PENDAHULUAN
menerus berdampak tidak baik bagi sifat fisik, kimia dan biologi tanah.Hal itu
tingkat kesuburan dan bahan organik tanah mengalami penurunan, oleh karena itu
jika tidak segera diatasi maka dalam jangka waktu tidak terlalu lama, lahan-lahan
tersebut tidak mampu lagi berproduksi secara optimal dan berkelanjutan (Parnata,
organik. Salah satu metode pengelolaan sampah yang ramah lingkungan adalah
Jerami padi merupakan salah satu sumber bahan organik yang besar
membakar jerami sisa-sisa panen dengan alasan lebih cepat dan murah untuk
1
2
membersihkan sisa panen tersebut, padahal dalam 1 ton jerami padi mengandung
N; 0,1% P;1,5% K; 5% Si; dan40% C.Menurut Kim dan Dale (2004) potensi
jerami kurang lebih 1,4 kali dari hasil panen. Rata-rata produktivitas padi nasional
adalah 48,95 ku/ha, sehingga jumlah jerami yang dihasilkan kurang lebih 68,53
ku/ha.Produksi padi nasional tahun 2008 sebesar 57,157 juta ton (Deptan, 2009),
dengan demikian produksi jerami nasional diperkirakan mencapai 80,02 juta ton.
Potensi jerami yang sangat besar ini sebagian besar jumlahnya ini masih disia-
abu, sebagian kecil dimanfaatkan untuk pakan ternak dan media jamur
dibuat dari jerami kurang lebih 60% dari bobot awal jerami,sehingga kompos
jerami yang bisa dihasilkan dalam satu ha lahan sawah adalah sebesar 4,11 ton/ha.
Andaikan semua jerami dibuat kompos akan dihasilkan kompos sebanyak 48,01
juta ton secara nasional sehingga mampu memanfaatkan jerami sisa panen padi
berbagai kebutuhan seperti bahan kompos, bahan baku industri, pakan ternak dan
energi atau bahan bakar.Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam
sekitar 20-30%, dedak antara 8-12% dan beras giling antara 50-63, 5% data bobot
awal gabah (Houston, 1972). Ditinjau dari data komposisi kimiawi, sekam
3
mengandung beberapa unsur kimia penting yaitu kadar air 9,02%; protein kasar
3,03%; lemak 1,18%; serat kasar 35,68%; abu 17,17%; karbohidrat dasar 33,71
(Suharno, 1979). Sumber bahan organik lain yang dapat digunakan sebagai bahan
kompos yaitu berasal dari kotoran sapi. Hasil pengamatan di Gapoktan Sarwa
Lahan, Fakultas Pertanian IPB menyatakan kandungan hara makro dan mikro
pembuatannya bukan merupakan hal yang baru. Namun kompos yang dihasilkan
akan mempunyai kualitas yang berbeda-beda tergantung dari bahan baku dan
metode dalam pembuatannya. Salah satu masalah yang penting untuk selalu
pengomposan yang cepat lebih dapat diterima oleh petani karena harus disiapkan
kompos dalam jumlah banyak pada areal yang terbatas. Usaha mempercepat
organik padat maupun cair (Hadinata, 2008).Penggunaan MOL sangat murah dan
lokal dapat bersumber dari bermacam-macam bahan lokal, antara lain urin sapi
segar, batang pisang, daun gamal, buah-buahan, nasi basi, sampah rumah tangga,
rebung bambu, serta rumput gajah dan dapat berperan dalam proses pengolahan
limbah ternak, baik limbah padat untuk dijadikan kompos, serta limbah cair ternak
penggunaan MOL nasi basi dengan dosis 200 mL memberikan kualitas kompos
yang terbaik.
Gianyar karena sebagian besar petani menanam padi sebagai salah satu komoditi
pangan. Selain itu keberadaan Gapoktan Sarwa Ada di Desa ini dapat
menghasilkan pupuk kompos yang berasal dari kotoran sapi dan limbah
jerami, limbah kotoran sapidan aktivator, hanya mencampur begitu saja sehingga
persawahan.
berbahan dasar jerami, sekam, dan kotoran sapi dengan MOL sebagai
dekomposer.
bahan dasar jerami, kotoran sapi, dan sekam serta MOL sebagai dekomposer.
II . TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kompos
mentah (serasah, sisa tanaman, sampah dapur dan lain sebagainya) bisa menjadi
perubahan fisik semula menjadi sifat fisik yang baru. Perubahan itu sebagian
besar muncul oleh karena adanya kegiatan jasad renik sehubungan dengan
kebutuhan hidup organisme itu.Apa yang diikat oleh jasad renik demi mencukupi
kebutuhan hidupnya, kelak akan dikembalikanlagi apabila jasad renik itu mati.
sumber unsur hara makro dan mikro yang lengkap. Kadar rata-rata komposisi
pupuk kandang sapi, adalah C-organik 8,58%; N-total 0,73%; P-total 0,93%; K-
total 0,73%; Bahan organik 14,48%; dan rasio C/N sebesar 12,0 (Sutanto,
limbah padat organik dalam kondisi aerob (terdapat oksigen) atau anaerob (tanpa
oksigen). Kondisi terkendali tersebut mencakup rasio karbon dan nitrogen (C/N),
menurunkan nilai rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah
(10-12). Bahan organik yang memiliki rasio C/N sama dengan tanah maka bahan
6
7
tiga tahap. Pada tahap awal atau dekomposisi intensif berlangsung, dihasilkan
suhu yang cukup tinggi dalam waktu yang relatif pendek dan bahan organik yang
utama dan pasca pematangan, bahan yang sulit terdekomposisi akan terurai.
Produk yang dihasilkan adalah kompos matang yang mempunyai ciri, antara lain
Kompos dikatakan matang dan memiliki kualitas yang baik adalah apabila
kompos tersebut telah memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik (Murbandono,
1995). Sifat fisik kompos yang baik, antara lain berwarna gelap, cokelat tua,
aroma seperti tanah, ukuran partikel sebesar serbuk gergaji, bila dikepal tidak
menggumpal keras, suhu sama dengan lingkungan. Kompos dengan sifat kimia
yang baik adalah kompos yang telah mampu menyediakan unsur hara bagi tanah
dan tanaman, artinya kompos yang telah memiliki kandungan unsur hara yang
diperlukan agar kompos menjadi berkualitas meliputi ukuran bahan mentah, suhu
(aerasi), serta nilai pH.Ukuran bahan mentah yang semakin kecil ukurannya
Ukuran sekitar 5-10 cm sesuai untuk pengomposan ditinjau dari aspek sirkulasi
bahan yang memiliki rasio C/N tinggi seperti jerami padi atau jerami gandum
bahwa peningkatan temperatur juga tergantung dari jenis bahan yang digunakan.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Setyorini dkk.(2003), suhu dan ketinggian timbunan
dekomposisi berjalan merata dan sempurna. Hal yang menentukan tingginya suhu
semakin mudah timbunan menjadi panas. Timbunan yang terlalu dangkal akan
kehilangan panas dengan cepat karena bahan tidak cukup untuk menahan panas
itu) tidak akan berkembang secara optimal sehingga pembuatan kompos akan
mengakibatkan bahan memadat karena berat bahan kompos itu sendiri. Hal
tersebut akan mengakibatkan suhu terlalu tinggi dan udara di dasar timbunan
bakteri anaerob yang menyebabkan aroma bahan kompos menjadi tidak sedap.
10
protein.Bahan dasar kompos yang mempunyai rasio C/N 20:1 hingga 35:1 sesuai
efisien.Terlalu besar rasio C/N (>40) atau terlalu kecil (<20) akan mengganggu
yang aktif pada suhu rendah adalah jamur.Hal ini berarti pembuatan kompos dari
bahan-bahan keras seperti kulit biji-bijian yang keras dan berkayu, tanaman
menjalar atau pangkas-pangkasan pohon (semua dengan kadar C/N tinggi) harus
lunak. Bahan hijauan yang mengandung nitrogen dapat diganti dengan berbagai
pupuk organik.
itu, reaksi biokimia yang terjadi dalam selaput air tersebut membutuhkan oksigen
dan air. Karena itu, dekomposisi bahan organik sangat tergantung dari
kelembapan lngkungan dan oksigen yang diperoleh dari rongga udara yang
terdapat di antara partikel bahan yang dikomposkan. Lebih lanjut dijelaskan oleh
mengakibatkan volume udara jadi berkurang, sebaliknya bila terlalu kering proses
sering diaduk atau dibalik untuk menjaga dan mencegah pembiakan bakteri
anaerob karena penguraian bahan pada kondisi anaerob akan menimbulkan aroma
air sama sekali pada waktu awal, tetapi bahan untuk cabang atau ranting kering
bakteri dan jamur). Ukuran partikel dan struktur bahan dasar kompos
5,5-8,0. Bakteri lebih menyukai pH netral, sedangkan jamur aktif pada pH agak
asam. Derajat keasaman (pH) yang semakin tinggi terjadi kehilangan nitrogen
baik. Hal ini berarti aktivitas mikroorganisme, baik bakteri dan jamur adalah
mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengonversi asam organik yang telah
12
terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi mendekati netral
pengomposan bahan organik diubah menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O),
(Muriani, 2011). Menurut Adianto (1993, dalam Muriani, 2011), sumber energi
lebih sederhana. Energi yang dihasilkan berupa energi kimia yang diperlukan
anaerob.
