Anda di halaman 1dari 12

Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.

php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

STUDI IDENTIFIKASI RASIO C/N PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK


SAYURAN SAWI, DAUN SINGKONG, DAN KOTORAN KAMBING
DENGAN VARIASI KOMPOSISI MENGGUNAKAN METODE
VERMIKOMPOSTING

Erickson Sitompul*), Irawan Wisnu Wardhana**), Endro Sutrisno**)


Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, S.H Tembalang, Semarang, Indonesia, 50275
Email : sitompulerickson@gmail.com

Abstrak
UU No. 18 Tahun 2008 memberikan acuan tentang “Pengelolaan Sampah”. Cara efektif dalam
mengurangi jumlah timbunan sampah dari sumbernya yaitu dengan memanfaatkan kembali
sampah organik menjadi kompos. Dalam penelitian, dilakukan pendekatan variasi C/N rasio
dengan komposisi bahan berupa sayuran sawi, daun singkong, dan kotoran kambing dengan
bantuan cacing sebagai faktor percepatan pengomposan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, hasil uji menunjukkan kandungan C dan N organik masuk kategori yang
dipersyaratkan Peraturan Menteri Pertanian no 28/Permentan/SR.130/52009. Kandungan C/N
Rasio yang terdapat pada reaktor B pada sampel akhir dengan hasil yang belum masuk kriteria
SNI 19-7030-2004.
Reaktor yang memiliki kandungan Rasio C/N terbaik terdapat pada reaktor A yang memiliki
nilai awal 13,37% , akhir 13,37 dan reaktor D dengan nilai awal 12,84 dan akhir 14,15. Kedua
raktor tersebut memiliki komposisi sayuran sawi dan daun singkong yang sama.

Kata kunci: vermicomposting, daun singkong, sayuran sawi, kotoran kambing

Abstract
[Study of Identification of Ratio C / N Processing Waste Organic Mustard Greens, Cassava
Leaves and Goat Dung using the Composition of Variation Vermicomposting]. Law of The
Republic of Indonesia No. 18 of 2008 to provide a reference on "Waste Management". How to
be effective in reducing the amount of landfill waste from the source that is by reusing organic
waste into compost.In research, the approach is a variation of C / N ratio of the material
composition in the form of mustard greens, cassava leaves, and goat manure with the help of
worms as a factor in the acceleration of composting. Based on the research conducted, the test
results show the content of organic C and N in the category required the Minister of Agriculture
No. 28 / Permentan / SR.130 / 52 009.The content of the C / N ratio contained in the reactor B
at the end of the sample results do not qualify SNI 19-7030-2004.
Reactors that contain C / N ratio the best there is in the reactor A which has the initial value of
13.37%, 13.37 and reactor end D with an initial value of 12.84 and ending 14.15. The second
reactor has a composition of cassava leaf and cabbage and the same.

