Anda di halaman 1dari 49

SINTESIS BIOCHAR DARI BIOMASSA LIMBAH PERTANIAN

DENGAN METODE HIDROTERMAL BASA UNTUK APLIKASI


REMEDIASI TANAH

TESIS
Untuk memenuhi persyaratan
mencapai derajat sarjana S-2

Disusun oleh:

Ela Sufiana
2103012142002
1

PROGRAM MAGISTER TEKNIK KIMIA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS
TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
Desember, 2023
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, dengan luas lahan pertanian hingga 10,52 juta
hektare (Badan Pusat Statistika, 2021). Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di bidang
pertanian, dengan hasil penelitian berupa padi, kedelai, kacang tanah, jagung, ubi jalar, tebu,
kelapa, kopi, teh, cengkeh dan yang lainnya. Pengolahan hasil pertanian untuk menjadi
produk yang dapat dikonsumsi menghasilkan limbah berupa sekam padi, ampas tebu dan
limbah kayu yang belum dimanfaatkan secara maksimal tabel 1.1 menyajikan jumlah data
limbah pertanian tahun 2018-2021.
Tabel 1.1 Data limbah pertanian (ton) di Indonesia

Limbah 2018 2019 2020 2021


Sekam Padi 17.760.000 16.380.000 16.400.000 16.330.000
Ampas Tebu 510.040 507.720 462.040 554.040
Serbuk kayu 7.664.479 7.419.899 910.321 -
Sumber: Badan Pusat Statistika (BPS) Indonesia

Limbah pertanian yang belum dimanfaatkan dapat menimbulkan beberapa


permasalahan seperti pelepasan gas metan ke udara terbuka dan mengakibatkan polusi udara
yang akan mengganggu kesehatan manusia jika limbah tersebut dibakar langsung
dilingkungan terbuka. Beberapa inovasi untuk menangani permasalahan limbah pertanian
adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan baku sumber energi (Khairurrijal et al.,
2011). Selain sebagai sumber energi, limbah pertanian juga dimanfaatkan sebagai kompos
yang berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produk tanaman (Sri Najiati et al.,
2005).
Selain permasalahan limbah, terdapat pula permasalahan lain yaitu potensi
14.006.450 hektar lahan yang terdegradasi dikarenakan penggunaaan pupuk anorganik
secara berlebihan. Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan yang
bersifat sementara atau tetap dengan ciri-ciri menurunnya sifat fisik, kimia maupun
biologi (Dariah et al., 2004). Pemanfaatan limbah pertanian menjadi biochar yang
digunakan untuk remediasi lahan pertanian menjadi salah satu alternatif pemanfaatan untuk
mengatasi permasalahan yang ada.
Biochar merupakan sebuah padatan yang kaya akan karbon dan sebagai hasil
konversi dari limbah atau biomassa pertanian melalui proses pembakaran dengan suplai
oksigen yang terbatas (Nurida et al., 2015). Bahan baku yang sering digunakan untuk
pembuatan biochar adalah limbah biomassa meliputi: sekam padi, tongkol jagung, kulit
buah cokelat, cangkang kemiri, kulit kopi, limbah gergaji kayu, ampas daun minyak
kayu putih, ranting kayu,
1
tempurung kelapa, dan lain sejenisnya (Widiastuti et al., 2017). Terdapat tiga metode yang
dapat digunakan untuk proses pembuatan biochar yaitu pirolisis, karbonasi hidrotermal dan
gasifikasi, dengan hasil persentase biochar yang bervariasi (hariyono, 2021). Suhu yang
digunakan pada metode pirolisis, karbonasi hidrotermal, maupun gasifikasi mempengaruhi
biochar yang dihasilkan (López et al. 2013). Sementara itu terdapat proses pembuatan
biochar dengan metode hidrotermal suhu operasi 180oC. Pengembangan proses ini sangat
diperlukan untuk menciptakan alternatif proses pembuatan biochar dari sekam padi, ampas
tebu dan limbah kayu dengan suhu yang moderat.
Sementara itu, penggunaan biochar sebagai komponen untuk remediasi tanah yang
terdegradasi telah dikembangkan. Pembuatan biochar dengan bahan baku serbuk kayu
dengan suhu optimum 350ºC dengan lama waktu 90 menit menghasilkan nilai kalor 7.121
Cal/gr (Nuhardin,2018). Pemanfaatan biochar dan kompos jerami padi mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman padi yang dibuktikan pada percobaan dengan komposisi
75% biochar sekam padi dan 25% kompos jerami. Penggunaan biochar sekam dan kompos
jerami padi mampu menyediakan hara pada tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya pH, N,
P, K, Ca, Mg dan S (Herman, 2018).

