Anda di halaman 1dari 63

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan pupuk anorganik di Indonesia mampu meningkatkan hasil

pertanian, namun tanpa disadari penggunaan pupuk anorganik secara terus

menerus berdampak tidak baik bagi sifat fisik, kimia dan biologi tanah.Hal itu

menyebabkan kemampuan tanah untuk mendukung ketersediaan air, hara dan

kehidupan mikroorganisme dalam tanah menurun. Kondisi ini terjadi karena

tingkat kesuburan dan bahan organik tanah mengalami penurunan, oleh karena itu

jika tidak segera diatasi maka dalam jangka waktu tidak terlalu lama, lahan-lahan

tersebut tidak mampu lagi berproduksi secara optimal dan berkelanjutan (Parnata,

2004).Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah mengurangi penggunaan pupuk

anorganik dan menerapkan sistem pertanian organik.

Pupuk organik adalah salah satu produk pertanian yang mendukung

program pertanian organik yang selaras dengan kebijakan pemerintah dalam

upaya peningkatan kualitas lingkungan dan pendayagunaan sumber daya

alam.Limbah organik dari persawahan sepertijerami padi,sekam,dan kotoran

sapibisa dijadikan pupuk organikberkualitas,sekaligus merupakan alternatif

penanggulangan masalah sampah organik pendukung penerapan pertanian

organik. Salah satu metode pengelolaan sampah yang ramah lingkungan adalah

dengan pengomposan (Suriawiria, 2003).

Jerami padi merupakan salah satu sumber bahan organik yang besar

peranannya untuk memperbaiki kondisi fisik,kimia,danbiologi tanah tetapi

jarangmendapat perhatian dari petani.Petani Indonesia memiliki kebiasaan

membakar jerami sisa-sisa panen dengan alasan lebih cepat dan murah untuk

1
2

membersihkan sisa panen tersebut, padahal dalam 1 ton jerami padi mengandung

22 kg N, 43 kg K2O, ditambah unsur-unsur lainnya (Anon., 1977).Selanjutnya

Ponnamperuma (1984) menguraikan kandungan jerami padi yang terdiri dari0,6%

N; 0,1% P;1,5% K; 5% Si; dan40% C.Menurut Kim dan Dale (2004) potensi

jerami kurang lebih 1,4 kali dari hasil panen. Rata-rata produktivitas padi nasional

adalah 48,95 ku/ha, sehingga jumlah jerami yang dihasilkan kurang lebih 68,53

ku/ha.Produksi padi nasional tahun 2008 sebesar 57,157 juta ton (Deptan, 2009),

dengan demikian produksi jerami nasional diperkirakan mencapai 80,02 juta ton.

Potensi jerami yang sangat besar ini sebagian besar jumlahnya ini masih disia-

siakan pemanfaatannya oleh petani.Sebagian besar jerami hanya dibakar menjadi

abu, sebagian kecil dimanfaatkan untuk pakan ternak dan media jamur

merang.Pemanfaatan jerami dalam kaitannya untuk menyediakan hara dan bahan

organik tanah adalah merombaknya menjadi kompos. Rendemen kompos yang

dibuat dari jerami kurang lebih 60% dari bobot awal jerami,sehingga kompos

jerami yang bisa dihasilkan dalam satu ha lahan sawah adalah sebesar 4,11 ton/ha.

Andaikan semua jerami dibuat kompos akan dihasilkan kompos sebanyak 48,01

juta ton secara nasional sehingga mampu memanfaatkan jerami sisa panen padi

maupun sekam untuk kompos secara bertahap dapat mengembalikan kesuburan

tanah dan meningkatkan produktivitas tanaman.

Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk

berbagai kebutuhan seperti bahan kompos, bahan baku industri, pakan ternak dan

energi atau bahan bakar.Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam

sekitar 20-30%, dedak antara 8-12% dan beras giling antara 50-63, 5% data bobot

awal gabah (Houston, 1972). Ditinjau dari data komposisi kimiawi, sekam
3

mengandung beberapa unsur kimia penting yaitu kadar air 9,02%; protein kasar

3,03%; lemak 1,18%; serat kasar 35,68%; abu 17,17%; karbohidrat dasar 33,71

(Suharno, 1979). Sumber bahan organik lain yang dapat digunakan sebagai bahan

kompos yaitu berasal dari kotoran sapi. Hasil pengamatan di Gapoktan Sarwa

Ada, seekor sapi mampu menghasilkan kotoran padat sebanyak 10

kg/hari.Menurut analisis Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya

Lahan, Fakultas Pertanian IPB menyatakan kandungan hara makro dan mikro

kotoran sapi yaitu dengan presentase sebagai berikut : N 0,94%; P 2,40%; K

7,69%; Ca 1,45%; Mg 0,36%; C/N 35,78.

Kompos telah umum dikenal masyarakat, demikian juga cara

pembuatannya bukan merupakan hal yang baru. Namun kompos yang dihasilkan

akan mempunyai kualitas yang berbeda-beda tergantung dari bahan baku dan

metode dalam pembuatannya. Salah satu masalah yang penting untuk selalu

diteliti adalah memperoleh metode pengomposan yang cepat.Metode

pengomposan yang cepat lebih dapat diterima oleh petani karena harus disiapkan

kompos dalam jumlah banyak pada areal yang terbatas. Usaha mempercepat

proses pengomposan dapat dilakukan dengan memberikan inokulan

mikroorganisme.Setiap bahan yang berfungsi meningkatkan aktivitas

mikroorganisme dalam proses dekomposisi disebut bahan aktivator.Aktivator bisa

disebut sebagai dekomposer yangsaat ini dipasaran banyak sekali beredar

dipasaran misalnya, MARROS Bio-Activa,Green Phoskko(GP-1),Promi,

OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.

Penambahan inokulan sebagai aktivator mempunyai pengaruh yang


4

menguntungkan karena mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan

kandungan unsur hara kompos (Sutanto, 2002).

Mikroorganisme Lokal (MOL) adalah kumpulan mikroorganisme yang

bisa ”dibiakkan”, fungsinya adalah sebagai aktivator dalam pembuatan pupuk

organik padat maupun cair (Hadinata, 2008).Penggunaan MOL sangat murah dan

efisien karena larutan MOL menggunakan bahan alami yang terdapat di

lingkungan sekitar, serta proses pembuatannya yang sederhana.Mikroorganisme

lokal dapat bersumber dari bermacam-macam bahan lokal, antara lain urin sapi

segar, batang pisang, daun gamal, buah-buahan, nasi basi, sampah rumah tangga,

rebung bambu, serta rumput gajah dan dapat berperan dalam proses pengolahan

limbah ternak, baik limbah padat untuk dijadikan kompos, serta limbah cair ternak

untuk dijadikan Biourine(Masa, 2006 dalam Sutari, 2009).Mikroorganisme lokal

merupakan salah satu dekomposeryang dapat mempercepat dan dapat

meningkatkan mutu kompos. Penelitian Harizena (2012) menyimpulkan bahwa

penggunaan MOL nasi basi dengan dosis 200 mL memberikan kualitas kompos

yang terbaik.

Limbah persawahan seperti jerami padi dan sekam sangat banyak

ditemukan di Banjar Tebuana, Desa Taro, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten

Gianyar karena sebagian besar petani menanam padi sebagai salah satu komoditi

pangan. Selain itu keberadaan Gapoktan Sarwa Ada di Desa ini dapat

menghasilkan pupuk kompos yang berasal dari kotoran sapi dan limbah

persawahan.Cara yang telah dilakukan tidak memperhatikan perbandingan antara

jerami, limbah kotoran sapidan aktivator, hanya mencampur begitu saja sehingga

kualitas kompos yang dihasilkan masih rendah.Berdasarkan hal tersebut maka


5

dilakukan penelitian untuk mengetahui dan menganalisis kualitas kompos limbah

persawahan.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dapat dirumuskan berdasarkan uraian diatas, yaitu apakah

perbandingan bahan kompos (jerami, kotoran sapi, sekam)dan dengan

dekomposer dapat meningkatkan kualitas kompos.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kompos terbaik yang

berbahan dasar jerami, sekam, dan kotoran sapi dengan MOL sebagai

dekomposer.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi

kepada masyarakat tentang pembuatan kompos yang baik dengan kombinasi

bahan dasar jerami, kotoran sapi, dan sekam serta MOL sebagai dekomposer.
II . TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompos

Kompos merupakan hasil akhir suatu proses fermentasi tumpukan bahan

mentah (serasah, sisa tanaman, sampah dapur dan lain sebagainya) bisa menjadi

kompos akibat proses pelapukan dan penguraian.Dengan kata lain, terjadi

perubahan fisik semula menjadi sifat fisik yang baru. Perubahan itu sebagian

besar muncul oleh karena adanya kegiatan jasad renik sehubungan dengan

kebutuhan hidup organisme itu.Apa yang diikat oleh jasad renik demi mencukupi

kebutuhan hidupnya, kelak akan dikembalikanlagi apabila jasad renik itu mati.

Proses penguraian, pengikatan dan pembebasan berbagai zat atau unsurhara

terjadi selama berlangsungnya proses pembentukan kompos (Yuliarti, 2009).

Kompos dapat diperkaya dengan kotoran sapi, kotoran sapi merupakan

sumber unsur hara makro dan mikro yang lengkap. Kadar rata-rata komposisi

pupuk kandang sapi, adalah C-organik 8,58%; N-total 0,73%; P-total 0,93%; K-

total 0,73%; Bahan organik 14,48%; dan rasio C/N sebesar 12,0 (Sutanto,

2002).Proses dalam pembuatankompos disebut dengan pengomposan.

Pengomposan merupakan proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap

limbah padat organik dalam kondisi aerob (terdapat oksigen) atau anaerob (tanpa

oksigen). Kondisi terkendali tersebut mencakup rasio karbon dan nitrogen (C/N),

kelembaban, pH, dan kebutuhan oksigen. Prinsip pengomposan adalah

menurunkan nilai rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah

(10-12). Bahan organik yang memiliki rasio C/N sama dengan tanah maka bahan

tersebut dapat diserap oleh tanaman (Djuarnani dkk., 2005).

6
7

Proses dekomposisi bahan organik (pengomposan) dapat dibagi menjadi

tiga tahap. Pada tahap awal atau dekomposisi intensif berlangsung, dihasilkan

suhu yang cukup tinggi dalam waktu yang relatif pendek dan bahan organik yang

mudah terdekomposisi akan diubah menjadi senyawa lain. Tahap pematangan

utama dan pasca pematangan, bahan yang sulit terdekomposisi akan terurai.

Produk yang dihasilkan adalah kompos matang yang mempunyai ciri, antara lain

tidak beraroma, remah, berwarna kehitaman,mengandung hara yang tersedia bagi

tanaman, dan kemampuan mengikat air tinggi (Setyorini dkk., 2003).

Kompos dikatakan matang dan memiliki kualitas yang baik adalah apabila

kompos tersebut telah memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik (Murbandono,

1995). Sifat fisik kompos yang baik, antara lain berwarna gelap, cokelat tua,

aroma seperti tanah, ukuran partikel sebesar serbuk gergaji, bila dikepal tidak

menggumpal keras, suhu sama dengan lingkungan. Kompos dengan sifat kimia

yang baik adalah kompos yang telah mampu menyediakan unsur hara bagi tanah

dan tanaman, artinya kompos yang telah memiliki kandungan unsur hara yang

lebih baik (Soepardi, 1983; Murbandono, 1995).Kualitas dan kematangan kompos

berdasarkan sifat biologi, fisik dan kimia disajikan pada Tabel 1.

Setyorini dkk.(2003)menyatakan bahwa terdapat beberapa syarat yang

diperlukan agar kompos menjadi berkualitas meliputi ukuran bahan mentah, suhu

dan ketinggian timbunan kompos, Rasio C/N, kelembaban, sirkulasi udara

(aerasi), serta nilai pH.Ukuran bahan mentah yang semakin kecil ukurannya

hingga batas tertentu maka semakin cepat pula waktu pembusukannya.

Penghalusan bahan akan meningkatkan luas permukaan spesifik bahan kompos


8

sehingga memudahkan mikroorganisme dekomposer untuk merombak dan

menghancurkan bahan-bahan tersebut.