Proses penguraian aerob dan anaerob secara garis besar dapat diuraikan
sebagai berikut. Proses pengomposan aerob, kurang lebih 2/3 unsur karbon (C)
13
menguap(menjadi CO2) dan sisanya1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel
hidup. Selama proses pengomposan aerob tidak menimbulkan bau busuk. Selama
MO. aerob
Bahan organik + O2 H2O + CO2 + hara + humus + energi
asam lemak dan adelhida, selanjutnya bakteri kelompok lain mengubah asam
MO. anerob
Bahan Organik CH4 + hara + humus
Proses pengomposan pada tahap awal, beberapa spesies flora aktif dan
berkembang dalam waktu yang relatif singkat, dan kemudian hilang untuk
memberikan kesempatan pada jenis lain untuk berkembang. Minggu kedua dan
ketiga, kelompok fisiologi yang berperan aktif dalam proses pengomposan dapat
mikroorganisme meningkat mulai hari ketujuh dan setelah hari ke-14 terjadi
dalam pengomposan berdasarkan kondisi habitatnya terutama suhu terdiri dari dua
14
termofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada suhu tinggi (45-65oC). Suhu
kompos pada saat kurang dari 45oC, proses pengomposan dibantu oleh
ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan
sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat (Djuarnani dkk., 2005).
sehingga terbentuk nitrat (NO3-).Oleh karena itu, semakin banyak bahan organik
kandungan N-total yang terbentuk akan menyebabkan terjadi penurunan rasio C/N
15
bahwa proses mineralisasi berjalan dengan baik. Menurut Stevenson (1994, dalam
Muriani, 2011), bahan organik akan mengalami proses mineralisasi jika rasio C/N
di bawah nilai kritis 25-30, dan jika di atas nilai kritis akan terjadi imobilisasi N.
pengomposan secara garis besar ialah bakteri, jamur, dan Actinomycetes, yang
anorganik tak larut menjadi senyawa P yang larut oleh mikroorganisme, umumnya
lain asam asetat, malat, glukonat, oksalat, butirat, dan malonat yang dapat
paling banyak diteliti adalah Aspergillus sp. dan Penicilium sp. (Atmaja, 2006).
merupakan salah satu metode yang paling sederhana untuk mengukur aktivitas
berbagai sumber daya yang tersedia setempat.MOL mengandung unsur mikro dan
makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan
tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai dekomposer pupuk hayati
2013).
dari tiga komponen antara lain : (1) karbohidrat berasal dari air cucian beras, nasi
basi, singkong, kentang, gandum, rebung, rumput gajah, dan daun gamal; (2)
glukosa dari gula merah, cairan gula pasir, dan air kelapa; (3) sumber
mikroorganisme berasal dari keong mas, kulit buah-buahan, air kencing, dan
terasi.
dan mineral untuk dapat tumbuh dan berfungsi secara normal. Komponen-
komponen tersebut diperoleh dari bahan yang ditambahkan pada saat pembuatan
Soetrisno dan Apriyantono (2005) dalam Harizena, 2012, kandungan zat gizi dari
nasi pulen (per 300 kkal) pada berat 182 gr, mengandung protein 3,6% dan
pembuatan MOL juga menggunakan pelarut berupa air kelapa. Air kelapa yang
selama ini tidak dimanfaatkan dan cenderung sebagai limbah ternyata memiliki
dimanfaatkan sebagai nutrisi tambahan di dalam media kultur jaringan. Air kelapa
dan terdapat hormon alami, yaitu auksin dan sitokinin (Ramada, 2008 dalam
bahwa umur kelapa yang muda sangat baik dalam memacu pertumbuhan
terdapat bakteri dan jamur lignoselulotik yang berperan dalam penyediaan energi
komposisi kimia serta perubahan lain yang dapat dilihat dari luar, misalnya
pada komposisi bahan baku yang konsentrasinya tinggi. Total populasi bakteri,
total populasi jamur dan kandungan N-total tertinggi terdapat pada perlakuan
MOL nasi basi dan MOL empelur buah kakao dengan konsentrasi 300 g nasi basi
bulan Januari 2013, bertempat di Gapoktan Sarwa Ada, Banjar Tebuana, Desa
kotoran sapi (kadar air 56,7%), sekam (kadar air 4,9%), dan MOL nasi basi (Foto
larutan fisiologis (8,5 g NaCl dalam 1 liter aquadest); media NA (Nutrient Agar);
(PP); KOH 0,2 N; HCL 0,1 N; metil orange; K2Cr2O7 1 N; H2SO4 pekat; H3PO4
dengan pola faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah paket
kombinasi jerami padi dengan kotoran sapidan sekam (K), yang terdiri dari 5
kombinasi yaitu :
19
20
D0 = tanpa dekomposer
diulang tiga kali sehingga didapat 30 unit percobaan (Foto 1A). Campuran
Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5
D0 K1D0 K2D0 K3D0 K4D0 K5D0
D1 K1D1 K2D1 K3D1 K4D1 K5D1
I IIIII
3.4Pelaksanaan Penelitian
kotoran sapi, dan sekam yang digunakan sebagai bahan utama kompos didapatkan
(Foto 2A), kemudian jerami, kotoran sapi, dan sekam ditimbang masing-masing
nasi basi dengan dosis 200 mL dan aduk secara merata semua bahan sesuai
perlakuan. Setelah itu diletakkan dirumah kompos yang telah tersedia di Gapoktan
agar terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung serta inkubasi hingga suhu
3.5 Pengamatan
biologi, fisik dan kimia kompos, kecuali pengamatan terhadap suhu setiap dua
hari sekali.