I.2 Identifikasi Masalah


Pengembangan proses pembuatan biochar dengan metode hidrotermal masih
diperlukan utamanya untuk menguji efektivitas proses hidrotermal basa pada beberapa jenis
bahan baku limbah pertanian yang digunakan. Proses hidrotermal mampu meningkatkan luas
permukaan sehingga dapat digunakan sebagai adsorben. Peningkatan suhu hidrotermal tidak
menghasilkan perbedaan signifikan pada proses adsorpsi, karena adanya trade off
penambahan luas permukaan pori dan penurunan jumlah gugus fungsional. Aktivasi dengan
KOH secara signifikan dapat menaikkan kapasitas adsorpsi, yang ditandai dengan semakin
meningkatnya nilai percent removal, namun penambahan konsentrasi aktivator KOH tidak
berpengaruh secara signifikan. Selain itu, semakin lama waktu kontak adsorpsi, semakin
besar pula nilai percent removal (Askaputra et al., 2020). Dikarenakan penggunaan KOH
kurang efektif dan lebih mahal maka penggantian pelarut KOH masih dibutuhkan dan perlu
untuk mengkaji lebih lanjut pembuatan biochar menggunakan metode hidrotermal moderat
suhu 180oC dengan NaOH.

2
I.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah
yang akan dibahas pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh parameter proses pembuatan biochar dengan (konsentrasi
NaOH) menggunakan metode hidrotermal moderat suhu 180oC terhadap
karakteristik (FTIR dan BET) biochar yang dihasilkan?
2. Bagaimana karakteristik biochar yang dihasilkan dari berbagai jenis bahan baku
(sekam padi, ampas tebu, limbah kayu)?
3. Bagaimana efektivitas biochar yang dihasilkan pada proses remediasi tanah?

I.4 Tujuan Penelitian


Dengan berlandaskan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut:
1. Mengkaji pengaruh parameter proses pembuatan biochar dengan (konsentrasi
NaOH) menggunakan metode hidrotermal moderat suhu 180oC terhadap
karakteristik (FTIR dan BET) biochar yang dihasilkan
2. Mengkaji karakteristik biochar yang dihasilkan dari berbagai jenis bahan baku
(sekam padi, ampas tebu, limbah kayu)
3. Mengkaji efektivitas biochar yang dihasilkan pada proses remediasi tanah

I.5 Manfaat Penelitian


Maka manfaat dari penelitian ini adalah menemukan metode baru untuk pengolahan
limbah, mengetahui pengaruh parameter proses pembuatan biochar dengan menggunakan
metode hidrotermal moderat 180oC dengan NaOH dan menghasilkan produk biochar yang
dapat digunakan untuk remidiasi tanah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Biochar
Biochar adalah bahan padat yang kaya karbon hasil konversi limbah pertanian melalui
proses pembakaran dengan suplai oksigen yang terbatas (Nurida et al., 2015). Bahan baku
yang bisa digunakan untuk pembuatan biochar adalah biomassa yang belum dimanfaatkan
yaitu: sekam padi, tongkol jagung, kulit buah cokelat, cangkang kemiri, kulit kopi, limbah
gergaji kayu, ampas daun minyak kayu putih, ranting kayu seperti pada limbah sisa pakan
ternak, tempurung kelapa, dan lain sejenisnya (Widiastuti et al., 2017).
Biochar dapat digunakan untuk mengurangi pengaruh pemanasan global yang berasal
dari lahan pertanian dan alternatif untuk mengelola limbah pertanian dan perkebunan.
Biochar dapat memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan produksi tanaman, terutama
pada tanah- tanah yang kurang subur. Kemampuan biochar untuk memegang air dan hara
dalam tanah membantu mencegah terjadinya kehilangan pupuk akibat aliran permukaan (run
off) dan pencucian (leaching), sehingga memungkinkan penghematan pupuk dan mengurangi
polusi pada lingkungan sekitar tanah (Sujana, 2014).
Sumber bahan baku biochar terbaik adalah limbah pertanian. Potensi bahan baku
tergolong melimpah seperti sekam padi, ampas tebu dan limbah kayu yang sulit
terdekomposisi dengan rasio C/N yang tinggi. Dari berbagai bahan hasil penelitian (1)
proporsi sekam padi adalah 30% dari berat total padi; (2) proporsi ampas tebu 35-40% dari
berat tebu yang digiling;
(3) proporsi serbuk kayu 40% pertahun dari volume.