Tabel 1. Standar Kualitas dan Kematangan Kompos

No. Parameter Indikator Sumber Pustaka


Sifat biologi kompos
1. Total populasi bakteri 108-109 spk g-1 Sutanto (2002)
kompos
2. Total populasi jamur 105-108 spk g-1
kompos
3. Respirasi < 10 mg g-1 Setyorini dkk. (2003)
kompos
Sifat fisik kompos
1. Suhu stabil, hampir Djuarnani dkk. (2005)
sama dengan
suhu udara (28-
34oC)
2. Aroma, struktur, warna earthy
(beraroma
tanah), remah,
cokelat tua

3. Kadar air < 28% Standar Permentan


No. 28 th. 2009
Sifat kimia kompos
1. C-organik > 12% Standar Permentan
No. 28 th. 2009
2. Rasio C/N 15-25
3. N-total > 1,2% Djuarnani dkk. (2005)
4. P-tersedia > 0,5%
5. K-tersedia > 0,3%
6. pH 6,0-8,0

Lebih lanjut dijelaskan oleh Setyorinidkk. (2003), penghalusan bahan yang

terlalu kecil menyebabkan timbunan menjadi mampat sehingga udara sedikit.

Ukuran sekitar 5-10 cm sesuai untuk pengomposan ditinjau dari aspek sirkulasi

udara yang mungkin terjadi.

Menurut Djuarnani dkk. (2005), proses pengomposan akan berjalan baik

jika bahan berada dalam temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan


9

mikroorganisme perombak. Temperatur optimum yang dibutuhkan

mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35o-55oC. Pengomposan pada

bahan yang memiliki rasio C/N tinggi seperti jerami padi atau jerami gandum

peningkatan temperatur tidak dapat melebihi 52oC. Keadaan ini menunjukkan

bahwa peningkatan temperatur juga tergantung dari jenis bahan yang digunakan.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Setyorini dkk.(2003), suhu dan ketinggian timbunan

kompos sangat penting diperhatikan dalam pembuatan kompos. Timbunan bahan

yang mengalami dekomposisi akan meningkat suhunya hingga 65-70oC akibat

terjadinya aktivitas biologi oleh mikroorganisme perombak bahan organik.

Penjagaan panas sangat penting dalam pembuatan kompos agar proses

dekomposisi berjalan merata dan sempurna. Hal yang menentukan tingginya suhu

adalah nisbah volume timbunan terhadap permukaan, semakin tinggi volume

timbunan dibandingkan permukaan maka semakin besar isolasi panas dan

semakin mudah timbunan menjadi panas. Timbunan yang terlalu dangkal akan

kehilangan panas dengan cepat karena bahan tidak cukup untuk menahan panas

dan menghindari pelepasannya. Keadaan suhu yang kurang optimum

menyebabkan bakteri-bakteri yang menyukai panas (yang bekerja dalam timbunan

itu) tidak akan berkembang secara optimal sehingga pembuatan kompos akan

berlangsung lebih lama. Sebaliknya, timbunan yang terlampau tinggi dapat

mengakibatkan bahan memadat karena berat bahan kompos itu sendiri. Hal

tersebut akan mengakibatkan suhu terlalu tinggi dan udara di dasar timbunan

berkurang. Panas yang terlalu tinggi juga akan mengakibatkan terbunuhnya

mikroorganisme yang diinginkan. Kekurangan udara mengakibatkan tumbuhnya

bakteri anaerob yang menyebabkan aroma bahan kompos menjadi tidak sedap.
10

Mikroorganisme perombak bahan organik memerlukan karbon

dannitrogen dari bahan asal.Karbon dibutuhkan oleh mikroorganisme sebagai

sumber energi untuk pertumbuhannya dan nitrogen diperlukan untuk membentuk

protein.Bahan dasar kompos yang mempunyai rasio C/N 20:1 hingga 35:1 sesuai

untuk dikomposkan(Setyorini dkk.,2003). Menurut Mathur (1980)

mikroorganisme memerlukan 30 bagian C terhadap satu bagian N, sehingga rasio

C/N 30 merupakan nilai yang diperlukan untuk proses pengomposan yang

efisien.Terlalu besar rasio C/N (>40) atau terlalu kecil (<20) akan mengganggu

kegiatan biologis proses dekomposisi.Bahan berkadar C/N tinggi bisa

menyebabkan timbunan membusuk perlahan-lahan karena mikroorganisme utama

yang aktif pada suhu rendah adalah jamur.Hal ini berarti pembuatan kompos dari

bahan-bahan keras seperti kulit biji-bijian yang keras dan berkayu, tanaman

menjalar atau pangkas-pangkasan pohon (semua dengan kadar C/N tinggi) harus

dicampur dengan bahan-bahan berair seperti pangkasan daun dan sampah-sampah

lunak. Bahan hijauan yang mengandung nitrogen dapat diganti dengan berbagai

pupuk organik.

Djuarnani dkk. (2005) menyatakan, mikroorganisme yang berperan dalam

pengomposan melakukan aktivitas metabolisme diluar sel tubuhnya. Sementara

itu, reaksi biokimia yang terjadi dalam selaput air tersebut membutuhkan oksigen

dan air. Karena itu, dekomposisi bahan organik sangat tergantung dari

kelembapan lngkungan dan oksigen yang diperoleh dari rongga udara yang

terdapat di antara partikel bahan yang dikomposkan. Lebih lanjut dijelaskan oleh

Setyorini dkk. (2003),timbunan kompos harus selalu lembab dengan kandungan

lengas 50-60% agar mikroorganisme tetap beraktivitas.Kelebihan air akan


11

mengakibatkan volume udara jadi berkurang, sebaliknya bila terlalu kering proses

dekomposisi akan berhenti.Timbunan bahan kompos yang semakin basah harus

sering diaduk atau dibalik untuk menjaga dan mencegah pembiakan bakteri

anaerob karena penguraian bahan pada kondisi anaerob akan menimbulkan aroma

busuk. Sampah-sampah yang berasal dari hijauan, biasanya tidak membutuhkan

air sama sekali pada waktu awal, tetapi bahan untuk cabang atau ranting kering

dan rumput-rumputan memerlukan air yang cukup. Aktivitas mikroorganisme

aerob memerlukan oksigen selama proses perombakan berlangsung (terutama

bakteri dan jamur). Ukuran partikel dan struktur bahan dasar kompos

mempengaruhi sistem aerasi.Semakin kasar struktur maka semakin besar volume

pori udara dalam campuran bahan yang didekomposisi.Pembalikan timbunan

bahan kompos selama proses dekomposisi berlangsung sangat dibutuhkan dan

berguna mengatur pasokan oksigen bagi aktivitas mikroorganisme.

Nilai pH optimum bahan organik yang dapat dikomposkan berkisar antara

5,5-8,0. Bakteri lebih menyukai pH netral, sedangkan jamur aktif pada pH agak

asam. Derajat keasaman (pH) yang semakin tinggi terjadi kehilangan nitrogen

akibat volatilisasi, oleh karena itu dibutuhkan kehati-hatian pada saat

menambahkan kapur pada saat pengomposan. Perubahan pH pada tahap awal

hingga akhir pengomposan menunjukkan proses pengomposan berjalan dengan

baik. Hal ini berarti aktivitas mikroorganisme, baik bakteri dan jamur adalah

optimum. Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami

penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan

mengubah bahan organik menjadi asam organik. Proses selanjutnya,

mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengonversi asam organik yang telah
12

terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi mendekati netral

(Djuarnani dkk., 2005).

2.2 Peran Mikroorganisme dalam Pengomposan

Mikroorganisme berfungsi merombak bahan organik menjadi kompos,

maka dari itu mikroorganisme merupakan faktor terpenting dalam proses

pengomposan. Ratusan spesies mikroorganisme, terutama bakteri, jamur, dan

actinomycetes berperan dalam proses dekomposisi bahan organik (Djuarnani

dkk.,2005). Jenis mikroorganisme tersebut bergantung pada susunan bahan

organik,kandungan lengas, jumlah oksigen, dan suhu. Selama proses

pengomposan bahan organik diubah menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O),

disertai dengan pembebasan energi. Sebagian energi tersebut dipergunakan oleh

mikroorganisme untuk pertumbuhan selnya dan sebagian lain menyebabkan

meningkatnya suhu (Atmaja, 2006).Semakin lama proses fermentasi maka

kandungan C-organik akan semakin berkurang karena telah dirombak menjadi

senyawa yang lebih sederhana oleh mikroorganisme. Senyawa organik akan

berkurang sedangkan senyawa anorganik akan terbentuk semakin banyak

(Muriani, 2011). Menurut Adianto (1993, dalam Muriani, 2011), sumber energi

mikroorganisme adalah bahan organik yang diuraikan menjadi bahan-bahan yang

lebih sederhana. Energi yang dihasilkan berupa energi kimia yang diperlukan

untuk aktivitas sel misalnya untuk perkembangbiakan spora, pergerakan, dan

biosintesis. Proses dekomposisi tersebut bisa dalam keadaan aerob maupun

anaerob.

Proses penguraian aerob dan anaerob secara garis besar dapat diuraikan

sebagai berikut. Proses pengomposan aerob, kurang lebih 2/3 unsur karbon (C)
13

menguap(menjadi CO2) dan sisanya1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel

hidup. Selama proses pengomposan aerob tidak menimbulkan bau busuk. Selama

proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul

panas akibat pelepasan energi.Kenaikan suhu dalam timbunan bahan organik

menghasilkan suhu yang menguntungkan mikroorganisme termofilik. Akan tetapi,

apabila suhu melampaui 65-70oC, kegiatan mikroorganisme akan menurun karena

kematian organisme akibat panas yang tinggi (Sutanto, 2002).

MO. aerob
Bahan organik + O2 H2O + CO2 + hara + humus + energi

Pengomposan anaerob akan terjadi pada kondisi kelangkaan

oksigen.Bakteri fakultatif penghasil asam menguraikan bahan organik menjadi

asam lemak dan adelhida, selanjutnya bakteri kelompok lain mengubah asam

lemak menjadi metana, amoniak, CO2, dan hidrogen (Sutanto, 2002).

MO. anerob
Bahan Organik CH4 + hara + humus

Proses pengomposan pada tahap awal, beberapa spesies flora aktif dan

berkembang dalam waktu yang relatif singkat, dan kemudian hilang untuk

memberikan kesempatan pada jenis lain untuk berkembang. Minggu kedua dan

ketiga, kelompok fisiologi yang berperan aktif dalam proses pengomposan dapat

diidentifikasi: bakteri 106-107,bakteri amonifikasi (104),proteolitik

(104),pektinolitik (103), dan bakteri penambat nitrogen (103). Kelompok

mikroorganisme meningkat mulai hari ketujuh dan setelah hari ke-14 terjadi

penurunan jumlah kelompok, kemudian terjadi kenaikan populasi kembali selama

minggu keempat. Mikroorganisme yang berperan adalah mikroorganisme

selulopatik, lignolitik, dan jamur (Sutanto, 2002). Mikroorganisme yang terlibat

dalam pengomposan berdasarkan kondisi habitatnya terutama suhu terdiri dari dua
14

golongan, yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah

mikroorganisme yang hidup pada suhu rendah (10-45oC). Mikroorganisme

termofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada suhu tinggi (45-65oC). Suhu

kompos pada saat kurang dari 45oC, proses pengomposan dibantu oleh

mikroorganisme mesofilik, sedangkan ketika suhu pengomposan berada di atas

suhu 45oC, mikroorganisme yang berperan adalah mikroorganisme termofilik.

Dilihat dari fungsinya, mikroorganisme mesofilik berfungsi untuk memperkecil

ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan

mempercepat proses pengomposan.Sementara itu, bakteri termofilik yang tumbuh

dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein

sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat (Djuarnani dkk., 2005).

Bakteri dan jamur akan memanfaatkan bahan organik sebagaisumber

energi yang menyebabkan terjadinya proses mineralisasi. Selama proses

mineralisasi dalam suasana aerob, nitrogen akan mengalami proses oksidasi

sehingga terbentuk nitrat (NO3-).Oleh karena itu, semakin banyak bahan organik

yang dapat dirombak maka proses perkembangbiakan mikroorganisme juga akan

meningkat sehingga kandungan N-total yang terbentuk juga mengalami

peningkatan (Adianto, 1993 dalam Harizena, 2012).

