Anda di halaman 1dari 31

Plagiarism Checker X - Report

Originality Assessment

Overall Similarity: 0%
Date: Jan 29, 2021
Statistics: 0 words Plagiarized / 9905 Total words
Remarks: No similarity found, your document looks healthy.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara pertanian yang memiliki

banyak permasalahan dengan lingkungan terutama karena penggunaan pupuk yang

berlebihan. Pada umumnya lahan pertanian di Indonesia mengalami kemunduran

kesuburan dan kerusakan tanah serta telah mengalami penurunan produktivitas. Penyebab

diantaranya adalah ketidakseimbangan hara dalam tanah, pengurasan dan defisit hara,

penurunan kadar bahan organik tanah, peningkatan lapisan tapak bajak, pencemaran oleh

bahan agrokimia dan limbah, penurunan populasi atau aktivitas mikroba dan

salinitasi/alkalinisasi (Hartatik dkk, 2015). Permasalahan lingkungan khususnya dibidang

pertanian ini juga terjadi Provinsi Sumatera Barat khususnya di wilayah Kabupaten Padang

Pariaman. Kabupaten Padang Pariaman memiliki luas wilayah sebesar 1.328,79 Km2 yang

terdiri dari 17 Kecamatan. Luas wilayah tersebut meliputi hutan seluas 28,49%, wilayah

perkebunan seluas 26,40% dan sawah seluas 21,38% dari luas Kabupaten Padang Pariaman.

Berdasarkan data tersebut, mayoritas masyarakat Padang Pariaman mengembangkan

sektor pertanian dan perkebunan seperti padi, cokelat, pala, kelapa, kelapa sawit, pinang

serta berbagai jenis buah-buahan dan umbi-umbian lainnya(Padang Pariaman, 2013). Pada

sektor pertanian dan perkebunan, penggunaan pupuk anorganik dijadikan sebagai bahan

alternatif untuk meningkatkan hasil produksi, dimana penggunaan pupuk anorganik

tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil panen yang memuaskan. Namun, berbagai

jenis pupuk anorganik yang beredar di pasaran memiliki berbagai kelemahan yaitu harga

pupuk yang mahal dan sifat dari pupuk tersebut yang tidak ramah terhadap lingkungan

karena dapat merusak struktur tanah (Sulistiani, 2014). Mengingat bahaya penggunaan

pupuk anorganik, Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman menghimbau kepada para

petani yang bergerak di sektor pertanian dan perkebunan untuk menggunakan pupuk

organik yang lebih ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil produksi (susi, 2015).

Pupuk organik biasanya terbuat dari bahan-bahan organik yang dapat diperoleh dari

lingkungan sekitar. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik adalah

sampah organik seperti dedaunan, kotoran ternak maupun limbah organik (Sulistiani,

2014). Saat ini banyak petani perkebunan pinang di Kabupaten Padang Pariaman yang
menghasilkan limbah sabut pinang dari hasil panen belum memanfaatkan limbah tersebut

secara efisien. Komposisi kimia utama dari serat kulit pinang adalah 53,20%alfa selulosa

32,98% hemi selulosa, lignin 7,20% dan 4,81% dari bahan lain tetap berad di serat kulit

pinang (Fatimah dkk, 2015). Menurut Halim (2020), selulosa merupakan karbohidrat yang

utama yang disintesis oleh tanaman serta hampir 60% adalah komponen penyusun struktur

pada kayu. SedangkanMenurut Setiadi (2011), lignin merupakan salah satu komponen

kimia penyusun dindng sel kayu selain selulosa dan hemiseluosa. Lignin memiliki fungsi

sebagai perekat alami yang mengikat sel-sel serat agar tetap bersamaan. Jumlah produksi

pinang yaitu 314.143,54 ton/tahun dengan luas kawasan produksi 54.125 Ha (Padang

Pariaman, 2013). Semakin banyak produksi biji pinang, maka semakin banya pula limbah

yang dihasikan. Kulit pinang merupakan limbah dari tanaman pinang, karena kulit pinang

dianggap sebagai bagian tak berguna dan penangannya masih belum maksimal. Selain

pertanian dan perkebunan, Kabupaten Padang Pariaman juga memiliki industri kecil sampai

dengan menengah,salasatunya yaitu industri tahu. Produk sampingan dari industri tahu

yaitu berupa ampas tahu. Ampas tahu merupakan hasil sisa pemerasan bubur kedelai yang

mempunyai kandungan nutrisi yang relatif tinggi. Kandungan nutrisi pada ampas tahu

yaitu: air 82,69%, abu 0,55%, lemak 0,62%, protein 2,42% dan karbohidrat 13,71% (Widiarti

dkk., 2012). Menurut Khare, dkk (1995) dari satu kilogram kedelai yang diproses dalam

pembuatan tahu akan menghasilkan 1,1 kg ampas tahu. Limbah tahu mengandung unsur

hara N 1,24%, P2O5 5,54%, K2O 1,34% dan C-Organik 5,803% yang merupakan unsur hara

ensensial yang dibutuhkan tanaman Unsur hara N berpengaruh terhadap pertumbuhan

vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman dan luas daun yang telah difermentasi dapat

langsung diserap oleh tanaman. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap pembuatan

pupuk organik, menjadikan limbah tersebut tidak termanfaatkan secara efisien(Asmoro,

2008). Penelitian tentang pemanfaatan limbah buah pinangdan ampas tahu sebagai pupuk

organik cair, belum banyak dilakukan. Salah satunya yaitu penelitian Rosalina dan Ihsan

(2019), menyatakan bahwa limbah kulit buah pinang dan batang sagu berpotensi sebagai

bahan baku pembuatan pupuk organik cair (POC). Asmoro, dkk (2018) memanfaatkan
ampas tahu dan kemudian diaplikasikan pada pertumbuhan caisim (Brassica Chinensis) dan

berpengaruh nyata terhadap peningkatan berat besar caisim tanpa akar. Oleh karena itu,

berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan penelitian lebih lanjut

mengenai“Pemanfaatan Sabut Buah Pinang dan Ampas Tahu Sebagai Pupuk Organik

Cair”khususnya di Kabupaten Padang Pariaman. 1.2 Identifikasi Masalah Adapun identifikasi

masalah yang di dapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Limbah sabut pinang

dan ampas tahu belum termanfaatkan secara efisiensebagai kompos 2. Kerusakan struktur

tanah karena pemakaian pupuk anorganik yang berkelanjutan 1.3 Batasan Masalah Pada

penelitian ini, penulis membatasi masalah yang akan dibahas agar penelitian yang

dilakukan lebih terarah. Adapun batasan masalah, yaitu: 1. Pembuatan pupuk cair organik

(POC) menggunakan sistem anaerob pada proses pengomposan. 2. Komposter yang

digunakan adalah komposter sederhana untuk mengolah limbah sabut pinang dan ampas

tahu menjadi pupuk organik cair (POC). 3. Sampel yang akan diuji yaitu pupuk cair yang

dihasilkan pada saat pengomposan. 4. Pupuk yang dihasilkan akan diuji pada 5 parameter

uji yaitu nilai pH, C-Organik, Nitrogen, Fosfor, dan Kalium.dengan KEPMEN Pertanian RI No.

261 Tahun 2019. 1.4 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dapat dirangkum,

yaitu: 1. Apakah limbah sabut pinang dan ampas tahu hasil pengomposan dapat dijadikan

sebagai Pupuk Organik Cair (POC) sesuai standar KEPMEN Pertanian RI No. 261 Tahun

2019? 2. Berapa komposisi limbah sabut pinang dan ampas tahu yang tepat untuk

menghasilkan pupuk cair yang sesuai dengan standar KEPMEN Pertanian RI No. 261 Tahun

2019? 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah,

adalah: 1. Mengetahui limbah sabut pinang dan ampas tahu hasil pengomposan dapat

dijadikan sebagai Pupuk Organik Cair (POC) sesuai standar KEPMEN Pertanian RI No. 261

Tahun 2019. 2. Mengetahui komposisi limbah sabut pinang dan ampas tahu yang tepat

untuk menghasilkan pupuk cair yang sesuai dengan standar KEPMEN Pertanian RI No. 261

Tahun 2019. 1.6 Manfaat Penelitian Berikut merupakan manfaat yang dapat diambil dari

penelitian, terdiri dari: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat bermanfaat untuk

meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang limbah sabut pinang dan ampas tahu
dalam pemanfaatannya untuk pupuk cair organik serta dapat menambah wawasan

tentang pengelolaan persampahan dan proses pengomposan. 2. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan pedoman bagi mahasiswa yang akan

melakukan penelitian, khususnya dibidang pembuatan limbah organik cair dari bahan

sabut pinang dan ampas tahu. 3. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat menjadi bahan

alternatif bagi masyarakat, khususnya disektor perkebunan, untuk membuat pupuk cair dari

limbah sabut pinang dan ampas tahu sebagai pengganti pupuk anorganik. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-dasar Teori 2.1.1 Pengertian Pupuk Pupuk adalah suatu

bahan atau material yang diberikan pada tanaman, berfungsi mengubah sifat fisik, kimia

atau biologi untuk melengkapi ketersediaan unsur hara sehingga pertimbuhan tanaman

menjadi lebih baik. Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 505 Tahun

2006, pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur

hara bagi tanaman secara langsung atau tidak langsung. Menurut Sutedjo (1999), pupuk

adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik mau pun anorganik

dengan maksud mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah yang bertujuan untuk

meningkatkan produksi tanaman dalam lingkungan yang baik. Sedangkan menurut

Novizan (2005), pupuk adalah material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman

dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal

digunakan adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman, dan arang kayu. 2.1.2 Manfaat

Pupuk Manfaat pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak

tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Menurut Marsono dan Lingga

(2005), terdapat dua manfaat pupuk yaitu berkaitan secara fisik dan kimia tanah, antara

lain: 1. Manfaat Secara Fisik Manfaat pupuk dalam hal ini adalah memperbaiki struktur

tanah dari padat menjadi gembur. Pemberian pupuk organik terutama dapat memperbaiki

struktur tanah dengan menyediakan ruang pada tanah untuk udara dan air. Manfaat lain

adalah mengurangi erosi pada permukaan tanah, berfungsi sebagai penutup tanah dan

mempererat struktur tanah dibagian permukaan sehingga tanah tidak mudah tergerus air.