cawan tuang untuk mendapatkan populasi total jamur dan bakteri. Sedangkan,
KOH 0,2 N sebanyak 5mL yang telah di inkubasi selama 7 hari bersama
larutan KOH berubah warna menjadi merah muda dan ditritasi dengan HC1
sampai warna merah muda hilang dan menjadi jernih. Kemudian ditetesi 2 tetes
metil orange dan dititrasi kembali dengan HCL. Titrasi kedua ini dilakukan
𝑠−𝑏 ×0,1×120
Respirasi =
7
Keterangan :
s : data pengamatan titrasi sampel
b : data pengamatan titrasi blanko
masing-masing 1 mL dari seri pengenceran 10-6, 10-7, dan 10-8 untuk dibiakkan di
mL, kemudian cawan petri diputar masing-masing 3 kali searah dan berlawanan
arah jarum jam.Biarkan media agar memadat kemudian diinkubasi selama 3hari
sebagai berikut:
Keterangan :
spk : satuan pembentuk koloni
P1 : jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-6
P2 : jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-7
P3: jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-8
KA: kadar air kompos.
24
kemudian cawan petri diputar masing-masing 3 kali searah dan berlawanan arah
jarum jam. Media dibiarkan memadat kemudian diinkubasi selama 3 hari dalam
Keterangan :
spk : satuan pembentuk koloni
P1 : jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-3
P2 : jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-4
P3 : jumlah koloni pada sampel dari pengenceran 10-5
KA :kadar air kompos
berat basah sampel. Selanjutnya, kompos dikeringkan pada oven dengan suhu
105˚C. Kadar air kompos dihitung dengan membagi selisih berat basah dan berat
kering sampel dengan berat kering sampel lalu dikalikan 100%.Pengamatan kadar
𝐵𝑏−𝐵𝑘
Kadar air = × 100%
𝐵𝑘
Keterangan :
Bb : Berat basah sampel
Bk : Berat kering sampel
meliputi C-organik (%) dengan menggunakan metode analisis Walkey dan Black,
2011), rasio C/N didapat dari membagi hasil analisis C-organik dengan N-total,
dan kadar garam dihitung dengan alat konduktometer (Sudjadi dkk., 1971).
Analisis dilakukan setelah waktu inkubasi berakhir, yaitu dengan cara mengambil
dilanjutkan dengan uji BNT untuk pengaruh tunggal dan beda rata-rata Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) taraf 5% untuk pengaruh kombinasi (Tenaya, dkk.,
1985).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
interaksi antara paket kombinasi jerami padi, kotoran sapi, sekam (K) dan
populasi bakteri, C-organik dan N-total. Faktor pertama yaitu paket kombinasi
jerami padi, kotoran sapi, dan sekam (K) menunjukkan pengaruh nyata terhadap
parameter total populasi bakteri, total populasi jamur, C-organik, dan N-total.
Serta berpengaruh tidak nyata terhadap respirasi, berat, kadar air, rasio C/N, pH,
Tabel 4.1
Signifikansi Paket Kombinasi Kompos (K), Dekomposer (D), dan Interaksinya
(KxD) terhadap Sifat Biologi, Fisik, dan Kimia Kompos.
Keterangan :
ns : berpengaruh tidak nyata (P > 0,05)
* : berpengaruh nyata (P<0,05)
K : paket kombinasi kompos (K)
D : dekomposer (D)
DxK : interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
27
28
total, dan rasio C/N. Serta berpengaruh tidak nyata terhadap berat, kadar air, pH,
(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang nyata terhadap total
populasi bakteri. Nilai terendah terdapat pada K1D0 (6,33 x 108 spk g-1 kompos)
dan tertinggi berbeda nyata dengan K5D1 (8,95 x 108 spk g-1 kompos) terjadi
(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap
total populasi jamur, namun pengaruh tunggal perlakuan paket kombinasi kompos
(K) maupun dekomposer (D) berpengaruh nyata terhadap total populasi jamur.
terendah pada perlakuan K1(4,10x 105 spk g-1 kompos) dan tertinggi berbeda
Perlakuan dekomposer (D) terendah terdapat padaperlakuan D0 (4,36x 105 spk g-1
kompos) dan tertinggi berbeda nyata dengan D1(5,33 x 105spk g-1 kompos) terjadi
c. Respirasi
(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap
29
nyata pula terhadap respirasi, namun dekomposer (D) memberikan pengaruh yang
nyata. Nilai terendah terdapat pada perlakuan D0 (8,30 mg C-CO2 kg-1 kompos
hari -1)dan tertinggi berbeda nyata dengan D1(8,96mg C-CO2 kg-1 kompos hari-1)
Tabel 4.2
Pengaruh Paket Kombinasi Kompos (K), Dekomposer (D), dan Interaksinya
(KxD) terhadap Sifat Biologi Kompos.
