Originality Assessment
Overall Similarity: 0%
Date: Jan 29, 2021
Statistics: 0 words Plagiarized / 9905 Total words
Remarks: No similarity found, your document looks healthy.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara pertanian yang memiliki
kesuburan dan kerusakan tanah serta telah mengalami penurunan produktivitas. Penyebab
diantaranya adalah ketidakseimbangan hara dalam tanah, pengurasan dan defisit hara,
penurunan kadar bahan organik tanah, peningkatan lapisan tapak bajak, pencemaran oleh
bahan agrokimia dan limbah, penurunan populasi atau aktivitas mikroba dan
pertanian ini juga terjadi Provinsi Sumatera Barat khususnya di wilayah Kabupaten Padang
Pariaman. Kabupaten Padang Pariaman memiliki luas wilayah sebesar 1.328,79 Km2 yang
terdiri dari 17 Kecamatan. Luas wilayah tersebut meliputi hutan seluas 28,49%, wilayah
perkebunan seluas 26,40% dan sawah seluas 21,38% dari luas Kabupaten Padang Pariaman.
sektor pertanian dan perkebunan seperti padi, cokelat, pala, kelapa, kelapa sawit, pinang
serta berbagai jenis buah-buahan dan umbi-umbian lainnya(Padang Pariaman, 2013). Pada
sektor pertanian dan perkebunan, penggunaan pupuk anorganik dijadikan sebagai bahan
tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil panen yang memuaskan. Namun, berbagai
jenis pupuk anorganik yang beredar di pasaran memiliki berbagai kelemahan yaitu harga
pupuk yang mahal dan sifat dari pupuk tersebut yang tidak ramah terhadap lingkungan
karena dapat merusak struktur tanah (Sulistiani, 2014). Mengingat bahaya penggunaan
petani yang bergerak di sektor pertanian dan perkebunan untuk menggunakan pupuk
organik yang lebih ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil produksi (susi, 2015).
Pupuk organik biasanya terbuat dari bahan-bahan organik yang dapat diperoleh dari
lingkungan sekitar. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik adalah
sampah organik seperti dedaunan, kotoran ternak maupun limbah organik (Sulistiani,
2014). Saat ini banyak petani perkebunan pinang di Kabupaten Padang Pariaman yang
menghasilkan limbah sabut pinang dari hasil panen belum memanfaatkan limbah tersebut
secara efisien. Komposisi kimia utama dari serat kulit pinang adalah 53,20%alfa selulosa
32,98% hemi selulosa, lignin 7,20% dan 4,81% dari bahan lain tetap berad di serat kulit
pinang (Fatimah dkk, 2015). Menurut Halim (2020), selulosa merupakan karbohidrat yang
utama yang disintesis oleh tanaman serta hampir 60% adalah komponen penyusun struktur
pada kayu. SedangkanMenurut Setiadi (2011), lignin merupakan salah satu komponen
kimia penyusun dindng sel kayu selain selulosa dan hemiseluosa. Lignin memiliki fungsi
sebagai perekat alami yang mengikat sel-sel serat agar tetap bersamaan. Jumlah produksi
pinang yaitu 314.143,54 ton/tahun dengan luas kawasan produksi 54.125 Ha (Padang
Pariaman, 2013). Semakin banyak produksi biji pinang, maka semakin banya pula limbah
yang dihasikan. Kulit pinang merupakan limbah dari tanaman pinang, karena kulit pinang
dianggap sebagai bagian tak berguna dan penangannya masih belum maksimal. Selain
pertanian dan perkebunan, Kabupaten Padang Pariaman juga memiliki industri kecil sampai
dengan menengah,salasatunya yaitu industri tahu. Produk sampingan dari industri tahu
yaitu berupa ampas tahu. Ampas tahu merupakan hasil sisa pemerasan bubur kedelai yang
mempunyai kandungan nutrisi yang relatif tinggi. Kandungan nutrisi pada ampas tahu
yaitu: air 82,69%, abu 0,55%, lemak 0,62%, protein 2,42% dan karbohidrat 13,71% (Widiarti
dkk., 2012). Menurut Khare, dkk (1995) dari satu kilogram kedelai yang diproses dalam
pembuatan tahu akan menghasilkan 1,1 kg ampas tahu. Limbah tahu mengandung unsur
hara N 1,24%, P2O5 5,54%, K2O 1,34% dan C-Organik 5,803% yang merupakan unsur hara
vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman dan luas daun yang telah difermentasi dapat
2008). Penelitian tentang pemanfaatan limbah buah pinangdan ampas tahu sebagai pupuk
organik cair, belum banyak dilakukan. Salah satunya yaitu penelitian Rosalina dan Ihsan
(2019), menyatakan bahwa limbah kulit buah pinang dan batang sagu berpotensi sebagai
bahan baku pembuatan pupuk organik cair (POC). Asmoro, dkk (2018) memanfaatkan
ampas tahu dan kemudian diaplikasikan pada pertumbuhan caisim (Brassica Chinensis) dan
berpengaruh nyata terhadap peningkatan berat besar caisim tanpa akar. Oleh karena itu,
mengenai“Pemanfaatan Sabut Buah Pinang dan Ampas Tahu Sebagai Pupuk Organik
masalah yang di dapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Limbah sabut pinang
dan ampas tahu belum termanfaatkan secara efisiensebagai kompos 2. Kerusakan struktur
tanah karena pemakaian pupuk anorganik yang berkelanjutan 1.3 Batasan Masalah Pada
penelitian ini, penulis membatasi masalah yang akan dibahas agar penelitian yang
dilakukan lebih terarah. Adapun batasan masalah, yaitu: 1. Pembuatan pupuk cair organik
digunakan adalah komposter sederhana untuk mengolah limbah sabut pinang dan ampas
tahu menjadi pupuk organik cair (POC). 3. Sampel yang akan diuji yaitu pupuk cair yang
dihasilkan pada saat pengomposan. 4. Pupuk yang dihasilkan akan diuji pada 5 parameter
uji yaitu nilai pH, C-Organik, Nitrogen, Fosfor, dan Kalium.dengan KEPMEN Pertanian RI No.
261 Tahun 2019. 1.4 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dapat dirangkum,
yaitu: 1. Apakah limbah sabut pinang dan ampas tahu hasil pengomposan dapat dijadikan
sebagai Pupuk Organik Cair (POC) sesuai standar KEPMEN Pertanian RI No. 261 Tahun
2019? 2. Berapa komposisi limbah sabut pinang dan ampas tahu yang tepat untuk
menghasilkan pupuk cair yang sesuai dengan standar KEPMEN Pertanian RI No. 261 Tahun
2019? 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah,
adalah: 1. Mengetahui limbah sabut pinang dan ampas tahu hasil pengomposan dapat
dijadikan sebagai Pupuk Organik Cair (POC) sesuai standar KEPMEN Pertanian RI No. 261
Tahun 2019. 2. Mengetahui komposisi limbah sabut pinang dan ampas tahu yang tepat
untuk menghasilkan pupuk cair yang sesuai dengan standar KEPMEN Pertanian RI No. 261
Tahun 2019. 1.6 Manfaat Penelitian Berikut merupakan manfaat yang dapat diambil dari
penelitian, terdiri dari: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat bermanfaat untuk
meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang limbah sabut pinang dan ampas tahu
dalam pemanfaatannya untuk pupuk cair organik serta dapat menambah wawasan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan pedoman bagi mahasiswa yang akan
melakukan penelitian, khususnya dibidang pembuatan limbah organik cair dari bahan
sabut pinang dan ampas tahu. 3. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat menjadi bahan
alternatif bagi masyarakat, khususnya disektor perkebunan, untuk membuat pupuk cair dari
limbah sabut pinang dan ampas tahu sebagai pengganti pupuk anorganik. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-dasar Teori 2.1.1 Pengertian Pupuk Pupuk adalah suatu
bahan atau material yang diberikan pada tanaman, berfungsi mengubah sifat fisik, kimia
atau biologi untuk melengkapi ketersediaan unsur hara sehingga pertimbuhan tanaman
menjadi lebih baik. Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 505 Tahun
2006, pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur
hara bagi tanaman secara langsung atau tidak langsung. Menurut Sutedjo (1999), pupuk
adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik mau pun anorganik
dengan maksud mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah yang bertujuan untuk
Novizan (2005), pupuk adalah material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman
dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal
digunakan adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman, dan arang kayu. 2.1.2 Manfaat
Pupuk Manfaat pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak
tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Menurut Marsono dan Lingga
(2005), terdapat dua manfaat pupuk yaitu berkaitan secara fisik dan kimia tanah, antara
lain: 1. Manfaat Secara Fisik Manfaat pupuk dalam hal ini adalah memperbaiki struktur
tanah dari padat menjadi gembur. Pemberian pupuk organik terutama dapat memperbaiki
struktur tanah dengan menyediakan ruang pada tanah untuk udara dan air. Manfaat lain
adalah mengurangi erosi pada permukaan tanah, berfungsi sebagai penutup tanah dan
mempererat struktur tanah dibagian permukaan sehingga tanah tidak mudah tergerus air.