2. Manfaat Secara Kimia Menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman untuk
membantu mencegah terjadinya kehilangan unsur hara seperti N, P, K yang sifatnya sangat

mudah hilang karena penguapan. 2.1.3 Jenis-jenis pupuk Menurut Hamidah (2010), pupuk

dapat dibedakan berdasarkan bahan asal, senyawa, fasa, cara penggunaan, reaksi,

fisiologis, jumlah dan macam-macam kandungan hara yang dikandungnya. Ada pun uraian

dari jenis-jenis pupuk, yaitu: 1. Berdasarkan Asal Berdasakan asalnya, pupuk dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu: a. Pupuk alam, merupakan pupuk yang terdapat di alam atau

dibuat dengan bahan alam tanpa proses yang berarti. Misalnya, pupuk kompos, pupuk

kandang, pupuk guano dan pupuk hijau. b. Pupuk buatan, merupakan pupuk yang dibuat

oleh pabrik. Misalnya, TPS, urea, rustika, dan nitrophoska. Pupuk ini dibuat oleh pabrik

dengan mengubah sumber daya alam melalui proses fisika dan kimia. 2. Berdasarkan

Senyawa Berdasarkan kandungan senyawanya, pupuk dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Pupuk organik, merupakan pupuk yang berupa senyawa organik. Kebanyakan pupuk

alam tergolong seperti pupuk kandang, pupuk kompos, dan pupuk guano. Pupuk alam

tidak termasuk pupuk organik, seperti rock phosphate, umumnya berasal dari batuan

sejenis apatit Ca3(PO4)2. b. Pupuk anorganik atau mineral, merupakan pupuk dari senyawa

anorganik. Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik. 3. Berdasarkan Fasa

Berdasarkan fasanya, pupuk dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a. Pupuk padat,

merupakan kelarutan yang beragam, mulai yang mudah larut dalam air sampai yang sukar

larut. b. Pupuk cair, merupakan pupuk yang dilarutkan dulu ke dalam air, umumnya pupuk

ini disemprotkan ke daun. Karena mengandung banyak hara, baik mikro maupun makro,

harga relatif mahal. Pupuk amoniak cair merupakan pupuk cair yang kadar N-nya sangat

tinggi sekitar 83%, penggunaannya dapat diinjeksikan lewat tanah. 4. Berdasarkan Cara

Penggunaan Berdasarkan cara penggunaannya, pupuk dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Pupuk daun, merupakan pupuk yang cara pemupukan dilarutkan dalam air dan

disemprotkan pada permukaan daun. b. Pupuk akar atau pupuk tanah, merupakan pupuk

yang diberikan ke dalam tanah di sekitar agar diserap oleh akar tanaman. 5. Berdasarkan

Reaksi Fisiologis Berdasarkan reaksi fisiologis, pupuk dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a.

Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis masam, artinya bila pupuk diberikan ke dalam
tanah, menimbulkan kecendrungan tanah menjadi lebih masam (pH menjadi rendah).

Misalnya, pupuk Za dan urea. b. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis basis, merupakan

pupuk yang bila diberikan ke dalam tanah menyebabkan pH tanah cenderung naik,

misalnya pupuk chili saltpeter, calnitro, kalsium sianida. 6. Berdasarkan Jumlah Hara yang

Dikandung Berdasarkan jumlah Hara yang terkandung di dalamnya, pupuk dibedakan

menjadi dua, yaitu: a. Pupuk yang hanya mengandung satu jenis hara tanaman saja,

misalnya, urea hanya dipentingkan hara P saja (meskipun ada mengandung hara Ca). b.

Pupuk majemuk, merupakan pupuk yang mengandung dua atau lebih hara tanaman.

Contoh N, P, K, amophoska, nitrophoska. 7. Berdasarkan Macam Hara Tanaman

Berdasarkan macam hara tanaman, pupuk dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: a. Pupuk

makro, merupakan pupuk yang hanya mengandung hara makro saja. Contohnya N, P, K

dan nitrophoska. b. Pupuk mikro, merupakan pupuk yang hanya mengandung hara mikro

saja. Contohnya mikrovet, mikroplek, dan metalik. c. Pupuk campuran makro dan mikro,

misalnya pupuk gandasil, bayfolan, dan rustika. 2.1.4 Jenis-Jenis Kompos Menurut Saktika

(2020), jenis-jenis pupuk kompos dibedakan menjadi: 1. Pupuk Aerobik Pupuk kompos ini

dibuat melalui proses biokimia yang melibatkan oksigen. Bahan dasar utama

pembuatannya yaitu sisa tanaman, kotoran hewan, atau campuran keduanya.Waktu

pengomposan memakan waktu 40-50 hari. Lama waktu dekomposisi tergantung dari jenis

decomposer dan bahan baku pupuk. 2. Pupuk Bokashi Pupuk bokashi adalah salah satu

pupuk aerob yang paling terkenal.Karakteristik dari pupuk ini terlihat pada jenis inokulen

yang digunakan sebagai bahan dasar awalannya.Adapun jenis inokulen yang digunakan

yaitu efektif mikroorganisme (EM4).Inokulen tersebut terdiri atas campuran berbagai

macam mikroorganisme yang bisa mendekomposisi bahan organik dengan efektif. 3.

Vermikompos Vermikompos adalah salah satu kompos yang memanfaatkan

makroorganisme sebagai pengurai.Mkroorganisme yang digunakan adalah cacing tanah.

Pupuk ini dibuat dengan cara memberikan bahan organik sebagai pakan kepada cacing

tanah. Nah, kotoran yang dihasilkan cacing tanah tersebutlah yang dinamakan

vermikompos. 4. Pupuk Cair Pupuk organik cair adalah pupuk kompos yang dihasilkan
dengan cara pengomposan basah. Cara membuat pupuk organik cair pun berlangsung

aerob maupun anaerob.Pupuk ini dibuat karena lenih mudah diserap oleh tanaman. 2.1.5

Proses Pengomposan Pengomposan atau pembuatan pupuk organik merupakan suatu

metode untuk mengkonversikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang lebih

sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba. Proses pembuatannya dapat dilakukan

pada kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan aerobik adalah dekomposisi bahan

organik dengan kehadiran oksigen (udara). Produksi utama dari metabolis biologi aerobik

adalah karbondioksida, air dan panas. Pengomposan anaerobik adalah dekomposisi bahan

organik tanpa menggunakan oksigen bebas. Produk akhir metabolis anaerobik adalah

metana, karbondioksida dan senyawa tertentu seperti asam organik. Pada dasarnya

pembuatan pupuk organik padat maupun cair adalah dekomposisi dengan memanfaatkan

aktivitas mikroba, oleh karena itu kecepatan dekomposisi dan kualitas kompos tergantung

pada keadaan dan jenis mikroba perlu diperhatikan selama proses pengomposan, misalnya

aerasi, media tumbuh dan sumber makanan bagi mikroba (Yuwono, 2006). Beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi proses pembuatan pupuk organik yaitu nilai C/N bahan, ukuran

bahan, campuran bahan, mikroorganisme yang bekerja, kelembaban dan aerasi,

temperatur dan keasaman (pH). Hal-hal yang perlu diperhatikan agar proses pembuatan

pupuk organik dapat berlangsung lebih cepat antara lain sebagai berikut (Indriani, 2002): 1.

Nilai C/N bahan Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh

tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak sama

dengan C/N tanah. Nilai C/N merupakan hasil perbandingan antara karbon dan nitrogen.

Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik mempunyai kandungan C/N

mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat digunakan atau dapat

diserap tanaman. Namun, umumnya bahan organik yang segar mempunyai C/N yang

tinggi, seperti jerami padi 50-70, daun-daun >50 (tergantung jenisnya), cabang tanaman

15-60 (tergantung jenisnya), kayu yang telah tua dapat mencapai 400. Semakin rendah nilai

C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pembuatan pupuk organik semakin cepat.

Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi yang digunakan N untuk sistesis
protein. 2. Ukuran bahan Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses

pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Untuk itu,

bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Bahan yang keras sebaiknya dicacah

hingga berukuran 0,5 – 1 cm, sedangkan ukuran bahan yang tidak keras dicacah dengan

ukuran yang agak besar sekitar 5 cm. Pencacahan bahan yang tidak keras sebaiknya tidak

terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) kurang baik (kelembabannya

menjadi tinggi). 3. Komposisi bahan Komposisi bahan dari beberapa macam bahan organik

akan lebih baik dan cepat. Ada juga yang menambahkan bahan makanan dan zat

pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari bahan organik,

mikroorganisme juga mendapatkan bahan tersebut dari luar. 4. Jumlah mikroorganisme

Biasanya dalam proses ini bekerja bakteri dfungi, actinomycetes dan protozoa. Sering

ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan bahan organik yang akan dijadikan

pupuk. dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme diharapkan proses pembuatan

pupuk organik akan lebih cepat. Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan

bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang

kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik cair ini

adalah dapat secara tepat mengatasi defesiasi hara, tidak bermasalah dalam pencucian

hara, dan mampu menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk organik

cair dari bahan anorganik, pupuk organik cair umunya tidak merusak tanah dan tanaman

walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat,

sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa digunakan tanaman

secara langsung,diantara jenis pupuk organik cair adalah pupuk kandang cair, sisa padatan

dan cairan pembuatan biogas, serta pupuk cair dari sampah/limbah organik (Hadisuwito,

2007). Pada dasarnya, limbah cair dari bahan organik bisa dimanfaatkan menjadi pupuk

sama seperti limbah padat organik banyak mengandung unsur hara (N,P,K) dan bahan

organik lainnya. Penggunaan pupuk dari limbah ini dapat membantu memperbaiki struktur

dan kualitas tanah. Sampah organik tidak hanya bisa dibuat menjadi kompos atau pupuk

padat tetapi bisa dibuat sebagai pupuk cair, alat yang dibutuhkan untuk membuat pupuk
cair adalah komposter. Ukuran komposter dapat disesuaikan dengan skala limbah untuk

skala limbah keluarga kecil dapat menggunakan komposter berukuran 20-60 liter.

