Anda di halaman 1dari 10

Studi Keefektifan Pupuk Organik Kascing Melalui Analisis Kerapatan Populasi Mikroba serta Senyawa Kimia yang Terkandung

Maya, F. N.; Permanasari, Y.; Irma, T. W.; Asharo, R. K. dan Arofah, S. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 60111

ABSTRAK Kascing adalah merupakan bahan organik hasil dari kotoran cacing yang bercampur dengan tanah atau bahan organik lainnya. Pupuk kascing merupakan bahan organik yang cukup baik karena selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah khususnya pada tanah yang kurang subur. Sehubungan dengan latar belakang tersebut kami tertarik melakukan penelitian terkait pupuk organik Kascing yang merupakan hasil olahan limbah cacing dari budidaya cacing di daerah Pacet-Mojokerto. Penelitian ini dilakukan demi mencapai tujuan yaitu untuk mengetahui kerapatan populasi serta kandungan kimia pada pupuk organik kascing hasil. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada pupuk organik kascing sebagai sampel utama penelitian telah diketahui kerapatan populasi mikroba yang terkandung secara mendominasi yakni Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens yang tergolong bakteri dan Trichoderma sp. dan Aspergillus niger yang tergolong jamur. Semua mikroba yang berhasil diidentifikasi memiliki peran positif terhadap pertumbuhan tanaman dengan acuan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sehingga mampu membuat pupuk organik kascing semakin optimal dibandingkan pupuk organik biasa. Selanjutnya pupuk organik kascing juga memiliki kandungan kimia yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan tanaman diantaranya C organik, N, P, K, dan bahan organik lainnya. Dari hasil tersebut pupuk organik kascing dapat dinilai efektif bahkan lebih efektif dari pupuk organik biasa untuk proses pemupukan tanaman. Kata Kunci : Kascing, Kerapatan Populasi Mikroba, Senyawa Kimia

PENDAHULUAN Kascing adalah merupakan bahan organik hasil dari kotoran cacing yang bercampur dengan tanah atau bahan organik lainnya. Pupuk kascing merupakan bahan organik yang cukup baik karena selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah

khususnya pada tanah yang kurang subur seperti tanah jenis ultisol, juga tidak mempunyai efek negatif terhadap lingkungan yang terdapat pada daerah sub tropis basah dimana proses pelapukan sudah lanjut. Kandungan hara dan sifat kimia kascing lebih beragam dibanding dengan kompos dan pupuk organik

lainnya. Pupuk kascing merupakan bahan organik yang baik bagi pertumbuhan tanaman secara optimal karena selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah khususnya pada tanah-tanah yang kurang subur juga tidak memberi efek negatif terhadap lingkungannya. Pupuk kascing mengandung unsur hara seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe dan unsur lainnya yang dibutuhkan oleh tanaman (Simanjuntak, 2004). Palungkun (1999) menyatakan bahwa komponen-komponen biologis yang terkandung dalam pupuk kascing adalah hormon pengatur tubuh giberallin, sitokinin dan hormon auksin juga tidak mempunyai efek negatif terhadap lingkungan. Mineral yang ditemukan sebagai penyusun tanah, merupakan timbunan di setiap sisa tumbuhan, binatang, jasad mikro baik sebagian atau seluruhnya telah mengalami perobahan. Penyusun media hidup cacing tanah adalah bahan organik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Partikel kascing lebih kecil dari partikel tanah adalah bahan organik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Partikel kascing lebih kecil dari partikel tanah yang berukuran 0,002 2 mm dan baik untuk pertumbuhan tanaman karena mempunyai kandungan unsur hara yang tinggi. Menurut Eti Farda Husin (1997) kotoran cacing tanah lebih banyak mengandung mikro organisme, mineral mineral dan bahan organik dalam bentuk tersedia untuk dikonsumsi oleh tanaman dibanding tanah disekitarnya. Bahan organik kascing termasuk bahan pembenahan tanah yang berperan secara tidak langsung dalam meningkatkan ketahanan tanah terhadap proses erosi dan pencucian. Jika status bahan organik

