Menekan pertumbuhan patogen tanah


Memperbaiki sifat biologis, fisik dan kimia tanah
mempercepat fermentasi limbah dan sampah organik, mempercepat dekomposisi
meningkatkan ketersediaan nutrisi dan senyawa organik pada tanaman,
meningkatkan aktivitas mikroorganisme indogenus yang menguntungkan, seperti ;

f
g

Mycorhiza, Rhizobium, bakteri pelarut, fosfat, dll.


Memfiksasi nitrogen,
Mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia.Dengan cara tersebut EM4 dapat
menekan pertumbuhan mikroorganisme pathogen yang selalu merupakan masalah
pada budidaya monokultur dan budidaya tanaman sejenissecara terus menerus
(continuous cropping). EM4 memfermentasikan sisa-sisa pakan dan kulit udang/ikan
pada tanah dasar tambak, sehingga gas beracun (metan, dan H2S, Mercaptan, dll) dan
panas pada tanah dasar tambak menjadi hilang, untuk selanjutnya udang/ikan dapat
hidup dengan baik. Dengan cara yang sama EM juga memfermentasikan limbah dan

kotoran ternak, hingga lingkungan kandang menjadi tidak bau, ternak tidak
mengalami stress sehingga nafsu makannya meningkat. EM4 yang diminumkan
dengan dosis 1 : 1000 pada minuman ternak, hidup dalam usus ternak, berfungsi
untuk menekan populasi mikroorganisme pathogen di dalam usus sehingga ternak
h
i
j
k
l

menjadi sehat.
Memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
Meningkatkan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi
Memfermentasi bahan organik tanah dan mempercepat dekomposisi bahan organik.
Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil.
Meningkatkan keragaman mikroba yang menguntungkan di dalam tanah

F. Sampah organik
Sampah merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh banyak kota di
seluruh dunia. Semakin tingginya jumlah penduduk dan aktivitasnya, membuat volume
sampah terus meningkat. Akibatnya, untuk mengatasi sampah diperlukan biaya yang
tidak sedikit dan lahan yang semakin luas. Disamping itu, tentu saja sampah
membahayakan kesehatan dan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Pengelolaan sampah dimaksudkan agar sampah tidak membahayakan kesehatan
manusia dan tidak mencemari lingkungan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk
memperoleh manfaat atau keuntungan bagi manusia. Hal ini didasari oleh pandangan
bahwa sampah adalah sumber daya yang masih bisa dimanfaatkan dan bahkan memiliki
nilai ekonomi. Pandangan tersebut muncul seiring dengan semakin langkanya sumber
daya alam dan semakin rusaknya lingkungan.
a. Hakekat Sampah
Sampah dan limbah pada dasarnya merupakan sisa dari proses
pengubahan energy yang tidak bisa sempurna. Hal ini sesuai dengan hukum
termodinamika kedua yang banyak digunakan dalam ilmu fisika. Meskipun energi
tidak pernah hilang dari alam raya tetapi akan diubah ke dalam bentuk yang
kurang bermanfaat. Hukum tersebut kemudian dijadikan salah satu asas dasar
ilmu lingkungan yang menyatakan bahwa tak ada sistem pengubahan energi
yang betul-betul efisien. Artinya selalu ada sisa atau disebut entropy.
Ketika manusia makan, maka sebagian akan diubah menjadi energi untuk
beraktivitas dan sisanya akan diubah menjadi limbah kotoran atau disebut
entropy. Begitu pula dalam proses produksi di industri, tidak semua bahan

mentah dapat diubah menjadi barang jadi, tetapi sebagian akan diubah menjadi
sampah atau limbah. Dalam rumah tangga pun demikian, tidak semua barangbarang konsumsi habis semuanya, sebagian akan dibuang dalam bentuk sampah,
baik sampah organik maupun anorganik.
b. Jenis dan sumber sampah
Sampah