Sementara itu, untuk skala besar seperti limbah rumah makan bisa digunakan komposter

yang berukuran 60 liter lebih. Komposter berfungsi dalam mengalirkan udara (aerasi),

memelihara kelembaban, serta temperatur, sehingga bakteri dan jasad renik dapat

mengurai bahan organik secara optimal. Di samping itu, komposter memungkinkan aliran

lindi terpisah dari material padat dan membentuknya menjadi pupuk cair (Hadisuwito,

2007). 2.1.6 Effective Miroorganisme(EM-4) Banyak ahli yang berpendapat bahwa effective

microorganisme bukan digolongkan dalam pupuk. EM-4 merupakan bahan yang

membantu mempercepat proses pembuatan pupuk organik dan meningkatkan kualitasnya.

Selain itu, EM-4juga bermanfaat memperbaiki struktur dan struktur tanah menjadi lebih

baik serta menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Dengan demikian penggunaan

EM-4akan membuat tanaman menjadi lebih subur, sehat dan relatif tahan terhadap

serangga hama dan penyakit. Berikut ini beberapa manfaat EM-4 bagi tanaman dan tanah

(Nur dkk, 2016): 1. Menghambat pertumbuhan hama dan penyakit tanaman dalam tanah.

2. Membantu meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman. 3. Meningkatkan kualitas

bahan organik sebagai pupuk. 4. Meningkatkan kualitas pertumbuhan vegetatif dan

generatif tanaman. Mikroorganisme yang terdapat di dalamnya secara genetika bersifat asli

bukan rekayasa. Umumnya EM-4 dapat dibuat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan

yang mudah didapat (Hadisuwito, 2007). Untuk mempercepat proses pengomposan

umumnya dilakukan dalam kondisi aerob karena tidak menimbulkan bau. Namun, proses

mempercepat proses pengomposan dengan bantuan effective microorganisme (EM-4)

berlangsung secara aerob (sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit udara dan

cahaya). Dengan metode ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang bila proses

berlangsung dengan baik. Jumlah mikroorganisme fermentasi di dalam EM-4sangat banyak

sekitar 80 genus. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada 5 golongan yang pokok yaitu

bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Streptomyces sp., ragi (yeast), dan Actinomycetes.

Dalam proses fermentasi organik, mikroorganisme akan bekerja dengan baik bila
kondisinya sesuai. Proses fermentasi akan berlagsung dalam kondisi semi aerob. pH rendah

(3-4), kadar garam dan kadar gula tinggi, kandungan air sedang 30-40% , adanya

mikroorganisme fermentasi, dan suhu sekitar 40-50oC(Indriani, 2002). Mikroorganisme

yang baik terhadap kualitas pupuk organik, sedangkan ketersediaan unsur hara dalam

pupuk organik sangat dipengarugi oleh lamanya waktu yang diperlukan bakteri untuk

mendegradasi sampah (Yuwono, 2006). 2.1.7 Siklus Krebs Siklus Krebs adalah siklus yang

digunakan oleh mikroorganisme aerobic untuk menghasilkan energi.Produk dalam siklus

Krebs menghasilkan senyawa berupa asam sitrat, sehingga siklus Krebs juga disebut

sebagai asam sitrat. Tahapan respirasi sel diawali dengan proses glikolisis yaitu pemecahan

glukosa menjadi asam piruvat dan ifosforilasi oksidatif yang akan menghasilkan

Adenotriphosphate atau 2 ATP dan 2 NADH. Setelah dihasilkan molekul berupa asam

piruvat dari proses glikolisis, asam piruvat akan diproses untuk memasuki tahapan

dalamsiklus Krebs(Mirza dkk, 2016). Terdapat dua tahapan Krebs yaitu (Mirza dkk, 2016): 1.

Tahapan Dekarboksilasi Oksidatif Senyawa hasil dari proses glikolisis berupa asam piruvat

akan masuk ke tahap dekarboksilasi oksidatif yang terletak didalam mitokondria sel tubuh

untuk kemudian menuju reaksi persiapan sebelum memasuki siklus Krebs. Asam piruvat

dari proses glikolisis akan di ubah menjadi asetil ko-A melalui proses oksidasi. Proses

oksidasi ini disebabkan karena pelepasan elektron sehingga menyebabkan komponen

atom karbon berkurang. Hal ini ditandai dengan berkurangnya komposisi 3 atom karbon

yang terdapat dalam asam piruvat berubah menjadi 2 atom karbon, hasil ini berupa asetil-

KoA. Proses berkurangnya komponen karbon inilah yang disebut dekarboksilasi oksidatif.

Selain dihasilkan asetil-KoA, proses oksidasi dalam mitokondria ini juga mampu mengubah

NAD+ menjadi NADH dengan cara menangkap elektron. Hasil akhir dari tahap persiapan

ini berupa asetil-KoA, CO2 dan 2NADH. Asetil-KoA yang merupakan produk dari tahap ini

lah yang akan digunakan untuk proses terjadinya siklus Krebs. Tahapan dekarboksilasi

oksidatif dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Mekanisme Dekarboksilasi Oksidatif

(Sumber: google.com) 2. Tahapan Siklus Krebs Dalam siklus Krebs terdapat delapan tahap

yang reaksinya terjadi terus menerus dari awal hingga akhir dan terjadi secara
berulang.Secara lengkap, proses siklus ini terjadi sebagai berikut: a. Pembentukan sitrat

adalah proses awal yang terjadi dalam siklus Krebss. Dimana terjadi proses kondensasi

asetil-KoA dengan oksaloasetat yang akan membentuk sitrat dengan enzim sitrat sintase. b.

Sitrat yang dihasilkan dari proses sebelumnya akan diubah menjadi isositrat dengan

bantuan enzim akonitase. c. Enzim dehidrogenasi isositrat mampu mengubah isositrat

menjadi α-ketoglutarat dengan bantuan NADH. Dalam proses reaksi ini juga terjadi

pelepasan satu molekul karbon dioksida. d. Alfa-ketoglutarat mengalami proses oksidasi

sehingga akan menghasilkan suksinil-KoA . Selama oksidasi ini, NAD+ menerima elektron

(reduksi) menjadi NADH + H+. Enzim yang mengkatalisis reaksi ini adalah alpha-

ketoglutarat dehidrogenase. e. Suksinil-KoA diubah menjadi suksinat. Energi yang

dilepaskan digunakan untuk mengubah guanosin difosfat (GDP) dan fosforilasi (Pi) menjadi

guanosin trifosfat (GTP). GTP ini kemudian dapat digunakan untuk membuat ATP. f.

Suksinat yang dihasilkan dari proses sebelumnya akan dioksidasi menjadi fumarat. Ketika

oksidasi inilah, FAD akan menerima elektron (reduksi) dan menjadi FADH2. Enzim suksinat

dehidrogenase mengkatalisis pemindahan dua hidrogen dari suksinat. g. Selanjutnya

adalah proses hidrasi, proses ini menyebabkan terjadinya penambahan atom hidrogen

pada ikatan karbon (C=C) sehingga akan menghasilkan produk berupa malat. h. Malat

kemudian dioksidasi untuk menghasilkan oksaloasetat dengan bantuan enzim malat

dehidrogenase. Oksaloasetat inilah yang akan menangkap asetil-KoA sehingga siklus Krebs

dapat terus menerus terjadi. Hasil akhir dari tahap ini juga berupa NADH. Tahapan dalam

silus Krebs dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2 Tahapan dalam Siklus Krebs

(Sumber: google.com) Dalam siklus Krebs, jumlah energy yang dihasilkan adalah 12 ATP,

yaitu 3 NAD+ = 9 ATP, 1 FAD = 2 ATP, dan 1 ATP = 1 ATP. Secara garis besar, dapat kita

simpulkan bahwa dari seluruh proses di atas, siklus Krebs bertujuan untuk mengubah

Asetil-KoA dan H2O menjadi CO2 dan menghasilkan energi tinggi berupa ATP, NADH dan

FADH. 2.1.8 Buah Pinang Pinang merupakan salah satu tanaman palmae yang terdapat

hampir di seluruh wilayah indonesia, salah satunya di daerah Sumatera Barat. Nama daerah

dari tumbuhan pinang ini antara lain pineng / pineung (Aceh), pinang (Gayo), batang
mayang (Karo), pining (Toba), pinang (Minangkabau), gahat / gehat / kahat / taan / pinang

(Kalimantan), bua / hua / soi / hualo / soin / palm (Maluku), mamaan / nyangan / luhuto /

luguto / poko rapo / amongan (Sulawesi), jambe / penang / wohan (Jawa) (Widyaningrum,

2011). Menurut Heyne (1987), klasifikasi buah pinang sebagai berikut: 1. Kingdom : Plantae

2. Divisi : Spermatopyta 3. Class : Monocotyle 4. Ordo : Arecales 5. Family : Araceae 6.

Genus : Areca 7. Species : Areaca cathecu L. Pohon pinang tumbuh tegak dan tingginya

10-30 m, diameternya 15-20 cm dan batangnya tidak bercabang (Arisadi, 2008). Daun

majemuk menyirip, tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang. Pelepah

daun berbentuk tabung, panjang 80 cm, tangkai daun pendek. Panjang helaian daun 1-1,8

m, anak daun mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm dengan ujung sobek dan bergigi.

Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah roset

daun, panjang sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap (Widyaningrum,

2011). Buah bentuk telur sungsang memanjang, panjang 3,5-7 cm, dinding buah

berserabut, bewarna hijau ketika masih muda dan berubah merah jingga jika masak

(Sihombing, 2000). Biji satu, berbentuk seperti kerucut pendek dengan ujung membulat,

pangkal agak datar dengan suatu lekukan dangkal, panjang 15-30 mm, permukaan luar

bewarna kecoklatan sampai cokelat kemerahan (Dalimartha, 2009). Sabut pinang

merupakan bagian dari buah pinang yang teksturnya berserat. Volume sabut yang terdapat

dalam buah pinang secara utuh adalah berkisar sekitar 60% dari keseluruhan buah. Sabut

kering yang dihasilkan dari penjemuran sinar matahari akan kehilangan kadar air sekitar

28% - 33% dari berat sabut setelah pengambilan biji buah (Pilon, 2007). Pemeriksaan

makroskopik simplisia sabut pinang segar menunjukkan bentuk serabut-serabut panjang

yang menempel pada kulit buah dengan panjang serabut 6 cm dengan organoleptik warna

kuning kemerahan jika sudah matang, bau khas, serta rasa pahit. Pemeriksaan organoleptik

ekstrak etanol sabut pinang diperoleh warna cokelat kehitaman, bau khas dan rasa pahit

(Tamimi, 2015). Sabut pinang mengandung senyawa pektin 25%, pektin oksalat 2%,

hemiselulosa 2%, selulosa 40% dan lignin 18% (Chanakya dan Malayil, 2011), Serta

mengandung glikosida (Tamimi, 2015) dan senyawa flovonoid 52,57 mg/g (Zhang, dkk,
2009). 1. Pektin Pektin merupakan salah satu senyawa yang terdapat pada dinding sel

tumbuhan darat. Manfaat pektin telah banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi,

dan komestik. Pada industri tersebut pektin digunakan terutama sebagai bahan pembentuk

gel (Wong dkk, 2008). Pektin digunakan dalam penyembuhan diare dan menurunkan kadar

kolesterol darah (Hariyati, 2006). Pektin sebagai anti diare bekerja dengan cara membentuk

gumpalan seperti gel, sehingga feses yang terbentuk menjadi lebih padat. Pektin juga

bekerja melawan bakteri tertentu yang dapat menyebabkan diare dan flora normal di usus

dapat membentuk suatu lapisan yang menutupi bagian usus yang mengalami iritasi, selain

itu pektin dapat menghambat motolitas usus (Yajima, 1985). 2. Pektin Oksalat Pektin

okslatat merupakan pektin yang tidak larut dalam air yang disebut dengan protopektin

(Chanakya dan Malayil, 2011). Manfaat pektin okslat sama dengan manfaat pektin yaitu

sebagai bahan pembentuk gel, antidiare, dan menurunkan kadar kolesterol darah. Karena

pektin okslat merupakan pektin yang mudah larut jika terhidrolisis oleh larutan asam

(Haryati, 2006). 3. Hemiselulosa Hemiselulosa adalah polimer glukosa dengan lima

monomer yang berbeda, yaitu glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, dan arabinosa.

Hermiselulosa sangat dekat hubungannya dengan selulosa dalam dinding sel tanaman.

Helmiselulosa juga berkaitan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan

memberikan struktur yang kuat dan berfungsi sebagai perekat dan mempercepat

pembentukan serat (Hermiati dkk., 2010). 4. Selulosa Selulosa merupakan komponen utama

penyusun dinding sel tanaman pinang, kandungan selulosa sekitar 35% - 50% dari berat

kering tanaman (Saha, 2004). 5. Lignin Lignin berfungsi sebagai pengikat antara sel dan

menguatkan dinding sel, sehingga tumbuhan yang besar seperti pohon yang tingginya

lebih dari 15 m tetap dapat kokoh berdiri (Nofriadi, 2009). 6. Glikosida Glikosida berupa

gula yang biasa dijumpai yaitu glukosa, galaktosa, dan ramnosa (Latifah, 2015). 7. Flavonida

Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk kompleks protein yang

menganggu integritas membran sel bakteri (Juliantina, 2008). Flavonoid yang merupakan

golongan senyawa fenolik, selain memiliki kemampuan sebagai antioksidan, flavonoid juga

memiliki aktivitas sebagai antieliminasi, antialergi, antivirus, antikanker, dan antibakteri


(Sandhar et al, 2011). 2.1.9 Ampas Tahu Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang

kedelai yang difermentasi dan diambil sarinya. Proses pembuatan tahu menghasilkan dua

macam limbah yaitu limbah padat yang berupa ampas tahu dan limbah cair (whey).

Pemanfaatan limbah cair ampas tahu biasanya digunakan sebagai pupuk karena langsung

dapat digunakan atau diberikan kepada tanaman tanpa melalui proses, sedangkan ampas

tahu biasanya digunakan sebagai pembuat oncom, tempe enyes dan juga untuk makanan

ternak (Ali dkk, 2012). Ampas tahu memiliki lebih banyak kandungan protein yang lebih

tinggi jika dibandingkan dengan limbah cainya.Ampas tahu banyak mengandung senyawa

organik yang dibutuhkan oleh tanaman. Kandungan bahan organik yang ada pada limbah

tahu jika diolah dengan tepat menggunakan campuran bahan lain akan menghasilkan

pupuk organik yang ramah lingkungan dan menyuburkan tanaman (Hama, 2018) Ampas

tahu mengandung protein 43,8%, lemak 0,9%, serat kasar 0,67%, magnesium 32,3 mg/kg,

dan bahan lainnya. Ampas tahu mengandung unsur N rata-rata 16% dari protein yang

dikandungnya. Nitrogen merupakan penusun utama protein dan sebagai bagian dari krikil

yang mempunyai peran penting pada fotosintesis. Fotosintat yang dihasilkan dari

fotosisntesis dapat digunakan tanaman untuk proses pembelahan sel tanaman sehingga

tanaman mengalami pertambahan tinggi (Hama, 2018). 2.1.10 Baku Mutu Pupuk Cair

Menurut Keputusan Menteri Petanian Republik Indonesia Nomor 261 Tahun 2019 tentang

Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair dapat dilihat pada Tabel 2.1di bawah ini.

Tabel 2.1 Standar Bakumutu Pupuk Organik Cair No Parameter Satuan Standar Mutu 1 C –

organik % (w/v) Minimum 10 2 Hara makro: N + P2O5 + K2O % (w/v) 2-6 3 N – organik %

(w/v) Minimum 0,5 4 Hara mikro** Fe total Mn total Cu total Zn total B total Mo total ppm

ppm ppm ppm ppm ppm 90-900 25-500 25-500 25-500 12-250 2-10 5 pH - 4-9 6 E. coli

Salmonella sp Cfu/mil atau MPN/ml Cfu/mil atauMPN/ml < 1 x 102 < 1 x 102 No

Parameter Satuan Standar Mutu 7 Logam berat As Hg Pb Cd Cr Ni ppm ppm ppm ppm

ppm ppm Maksimum 5,0 Maksimum 0,2 Maksimum 5,0 Maksimum 1,0 Maksimum 40

Maksimum 10 8 Unsur/senyawa lain*** Na Cl ppm ppm Maksimum 2.000 Maksimum 2.000

KEPMEN PERTANIAN RI No. 261 Tahun 2019 Keterangan : **) : dalam prosesnya tidak boleh
menambahkan bahan kimia sintetis. ***) : minimum 3 (tiga) unsur 2.1.11 Kerangka

Konseptual Kerangka konseptual pada penelitian ini terdiri dari input, proses, dan output

yang merupakan data-data kebutuhan penelitian dan proses pengumpulan data lapangan

yang dilakukan pada saat penelitian serta hasil analisis data. Ada pun input, nproses, dan

output pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.3. Input Proses Output 1. Limbah

sabut pinang 2. Limbah ampas tahu 3. EM-4 1. Pembuatan pupuk organik cair limbah sabut

pinang dan limbah ampas tahu menggunakan metode pengomposan anaerob dengan

bantuan EM-4. 2. Pengujian kualitas pupuk yang dihasilkan dengan melakukan pengukuran

pH, kadar C-organik, Nitrogen, Fosfor, dan Kalium. 1. Mengetahui hasil pupuk organik cair

(POC) limbah sabut pinang dan ampas tahu yang sesuai dengan KEPMEN Pertanian RI No.

261 Tahun 2019. 2. Mengetahui komposisi limbah sabut pinang dan ampas tahu yang tepat

untuk menghasilkan pupuk cair yang sesuai dengan standar KEPMEN Pertanian RI No. 261

Tahun 2019 2.2 Penelitian yang Relevan Berikut merupakan beberapa penelitian yang

menunjang tentang pemanfaatan limbah sabut pinang dan ampas tahu sebagai pupuk

organik cair, yaitu dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel. 2.2Penelitian yang Relevan No Nama

Peneliti Judul Penelitian Latar Belakang Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan 1 Febri

Rosalina, Ihsan Febriadi Pemanfaatan Limbah Kulit Pinang dan Batang Sagu dalam

Pembuatan Pupuk Organik Cair 1. Limbah kulit pisang belum termanfaatkan dengan

seefisien mungkin dan dapat berpotensi mencemari lingkungan. 2. Pemanfaatan limbah

organikhanya sebatas pemanfaatan pupuk dalam bentuk padat. 3. Masyarakat khususnya

di wilayah Papua Barat jarang memanfaatkan limbah organik menjadi Pupuk Organik Cair

(POC). Eksperimen Hasil fermentasi selama pengomposan bahan organik yang meliputi

kulit buah pinang dan kulit batang sagu menghasilkan produk berupa air lindi atau dapat

dikatakan sebagai pupuk organik cair. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan 3

perlakuan rangkaian acak, didapatkan bahwa produksi POC tertinggi yaitu rata-rata selama

6 pekan yaitu 288 ml pada limbah kulit pinang (LPb) sebanyak 10 kg. Volume lindi

terbanyak terdapat pada pekan ke-4 yaitu LPb 1= 129 mL, LPb 2 = 150 mL, dan LPb 3 =

135. Suhu fermentasi pada LPb 1,2,3 berkisar 25oC – 26oC. Di mana, menurut Simamora,
dkk. (2005) sudah sesuai dengan standar suhu pengomposan yang diperbolehkan yaitu 20

oC – 40oC. 2 EtikLiswahyuning- sih, AndangUlfiyatulKhotimah, Pemanfaatan Limbah Tahu

(Ampas dan Cair) Sebagai Bahan Dasar Pembuatan PupukOrganik Pengganti 1. Pupuk

organik menguntungkan petani dalam kesuburan tanah karena bebas bahan kimia seperti

urea. Eksperimen Limbah tahu mengandung N,P,K,Ca,Mg, dan C organik yang berpotensi

untuk meningkatkan kesuburan tanah. Berdasarkan analisis, bahan kering ampas tah

mengandung kadar air 2,69%, protein kasar 27,09%, serat kasar 22,85%, No Nama Peneliti

Judul Penelitian Latar Belakang Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Dyah Titik

Febriana Pupuk Kimia yang Lebih Ramah Ling-kungan 2. Pemanfaatan limbah tahu padat

atau cair berpotensi dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pupuk. lemak 7,37%,

abu 35,02%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 6,87%, kalsium 0,5% dan fosfor 0,2%.