II.2 Bahan Baku


Bahan baku yang akan digunakan untuk pembuatan biochar pada penelitian ini
meliputi sekam padi, ampas tebu dan serbuk kayu. Yang didalamnya mengandung beberapa
komponen diantaranya selulosa, hemiselulosa, lignin dan silikat. Beberapa jenis kandungan
tersebut dapat dilihat dibawah ini:
a. Selulosa
Selulosa (C6H12O6)n adalah sebuah polisakarida yang tersusun dari D-glukosa yang
terhubung secara seragam oleh ikatan β-glukosida. Derajat polimerisasi selulosa ditunjukkan
oleh n dengan nilai kisaran yang lebar mulai dari beberapa ribu hingga puluhan ribu. Selulosa
memiliki struktur kristal dan memiliki resistansi yang tinggi terhadap asam dan basa (basu,
2010). Berikut gambar struktur selulosa.

4
Gambar 2.1 Struktur Selulosa (Suryanto, 2016)
Selulosa mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi antara 50 ribu hingga 2,5
juta bergantung pada sumbernya. Ukuran panjang rantai molekul selulosa dinyatakan sebagai
derajat polimerisasi. Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutannya dalam senyawa
NaOH 17,5%, selulosa dapat dibagi atas tiga jenis yaitu:
1. Selulosa α (alpha cellulose): selulosa berantai panjang dengan derajat polimerisasi
antara 600-1500, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat.
Selulosa α dipakai sebagai penentu tingkat kemurnian selulosa. Semakin tinggi kadar
α-selulosa, maka semakin baik mutu bahannya.
2. Selulosa β (betha cellulose): selulosa berantai pendek dengan derajat polimerisasi 15-
90, larut dalam NaOH 17,5% atau basa kuat dan dapat mengendap bila dinetralkan.
3. Selulosa γ (gamma cellulose): sama seperti selulosa β, tetapi memiliki derajat
polimerisasi <15 dengan kandungan utamanya adalah hemiselulosa. (Mulyadi, 2019).

b. Hemiselulosa
Hemiselulosa (C5H8O4)n adalah polisakarida dimana unit-unitnya terdiri atas
monosakarida dengan 5 karbon seperti D-xilosa, D-arabinosa, dan monosakarida karbon-6
seperti D-manosa, D-galaktosa, dan D-glukosa. Jumlah monosakarida karbon-5 lebih banyak
dibandingkan monosakarida karbon-6. Hemiselulosa mudah terurai selulosa karena derajat
polimerisasi hemiselulosa antara 50 dibandingkan sampai 200, yaitu lebih kecil dari selulosa.
Kebanyakan hemiselulosa dapat larut dalam alkali (Basu, 2010). Berikut gambar struktur
hemiselulosa.

Gambar 2.2 Struktur Hemiselulosa (Suryanto, 2016)

5
c. Lignin
Lignin adalah heteropolimer amorf yang terdiri dari tiga unit monomer alkohol
fenilpropan (p-koumaril, koniferil dan sinapil alkohol) yang terikat dengan ikatan yang
berbeda. Umumnya satu jenis monomer akan mendominasi tergantung jenis tanamannya,
contohnya untuk koniferil alkohol akan mendominasi di gymnospermae, sedangkan pada
tanaman dikotil mengandung monomer koniferil dan sinapil alcohol, untuk ketiga jenis
monomer dapat ditemukan pada tanaman monokotil (Usman dan Kiaer 2019). Lignin
memiliki kandungan gugus-gugus metoksil (OCH3) dan gugus-gugus hidroksil. Fungsi utama
lignin adalah memperkuat struktur tanaman dalam menahan terhadap serangan mikroba dan
tekanan oksidasi (Anindyawati, 2010). Berikut gambar struktur Lignin.