Keywords: vermicomposting, cassava leaves, mustard greens, goat manure

1 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

PENDAHULUAN kompos (Setyawati et al. 2012). Bahan


Latar Belakang tersebut mempunyai kandungan air yang
Sumber sampah yang terbanyak tinggi, karhohidrat, protein, dan lemak.
berasal dari pemukiman dan pasar Ditambahkan oleh Ongkowijoyo (2011)
tradisional. Sampah pasar seperti pasar bahan tersebut juga mengandung serat,
sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, fosfor, besi, kalium, kalsium, vitamin A,
memiliki jenis yang relatifseragam. vitamin C, dan Vitamin K. Semua unsur
Sebanyak 95% berupa sampah organik. tersebut mempunyai fungsi yang bisa
Sampah yang berasal dari pemukiman membantu dalam proses pertumbuhan dan
umumnya lebih beragam tetapi secara perkembangbiakan tanaman sehingga
umum minimal 75% terdiri dari sampah sangat bagus dijadikan sebagai bahan baku
organik dan sisanya anorganik (Latifah et pembuatan kompos organik cair. Selain
al., 2012). mudah terdekomposisi, bahan ini juga
Bahan organik tidak dapat kaya akan nutrisi yang dibutuhkan
langsung digunakan atau dimanfaatkan tanaman (Latifah et al., 2012).
oleh tanaman karena perbandingan C/N Produksi tanaman singkong di
dalam bahan baku tersebut relative tinggi Indonesia sangat tinggi, menurut Badan
atau tidak sama denga C/N tanah. Nilai Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi
C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan tanaman singkong di Indonesia mencapai
organik mempunyai kandungan C/N 24.044.025 ton (BPS, 2012). Tingginya
mendekati atau sama dengan C/N tanah produksi tanaman singkong ini sebanding
maka bahan tersebut dapat digunakan atau dengan pemanfaatannya yang biasa
diserap tanaman. Prinsip pengomposan dijadikan sebagai bahan makanan. Umbi
adalah menurunkan C/N rasio bahan singkong biasanya hanya diambil
organik sehingga sama dengan tanah dagingnya untuk digoreng atau direbus
(<20). Dengan semakin tingginya C/N serta dijadikan tepung tapioka, sedangkan
bahan maka proses pengomposan akan bagian daunnya dijadikan sayuran.
semakin lama karena C/N harus Namun, daun singkong ternyata juga
diturunkan (Erickson et al., 2013). mengandung racun, yang dalam jumlah
UU No. 18 Tahun 2008 besar cukup berbahaya. Racun ini tidak
memberikan acuan tentang “Pengelolaan hanya dimiliki ketela-ketela yang termasuk
Sampah”. Cara efektif dalam mengurangi jenis beracun saja, tetapi semua jenis
jumlah timbunan sampah dari sumbernya ketela memilikinya. Racun ketela yang
yaitu dengan memanfaatkan kembali selama ini telah kita kenal baik adalah
sampah organik menjadi kompos sianida, yang bila mengonsumsi pada
(Maulana, 2011). jumlah besar akan mengakibatkan kepala
Sampah sayuran mengandung pening-pening, mual, perut terasa perih,
senyawa dan berbagai bakteri pengurai. badan gemetar, bahkan pingsan. Oleh
Senyawa dan bakteri tersebut dapat karena itu diperlukan pemanfaatan lain
meningkatkan kesuburan tanah dengan dari daun singkong, yang salah satunya
cara menyediakan unsur ha ra yang adalah dengan vermekomposting (Sulusi
dibutuhkan oleh tanah. Bahan tersebut Prabawati dkk., 2011).
dapat dijadikan sebagai kompos organik Kambing merupakan salah satu
dengan mencampurkan berbagai hewan yang mampu beradaptasi dengan
komponen bahan-bahan tertentu (Anwar et baik diberbagai kondisi lingkungan.
al., 2008). Kambing tersebar luas di wilayah
Sampah organik sayur sawi Indonesia. Kegunaan kambing umumnya
mengandung unsur-unsur yang bisa dimanfaatkan dagingnya. Namun, di
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan Indonesia akhir-akhir ini sudah
2 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

berkembang pesat peternakan kambing yang dibutuhkan tanaman. Tingginya


yang memproduksi susu sebagai produk kandungan nutrisi pada casting cacing
utama. Disamping produk berupa susu dan tanah dianggap berasal dari pencernaan
daging dari kambing, terdapat limbah yang dan mineralisasi bahan organik yang
dihasilkan dari usaha peternakan kambing mengandung nutrisi dalam konsentrasi
yaitu feses atau kotoran yang dihasilkan tinggi (Suparno et al., 2013).
kambing setiap harinya. Tekstur feses Vermikompos adalah kompos
kambing adalah sangat khas, karena yang diperoleh dari hasil perombakan
berbentuk butiran-butiran yang agak sukar bahan organic, yang dilakukan oleh
dipecah secara fisik sehingga berpengaruh cacing. Vermikompos merupakan
terhadap proses dekomposisi dan proses campuran kotoran cacing tanah dan sisa
penyediaan haranya. Hasil analisis yang media atau pakan cacing. Oleh karena itu
dilakukan oleh Hidayati dkk (2010), variasi pakan maupun komposisinya dapat
menyatakan bahwa total jumlah bakteri memepengaruhi kandungan C-Organik, N
yang terdapat pada kotoran kambing Total, dan Rasio C/N dari vermikompos
adalah 52 x106 cfu/gr, sedangkan total yang dihasilkan (Tharmaraj et al., 2011).
koliform mencapai 27,8 x 15106 cfu/gr. Berdasarkan permasalahan diatas,
Umumnya kotoran kambing mempunyai maka disusun rencana penelitian mengenai
C/N rasio diatas 30. Tiap satu ekor vermekomposting yang pakannya terdiri
kambing akan menghasilkan ± 4 kg dari kotoran kambing, sampah sayuran
fesesper harinya. Dilihat dari jumlah feses sawi, dan daun singkong.
yang dihasilkan serta tingginya rasio C/N
kotoran kambing, pengomposan Identifikasi Masalah
merupakan salah satu alternatif untuk Berdasarkan latar belakang
menurunkan C/N rasio mendekati C/N tersebut diperoleh permasalahan antara
rasio tanah sehingga aman untuk lain:
digunakan sebagai pupuk serta menambah 1. Umbi singkong biasanya hanya
nilai ekonomis dari kotoran ternak diambil dagingnya untuk digoreng
kambing yang bernilai ekonomis rendah. atau direbus serta dijadikan tepung
Metode pengomposan tradisional tapioka, sedangkan bagian daunnya
membutuhkan waktu sekitar 6 minggu, dijadikan sayuran. Namun, daun
namun metoda kompos biasa kurang singkong ternyata juga mengandung
efektif jika dibandingkan dengan metoda racun, yang dalam jumlah besar cukup
vermekomposting yang hanya berbahaya. Sedangkan sampah
mengandalkan aktivitas bakteri pengurai, organik sayur sawi mengandung
karena feses cacing tanah (casting) unsur-unsur yang bisa dimanfaatkan
merangsang pertumbuhan jumlah mikroba sebagai bahan pembuatan kompos.
penguraidan disamping itu casting juga Bahan tersebut mempunyai
merupakan nutrisi bagi mikroba tanah, kandungan air yang tinggi,
sehingga dengan adanya nutrisi tersebut karhohidrat, protein, dan lemak.
mikrobamampu menguraikanbahan 2. Pembuatan kompos dalam
organik dengan lebih cepat. Selain pengomposan biasa memerlukan
meningkatkan kesuburan tanah, casting waktu yang relatif lama, sehingga
juga dapat membantu proses penghancuran perluk metode pengomposan yang
limbah organik. Feses cacing tanah lebih efisien baik dari segi waktu,
(casting) yang menjadi kompos juga biaya maupun kualitas kompos yang
merupakan pupuk organik yang sangat dihasilkan. Salah satu metode
baik bagi tumbuhan, karena lebih mudah pengomposan yang lebih efisien
diserap dan mengandung unsur makro adalah dengan vermikomposting.
3 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