2. Manfaat Secara Kimia Menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman untuk
membantu mencegah terjadinya kehilangan unsur hara seperti N, P, K yang sifatnya sangat
mudah hilang karena penguapan. 2.1.3 Jenis-jenis pupuk Menurut Hamidah (2010), pupuk
dapat dibedakan berdasarkan bahan asal, senyawa, fasa, cara penggunaan, reaksi,
fisiologis, jumlah dan macam-macam kandungan hara yang dikandungnya. Ada pun uraian
dari jenis-jenis pupuk, yaitu: 1. Berdasarkan Asal Berdasakan asalnya, pupuk dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu: a. Pupuk alam, merupakan pupuk yang terdapat di alam atau
dibuat dengan bahan alam tanpa proses yang berarti. Misalnya, pupuk kompos, pupuk
kandang, pupuk guano dan pupuk hijau. b. Pupuk buatan, merupakan pupuk yang dibuat
oleh pabrik. Misalnya, TPS, urea, rustika, dan nitrophoska. Pupuk ini dibuat oleh pabrik
dengan mengubah sumber daya alam melalui proses fisika dan kimia. 2. Berdasarkan
Senyawa Berdasarkan kandungan senyawanya, pupuk dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Pupuk organik, merupakan pupuk yang berupa senyawa organik. Kebanyakan pupuk
alam tergolong seperti pupuk kandang, pupuk kompos, dan pupuk guano. Pupuk alam
tidak termasuk pupuk organik, seperti rock phosphate, umumnya berasal dari batuan
sejenis apatit Ca3(PO4)2. b. Pupuk anorganik atau mineral, merupakan pupuk dari senyawa
anorganik. Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik. 3. Berdasarkan Fasa
Berdasarkan fasanya, pupuk dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a. Pupuk padat,
merupakan kelarutan yang beragam, mulai yang mudah larut dalam air sampai yang sukar
larut. b. Pupuk cair, merupakan pupuk yang dilarutkan dulu ke dalam air, umumnya pupuk
ini disemprotkan ke daun. Karena mengandung banyak hara, baik mikro maupun makro,
harga relatif mahal. Pupuk amoniak cair merupakan pupuk cair yang kadar N-nya sangat
tinggi sekitar 83%, penggunaannya dapat diinjeksikan lewat tanah. 4. Berdasarkan Cara
Penggunaan Berdasarkan cara penggunaannya, pupuk dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Pupuk daun, merupakan pupuk yang cara pemupukan dilarutkan dalam air dan
disemprotkan pada permukaan daun. b. Pupuk akar atau pupuk tanah, merupakan pupuk
yang diberikan ke dalam tanah di sekitar agar diserap oleh akar tanaman. 5. Berdasarkan
Reaksi Fisiologis Berdasarkan reaksi fisiologis, pupuk dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a.
Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis masam, artinya bila pupuk diberikan ke dalam
tanah, menimbulkan kecendrungan tanah menjadi lebih masam (pH menjadi rendah).
Misalnya, pupuk Za dan urea. b. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis basis, merupakan
pupuk yang bila diberikan ke dalam tanah menyebabkan pH tanah cenderung naik,
misalnya pupuk chili saltpeter, calnitro, kalsium sianida. 6. Berdasarkan Jumlah Hara yang
menjadi dua, yaitu: a. Pupuk yang hanya mengandung satu jenis hara tanaman saja,
misalnya, urea hanya dipentingkan hara P saja (meskipun ada mengandung hara Ca). b.
Pupuk majemuk, merupakan pupuk yang mengandung dua atau lebih hara tanaman.
Berdasarkan macam hara tanaman, pupuk dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: a. Pupuk
makro, merupakan pupuk yang hanya mengandung hara makro saja. Contohnya N, P, K
dan nitrophoska. b. Pupuk mikro, merupakan pupuk yang hanya mengandung hara mikro
saja. Contohnya mikrovet, mikroplek, dan metalik. c. Pupuk campuran makro dan mikro,
misalnya pupuk gandasil, bayfolan, dan rustika. 2.1.4 Jenis-Jenis Kompos Menurut Saktika
(2020), jenis-jenis pupuk kompos dibedakan menjadi: 1. Pupuk Aerobik Pupuk kompos ini
dibuat melalui proses biokimia yang melibatkan oksigen. Bahan dasar utama
pengomposan memakan waktu 40-50 hari. Lama waktu dekomposisi tergantung dari jenis
decomposer dan bahan baku pupuk. 2. Pupuk Bokashi Pupuk bokashi adalah salah satu
pupuk aerob yang paling terkenal.Karakteristik dari pupuk ini terlihat pada jenis inokulen
yang digunakan sebagai bahan dasar awalannya.Adapun jenis inokulen yang digunakan
Pupuk ini dibuat dengan cara memberikan bahan organik sebagai pakan kepada cacing
tanah. Nah, kotoran yang dihasilkan cacing tanah tersebutlah yang dinamakan
vermikompos. 4. Pupuk Cair Pupuk organik cair adalah pupuk kompos yang dihasilkan
dengan cara pengomposan basah. Cara membuat pupuk organik cair pun berlangsung
aerob maupun anaerob.Pupuk ini dibuat karena lenih mudah diserap oleh tanaman. 2.1.5
pada kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan aerobik adalah dekomposisi bahan
organik dengan kehadiran oksigen (udara). Produksi utama dari metabolis biologi aerobik
adalah karbondioksida, air dan panas. Pengomposan anaerobik adalah dekomposisi bahan
organik tanpa menggunakan oksigen bebas. Produk akhir metabolis anaerobik adalah
metana, karbondioksida dan senyawa tertentu seperti asam organik. Pada dasarnya
pembuatan pupuk organik padat maupun cair adalah dekomposisi dengan memanfaatkan
aktivitas mikroba, oleh karena itu kecepatan dekomposisi dan kualitas kompos tergantung
pada keadaan dan jenis mikroba perlu diperhatikan selama proses pengomposan, misalnya
aerasi, media tumbuh dan sumber makanan bagi mikroba (Yuwono, 2006). Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi proses pembuatan pupuk organik yaitu nilai C/N bahan, ukuran
temperatur dan keasaman (pH). Hal-hal yang perlu diperhatikan agar proses pembuatan
pupuk organik dapat berlangsung lebih cepat antara lain sebagai berikut (Indriani, 2002): 1.
Nilai C/N bahan Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh
tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak sama
dengan C/N tanah. Nilai C/N merupakan hasil perbandingan antara karbon dan nitrogen.
Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik mempunyai kandungan C/N
mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat digunakan atau dapat
diserap tanaman. Namun, umumnya bahan organik yang segar mempunyai C/N yang
tinggi, seperti jerami padi 50-70, daun-daun >50 (tergantung jenisnya), cabang tanaman
15-60 (tergantung jenisnya), kayu yang telah tua dapat mencapai 400. Semakin rendah nilai
C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pembuatan pupuk organik semakin cepat.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi yang digunakan N untuk sistesis
protein. 2. Ukuran bahan Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses
pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Untuk itu,
bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Bahan yang keras sebaiknya dicacah
hingga berukuran 0,5 – 1 cm, sedangkan ukuran bahan yang tidak keras dicacah dengan
ukuran yang agak besar sekitar 5 cm. Pencacahan bahan yang tidak keras sebaiknya tidak
terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) kurang baik (kelembabannya
menjadi tinggi). 3. Komposisi bahan Komposisi bahan dari beberapa macam bahan organik
akan lebih baik dan cepat. Ada juga yang menambahkan bahan makanan dan zat
Biasanya dalam proses ini bekerja bakteri dfungi, actinomycetes dan protozoa. Sering
ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan bahan organik yang akan dijadikan
pupuk organik akan lebih cepat. Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan
bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang
kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik cair ini
adalah dapat secara tepat mengatasi defesiasi hara, tidak bermasalah dalam pencucian
hara, dan mampu menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk organik
cair dari bahan anorganik, pupuk organik cair umunya tidak merusak tanah dan tanaman
walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat,
sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa digunakan tanaman
secara langsung,diantara jenis pupuk organik cair adalah pupuk kandang cair, sisa padatan
dan cairan pembuatan biogas, serta pupuk cair dari sampah/limbah organik (Hadisuwito,
2007). Pada dasarnya, limbah cair dari bahan organik bisa dimanfaatkan menjadi pupuk
sama seperti limbah padat organik banyak mengandung unsur hara (N,P,K) dan bahan
organik lainnya. Penggunaan pupuk dari limbah ini dapat membantu memperbaiki struktur
dan kualitas tanah. Sampah organik tidak hanya bisa dibuat menjadi kompos atau pupuk
padat tetapi bisa dibuat sebagai pupuk cair, alat yang dibutuhkan untuk membuat pupuk
cair adalah komposter. Ukuran komposter dapat disesuaikan dengan skala limbah untuk
skala limbah keluarga kecil dapat menggunakan komposter berukuran 20-60 liter.
