Anda di halaman 1dari 7

PEMBUATAN PUPUK KOMPOS DENGAN BAHAN BAKU

KOTORAN KAMBING, SEKAM BAKAR DAN SERBUK GERGAJI

Disusun oleh:
Nama : Geura Falletehan Sumbada
NIM : 205040200111049
Kelas :L
Asisten : Mhd. Nurhadi Putra

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian yang berkelanjutan merupakan pengelolaan sumber daya untuk usaha
pertanian sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya
alam. Dalam proses usaha pertanian ada proses pemupukan, pupuk yang baik
digunakan adalah pupuk yang memanfaatkan bahan dari lingkungan dan lebih sedikit
mengeluarkan biaya. Bahan baku kotoran kambing dengan bahan pengkaya sekam
bakar dan serbuk kayu sisa gergaji. Pemilihan kotoran kambing sebagai bahan baku
tidak terlepas dari lingkungan sekitar yang terdapat sumber daya berupa peternakan
kambing sehingga dapat dengan mudah menemukan kotoran kambing dan tidak
mengeluarkan biaya, serta dengan pertimbangan bahwa kotoran kambing memiliki
kandungan unsur hara mikro seperti kalsium dan magnesium di dalamnya. Dalam
proses pertanian juga terdapat limbah sisa panen yang sangat disayangkan jika dibuang
begitu saja, salah satunya sekam, saat padi masuk penggilingan akan meninggalkan
sekam yang dapat digunakan dalam pembuatan kompos yang memiliki kandungan yang
dapat menambahkan kesuburan tanah. Selain itu, pada saat ini industri mebel sangat
laku di pasaran, dibalik produk yang dijual di pasaran terdapat serbuk sisa-sisa gergaji
kayu yang dapat digunakan dalam pembuatan kompos guna mengurangi limbah industri
mebel. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka pada kegiatan pengomposan ini akan
menggunakan bahan baku kotoran kambing, dengan bahan pengkaya sekam padi yang
telah dibakar dan tambahan serbuk gergaji.
Pengomposan dengan bahan baku kotoran kambing serta bahan pengkaya
sekam bakar dan serbuk gergaji dapat menjadi campuran yang baik untuk menjadi
kompos bagi tanaman. Prinsip dasar dari pengomposon ialah mencampur bahan
organik kering yang kaya akan karbohidrat dengan bahan organik basah yang kaya akan
unsur N. Pencampuran kotoran ternak dan karbon kering seperti serbuk gergaji dan
sekam bakar, dapat menghasilkan kompos yang berguna untuk memperbaiki struktur
tanah. Bahan organik harus melalui pengomposan terlebih dahulu, karena bahan
organik tidak dapat digunakan langsung oleh tanaman karena perbandingan kandungan
C/N di dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N tanah. Rasio C/N merupakan
perbandingan antara karbohidrat (C) dan nitrogen (N). Rasio C/N tanah berkisar antara
10-20, sedangkan kompos yang telah matang memiliki rasio C/N 20, apabila kompos
belum matang maka rasio C/N akan lebih tinggi dan membutuhkan waktu untuk
dekomposisi yang lebih lama lagi.
1.2 Tujuan Pengomposan
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan pengomposan ini adalah membuat
kompos dengan bahan ramah lingkungan sehingga tidak akan berdampak buruk bagi
alam sekitar. Selain itu kompos dengan bahan kotoran kambing, sekam bakar dan
serbuk gergaji dapat mengurangi limbah yang ada di sekitar. Serta untuk mengetahui
hasil dari pembuatan kompos dengan campuran kotoran kambing, sekam bakar dan
serbuk gergaji dengan formula perbandingan 2:1:2.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kotoran Kambing