Gambar 2.3 Struktur Lignin (Suryanto, 2016)


II. 2.1 Sekam Padi
Tanaman padi merupakan tanaman semusim yang termasuk golongan rumput-
rumputan (Graminae) dengan klasifikasi sebagai berikut:
Genus : Oryza Linn
Famili : Gramineae (poaceae)
Spesies : Oriza sativa L dan Oryza glaberima steund
Sedangkan sub spesies Oryza sativa L adalah Indica (padi bulu) dan Sinica (padi cere) dahulu
(padi Japonica).
Padi merupakan kebutuhan bahan pokok terbesar bagi masyarakat. Dari penggilingan
padi biasanya dihasilkan 20% sekam, 65% beras, dan 15% bekatul dan menir. Sekam padi
mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi. Komposisi sekam padi dapat dilihat pada
Tabel dibawah ini
Tabel 2.1 Komposisi Sekam Padi (Hananta, 2016)
No Komponen Presentase(%)
1 Kadar air 32,40 − 11,35
2 Abu 13,16 − 29,04

6
No Komponen Presentase(%)
3 Pentosa 16,94 − 21,95
4 Selulosa 34,34 – 43,80
5 Lignin 21,40 – 46,97

II.2.2 Ampas Tebu


Ampas tebu merupakan residu hasil penggilingan tanaman tebu (Saccharum
officinarium) setelah diekstrak niranya pada industri pemurnian gula (Kalderis et al., 2008).
Salah satu pemanfaatan ampas tebu adalah sebagai bahan pembuatan karbon aktif
dikarenakan kandungan karbonnya yang tinggi. Komposisi ampas tebu dapat dilihat pada
Tabel dibawah ini
Tabel 2.2 Komposisi Ampas Tebu (Pratama et al., 2018)
No Komponen Presentase(%)
1 Selulosa 35,01
2 Hemiselulosa 25,24
3 Lignin 6,4
4 Silikat 9,35

Selulosa, hemiselulosa dan lignin digunakan sebagai sumber karbon dalam pembuatan
biochar dan karbon aktif, sedangkan silikat merupakan salah satu sumber penyusun kadar abu
(Pratama et al., 2018).
II.2.3 Serbuk Kayu
Serbuk kayu merupakan limbah dari industri penggergajian berupa butiran kayu,
sedetan, dan potongan-potongan kayu yang dihasilkan dari proses menggergaji. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Kartono (1992) dalam Wijaya (2008), menyatakan bahwa
rata- rata limbah yang dihasilkan oleh industri penggergajian adalah 49,15%, dengan
perincian serbuk gergaji sebesar 8,46%, sedetan sebesar 24,41%, dan potongan-potongan
kayu sebesar 16,28 %. Umumnya sebagian limbah serbuk gergaji ini hanya digunakan
sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja, sehingga dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan. Padahal serbuk gergaji kayu jati merupakan biomassa yang
belum termanfaatkan secara optimal dan memiliki nilai kalor yang relatif besar.
Tabel 2.3 Komposisi serbuk kayu (Martawijaya, 2005)
No Komponen Presentase(%)
1 Selulosa 35,01
2 Lignin 25,8
3 Pentosa 15,6

7
No Komponen Presentase(%)
4 abu 0,6
5 Silika 0,2

II.3 Metode Pembuatan


II.3.1 Pirolisis
Pirolisis adalah teknologi modifikasi biomassa menggunakan perlakuan termal
dengan proses pembakaran tidak sempurna (Hidayat et al., 2017). Penggunaan suhu yang
berbeda akan menghasilkan karakteristik biochar yang berbeda pula (Goenadi dan Santi,
2017). Semakin tinggi suhu yang digunakan dalam proses pirolisis maka semakin tinggi juga
kandungan karbon yang dihasilkan pada biochar (Mazlan et al., 2015).
Pirolisis adalah peristiwa kompleks, dimana senyawa organik dalam biomassa
didekomposisi melalui pemanasan tanpa kehadiran oksigen atau dengan oksigen dengan
jumlah terbatas. Proses ini biasanya dapat dibagi menjadi 3 jenis yang berbeda, pirolisis
lambat, menengah dan cepat. Dalam pirolisis cepat (suhu tinggi, 600oC) dan waktu
pemanasan singkat (800oC) untuk memaksimalkan produksi gas, sedangkan pirolisis lambat
(suhu rendah, 400oC: waktu pemanasan >15 menit) adalah untuk produksi biochar dalam
bentuk padatan (Prayogo, 2012). Gambar skema pirolisis biomassa dapat dilihat dibawah ini.