Sementara itu, untuk skala besar seperti limbah rumah makan bisa digunakan komposter
yang berukuran 60 liter lebih. Komposter berfungsi dalam mengalirkan udara (aerasi),
memelihara kelembaban, serta temperatur, sehingga bakteri dan jasad renik dapat
mengurai bahan organik secara optimal. Di samping itu, komposter memungkinkan aliran
lindi terpisah dari material padat dan membentuknya menjadi pupuk cair (Hadisuwito,
2007). 2.1.6 Effective Miroorganisme(EM-4) Banyak ahli yang berpendapat bahwa effective
Selain itu, EM-4juga bermanfaat memperbaiki struktur dan struktur tanah menjadi lebih
baik serta menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Dengan demikian penggunaan
EM-4akan membuat tanaman menjadi lebih subur, sehat dan relatif tahan terhadap
serangga hama dan penyakit. Berikut ini beberapa manfaat EM-4 bagi tanaman dan tanah
(Nur dkk, 2016): 1. Menghambat pertumbuhan hama dan penyakit tanaman dalam tanah.
generatif tanaman. Mikroorganisme yang terdapat di dalamnya secara genetika bersifat asli
bukan rekayasa. Umumnya EM-4 dapat dibuat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan
umumnya dilakukan dalam kondisi aerob karena tidak menimbulkan bau. Namun, proses
berlangsung secara aerob (sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit udara dan
cahaya). Dengan metode ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang bila proses
sekitar 80 genus. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada 5 golongan yang pokok yaitu
bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Streptomyces sp., ragi (yeast), dan Actinomycetes.
Dalam proses fermentasi organik, mikroorganisme akan bekerja dengan baik bila
kondisinya sesuai. Proses fermentasi akan berlagsung dalam kondisi semi aerob. pH rendah
(3-4), kadar garam dan kadar gula tinggi, kandungan air sedang 30-40% , adanya
yang baik terhadap kualitas pupuk organik, sedangkan ketersediaan unsur hara dalam
pupuk organik sangat dipengarugi oleh lamanya waktu yang diperlukan bakteri untuk
mendegradasi sampah (Yuwono, 2006). 2.1.7 Siklus Krebs Siklus Krebs adalah siklus yang
Krebs menghasilkan senyawa berupa asam sitrat, sehingga siklus Krebs juga disebut
sebagai asam sitrat. Tahapan respirasi sel diawali dengan proses glikolisis yaitu pemecahan
glukosa menjadi asam piruvat dan ifosforilasi oksidatif yang akan menghasilkan
Adenotriphosphate atau 2 ATP dan 2 NADH. Setelah dihasilkan molekul berupa asam
piruvat dari proses glikolisis, asam piruvat akan diproses untuk memasuki tahapan
dalamsiklus Krebs(Mirza dkk, 2016). Terdapat dua tahapan Krebs yaitu (Mirza dkk, 2016): 1.
Tahapan Dekarboksilasi Oksidatif Senyawa hasil dari proses glikolisis berupa asam piruvat
akan masuk ke tahap dekarboksilasi oksidatif yang terletak didalam mitokondria sel tubuh
untuk kemudian menuju reaksi persiapan sebelum memasuki siklus Krebs. Asam piruvat
dari proses glikolisis akan di ubah menjadi asetil ko-A melalui proses oksidasi. Proses
atom karbon berkurang. Hal ini ditandai dengan berkurangnya komposisi 3 atom karbon
yang terdapat dalam asam piruvat berubah menjadi 2 atom karbon, hasil ini berupa asetil-
KoA. Proses berkurangnya komponen karbon inilah yang disebut dekarboksilasi oksidatif.
Selain dihasilkan asetil-KoA, proses oksidasi dalam mitokondria ini juga mampu mengubah
NAD+ menjadi NADH dengan cara menangkap elektron. Hasil akhir dari tahap persiapan
ini berupa asetil-KoA, CO2 dan 2NADH. Asetil-KoA yang merupakan produk dari tahap ini
lah yang akan digunakan untuk proses terjadinya siklus Krebs. Tahapan dekarboksilasi
oksidatif dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Mekanisme Dekarboksilasi Oksidatif
(Sumber: google.com) 2. Tahapan Siklus Krebs Dalam siklus Krebs terdapat delapan tahap
yang reaksinya terjadi terus menerus dari awal hingga akhir dan terjadi secara
berulang.Secara lengkap, proses siklus ini terjadi sebagai berikut: a. Pembentukan sitrat
adalah proses awal yang terjadi dalam siklus Krebss. Dimana terjadi proses kondensasi
asetil-KoA dengan oksaloasetat yang akan membentuk sitrat dengan enzim sitrat sintase. b.
Sitrat yang dihasilkan dari proses sebelumnya akan diubah menjadi isositrat dengan
menjadi α-ketoglutarat dengan bantuan NADH. Dalam proses reaksi ini juga terjadi
sehingga akan menghasilkan suksinil-KoA . Selama oksidasi ini, NAD+ menerima elektron
(reduksi) menjadi NADH + H+. Enzim yang mengkatalisis reaksi ini adalah alpha-
dilepaskan digunakan untuk mengubah guanosin difosfat (GDP) dan fosforilasi (Pi) menjadi
guanosin trifosfat (GTP). GTP ini kemudian dapat digunakan untuk membuat ATP. f.
Suksinat yang dihasilkan dari proses sebelumnya akan dioksidasi menjadi fumarat. Ketika
oksidasi inilah, FAD akan menerima elektron (reduksi) dan menjadi FADH2. Enzim suksinat
adalah proses hidrasi, proses ini menyebabkan terjadinya penambahan atom hidrogen
pada ikatan karbon (C=C) sehingga akan menghasilkan produk berupa malat. h. Malat
dehidrogenase. Oksaloasetat inilah yang akan menangkap asetil-KoA sehingga siklus Krebs
dapat terus menerus terjadi. Hasil akhir dari tahap ini juga berupa NADH. Tahapan dalam
silus Krebs dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2 Tahapan dalam Siklus Krebs
(Sumber: google.com) Dalam siklus Krebs, jumlah energy yang dihasilkan adalah 12 ATP,
yaitu 3 NAD+ = 9 ATP, 1 FAD = 2 ATP, dan 1 ATP = 1 ATP. Secara garis besar, dapat kita
simpulkan bahwa dari seluruh proses di atas, siklus Krebs bertujuan untuk mengubah
Asetil-KoA dan H2O menjadi CO2 dan menghasilkan energi tinggi berupa ATP, NADH dan
FADH. 2.1.8 Buah Pinang Pinang merupakan salah satu tanaman palmae yang terdapat
hampir di seluruh wilayah indonesia, salah satunya di daerah Sumatera Barat. Nama daerah
dari tumbuhan pinang ini antara lain pineng / pineung (Aceh), pinang (Gayo), batang
mayang (Karo), pining (Toba), pinang (Minangkabau), gahat / gehat / kahat / taan / pinang
(Kalimantan), bua / hua / soi / hualo / soin / palm (Maluku), mamaan / nyangan / luhuto /
luguto / poko rapo / amongan (Sulawesi), jambe / penang / wohan (Jawa) (Widyaningrum,
2011). Menurut Heyne (1987), klasifikasi buah pinang sebagai berikut: 1. Kingdom : Plantae
Genus : Areca 7. Species : Areaca cathecu L. Pohon pinang tumbuh tegak dan tingginya
10-30 m, diameternya 15-20 cm dan batangnya tidak bercabang (Arisadi, 2008). Daun
majemuk menyirip, tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang. Pelepah
daun berbentuk tabung, panjang 80 cm, tangkai daun pendek. Panjang helaian daun 1-1,8
m, anak daun mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm dengan ujung sobek dan bergigi.
Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah roset
daun, panjang sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap (Widyaningrum,
2011). Buah bentuk telur sungsang memanjang, panjang 3,5-7 cm, dinding buah
berserabut, bewarna hijau ketika masih muda dan berubah merah jingga jika masak
(Sihombing, 2000). Biji satu, berbentuk seperti kerucut pendek dengan ujung membulat,
pangkal agak datar dengan suatu lekukan dangkal, panjang 15-30 mm, permukaan luar
merupakan bagian dari buah pinang yang teksturnya berserat. Volume sabut yang terdapat
dalam buah pinang secara utuh adalah berkisar sekitar 60% dari keseluruhan buah. Sabut
kering yang dihasilkan dari penjemuran sinar matahari akan kehilangan kadar air sekitar
28% - 33% dari berat sabut setelah pengambilan biji buah (Pilon, 2007). Pemeriksaan
yang menempel pada kulit buah dengan panjang serabut 6 cm dengan organoleptik warna
kuning kemerahan jika sudah matang, bau khas, serta rasa pahit. Pemeriksaan organoleptik
ekstrak etanol sabut pinang diperoleh warna cokelat kehitaman, bau khas dan rasa pahit
(Tamimi, 2015). Sabut pinang mengandung senyawa pektin 25%, pektin oksalat 2%,
hemiselulosa 2%, selulosa 40% dan lignin 18% (Chanakya dan Malayil, 2011), Serta
mengandung glikosida (Tamimi, 2015) dan senyawa flovonoid 52,57 mg/g (Zhang, dkk,
2009). 1. Pektin Pektin merupakan salah satu senyawa yang terdapat pada dinding sel
tumbuhan darat. Manfaat pektin telah banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi,
dan komestik. Pada industri tersebut pektin digunakan terutama sebagai bahan pembentuk
gel (Wong dkk, 2008). Pektin digunakan dalam penyembuhan diare dan menurunkan kadar
kolesterol darah (Hariyati, 2006). Pektin sebagai anti diare bekerja dengan cara membentuk
gumpalan seperti gel, sehingga feses yang terbentuk menjadi lebih padat. Pektin juga
bekerja melawan bakteri tertentu yang dapat menyebabkan diare dan flora normal di usus
dapat membentuk suatu lapisan yang menutupi bagian usus yang mengalami iritasi, selain
itu pektin dapat menghambat motolitas usus (Yajima, 1985). 2. Pektin Oksalat Pektin
okslatat merupakan pektin yang tidak larut dalam air yang disebut dengan protopektin
(Chanakya dan Malayil, 2011). Manfaat pektin okslat sama dengan manfaat pektin yaitu
sebagai bahan pembentuk gel, antidiare, dan menurunkan kadar kolesterol darah. Karena
pektin okslat merupakan pektin yang mudah larut jika terhidrolisis oleh larutan asam
monomer yang berbeda, yaitu glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, dan arabinosa.
Hermiselulosa sangat dekat hubungannya dengan selulosa dalam dinding sel tanaman.
Helmiselulosa juga berkaitan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan
memberikan struktur yang kuat dan berfungsi sebagai perekat dan mempercepat
pembentukan serat (Hermiati dkk., 2010). 4. Selulosa Selulosa merupakan komponen utama
penyusun dinding sel tanaman pinang, kandungan selulosa sekitar 35% - 50% dari berat
kering tanaman (Saha, 2004). 5. Lignin Lignin berfungsi sebagai pengikat antara sel dan
menguatkan dinding sel, sehingga tumbuhan yang besar seperti pohon yang tingginya
lebih dari 15 m tetap dapat kokoh berdiri (Nofriadi, 2009). 6. Glikosida Glikosida berupa
gula yang biasa dijumpai yaitu glukosa, galaktosa, dan ramnosa (Latifah, 2015). 7. Flavonida
Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk kompleks protein yang
menganggu integritas membran sel bakteri (Juliantina, 2008). Flavonoid yang merupakan
golongan senyawa fenolik, selain memiliki kemampuan sebagai antioksidan, flavonoid juga
kedelai yang difermentasi dan diambil sarinya. Proses pembuatan tahu menghasilkan dua
macam limbah yaitu limbah padat yang berupa ampas tahu dan limbah cair (whey).
Pemanfaatan limbah cair ampas tahu biasanya digunakan sebagai pupuk karena langsung
dapat digunakan atau diberikan kepada tanaman tanpa melalui proses, sedangkan ampas
tahu biasanya digunakan sebagai pembuat oncom, tempe enyes dan juga untuk makanan
ternak (Ali dkk, 2012). Ampas tahu memiliki lebih banyak kandungan protein yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan limbah cainya.Ampas tahu banyak mengandung senyawa
organik yang dibutuhkan oleh tanaman. Kandungan bahan organik yang ada pada limbah
tahu jika diolah dengan tepat menggunakan campuran bahan lain akan menghasilkan
pupuk organik yang ramah lingkungan dan menyuburkan tanaman (Hama, 2018) Ampas
tahu mengandung protein 43,8%, lemak 0,9%, serat kasar 0,67%, magnesium 32,3 mg/kg,
dan bahan lainnya. Ampas tahu mengandung unsur N rata-rata 16% dari protein yang
dikandungnya. Nitrogen merupakan penusun utama protein dan sebagai bagian dari krikil
yang mempunyai peran penting pada fotosintesis. Fotosintat yang dihasilkan dari
fotosisntesis dapat digunakan tanaman untuk proses pembelahan sel tanaman sehingga
tanaman mengalami pertambahan tinggi (Hama, 2018). 2.1.10 Baku Mutu Pupuk Cair
Menurut Keputusan Menteri Petanian Republik Indonesia Nomor 261 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair dapat dilihat pada Tabel 2.1di bawah ini.
Tabel 2.1 Standar Bakumutu Pupuk Organik Cair No Parameter Satuan Standar Mutu 1 C –
organik % (w/v) Minimum 10 2 Hara makro: N + P2O5 + K2O % (w/v) 2-6 3 N – organik %
(w/v) Minimum 0,5 4 Hara mikro** Fe total Mn total Cu total Zn total B total Mo total ppm
ppm ppm ppm ppm ppm 90-900 25-500 25-500 25-500 12-250 2-10 5 pH - 4-9 6 E. coli
Salmonella sp Cfu/mil atau MPN/ml Cfu/mil atauMPN/ml < 1 x 102 < 1 x 102 No
Parameter Satuan Standar Mutu 7 Logam berat As Hg Pb Cd Cr Ni ppm ppm ppm ppm
ppm ppm Maksimum 5,0 Maksimum 0,2 Maksimum 5,0 Maksimum 1,0 Maksimum 40
KEPMEN PERTANIAN RI No. 261 Tahun 2019 Keterangan : **) : dalam prosesnya tidak boleh
menambahkan bahan kimia sintetis. ***) : minimum 3 (tiga) unsur 2.1.11 Kerangka
Konseptual Kerangka konseptual pada penelitian ini terdiri dari input, proses, dan output
yang merupakan data-data kebutuhan penelitian dan proses pengumpulan data lapangan
yang dilakukan pada saat penelitian serta hasil analisis data. Ada pun input, nproses, dan
output pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.3. Input Proses Output 1. Limbah
sabut pinang 2. Limbah ampas tahu 3. EM-4 1. Pembuatan pupuk organik cair limbah sabut
pinang dan limbah ampas tahu menggunakan metode pengomposan anaerob dengan
bantuan EM-4. 2. Pengujian kualitas pupuk yang dihasilkan dengan melakukan pengukuran
pH, kadar C-organik, Nitrogen, Fosfor, dan Kalium. 1. Mengetahui hasil pupuk organik cair
(POC) limbah sabut pinang dan ampas tahu yang sesuai dengan KEPMEN Pertanian RI No.
261 Tahun 2019. 2. Mengetahui komposisi limbah sabut pinang dan ampas tahu yang tepat
untuk menghasilkan pupuk cair yang sesuai dengan standar KEPMEN Pertanian RI No. 261
Tahun 2019 2.2 Penelitian yang Relevan Berikut merupakan beberapa penelitian yang
menunjang tentang pemanfaatan limbah sabut pinang dan ampas tahu sebagai pupuk
organik cair, yaitu dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel. 2.2Penelitian yang Relevan No Nama
Peneliti Judul Penelitian Latar Belakang Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan 1 Febri
Rosalina, Ihsan Febriadi Pemanfaatan Limbah Kulit Pinang dan Batang Sagu dalam
Pembuatan Pupuk Organik Cair 1. Limbah kulit pisang belum termanfaatkan dengan
di wilayah Papua Barat jarang memanfaatkan limbah organik menjadi Pupuk Organik Cair
(POC). Eksperimen Hasil fermentasi selama pengomposan bahan organik yang meliputi
kulit buah pinang dan kulit batang sagu menghasilkan produk berupa air lindi atau dapat
dikatakan sebagai pupuk organik cair. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan 3
perlakuan rangkaian acak, didapatkan bahwa produksi POC tertinggi yaitu rata-rata selama
6 pekan yaitu 288 ml pada limbah kulit pinang (LPb) sebanyak 10 kg. Volume lindi
terbanyak terdapat pada pekan ke-4 yaitu LPb 1= 129 mL, LPb 2 = 150 mL, dan LPb 3 =
135. Suhu fermentasi pada LPb 1,2,3 berkisar 25oC – 26oC. Di mana, menurut Simamora,
dkk. (2005) sudah sesuai dengan standar suhu pengomposan yang diperbolehkan yaitu 20
(Ampas dan Cair) Sebagai Bahan Dasar Pembuatan PupukOrganik Pengganti 1. Pupuk
organik menguntungkan petani dalam kesuburan tanah karena bebas bahan kimia seperti
urea. Eksperimen Limbah tahu mengandung N,P,K,Ca,Mg, dan C organik yang berpotensi
untuk meningkatkan kesuburan tanah. Berdasarkan analisis, bahan kering ampas tah
mengandung kadar air 2,69%, protein kasar 27,09%, serat kasar 22,85%, No Nama Peneliti
Judul Penelitian Latar Belakang Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Dyah Titik
Febriana Pupuk Kimia yang Lebih Ramah Ling-kungan 2. Pemanfaatan limbah tahu padat
atau cair berpotensi dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pupuk. lemak 7,37%,
abu 35,02%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 6,87%, kalsium 0,5% dan fosfor 0,2%.