Dalam proses pengomposan akan terjadi pelepasan karbondioksida,

dimana semakin tinggi aktivitas mikroorganisme maka dapat mempercepat proses

dekomposisi bahan organik sehingga C-organik akan berkurang (akibat pelepasan

karbondioksida dan dekomposisi bahan organik) sementara kadar N-total

mengalami peningkatan sehingga rasio C/N akan berkurang. Semakin tinggi

kandungan N-total yang terbentuk akan menyebabkan terjadi penurunan rasio C/N
15

sehingga terjadi proses mineralisasi.Perbandingan C/N yang rendah menunjukkan

bahwa proses mineralisasi berjalan dengan baik. Menurut Stevenson (1994, dalam

Muriani, 2011), bahan organik akan mengalami proses mineralisasi jika rasio C/N

di bawah nilai kritis 25-30, dan jika di atas nilai kritis akan terjadi imobilisasi N.

Mikroorganisme yang berperan dalam pelarut fosfat pada proses

pengomposan secara garis besar ialah bakteri, jamur, dan Actinomycetes, yang

memiliki kemampuan melarutkan senyawa berbeda-beda. Perubahan senyawa P

anorganik tak larut menjadi senyawa P yang larut oleh mikroorganisme, umumnya

disebabkan karena mikroorganisme menghasilkan beberapa asam organik, antara

lain asam asetat, malat, glukonat, oksalat, butirat, dan malonat yang dapat

langsung melarutkan fosfat (Thomas dkk., 1985 dalam Atmaja, 2006).Beberapa

contoh bakteri yang dapat melarutkan P, yaitu Bacillus sp., B. pulvifaciens, B.

circulans, Pseudomonas sp., dan Xanthomonas sp. Sedangkan, penelitian dengan

jamur tanah sebagai mikroorganisme pelarut P telah banyak dilakukan.Jenis yang

paling banyak diteliti adalah Aspergillus sp. dan Penicilium sp. (Atmaja, 2006).

Respirasi mikroorganisme merupakan petunjuk aktivitas mikroorganisme dalam

pengomposan, yaitu dengan mengukur CO2 yang dihasilkan. Penetapan respirasi

merupakan salah satu metode yang paling sederhana untuk mengukur aktivitas

mikroorganisme. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa aktivitas

mikroorganisme ditentukan oleh jumlah sumber energi (bahan organik), keadaan

lingkungan, jumlah dan jenis mikroorganisme.Karbondioksida sebagai produk

akhir respirasi dilepaskan secara kimiawi melalui aktivitas mikroorganisme yang

memproduksi asam-asam organik maupun anorganik (Anas, 1989).


16

Pengomposan akan berlangsung lama jika jumlah mikroorganisme pada

awalnya sedikit. Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya perombakan

bahan organik akan terus berubah.Mikroorganisme ini dapat diperbanyak dengan

menambahkan starter atau aktivator.

2.3 Mikroorganisme Lokal (MOL)

Mikroorganisme lokal (MOL) adalah hasil fermentasi yang berbahan dari

berbagai sumber daya yang tersedia setempat.MOL mengandung unsur mikro dan

makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan

organik,perangsang tumbuhan, dan sebagai pengendali hama dan penyakit

tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai dekomposer pupuk hayati

dan sebagai pestisida organik terutama fungisida (Purwasasmita, 2009dalam Seni,

2013).

Menurut Hadinata (2008), bahan utama dalam pembuatan MOL terdiri

dari tiga komponen antara lain : (1) karbohidrat berasal dari air cucian beras, nasi

basi, singkong, kentang, gandum, rebung, rumput gajah, dan daun gamal; (2)

glukosa dari gula merah, cairan gula pasir, dan air kelapa; (3) sumber

mikroorganisme berasal dari keong mas, kulit buah-buahan, air kencing, dan

terasi.

Mikroorganisme membutuhkan sumber energi, sumber nitrogen, vitamin,

dan mineral untuk dapat tumbuh dan berfungsi secara normal. Komponen-

komponen tersebut diperoleh dari bahan yang ditambahkan pada saat pembuatan

MOL. Bahan-bahan tersebut mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi,

sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan

mikroorganisme (Fardiaz, 1992).Beberapa bahan-bahan yang digunakan dalam


17

pembuatan MOL dengan kandungan gizinya adalah sebagai berikut: menurut

Soetrisno dan Apriyantono (2005) dalam Harizena, 2012, kandungan zat gizi dari

nasi pulen (per 300 kkal) pada berat 182 gr, mengandung protein 3,6% dan

karbohidrat 71% (Spetriani, 2011 dalam Harizena, 2012).Selain itu, dalam

pembuatan MOL juga menggunakan pelarut berupa air kelapa. Air kelapa yang

selama ini tidak dimanfaatkan dan cenderung sebagai limbah ternyata memiliki

manfaat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.Air kelapa juga sering

dimanfaatkan sebagai nutrisi tambahan di dalam media kultur jaringan. Air kelapa

mengandung unsur kalium hingga 17%; glukosa 1,7-2,6%; protein 0,07-0,55%;

dan terdapat hormon alami, yaitu auksin dan sitokinin (Ramada, 2008 dalam

Muriani, 2011).Widiastoety dan Parbadi (2003 dalam Sutari, 2009) menyatakan

bahwa umur kelapa yang muda sangat baik dalam memacu pertumbuhan

mikroorganisme.Kandungan glukosa yang terdapat pada air kelapa sangat baik

sebagai sumber energi bagi mikrorganisme dalam pembuatan MOL.

MOL juga dapat ditambahkan urin sapi. Urin sapi merupakansumber

mikroorganisme dalam pembuatan larutan MOL karena di dalam kotoran sapi

terdapat bakteri dan jamur lignoselulotik yang berperan dalam penyediaan energi

selama proses pencernaan. Menurut Fardiaz (1992), semua mikroorganisme yang

tumbuh pada bahan-bahan tertentu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhan

dan metabolismenya. Mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang pada suatu

bahan dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan maupun

komposisi kimia serta perubahan lain yang dapat dilihat dari luar, misalnya

perubahan warna, pembentukan lendir, pembentukan endapan dan


18

kekeruhan,pembentukan gas, aroma asam, aroma alkohol, aroma busuk dan

beberapa perubahan lainnya.

Harizena (2012), menyimpulkan bahwa kualitas MOL yang baik terdapat

pada komposisi bahan baku yang konsentrasinya tinggi. Total populasi bakteri,

total populasi jamur dan kandungan N-total tertinggi terdapat pada perlakuan

MOL nasi basi dan MOL empelur buah kakao dengan konsentrasi 300 g nasi basi

dan 300 g empelur buah kakao.


III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai dengan

bulan Januari 2013, bertempat di Gapoktan Sarwa Ada, Banjar Tebuana, Desa

Taro, KecamatanTegalalang, KabupatenGianyar.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang dibutuhkan untuk membuat kompos, yaitu pisau besar,

sprayer, talenan, karung plastik, tali, timbangan, sekop dan termometer.

Pembuatan kompos dibutuhkan bahan-bahan , yaitujerami padi (kadar air 42,4%),

kotoran sapi (kadar air 56,7%), sekam (kadar air 4,9%), dan MOL nasi basi (Foto

1B).Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis, yaitu spiritus, aquadest; alkohol;

larutan fisiologis (8,5 g NaCl dalam 1 liter aquadest); media NA (Nutrient Agar);

media PDA (Potato Dextrose Agar); antibiotik chloramphenicol; phenolptalin

(PP); KOH 0,2 N; HCL 0,1 N; metil orange; K2Cr2O7 1 N; H2SO4 pekat; H3PO4

85 %; FeSO4 1 N; indikator diphenylamine; larutan P-A; larutan P-B; larutan P-C;

selenium; H3BO3; metil red; dan NaOH 30%.

3.3 Perlakuan dan Rancangan

Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

dengan pola faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah paket

kombinasi jerami padi dengan kotoran sapidan sekam (K), yang terdiri dari 5

kombinasi yaitu :

19
20

K1 = (99 % Jerami + 0 %Kotoran Sapi + 1% Sekam)

K2 = (94 % Jerami + 5 % Kotoran Sapi + 1% Sekam)

K3 = (89 % Jerami + 10 %Kotoran Sapi + 1% Sekam)

K4 = (84 % Jerami + 15 %Kotoran Sapi + 1% Sekam)

K5 = (79 % Jerami + 20 %Kotoran Sapi + 1% Sekam)

Faktor kedua adalah pemberian Dekomposer (D), yaitu :

D0 = tanpa dekomposer

D1 = dengan dekomposer MOL nasi basidosis 200mL.

Dengan demikian terdapat 10 perlakuan kombinasi, yang masing masing

diulang tiga kali sehingga didapat 30 unit percobaan (Foto 1A). Campuran

kompos (jerami, kotoran sapi, sekam) memilikiberat setara 4 kg kering mutlak.

Tabel 2. Perlakuan Kombinasi

Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5
D0 K1D0 K2D0 K3D0 K4D0 K5D0
D1 K1D1 K2D1 K3D1 K4D1 K5D1

Dekomposer yang digunakan adalah MOL nasi basi dengan konsentrasi

200 mL yang di berikan sesuai dengan perlakuan.


21

I IIIII

K4D1 K2D0 K1D1

K1D0 K5D1 K4D1

K4D0 K1D0 K1D0

K2D0 K4D1 K4D0

K2D1 K3D1 K2D0

K5D0 K1D0 K5D0

K3D0 K2D1 K3D1

K3D1 K3D0 K3D0

K1D1 K5D0 K5D1

K5D0 K4D0 K2D1

Gambar 1. Denah Percobaan

Keterangan: I, II, III : Ulangan

3.4Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Kompos


Pembuatan kompos dimulai dari penyiapan alat dan bahan. Jerami,

kotoran sapi, dan sekam yang digunakan sebagai bahan utama kompos didapatkan

dari limbah persawahan di Banjar Tebuana, Desa Taro. Teknis pelaksanaan

pengumpulan bahantersebut berlangsung selama ± 4 hari. Setelah itu jerami

maupun sekam tersebut diangkut menuju tempat penelitian yaitu ditempat

Gapoktan, kemudian untuk kotoran sapi sudah tersedia di Gapoktan

tersebut,selanjutnyabahan-bahan baku siap untuk dibuat kompos.


22

Pembuatan kompos diawali dengan memotong jerami hingga ± 3-5 cm

(Foto 2A), kemudian jerami, kotoran sapi, dan sekam ditimbang masing-masing

sesuai kombinasi yaitu K1 5,68 kg campuran/karung, K2 5,71 kg

campuran/karung, K3 5,74 kg campuran/karung, K4 5,77 kg campuran/karung dan

K5 5,80 kg campuran/karung. Masing-masing campuranjerami, kotoran sapi, dan

sekam dimasukkan kedalam karung, selanjutnya perlakuan D1 ditambahkan MOL

nasi basi dengan dosis 200 mL dan aduk secara merata semua bahan sesuai

perlakuan. Setelah itu diletakkan dirumah kompos yang telah tersedia di Gapoktan

agar terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung serta inkubasi hingga suhu

konstan.Masa inkubasi terhitung dari sehari setelah pembuatan kompos hingga

suhu konstan.Selama masa inkubasi, diamati perkembangan suhu sampai

tercapainya suhu konstan, selanjutnya di jaga suhu pengomposan tidak melebihi

50oC dengan melakukan pengadukan.

3.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada saat berakhirnya masa inkubasi terhadapsifat

biologi, fisik dan kimia kompos, kecuali pengamatan terhadap suhu setiap dua

hari sekali.

3.5.1 Sifat Biologi Kompos

Analisis sifat biologi kompos menggunakan metode seri pengenceran dan

cawan tuang untuk mendapatkan populasi total jamur dan bakteri. Sedangkan,

penetapan respirasi tanah ditetapkan dengan metode Verstraete (Anas, 1989).