Kotoran kambing adalah kotoran yang dihasilkan oleh kambing yang memiliki
bentuk bulat dan bau yang khas. Kotoran kambing biasa digunakan sebagai pupuk
organik dalam pertanian untuk bertani dan mengolah lahan. Menurut Aisyah et al.
(2017), karakteristik dari kotoran kambing yang berbentuk butiran-butiran kecil, dan
tingkat air yang rendah dapat menjadi faktor yang penting dalam pengolahan kompos,
serta kualitas pupuk akan lebih baik dibandingkan dengan kotoran ternak lain seperti
sapi maupun kerbau. Tanaman akan dapat tumbuh lebih optimal apabila terpenuhinya
unsur N, P dan K. Anggraini & Widowati (2013), menyatakan bahwa kompos akan
banyak membawa keuntungan karena mengandung karbon (C) yang membantu tanah
menjadi gembur, juga mengandung unsur nitrogen (N) yang dapat berperan untuk
merangsang pertumbuhan batang, akar dan cabang. Apabila tanaman ditanam di tanah
yang hanya memiliki sedikit kandungan karbon dan nitrogen, akan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu
(2014), kotoran kambing dapat menjadi solusi untuk permasalahan tersebut karena
kandungan hara yang terdapat dalam pupuk kotoran kambing, yaitu kadar air 64%,
bahan organik 31%, N 0,7%, P0,4%, K 0,25%, Ca 0,4% dan C/N 20-25%.
2.2 Sekam Bakar
Sekam bakar merupakan ampas dari sisa beras yang bisa dijadikan sebagai
tambahan kompos agar kompos bisa terikat dari sampah organik seperti sayuran, buah-
buahan dan sampah kebun. Sekam bakar ialah lapisan keras yang meliputi kariopsis,
terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Sekam
akan terpisah dari butiran beras saat menjadi bahan sisa. Menurut Hatta et al. (2015),
sekam bakar bakar mengandung SiO2 (52%), C (31%), K (0,3%), N (0,18%), F (0,008%),
dan kalsium (0,14%). Dengan beragam kandungan yang bermanfaat bagi tanah dan
tanaman, sekam bakar akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kompos. Penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Hatta et al. (2015), menyakatan bahwa kandungan silikat
tinggi dalam sekam akan menguntungkan bagi tanaman sebab menjadi lebih tahan
terhadap hama dan penyakit karena adanya pengerasan jaringan.
2.3 Serbuk Gergaji
Serbuk gergaji merupakan sisa kayu yang diolah dan diiris dengan menggunakan
alat gergaji kayu berupa ampas-ampas kecil. Serbuk gergaji kayu yang selama ini
menjadi limbah bagi perusahaan dapat dijadikan hal yang lebih berguna dari sekedar
sampah yakni dijadikan bahan pembuatan kompos. Menurut Damardi dan Sari (2016),
serbuk gergaji mengandung unsur kimia yang bermanfaat bagi tanaman seperti
selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif. Serbuk gergaji cukup baik digunakan
sebagai bahan baku kompos, walaupun tidak seluruh komponennya dapat dirombak
dengan sempurna. Serbuk gergaji ada yang lunak dan ada yang keras tergantung jenis
kayunya. Kekerasan jenis kayu akan menentukan lamanya proses pengomposan akibat
lignin di dalamnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Salman (2020),
menyatakan bahwa kandungan zat gizi dan kepadatan serbuk gergaji akan sangat
bermanfaat bagi tanaman, yang terdiri dari bahan kering (81,45), Nitrogen (0,17), abu
(1,23), Fosfor (0,08), Kalium (1,66), dan Densitas (0,23).
2.4 Proses Pengomposan
Proses biologi untuk menguraikan bahan organik menjadi humus oleh
mikroorganisme dikenal sebagai dekomposisi atau pengomposan. Aktivasi dasar
mikroorganisme tanah sama seperti kehidupan lainnya, bertahan hidup melalui
reproduksi. Pengomposan atau dekomposisi disebut juga sebagai respirasi mikroba
atau mineralisasi, yang merupakan salah satu bagian dari siklus karbon. Menurut
Saraswati et al. (2006), penggunaan mikroba perombak bahan organik atau dekomposer
pada sisa tanaman dapat mempercepat proses pengomposan hingga 2 minggu.
Percepatan perombakan sisa hasil tanaman akan meningkatkan kandungan bahan
organik tanah dan ketersediaan hara, sehingga masa penyiapan lahan dapat lebih
singkat dan dapat memperbanyak masa tanam yang pada akhirnya akan meningkatkan
produksi tanaman.
Kecepatan proses pengomposan dapat ditingkatkan dengan menggunakan
tambahan aktovator Effective Microorganism 4 (EM4). Menurut Indriani (2007), EM4
berisi sekitar 80 genus mikroorganisme fermentasi, di antaranya bakteri fotosintetik,
Lactobacillus sp., Streptomyces sp., Actinomycetes sp., dan ragi. Effective
Microorganism 4 (EM4) merupakan mikroba pengurai yang dapat membantu dalam
pembusukan zat organik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alfian (2018),
untuk pembuatan kompos dengan waktu yang efektif dan efisien maka dapat digunakan
formula dengan campuran kotoran kambing (2 kg), sekam (1 kg) dan serbuk gergaji (2
kg) dengan EM4 sebanyak 5 ml. Dengan referensi dari penelitian tersebut, maka akan
digunakan perbandingan kotoran kambing, sekam dan serbuk gergaji 2:1:2 untuk
kegiatan pengomposan dengan jumlah dua kali lipat sehingga campuran yang
digunakan menjadi kotoran kambing (4 kg), sekam (2 kg), serbuk gergaji (4 kg) dan EM4
sebanyak 10 ml dengan tambahan 1000 ml air untuk melembabkan campuran bahan.
Proses pengomposan terbagi menjadi dua tahapan yang terjadi di dalamnya,
yakni tahap aktif dan tahap pematangan. Pada tahap aktif, senyawa dan oksigen yang
mudah terdegradasi akan dimanfaatkan mikroba mesofilik. Lalu suhu tumpukan kompos
akan meningkat dengan cepat. Menurut Dewi (2019), suhu dapat meningkat hingga di
atas 50-70 derajat Celcius yang akan membuat mikroba termofilik aktif. Pada saat terjadi
penguraian bahan organik, mikroba di dalam kompos dengan bantuan oksigen akan
menguraikan bahan organik menjadi CO2 uap air dan panas. Sejalan dengan pendapat
Dewi (2019), yang menyatakan setelah banyak bahan yang terurai, suhu akan perlahan-
lahan mengalami penurunan serta volumenya mengalami penyusutan.
Menurut Alfian (2018), kompos dikatakan telah matang apabila memenuhi
beberapa syarat, seperti berwarna kehitaman hingga hitam mirip dengan warna tanah,
suhu tumpukan yang menurun mendekati suhu ruang 30-60 derajat Celcius, berefek baik
jika diaplikasikan pada tanah, dan sudah tidak berbau busuk. Menurut Beny & Sigit
(2016), pada kompos dengan kelembaban ideal, kompos saat dipegang basah namun
saat diremas tidak mengeluarkan air. Adapun sifat fisik kompos matang dapat diketahui
dengan menggenggam kompos, jika dingin berarti kompos sudah jadi. Lalu volume
bahan menyusut menjadi sepertiga dari awal. Dan kompos berkualitas yang baik akan
berwarna kehitaman, berbau tanah, dan partikelnya halus.
BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Pengomposan