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang beda pada kolom yang
sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT taraf 5% untuk faktor
tunggal dan uji Duncan pada taraf 5% untuk perlakuan kombinasi.
a. Pengukuran suhu
Perlakuan K5D1 memiliki titik suhu tertinggi yaitu 47,67˚C pada hari ke-9
dan nilai suhu lebih rendah terdapat pada perlakuan K1D0 yaitu 34,67˚C pada hari
30
ke-9. Kestabilan suhu dicapai oleh seluruh perlakuan pada saat menginjak hari
ke-21 hingga hari ke-43 (Gambar 2). Adanya kestabilan suhu tersebut
Gambar 2 dan secara rinci suhu rata-rata harian disajikan pada Lampiran 2.
60
50 K1D0
K1D1
Suhu(Derajat Ceicius)
40 K2D0
K2D1
30
K3D0
20 K3D1
K4D0
10
K4D1
0 K5D0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 K5D1
Waktu Pengomposan (Hari)
Pengukuran berat dan kadar air kompos dilakukan sekali pada saat
1) Berat Kompos
(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap
maupun dekomposer (D) berpengaruh tidak nyata pula terhadap berat kompos.
Interaksi perlakuan paket kombinasi kompos (K) dengan dekomposer (D) nilai
31
terendah terdapat padaK1D0 yaitu 3,10 kgdan tertinggi berbeda nyata dengan
(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap
kadar air.Pengaruh tunggal baik perlakuan paket kombinasi kompos (K) maupun
dekomposer (D) berpengaruh tidak nyata pula terhadap kadar air. Interaksi
perlakuan paket kombinasi kompos (K) dengan dekomposer (D) nilai terendah
terdapat pada K1D0 yaitu 25,39% dan tertinggi berbeda nyata pada K5D1 yaitu
36,84%.
Tabel 4.3.
Pengaruh Paket Kombinasi Kompos (K), Dekomposer (D), dan Interaksinya
(KxD) terhadap Berat dan Kadar Air Kompos.
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang beda pada kolom yang
sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT taraf 5% untuk faktor
tunggal dan uji Duncan pada taraf 5% untuk perlakuan kombinasi.
32
Pengamatan aroma, warna, dan struktur kompos dilakukan pada saat hari
ke-1 dan hari ke-43. Berdasarkan pengamatan pada hari ke-1, bahan kompos
beraroma busuk (menyengat). Selain itu, warnanya berwarna coklat muda dan
pengamatan aroma, warna, dan struktur bahan kompos setelah mengalami proses
inkubasi selama enam minggu pada hari ke-43, bahan kompos banyak mengalami
perubahan. Dari segi aroma, bahan kompos sudah tidak memiliki aroma yang
menyengat dan telah beraroma seperti tanah. Warna dan struktur bahan kompos
a. C-organik
Interaksi antara paket kombinasi limbah persawahan (K) dengan dekomposer (D)
b.N-total
K5D1(1,76%)terjadipeningkatan sebesar319,05%.
c. Rasio C/N
(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap
rasio C/N. Pengaruh tunggal yakni perlakuan paket kombinasi kompos (K)
berpengaruh tidak nyata pula terhadap rasio C/N, namun perlakuan dekomposer
sebesar 10,43%.
d. pH
(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pH.
paket kombinasi kompos (K) dengan dekomposer (D) nilai terendah terdapat pada
e. Kadar Garam
(K) dengan dekomposer (D) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap
nilai terendah terdapat pada K5D0 yaitu 0,85%dan tertinggi pada K4D0 yaitu
2,99%.
Tabel 4.4. Pengaruh Paket Kombinasi Kompos (K), Dekomposer (D), dan
Interaksinya (KxD) terhadap Sifat Kimia Kompos.