tanah diperbaiki, maka stabilitas tanah akan meningkat sehingga tidak mudah terurai oleh tetetesan air hujan. Oleh karena itu perlu diupayakan agar pupuk yang diberikan kepada tanaman dimanfaatkan seoptimal mungkin. Menurut Stevenson dalam Farida (1995) bahan organik yang dibenamkan dalam tanah akan mempengaruhi unsur fisik, kimiawi dan biologis tanah, pengaruhnya terhadap sifat fisik tanah antara lain membuat struktur tanah lebih baik, memperbaiki aerasi tanah yang dapat membantu mencegah kekeringan tanah. Pengaruhnya terhadap sifat biologi tanah adalah meningkatkan aktifitas mikrobiologi tanah, baik mikroflora maupun mikrofauna. Sehubungan dengan latar belakang tersebut kami tertarik melakukan penelitian terkait pupuk organik Kascing yang merupakan hasil olahan limbah cacing dari budidaya cacing di daerah Pacet-Mojokerto. Penelitian ini dilakukan demi mencapai tujuan yaitu untuk mengetahui kerapatan populasi mikroba serta senyawa kimia yang terkandung pada pupuk organik kascing. Diharapkan dari hasil penelitian ini mampu digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya ataupun pengembangan inovasi terkait pupuk organik kascing. METODOLOGI Penelitian ini terdiri dari dua tahapan yakni penentuan kerapatan populasi mikroba yang terkandung dalam kascing serta anlisis kandungan senyawa kimianya yang dilakukan di laboratorium HPT, FP-Universitas Brawijaya.

Peremajaan dan Pemeliharaan Kultur Mikroba dari Kascing Dalam hal ini akan dilakukan pengkulturan dua jenis mikroba yakni jamur dan bakteri. Pada kultur mikroba berupa fungi dilakukan pada media Sabouraud Dextrose Agar yang padat dengan metode tuang. Sedangkan pada kultur mikroba berupa bakteri dilakukan pada media Tryptic Soy Agar yang padat dengan metode tuang. Pada kultur mikroba baik fungi maupun bakteri dilakukan pengkulturan dengan faktor pengenceran yang bervariasi. Didalam penggunaan metode spread plate dan pour plate sangat penting jika jumlah koloni yang tumbuh pada media agar tidak terlalu banyak, karena pada petri yang ditumbuhi koloni yang banyak, beberapa sel tidak dalam bentuk koloni tunggal sehingga dapat menimbulkan perhitungan yang salah. Jumlah koloni yang sangat sedikit juga tidak diharapkan karena secara statistik keakuratan hasil perhitungan jumlah koloni ini sangat rendah. Dalam penerapannya, secara statistik yang paling baik adalah menghitung jumlah koloni hanya jika pada media agar terdapat koloni antara 30 300 koloni. Untuk memperoleh jumlah koloni yang tepat, sampel yang akan dianalisa harus selalu diencerkan terlebih dahulu. Karena dalam penerapannya sangat sulit dilakukan pendugaan jumlah sel maka biasanya sangat penting untuk melakukan pengenceran lebih dari satu (Cappucino, 1987). Selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu ruang dalam inkubator. Identifikasi Mikroba Setelah proses inkubasi dilakukan untuk peremajaan dan pemeliharaan

kultur mikroba dilakukanlah identifikasi mikroba. Pada salah satu kultur mikroba baik jamur mapun bakteri diambil sedikit cuplikan untuk proses identifikasi mikroba. Untuk identifikasi bakteri, pengecatan Gram ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui morfologi mikroba bakteri dan untuk membedakan antara bakteri gram positif dan negatif, sehingga dapat ditentukan jenis bakteri yang tumbuh pada media. Preparat yang telah dilakukan pengecatan Gram selanjutnya diamati di bawah mikroskop. Untuk identifikasi tingkat spesies dilakukan sesuai identifikasi bakteri menggunakan metode Buchaman dan Gibbous (1974), sedangkan identifikasi jamur menggunakan slide cultur metode Funder (1953). Penghitungan Kerapatan Populasi Mikroba Penghitungan populasi bakteri ini dengan metode Total Plate Count (TPC). Jumlah bakteri per ml dapat ditentukan dengan menghitung koloni yang tumbuh dari masing-masing pengenceran hingga antara 30 300 koloni (Cappucino, 1987). Penentuan jumlah bakteri per mL dengan menggunakan rumus:

Analisis Kandungan Senyawa Kimia pada Kascing Analisis kandungan kimia yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia penyusun kascing melalui berbagai metode sesuai dengan senyawa kimia yang diharapkan sehingga potensi

kascing sebagai pupuk organik dapat HASIL DAN PEMBAHASAN

diketahui.

Uji Kerapatan Populasi Mikroba pada Kascing Tabel 1. Hasil Uji Kerapatan Populasi Mikroba pada Kascing Populasi No. Mikroba Keterangan Metode Pengujian (CFU/ml) 1. Bacillus subtilis 3.5 x 106 Bakteri 6 2. Pseudomonas fluorescens 6.6 x 10 Bakteri TPC 6 (Total Plate Count) 3. Trichoderma sp. 1.8 x 10 Jamur 6 4. Aspergillus niger 3.8 x 10 Jamur Pada kascing, bakteri yang dapat diisolasi dan diidentifikasi secara mendominasi adalah Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan Baharuddin, et al. (2005) pada penelitian Uji Efektivitas Formulasi Seed Coating Berbahan Aktif Bakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus subtilis untuk Pengendalian Penyakit Layu Fusarium (Fusarium Oxysporum) pada Tanaman Tomat mendapatkan kesimpulan bahwa formulasi terbaik diperoleh pada kombinasi Pseudomonas fluorescens dan Bacillus subtilis yang ditambahkan bahan perekat secara bersama-sama menyebabkan tidak ada serangan (0 %) hingga 63 hari setelah tanam, dibanding kontrol dengan intensitas serangan F. oxysporum 60 %, sedang formulasi P.fluorescen dan B.subtilis yang ditambahkan bahan adiktif secara terpisah memperlihatkan intensitas serangan lebih rendah (6,7 %) dibanding perlakuan yang tidak menggunakan bahan addiktip dengan intensitas serangan (13,3 %). Pseudomonas fluorescens yang hidup di daerah perakaran berperan sebagai jasad renik pelarut pospat, mengikat nitrogen dan menghasilkan zat pengatur tumbuh. Menurut Keet et al. (1990) bahwa Pseudomonas fluorescens mampu menghasilkan HCN (asam seanida) yang berfungsi sebagai toksin dan dapat menghalangi partumbuhan penyakit. Sedangkan Bacillus subtilis telah diuji kemampuannya untuk memproduksi vahan probiotik dan meningkatkan pertahanan sistem pada tanaman tomat juga bersifat fungitoxic pada patogen. Gupta et al. (1999) melaporkan bahwa Bacillus subtilis mampu menghambat pertumbuhan patogen sampai 38,7%. Berdasarkan hal diatas maka perlu diadakan penelitian dengan memformulasikan bakteri antagonis berbahan aktif agar supaya mudah dalam penanganan dan dapat bertahan lama dalam lingkungan. Berbagai penelitian pun telah dilakukan salah satunya oleh Bachri (2004), Bacillus sp. berpotensi dalam pengendalian cendawan Phytophthora palmivora penyebab penyakit busuk buah kakao. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rosita (2006), menunjukkan bahwa Pseudomonas flourescens dan Bacillus polymixa berpotensi dalam pengendalian penyakit akar gada pada tanaman caisin.

Selain itu, menurut Kloepper et al. (2004), kelompok Bacillus juga dikenal sebagai bakteri kelompok plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) yang mampu menginduksi pertumbuhan dan ketahanan

tanaman terhadap penyakit melalui berbagai mekanisme. Terbukti bahwa keberadaan Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens pada kascing akan lebih mengoptimalkan pertumbuhan tanaman.