Kandungan-kandungan tersebut memiliki potensi untuk dapat meningkatkan kesuburan

tanah dan tanaman. 3 Hama Sartia Pemanfaatan Kompos Ampas Tahu pada Pertumbuhan

dan Produksi Tanaman Kacang Tanah (Arachis Hypogea L.) Permintaan pupuk organik yang

semakin pesat merupakan peluang pemanfaatan ampas tahu menjadi pupuk kompos

secara ekonomis. Ampas tahu mengandung protein43,8%, lemak 0,9%, serat kasar 6%,

kalsium 0,32%, fosfor 0,67%, magnesium 32,3 mg/kg dan bahanlainnya. Ampas tahu

mengandung unsurN rata-rata 16% dari protein yangdikandungnya. Eksperimen Dosisi

kompos mpas tahu 200 g/tanaman (P2) merupakan dosis terbaik pada jumlah daun (161

helai) dan bobot basah polong (423,74 g). Sedangkan hasil terendah bobot basah polong

dengan nilai 265,5 g, berat kering polong sebesar 124 g dan jumlah polong sebesar 49,25

buah terdapat pada P0. 4 Jumali Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal Bonggol Pisang

Sebagai Strater Kompos Campuran Feses Kotoran Sapi dan Kulit Pinang Terhadap Kualitas

Kompos 1. Bagian pinang yang paling sering dimanfaatkan adalah bijinya, sehingga

menghasilkan limbah organik berupa kulit. 2. Kulit pinang dianggap sebagai bagian yang

tidak Eksperimen Pemanfaatan mikroorganisme lokal boggol pisang sebagai strarter

kompos campuran feses sampi dan kulit pinang berdasarkan pengamatan fisik dan hara

kompos sudah memenuhi standar kualitas kompos, kompos terbaik pada P2 (62% feses
sapi potong + 25% kulit pinang + 10% dedak + 3% MOL bonggol pisang) yaitu nilai K No

Nama Peneliti Judul Penelitian Latar Belakang Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan

SertaPertumbuhan RuputGajah (Pennisetum Purpureum) berguna dan penanganannya

masih belum maksimal. (1,62a± 0,06), P (0,36a± 0,01), N (1,78c ± 0,02), C/N (20,08± 1,10),

pH (7,17± 0,07), dan perlakuan perlakuan JP3 (120 gram pupuk kompos + 20 Kg tanah)

memberikan pengaruh pertumbuhan terbaik terhadap tinggi rumput (128a± 2,64) dan

panjang rumput (89,3a± 0,96). 5 Adrian Dinata Harap, Tengku Nur Hidayah, Sukemi Indra

Sapurta Pengaruh Pemberian Kompos Ampas Tahu Terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi

Rebusta (Coffea Canephora Pierre) di Bawah Naungan Tanaman Kelapa Sawit Pupuk

kompos merupakan hasil penguraian atau pelapukan dari bahan organik seperti daun-

daun, jerami, alang-alang, limbah dapur, kotoran ternak, limbah kota dan limbah industri

pertanian. Salah satu limbah pertanian yang dapat dijadikan pupuk kompos adalah ampas

tahu. Eksperimen Pemberian kompos ampas tahu dengan dosis 225 g dan 300 g

memberikan pengaruh baik untuk pertumbuhan bibit kopi rebusta. Pemberian kompos

ampas tahu berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bitit kopi 14,350 a (225 g)

dan 15,175 a (300 g), jumlah daun 11,000 b (225 g) dan 25,500 a (300 g), pertambahan

diameter batang 2,760 b (225 g) dan 3,450 a (300 g), luas daun 89,850 a (225 g) dan 82,580

ab (300 g), dan volume akar 20,720 a (225 g) dan 21,720 a (300 g) tanaman bibit kopi

rebusta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian pada

percobaan ini adalah berupa eksperimen yang memerlukan pengujian di laboratorium

untuk menguji beberapa parameter yang terkait dengan kualitas Pupuk Organik Cair (POC)

dari limbah sabut pinang dan ampas tahu. Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu

pendekatan kuantitatif dengan membandingkan hasil pengujian dengan KEPMEN

Pertanian RI No. 261 Tahun 2019 Tentang Standar Baku Mutu Pupuk Organik Cair terhadap

nilai pH, C, N, P, dan K serta mengetahui kandungan parameter dari berbagai variasi

komposisi. 3.2 Waktu Penelitian dan Lokasi Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian Penelitian ini

direncakan akan dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2020 sampai dengan 30 Januari 2021,

perencanaan waktu penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Waktu Penelitian No
Kegitan Juli Agustus September Oktober November Desember Januari I II III IV I II III IV I II

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 Persiapan Seminar Review Jurnal 2 Persiapan

proposal 3 Persiapan alat dan bahan 5 Pembuatan komposter 6 Melakukan proses

pengomposan 8 Menganalisis hasil kompos 9 Pembuatan laporan akhir 3.2.2 Lokasi

Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel kulit pinang berlokasi di di Kecamatan V

Koto Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman dengan titik koordinant

latitude-0,5130789, dan koordinat longitude 100,132311, sedangkan pengambilan sampel

ampas tahu dari pabrik pembuatan tahu yang jaraknya berkisar ± 30 meter dari titik

pengambilan sampel sabut pinang. Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel (Sumber: www.

Google Maps.com) 3.2.3 Lokasi Pengujian Sampel Pengujian sampel pupuk yang telah

matang, dilakukan di Laboratorium Air Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas

(UNAND) Padang untuk pengujian pH, C-Organik, Nitrogen, Fosfor, dan Kalium. 3.3

Variabel Penelitian Variabel pada penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel

terikat, dimana diharapkan dengan adanya variabel tersebut mampu membuat buat pupuk

organik cair sabut pinang dan ampas tahu yang sesuai dengan KEPMEN Pertanian RI No.

261 Tahun 2019 Tentang Standar Baku Mutu Pupuk Organik Cair. 3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang nilainya bisa divariasikan. Pada penelitian ini variabel

bebasnya adalah waktu fermentasi dan perbandingan berat sabut buah pinang dan ampas

tahu. Pada penelitian ini waktu pengomposan yang dilakukan selama 4 pekan dengan

berat efektif sabut buah pinang sebanyak 10 kg. Penentuan variabel ini didasarkan atas

penelitian Roslina dkk (2019), Hasil penelitiannya, Roslina menyatakan bahwa waktu

pengomposan optimum yaitu selama 4 minggu. Pada penelitian ini, penulis mencoba

memvariasiakan berat limbah sabut pinang dan ampas tahu seperti di bawah ini : 1. 10 Kg

sabut buah pinang : 2 Kg ampas tahu 2. 8 Kg sabut buah pinang : 4 Kg ampas tahu 3. 6 Kg

sabut buah pinang : 6 Kg ampas tahu 4. 4 Kg sabut buah pinang : 8 Kg ampas tahu 5. 2 Kg

sabut buah pinang : 10 ampas tahu 3.3.2 Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel

yang menjadi fokus utama penelitian. Pada penelitian ini variabel terikatnya yaitu nilai pH,

kandungan C, N, P, dan K yang dihasilkan pada pupuk cair sabut buah pinang dan ampas
tahu setelah dilakukan pengujian di laboratorium. 3.4 Data dan Sumber Data 3.4.1 Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang

digunakan yaitu data hasil pengamatan saat pengomposan, hingga pengujian kandungan

pH,C-organik, N, P2O5, dan K2O di Laboratorium Air Jurusan Teknik Lingkungan

Universitas Andalas (UNAND) Padang. Sedangkan data sekunder yang digunakan diperoleh

dari pengumpulan literature yang berkaitan dengan penelitian yang terdiri atas petunjuk

dalam pelaksanaan penelitian. 3.4.2 Sumber Data Sumber data primer dapat diperoleh

dengan metode observasi, dan juga metode dokumentasi. Metode observasi adalah

metode yang dipakai untuk memperoleh data secara langsung ketika pengomposan yang

diamati hingga kompos matang. Sedangkan, metode dokumentasi adalah metode yang

digunakan dalam pengumpulan data dengan cara menyimpulkan keterangan yang telah

didokumentasikan dengan menggunakan kamera smartphone atau kamera lainnya selama

percobaan. Untuk memperoleh sumber data sekunder digunakan metode studi pustaka,

yaitu suatu metode untuk mengumpulkan materi yang bersumber dari buku-buku atau dari

sumber lainnya yang secara langsung ataupun tidak langsung di kutip sebagai acuan dalam

melaksanakan penelitian ini. 3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Persiapan Sampel Sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah limbah sabut pinang dan ampas tahu. Proses

pengambilannya adalah : 1. Siapkan wadah penampung bisa berupa ember atau karung

kapasitas 30 kg masing-masingnya. 2. Ambil sabut pinang 30 kg dan ampas tahu 30 kg ke

dalam wadah yang telah disediakan untuk masing-masing sampel. 3. Untuk sabut pinang

diperlukan pencacahan/dipotong kecil dengan ukuran lebih kurang 1 cm sebelum

dilakukan pengomposan. 3.5.2 Persiapan Alat Komposter Reaktor yang digunakan dalam

penelitian ini berupa tong plastik pakai tutup dengan volume 20 L yang dilengkapi selang

yang dihubungkan dengan botol plastik yang sudah berisi air. Selang berfungsi sebagai

aliran buang gas untuk penstabilan suhu bahan.Selang ini disambungkan ke dalam botol

yang berisi air yang dihubungkan ke dalam reaktor. Air di dalam botol berfungsi untuk

menghambat udara dari luar yang akan masuk ke dalam reaktor (Putra, 2019). Berikut

merupakan tahapan persiapan alat komposter, yaitu: 1. Alat a. Mesin Bor b. Meteran c.
Tong plastik d. Cutter 2. Bahan a. 5 buah tong plastik ukuran 20 liter untuk 5 variasi b. 5

buah selang plastik sepanjang 70 cm masing-masingnya c. 1 buah lakban d. 2 buah botol

plastik ukuran 1 liter 3. Cara Kerja a. Lubangi bagian atas tong plastik menggunakan bor b.