tanah dan tanaman. 3 Hama Sartia Pemanfaatan Kompos Ampas Tahu pada Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman Kacang Tanah (Arachis Hypogea L.) Permintaan pupuk organik yang
semakin pesat merupakan peluang pemanfaatan ampas tahu menjadi pupuk kompos
secara ekonomis. Ampas tahu mengandung protein43,8%, lemak 0,9%, serat kasar 6%,
kalsium 0,32%, fosfor 0,67%, magnesium 32,3 mg/kg dan bahanlainnya. Ampas tahu
kompos mpas tahu 200 g/tanaman (P2) merupakan dosis terbaik pada jumlah daun (161
helai) dan bobot basah polong (423,74 g). Sedangkan hasil terendah bobot basah polong
dengan nilai 265,5 g, berat kering polong sebesar 124 g dan jumlah polong sebesar 49,25
buah terdapat pada P0. 4 Jumali Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal Bonggol Pisang
Sebagai Strater Kompos Campuran Feses Kotoran Sapi dan Kulit Pinang Terhadap Kualitas
Kompos 1. Bagian pinang yang paling sering dimanfaatkan adalah bijinya, sehingga
menghasilkan limbah organik berupa kulit. 2. Kulit pinang dianggap sebagai bagian yang
kompos campuran feses sampi dan kulit pinang berdasarkan pengamatan fisik dan hara
kompos sudah memenuhi standar kualitas kompos, kompos terbaik pada P2 (62% feses
sapi potong + 25% kulit pinang + 10% dedak + 3% MOL bonggol pisang) yaitu nilai K No
Nama Peneliti Judul Penelitian Latar Belakang Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan
masih belum maksimal. (1,62a± 0,06), P (0,36a± 0,01), N (1,78c ± 0,02), C/N (20,08± 1,10),
pH (7,17± 0,07), dan perlakuan perlakuan JP3 (120 gram pupuk kompos + 20 Kg tanah)
memberikan pengaruh pertumbuhan terbaik terhadap tinggi rumput (128a± 2,64) dan
panjang rumput (89,3a± 0,96). 5 Adrian Dinata Harap, Tengku Nur Hidayah, Sukemi Indra
Sapurta Pengaruh Pemberian Kompos Ampas Tahu Terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi
Rebusta (Coffea Canephora Pierre) di Bawah Naungan Tanaman Kelapa Sawit Pupuk
kompos merupakan hasil penguraian atau pelapukan dari bahan organik seperti daun-
daun, jerami, alang-alang, limbah dapur, kotoran ternak, limbah kota dan limbah industri
pertanian. Salah satu limbah pertanian yang dapat dijadikan pupuk kompos adalah ampas
tahu. Eksperimen Pemberian kompos ampas tahu dengan dosis 225 g dan 300 g
memberikan pengaruh baik untuk pertumbuhan bibit kopi rebusta. Pemberian kompos
ampas tahu berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bitit kopi 14,350 a (225 g)
dan 15,175 a (300 g), jumlah daun 11,000 b (225 g) dan 25,500 a (300 g), pertambahan
diameter batang 2,760 b (225 g) dan 3,450 a (300 g), luas daun 89,850 a (225 g) dan 82,580
ab (300 g), dan volume akar 20,720 a (225 g) dan 21,720 a (300 g) tanaman bibit kopi
rebusta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian pada
untuk menguji beberapa parameter yang terkait dengan kualitas Pupuk Organik Cair (POC)
dari limbah sabut pinang dan ampas tahu. Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu
Pertanian RI No. 261 Tahun 2019 Tentang Standar Baku Mutu Pupuk Organik Cair terhadap
nilai pH, C, N, P, dan K serta mengetahui kandungan parameter dari berbagai variasi
komposisi. 3.2 Waktu Penelitian dan Lokasi Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian Penelitian ini
direncakan akan dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2020 sampai dengan 30 Januari 2021,
perencanaan waktu penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Waktu Penelitian No
Kegitan Juli Agustus September Oktober November Desember Januari I II III IV I II III IV I II
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 Persiapan Seminar Review Jurnal 2 Persiapan
ampas tahu dari pabrik pembuatan tahu yang jaraknya berkisar ± 30 meter dari titik
pengambilan sampel sabut pinang. Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel (Sumber: www.
Google Maps.com) 3.2.3 Lokasi Pengujian Sampel Pengujian sampel pupuk yang telah
(UNAND) Padang untuk pengujian pH, C-Organik, Nitrogen, Fosfor, dan Kalium. 3.3
Variabel Penelitian Variabel pada penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel
terikat, dimana diharapkan dengan adanya variabel tersebut mampu membuat buat pupuk
organik cair sabut pinang dan ampas tahu yang sesuai dengan KEPMEN Pertanian RI No.
261 Tahun 2019 Tentang Standar Baku Mutu Pupuk Organik Cair. 3.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang nilainya bisa divariasikan. Pada penelitian ini variabel
bebasnya adalah waktu fermentasi dan perbandingan berat sabut buah pinang dan ampas
tahu. Pada penelitian ini waktu pengomposan yang dilakukan selama 4 pekan dengan
berat efektif sabut buah pinang sebanyak 10 kg. Penentuan variabel ini didasarkan atas
penelitian Roslina dkk (2019), Hasil penelitiannya, Roslina menyatakan bahwa waktu
pengomposan optimum yaitu selama 4 minggu. Pada penelitian ini, penulis mencoba
memvariasiakan berat limbah sabut pinang dan ampas tahu seperti di bawah ini : 1. 10 Kg
sabut buah pinang : 2 Kg ampas tahu 2. 8 Kg sabut buah pinang : 4 Kg ampas tahu 3. 6 Kg
sabut buah pinang : 6 Kg ampas tahu 4. 4 Kg sabut buah pinang : 8 Kg ampas tahu 5. 2 Kg
sabut buah pinang : 10 ampas tahu 3.3.2 Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel
yang menjadi fokus utama penelitian. Pada penelitian ini variabel terikatnya yaitu nilai pH,
kandungan C, N, P, dan K yang dihasilkan pada pupuk cair sabut buah pinang dan ampas
tahu setelah dilakukan pengujian di laboratorium. 3.4 Data dan Sumber Data 3.4.1 Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang
digunakan yaitu data hasil pengamatan saat pengomposan, hingga pengujian kandungan
Universitas Andalas (UNAND) Padang. Sedangkan data sekunder yang digunakan diperoleh
dari pengumpulan literature yang berkaitan dengan penelitian yang terdiri atas petunjuk
dalam pelaksanaan penelitian. 3.4.2 Sumber Data Sumber data primer dapat diperoleh
dengan metode observasi, dan juga metode dokumentasi. Metode observasi adalah
metode yang dipakai untuk memperoleh data secara langsung ketika pengomposan yang
diamati hingga kompos matang. Sedangkan, metode dokumentasi adalah metode yang
digunakan dalam pengumpulan data dengan cara menyimpulkan keterangan yang telah
percobaan. Untuk memperoleh sumber data sekunder digunakan metode studi pustaka,
yaitu suatu metode untuk mengumpulkan materi yang bersumber dari buku-buku atau dari
sumber lainnya yang secara langsung ataupun tidak langsung di kutip sebagai acuan dalam
melaksanakan penelitian ini. 3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Persiapan Sampel Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah limbah sabut pinang dan ampas tahu. Proses
pengambilannya adalah : 1. Siapkan wadah penampung bisa berupa ember atau karung
dalam wadah yang telah disediakan untuk masing-masing sampel. 3. Untuk sabut pinang
dilakukan pengomposan. 3.5.2 Persiapan Alat Komposter Reaktor yang digunakan dalam
penelitian ini berupa tong plastik pakai tutup dengan volume 20 L yang dilengkapi selang
yang dihubungkan dengan botol plastik yang sudah berisi air. Selang berfungsi sebagai
aliran buang gas untuk penstabilan suhu bahan.Selang ini disambungkan ke dalam botol
yang berisi air yang dihubungkan ke dalam reaktor. Air di dalam botol berfungsi untuk
menghambat udara dari luar yang akan masuk ke dalam reaktor (Putra, 2019). Berikut
merupakan tahapan persiapan alat komposter, yaitu: 1. Alat a. Mesin Bor b. Meteran c.