3. Pengaruh variasi volume pakan 1. Mengetahui kandungan kandungan C-


vermikomposting terhadap kandungan Organik, N Total dan rasio C/N
unsur hara makro dan rasio C/N vermikompos hasil vermikomposting
vermikompos yang dihasilkan. campuran daun singkong, sayuran
sawi dan kotoran kambing pada
Pembatasan Masalah masing-masing reaktor.
Pembatasan masalah pada penelitian ini 2. Mengetahui pengaruh variasi
adalah : komposisi pakan pada masing-masing
reaktor terhadap kandungan C-
1. Penelitian ini hanya terbatas pada Organik, N Total dan rasio C/N dalam
pemanfaatan sampah daun singkong, vermikompos yang dihasilkan.
dan sayuran sawi yang dicampur 3. Mengetahui kandungan unsur hara
dengan kotoran kambing untuk makro C, N dan rasio C/N
dijadikan pupuk organik (kompos) vermikompos terbaik yang dihasilkan.
dengan metode vermikomposting.
2. Penelitian dilakukan dengan
METODOLOGI PERENCANAAN
menggunakan metode Tahapan perencanaan adalah sebagai
vermikomposting dengan berikut :
menggunakan 6 kotak sebagai tempat
vermikompos, masing-masing kotak
memuat variasi komposisi pakan
cacing tanah.Penelitian vermikompos
dilakukan hingga pakan habis.
3. Dilakukan uji laboratorium terhadap
kandungan C-Organik, N Total dan
rasio C/N dari hasil vermikomposting.

Perumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat dari
penelitian ini dapat diuraikan dengan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana kandungan C-Organik, N
Total dan rasio C/Nvermikomposting
campuran sampah sayuran sawi, daun
singkong dan kotoran kambing pada Gambar 1.
masing-masing reactor? Diagram Alir Penelitian
2. Bagaimana pengaruh variasi
komposisi pakan pada masing-masing
reaktor terhadap unsur hara HASIL DAN PEMBAHASAN
kandungan C-Organik, N Total dan Pelaksanaan Vermikomposting
rasio C/N vermikompos yang Selama vermikomposting, bahan
dihasilkan? organik yaitu sampah daun singkong dan
3. Bagaimana kandungan unsur hara sayuran sawi akan di letakkan kedalam 6
makro C, N dan rasio C/N (empat) Reaktor yang berbeda, 6 (dua)
vermikompos terbaik yang dihasilkan? Reaktor tersebut difermentasikan terlebih
dahulu dengan penambahan EM4 untuk
Tujuan mempercepat proses pembusukan.
Berdasarkan rumusan penelitian ini, maka Tahapan ini perlu dilakukan agar dapat
tujuan dari penelitian ini adalah :
4 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