merupakan

material

sisa

yang

tidak

diinginkan

setelah

berakhirnya suatu proses. Proses yang dimaksud adalah merupakan proses yang
dilakukan oleh manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada
hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat berupa padat, cair, dan
gas. Sampah yang berupa gas disebut emisi. Emisi biasa juga dikaitkan dengan
polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah banyak dihasilkan oleh aktivitas
industri yang kemudian dikenal dengan istilah limbah. Tidak hanya dari industri,
limbah dapat pula dihasilkan dari kegiatan pertambangan, manufaktur (proses
pabrik), dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada
suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah
konsumsi. Berdasarkan sumbernya, sampah dapat dibagi atas enam yaitu
sampah alam, manusia, konsumsi, nuklir, industri, dan pertambangan. Namun,
berdasarkan sifatnya terdiri dari sampah organik (dapat diurai atau degradable)
dan sampah anorganik (tidak dapat diurai atau undegradable).

Gambar 6.1: Sampah organik dan anorganik


Sumber: http://www.isroi.org, http://i268.photobucket.com

Sampah alam yaitu sampah yang diproduksi di kehidupan liar. Munculnya


sampah karena adanya proses daur lang yang bersifat alami, contohnya daun-daun
kering di hutan yang kelak akan terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar,
sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan
permukiman atau perkotaan.
Sampah manusia atau disebut juga human waste adalah istilah yang biasa
digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin (air seni).
Sampah manusia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan karena dapat
digunakan sebagai sarana perkembangan penyakit yang disebabkan oleh virus dan
bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan
penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang sehat dengan
lingkungan atau sanitasi yang bersih. Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai
ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh manusia sebagai
pengguna barang, dengan kata lain sampah konsumsi adalah sampah yang sengaja
dibuang oleh manusia ke tempat sampah. Ini adalah jenis sampah yang umum dikenal
oleh manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih
kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan
industri.
Sampah yang sangat berbahaya adalah sampah atau limbah radioaktif yang
berasal dari sampah nuklir. Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi
nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi

lingkungan hidup dan juga manusia. Karena itu, sampah nuklir disimpan ditempattempat yang jauh dari sentuhan dan aktivitas manusia seperti di bekas tambang garam
dan dasar laut.
c. Pengelolaan sampah
Pada awalnya ketika jumlah penduduk masih sedikit, sampah bukan merupakan
sebuah permasalahan. Namun, seiring dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk dan aktivitasnya, maka sampah semakin besar jumlah dan variasinya.
Karena itu, diperlukan pengelolaan yang tidak sederhana untuk menangani sampah
dalam jumlah besar, terutama di daerah perkotaan.
Pengelolaan sampah mutlak diperlukan mengingat dampak buruknya bagi
kesehatan dan lingkungan. Sampah menjadi tempat berkembangbiaknya organisma
penyebab dan pembawa penyakit. Sampah juga dapat mencemari lingkungan dan
mengganggu keseimbangan lingkungan. Karena itu, pemerintah di berbagai belahan
dunia berupaya menanganinya walaupun dengan biaya yang tidak sedikit.
Pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya belum dilaksanakan secara
terpadu. Sampah dari berbagai sumber, baik dari rumah tangga, pasar, industri dan
lain-lain, langsung diangkut menuju Tempat Penampungan Sementara (TPS) tanpa
melaui proses pemilahan dan pengolahan. Dari TPS, sampah kemudian diangkut
menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk kemudian ditimbun. Pengelolaan
seperti ini mengabaikan nilai sampai sebagai sumber daya.