1. Respirasi (mg C-CO2kg-1kompos hari-1)

KOH 0,2 N sebanyak 5mL yang telah di inkubasi selama 7 hari bersama

100g kompos dan 10 mL H2O, kemudian ditetesi 2 tetes phenolptalin hingga


23

larutan KOH berubah warna menjadi merah muda dan ditritasi dengan HC1

sampai warna merah muda hilang dan menjadi jernih. Kemudian ditetesi 2 tetes

metil orange dan dititrasi kembali dengan HCL. Titrasi kedua ini dilakukan

pengamatan untuk penentuan besarnya respirasi mikroorganisme. Penghitungan

besarnya digunakan rumus (Anas, 1989), sebagai berikut :

𝑠−𝑏 ×0,1×120
Respirasi =
7

Keterangan :
s : data pengamatan titrasi sampel
b : data pengamatan titrasi blanko

2. TotalPopulasiBakteri (spk g-1 kompos)

Pembiakan bakteri menggunakan media NA (Nutrient Agar).Diambil

masing-masing 1 mL dari seri pengenceran 10-6, 10-7, dan 10-8 untuk dibiakkan di

petridish dan kemudian masing-masing di tuangkan di media NA sebanyak 10-15

mL, kemudian cawan petri diputar masing-masing 3 kali searah dan berlawanan

arah jarum jam.Biarkan media agar memadat kemudian diinkubasi selama 3hari

dalam kondisi terbalik untuk menghindari pengembunan di permukaan media

agar.Setelah inkubasi berakhir, maka dilakukan pencatatan jumlah koloni yang

tumbuh.Penghitungan populasi total bakteri digunakan rumus (Anas, 1989),

sebagai berikut:

𝑃1 ∶ 100 + 𝑃2 ∶ 10 + 𝑃3 (100 + 𝐾𝐴)


Total populasi bakteri = × 108
3 100

Keterangan :
spk : satuan pembentuk koloni
P1 : jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-6
P2 : jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-7
P3: jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-8
KA: kadar air kompos.
24

3. Total Populasi Jamur (spk g-1 kompos)

Pembiakan jamur menggunakan media PDA (Potato Dextrose Agar).

Pipet masing-masing 1 mLpengenceran 10-3,10-4,10-5 untuk dibiakkan di petridish

dan kemudian masing-masing dituangkan media PDA sebanyak 10-15mL,

kemudian cawan petri diputar masing-masing 3 kali searah dan berlawanan arah

jarum jam. Media dibiarkan memadat kemudian diinkubasi selama 3 hari dalam

kondisi terbalik untuk menghindari pengembunan. Setelah inkubasi berakhir,

maka dilakukan hitung populasi jamur yang tumbuh.Perhitungan jumlah populasi

jamur digunakan rumus, (Anas, 1989) sebagai berikut:

[ P∶100 + 𝑃2:10 +𝑃3] 5(100+𝐾𝐴)


Total populasi jamur = ×10
3 100

Keterangan :
spk : satuan pembentuk koloni
P1 : jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-3
P2 : jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-4
P3 : jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-5
KA :kadar air kompos

3.5.2 Sifat Fisik Kompos

Pada penelitian ini diamati beberapa sifat fisik komposantara lain :

1. Kadar air kompos (%)

Menghitung kadar air kompos dilakukan dengan metode gravimetrik.

Sampel yang di ambil pada perlakuan di timbang sebanyak 10 g untuk mengetahui

berat basah sampel. Selanjutnya, kompos dikeringkan pada oven dengan suhu

105˚C. Kadar air kompos dihitung dengan membagi selisih berat basah dan berat

kering sampel dengan berat kering sampel lalu dikalikan 100%.Pengamatan kadar

air dilakukan setelah kompas matang.Secara matematis rumus perhitungan kadar

air kompos adalah sebagai berikut :


25

𝐵𝑏−𝐵𝑘
Kadar air = × 100%
𝐵𝑘

Keterangan :
Bb : Berat basah sampel
Bk : Berat kering sampel

2. Berat kompos (kg)

Berat kompos ini dihitung dengan menggunakan timbangan yang

dilakukan setelah masa inkubasi kompos berakhir.

3. Suhu Kompos (oC)

Pengukuran suhu kompos dilakukan setiap 2 hari dengan menggunakan

thermometer air.Termometer di masukkan ke dalam kompos sedalam 15-20cm

dan didiamkan selama ± 15 menit.

4. Aroma,Warna, dan Struktur Kompos

Parameter ini ditentukan dengan metode kualitatif setelah pengomposan

berakhir.Kompos yang sudah matang berwarna coklat kehitaman, beraroma tanah,

dan berstruktur remah.

3.5.3 Sifat Kimia Kompos

Beberapa sifat kimia kompos yang di analisis dalam penelitian ini,

meliputi C-organik (%) dengan menggunakan metode analisis Walkey dan Black,

N-total (%) menggunakan metode Kjeldhal, pH kompos dengan metode

elektrometrik (Intruksi Kerja Laboratorium Kimia Tanah Universitas Brawijaya,

2011), rasio C/N didapat dari membagi hasil analisis C-organik dengan N-total,

dan kadar garam dihitung dengan alat konduktometer (Sudjadi dkk., 1971).

Analisis dilakukan setelah waktu inkubasi berakhir, yaitu dengan cara mengambil

sampel dari masing-masing perlakuan sebanyak 100gr.Diayak dengan ayakan

halus hingga siap di analisis di laboratorium.


26

3.6 Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan ANOVA

(Analysis of Varians).Apabila uji F menunjukkan pengaruh nyata, maka

dilanjutkan dengan uji BNT untuk pengaruh tunggal dan beda rata-rata Duncan’s

Multiple Range Test (DMRT) taraf 5% untuk pengaruh kombinasi (Tenaya, dkk.,

1985).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian berdasarkan analisis statistika menunjukkan pengaruh

interaksi antara paket kombinasi jerami padi, kotoran sapi, sekam (K) dan

pemberian dekomposer (D) hanya berpengaruh nyata terhadap parameter total

populasi bakteri, C-organik dan N-total. Faktor pertama yaitu paket kombinasi

jerami padi, kotoran sapi, dan sekam (K) menunjukkan pengaruh nyata terhadap

parameter total populasi bakteri, total populasi jamur, C-organik, dan N-total.

Serta berpengaruh tidak nyata terhadap respirasi, berat, kadar air, rasio C/N, pH,

dan kadar garam (Tabel 4.1).

Tabel 4.1
Signifikansi Paket Kombinasi Kompos (K), Dekomposer (D), dan Interaksinya
(KxD) terhadap Sifat Biologi, Fisik, dan Kimia Kompos.

No. Parameter Perlakuan


K D KXD
1 Total Populasi Bakteri * * *
2 Total Populasi Jamur * * ns
3 Respirasi ns * ns
4 Berat ns ns ns
5 Kadar air ns ns ns
6 C-organik * * *
7 N-total * * *
8 Rasio C/N ns * ns
9 pH ns ns ns
10 Kadar Garam ns ns ns

Keterangan :
ns : berpengaruh tidak nyata (P > 0,05)
* : berpengaruh nyata (P<0,05)
K : paket kombinasi kompos (K)
D : dekomposer (D)
DxK : interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer

Faktor kedua yaitu dekomposer (D) menunjukkan pengaruh nyata terhadap

parameter total populasi bakteri, total populasi jamur, respirasi, C-organik, N-

27
28

total, dan rasio C/N. Serta berpengaruh tidak nyata terhadap berat, kadar air, pH,

dan kadar garam (Tabel 4.1).

4.1.1 Sifat Biologi Kompos

a. Total Populasi Bakteri

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa interaksi antara paket kombinasi kompos

(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang nyata terhadap total

populasi bakteri. Nilai terendah terdapat pada K1D0 (6,33 x 108 spk g-1 kompos)

dan tertinggi berbeda nyata dengan K5D1 (8,95 x 108 spk g-1 kompos) terjadi

peningkatan sebesar 41,39%.

b. Total Populasi Jamur

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa interaksi antara paket kombinasi kompos

(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap

total populasi jamur, namun pengaruh tunggal perlakuan paket kombinasi kompos

(K) maupun dekomposer (D) berpengaruh nyata terhadap total populasi jamur.

Perlakuan paket kombinasi kompos (K) menunjukkan total populasi jamur

terendah pada perlakuan K1(4,10x 105 spk g-1 kompos) dan tertinggi berbeda

nyatadengan K5 (5,39 x 105spk g-1 kompos)terjadi peningkatan sebesar 31,46%.

Perlakuan dekomposer (D) terendah terdapat padaperlakuan D0 (4,36x 105 spk g-1

kompos) dan tertinggi berbeda nyata dengan D1(5,33 x 105spk g-1 kompos) terjadi

peningkatan sebesar 22,25%.

c. Respirasi

Tabel 4.2menunjukkan bahwa interaksi antara paket kombinasi kompos

(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap
29

respirasi. Pengaruh tunggal perlakuan paket kombinasi (K) berpengaruh tidak

nyata pula terhadap respirasi, namun dekomposer (D) memberikan pengaruh yang

nyata. Nilai terendah terdapat pada perlakuan D0 (8,30 mg C-CO2 kg-1 kompos

hari -1)dan tertinggi berbeda nyata dengan D1(8,96mg C-CO2 kg-1 kompos hari-1)

terjadi peningkatan sebesar 7,95%.

Tabel 4.2
Pengaruh Paket Kombinasi Kompos (K), Dekomposer (D), dan Interaksinya
(KxD) terhadap Sifat Biologi Kompos.

Perlakuan Total Populasi Total Populasi Jamur Respirasi (mg C-CO2


Bakteri (spk g-1 (spk g-1 kompos x kg-1 kompos hari -1)
kompos x 108) 105)
K1 7,35 c 4,10 e 8,05 a
K2 7,37 c 4,74 d 8,20 a
K3 7,80 b 4,84 c 8,75 a
K4 7,81 b 5,15 b 8,95 a
K5 8,68 a 5,39 a 9,21 a
BNT 5% 0,27 0,08 -
D0 7,07 b 4,36 b 8,30 b
D1 8,54 a 5,33 a 8,96 a
BNT 5% 0,43 0,06 0,89
KID0 6,33 h 4,04 a 7,49 a
K1D1 8,40 d 4,17 a 8,61 a
K2D0 6,57 g 4,13 a 7,57 a
K2D1 8,12 f 5,34 a 8,82 a
K3D0 6,95 g 4,23 a 8,29 a
K3D1 8,66 b 5,45 a 9,23 a
K4D0 7,08 f 4,53 a 8,66 a
K4D1 8,55 bc 5,78 a 9,25 a
K5D0 8,40 de 4,86 a 8,56 a
K5D1 8,95 a 5,20 a 9,84 a

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang beda pada kolom yang
sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT taraf 5% untuk faktor
tunggal dan uji Duncan pada taraf 5% untuk perlakuan kombinasi.

4.1.2 Sifat Fisik Kompos

a. Pengukuran suhu

Perlakuan K5D1 memiliki titik suhu tertinggi yaitu 47,67˚C pada hari ke-9

dan nilai suhu lebih rendah terdapat pada perlakuan K1D0 yaitu 34,67˚C pada hari
30

ke-9. Kestabilan suhu dicapai oleh seluruh perlakuan pada saat menginjak hari

ke-21 hingga hari ke-43 (Gambar 2). Adanya kestabilan suhu tersebut

mengindikasi bahwa kompos telah mengalami kematangan, serta tahap

dekomposisi relatif telah berakhir. Grafik perubahan suhu disajikan pada

Gambar 2 dan secara rinci suhu rata-rata harian disajikan pada Lampiran 2.

60

50 K1D0
K1D1
Suhu(Derajat Ceicius)

40 K2D0
K2D1
30
K3D0
20 K3D1
K4D0
10
K4D1
0 K5D0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 K5D1
Waktu Pengomposan (Hari)

Gambar 2. Grafik Perubahan Suhu (˚C) Pengomposan

b. Berat dan Kadar Air Kompos

Pengukuran berat dan kadar air kompos dilakukan sekali pada saat

pengomposan berakhir yaitu pada minggu ke-6.

1) Berat Kompos

Tabel 4.3menunjukkan bahwa interaksi antara paket kombinasi kompos

(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap

berat kompos.Pengaruh tunggal baik perlakuan paket kombinasi kompos (K)

maupun dekomposer (D) berpengaruh tidak nyata pula terhadap berat kompos.

Interaksi perlakuan paket kombinasi kompos (K) dengan dekomposer (D) nilai
31

terendah terdapat padaK1D0 yaitu 3,10 kgdan tertinggi berbeda nyata dengan

K5D1 yaitu 3,42 kg.