memudahkan cacing tanah untuk hasil pengukuran kelembaban media


memakan sampah tersebut karena apabila adalah sebagai berikut :
sampah terbebut masih dalam bentuk
awalnya dapat mengakibatkan proses Tabel1.
vermikompos akan lebih lama karena Hasil Pengukuran Kelembaban
mempersulit cacing untuk memakan dan
mencerna makanan.
Fermentasi sebagai proses
pemecahan karbohidrat dan asam amino
secara anaerobik, yaitu tanpa memerlukan
oksigen. Senyawa yang dapat dipecah
dalam proses fermentasi terutama
karbohidrat, sedangkan asam amino hanya
dapat difermentasikan oleh beberapa jenis
bakteri tertentu (Ferdiaz, 1992).
Sedangkan Satiawihardja (1992)
mendefinisikan fermentasi dengan suatu
proses dimana komponen-komponen
kimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya Pada Tabel 1, hasil pengukuran
pertumbuhan maupun metabolisme kelembaban dari hari ke-0 sampai hari ke-
mikroba. Pengertian ini mencakup 11 penelitian dapat dilihat nilai
fermentasi aerob dan anaerob. Fermentasi kelembaban yang dihasilkan, dimana:
dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang a. Kelembaban dengan nilai maksimum
berkualitas rendah serta berfungsi dalam yaitu 90%
pengawetan bahan dan merupakan suatu b. Kelembaban dengan nilai minimum
cara untuk menghilangkan zat antinutrisi yaitu 80%
atau racun yang terkandung dalam suatu c. Penurunan dan kenaikan kelembaban
bahan makanan. selama penelitian terjadi pada
Oleh karena itu, penelitian dengan kisaran 80%-90%
Metode Vermikomposiniperlu dilakukan d. Rata-rata nilai kelembaban pada
sebagai salah satu referensi pemecahan penelitian ini
masalah penumpukan sampah daun 1. Reaktor 1 : 87,5 %
singkong dan sampah sayuran di 2. Reaktor 2 : 85,3 %
lingkungan sekitar desa penelitian. Selain 3. Reaktor 3 : 87,5 %
itu agar dapat mengetahui seberapa 4. Reaktor 4 : 86,25 %
bergunanya metode ini mampu mengubah 5. Reaktor 5 : 86,25 %
sampah organik daun sayuran dan sampah 6. Reaktor 6 : 87,5 %
sayuran menjadi pupuk organik dengan Secara keseluruhan dari hasil perubahan
bantuan cacing tanah (Lumbricus kelembaban menunjukan bahwa
terrestris). kelembaban media pada tiap-tiap Reaktor
Pemantauan dan pengukuran selama proses vermikomposting tidak
kelembaban selama proses terjadi perubahan secara signifikan.
vennikomposting dilakukan setiap hari Hampir semua media, kelembabannya
sekali. Alat yang digunakan untuk berkisar antara 80% — 90%. Dominguez
mengukur kelembaban adalah termo-hygro et al. (1997a) dalam Ilyas (2009)
meter. Pengukuran kelembaban dilakukan menemukan bahwa kisaran kelembaban
untuk mengetahui kelembaban media yang terbaik adalah 80-90%. Kelembaban
selama proses vermikomposting. Data yang rendah dapat menyebabkan cacing
tanah menjadi pasif. Faktor-faktor
5 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

penyebab kelembaban mencapai 80%-85% a. suhu dengan nilai maksimum yaitu


selama penelitian antara lain karena 25°C
sampah sayur yang digunakan dalam b. suhu dengan nilai minimum yaitu
penelitian berupa sampah sawi, kol dan 24°C
Seledri, dimana sampah sayur tersebut c. Penurunan dan kenaikan suhu selama
rata-rata mempunyai kadar air yang tinggi. penelitian terjadi pada kisaran 24-
Berikut data kelembaban tiap Reaktor 25°C
selama penelitian ini yang ditunjukkan d. Rata-rata nilai suhu pada penelitian ini
dalam grafik. Reaktor 1 : 24,41°C
Reaktor 2 : 24,58°C
Reaktor 3 : 24,5°C
Reaktor 4 : 24,58°C
Reaktor 5 : 24,66°C
Reaktor 6 : 24,58°C
Secara keseluruhan dari hasil
perubahan suhu menunjukan bahwa suhu
media pada tiap-tiap Reaktor selama
Gambar 1. proses ‘vermikomposting tidak terjadi
Pengukuran Kelembapan pada Proses perubahan secara signifikan. Selama
Pengomposan proses verrnikomposting suhu pada media
berfluktuasi antara 24-25°C pada masing-
masing Reaktor. Suhu selama proses
Pemantauan dan pengukuran suhu mengindikasikan adanya panas yang
selama pmses vermikomposting dilakukan dilepaskan oleh mikroorganisme sebagai
setiap hari sekali. Alat yang digunakan hasil dari reaksi oksidasi, diantaranya
untuk mengukur suhu sama seperti untuk adalah bakteri mesofil (Anjangsari,2010).
mengukur kelembaban yaitu termo- hygro Selain itu, suhu pada media juga
meter. Pengukuran suhu dilakukan untuk dipengaruhi oleh kelembaban. Semakin
mengetahui suhu media selama proses tinggi tingkat kelembaban, maka semakin
vermikomposting. Data hasil pengukuran turun suhu media (semakin dingin). Grafik
suhu media adalah sebagai berikut : yang menunjukkan data suhu tiap Reaktor
Tabel 2. sebagai berikut:
Hasil Pengukuran Suhu