C-Organik Kadar
Perlakuan N-Total (%) Rasio C/N pH
(%) Garam (%)
K1 28,71 a 0,93 e 17,70 a 6,49 a 1,68 a
K2 27,05 b 1,44 d 17,98 a 6,63 a 1,61 a
K3 25,55 c 1,50 c 17,13 a 6,50 a 2,74 a
K4 25,33 c 1,55 b 17,51 a 6,67 a 2,33 a
K5 23,74 d 1,61 a 17,97 a 6,61 a 1,74 a
BNT 0,45 0,02 - - -
D0 27,28 a 1,34 b 18,53 a 6,57 a 1,92 a
D1 24,88 b 1,63 a 16,78 b 6,58 a 2,10 a
BNT 0,70 0,04 0,55 - -
K1D0 29,86 a 0,42 h 18,04 a 6,40 a 0,91 a
K1D1 27,56 bc 1,45 ef 17,36 a 6,56 a 2,44 a
K2D0 28,17 b 1,27 g 19,39 a 6,55 a 1,40 a
K2D1 25,92 d 1,56 d 16,56 a 6,71 a 1,82 a
K3D0 27,10 c 1,35 e 17,83 a 6,60 a 2,83 a
K3D1 24,01 f 1,65 c 16,43 a 6,40 a 2,64 a
K4D0 26,10 d 1,47 ef 18,43 a 6,58 a 2,99 a
K4D1 24,44 ef 1,70 ab 16,57 a 6,76 a 1,67 a
K5D0 25,11 d 1,46 e 18,94 a 6,72 a 0,85 a
K5D1 22,37 g 1,76 a 16,99 a 6,49 a 2,54 a
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang beda pada kolom yang
sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT taraf 5% untuk faktor
tunggal dan uji Duncan pada taraf 5% untuk perlakuan kombinasi.
4.2 Pembahasan
bakteri,nilai terendah terdapat pada K1D0 dan tertinggi berbeda nyata dengan
tingginya N-total pada K5D1 (1,76%) sebagai akibat penambahan dekomposer dan
komposisi nitrogen untuk bahan organik kotoran sapi adalah 1,7% dan jerami padi
dekomposisi bahan organik yang berjalan baik, hal ini ditunjukkan dengan
tingginya nilai C-organik pada K1D0 (29,86%). Semakin lama proses fermentasi
dihasilkan berupa energi kimia yang diperlukan untuk aktivitas sel misalnya
selain itu terjadi pelepasan karbon dioksida pada proses pengomposan akibat
(Harizena, 2012).
30
25 Total
Populasi
20 Bakteri
Nilai
15 C-
organik
10
N-total
5
0
K1D0
K1D1
K2D0
K2D1
K3D0
K3D1
K4D0
K4D1
K5D0
K5D1
Perlakuan
(D) berpengaruh nyata terhadap total populasi jamur. Perlakuan paket kombinasi
31,46% ini berarti makin tinggi pemberian kotoran sapi semakin meningkatkan
(bakteri dan jamur). Hasil penelitian Harizena MOL nasi basi mengandung total
populasi bakteri 8,53 x108spk mL-1 kompos dan total populasi jamur 4,67 x
dan tertinggi berbeda nyata dengan D1 terjadi peningkatan sebesar 7,95%. Hal ini
respirasi merupakan salah satu metode yang paling sederhana untuk mengukur
dihasilkan pada penelitian ini telah sesuai dengan standar berdasarkan Setyorini
minggu akhir pengomposan suhu menjadi cukup stabil (Gambar 2). Berdasarkan
ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan
karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat.
dekomposisi mulai melambat dan suhu puncak dicapai. Setelah suhu puncak
terlewati, suhu bahan kompos mencapai kestabilan, dimana bahan lebih mudah
merombak selulosa dan hemiselulosa yang tersisa dari proses sebelumnya menjadi
38
termofilik. Bahan yang telah didekomposisi menurun jumlahnya dan panas yang
Pengomposan pada bahan yang memiliki rasio C/N tinggi seperti jerami padi atau
jerami gandum peningkatan temperatur tidak dapat melebihi 52oC. Keadaan ini
menunjukkan bahwa peningkatan temperatur juga tergantung dari tipe bahan yang
digunakan (Djuarnani dkk., 2005). Secara umum, bahan kompos yang diberikan
perlakuan telah mengalami proses pengomposan dengan baik. Hal ini dilihat dari
secara umum memiliki titik suhu maksimum lebih rendah, yaitu 34,67oC. Hal ini
juga sedikit sehingga suhu yang dihasilkan akan lebih rendah. Suhu maksimum
mesofilik hidup dengan baik pada perlakuan ini dan akan merombak selulosa dan
kematangan kompos. Suhu secara umum yang dihasilkan pada penelitian ini telah
Berdasarkan Tabel 4.3 berat dan kadar air kompos tidak menunjukkan