2)Kadar Air Kompos

Tabel 4.3menunjukkan bahwa interaksi antara paket kombinasi kompos

(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap

kadar air.Pengaruh tunggal baik perlakuan paket kombinasi kompos (K) maupun

dekomposer (D) berpengaruh tidak nyata pula terhadap kadar air. Interaksi

perlakuan paket kombinasi kompos (K) dengan dekomposer (D) nilai terendah

terdapat pada K1D0 yaitu 25,39% dan tertinggi berbeda nyata pada K5D1 yaitu

36,84%.

Tabel 4.3.
Pengaruh Paket Kombinasi Kompos (K), Dekomposer (D), dan Interaksinya
(KxD) terhadap Berat dan Kadar Air Kompos.

Perlakuan Berat (kg) Kadar Air (%)


K1 3,02 a 27,56 a
K2 3,37 a 33,69 a
K3 3,34 a 32,16 a
K4 3,33 a 32,54 a
K5 3,39 a 36,48 a
BNT - -
D0 3,08 a 31,49 a
D1 3,18 a 33,49 a
BNT - -
K1D0 3,10 a 29,74 a
K1D1 3,33 a 25,39 a
K2D0 3,35 a 32,50 a
K2D1 3,11 a 34,87 a
K3D0 3,38 a 35,14 a
K3D1 3,30 a 29,17 a
K4D0 3,27 a 33,21 a
K4D1 3,41 a 31,87 a
K5D0 3,30 a 36,13 a
K5D1 3,42 a 36,84 a

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang beda pada kolom yang
sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT taraf 5% untuk faktor
tunggal dan uji Duncan pada taraf 5% untuk perlakuan kombinasi.
32

c. Aroma, Warna, dan Struktur Kompos

Pengamatan aroma, warna, dan struktur kompos dilakukan pada saat hari

ke-1 dan hari ke-43. Berdasarkan pengamatan pada hari ke-1, bahan kompos

beraroma busuk (menyengat). Selain itu, warnanya berwarna coklat muda dan

struktur bahan kompos masih keras dan utuh. Sedangkan, berdasarkan

pengamatan aroma, warna, dan struktur bahan kompos setelah mengalami proses

inkubasi selama enam minggu pada hari ke-43, bahan kompos banyak mengalami

perubahan. Dari segi aroma, bahan kompos sudah tidak memiliki aroma yang

menyengat dan telah beraroma seperti tanah. Warna dan struktur bahan kompos

masing-masing berwarna cokelat gelap dan berstruktur remah (Foto 2B).

4.1.3 Sifat Kimia Kompos

a. C-organik

Tabel 4.4menunjukkan bahwa interaksi antara paket kombinasi (K)

dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang nyata terhadap C-organik.

Interaksi antara paket kombinasi limbah persawahan (K) dengan dekomposer (D)

memberikan pengaruh yang nyata terhadap C-organik, nilai tertinggiterdapat pada

perlakuan K1D0 (29,86%)dan terendahberbeda nyata dengan K5D1(22,37%)

terjadi penurunan sebesar 33,62%.

b.N-total

Tabel 4.4menunjukkan bahwa interaksi antara paket kombinasi (K) dengan

dekomposer (D) memberikan pengaruh yang nyata terhadapN-total. Interaksi

perlakuan paket kombinasi kompos (K) dengan dekomposer (D) nilaiterendah


33

terdapat pada K1D0(0,42%)dan tertinggi berbeda nyata dengan

K5D1(1,76%)terjadipeningkatan sebesar319,05%.

c. Rasio C/N

Tabel 4.4menunjukkan bahwa interaksi antara paket kombinasi kompos

(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap

rasio C/N. Pengaruh tunggal yakni perlakuan paket kombinasi kompos (K)

berpengaruh tidak nyata pula terhadap rasio C/N, namun perlakuan dekomposer

(D) berpengaruh nyata terhadap rasio C/Ntertinggi terdapat pada perlakuan D0

(18,53%)dan terendahberbeda nyata dengan D1 (16,78%) terjadi penurunan

sebesar 10,43%.

d. pH

Tabel 4.4menunjukkan bahwa interaksi antara paket kombinasi kompos

(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pH.

Pengaruh tunggal baik perlakuan paket kombinasi kompos (K) maupun

dekomposer (D) berpengaruh tidak nyata pula terhadappH. Interaksi perlakuan

paket kombinasi kompos (K) dengan dekomposer (D) nilai terendah terdapat pada

K3D1 yaitu 6,40tertinggi berbeda nyata pada K4D1 yaitu 6,76.

e. Kadar Garam

Tabel 4.4menunjukkan bahwa interaksi antara paket kombinasi kompos

(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap

kadar garam.Pengaruh tunggal baik perlakuan paket kombinasi kompos (K)

maupun pemberian dekomposer (D) berpengaruh tidak nyata pula terhadapkadar

garam.Interaksi perlakuan paket kombinasi kompos (K) dengan decomposer(D)


34

nilai terendah terdapat pada K5D0 yaitu 0,85%dan tertinggi pada K4D0 yaitu

2,99%.

Tabel 4.4. Pengaruh Paket Kombinasi Kompos (K), Dekomposer (D), dan
Interaksinya (KxD) terhadap Sifat Kimia Kompos.

C-Organik Kadar
Perlakuan N-Total (%) Rasio C/N pH
(%) Garam (%)
K1 28,71 a 0,93 e 17,70 a 6,49 a 1,68 a
K2 27,05 b 1,44 d 17,98 a 6,63 a 1,61 a
K3 25,55 c 1,50 c 17,13 a 6,50 a 2,74 a
K4 25,33 c 1,55 b 17,51 a 6,67 a 2,33 a
K5 23,74 d 1,61 a 17,97 a 6,61 a 1,74 a
BNT 0,45 0,02 - - -
D0 27,28 a 1,34 b 18,53 a 6,57 a 1,92 a
D1 24,88 b 1,63 a 16,78 b 6,58 a 2,10 a
BNT 0,70 0,04 0,55 - -
K1D0 29,86 a 0,42 h 18,04 a 6,40 a 0,91 a
K1D1 27,56 bc 1,45 ef 17,36 a 6,56 a 2,44 a
K2D0 28,17 b 1,27 g 19,39 a 6,55 a 1,40 a
K2D1 25,92 d 1,56 d 16,56 a 6,71 a 1,82 a
K3D0 27,10 c 1,35 e 17,83 a 6,60 a 2,83 a
K3D1 24,01 f 1,65 c 16,43 a 6,40 a 2,64 a
K4D0 26,10 d 1,47 ef 18,43 a 6,58 a 2,99 a
K4D1 24,44 ef 1,70 ab 16,57 a 6,76 a 1,67 a
K5D0 25,11 d 1,46 e 18,94 a 6,72 a 0,85 a
K5D1 22,37 g 1,76 a 16,99 a 6,49 a 2,54 a

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang beda pada kolom yang
sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT taraf 5% untuk faktor
tunggal dan uji Duncan pada taraf 5% untuk perlakuan kombinasi.

4.2 Pembahasan

Interaksi antara paket kombinasi limbah persawahan(K) dengan

dekomposer (D) memberikan pengaruh yang nyata terhadap total populasi

bakteri,nilai terendah terdapat pada K1D0 dan tertinggi berbeda nyata dengan

K5D1(Gambar 2) terjadi peningkatan sebesar 41,39%. Hal ini disebabkan karena

tingginya N-total pada K5D1 (1,76%) sebagai akibat penambahan dekomposer dan

meningkatnya presentase kotoran sapi. Menurut Djuarnani dkk. (2005),


35

komposisi nitrogen untuk bahan organik kotoran sapi adalah 1,7% dan jerami padi

0,4%. Kadar N yang tinggi akan menyediakan energi mikroorganisme sehingga

aktivitas mikroorganisme akan meningkat pula.

Aktifitas bakteri yang tinggi memberikan indikasi terjadinya proses

dekomposisi bahan organik yang berjalan baik, hal ini ditunjukkan dengan

tingginya nilai C-organik pada K1D0 (29,86%). Semakin lama proses fermentasi

maka kandungan C-organik akan semakin berkurang karena telah dirombak

menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh mikroorganisme. Energi yang

dihasilkan berupa energi kimia yang diperlukan untuk aktivitas sel misalnya

untuk perkembangbiakan spora, pergerakan, dan biosintesis. Senyawa organik

akan berkurang sedangkan senyawa anorganik akan terbentuk semakin banyak,

selain itu terjadi pelepasan karbon dioksida pada proses pengomposan akibat

adanya aktivitas mikroorganisme sehingga mempengaruhi kadar C-organik

(Harizena, 2012).

30

25 Total
Populasi
20 Bakteri
Nilai

15 C-
organik
10
N-total
5

0
K1D0

K1D1

K2D0

K2D1

K3D0

K3D1

K4D0

K4D1

K5D0

K5D1

Perlakuan

Gambar 2. Histogram Total Populasi Bakteri (spk g-1 kompos x 108),


C-organik(%), dan N-total (%).
36

Pengaruh tunggal perlakuan limbah persawahan(K) maupun dekomposer

(D) berpengaruh nyata terhadap total populasi jamur. Perlakuan paket kombinasi

limbah persawahan(K) menunjukkan total populasi jamur terendah pada

perlakuan K1 dan tertinggi berbeda nyatadengan K5terjadi peningkatan sebesar

31,46% ini berarti makin tinggi pemberian kotoran sapi semakin meningkatkan

pula total populasi jamur. Perlakuan dekomposer (D) terendah terdapat

padaperlakuan D0 dan tertinggi berbeda nyata dengan D1terjadi peningkatan

sebesar 22,25%. Hal ini disebabkan karena MOL mengandung mikroorganisme

(bakteri dan jamur). Hasil penelitian Harizena MOL nasi basi mengandung total

populasi bakteri 8,53 x108spk mL-1 kompos dan total populasi jamur 4,67 x

105spk mL-1 kompos.

Pengaruh tunggal perlakuan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang

nyata terhadap respirasi. Perlakuan dekomposer (D) terendah terdapat pada D0

dan tertinggi berbeda nyata dengan D1 terjadi peningkatan sebesar 7,95%. Hal ini

menunjukkan bahwa penambahan MOL sebagai sumber mikroorganisme dapat

meningkatkan aktivitas mikroorganismesehingga perlakuan menjadi nyata

dibandingkan perlakuan D0.Respirasi mikroorganisme merupakan petunjuk

aktivitas mikroorganisme dengan mengukur CO2 yang dihasilkan. Penetapan

respirasi merupakan salah satu metode yang paling sederhana untuk mengukur

aktivitas mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme ditentukan oleh jumlah

sumber energi (bahan organik), keadaan lingkungan, jumlah dan jenis

mikroorganisme. Karbondioksida sebagai produk akhir respirasi dilepaskan

secara kimiawi melalui aktivitas mikroorganisme yang memproduksi asam-asam

organik maupun anorganik (Kesumadewi, 2002). Respirasi secara umum yang


37

dihasilkan pada penelitian ini telah sesuai dengan standar berdasarkan Setyorini

dkk.(2003), yaitu kurang dari 10 mg g-1 kompos.

Hasil penelitian berdasarkan pengamatan suhu menunjukkan adanya

kenaikan suhu pada minggu pertama hingga minggu kedua pengomposan.

Kemudian, pada minggu berikutnya mengalami penurunan hingga pada minggu-

minggu akhir pengomposan suhu menjadi cukup stabil (Gambar 2). Berdasarkan

grafik pengukuran suhu, kompos mengalami tiga tahap proses pengomposan.

Pada tahap pertama yaitu tahap penghangatan (tahap mesofilik), mikroorganisme

berkembang dalam bahan kompos secara cepat dan suhu meningkat.

Mikroorganisme mesofilik hidup pada suhu 10-45oC dan bertugas memperkecil

ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan

mempercepat proses pengomposan. Pada tahap kedua yaitu tahap termofilik,

mikroorganisme termofilik hidup dan berkembang di dalam bahan kompos.

Mikroorganisme termofilik hidup pada suhu 45-60oC dan bertugas mengkonsumsi

karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat.