Gambar 6.2: Tempat Pembuangan Akhir (TPA)


Sumber: http://gerbang.jabar.go.id

Upaya pertama dalam pengelolaan sampah secara terpadu adalah pemilahan yang
dilakukan mulai dari sumber penghasil sampah, baik dari rumah tangga, pasar,
industri, fasilitas umum, daerah komersial dan sumber lainnya. Sampah organik (sisa
makanan, daun, dan lain-lain) dipisah dengan sampah anorganik (plastik, kaca dan
lain-lain). Sampah yang telah dipilah dapat didaur ulang di tempat sumber sampah
atau dapat dibawa atau dijual untuk dilakukan proses daur ulang di industri daur
ulang. Sampah tersebut dapat pula dipakai ulang sebelum diangkut ke TPS atau
dibuat kompos untuk digunakan di lokasi sumber sampah.
Sampah dari sumber sampah juga dapat dibawa ke Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) terdekat setelah melalui proses pemilahan. Di TPS sampah
dikumpulkan dan dipilah kembali dan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sampah tersebut juga dapat di daur ulang di industri daur ulang. Pemilahan sampah
dapat pula dilakukan di TPA. Sebagian sampah dapat didaur ulang dan dibuat kompos
yang dapat dijual ke konsumen. Sisanya atau residu dari proses tersebut dapat
ditimbun dengan menggunakan metode sanitary landfill. Hasil dari sanitary landfill
adalah abu yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat batako dan sebagai
bahan campuran kompos. Batako dan kompos yang dihasilkan dapat dijual ke
konsumen.
Belum berkembangnya pengelolaan sampah terpadu dikarenakan belum
dikembangkannya sistem yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
Selain itu, persepsi, kesadaran akan manfaat sampah dan budaya masyarakat dalam
membuang sampah sangat beragam. Pemilahan dan pemanfaatan sampah di
lingkungan keluarga belum membudaya, sehingga memerlukan waktu untuk
perubahan tersebut.

Gambar 6.3: Pengelolaan Sampah secara terpadu


Sumber: http://tsabitah.files.wordpress.com

Gambar 6.4: Pengelolaan sampah secara mandiri


http://windhar.files.wordpress.com
Walaupun demikian, beberapa kelompok masyarakat mulai mengelola sampah

secara mandiri dengan baik. Salah satu contohnya adalah pengelolaan sampah yang
dilakukan oleh warga di daerah Sukunan Banyuraden Gamping. Sampah dipilah
menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik dijadikan sebagai kompos
untuk penghijauan. Sampah anorganik sebagian dimanfaatkan untuk kerajinan dan
sebagian lainnya dijual. Hasil dari sampah dapat menambah kas kampung dan
pendapatan penduduk setempat. Keuntungan lainnya adalah lingkungan kampung
menjadi bersih, sehat dan indah karena tidak ada sampah yang terbuang secara
percuma.
d. Pengolahan sampah
Sampah yang telah terkumpul dapat diolah lebih lanjut, baik di lokasi sumber
sampah mapun setelah sampai di TPA. Tujuannya agar sampah dapat dimanfaatkan
kembali, sehingga dapat mengurangi tumpukan sampah serta memperoleh nilai
ekonomi dari sampah.
Pengolahan sampah organik
Di Indonesia, sebagian besar sampah merupakan sampah organik. Data
menunjukkan bahwa rata-rata komposisi sampah di beberapa kota besar di
Indonesia adalah: organic (25%), kertas (10%), plastik (18%), kayu (12%), logam
(11%), kain (11%), gelas (11%), lain-lain (12%). Sampah organik dapat
dimanfaatkan secara langsung, tanpa melalui proses tertentu, untuk pakan ternak,
khususnya ikan. Sampah organik juga dapat diproses untuk berbagai keperluan
diantaranya adalah pakan ternak dan kompos. Substansi sampah kebun berasal
dari unsur-unsur penyusun alam maka sampah ini mudah terurai oleh bakteri
pengurai sehingga mudah hancur dan menjadi unsur pembentuk tanah yang sangat
subur dan berguna bagi kesuburan tanah.Contoh dari sampah ini adalah daundaun, sisa makanan, kulit, buah dan lain-lain (Sanggilora 2012).

Anda mungkin juga menyukai