Gambar 1. A. Bacillus subtilis; B. Pseudomonas fluorescens Pada kascing, Jamur yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi secara mendominasi adalah jamur Trichoderma sp. dan Aspergillus niger. Diketahui bahwa beberapa spesies Trichoderma mampu menghasilkan metabolit gliotoksin dan viridin sebagai antibiotik dan beberapa spesies juga diketahui dapat mengeluarkan enzim b-1,3-glukanase dan kitinase yang menyebabkan eksolisis pada hifa inangnya (Chet, 1987). Dalam beberapa penelitian yang dilakukan, Trichoderma sp. berperan sebagai mikoparasit terhadap Phytium apanidermatum, Rhizoctonia solani, dan Sclerotium ralfsii (Johnson and Curl, 1972, dalam Chet, 1987). Chet (1987), berpendapat bahwa bahwa mikoparasitisme dari Trichoderma sp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma sp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada Trichoderma sp. karena adanya rangsangan dari hifa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juga terkadang mempenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang (Elad et al.,1983, dalam Chet, 1987).

Gambar 2. A. Aspergillus niger; B. Trichoderma sp. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Viabilitas Mikroba Menurut Pelczar & Chan (2005) menjelaskan bahwa bertahan hidupnya suatu spesies dan kelangsungan pertumbuhannya di dalam komunitas biologis membutuhkan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan keadaan lingkungan. Adaptasi fenotipik merupakan respons mikroba terhadap perubahan terbatas yang bersifat sementara. Misalnya, banyak spesies mikroba dapat tumbuh dalam selang suhu yang luas, namun aktivitas metaboliknya tidak selalu sama pada suhu-suhu ekstrim di dalam selang tersebut. Misalkan Bacillus akan membentuk endospora sehingga resisten terhadap suhu yang tinggi dan menyebabkan dapat bertahan hidup lama. Setiap mikroba akan tumbuh dengan baik di dalam lingkungannya hanya selama kondisinya menguntungkan bagi pertumbuhan dan untuk mempertahankan dirinya. Begitu terjadi perubahan fisik atau kimiawi, seperti misal habisnya nutrien atau terjadinya perubahan radikal dalam hal suhu atau pH (Pelczar & Chan, 2005). Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi viabilitas mikroba menurut Pelczar & Chan (2005) antara lain : 1. Suhu Karena semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan karena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu, maka pola pertumbuhan bakteri dapat sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan Mikroba. Keragaman suhu dapat juga mengubah proses-proses metabolik tertentu serta morfologi sel. 2. Atmosfer gas Gas-gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri ialah oksigen dan karbon dioksida. Bakteri mamperlihatkan keragaman yang luas dalam hal respons terhadap oksigen bebas, dan atas dasar ini maka mudah sekali membagi mereka menjadi empat kelompok: aerobik, anaerobik, anaerobik fakultatif, dan mikroaerofilik. 3. Kemasaman atau kebasaan (pH) pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat masam atau sangat alkalin. Bagi kebanyakan spesies, nilai pH minimum dan maksimum ialah antara 4 dan 9. 4. Faktor lain-lain Beberapa kelompok bakteri mempunyai persyaratan tambahan.

Sebagai contoh, organismo fotoautotrofik (fotosintetik) harus diberi pencahayaan, karena cahaya adalah sumber energinya. Pertumbuhan bakteri dapat dipengaruhi oleh keadaan tekanan osmotik (tenaga atau tegangan yang terhimpun ketika air Analisis Kandungan Kimia pada Kascing

berdifusi melewati membran) atau tekanan hidrostatik (tegangan zat alir). Bakteri tertentu, yang disebut bakteri halofilik dan dijumpai di air asin, hanya tumbuh bila mediumnya mengandung konsentrasi garam yang tinggi.