Masukan selang ke dalam lubang tong dan ujungnya dimasukan ke dalam botol plastik

yang didalamnya sudah diisi air (lihat gambar 3.2). Gambar 3.2 Contoh Rancangan Reaktor

Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) 3.5.3 Persiapan Pembuatan Pupuk Organik Cair

(POC) Pada penelitian, digunakan gula sebagai nutrisi mikroorganisme. Adapun alat, bahan,

dan cara kerja yang digunakan dalam pembuatan POC terdiri dari (Sundari dkk (2012): 1.

Alat: a. Reaktor pembuatan Pupuk Organik Cair (POC). b. Pisau. c. Termometer. d. Neraca

analitik. e. Neraca digital. f. Gelas piala. g. Erlemeyer. h. Batang pengaduk. 2. Bahan: a.

Sabut pinang dan ampas tahu sesuai berat variasi bahan. b. Bioaktivator EM-4 c. Air bersih

(air sumur) 7 liter. d. Gula 800 g, sebagai sumber nutrisi mikroorganisme. 3. Pelaksanaan

penelitian : Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu pembutan larutan media dan

pembuatan pupuk. a. Pembuatan larutan EM4 1) Cairan gula dimasukkan ke dalam wadah

komposter. 2) Kemudian tambahkan air bersih (air sumur) sebanyak 7 liter ke dalam wadah

komposter. 3) Aduk bahan tersebut hingga rata. 4) Setelah itu, masukkan bioaktivator EM4.

b. Pembuatan pupuk cair dengan bioaktivator EM-4 1) Cacah ke 5 variasi berat sabut

pinang dengan ukuran 1 cm atau cacah tipis. Sedangkan ampas tahu tidak perlu dicacah. 2)

Masukkan variasi berat sabut pinangyang telah dicacah dan ampas tahuke dalam masing-

masing alat reaktor pembuatan POC dan tambahkan cairan larutan media EM4 yang telah

disediakan. 3) Setelah itu, tutup rapat tong atau alat reaktor pembuatan POC, dan disimpan

ditempat teduh agar terhindar dari sinar matahari langsung. 4) Biarkan campuran ini

selama 4 minggu. 5) Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap kandungan dan kualitas

pupuk organik cair di laboratorium. 3.5.4 Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan

data dilakukan dengan melakukan pengukuran dan pengujian pada nilai pH, kandungan C-

organik, N, P2O5, dan K2O. Adapun prosedur pengambilan data yaitu: 1. Pengukuran

derajat keasaman (nilai pH) Pada penentuan nilai pH mengacu pada standar acuan

American Publik Health Association (1998). a. Alat 1) Gelas piala 2) Botol semprot 3) pH
meter b. Bahan 1) Aquadest 2) Larutan Buffer pH 7.0 3) Larutan Buffer pH 4.0 c. Prosedur

Kerja 1) Diambil sampel pupuk cair sebanyak 100 ml ke dalam gelas piala 2) pH meter

dikalibrasi dengan larutan Buffer pH 7,00 dan pH 4,00 sebelum dilakukan pengukuran pH

3) Elektroda dimasukan ke dalam sampel dan baca setelah angka yang terbaca stabil 4)

Dibilas elektroda dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue sebelum pengukuran

setiap sampel. 2. Prosedur Carbon Organik.(SNI 19-7030-2004) a. Alat 1) Timbangan neraca

analitik. 2) Labu ukur 100 ml. 3) Pipet ukur 10 ml. 4) Pipet volume 5 ml. 5) Spektrofotometer

visibel. b. Bahan 1) H2SO4pa. 98%, BJ 1,84. 2) K2Cr2O71 N. Timbang 98,1 K2Cr2O7 + 100

ml H2SO4pa dalam 1.000 ml aquades. 3) Larutan standar 5.000 ppm C Timbang 12,5 g

glukosa dalam 1.000 ml aquades. 4) Sampel pupuk cair c. Prosedur Kerja 1) Dipipet sampel

10 ml pupuk cair ke dalam labu ukur volume 100 ml. 2) Tambahkan berturut-turut 5 ml

larutan K2Cr2O71 N, kocok, dan 7 ml H2SO4pa. 98%, kocok lagi, biarkan 30 menit jika perlu

sekali-kali dikocok. 3) Untuk standar yang mengandung 250 ppm C, pipet 5 ml larutan

standar 5000 ppm C ke dalam labu takar volume 100 ml, tambahkan 5 ml H2SO4 dan 7 ml

larutan K2Cr2O7 2 N dengan pengerjaan seperti di atas. 4) Kerjakan pula blanko yang

digunakan sebagai standar 0 ppm C. Masing-masing diencerkan dengan air bebas ion dan

setelah dingin volume ditepatkan hingga tanda tera 100 ml, kocok bolak-balik hingga

homogen dan biarkan semalam. 5) Diukur dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 561 nm. 3. Prosedur Pengujian N-Total (SNI 19-7030-2004) a. Alat 1) Neraca

analitik 2) Labu ukur 100 mL, 500 mL dan 1000 mL 3) Pipet volume 25 mL 4) Pipet ukur 10

mL 5) Labu Kjeldhal 6) Alat destilasi 7) Pemanas listrik 8) Buret 50 mL 9) Termometer 300

10) Titrator/buret b. Bahan 1) Larutan H 2SO4 pekat 98% 2) Larutan baku asam sulfat-

salisilat 25 g asam salisilat dilarutkan hingga 1 liter dengan H2SO4 pekat 3) Natrium

tiosulfat Na2S2O3.5H2O 4) Larutan asam borat 1%, 1 g asam borat dilarutkan hingga 100

mL dengan air suling 5) Larutan asam sulfat H2SO4 0,05 N 6) Indikator Conway, 0,15 g

bromo cresol green dan 0,10 gram metal merah dilarutkan hingga 100 mL denganetanol.

7) Larutkan natrium hidroksida, NaOH 40% 8) Air suling c. Cara Kerja 1) Dipipet 10 ml

larutan sampel dengan pipet ukur 10 ml dimasukkan ke dalam labu kjeldhal; 2) Tambahkan
25 mL larutan asam sulfat-salisilat goyang hingga merata dan biarkan semalaman; 3)

Esoknya tambahkan 4 g Na2S2O3.5H2O kemudian panaskan pada suhu rendah hingga

gelembung habis. Naikan suhu secara bertahap maksimum 300 oC (sekitar 2 jam) dan

biarkan dingin; 4) Encerkan dengan air suling, pindahkan ke dalam labu takar 500 mL kocok

dan tepatkan sampai tanda garis; 5) Pipet 25 mL, masukkan ke dalam labu suling

tambahkan 150 mL air suling dan batu didih; 6) Suling setelah penambahan 10 mL larutan

NaOH 40% dengan penampung hasil sulingan 20 mL larutan asam borat 1 % yang

ditambah 3 tetes indikator Conway; 7) Hentikan penyulingan bila hasil sulingan mencapai

100 mL; 8) Titrasi dengan larutan H2SO4 0,05 N sampai titik akhir titrasi tercapai (warna

hijau berubah menjadi merah jambu); 9) Lakukan pengerjaan larutan blanko. 4. Prosedur

Pengujian Fosfor Sebagai P2O5 (SNI 2803:2010) a. Alat 1) Neraca analitis 2) Penangas listrik

3) Lumpang porselin penghalus contoh 4) Labu ukur 100 mL, 500 mL, 2 liter 5) Corong

diameter Ø 7 cm 6) Kertas saring bebas abu no. 40 7) Erlenmmeyer 500 mL 8) Pipet volume

5 mL, 10 mL, 15 mL dan 50 mL 9) Pipet ukur 5 mL 10) Gelas piala 11) Spektrofotometer b.