Gambar 2.
Grafik Perbandingan Suhu Tiap
Reaktor
Pada tabel 2, hasil pengukuran Pada gambar grafik di atas
suhu dari hari ke-0 sampai hari ke-11 menunjukan grafik nilai pengukuran suhu
penelitian dapat dilihat nilai suhu yang yang terjadi dengan suhu tertinggi yaitu
dihasilkan, dimana: 25ºC sedangkan suhu siang terendah
6 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

sendiri yaitu 24 ºC. Suhu tersebut bakteri EM4 . Berikut hasil pengukuran
diakibatkan oleh suhu di desa Dalangan kadar air dapat dilihat pada tabel berikut
yang memang selalu rendah yaitu hanya ini.
mencapai 24-26°C pada saat siang hari. Tabel 4.
Pengukuran pH pupuk kompos Pengukuran Kadar Air
pada proses vermikomposting berfungsi
untuk mengetahui apakah pH pupuk
kompos tersebut telah memenuhi kualitas
baku mutu sesuai dengan persyaratan
pupuk pada Peraturan Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor 70/ Permentan/
SR.140/10/2011. Berikut ini merupakan
hasil dari pengukuran pH pupuk kompos.
Tabel 3.
Pengukuran Derajat Keasaman (pH) Keterangan :
A = Berat Cawan (mg)
B = Berat Cawan + Sampel awal (mg)
C = Berat Cawan + Sampel Sesudah
Dikeringkan (mg)
D = Berat Sampel awal (mg)
E = Berat Sampel sesudah dikeringkan
(mg)
F = Berat yang hilang sesudah dikeringkan
(mg)
G = Kadar air %

Dari tabel 3. menunjukkan bahwa Kandungan Unsur Hara Makro C-


nilai pH pupuk kompos tersebut berada Organik, N-Total dan Rasio C/N
dalam pH yang stabil yaitu di angka pH 7- Vermikompos
8 . Dari hasil pengukuran pH tersebut, Nilai C-Organik vermikompos
dapat ditarik kesimpulan bahwa variasai hasil vermikomposting dibandingkan
pakan tiap Reaktor mempengaruhi nilai dengan standar persyaratan Kualitas
dari PH. Pada penelitian ini Nilai pH hasil Kompos menurut SN1 19-703 0-2004:4
dari vermikomposting tersebut telah sesuai dan Peraturan Menteri Pertanian no
dengan standar nilai pH kompos yang 28/Permentan/SR.130/5/2009. Hasil
telah ditetapkan oleh Permentan perbandingan nilai C Organik dapat dilihat
No.70/Permentan/SR.140/10/2011 pada pada tabel sebagai berikut:
range pH (4-9). Pada tabel 4.3, hasil Tabel 5.
pengukuran pH dari hari ke-0 sampai hari C-Organik Vermikompos
ke-11 penelitian dapat dilihat nilai pH
yang dihasilkan adalah 7,10 – 7,84.
Pengukuran Kadar Air selama
proses vermikomposting dilakukan pada
saat pengawetan sampel. Pengawetan
sampel dilakukan dengan memanaskan
sampel didalam oven hingga sampel
menjadi kering,hal ini untuk menghentikan
siklus fermentasi yang masih terjadi akibat
7 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

Berdasarkan dari tabel 5, nilai C Tabel 6.