Mikroorganisme ini berupa Actinomycetes dan jamur termofilik. Sebagian dari

Actinomycetes mampu merombak selulosa dan hemiselulosa. Kemudian proses

dekomposisi mulai melambat dan suhu puncak dicapai. Setelah suhu puncak

terlewati, suhu bahan kompos mencapai kestabilan, dimana bahan lebih mudah

terdekomposisi. Tahap ketiga yaitu tahap pendinginan dan pematangan. Pada

tahap ini, jumlah mikroorganisme termofilik berkurang karena bahan makanan

bagi mikroorganisme ini juga berkurang, hal ini mengakibatkan mikroorganisme

mesofilik mulai beraktivitas kembali. Mikroorganisme mesofilik tersebut akan

merombak selulosa dan hemiselulosa yang tersisa dari proses sebelumnya menjadi
38

gula yang lebih sederhana, tetapi kemampuanya tidak sebaik mikroorganisme

termofilik. Bahan yang telah didekomposisi menurun jumlahnya dan panas yang

dilepaskan relatif kecil (Djuarnani dkk., 2005).

Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan suhu kompos sudah

mengikuti tahap penghangatan, pencapaian suhu maksimum, pendinginan dan

pematangan (Gambar 2). Perlakuan K5D1memiliki titik suhu maksimum tertinggi

yaitu mencapai 47,67oC, dibandingkan berturut-turut dengan perlakuan lainnya.

Pengomposan pada bahan yang memiliki rasio C/N tinggi seperti jerami padi atau

jerami gandum peningkatan temperatur tidak dapat melebihi 52oC. Keadaan ini

menunjukkan bahwa peningkatan temperatur juga tergantung dari tipe bahan yang

digunakan (Djuarnani dkk., 2005). Secara umum, bahan kompos yang diberikan

perlakuan telah mengalami proses pengomposan dengan baik. Hal ini dilihat dari

fluktuasi suhu pada saat pengomposan berlangsung menunjukkan kehidupan

mikroorganisme mesofilik dan termofilik yang aktif berperan.

Perlakuan tanpa dekomposer (D0) jika dibandingkan dengan perlakuan

secara umum memiliki titik suhu maksimum lebih rendah, yaitu 34,67oC. Hal ini

disebabkan karena perlakuan kompos tanpa dekomposer tidak ada penambahan

aktivator untuk mempercepat pengomposan sehingga mengakibatkan

pengomposan berlangsung secara alami serta mikroorganisme yang berperan lebih

sedikit dibandingkan dengan yang diberikan perlakuan berupa dekomposer.

Sedikitnya mikroorganisme yang berperan mengakibatkan energi yang dihasilkan

juga sedikit sehingga suhu yang dihasilkan akan lebih rendah. Suhu maksimum

yang dicapai juga tidak mencapai suhu optimum syarat pertumbuhan

mikroorganisme termofilik, yaitu 45-60oC. Hal ini mengakibatkan degradasi


39

karbohidrat dan protein berlangsung cukup lambat. Walaupun mikroorganisme

mesofilik hidup dengan baik pada perlakuan ini dan akan merombak selulosa dan

hemiselulosa menjadi gula yang lebih sederhana, tetapi kemampuanya tidak

sebaik mikroorganisme termofilik. Hal ini tentunya akan memperlambat

kematangan kompos. Suhu secara umum yang dihasilkan pada penelitian ini telah

sesuai dengan kualitas dan kematangan kompos berdasarkan Djuarnani dkk.,

(2005), yaitu stabil, hampir sama dengan suhu udara (28-34oC).

Berdasarkan Tabel 4.3 berat dan kadar air kompos tidak menunjukkan

beda yang nyata pada masing-masing perlakuan. Oleh karena itu, pemberian

dekomposer tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter berat dan

kadar air kompos. Kadar air secara umum yang dihasilkan pada penelitian ini

telah sesuai dengan kualitas dan kematangan kompos berdasarkan Standar

Permentan No. 28 th. 2009, yaitu kurang dari 28%.

Aroma, warna, dan struktur kompos merupakan parameter yang sangat

penting dalam menentukan kematangan kompos. Pengamatan aroma, warna, dan

struktur dilakukan pada hari ke-1 pengomposan dan setelah masa inkubasi

kompos berakhir, yaitu pada saat minggu ke-6 hari ke-43. Berdasarkan

pengamatan pada hari ke-1, bahan kompos beraroma busuk (menyengat) karena

bahan utama kompos berasal dari jerami yang telah direndam dengan air terlebih

dahulu. Warna bahan kompos yaitu dominan berwarna coklat karena bahan

kompos yang digunakan sebagian besar dari jerami. Struktur bahan kompos

masih keras dan utuh, karena belum mengalami proses dekomposisi. Sedangkan,

berdasarkan pengamatan aroma, warna, dan struktur bahan kompos setelah

mengalami proses inkubasi selama enam minggu, bahan kompos banyak


40

mengalami perubahan. Aroma dan bahan kompos sudah tidak memiliki aroma

yang menyengat serta telah beraroma seperti tanah. Warna dan struktur bahan

kompos masing-masing, yaitu berwarna cokelat kehitaman dan berstruktur remah

(Lampiran 2 dan Foto 2B). Aroma, warna, dan struktur secara umum yang

dihasilkan pada penelitian ini telah sesuai dengan kualitas dan kematangan

kompos berdasarkan Djuarnani dkk. (2005), yaitu beraroma earthy (tanah),

berwarna cokelat tua, dan berstruktur remah.

Perlakuan dekomposer (D) berpengaruh nyata terhadap rasio C/N terendah

terdapat pada perlakuan D1(16,78%) tertinggi berbeda nyata dengan D0

(18,53%)terjadi penurunan sebesar 10,43%. Hal ini disebabkan karena C-organik

pada D1 yang rendah namun N-total yang tertinggi, sedangkan C-organik pada D0

yang tinggi namun kadar N-total yang rendah. Rasio C/N yang dihasilkan pada

penelitian ini sangat dipengaruhi oleh kadar C-organik dan N-total. Proses

pengomposan akan terjadi pelepasan karbondioksida, dimana semakin tinggi

aktivitas mikroorganisme maka dapat mempercepat proses dekomposisi bahan

organik sehingga C-organik akan berkurang (akibat pelepasan karbondioksida dan

dekomposisi bahan organik) sementara kadar N-total mengalami peningkatan

sehingga rasio C/N akan berkurang. Semakin tinggi kandungan N-total yang

terbentuk akan menyebabkan terjadi penurunan rasio C/N sehingga terjadi proses

mineralisasi. Perbandingan C/N yang rendah menunjukkan bahwa proses

mineralisasi berjalan dengan baik (Harizena, 2012). Menurut (Hanafiah,2005)

dekomposisi bahan organik dengan rasio C/N yang tinggi melebihi 30

menunjukkan dekomposisi tahap awal, rasio C/N lebih kecil dari pada 20
41

menunjukkan terjadinya proses mineralisasi N, sedangkan diantara 20-30

terjadinya proses mineralisasi dan imobilisasi seimbang.

Penelitian ini menunjukkan nilai pH yang tidak berpengaruh nyataterhadap

pH kompos (Tabel 4.4). Nilai pH secara umum yang dihasilkan pada penelitian ini

telah memenuhi standar kualitas dan kematangan kompos berdasarkan Djuarnani

dkk. (2005), yaitu pH 6,0-8,0.

Penelitian ini menggunakan limbah persawahan untuk membuat kompos.

Sangat penting untuk mengetahui kadar garam yang terkandung dalam bahan

tersebut pada akhir pengomposan. Pengamatan kadar garam ini dilakukan karena

apabila nantinya kompos diaplikasikan memiliki kadar garam yang tinggi akan

mempengaruhi kesuburan tanaman. Pengaruh utama larutan garam pada tanaman

adalah terjadinya tekanan osmosis dalam sel (internal) yang tinggi, sehingga

menghambat penyerapan air bagi pertumbuhan tanaman(Bohn dkk., 1979 dalam

Anon., 1991). Kepekatan garam yang tinggi menyebabkan tanaman mengalami

plasmolisis, sehingga air dalam tanaman bergerak keluar menuju larutan tanah

(Adhar, 2011). Berdasarkan pengamatan kadar garam akhir tidak menunjukkan

nilai yang berpengaruh nyata (Tabel 4.4), sehingga perlakuan tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap kadar garam kompos. Adanya penambahan air ini

untuk menjaga kelembaban kompos selain itu garam-garam yang terkandung

dalam bahan kompos akan mengalami pencucian (leaching) sehingga suasana

kompos dapat kita atur sesuai kondisinya.Cara yang paling umum dipakai untuk

menghilangkan kelebihan garam di dalam tanah ialah drainase dan pencucian

(Soepardi, 2003 dalam Adhar, 2011).


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan K5D1

(jerami 79%, kotoran sapi 20%, sekam 1%, danpenambahan 200 mL MOL nasi

basi) menunjukkan kualitas kompos terbaik yang ditunjukkan oleh tingginya total

populasi bakteri (8,95 x 108 spk g-1 kompos), kandungan C-Organik terendah

(22,37%), N-total tertinggi (1,76%) dan rasio C/N kompos cukup baik (16,99).

Nilai pH kompos menunjukkan hasil yang baik pula (6,49), dengan kadar garam

kompos menunjukan nilai yang sangat rendah (0-2%) serta ciri fisik kompos

terbaik yaitu berwarna coklat kehitaman, beraroma tanah, dan struktur yang

remah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kompos dari kombinasi

jerami 79%, kotoran sapi 20%, sekam 1% serta penambahan 200 mL MOL nasi

basi dapat diaplikasikan sebagai pupuk organik.

42
DAFTAR PUSTAKA

Adhar, S. 2011. Perubahan Salinitas Tanah Sawah Pasca Bencana Tsunami Di


Aceh Utara. http://danauluttawar.blogspot.com/2011/03/perubahan-
salinitas-tanah-sawah-pasca.html. Tanggal akses 20 Maret 2013.

Anas, I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Pusat Antar Universitas


Bioteknologi IPB, Bogor.

Anon.1977.”Pemanfaatan Jerami Padi sebagai


Pupuk”.http://isroi.com/2009/05/14/pemanfaatan-jerami-padi-sebagai-
pupuk-organik-in-situ-untuk-mengurangi-penggunaan-pupuk-kimia-dan-
subsidi-pupuk/. Tanggal akses 17 September 2012.

Atmaja, I W. D. 2006. BukuBioteknologi Tanah. Denpasar: Jurusan Tanah,


Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Dale, H. 2003. Total Quality Management. http: www.ilmu manajemen kualitas.


Tanggal akses 29 Desember 2012.

Djuarnani, N; Kristian dan Budi.S.S 2005. Cara Cepat Membuat Kompos.


Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan


dan Gizi, IPB.

Hadinata, I. 2008. Membuat Mikroorganisme Lokal. Dewi Sri PM Himatek


Organik. http://ivanhadinata@yahoo.com. Tanggal akses 27-Februari-
2013.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar – dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

Harizena, I.N.D.2012. Pengaruh Jenis dan Dosis MOL terhadap Kualitas Kompos
Sampah Rumah Tangga.Skripsi. Konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan
Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Udayana.Denpasar.

Houston, D.F., 1972, Rice Chemistry and Technology American Association of


Cereal Chemist, Inc, Minnesota. http://subhanesa.wordpress.com/‎ Tanggal
akses 26-Februari-2013.

Kesumadewi, A.A.I. 2002. Panduan Praktikum Biologi Tanah. Denpasar: Jurusan


Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Intruksi Kerja Laboratorium Kimia Tanah. 2011. Laboratorium Kimia Tanah,


Universitas Brawijaya, Malang.

43
44

Mathur, R.S. 1980. Use of Indigenous Materials for Accelarating Composting In.
Compost Technology. FAO Project Field Document No-13.

Murbandono, L. 1995. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya.

Muriani, N.W. 2011. Pengaruh Konsentrasi Daun Gamal (Gliricidia sepium) dan
Lama Fermentasi Terhadap Kualitas Larutan MOL. Skripsi. Program
Studi Ilmu Tanah, Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Udayana.

Parnata, A.S. 2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

Ponnamperuma FN. 1984. Straw as a source of nutrients for wetland rice.