Bahan 1) Larutan standar fosfat Keringkan KH2PO4 murni (52,15 % P2O5) selama 2 jam

pada 105oC. Siapkan larutan yang mengandung 0,4 -1,0 mg P2O5/mL denga interval 0,1

mg dengan cara menimbang 0,0767; 0,0959; 0,1151; 0,1342; 0,1534; 0,1726 dan 0,1918 g

KH2PO4dan encerkan masing-masing hingga 100 mL dengan air suling. Siapkan larutan

yang baru yang mengandung 0,4 dan 0,7 mg P2O5/mL 2 setiap minggu. 2) Pereaksi

molibdovanadat Larutkan 40 g ammonium Molibdat tetrahidrat, (NH4)6Mo7O24.4 HO2

dalam 400 mL air suling panas, kemudian dinginkan. Larutkan 2 ammonium metavanadat

dalam 250 mL air suling panas, dinginkan lalu tambahkan 450 mL HClO4 70 %. Tambahkan

larutan ammonium molibdat sedikit demi sedikit ke dalam larutan ammonium

metavanadat sambil diaduk dan encerkan hingga 2 L dengan air suling. 3) HClO 70 – 72 %

4) HNO4 p.a c. Persiapan Larutan Contoh 1) Timbang dengan teliti 1 g contoh yang halus,

masukkan ke dalam gelas piala 250 mL; 2) Tambahkan dengan 20 – 30 mL HNO p.a; 3)

Didihkan perlahan-perlahan selama 30 – 45 menit untuk mengoksidasi bahan yang mudah

teroksidasi, dinginkan; 4) Tambahkan 10 – 20 mL HClO4 70 – 72 %; 5) Didihkan perlahan-


lahan sampai larutan tidak berwarna dan timbul asap putih pada gelas piala, dinginkan; 6)

Tambahkan 50 mL air suling dan didihkan beberapa menit, dinginkan; 7) Pindahkan dalam

labu ukur 500 mL dan tepatkan dengan air suling sampai tanda tera dan homogenkan; 8)

Saring dengan kertas saring Whatman No. 41; 9) Tampung ke dalam erlenmeyer. d. Cara

Kerja 1) Pipet 5 mL larutan contoh dan masing-masing larutan standar fosfat ke dalam labu

ukur 100 mL; 2) Tambahkan 45 mL air suling, diamkan selama 5 menit; 3) Tambahkan 20

mL pereaksi molibdovanadat dan encerkan dengan air suling hingga tanda tera dan kocok;

4) Biarkan pengembangan warna selama 10 menit; 5) Lakukan pengerjaan larutan blanko;

6) Optimasi spektrofotometer pada panjang gelambang 400 nm; 7) Baca absorbansi larutan

contoh dan standar pada spektrofotometer; 8) Buat kurva standar; 9) Hitung kadar P2O5

dalam contoh. 5. Prosedur Pengujian Kalium Sebagai K2O (SNI 2803:2010) a. Alat 1)

Penangas listrik 2) Neraca analitik 3) Gelas piala 250 mL 4) Labu ukur 100 mL, 250 mL 5)

Buret 6) Whatman No. 42 7) Pipet volume 5mL, 10 mL, 15 mL, 20 mL, 25 mL dan 50 mL b.

Bahan 1) Larutan (NH4)2C2O4 4% 2) Larutan NaOH 20 % 3) Larutan formaldehid 37 % 4)

Larutan natrium hidroksida 20 %, Larutkan 20 g NaOH dalam 100 mL air suling 5) Indikator

penolptalien (PP) 0,1 % 6) Natrium tetrafenilboron (STPB) 1,5 % Larutkan 12 g NaB(C6H5)4

dalam 800 mL air suling, tambahkan 20- 25 g Al(OH)3, aduk 5 menit dan saring dengan

Whatman No. 42 atau yang setara masukkan dalam 1 liter labu ukur, filtratnya tambahkan 2

mL NaOH 20 %, tepatkan hingga 1 L dengan air suling, aduk. Biarkan 2 hari dan di

standardisasi. 7) Benzalkonum klorida (BAC) 0,625 % Larutkan 38 mL benzalkonium klorida

17 % menjadi 1 L dengan air suling, aduk dan di standardisasi. 8) Titan yellow 0,04 %,

Larutkan 40 mg dalam 100 mL air suling c. Standarisasi Larutan 1) Larutan natrium

tetraphenylboron Larutkan 2,5 g KH2PO4 dengan air suling dalam labu ukur 250 mL,

tambahkan 50 Ml larutan (NH4)2C2O4 4% tepatkan sampai tanda tera dan homogenkan.

Ambil 15 mL larutan tersebut masukkan dalam 100 mL labu ukur, tambahkan 2 mL NaOH

20 %, 5 mL HCHO dan 43 mL larutan STPB, tepatkan dengan air suling, homogenkan dan

biarkan 5 – 10 menit dan saring. Ambil 50 mL filtrat masukkan dalam erlenmeyer 125 mL,

tambahkan 6 – 8 tetes indicator titan yellow dan titrasi kelebihan larutan dengan larutan
BAC. Perhitungan :F = 34,61 / (43 mL – mL BAC) = mg KO / mL larutan STPB 2) Larutan

benzalkonium klorida (BAC) Dalam erlenmeyer 125 mL terdapat 1 mL larutan STPB,

tambahkan 20-25 mL air suling, 1 mL NaOH 20 %, 2,5 mL HCHO, 1,5 mL (NH4)2C2O4 4 %

dan 6 - 8 tetes indikator titanyellow. Titrasi dengan larutan BAC sampai titik akhir berwarna

merah, gunakan buretsemimikro 10 mL. (Larutan BAC 2 mL = 1 mL larutan STPB) d. Cara

Kerja 1) Timbang teliti 2,5 g sampel yang siap uji dalam 250 mL gelas piala; 2) Tambahkan

50 mL (NH4)2C2O4 4 %, 125 mL air suling dan didihkan selama 30 menit,dinginkan; 3)

Pindahkan ke dalam labu ukur 250 mL, tepatkan sampai tanda tera dengan air suling; 4)

Saring atau diamkan hingga jernih; 5) Ambil 15 mL larutan tersebut, masukkan dalam labu

ukur 100 mL; 6) Tambahkan 2 mL NaOH 20 % , 5 mL HCHO; 7) Tambahkan 1 mL STPB

untuk tiap 1% KO, tambahkan 8 mL untuk berlebihan; 8) Tepatkan sampai tanda tera

dengan air suling, aduk dan biarkan 5 – 10 menit, saring dengan kertas saring Whatman

No. 12; 9) Ambil 50 mL filtrat masukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL, tambahkan 6 – 8

tetes 10) Indikator Titan yellow dan titar dengan larutan standar BAC. 3.5.5 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara : Analisis kualitas kompos dilakukan dengan

pengukuran kandungan nilai pH, Nitrogen, C-organik, Fosfor, dan Kalium yang

dibandingkan dengan standar KEPMEN Pertanian RI No. 261 Tahun 2019. Data yang

diperoleh disajikan ke dalam tabel dan grafik, nantinya akan dilakukan analisis secara

deskriptif untuk mengetahui perbandingan hasil pengujian laboratorium yang didapat

dengan dengan standar, serta untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi limbah sabut

pinang dan ampas tahu terhadap parameter uji. 3.5.6 Kerangka Metodologi Adapun

langkah-langkah penelitian yang digunakan penulis dapat dilihat pada gambar gambar 3.3.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kualitas Akhir POC Pengujian sampel pupuk

yang telah matang, dilakukan setelah pengomposan selama 4 pekan di Laboratorium Air

Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas (UNAND) Padang untuk pengujian pH, C-

Organik, Nitrogen, Fosfor, dan Kalium. Hasil pengujian dapat dilihat pada table 4.1. Tabel

4.1 Hasil Pengukuran Akhir POC No Variasi (Kg) Data Uji Kulitas POC C-organik (%) N (%)

P2O5 (%) K2O (%) pH 1 (10 SBP : 2 AT) PA1 14.40 0.70 1.81 2.36 4.87 2 (8 SBP : 4 AT) PA2
12.63 0.78 1.34 1.96 4.73 3 (6 SBP : 6 AT) PA3 13.93 0.83 1.45 1.68 4.98 4 (4 SBP : 8 AT) PA4

14.40 0.91 1.21 2.03 4.66 5 (2 SBP : 10 AT) PA5 15.19 0.84 1.28 1.55 4.85 Baku Mutu

KEPMENPETAN RI No.261/KPTS/DR/M/4/2019 Min.10 2-6 2-6 2-6 4-9 Sumber:

Laboratorium Air UNAND Berdasarkan data hasil pengukuran POC (Pupuk Organik Cair)

campuran berat Sabut Buah Pinang (SBP) dan Ampas Tahu (AT) yang dilakukan pada

minggu ke- 4 dengan bantuan EM-4 menunjukkan bahwa parameter uji C-Organik dan pH

untuk semua variasi telah memenuhi baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019.

Dimana untuk kandungan C organik terbaik diperoleh pada variasi PA5 yaitu senilai 15,19

% dan untuk pH terbaik diperoleh pada variasi PA3 senilai 4, 98. Untuk kandungan N dan P

masih belum memenuhi baku mutu karena persyaratan minimum adalah 2-6 %, sedangkan

pada hasil pengujian diperoleh di bawah 2-6 %. Untuk K variasi yang memenuhi baku mutu

adalah pada sampel PA1 senilai 2,36% dan PA 4 senilai 2, 03% sedangkan untuk variasi

lainnya masih di bawah baku mutu. 4.2 Pembahasan Analisis kualitas akhir POC terhadap

parameter C-Organik, Nitrogen, Fosfor, Kalium, dan pH dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara berat variasi campuran Sabut Buah Pinang (SBT) dan Ampas Tahu (AT)

terhadap kualitas POC (Pupuk Organik Cair) sesuai dengan baku mutu KEPMEN Pertanian

No. 261 Tahun 2019. Adapun hasil analisis kualitas akhir POC dapat dilihat pada uraian di

bawah ini. 4.2.1 Analisis C-Organik Prinsip pengomposan yaitu menurunkan nilai rasio C/N

bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah. Nilai C/N merupakan hasil

perbandingan antara karbon dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan

(Budiharjo, 2006). Nilai C/N tanah sekitar 10-20. Apabila bahan organik mempunyai

kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat

digunakan atau dapat diserap tanaman (Indriani, 2002). Tabel 4.2 Hasil Uji C-Organik

kompos Variasi C Organik KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019 PA 1 14.4 Min 10 PA 2

12.63 Min 10 PA 3 13.93 Min 10 PA 4 14.4 Min 10 PA 5 15.19 Min 10 Rasio merupakan

salah satu faktor penentu keberhasilan kompos khususnya pada kecepatan pengomposan.