Organik vermiikompos jika dibandingkan Rasio C/N Vermikompos
dengan standar persyaratan Kualitas
Kompos menurut SNI 19-7030-2004, pada
sampel Reaktor C akhir belum memenuhi
persyaratan. Sedangkan jika dibandingkan
dengan Peraturan Menteri Pertanian no
28/Permentan/SR.130/5/2009 nilai C
Organik vermikompos pada semua sampel
sudah memenuhi persyaratan.
Nilai N-total vermikompos hasil
vermikomposting dibandingkan dengan Dilihat dari tabel 4.7, nilai rasio
standar persyaratan Kualitas Kompos C/N vermikompos jika dibandingkan
menurut SNI 19-7030-2004:4 dan dengan standar persyaratan Kualitas
Peraturan Menteri Pertanian no Kompos memurut SNI 19-7030-2004:
28/Pennentan/SR.130/5/2009. Hasil sampel akhir reaktor B belum memenuhi
perbandingan nilai Nitrogen total dapat persyaratan. Sedangkan jika dibandingkan
dilihat pada tabel sebagai berikut: dengan Peraturan Menteri Pertanian no
Tabel 6.Nitrogen Total Vermikompos 28/Permentan/SR.130/5/2009 nilai rasio
C/N tidak ada yang memenuhi
persyaratan.
Nilai rasio C/N yang terlalu rendah
biasanya akan terjadi dikomposisi yang
sangat cepat tetapi selanjutnya kecepatan
tersebut akan menurun karena kekurangan
C sebagai sumber energi. Rasio C/N
dibawah 20, kelebihan N akan cenderung
menguap dari tumpukan dalam bentuk gas
Dilihat dari tabei 6, nilai nitrogen NH3 (Cooperband, 2000).
total vermikompos jika dibandingkan
dengan standar persyaratan Kualitas Analisis Pengaruh Variasi Komposisi
Kompos menurut SNI 19-7030-2004, Pakan Terhadap Kandungan Unsur
semua sampel sudah memenuhi Hara Makro C-Organik, N-Total dan
persyaratan. Sedangkan jika dibandingkan Rasio C/N Vermikompos
dengan Peraturan Menteri Pertanian no Setelah dibandingkan dengan
28/Permentan/SR.130/5/2009 nilai standar persyaratan Kualitas kompos SNI
nitrogen total vermikompos semua sampel 19-7030-2004 dan Peraturan Menteri
juga telah memenuhi. Pertanian no 28/Permentan/SR.130/52009,
Nilai rasio C/N vermikompos hasil selanjutnya di analisis pengaruh variasi
vernfikornposting dibandingkan dengan waktu pengomposan dan variasi waktu
standar persyaratan Kualitas Kompos vermicomposting terhadap Nilai C-
menurut SNI 19-7030-200424 dan Organik vermikompos pada Reaktor A,
Peraturan Menteri Pertanian no Reaktor B, Reaktor C, Reaktor D, Reaktor
28/Permentan/SR.130/5/2009. Hasil E, dan Reaktor F.
perbandingan nilai rasio C/N dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut:

8 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

dari hasil C-Organik reaktor C yang naik


dari sampel awal yang bernilai 31,86%.
Setelah dibandingkan dengan
standar persyaratan Kualitas kompos SNI
19-7030-2004 dan Peraturan Menteri
Pertanian no 28/Permentan/SR.130/52009,
selanjutnya di analisis pengaruh variasi
waktu pengomposan dan variasi waktu
vermicomposting terhadap Nilai C-
Gambar 3. Organik vermikompos pada Reaktor 1,
Kandungan C-Organik Reaktor 2, Reaktor 3, Reaktor 4, Reaktor
Dari grafik 3 diketahui bahwa 5, dan Reaktor 6.
kandungan C-Organik reaktor B
mempunyai kandungan yang tinggi, hal ini
karena komposisi dari bahan kompos yang
digunakan yaitu mempunyai kandungan
limbah sayur sawi yang banyak yaitu
berkisar 30% dari komposisi bahan
kompos. Menurut Damayanti (2016)
menjelaskan bahwa Kandungan C Organik
akan lebih tinggi ketika peningkatan
limbah sayur dengan dikombinasikan
Gambar 4.
dengan rumen.
Kandungan N-Total
Pada gambar diatas, dapat dilihat
Berdasarkan grafik diatas, reaktor
pula apabila saat fermentasi pakan terjadi
B mempunyai kandungan nilai N-Total
penurunan kandungan C-Organik.
yang tinggi, ini disebabkan oleh komposisi
Penurunan C-Organik terjadi karena pada
limbah sayur sawi lebih besar,
saat proses fermentasi ini berlangsung
dibandingkan dengan limbah batang
disimilasi senyawa senyawa organik yang
pisang dan kotoran sapi. Permen Pertanian
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme
no 28/Permentan/SR.130/5/2009,Bahwa
(Sulistyaningrum, 2008). Penurunan yang
standart maksimal adalah 5,99%,dan
terjadi dalam analisisi diatas didapatkan
menurut SNI (%) 19-7030-2004 bahwa
pada reaktor A, B, D, E, dan F. Proses
standar minimal adalah 0,4% . Sesuai
penurunan tersebut dapat diistilahkan
dengan hasil penelitian dijelaskan bahwa
dengan proses disimilasi merupakan reaksi
kandungan N-Total telah memenuhi
kimia yang membebaskan energi melalui
standart. Hal ini terjadi karena karena di
perombakan nutrien. Pada proses
dalam proses fermentasi, senyawa N
disimilasi, senyawa substrat yang
menjadi nutrisi bagi bakteri. Hal tersebut
merupakan sumber energi diubah menjadi
disebabkan karena kadar nitrogen
senyawa yang lebih sederhana atau tingkat
dibutuhkan mikroorganisme untuk
energy.
memelihara dan pembentukan sel tubuh.
Dari hasil pengomposan
Semakin banyak kandungan nitrogen,
menunjukan hasil yang tidak memenuhi
maka akan semakin cepat bahan organik
persyaratan kandungan C-Organik adalah
terurai, karena mikroorganisme yang
sampel akhir Reaktor C yg bernilai
menguraikan bahan kompos memerlukan
33,66%. Hasil C Organik yang tidak
nitrogen untuk perkembangannya (Sriharti,
memenuhi persyaratan ini dapat
2008).
diakibatkan sampel terkontaminasi oleh
bahan selain cascing, Hal ini dapat diliat
9 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