beda yang nyata pada masing-masing perlakuan. Oleh karena itu, pemberian
dekomposer tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter berat dan
kadar air kompos. Kadar air secara umum yang dihasilkan pada penelitian ini
struktur dilakukan pada hari ke-1 pengomposan dan setelah masa inkubasi
kompos berakhir, yaitu pada saat minggu ke-6 hari ke-43. Berdasarkan
pengamatan pada hari ke-1, bahan kompos beraroma busuk (menyengat) karena
bahan utama kompos berasal dari jerami yang telah direndam dengan air terlebih
dahulu. Warna bahan kompos yaitu dominan berwarna coklat karena bahan
kompos yang digunakan sebagian besar dari jerami. Struktur bahan kompos
masih keras dan utuh, karena belum mengalami proses dekomposisi. Sedangkan,
mengalami perubahan. Aroma dan bahan kompos sudah tidak memiliki aroma
yang menyengat serta telah beraroma seperti tanah. Warna dan struktur bahan
(Lampiran 2 dan Foto 2B). Aroma, warna, dan struktur secara umum yang
dihasilkan pada penelitian ini telah sesuai dengan kualitas dan kematangan
pada D1 yang rendah namun N-total yang tertinggi, sedangkan C-organik pada D0
yang tinggi namun kadar N-total yang rendah. Rasio C/N yang dihasilkan pada
penelitian ini sangat dipengaruhi oleh kadar C-organik dan N-total. Proses
sehingga rasio C/N akan berkurang. Semakin tinggi kandungan N-total yang
terbentuk akan menyebabkan terjadi penurunan rasio C/N sehingga terjadi proses
menunjukkan dekomposisi tahap awal, rasio C/N lebih kecil dari pada 20
41
pH kompos (Tabel 4.4). Nilai pH secara umum yang dihasilkan pada penelitian ini
Sangat penting untuk mengetahui kadar garam yang terkandung dalam bahan
tersebut pada akhir pengomposan. Pengamatan kadar garam ini dilakukan karena
apabila nantinya kompos diaplikasikan memiliki kadar garam yang tinggi akan
adalah terjadinya tekanan osmosis dalam sel (internal) yang tinggi, sehingga
plasmolisis, sehingga air dalam tanaman bergerak keluar menuju larutan tanah
nilai yang berpengaruh nyata (Tabel 4.4), sehingga perlakuan tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kadar garam kompos. Adanya penambahan air ini
kompos dapat kita atur sesuai kondisinya.Cara yang paling umum dipakai untuk
5.1 Kesimpulan
(jerami 79%, kotoran sapi 20%, sekam 1%, danpenambahan 200 mL MOL nasi
basi) menunjukkan kualitas kompos terbaik yang ditunjukkan oleh tingginya total
populasi bakteri (8,95 x 108 spk g-1 kompos), kandungan C-Organik terendah
(22,37%), N-total tertinggi (1,76%) dan rasio C/N kompos cukup baik (16,99).
Nilai pH kompos menunjukkan hasil yang baik pula (6,49), dengan kadar garam
kompos menunjukan nilai yang sangat rendah (0-2%) serta ciri fisik kompos
terbaik yaitu berwarna coklat kehitaman, beraroma tanah, dan struktur yang
remah.
5.2 Saran
jerami 79%, kotoran sapi 20%, sekam 1% serta penambahan 200 mL MOL nasi
42
DAFTAR PUSTAKA
Harizena, I.N.D.2012. Pengaruh Jenis dan Dosis MOL terhadap Kualitas Kompos
Sampah Rumah Tangga.Skripsi. Konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan
Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Udayana.Denpasar.
43
44
Mathur, R.S. 1980. Use of Indigenous Materials for Accelarating Composting In.
Compost Technology. FAO Project Field Document No-13.
Muriani, N.W. 2011. Pengaruh Konsentrasi Daun Gamal (Gliricidia sepium) dan
Lama Fermentasi Terhadap Kualitas Larutan MOL. Skripsi. Program
Studi Ilmu Tanah, Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Udayana.
Parnata, A.S. 2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Sudjadi, M., I.M Widjik & M. Soleh. 1971. Penuntun Analisis Tanah. Lembaga
Penelitian Tanah Bogor, Bogor.