Tabel 2. Hasil Analisis Kandungan Kimia pada Kascing (terhadap kering oven 105oC) No. 1. 2. Kode A B pH 1:2.5 H2 O 7.3 7.4 KCl 1N 7.2 7.3 C. organik 23.00 20.95 N. Total 1.10 1.05 Bahan Organik 39.80 36.25 P K Kadar Air 35 37

HNO3 + HClO4 0.24 0.18 0.11 0.09

Berdasarkan dinamika unsur hara dalam tanah, agar tanaman dapat tumbuh optimal maka beberapa unsur hara harus tersedia seperti halnya N, P, K, serta bahan organik lainnya. Nitrogen adalah unsur hara yang paling dinamis di alam. Ketersediaannya di tanah dipengaruhi oleh keseimbangan antara input dan output dalam sistem tanah. Unsur N mudah hilang dari tanah melalui volatilisasi atau perkolasi air tanah, mudah berubah bentuk, dan mudah pula diserap tanaman (Shellp 1987; Mattason dan Schjoerring 2002; Abdolzadeh et al. 2008). Tanaman menyerap unsur N dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Keberadaan NH4+ sangat dinamis karena mudah berubah bentuk menjadi nitrat nitrogen (NO3-) akibat proses nitrifikasi oleh organisme tanah (Mattason dan Schjoerring 2002; Setyorini dan Ladiyani 2008). Kekurangan N mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat dan kerdil, daun kuning, serta mempengaruhi

penyerapan P dan K dan pembentukan protein (Shellp 1987; Delvian 2006). Fosfor (P) adalah unsur hara yang tidak mudah bergerak (immobile) dalam tanah. Hara P di tanah tersedia dalam jumlah cukup bagi tanaman, tetapi karena sifatnya dinamis, bergantung pada reaksi tanah, sebagian terikat atau terfiksasi oleh oksida dan mineral liat membentuk Al, Fe, dan Ca- P atau oleh bahan organik (Tisdale et al. 1985; Wien 1997). Kekurangan P menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat akibat terganggunya perkembangan sel dan akar tanaman, metabolisme karbohidrat, dan transfer energi (Marshner 1986; Delvian 2006). Kalium (K) sebagai unsur hara esensial agak mobil seperti N. Cadangan K dalam tanah cukup banyak. Pada jerami padi, kandungan K mencapai 80% (Tandon dan Kimmo 1993; Makarim 2007). Meski hanya sebagian kecil K tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, hara K

mudah bergerak, terlindi, dan terikat oleh permukaan koloid tanah. Kekurangan K mempengaruhi sistem perakaran, tunas, pembentukan pati, dan translokasi gula (Wien 1997; Barker dan Pilbean 2006). KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada pupuk organik kascing sebagai sampel utama penelitian telah diketahui kerapatan populasi mikroba yang terkandung secara mendominasi yakni Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens yang tergolong bakteri dan Trichoderma sp. dan Aspergillus niger yang tergolong jamur. Semua mikroba yang berhasil diidentifikasi memiliki peran positif terhadap pertumbuhan tanaman dengan acuan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sehingga mampu membuat pupuk organik kascing semakin optimal dibandingkan pupuk organik biasa. Selanjutnya pupuk organik kascing juga memiliki kandungan kimia yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan tanaman diantaranya C organik, N, P, K, dan bahan organik lainnya. Dari hasil tersebut pupuk organik kascing dapat dinilai efektif bahkan lebih efektif dari pupuk organik biasa untuk proses pemupukan tanaman. DAFTAR PUSTAKA Abdolzadeh, A., K. Shima, H. Lambers, and K. Chiba. 2008. Change in uptake, transport and accumulation of ions in Nerium oleander (rosbebay) as affected by different nitrogen sources and salinity. Ann. Bot. 102(5): 735746.