Penurunan N-Total juga terjadi sedangkan rasio C/N pada kascing yang
pada kondisi panen kascing, karena dihasilkan berada pada rentang nilai
dimungkinkan adanya konsumsi nitrogen 9,97%– 14,45%. Dengan demikian, dapat
oleh cacing yang diubah menjadi bentuk disimpukan bahwa rasio C/N kascing
protein (Fernandez-Gomez, 2010). sudah memenuhi kriteria kompos SNI 19-
Sedangkan peningkatan N-Total yang 7030-2004, dan Tchobanoglous
terjadi dikarenakan penambahan nitrogen (1991),yaitu reaktor A, C, D, E, dan F.
yang dilakukan oleh mikroorganisme dan Sedangkan reaktor B belum memenuhi
cacing (Rahmawati, 2016). pada sampel akhir dimana nilai rasio C/N
Penurunan kandungan N juga dapat mengalami penurunan dari 12,22%
diperngaruhi oleh komposisi C/N rasio menjadi 9,97%. Sedangkan menurut
dari bahan kompos itu sendiri. Salundik standar Rasio C/N (%) Permen Pertanian
(2006) menyatakan rasio C/N bahan no 28/Permentan/SR.130/5/2009 yaitu
Organik (bahan baku kompos) merupakan yang berkisar dari 15% hingga 25%,
faktor penting dalam laju pengomposan. kandungan rasio C/N reaktor A, B, C, D,
Rasio C/N bahan organik yang terlalu E, dan F belum memenuhi.
tinggi menyebabkan proses pengomposan Dan yang memiliki kandungan
berlangsung lambat, keadaan ini terbaik terdapat pada reaktor A yang
disebabkan mikro organisme yang terlibat memiliki nilai awal 13,37% , akhir 13,37
dalam proses pengomposan kekurangan dan reaktor D dengan nilai awal 12,84 dan
Nitrogen (N) sementara rasio yang terlalu akhir 14,15. Kedua raktor tersebut
rendah akan menyebabkan kehilangan memiliki Komposisi sayuran sawi dan
Nitrogen dalam bentuk amonia yang daun singkong yang sama.
selanjutnya akan teroksidasi (Salundik,
2006).
Setelah dibandingkan dengan KESIMPULAN
standar persyaratan Kualitas kompos SNI Kesimpulan dari hasil penelitian Studi
19-7030-2004dan Peraturan Menteri Identifikasi Rasio C/N Pengolahan
Pertanian no 28/Permentan/SR.130/52009, Sampah Organik Sayuran Sawi, Daun
selanjutnya di analisis pengaruh variasi Singkong, dan Kotoran Kambing Dengan
waktu pengomposan dan variasi waktu Variasi Komposisi Menggunakan Metode
vermicomposting terhadap Nilai rasio C/N Vermikompostingadalah sebagai berikut:
vermikompos pada ReaktorA, ReaktorB,
Reaktor C,ReaktorD, Reaktor E, dan 1. Kandungan unsur hara makro C-
Reaktor F organik, N-total dan Rasio C/N hasil
proses vermikomposting campuran
limbah sayuran sawi, daun singkong
dan kotoran kambing pada masing-
masing Kotak dibandingkan dengan
SNI 19-7030-2004 dan Peraturan
Menteri Pertanian no
28/Permentan/SR.130/52009 sebagian
sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Kandungan unsur hara
makro yang terdapat pada
Gambar 5. vermikomposting yaitu C-organik
Kandungan C/N Proses Vermicompost 21,73%-33,66%, N-total 1,84%-
2,61%, dan rasio C/N 9,97%-14,15%.
Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dapat
diketahui juga rasio C/N sebesar 10 – 30,
10 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