Kegiatan pengomposan akan dilakukan pada tanggal 20 September-21 Oktober
2021. Pengomposan dilakukan di Kelurahan Siantan Hilir, Kecamatan Pontianak Utara,
Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Berdasarkan situs resmi Bappeda Kota Pontianak
(2021), kondisi Iklim di Kota Pontianak memiliki iklim tropis yang membagi musim
menjadi dua, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada kondisi normal musim
kemarau terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli, sedangkan musim penghujan
terjadi pada bulan September sampai dengan Desember. Rata-rata suhu udara berkisar
antara 3000 mm – 4000 mm per tahun sedangkan tinggi daratan hanya 0,1 – 1,5 m di
atas permukaan laut, sehingga Kota Pontianak rentan terhadap genangan air apabila
terjadi air pasang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Pada kegiatan pengomposan ini terdapat beberapa alat yang digunakan untuk
membantu terselesaikan kegiatan, antara lain:
No. Alat Fungsi
Digunakan untuk menghitung berat bahan-bahan
1. Timbangan
kompos
2. Gelas ukur Digunakan untuk mengukur volume EM4 dan air
3. Sendok semen Digunakan untuk mengaduk campuran bahan
Digunakan sebagai alar saat mengaduk campuran
4. Terpal
bahan
Digunakan sebagai tempat campuran bahan
5. Karung
berfermentasi setelah diaduk
Digunakan untuk menyemprot campuran air dan EM4
6. Semprotan
ke bahan kompos
7. Termometer suhu Digunakan untuk mengukur suhu campuran bahan

3.2.2 Bahan
Beberapa bahan baku dalam kegiatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
No. Bahan Fungsi
1. Kotoran Kambing 4 kg Sebagai bahan baku pembuatan kompos
2. Sekam 2 kg Sebagai bahan pengkaya kompos
3. Serbuk Gergaji 4 kg Sebagai bahan pengkaya kompos
4. EM4 10 ml Sebagai aktivator untuk mempercepat dekomposisi
Sebagai campuran EM4 dan pelembab bahan
5. Air 1000 ml
kompos