Hal ini terjadi karena aktivitas mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber

energi dan nitrogen sebagai sumber protein untuk membentuk komponen sel. Bila C/N
terlalu tinggi maka proses pengomposan menjadi lambat sehinga proses dekomposisi

menjadi lambat, sedangkan jika rasio C/N rendah akan menyebabkan aktivitas

pengomposan terhenti sehingga menyebabkan unsure N akan mudah menguap (Isro,

2009). Berdasarkan campuran berbagai variasi berat Sabut Buah Pinang (SBP) dan Ampas

Tahu (AT) pada pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) berpengaruh nyata terhadap

parameter C-organik. Nilai yang didapatkan pada semua variasi telah memenuhi baku

mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019. Nilai C-organik tertinggi adalah pada variasi

PA5 dengan nilai C-Organik yaitu 15,19%, Sedangkan C-Organik terendah yaitu 12,63 %

pada campuran PA2. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa kualitas POC yang

dihasilkan dapat digunakan ke tanaman dikarenakan nilai C-Oganik memenuhi nilai C/N

tanah. Namun perlu diperhatikan bahwa hasil pengujian yang didapat menunjukan nilai

yang naik turun dari berbagai variasi tersebut. Sehingga diperlukan penelitian lanjutan.

Adapun hasil analisis yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Analisis

C-Organik 4.2.2 Analisis Nitrogen Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi tumbuhan

yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun,

batang, dan akar. Nanum kelebihan nitrogen dapat menghambat pembuahan pada

tanaman (Samekto, 2008). Menurut Naswir (2008) kandungan Nitrogen didapatkan pada

saat proses fermentasi yang menghasilkan sejumlah senyawa organik seperti asam laknat,

asam nukleat, biohormon, dan lain sebagainya yang dilakukan oleh mikroorganisme

dengan bantuan EM-4 pada pembuatan POC (Pupuk Organik Cair) agar mudah diserap

oleh tanaman. Adapun reaksi yang terjadi dalam proses fermentasi untuk mendapatkan

hara nitrogen (N) adalah (Naswir, 2008): Protein TP + NADP + NH3 + energi 2NH3 + 3O2

2HNO2 + 2H2O + energi 2HNO2 + 2O2 2HNO3 + 2H2O + energi Menurut Sutejo (1990),

nitrogen yang diserap oleh akar Tanaman dalam bentuk NO3- (nitrat)dan NH4+

(ammonium), akan tetapi nitrat ini segera tereduksi menjadi ammonium melalui enzim

yang mengandung molibdeum. Apabila unsur nitrogen yang tersedia lebih banyak dari

unsur lainnya maka akan dapat dihasilkan protein lebih banyak pada tanaman. Berdasarkan

analisis campuran bahan Sabut Buah Pinang (SBP) dan Ampas Tahu (AT) berpengaruh
nyata terhadap nilai nitrogen (N) yang dihasilkan dari Pupuk Organik Cair (POC) namun

belum memenuhi baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019. Pada variasi

campuran SBP (Sabut Buah Pinang) dan AT (Ampas Tahu), nilai N tertinggi diperoleh pada

variasi PA4 yaitu sebesar 0.91 % dengan campuran 4 Kg SBP : 8 Kg AT, sedangkan nilai N

terendah pada variasi PA1 yaitu senilai 0,70% terdapat pada campuran 10 Kg SBT : 2 Kg AT.

Hal ini diduga karena pengaruh pemberian EM-4 yang mendekomposisi bahan organik

belum efektif sehingga penguraian belum maksimal. selain itu kemungkinan juga

disebabkan oleh berkurangnya zat nitrogen pada saat fermentasi maupun pada saat

persiapan pengujian parameter unsur hara di laboratorium. Hal ini diperkuat oleh hasil

penelitian Capah (2006), bahwa rendahnya kandungan nitrogen dapat disebabkan

terangkatnya zat nitrogen dalam bentuk gas nitrogen atau dalam bentuk gas amoniak

yang terbentuk selama proses pengomposan dan selama pengemasan menjelang

penganalisaan kandungan unsur hara. Parameter N yang didapatkan dapat dikatakan

cukup baik dan memenuhi baku mutu. Rentang baku mutuparameter N minimal yaitu 2%

dan N maksimal yaitu 6%. Adapun hasil analisis yang didapatkan dapat dilihat pada

Gambar 4.2. Gambar 4.2 Analisis Nitrogen 4.2.3 Analisis Fosfor Fosfor pada tanaman

berfungsi dalam pembentukan bunga, buah, dan biji serta mempercepat pematangan

buah. Kekurangan fosfor mengakibatkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan tanaman

tidak baik, pertumbuhan akar atau ranting meruncing, pemasakan buah lambat, warna

daun lebih hijau dari pada keadaan normalnya, daun yang tua tampak menguning sebelum

waktunya serta hasil buah atau biji menurun (Sutejo, 1990). Hara fosfor yang terdapat pada

pupuk cair akan lebih efektif penggunaannya dibandingkan dengan pupuk padat, karena

pengaplikasiannya yang langsung pada tanaman mengakibatkan fosfor tidak akan mudah

tercuci oleh air dan dapat diserap oleh tanaman. Fosfor yang diserap oleh tanaman dalam

bentuk HPO42- dan H2PO4-, karena dalam bentuk inilah tanaman dapat menyerap

(Pranata, 2004). Menurut Naswir (2008) kandungan fosfor didapatkan pada saat proses

fermentasi yang dilakukan oleh mikroorganisme dengan bantuan EM-4 pada pembuatan

POC (Pupuk Organik Cair) agar mudah diserap oleh tanaman. Adapun reaksi yang terjadi
dalam proses fermentasi untuk mendapatkan hara fosfor yaitu (Sintha, 2008): ATP +

glukosa → ADP + glukosa 6 fosfat Glukosa 6 fosfat + H2O glukosa + 2H2O + fosfat

Berdasarkan analisis campuran bahan Sabut Buah Pinang (SBP) dan Ampas Tahu (AT)

berpengaruh nyata terhadap nilai fosfor (P2O5) yang dihasilkan dari Pupuk Organik Cair

(POC) namun belum memenuhi baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019. Dari

hasil pengujian nilai fosfor, nilai fosfor tertinggi yaitu 1,81% terdapat pada variasi PA1

dengan campuran 10 Kg SBP: 2 Kg AT. Sedangkan nilai terendah fosfor yaitu 1,21%

terdapat pada variasi PA4 dengan campuran 4 Kg SBP : 8 Kg AT. Adapun hasil analisis yang

didapatkan dapat dilihat pada Gambar 4.3. Gambar 4.3 Analisis Fosfor 4.2.4 Analisis Kalium

Menurut Sutejo (1990), peran kalium bagi tanaman yaitu membentuk protein dan

karbohidrat, mengeraskan jerami dan bagian bawah kayu dari tanaman, meningkatkan

retensi tanaman terhadap penyakit, dan meningkatkan kualitas biji/buah. Kalium yang

diserap oleh tanaman berbentuk K+ monovalensi dan tidak terjadi tranformasi K dalam

tanaman. Bentuk utama dalam tanaman yaitu K+ monovalensi. Berdasarkan analisis

campuran bahan Sabut Buah Pinang (SBP) dan Ampas Tahu (AT) berpengaruh nyata

terhadap nilai Kalium (K2O) yang dihasilkan dari Pupuk Organik Cair (POC) dan beberapa

variasi campuran telah memenuhi baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019 dan

dapat digunakan pada tanaman. Dari hasil pengujian, nilai kalium tertinggi pada variasi PA1

yaitu senilai 2,36% terdapat pada campuran 10 Kg SBP: 2 Kg AT, sedangkan nilai terendah

kalium pada variasi campuran PA5 yaitu 1,55% terdapat pada campuran 2 Kg SBP : 10 Kg

AT. Kalium pada beberapa variasi campuran POC ini sudah baik dan sesuai dengan baku

mutu. Namun, untuk variasi campuran lainnya masih di bawah baku mutu. Adapun hasil

analisis yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 4.4. Gambar 4.4 Analisis Kalium 4.2.5

Analisis pH pH merupakan salah satu indicator kematangan kompos. pH berpengaruh

terhadap mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik (Dewilda dkk, 2017). Nilai

pH yang didapatkan dari hasil pengujian campuran SBP (Sabut Buah Pinang) dan AT

(Ampas Tahu) berpengaruh nyata terhadap perubahan pH. Penelitian ini membuktikan

penelitian sebelumnya yang menatakan bahwa proses pengomposan akan menyebabkan


perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri (Dewilda dkk, 2017). Berdasarkan

hasil pengujian nilai pH, nilai pH tertinggi yaitu 4,98 terdapat pada variasi PA3 dengan

campuran 6 Kg SBP: 6 Kg AT, sedangkan nilai pH terendah yaitu 4,66 terdapat pada variasi

campuran PA4 dengan 4 Kg SBP : 8 Kg AT. Nilai pH pada POC ini sudah baik dan

memenuhi baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019 dimana rentang nilai pH

yang diperbolehkan yaitu 4-9. Adapun hasil analisis yang didapatkan dapat dilihat pada

Gambar 4.5. Gambar 4.5 Analisis pH BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari

tujuan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: 1. Limbah sabut pinang

dan ampas tahu dapat dijadikan sebagai bahan baku pada pembuatan Pupuk Organik Cair

(POC) namun diperlukan juga penambahan bahan organik lainnya sehingga dapat

memenuhi setiap kandungan yang disyaratkan pada baku mutu KEPMEN Pertanian No. 261

Tahun 2019. 2. Komposisi bahan yang terbaik yang mendekati baku mutu KEPMEN

Pertanian No. 261 Tahun 2019 untuk dijadikan Pupuk Organik Cair (POC) terdapat pada

variasi campuran PA1 dengan 10 Kg SBP (Sabut Buah Pinang) dan 2 AT (Ampas Tahu)

dengan hasil pengujian parameter C-Organik 14,40%, Nitrogen 0,70%, Fosfor 1,81%,

Kalium 2,36%, dan pH 4,87. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat diambil dari penelitian ini

untuk penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut : 1. Pupuk cair organik dari bahan baku

limbah sabut pinang dan ampas tahu perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang POC dari

bahan sabut pinang saja atau ampas tahu saja guna mengetahui kualitas terbaik POC 2.

Sebaiknya dilakukan penelitian dengan variasi waktu yang lebih lama, guna mendapatkan

kompos yang sesuai dengan KEPMEN Pertanian No. 261 Tahun 2019 25 26 25 26 25 27 26

27 27 42 26 42
Sources

Anda mungkin juga menyukai