2. Berdasarkan nilai Rasio C/N yang DAFTAR PUSTAKA


didapat menunjukkan kotoran
kambing 60% memiliki hasil yang Hadisuwito S. 2012.Membuat Pupuk
lebih baik dibandingkan 70%, hal ini OrganikCair. Jakarta: PT.
ditunjukkan nilai Rasio C/N yang Agromedia Pustaka.
lebih tinggi. Latifah RN, Winarsih, Rahayu YS.
3. Reaktor yang memiliki kandungan 2012. Pemanfaatan Sampah
Rasio C/N terbaik terdapat pada Organik sebagai Bahan Pupuk
reaktor A yang memiliki nilai awal Cair untuk Pertumbuhan
13,37% , akhir 13,37 dan reaktor D Tanaman Bayam
dengan nilai awal 12,84 dan akhir Merah.JurnalLenteraBio 1:139-
14,15. Kedua raktor tersebut memiliki 144.
komposisi sayuran sawi dan daun Erickson Sarjono Siboro, Edu Surya, Netti
singkong yang sama. Herlina. 2013. Pembuatan Pupuk
Cair Dan Biogas Dari Campuran
Limbah Sayuran. Departemen
SARAN Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Saran dari penelitian Studi Universitas Sumatera Utara, Jl.
Identifikasi Rasio C/N Pengolahan Almamater Kampus USU Medan
Sampah Organik Sayuran Sawi, Daun 20155, Indonesia
Singkong, dan KotoranKambing Dengan Maulana NA. 2011. Kajian Awal
Variasi Komposisi Menggunakan Metode Pembuatan Pupuk Organik dari
Vermikomposting adalah sebagai berikut: Sampah Daun Kampus Memakai
Reaktor Biodigister[skripsi]. Jawa
1. Bagi penelitian selanjutnya dapat Timur: Fakultas Teknologi
menggunakan variasi pakan selain Industri, Universitas Pembangunan
sayuran akan tetapi limbah organik Nasional “Veteran”.
lainnya dapat dipergunakan. Anwar K,Fachriansah Rangga MP, Kifli
2. Bagi penelitian selanjutnya kandungan H, Ridha I Made, Lestari PP,
unsur hara mikro dapat juga dijadikan Wulandari H. 2008. Kombinasi
acuan sebagai standar kompos. Limbah Pertanian dan
3. Bagi Petani sebaiknya: Peternakan sebagai Alternatif
a. Sampah yang dihasilkan dari Pembuatan Pupuk Organik Cair
kegiatan yang ada di pertanian melalui proses Fermentasi
dan perkebunan terutama sampah Anaerob. Prosiding Seminar
organik tidak langsung dibuang Nasional Teknoin. Yogyakarta.
begitu saja ke TPA sehingga Bidang Teknik Kimia.
menambah kuantitas TPA itu Sulusi Prabawati dkk. 2011.Inovasi
sendiri Pengolahan Singkong
b. Menyediakan penampungan Meningkatkan Pendapatan dan
sampah khusus organik yang Diversifikasi Pangan. Badan
selanjutnya diolah menjadi pupuk Penelitian dan Pengembangan
vermikomposting yang dapat Pertanian, Jakarta.
mengurangi sampah organik serta Sucipto. 2012. Teknologi Pengolahan
dapat menambah pemasukan Daur Ulang Sampah
daerah dengan penjualan pupuk Suparno, Budi Prasetya, Abu Talkah, dan
organik yang dihasilkan dari Soemarno. 2013. Aplikasi
proses vermikomposting ataupun Vermikompos Pada Budidaya
dapat digunakan sendiri oleh para Organik Tanaman Ubijalar
petani.
11 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

(Ipomoea batatas L.). Universitas


Brawijaya, Malang, Indonesia.
Tharmaraj, K., P.Ganesh,
K.Kolanjinathan, R.S.Kumar dan
A.Anandan. 2011. Influence of
vermicompost and vermiwash on
physic-chemical properties of
rice cultivated soil. Curr. Bot.
2(3):18-21.
Badan Litbang Pertanian. 2011 . Pupuk
Organik dari Limbah Organik
Sampah Rumah Tangga. Edisi 3-9
Agustus 2011 No.3417 Tahun XLI
FIBL & IFOAM. 2013 . The World Of
Organic Agriculture. Swiss
Confederation
Sukmawati Suparhun et al. 2015.
Pengaruh Pupuk Organik Dan Poc
Dari Kotoran Kambing Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Sawi.
Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas
Tadulako, Palu.
Tri Ratna Ardiningtyas. 2013. Pengaruh
Penggunaan Effective
Microorganism 4 (Em4) Dan
Molase Terhadap Kualitas Kompos
DalamPengomposan Sampah
Organik Rsud Dr. R. Soetrasno
Rembang.Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang.

12 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing

Anda mungkin juga menyukai