Gambar 2.4 Skema Pirolisis Biomassa


Berikut gambar proses pembuatan biochar dengan metode pirolisis.

Gambar 2.5 Proses Pembuatan Biochar dengan Metode Pirolisis

8
Suhu proses pirolisis, karbonasi, maupun gasifikasi juga mempengaruhi biochar yang
dihasilkan, semakin tinggi suhu pirolisis semakin rendah biochar yang diperoleh (Noor et al.
2012; Zeelie, 2012; López et al. 2013). Biochar yang baik diperoleh dengan pirolisis lambat
pada suhu 400oC - 600oC. Biochar yang diproduksi dengan baik akan meningkatkan kapasitas
lapangan (field capacity) tanah sehingga dapat menjamin ketersediaan air tanah bagi tanaman
(Kinney et al. 2012).
Komposisi dari biochar sangat bervariasi bergantung dari bahan baku dan dari proses
pirolisis. Contohnya, biochar yang dihasilkan dari pirolisis lambat dengan bahan baku kayu
dapat mengandung karbon lebih dari 90% dengan kandungan lainnya sangat sedikit; namun
pada penelitian sebelumnya, biochar yang dihasilkan dari pirolisis cepat dengan bahan baku
switchgrass dapat mengandung karbon hanya sebesar 35%, 5% oksigen dan abu 60%.
Struktur biochar yang berasal dari pirolisis suhu tinggi akan menghasilkan luas permukaan
yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi (Jindo, 2014).
Terdapat beberapa standarisasi parameter biochar berdasarkan european biochar
certificate dan standarisasi biochar menurut EBC dan IBI sebagai berikut.
Tabel 2.4 Standarisasi Parameter Biochar Berdasarkan European Biochar Certificate (2012)
Parameter Status (Parameter) Kriteria (Unit)
Kadar C Diperlukan (C total) Biochar > 50%
Bio carbon Minerals (BCM) < 50% (%
dari total massa, basis kering)
Kadar Abu Diperlukan Pemanasan pada 5 K/menit sampai 106oC
dibawah tekanan atmosfer
Unsur hara Diperlukan (N, P, K total) % dari total massa, basis kering
makro (N, P, K)
pH Diperlukan Jika pH > 10, setiap pengujian harus
dilengkapi dengan penanganan yang
sesuai
Kapasitas Pilihan
Penahan Air

Tabel 2.5 Standarisasi Biochar Menurut EBC dan IBI


Parameter European Biochar International Biochar
Certificate (EBC) Inisiative (IBI)
C- Organic (%) 50 Kelas 1: > 60
Kelas 2: > 30-60
Kelas 3: > 10-30
Rasio H/O (molar) 0,7 0,7
Rasio O/C 0,4 Tidak ditentukan
Total N Tidak ditentukan Tidak ditentukan

9
Parameter European Biochar International Biochar
Certificate (EBC) Inisiative (IBI)
pH Tidak ditentukan Tidak ditentukan
Luas Permukaan m2/gr Sebaiknya 150 Tidak dipersyaratkan
Kemampuan memegang air Tidak ditentukan Tidak ditentukan

Berikut penelitian terdahulu pembuatan biochar dengan metode pirolisis:


Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu Pembuatan Biochar dengan Metode Pirolisis
Produk Tahun Bahan Parameter proses Metode Parameter Hasil
Baku Output
Biochar 2021 Kotoran - T = 400-500OC Pirolisis TKN, TS, biochar terbukti dapat
sapi,limbah COD, VS, mengatasi penghambatan
rumah Lipid, amonia yang secara
tangga APHA langsung mempengaruhi
2005, CH4, produksi metana secara
CO2, GC. efektif dengan konsentrasi
hingga 12,5 g/L
Biochar 2018 Pemangkas dihaluskan hingga 420–500 mm. Pirolisis GC, CO/O2, volatil pirolisis ditemukan
dan an anggur Pengeringan T = 105oC konsentrasi tidak tergantung pada bahan
bioenergi dan sekam polutas gas, baku. Hasil energi berbasis
padi H2S, SO2, NO dan NO2 ditemukan
NO, NO2 meningkat sebesar 16% dan
50% untuk sekam padi dan
21% dan 189%
Biochar 2020 tanaman Pengeringan T = 105°C Pirolisis, Konsentrasi Penambahan 1% memiliki
mangrove T tungku = 400 atau 600°C adsorpsi, fenantrena, afinitas penyerapan yang
dihaluskan 100 mesh sedimentasi PAH, kuat untuk PAH, terutama
disedimen dengan biochar 1% ANOVA yang terpirolisis pada suhu
Fenantrena, dishaker kecepatan 20 rpm yang relatif tinggi. Dapat
pirena, meningkatkan daya serap
asetonitril, sedimen sebesar 11,5 dan
metanol, 28,3 kali.
diklorometa
na
Biochar 2021 Brangkasan Pengeringan T= 105oC selama 24 jam. Pirolisis Analisis hasil energi tertinggi dan
jagung proksimat, terendah diperoleh
CHNS/O, dari pretreatment
ANOVA, pengeringan dan
FTIR pretreatment pelet, masing-
masing. biochar yang
diinginkan dapat diperoleh
dengan metode pretreatment
yang berbeda.
Biochar 2021 sabut Empat bahan baku diubah menjadi Pirolisis Konsentrasi potensi limbah pertanian ini
kelapa, biochar dengan metode community sampel peluang valorisasi dan
cangkang, drum kiln dan dalam reaktor pirolisis. interaksi sinergis antara
tongkol pertanian, produsen biochar,
jagung dan dan akuakultur dalam
jerami padi ekonomi pedesaan

Asetonitril
dan
metanol
Biochar 2021 rachis T = 600oC Pirolisis, EDS, FTIR, Biochar menunjukkan sifat
dan pisang, Dicuci dengan HCl 0,15 M adsorpsi Konsentrasi yang lebih baik dan metilen
hydrochar kulit buah T karbonisasi = 200 oC dibawah MB, Pb biru kapasitas adsorpsi dari
kakao, dan tekanan 40 bar selama 2 jam pada hydrochars.Analisis
sekam diayak hingga diperoleh ukuran tambahan menunjukkan
partikel kurang dari 0,25 mm. bahwa BW-BC adalah
metilen mampu mengadsorbsi Pb
biru (MB) (II) pada tingkat yang
dan Pb. sebanding dengan kapasitas
Asam sulfat biochar
(H2SO4),
natrium
sulfat
(Na2SO4)
dan kalium