3.3 Alur Kerja


Dalam pelaksanaannya, pengomposan dilakukan secara aerob dengan urutan
yang sesuai agar didapatkan hasil yang maksimal, yakni:
a) Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan.
b) Mencacah bahan yang masih berukuran besar sampai agak halus, agar dapat
terdekomposisi dengan lebih mudah.
c) Menimbang semua bahan yang akan digunakan dan mengaduk semua bahan di
dalam terpal hingga siap difermentasi.
d) Setelah semua bahan siap, semua bahan dimasukkan ke dalam karung dan ditutup
rapat.
e) Setelah 3 hari dilihat suhunya, tanda suhu yang baik yaitu 30-60 C bila lebih dilakukan
pembalikan dan penambahan air bila diperlukan.
f) Pembalikkan dilakukan seminggu sekali sampai tidak panas lagi.
g) Setelah 1 bulan kompos sudah jadi dan siap digunakan.
h) Menguji kualitas fisik kompos.
3.4 Timeline Kegiatan Pengomposan
Tabel 1. Timeline Kegiatan Pengomposan
14- 23 26 29 2 5 8 11 14 17 20 23 26
22 Okt
Sep
Studi jurnal
Persiapan alat
dan bahan
Mencampur
semua bahan
Pembalikan
Pengecekan
suhu
Menguji
kualitas fisik
kompos
Menganalisis
data
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, N. N., Natalina, N., & Sulastri, S. 2017. Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk
Gergaji, Kotoran Sapi dan Kotoran Kambing pada Pembuatan Kompos. Jurnal
Rekayasa Teknologi dan Sains. 1 (2): 94-101.
Alfian, W. A. A. 2018. Pembuatan Kompos Sinergis dengan ahan Baku Kotoran
Kambing, Sekam dan Serbuk Gergaji di Ds. Karangmojo Kec. Kartoharjo Kab.
Magetan. Skripsi. Prodi Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mulia
Madiun.
Anggraini, D., & Widowati, H. 2013. Perbandingan Produksi Cabai Merah (Capsicum
annum, L.) Antara yang Menggunakan Media Tanam Sekam Bakar Kompos
dengan Sekam Bakar Pupuk Kandang sebagai Sumber Belajar Biologi SMA.
BIOEDUKASI (Jurnal Pendidikan Biologi). 4 (2).
Bappeda Kota Pontianak. 2021. Kondisi Fisik Dasar Kota Pontianak. Diakses pada
September 22, 2021, dari http://bappeda.pontianakkota.go.id/page/kondisi-fisik-
dasar-kota-pontianak-.
Beny, S., & Sigit, P. 2016. Desain Alat Pembuat Pupuk Organik untuk Kampus dan
Sekolah. Penelitian Hibah Bersaing Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya:
Prijonosigit.
Dewi, B. K. 2019. Pemanfaatan Limbah Kulit Jerami Nangka dan Bonggol Pisang
Sebagai Bioaktivator terhadap Lama Waktu Terbentuknya Kompos dan Kualitas
Kimia (N, P, K) Kompos. Skripsi. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Hatta, E. M. P., Rahim, E. I. R., & Wellang, R. M. 2015. Studi Kelayakan Kompos
Menggunakan Variasi Bioaktivator (EM4 dan Ragi). Skripsi. Jurusan Sipil
Fakultas Teknik. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Hartatik, W., Saraswati, R., Setyorini, D., Simangkulit, R. D. M., & Suriadikarta, D. A.
2009. Teknik Pembuatan Kompos. Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi
Indonesia.
Indriani, Y. H. 2007. Membuat Pupuk Organik Secara Singkat. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Rahayu, T. B. 2014. Pemberian Kotoran Kambing terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Wortel dan Bawang Daun dengan Budidaya Tumpang Sari.
Salman, N. 2020. Potensi Serbuk Gergaji Sebagai Bahan Pupuk Kompos. Jurnal
Komposit, 4 (1), 1-7.
Santosa, E., Saraswati, R., & Yuniarti, E. 2006. Organisme Perombak Bahan Organik.
Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. 211-230.
Sari, E., & Darmadi, D. 2016. Efektivitas Penambahan Serbuk Gergaji dalam Pembuatan
Pupuk Kompos. Bio-Lectura, 3 (2).

Anda mungkin juga menyukai