1 28,00 30,00 29,66 29,33 29,66 29,33 29,66 30,00 29,66 29,66
3 33,67 33,67 37,67 33,67 33,67 30,00 33,67 34,33 33,67 33,67
5 32,67 41,33 37,67 41,67 33,00 41,33 33,00 42,67 40,67 44,33
7 32,67 41,33 38,67 41,33 32,67 44,67 32,67 45,33 39,5 46,00
9 34,67 42,67 39,50 43,33 35,00 41,33 35,00 44,67 40,67 47,67
11 33,67 41,33 38,67 38,33 33,67 42,67 34,67 39,00 39,5 45,00
13 33,66 38,33 35,33 38,33 32,67 42,67 33,33 37,67 38,67 41,00
15 34,67 36,33 37,67 36,33 33,33 44,67 34,67 37,67 35,33 42,00
17 34,67 38,00 35,67 34,33 34,67 43,33 33,67 37,67 37,67 40,00
19 34,67 36,00 34,33 35,00 35,00 39,00 32,67 36,33 35,67 36,67
21 33,67 34,33 34,67 34,67 34,67 37,67 36,33 35,33 34,33 36,33
23 33,00 35,00 35,00 36,00 33,33 37,67 30,00 34,33 34,67 37,00
25 32,67 36,00 33,00 35,33 34,67 37,67 32,67 35,00 35,00 35,33
27 32,67 34,67 35,67 33,33 33,67 35,00 33,67 34,33 33,00 34,67
29 33,00 33,33 31,00 33,67 32,67 34,33 33,00 34,67 35,67 33,00
31 33,67 35,33 33,67 33,67 36,33 35,00 33,00 33,00 31,00 35,33
33 32,67 31,67 33,00 31,67 30,00 35,67 33,00 36,00 33,67 34,00
35 33,67 33,67 34,67 32,33 32,67 34,33 32,67 30,33 33,00 33,33
37 33,33 33,67 33,33 33,67 33,67 35,00 32,67 33,33 34,67 35,67
39 34,67 33,33 33,33 33,67 33,00 35,67 33,00 34,00 33,33 31,33
41 33,33 32,67 32,67 32,67 33,00 34,67 32,67 33,33 33,33 34,00
43 29,66 30,00 29,66 30,00 29,33 30,00 30,00 30,00 29,66 30,00
47
Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
49
3.4 Contoh perhitungan Uji Beda Nyata Terkecil Taraf 5% untuk Populasi Total
Bakteri
2( KTacak )
BNT 0.05 (K) = t0,05(18) x
an
2(0,128)
= t0,05(18) x
5 x3
= 0,27
2( KTacak )
BNT 0.05 (D) = t0,05(18) x
bn
2(0,128)
= t0,05(18) x
2 x3
= 0,43
FK : ΣY...2 / abn
: 232,1202 / (5 x 2 x 3)
: 202,82
JK Total : ΣYijk2 – FK
: 27,00
: 0,81
JK Perlakuan : (ΣYij.2 / n) – FK
: 23,88
50
JK D : (ΣY.j.2 / an) – FK
: 24,310
JK K : (Σyi..2 / an) – FK
: 4,184
: 2,221
: 2,30
DB Total : abn – 1
: (2 x 5 x 3) – 1
: 29
DB Kelompok : n – 1
: 3–1
: 2
DB Perlakuan : ab – 1
: (2 x 5) – 1
: 9
DB D : a–1
: 2–1
: 1
51
DB K : b–1
: 5–1
: 4
: 9– 1 – 4
: 4
: 29– 2 – 9
: 18
: 0,813 / 2
: 0,42
: 23,885/ 9
: 2,65
KT D : JKD / DBD
: 24,310 / 1
: 24,31
KT K : JKK / DBK
: 4,184/ 4
: 1,05
: 2,221/ 4
: 1,16
52
: 2,303 / 18
: 0,13
: 0,407 / 0,128
: 3,18
: 2,654 / 0,128
: 20,76
: 1,046 / 0,128
: 8,18
: 1,046 / 0,128
: 8,180
: 1,115 / 0,128
: 8,72
Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
54
Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 22,470 22,700 27,610 25,978 25,730 124,488
D1 25,820 26,467 24,875 27,737 29,509 134,408
Jumlah 48,29 49,17 52,49 53,72 55,24
Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
55
Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 9,75 10,2 10,5 10,6 10,7 51,75
D1 9,9 12,25 10,59 10,75 11,3 54,79
Jumlah 19,65 22,45 21,09 21,35 22,00
Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
56
Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 89,208 97,511 105,411 99,640 110,520 502,289
D1 76,172 104,628 87,522 95,627 108,374 472,323
Jumlah 165,38 202,14 192,93 195,27 218,90
Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan decomposer
57
Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 89,574 84,510 81,300 78,312 75,330 409,026
D1 82,682 77,760 72,020 73,660 67,100 373,222
Jumlah 172,26 162,27 153,32 151,97 142,43
Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekompose
58
Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 1,250 3,800 4,040 4,220 4,370 17,680
D1 4,350 4,730 4,950 5,100 5,270 24,400
Jumlah 5,60 8,53 8,99 9,32 9,64
Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
59
Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 54,108 58,170 53,497 55,299 56,804 277,878
D1 52,082 49,681 49,286 49,716 50,995 251,759
Jumlah 106,19 107,85 102,78 105,02 107,79
Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan dekomposer
60
Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 19,210 19,640 19,780 19,750 20,170 98,550
D1 19,680 20,125 19,200 20,270 19,460 98,735
Jumlah 38,89 39,77 38,98 40,02 39,63
Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan decomposer
61
Perlakuan K1 K2 K3 K4 K5 Jumlah
D0 2,754 4,213 8,495 8,990 2,842 27,294
D1 7,348 5,454 7,921 4,985 7,607 33,315
Jumlah 10,10 9,67 16,42 13,98 10,45
Keterangan :
* = berpengaruh nyata (P<0,05)
K = paket kombinasi kompos
D = dekomposer
K x D = interaksi paket kombinasi kompos dengan decomposer
62
A. B.
Foto (Gambar) 1. Petak Percobaan di Lokasi Penelitian (A) dan Larutan MOL
Nasi Basi (B)
A. B.