Tong plastik d. Cutter 2. Bahan a. 5 buah tong plastik ukuran 20 liter untuk 5 variasi b. 5
plastik ukuran 1 liter 3. Cara Kerja a. Lubangi bagian atas tong plastik menggunakan bor b.
Masukan selang ke dalam lubang tong dan ujungnya dimasukan ke dalam botol plastik
yang didalamnya sudah diisi air (lihat gambar 3.2). Gambar 3.2 Contoh Rancangan Reaktor
Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) 3.5.3 Persiapan Pembuatan Pupuk Organik Cair
(POC) Pada penelitian, digunakan gula sebagai nutrisi mikroorganisme. Adapun alat, bahan,
dan cara kerja yang digunakan dalam pembuatan POC terdiri dari (Sundari dkk (2012): 1.
Alat: a. Reaktor pembuatan Pupuk Organik Cair (POC). b. Pisau. c. Termometer. d. Neraca
Sabut pinang dan ampas tahu sesuai berat variasi bahan. b. Bioaktivator EM-4 c. Air bersih
(air sumur) 7 liter. d. Gula 800 g, sebagai sumber nutrisi mikroorganisme. 3. Pelaksanaan
penelitian : Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu pembutan larutan media dan
pembuatan pupuk. a. Pembuatan larutan EM4 1) Cairan gula dimasukkan ke dalam wadah
komposter. 2) Kemudian tambahkan air bersih (air sumur) sebanyak 7 liter ke dalam wadah
komposter. 3) Aduk bahan tersebut hingga rata. 4) Setelah itu, masukkan bioaktivator EM4.
b. Pembuatan pupuk cair dengan bioaktivator EM-4 1) Cacah ke 5 variasi berat sabut
pinang dengan ukuran 1 cm atau cacah tipis. Sedangkan ampas tahu tidak perlu dicacah. 2)
Masukkan variasi berat sabut pinangyang telah dicacah dan ampas tahuke dalam masing-
masing alat reaktor pembuatan POC dan tambahkan cairan larutan media EM4 yang telah
disediakan. 3) Setelah itu, tutup rapat tong atau alat reaktor pembuatan POC, dan disimpan
ditempat teduh agar terhindar dari sinar matahari langsung. 4) Biarkan campuran ini
pupuk organik cair di laboratorium. 3.5.4 Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan
data dilakukan dengan melakukan pengukuran dan pengujian pada nilai pH, kandungan C-
organik, N, P2O5, dan K2O. Adapun prosedur pengambilan data yaitu: 1. Pengukuran
derajat keasaman (nilai pH) Pada penentuan nilai pH mengacu pada standar acuan
American Publik Health Association (1998). a. Alat 1) Gelas piala 2) Botol semprot 3) pH
meter b. Bahan 1) Aquadest 2) Larutan Buffer pH 7.0 3) Larutan Buffer pH 4.0 c. Prosedur
Kerja 1) Diambil sampel pupuk cair sebanyak 100 ml ke dalam gelas piala 2) pH meter
dikalibrasi dengan larutan Buffer pH 7,00 dan pH 4,00 sebelum dilakukan pengukuran pH
3) Elektroda dimasukan ke dalam sampel dan baca setelah angka yang terbaca stabil 4)
Dibilas elektroda dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue sebelum pengukuran
analitik. 2) Labu ukur 100 ml. 3) Pipet ukur 10 ml. 4) Pipet volume 5 ml. 5) Spektrofotometer
visibel. b. Bahan 1) H2SO4pa. 98%, BJ 1,84. 2) K2Cr2O71 N. Timbang 98,1 K2Cr2O7 + 100
ml H2SO4pa dalam 1.000 ml aquades. 3) Larutan standar 5.000 ppm C Timbang 12,5 g
glukosa dalam 1.000 ml aquades. 4) Sampel pupuk cair c. Prosedur Kerja 1) Dipipet sampel
10 ml pupuk cair ke dalam labu ukur volume 100 ml. 2) Tambahkan berturut-turut 5 ml
larutan K2Cr2O71 N, kocok, dan 7 ml H2SO4pa. 98%, kocok lagi, biarkan 30 menit jika perlu
sekali-kali dikocok. 3) Untuk standar yang mengandung 250 ppm C, pipet 5 ml larutan
standar 5000 ppm C ke dalam labu takar volume 100 ml, tambahkan 5 ml H2SO4 dan 7 ml
larutan K2Cr2O7 2 N dengan pengerjaan seperti di atas. 4) Kerjakan pula blanko yang
digunakan sebagai standar 0 ppm C. Masing-masing diencerkan dengan air bebas ion dan
setelah dingin volume ditepatkan hingga tanda tera 100 ml, kocok bolak-balik hingga
gelombang 561 nm. 3. Prosedur Pengujian N-Total (SNI 19-7030-2004) a. Alat 1) Neraca
analitik 2) Labu ukur 100 mL, 500 mL dan 1000 mL 3) Pipet volume 25 mL 4) Pipet ukur 10
10) Titrator/buret b. Bahan 1) Larutan H 2SO4 pekat 98% 2) Larutan baku asam sulfat-
salisilat 25 g asam salisilat dilarutkan hingga 1 liter dengan H2SO4 pekat 3) Natrium
tiosulfat Na2S2O3.5H2O 4) Larutan asam borat 1%, 1 g asam borat dilarutkan hingga 100
mL dengan air suling 5) Larutan asam sulfat H2SO4 0,05 N 6) Indikator Conway, 0,15 g
bromo cresol green dan 0,10 gram metal merah dilarutkan hingga 100 mL denganetanol.
7) Larutkan natrium hidroksida, NaOH 40% 8) Air suling c. Cara Kerja 1) Dipipet 10 ml
larutan sampel dengan pipet ukur 10 ml dimasukkan ke dalam labu kjeldhal; 2) Tambahkan
25 mL larutan asam sulfat-salisilat goyang hingga merata dan biarkan semalaman; 3)
gelembung habis. Naikan suhu secara bertahap maksimum 300 oC (sekitar 2 jam) dan
biarkan dingin; 4) Encerkan dengan air suling, pindahkan ke dalam labu takar 500 mL kocok
dan tepatkan sampai tanda garis; 5) Pipet 25 mL, masukkan ke dalam labu suling
tambahkan 150 mL air suling dan batu didih; 6) Suling setelah penambahan 10 mL larutan
NaOH 40% dengan penampung hasil sulingan 20 mL larutan asam borat 1 % yang
ditambah 3 tetes indikator Conway; 7) Hentikan penyulingan bila hasil sulingan mencapai
100 mL; 8) Titrasi dengan larutan H2SO4 0,05 N sampai titik akhir titrasi tercapai (warna
hijau berubah menjadi merah jambu); 9) Lakukan pengerjaan larutan blanko. 4. Prosedur
Pengujian Fosfor Sebagai P2O5 (SNI 2803:2010) a. Alat 1) Neraca analitis 2) Penangas listrik
3) Lumpang porselin penghalus contoh 4) Labu ukur 100 mL, 500 mL, 2 liter 5) Corong
diameter Ø 7 cm 6) Kertas saring bebas abu no. 40 7) Erlenmmeyer 500 mL 8) Pipet volume
5 mL, 10 mL, 15 mL dan 50 mL 9) Pipet ukur 5 mL 10) Gelas piala 11) Spektrofotometer b.