Bachri, I. S. 2004. Potensi Bacillus sp. dalam Pengendalian Cendawan Phytophthora palmivora. Penyebab Penyakit Busuk Buah Kakao (Theobroma cacao L.). Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Baharuddin, Badawi dan Zaenab Masjkur. 2005. Uji Efektivitas Formulasi Seed Coating Berbahan Aktif Bakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus subtilis untuk Pengendalian Penyakit Layu Fusarium (Fusarium Oxysporum) pada Tanaman Tomat. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fapertahut UNHAS. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005. Baker, A.V. and D.J. Pilbean. 2006. Hunger sign in crops. In Handbook of Plants Nutrition 117. CRC Press. Buchaman, R.E. and N.E. Gibbous. 1974. Bergey,s Manual of Determinative Bacteriology. Waverly Press, Inc. Baltimore, USA. CSIRO. 1979, Composting. Discovering soil No 3, National Library of Australia Cataloguing in publication Entry. Cappucino, J.G. 1987. Microbiology a laboratory manual. The Benjamin Publishing Company, Inc. California. Chet, I. 1987. Trichoderma application, mode of action, and potential as a biocontrol agent of soilborne plant pathogenic fungi. In: I. Chet (ed.), Innovative Approaches to

Plant Diseases Control, pp. 137160. John Wiley &Sons: New York. Eti Farda Husin. 1997. Pendayagunaan Bioteknologi dalam Reklamasi Lahan Kritis di Daerah Tangkapan Air Singkarak Sumatera Barat. Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Farida Aryani. 1995. Pertumbuhan dan hasil tanaman tomat (Lycopersium esculentum. Mill) dengan perlakuan Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) dan Pupuk Organik Kascing pada Tanah Ultisol. Funder, S. 1953. Practical mycology manual for identification of fungi. Hafner Publishing Company, New York. Gupta V.P., H. Bochow, S, Dolej. I Fischer. 1999. Plant GrowthPromoting Bacillus subtilis Strain As Potential Inducer Of Systemic Resistance In Tomato Against Fusarium wilt. Istitute For Phytpathologi and Plant Protection, Faulity Of Agriculture ang Horticultural Sciencis, Humboldr- University Berlin, Dorfstrasisc 90- 13051. Berlin. Germany. Keet, C., Wirthner, P.H., Oberhansil, T. Haplustepts, Voisad C., Burger Hass, D. And Defago, G. 1990. Pseudomonas As Antagonists of Plant Pathogens In The Rhizosphere, Role of In antibiotic 2,4 Diactl Phloroglucinol In the Suppressuion Op Blck Rot Of Tabacco Symbiosis. g: 237 241.

Kloepper JW, Ryu CM, and Zhang S. 2004. Induced Systemic Resistance ang Promotion of Plant Growth by Bacillus spp. Phytopatology. 94: 1259-1266. Makarim, A.K. 2007. Aplikasi Ekofisiologi dalam Sistem Produksi Padi Berkelanjutan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Fisiologi Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 74 hlm. Marshner, H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Academic Press Inc., London. p.195-265 & 391407. Mattason, M. and J.K. Schjoerring. 2002. Dynamic and steady-atate responses of inorganic nitrogen pools and NH3 exchange in root nitrogen supply. Plant Physiol. 128(2): 742-750. Palungkun. 1999. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rabellus. Penebar Swadaya. Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Pres: Jakarta. Rosita DT. 2006. Pengaruh perlakuan dengan Pseudomonas flourescens dan Bacillus polymixa terhadap penyakit akar gada pada tanaman caisin. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Setyorini, D. dan R.W. Ladiyani. 2008. Cara cepat menguji status hara dan kemasaman tanah. www.litbang.deptan.go.id. Shellp, B.J. 1987. Plant characteristics and nutrient composition and mobility of brocoli supplied with

NH4+, NP3 or NH4NO3. J. Exp. Bot. Simajuntak, Dahlia. 2004. Manfaat Pupuk Organik Kascing dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) pada Tanah dan Tanaman. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian Volume 2, Nomor 1, April 2004: 4-7. Tandon, H.L.S. and I.J. Kimmo. 1993. Balanced Fertilizers Use. Its practical importance and guidelines for agriculture in the Asia-Pacific Region. United Nation, New York. 49 pp.

Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. Fourth Ed. Macmillan Publ. Co., New York. 754 pp. Wien, H.C. 1997. The Physiology of Vegetable Crops. Department of Fruit and Vegetables Science, Cornell University of Thaca, New York. CAB International.

Anda mungkin juga menyukai