Inorganic matter and rice, Eds Banta S, Mendoza CV, pp 117-136. The
International Rice Research Institute, Los Banos.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2007. Departemen Pertanian.


www.deptan.go.id.Tanggal akses 27-Februari-2013.

Seni,I.A.Y.2013. Analisis Kualitas Larutan MOL (Mikroorganisme Lokal)


Bebasis Daun Gamal (Gliricidia sepium).Skripsi.Konsentrasi Ilmu Tanah
dan Lingkungan Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Udayana.Denpasar.

Setyorini,D;R.SaraswatidanE.K Anwar. 2003.


Kompos.http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/pupuk/pu
puk2.pdf. Tanggal akses 1-April-2013.

Sudjadi, M., I.M Widjik & M. Soleh. 1971. Penuntun Analisis Tanah. Lembaga
Penelitian Tanah Bogor, Bogor.

Suharno.1979. Sekam Padi sebagai Sumber Energi Alternatif.


http://infotkrcsmkbaramuli.blogspot.com/2013/01/laporan-pengaruh-
media-tanam-terhadap.html. Tanggal akses 17 September 2012.

Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buangan


Secara Biologis. Bandung: PT. Alumni.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta:Karnisius.

Sutari,N. W. S. 2009. Pengujian Kualitas Bio-urine Hasil Fermentasi dengan


Mikroorganisme yang Berasal dari Bahan Tanaman Terhadap
Pertumbuahn dan Hasil Tanaman Sawi (Brasicca juncea L). Tesis.
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar.
45

Suwastika, A. A. N. G.; N.N. Soniari; A.A.I. Kesumadewi; I.W.D. Atmaja. 2008.


BukuBiologi Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Udayana, Denpasar.

Tenaya, I M. Narka; I D.G.Raka dan I D.G.Agung. 1985. Perancangan


Percobaan I, Rancangan Dasar. Laboratorium Statistika, Fakultas
Pertanian, Universitas Udayana.

Yuliarti, N. 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Yogyakarta: ANDI.


46

Lampiran 1. Rata-rata Suhu (˚C) Pengomposan

Hari Hasil Pengamatan (oC)


K1D0 K1D1 K2D0 K2D1 K3D0 K3D1 K4D0 K4D1 K5D0 K5D1

1 28,00 30,00 29,66 29,33 29,66 29,33 29,66 30,00 29,66 29,66
3 33,67 33,67 37,67 33,67 33,67 30,00 33,67 34,33 33,67 33,67
5 32,67 41,33 37,67 41,67 33,00 41,33 33,00 42,67 40,67 44,33
7 32,67 41,33 38,67 41,33 32,67 44,67 32,67 45,33 39,5 46,00
9 34,67 42,67 39,50 43,33 35,00 41,33 35,00 44,67 40,67 47,67
11 33,67 41,33 38,67 38,33 33,67 42,67 34,67 39,00 39,5 45,00
13 33,66 38,33 35,33 38,33 32,67 42,67 33,33 37,67 38,67 41,00
15 34,67 36,33 37,67 36,33 33,33 44,67 34,67 37,67 35,33 42,00
17 34,67 38,00 35,67 34,33 34,67 43,33 33,67 37,67 37,67 40,00
19 34,67 36,00 34,33 35,00 35,00 39,00 32,67 36,33 35,67 36,67
21 33,67 34,33 34,67 34,67 34,67 37,67 36,33 35,33 34,33 36,33
23 33,00 35,00 35,00 36,00 33,33 37,67 30,00 34,33 34,67 37,00
25 32,67 36,00 33,00 35,33 34,67 37,67 32,67 35,00 35,00 35,33
27 32,67 34,67 35,67 33,33 33,67 35,00 33,67 34,33 33,00 34,67
29 33,00 33,33 31,00 33,67 32,67 34,33 33,00 34,67 35,67 33,00
31 33,67 35,33 33,67 33,67 36,33 35,00 33,00 33,00 31,00 35,33
33 32,67 31,67 33,00 31,67 30,00 35,67 33,00 36,00 33,67 34,00
35 33,67 33,67 34,67 32,33 32,67 34,33 32,67 30,33 33,00 33,33
37 33,33 33,67 33,33 33,67 33,67 35,00 32,67 33,33 34,67 35,67
39 34,67 33,33 33,33 33,67 33,00 35,67 33,00 34,00 33,33 31,33
41 33,33 32,67 32,67 32,67 33,00 34,67 32,67 33,33 33,33 34,00
43 29,66 30,00 29,66 30,00 29,33 30,00 30,00 30,00 29,66 30,00
47

Lampiran 2. Aroma, Struktur, dan Warna Awal dan Akhir Pengomposan

Warna Aroma Struktur

Perlakuan Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir

Coklat Coklat Busuk Seperti Keras, Remah


K1D0 Muda Kehitaman tanah Padat
Coklat Coklat Busuk Seperti Keras, Remah
K1D1 Muda Kehitaman tanah Padat
Coklat Coklat Busuk Seperti Keras, Remah
K2D0 Muda Kehitaman tanah Padat
Coklat Coklat Busuk Seperti Keras, Remah
K2D1 Muda Kehitaman tanah Padat
Coklat Coklat Busuk Seperti Keras, Remah
K3D0 Muda Kehitaman tanah Padat
Coklat Coklat Busuk Seperti Keras, Remah
K3D1 Muda Kehitaman tanah Padat
Coklat Coklat Busuk Seperti Keras, Remah
K4D0 Muda Kehitaman tanah Padat
Coklat Coklat Busuk Seperti Keras, Remah
K4D1 Muda Kehitaman tanah Padat
Coklat Coklat Busuk Seperti Keras, Remah
K5D0 Muda Kehitaman tanah Padat
Coklat Coklat Busuk Seperti Keras, Remah
K5D1 Muda Kehitaman tanah Padat
48

Lampiran 3. Data Hasil Pengamatan Total Populasi Bakteri

3.1 Data Hasil Pengamatan (spk g-1 x 108)

Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah Rata-rata


K1D0 6,200 6,500 6,300 19,000 6,333
K1D1 8,100 8,500 8,600 25,200 8,400
K2D0 6,500 6,400 6,800 19,700 6,567
K2D1 7,100 8,400 8,860 24,360 8,120
K3D0 6,310 7,220 7,310 20,840 6,947
K3D1 8,430 8,760 8,780 25,970 8,657
K4D0 7,230 7,110 6,900 21,240 7,080
K4D1 8,670 8,540 8,440 25,650 8,550
K5D0 7,650 7,770 7,890 23,310 8,400
K5D1 8,890 8,970 8,990 26,850 8,950
Jumlah 75,08 78,17 78,87 232,12 78,00

Keterangan : spk = Satuan Pembentuk Koloni

3.2 Tabel Dua Arah


Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 19,000 19,700 20,840 21,240 25,200 105,980
D1 25,200 24,360 25,970 25,650 26,850 128,030
Jumlah 44,20 44,06 46,81 46,89 52,05 234,01

3.3 Analisis Sidik Ragam Total Populasi Bakteri

Sumber Derajat Jml. Kuadrat F. F.Tabel


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung 5%
Ulangan 2 0,813 0,407 3,181
Perlakuan 9 23,885 2,654 20,755
D 1 24,310 24,310 190,118 4,414 *
K 4 4,184 1,046 8,180 2,928 *
KXD 4 2,221 1,115 8,720 2,928 *
Acak 18 2,302 0,128
Total 29 27,00 0,93

Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
49

3.4 Contoh perhitungan Uji Beda Nyata Terkecil Taraf 5% untuk Populasi Total

Bakteri

2( KTacak )
BNT 0.05 (K) = t0,05(18) x
an

2(0,128)
= t0,05(18) x
5 x3

= 0,27

2( KTacak )
BNT 0.05 (D) = t0,05(18) x
bn

2(0,128)
= t0,05(18) x
2 x3

= 0,43

3.5 Contoh perhitungan analisis sidik ragam

FK : ΣY...2 / abn

: 232,1202 / (5 x 2 x 3)

: 202,82

JK Total : ΣYijk2 – FK

: (6,332 + 8,4002 + ... + 8,9502) – 202,817

: 27,00

JK Ulangan : (ΣY..k2 / ab) – FK

: [(75,0802 + 78,1702 + 78,8702) / (5 x 2)] – 202,817

: 0,81

JK Perlakuan : (ΣYij.2 / n) – FK

: [(19,0002 + 25,2002 + ... +26,8502) / 3] – 202,817

: 23,88
50

JK D : (ΣY.j.2 / an) – FK

: [(105,9802 + 128,0302) / (2 x 3)] – 202,817

: 24,310

JK K : (Σyi..2 / an) – FK

: [(44.2002 + 44,0602+... 52,0502) / (5 x 3)] – 202,817

: 4,184

JK Interaksi: JKPerlakuan – JKD – JKK

: 23,885 – 24,310 – 4,184

: 2,221

JK Acak : JKTotal – JKUlangan – JKPerlakuan

: 27,000 – 0,813 – 23,885

: 2,30

DB Total : abn – 1

: (2 x 5 x 3) – 1

: 29

DB Kelompok : n – 1

: 3–1

: 2

DB Perlakuan : ab – 1

: (2 x 5) – 1

: 9

DB D : a–1

: 2–1

: 1
51

DB K : b–1

: 5–1

: 4

DB Interaksi : DBPerlakuan – DBD – DBK

: 9– 1 – 4

: 4

DB Acak : DBTotal – DBUlangan – DBPerlakuan

: 29– 2 – 9

: 18

KT Ulangan : JKUlangan / DBUlangan

: 0,813 / 2

: 0,42

KT Perlakuan : JKPerlakuan / DBPerlakuan

: 23,885/ 9

: 2,65

KT D : JKD / DBD

: 24,310 / 1

: 24,31

KT K : JKK / DBK

: 4,184/ 4

: 1,05

KT Interaksi : JKInteraksi / DBInteraksi

: 2,221/ 4

: 1,16
52

KT Acak : JKAcak / DBGalat

: 2,303 / 18

: 0,13

F-hit Ulangan : KTUlangan / KTGalat

: 0,407 / 0,128

: 3,18

F-hit Perlakuan : KTPerlakuan / KTGalat

: 2,654 / 0,128

: 20,76

F-hit D : KTD / KTAcak

: 1,046 / 0,128

: 8,18

F-hit K : KTK / KTAcak

: 1,046 / 0,128

: 8,180

F-hit Interaksi : KTInteraksi / KTAcak

: 1,115 / 0,128

: 8,72

K.Keragaman : (√KTAcak / Ỹ..) x 100%

: ((√0,128) / 234,010) x 100 % = 7,15 %


53

Lampiran 4. Data Hasil Pengamatan Total Populasi Jamur

4.1 Data Hasil Pengamatan (spk g-1 x 105)

Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah Rata-rata


K1D0 3,98 4,01 4,12 12,110 4,037
K1D1 4,25 4,11 4,15 12,510 4,170
K2D0 4,01 4,26 4,12 12,390 4,130
K2D1 5,21 5,25 5,56 16,020 5,340
K3D0 4,05 4,31 4,33 12,690 4,230
K3D1 5,32 5,41 5,61 16,340 5,447
K4D0 4,54 4,62 4,43 13,590 4,530
K4D1 5,56 5,78 5,98 17,320 5,773
K5D0 4,78 4,89 4,91 14,580 4,860
K5D1 5,89 5,87 5,99 17,750 5,917
Jumlah 47,59 48,51 49,20 145,30 48,43

Keterangan : spk = Satuan Pembentuk Koloni

4.2 Tabel Dua Arah


Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 12,11 12,39 12,69 13,59 14,58 65,36
D1 12,51 16,02 16,34 17,32 17,75 79,94
Jumlah 24,62 28,41 29,03 30,91 32,33

4.3 Analisis Sidik Ragam Total Populasi Jamur

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F. Hitung F. Tabel


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5%
Ulangan 2 0,130 0,065 5,514
Perlakuan 9 14,146 1,572 132,835
D 1 10,629 10,629 898,294 4,414 *
K 4 3,425 0,856 72,371 2,928 *
KXD 4 0,092 0,023 1,934 2,928 ns
Acak 18 0,213 0,012
Total 29 14,49 0,50

Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
54

Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan Respirasi

5.1 Data Pengamatan Respirasi (mg C-CO2 kg-1 kompos hari-1)

Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah Rata-rata


K1D0 7,890 7,720 6,860 22,470 7,490
K1D1 8,450 8,400 8,970 25,820 8,607
K2D0 7,890 8,060 6,750 22,700 7,567
K2D1 7,720 9,780 8,967 26,467 8,822
K3D0 8,400 9,430 9,780 27,610 9,203
K3D1 7,550 9,430 7,895 24,875 8,292
K4D0 8,998 9,090 7,890 25,978 8,659
K4D1 9,897 8,920 8,920 27,737 9,246
K5D0 7,890 10,290 7,550 25,730 8,577
K5D1 9,768 9,876 9,865 29,509 9,836
Jumlah 84,45 90,99 83,45 258,89 86,29

5.2 Tabel Dua Arah

Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 22,470 22,700 27,610 25,978 25,730 124,488
D1 25,820 26,467 24,875 27,737 29,509 134,408
Jumlah 48,29 49,17 52,49 53,72 55,24

5.3 Analisis Sidik Ragam Respirasi

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F. Hitung F. Tabel

Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5%


Ulangan 2 3,360 1,680 3,135
Perlakuan 9 14,247 1,583 2,954
D 1 4,920 4,920 9,182 4,414 *
K 4 3,521 0,880 1,643 2,928 ns
KXD 4 5,805 1,451 2,708 2,928 ns
Acak 18 9,646 0,536
Total 29 27,25 0,94

Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
55

Lampiran 6. Data Hasil Pengamatan Berat

6.1 Data Pengukuran Berat (kg)

Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah Rata-rata


K1D0 3,00 3,45 3,3 9,75 3,25
K1D1 3,10 3,7 3,1 9,90 3,30
K2D0 3,45 3,4 3,35 10,20 3,40
K2D1 3,5 3,35 3,4 10,25 3,42
K3D0 3,5 3,4 3,6 10,50 3,50
K3D1 3,53 3,5 3,56 10,59 3,53
K4D0 3,5 3,4 3,7 10,60 3,53
K4D1 3,95 3,5 3,3 10,75 3,58
K5D0 3,6 3,7 3,4 10,70 3,57
K5D1 3,8 3,6 3,9 11,30 3,77
Jumlah 34,93 35,00 34,61 104,54 34,85

6.2 Tabel Dua Arah

Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 9,75 10,2 10,5 10,6 10,7 51,75
D1 9,9 12,25 10,59 10,75 11,3 54,79
Jumlah 19,65 22,45 21,09 21,35 22,00

6.3 Analisis Sidik Ragam Berat

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F. Hitung F. Tabel

Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5%


Ulangan 2 0,009 0,004 0,106
Perlakuan 9 0,605 0,067 1,642
D 1 0,462 0,462 11,293 4,414 ns
K 4 0,458 0,115 2,799 2,928 ns
KXD 4 -0,315 -0,079 -1,927 2,928 ns
Acak 18 0,736 0,041
Total 29 1,35 0,05

Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
56

Lampiran 7. Data Hasil Pengamatan Kadar air

7.1 Data Pengukuran Kadar Air (%)

Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah Rata-rata


K1D0 21,11 32,3729 35,7247 89,208 29,736
K1D1 31, 223 39,8753 36,2963 76,172 25,391
K2D0 36,62 36,3607 24,5304 97,511 32,504
K2D1 29,0016 37,619 38,0077 104,628 34,876
K3D0 35,683 38,8281 30,8998 105,411 35,137
K3D1 34,0529 23,9905 29,4789 87,522 29,174
K4D0 37,619 28,3142 33,7063 99,640 33,213
K4D1 36,8823 37,2813 21,463 95,627 31,876
K5D0 36,5116 37,1698 36,8384 110,520 36,840
K5D1 38,0769 38,5437 31,7537 108,374 36,125
Jumlah 305,56 350,36 318,69 974,62 324,87

7.2 Tabel Dua Arah

Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 89,208 97,511 105,411 99,640 110,520 502,289
D1 76,172 104,628 87,522 95,627 108,374 472,323
Jumlah 165,38 202,14 192,93 195,27 218,90

7.3 Analisis Sidik Ragam Kadar Air

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F. Hitung F. Tabel


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5%
Ulangan 2 106,057 53,028 2,474
Perlakuan 9 344,151 38,239 1,784
D 1 44,897 44,897 2,094 4,414 ns
K 4 150,360 37,590 1,753 2,928 ns
KXD 4 148,893 37,223 1,736 2,928 ns
Acak 18 385,885 21,438
Total 29 836,09 28,83

Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan decomposer
57

Lampiran 8. Data Hasil Pengamatan C-Organik

8.1 Data Pengukuran C-Organik (%)

Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah Rata-rata


K1D0 29,562 29,891 30,121 89,574 29,858
K1D1 26,890 27,900 27,892 82,682 27,561
K2D0 28,910 27,670 27,930 84,510 28,170
K2D1 25,860 25,790 26,110 77,760 25,920
K3D0 26,990 27,120 27,190 81,300 27,100
K3D1 23,890 24,020 24,110 72,020 24,007
K4D0 25,632 25,900 26,780 78,312 26,104
K4D1 23,490 24,560 25,610 73,660 24,553
K5D0 23,780 25,670 25,880 75,330 25,110
K5D1 21,340 23,220 22,540 67,100 22,367
Jumlah 256,34 261,74 264,16 782,25 260,75

8.2 Tabel Dua Arah

Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 89,574 84,510 81,300 78,312 75,330 409,026
D1 82,682 77,760 72,020 73,660 67,100 373,222
Jumlah 172,26 162,27 153,32 151,97 142,43

8.3 Analisis Sidik Ragam C-Organik

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F. Hitung F. Tabel


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5%
Ulangan 2 3,204 1,602 4,774
Perlakuan 9 129,778 14,420 42,963
D 1 64,096 64,096 190,970 4,414 *
K 4 51,011 12,753 37,996 2,928 *
KXD 4 14,670 3,668 10,927 2,928 *
Acak 18 6,041 0,336
Total 29 139,02 4,79

Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekompose
58

Lampiran 9. Data Hasil Pengamatan N-Total

9.1 Data Pengukuran N-Total (%)

Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah Rata-rata


K1D0 0,34 0,47 0,44 1,250 0,417
K1D1 1,52 1,43 1,4 4,350 1,450
K2D0 1,26 1,29 1,25 3,800 1,267
K2D1 1,55 1,61 1,57 4,730 1,577
K3D0 1,31 1,37 1,36 4,040 1,347
K3D1 1,62 1,64 1,69 4,950 1,650
K4D0 1,37 1,41 1,44 4,220 1,407
K4D1 1,69 1,7 1,71 5,100 1,700
K5D0 1,45 1,41 1,51 4,370 1,457
K5D1 1,73 1,78 1,76 5,270 1,757
Jumlah 13,84 14,11 14,13 42,08 14,028

9.2 Tabel Dua Arah

Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 1,250 3,800 4,040 4,220 4,370 17,680
D1 4,350 4,730 4,950 5,100 5,270 24,400
Jumlah 5,60 8,53 8,99 9,32 9,64

9.3 Analisis Sidik Ragam N-Total

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F. Hitung F. Tabel


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5%
Ulangan 2 0,005 0,003 1,673
Perlakuan 9 3,913 0,435 277,287
D 1 2,258 2,258 1440,204 4,414 *
K 4 1,059 0,265 168,833 2,928 *
KXD 4 0,187 0,047 29,819 2,928 *
Acak 18 0,028 0,002
Total 29 3,95 0,14

Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
59

Lampiran 10. Data Hasil Pengamatan Rasio C/N

10.1 Data Pengukuran Rasio C/N

Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah Rata-rata


K1D0 17,35 18,28 18,48 54,11 18,04
K1D1 15,64 17,95 18,49 52,08 17,36
K2D0 18,64 19,04 20,49 58,17 19,39
K2D1 16,54 16,09 17,06 49,69 16,56
K3D0 18,24 17,53 17,73 53,50 17,83
K3D1 16,66 16,54 16,09 49,29 16,43
K4D0 18,88 18,29 18,13 55,30 18,43
K4D1 17,10 16,28 16,33 49,72 16,57
K5D0 18,54 19,79 18,48 56,80 18,94
K5D1 17,09 16,79 17,11 50,99 16,99
Jumlah 174,69 176,58 178,38 529,64 176,55

10.2 Tabel Dua Arah

Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 54,108 58,170 53,497 55,299 56,804 277,878
D1 52,082 49,681 49,286 49,716 50,995 251,759
Jumlah 106,19 107,85 102,78 105,02 107,79

10.3 Analisis Sidik Ragam Rasio C/N

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F. Hitung F. Tabel


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5%
Ulangan 2 0,680 0,340 0,658
Perlakuan 9 29,466 3,274 6,335
D 1 34,108 34,108 66,002 4,414 *
K 4 1,799 0,450 0,870 2,928 ns
KXD 4 5,441 1,360 2,632 2,928 ns
Acak 18 9,302 0,517
Total 29 39,45 1,36

Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
60

Lampiran 11. Data Hasil Pengamatan pH

11.1 Data Pengukuran pH

Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah Rata-rata


K1D0 6,630 6,460 6,120 19,210 6,403
K1D1 6,320 6,630 6,730 19,680 6,560
K2D0 6,770 6,470 6,400 19,640 6,547
K2D1 6,510 6,775 6,840 20,125 6,708
K3D0 6,510 6,670 6,600 19,780 6,593
K3D1 6,630 6,360 6,210 19,200 6,400
K4D0 6,420 6,570 6,760 19,750 6,583
K4D1 6,800 6,900 6,570 20,270 6,757
K5D0 6,700 6,900 6,570 20,170 6,723
K5D1 6,600 6,440 6,420 19,460 6,487
Jumlah 65,89 66,18 65,22 197,29 65,76

11.2 Tabel Dua Arah

Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 19,210 19,640 19,780 19,750 20,170 98,550
D1 19,680 20,125 19,200 20,270 19,460 98,735
Jumlah 38,89 39,77 38,98 40,02 39,63

11.3 Analisis Sidik Ragam pH

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F. Hitung F. Tabel


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5%
Ulangan 2 0,048 0,024 0,709
Perlakuan 9 0,426 0,047 1,397
D 1 0,002 0,002 0,050 4,414 ns
K 4 0,099 0,025 0,731 2,928 ns
KXD 4 0,326 0,081 2,401 2,928 ns
Acak 18 0,610 0,034
Total 29 1,09 0,04

Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan decomposer
61

Lampiran 12. Data Hasil Pengamatan Kadar Garam

12.1 Data Pengukuran Kadar Garam (%)

Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah Rata-rata


K1D0 1,023 1,188 0,543 2,754 0,918
K1D1 0,134 4,773 2,441 7,348 2,449
K2D0 1,504 2,408 0,301 4,213 1,404
K2D1 0,705 1,916 2,833 5,454 1,818
K3D0 2,463 4,534 1,498 8,495 2,832
K3D1 1,882 4,927 1,112 7,921 2,640
K4D0 2,779 3,705 2,506 8,990 2,997
K4D1 2,104 2,713 0,168 4,985 1,662
K5D0 0,435 1,878 0,529 2,842 0,947
K5D1 3,640 1,829 2,138 7,607 2,536
Jumlah 16,67 29,87 14,07 60,61 20,20

12.2 Tabel Dua Arah

Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 2,754 4,213 8,495 8,990 2,842 27,294
D1 7,348 5,454 7,921 4,985 7,607 33,315
Jumlah 10,10 9,67 16,42 13,98 10,45

12.3 Analisis Sidik Ragam Kadar Garam

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F. Hitung F. Tabel


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5%
Ulangan 2 1208,861 604,430 5,987
Perlakuan 9 1353,314 150,368 1,489
D 1 152,628 152,628 1,512 4,414 ns
K 4 292,547 73,137 0,724 2,928 ns
DXK 4 908,139 227,035 2,249 2,928 ns
Acak 18 1817,183 100,955
Total 29 4379,36 151,02

Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan decomposer
62

Foto-Foto (Gambar) Penelitian

A. B.

Foto (Gambar) 1. Petak Percobaan di Lokasi Penelitian (A) dan Larutan MOL
Nasi Basi (B)

A. B.

Foto (Gambar) 2. Bahan Awal (A) dan Akhir Pengomposan (B)


63

Anda mungkin juga menyukai