Bahan 1) Larutan standar fosfat Keringkan KH2PO4 murni (52,15 % P2O5) selama 2 jam
pada 105oC. Siapkan larutan yang mengandung 0,4 -1,0 mg P2O5/mL denga interval 0,1
mg dengan cara menimbang 0,0767; 0,0959; 0,1151; 0,1342; 0,1534; 0,1726 dan 0,1918 g
KH2PO4dan encerkan masing-masing hingga 100 mL dengan air suling. Siapkan larutan
yang baru yang mengandung 0,4 dan 0,7 mg P2O5/mL 2 setiap minggu. 2) Pereaksi
dalam 400 mL air suling panas, kemudian dinginkan. Larutkan 2 ammonium metavanadat
dalam 250 mL air suling panas, dinginkan lalu tambahkan 450 mL HClO4 70 %. Tambahkan
metavanadat sambil diaduk dan encerkan hingga 2 L dengan air suling. 3) HClO 70 – 72 %
4) HNO4 p.a c. Persiapan Larutan Contoh 1) Timbang dengan teliti 1 g contoh yang halus,
masukkan ke dalam gelas piala 250 mL; 2) Tambahkan dengan 20 – 30 mL HNO p.a; 3)
Tambahkan 50 mL air suling dan didihkan beberapa menit, dinginkan; 7) Pindahkan dalam
labu ukur 500 mL dan tepatkan dengan air suling sampai tanda tera dan homogenkan; 8)
Saring dengan kertas saring Whatman No. 41; 9) Tampung ke dalam erlenmeyer. d. Cara
Kerja 1) Pipet 5 mL larutan contoh dan masing-masing larutan standar fosfat ke dalam labu
ukur 100 mL; 2) Tambahkan 45 mL air suling, diamkan selama 5 menit; 3) Tambahkan 20
mL pereaksi molibdovanadat dan encerkan dengan air suling hingga tanda tera dan kocok;
6) Optimasi spektrofotometer pada panjang gelambang 400 nm; 7) Baca absorbansi larutan
contoh dan standar pada spektrofotometer; 8) Buat kurva standar; 9) Hitung kadar P2O5
dalam contoh. 5. Prosedur Pengujian Kalium Sebagai K2O (SNI 2803:2010) a. Alat 1)
Penangas listrik 2) Neraca analitik 3) Gelas piala 250 mL 4) Labu ukur 100 mL, 250 mL 5)
Buret 6) Whatman No. 42 7) Pipet volume 5mL, 10 mL, 15 mL, 20 mL, 25 mL dan 50 mL b.
Larutan natrium hidroksida 20 %, Larutkan 20 g NaOH dalam 100 mL air suling 5) Indikator
dalam 800 mL air suling, tambahkan 20- 25 g Al(OH)3, aduk 5 menit dan saring dengan
Whatman No. 42 atau yang setara masukkan dalam 1 liter labu ukur, filtratnya tambahkan 2
mL NaOH 20 %, tepatkan hingga 1 L dengan air suling, aduk. Biarkan 2 hari dan di
17 % menjadi 1 L dengan air suling, aduk dan di standardisasi. 8) Titan yellow 0,04 %,
tetraphenylboron Larutkan 2,5 g KH2PO4 dengan air suling dalam labu ukur 250 mL,
Ambil 15 mL larutan tersebut masukkan dalam 100 mL labu ukur, tambahkan 2 mL NaOH
20 %, 5 mL HCHO dan 43 mL larutan STPB, tepatkan dengan air suling, homogenkan dan
biarkan 5 – 10 menit dan saring. Ambil 50 mL filtrat masukkan dalam erlenmeyer 125 mL,
tambahkan 6 – 8 tetes indicator titan yellow dan titrasi kelebihan larutan dengan larutan
BAC. Perhitungan :F = 34,61 / (43 mL – mL BAC) = mg KO / mL larutan STPB 2) Larutan
dan 6 - 8 tetes indikator titanyellow. Titrasi dengan larutan BAC sampai titik akhir berwarna
Kerja 1) Timbang teliti 2,5 g sampel yang siap uji dalam 250 mL gelas piala; 2) Tambahkan
Pindahkan ke dalam labu ukur 250 mL, tepatkan sampai tanda tera dengan air suling; 4)
Saring atau diamkan hingga jernih; 5) Ambil 15 mL larutan tersebut, masukkan dalam labu
untuk tiap 1% KO, tambahkan 8 mL untuk berlebihan; 8) Tepatkan sampai tanda tera
dengan air suling, aduk dan biarkan 5 – 10 menit, saring dengan kertas saring Whatman
No. 12; 9) Ambil 50 mL filtrat masukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL, tambahkan 6 – 8
tetes 10) Indikator Titan yellow dan titar dengan larutan standar BAC. 3.5.5 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara : Analisis kualitas kompos dilakukan dengan
pengukuran kandungan nilai pH, Nitrogen, C-organik, Fosfor, dan Kalium yang
dibandingkan dengan standar KEPMEN Pertanian RI No. 261 Tahun 2019. Data yang
diperoleh disajikan ke dalam tabel dan grafik, nantinya akan dilakukan analisis secara
dengan dengan standar, serta untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi limbah sabut
pinang dan ampas tahu terhadap parameter uji. 3.5.6 Kerangka Metodologi Adapun
langkah-langkah penelitian yang digunakan penulis dapat dilihat pada gambar gambar 3.3.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kualitas Akhir POC Pengujian sampel pupuk
yang telah matang, dilakukan setelah pengomposan selama 4 pekan di Laboratorium Air
Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas (UNAND) Padang untuk pengujian pH, C-
Organik, Nitrogen, Fosfor, dan Kalium. Hasil pengujian dapat dilihat pada table 4.1. Tabel
4.1 Hasil Pengukuran Akhir POC No Variasi (Kg) Data Uji Kulitas POC C-organik (%) N (%)
P2O5 (%) K2O (%) pH 1 (10 SBP : 2 AT) PA1 14.40 0.70 1.81 2.36 4.87 2 (8 SBP : 4 AT) PA2
12.63 0.78 1.34 1.96 4.73 3 (6 SBP : 6 AT) PA3 13.93 0.83 1.45 1.68 4.98 4 (4 SBP : 8 AT) PA4
14.40 0.91 1.21 2.03 4.66 5 (2 SBP : 10 AT) PA5 15.19 0.84 1.28 1.55 4.85 Baku Mutu
Laboratorium Air UNAND Berdasarkan data hasil pengukuran POC (Pupuk Organik Cair)
campuran berat Sabut Buah Pinang (SBP) dan Ampas Tahu (AT) yang dilakukan pada
minggu ke- 4 dengan bantuan EM-4 menunjukkan bahwa parameter uji C-Organik dan pH
untuk semua variasi telah memenuhi baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019.
Dimana untuk kandungan C organik terbaik diperoleh pada variasi PA5 yaitu senilai 15,19
% dan untuk pH terbaik diperoleh pada variasi PA3 senilai 4, 98. Untuk kandungan N dan P
masih belum memenuhi baku mutu karena persyaratan minimum adalah 2-6 %, sedangkan
pada hasil pengujian diperoleh di bawah 2-6 %. Untuk K variasi yang memenuhi baku mutu
adalah pada sampel PA1 senilai 2,36% dan PA 4 senilai 2, 03% sedangkan untuk variasi
lainnya masih di bawah baku mutu. 4.2 Pembahasan Analisis kualitas akhir POC terhadap
hubungan antara berat variasi campuran Sabut Buah Pinang (SBT) dan Ampas Tahu (AT)
terhadap kualitas POC (Pupuk Organik Cair) sesuai dengan baku mutu KEPMEN Pertanian
No. 261 Tahun 2019. Adapun hasil analisis kualitas akhir POC dapat dilihat pada uraian di
bawah ini. 4.2.1 Analisis C-Organik Prinsip pengomposan yaitu menurunkan nilai rasio C/N
bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah. Nilai C/N merupakan hasil
perbandingan antara karbon dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan
(Budiharjo, 2006). Nilai C/N tanah sekitar 10-20. Apabila bahan organik mempunyai
kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat
digunakan atau dapat diserap tanaman (Indriani, 2002). Tabel 4.2 Hasil Uji C-Organik
kompos Variasi C Organik KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019 PA 1 14.4 Min 10 PA 2
12.63 Min 10 PA 3 13.93 Min 10 PA 4 14.4 Min 10 PA 5 15.19 Min 10 Rasio merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan kompos khususnya pada kecepatan pengomposan.
Hal ini terjadi karena aktivitas mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber
energi dan nitrogen sebagai sumber protein untuk membentuk komponen sel. Bila C/N
terlalu tinggi maka proses pengomposan menjadi lambat sehinga proses dekomposisi
menjadi lambat, sedangkan jika rasio C/N rendah akan menyebabkan aktivitas
2009). Berdasarkan campuran berbagai variasi berat Sabut Buah Pinang (SBP) dan Ampas
Tahu (AT) pada pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) berpengaruh nyata terhadap
parameter C-organik. Nilai yang didapatkan pada semua variasi telah memenuhi baku
mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019. Nilai C-organik tertinggi adalah pada variasi
PA5 dengan nilai C-Organik yaitu 15,19%, Sedangkan C-Organik terendah yaitu 12,63 %
pada campuran PA2. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa kualitas POC yang
dihasilkan dapat digunakan ke tanaman dikarenakan nilai C-Oganik memenuhi nilai C/N
tanah. Namun perlu diperhatikan bahwa hasil pengujian yang didapat menunjukan nilai
yang naik turun dari berbagai variasi tersebut. Sehingga diperlukan penelitian lanjutan.
Adapun hasil analisis yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Analisis
C-Organik 4.2.2 Analisis Nitrogen Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi tumbuhan
yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun,
batang, dan akar. Nanum kelebihan nitrogen dapat menghambat pembuahan pada
tanaman (Samekto, 2008). Menurut Naswir (2008) kandungan Nitrogen didapatkan pada
saat proses fermentasi yang menghasilkan sejumlah senyawa organik seperti asam laknat,
asam nukleat, biohormon, dan lain sebagainya yang dilakukan oleh mikroorganisme
dengan bantuan EM-4 pada pembuatan POC (Pupuk Organik Cair) agar mudah diserap
oleh tanaman. Adapun reaksi yang terjadi dalam proses fermentasi untuk mendapatkan
hara nitrogen (N) adalah (Naswir, 2008): Protein TP + NADP + NH3 + energi 2NH3 + 3O2
2HNO2 + 2H2O + energi 2HNO2 + 2O2 2HNO3 + 2H2O + energi Menurut Sutejo (1990),
nitrogen yang diserap oleh akar Tanaman dalam bentuk NO3- (nitrat)dan NH4+
(ammonium), akan tetapi nitrat ini segera tereduksi menjadi ammonium melalui enzim
yang mengandung molibdeum. Apabila unsur nitrogen yang tersedia lebih banyak dari
unsur lainnya maka akan dapat dihasilkan protein lebih banyak pada tanaman. Berdasarkan
analisis campuran bahan Sabut Buah Pinang (SBP) dan Ampas Tahu (AT) berpengaruh
nyata terhadap nilai nitrogen (N) yang dihasilkan dari Pupuk Organik Cair (POC) namun
belum memenuhi baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019. Pada variasi
campuran SBP (Sabut Buah Pinang) dan AT (Ampas Tahu), nilai N tertinggi diperoleh pada
variasi PA4 yaitu sebesar 0.91 % dengan campuran 4 Kg SBP : 8 Kg AT, sedangkan nilai N
terendah pada variasi PA1 yaitu senilai 0,70% terdapat pada campuran 10 Kg SBT : 2 Kg AT.
Hal ini diduga karena pengaruh pemberian EM-4 yang mendekomposisi bahan organik
belum efektif sehingga penguraian belum maksimal. selain itu kemungkinan juga
disebabkan oleh berkurangnya zat nitrogen pada saat fermentasi maupun pada saat
persiapan pengujian parameter unsur hara di laboratorium. Hal ini diperkuat oleh hasil
terangkatnya zat nitrogen dalam bentuk gas nitrogen atau dalam bentuk gas amoniak
cukup baik dan memenuhi baku mutu. Rentang baku mutuparameter N minimal yaitu 2%
dan N maksimal yaitu 6%. Adapun hasil analisis yang didapatkan dapat dilihat pada
Gambar 4.2. Gambar 4.2 Analisis Nitrogen 4.2.3 Analisis Fosfor Fosfor pada tanaman
berfungsi dalam pembentukan bunga, buah, dan biji serta mempercepat pematangan
tidak baik, pertumbuhan akar atau ranting meruncing, pemasakan buah lambat, warna
daun lebih hijau dari pada keadaan normalnya, daun yang tua tampak menguning sebelum
waktunya serta hasil buah atau biji menurun (Sutejo, 1990). Hara fosfor yang terdapat pada
pupuk cair akan lebih efektif penggunaannya dibandingkan dengan pupuk padat, karena
pengaplikasiannya yang langsung pada tanaman mengakibatkan fosfor tidak akan mudah
tercuci oleh air dan dapat diserap oleh tanaman. Fosfor yang diserap oleh tanaman dalam
bentuk HPO42- dan H2PO4-, karena dalam bentuk inilah tanaman dapat menyerap
(Pranata, 2004). Menurut Naswir (2008) kandungan fosfor didapatkan pada saat proses
fermentasi yang dilakukan oleh mikroorganisme dengan bantuan EM-4 pada pembuatan
POC (Pupuk Organik Cair) agar mudah diserap oleh tanaman. Adapun reaksi yang terjadi
dalam proses fermentasi untuk mendapatkan hara fosfor yaitu (Sintha, 2008): ATP +
glukosa → ADP + glukosa 6 fosfat Glukosa 6 fosfat + H2O glukosa + 2H2O + fosfat
Berdasarkan analisis campuran bahan Sabut Buah Pinang (SBP) dan Ampas Tahu (AT)
berpengaruh nyata terhadap nilai fosfor (P2O5) yang dihasilkan dari Pupuk Organik Cair
(POC) namun belum memenuhi baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019. Dari
hasil pengujian nilai fosfor, nilai fosfor tertinggi yaitu 1,81% terdapat pada variasi PA1
dengan campuran 10 Kg SBP: 2 Kg AT. Sedangkan nilai terendah fosfor yaitu 1,21%
terdapat pada variasi PA4 dengan campuran 4 Kg SBP : 8 Kg AT. Adapun hasil analisis yang
didapatkan dapat dilihat pada Gambar 4.3. Gambar 4.3 Analisis Fosfor 4.2.4 Analisis Kalium
Menurut Sutejo (1990), peran kalium bagi tanaman yaitu membentuk protein dan
karbohidrat, mengeraskan jerami dan bagian bawah kayu dari tanaman, meningkatkan
retensi tanaman terhadap penyakit, dan meningkatkan kualitas biji/buah. Kalium yang
diserap oleh tanaman berbentuk K+ monovalensi dan tidak terjadi tranformasi K dalam
campuran bahan Sabut Buah Pinang (SBP) dan Ampas Tahu (AT) berpengaruh nyata
terhadap nilai Kalium (K2O) yang dihasilkan dari Pupuk Organik Cair (POC) dan beberapa
variasi campuran telah memenuhi baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019 dan
dapat digunakan pada tanaman. Dari hasil pengujian, nilai kalium tertinggi pada variasi PA1
yaitu senilai 2,36% terdapat pada campuran 10 Kg SBP: 2 Kg AT, sedangkan nilai terendah
kalium pada variasi campuran PA5 yaitu 1,55% terdapat pada campuran 2 Kg SBP : 10 Kg
AT. Kalium pada beberapa variasi campuran POC ini sudah baik dan sesuai dengan baku
mutu. Namun, untuk variasi campuran lainnya masih di bawah baku mutu. Adapun hasil
analisis yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 4.4. Gambar 4.4 Analisis Kalium 4.2.5
terhadap mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik (Dewilda dkk, 2017). Nilai
pH yang didapatkan dari hasil pengujian campuran SBP (Sabut Buah Pinang) dan AT
(Ampas Tahu) berpengaruh nyata terhadap perubahan pH. Penelitian ini membuktikan
hasil pengujian nilai pH, nilai pH tertinggi yaitu 4,98 terdapat pada variasi PA3 dengan
campuran 6 Kg SBP: 6 Kg AT, sedangkan nilai pH terendah yaitu 4,66 terdapat pada variasi
campuran PA4 dengan 4 Kg SBP : 8 Kg AT. Nilai pH pada POC ini sudah baik dan
memenuhi baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019 dimana rentang nilai pH
yang diperbolehkan yaitu 4-9. Adapun hasil analisis yang didapatkan dapat dilihat pada
Gambar 4.5. Gambar 4.5 Analisis pH BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari
tujuan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: 1. Limbah sabut pinang
dan ampas tahu dapat dijadikan sebagai bahan baku pada pembuatan Pupuk Organik Cair
(POC) namun diperlukan juga penambahan bahan organik lainnya sehingga dapat
memenuhi setiap kandungan yang disyaratkan pada baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261
Tahun 2019. 2. Komposisi bahan yang terbaik yang mendekati baku mutu KEPMEN
Pertanian No. 261 Tahun 2019 untuk dijadikan Pupuk Organik Cair (POC) terdapat pada
variasi campuran PA1 dengan 10 Kg SBP (Sabut Buah Pinang) dan 2 AT (Ampas Tahu)
dengan hasil pengujian parameter C-Organik 14,40%, Nitrogen 0,70%, Fosfor 1,81%,
Kalium 2,36%, dan pH 4,87. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat diambil dari penelitian ini
untuk penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut : 1. Pupuk cair organik dari bahan baku
limbah sabut pinang dan ampas tahu perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang POC dari
bahan sabut pinang saja atau ampas tahu saja guna mengetahui kualitas terbaik POC 2.
Sebaiknya dilakukan penelitian dengan variasi waktu yang lebih lama, guna mendapatkan
kompos yang sesuai dengan KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019 25 26 25 26 25 27 26
27 27 42 26 42
Sources