10
Produk Tahun Bahan Parameter proses Metode Parameter Hasil
Baku Output
hidroksida
(KOH)
Biochar 2017 Kulit Sintesis biochar magnetic, Desain Pirolisis ANOVA, Biochar magnetik dengan
durian percobaan untuk produksi biochar Analisis hasil tinggi dan luas
magnetik EDX, permukaan tinggi adalah
asam nitrat, FTIR, XRD berhasil diproduksi dengan
HNO3, suhu pirolisis 800oC,
KMnO4 pirolisis waktu 25 menit dan
frekuensi sonikasi 70
syngas 2022 Kitin,cangk Diayak hingga ukuran 150 m Pirolisis, TGA, Peningkatan produksi
ang tiram, T= 70oC selama 24 jam. eksperimen XRD, BET, syngas dikaitkan dengan
pencampuran kitin dan cangkang pirolisis XPS catalytic pengaruh CaCO3
tembaga tiram dengan perbandingan 9:1 dan yang terkandung dalam
nitrat 5:5. cangkang tiram yang
hidrat, HCl, mempercepat dehidrogenasi
NaOH dan dekomposisi termal
kitin untuk menghasilkan H2
dan CO
Biochar 2021 kotoran T = 65oC selama 48 jam Pirolisis, C, H, N, O, Biochar yang dapat
babi, dicampur dalam proporsi 1:1 analisis fisik, EC, pH, memperbaiki kualitas tanah.
konstruksi Pirolisis dilakukan pada suhu 300, analisis kimia XRD, FTIR Walaupun co-pirolisis PVC
kayu, ban 400, 500, 600 dan 700oC dengan limbah pertanian
dan PVC efektif untuk mengurangi
EC tinggi, meningkatkan
kadar abu, KTK dan WHC
biochar
syngas 2022 Serbuk T= 60 oC selama 24 jam Sintesis H2, CO, Hasil syngas tertinggi
gergaji dari Katalis hasil sintesis dikeringkan pada katalis,penguji CO2, dan 34.321 mmol/g diperoleh
poplar, T= 60oC selama 5 jam an kinerja CH4 lebih dari 10% berat katalis
catalpa, impregnasi basah dan dikalsinasi katalis,pirolisi Ni/Char pada suhu katalitik
pinus, dan dalam tungku tabung pada 10oC/menit s sebesar 650oC
elm hingga 550oC selama 2 jam.
Biochar 2022 kotoran T = oven pada 65oC selama 48 jam. Pirolisis, co- C, H, N, O, Karakteristik biochar
ungags, Pirolisis perbandingan 1:1 pada suhu pirolisis, pH, menunjukkan perbedaan
kotoran 300, 400, 500, 600 dan 700 oC, analisis ANOVA yang signifikan (p < 0,05)
babi, kayu fisik,analisis dipengaruhi oleh suhu
konstruksi, kimia pirolisis dan bahan baku
ban dan
plastik
PVC
Bio-oil 2022 switchgrass T= 400oC Pirolisis pH, biochar magnetik untuk
dan (SG), katalitik komposisi menghilangkan fosfat. BR
biochar Residu kimia, saja tidak meningkatkan
bauksit EDS, XRD penyerapan gelombang
(BR) mikro SG dan suhu sampel
tidak turun di atas 150C.
Biochar 2020 kotoran T = 300, 400, 500, 600 dan 700°C, Pirolisis, C, H, N, O, suhu pirolisis pengurangan
unggas pada laju pemanasan 10°C min−1 analisis EC, pH, hasil padatan dan senyawa
dan kotoran fisik,analisis NP, KTK, volatil dan peningkatan pH
babi, kayu kimia XRD, dalam air dan K larut dalam
yang FTIR, semua biochar yang
dihasilkan ANOVA dihasilkan.
di sektor
konstruksi,
ban dan
plastik
PVC
Biochar 2021 Limbah T= 105oC Pirolisis, C, N, H, O, Pirolisis suhu (300–600oC)
dapur T pirolisis = 300, 400, 500, dan 600oC Analisis S,Konsentr mengakibatkan peningkatan
statistik asi total Cd, pH dan abu kandungan
Ni, Cu, Cr, biochar, tetapi penurunan
Pb, dan yield, H/C, dan N/C.
Zn,FTIR,
XPS

Biochar 2022 brangkasan T pirolisis = 90 oC Pirolisis, Analisis Keluaran hidrogen (56,8


jagung Pirolisis proksimat, vol%) adalah
katalitik dan FTIR, sekitar 3,6 kali lebih tinggi
analisis TGA,uji dari yang tanpa biochar
produk stabilitas (15,8 vol%).
termo,
LECO
CHN

11
Produk Tahun Bahan Parameter proses Metode Parameter Hasil
Baku Output
Analyzer,
kandungan
Al, Ca, Cu,
Fe, K, Mg,
Mn, Na, P,
S, dan Zn
ZnO/bioc 2022 Eceng spektrofotometer UV-vis pada panjang Pirolisis TPFs, EPR NP ZnO yang berhasil
har gondok gelombang 760 nm dan 380 nm. dicapai melalui eceng
T = 65oC gondok, dan level Zn
T = 400 oC selama 2 jam maksimum terkonsentrasi
menjadi 7,55% setelah
disiapkan menjadi ZnO/BC.
Dibandingkan dengan BC,
ZnO-BC1, dan ZnO-BC2,
ZnO/BC menunjukkan lenih
tinggi dalam aktivasi PS
untuk degradasi TC
Biochar 2021 Batang T= 110oC selama 24 jam Pirolisis, SEM, biochar diproduksi pada 450
bambu T = 350, 450 dan 550oC selama 2 jam analisis, tes FTIR, o
C memperoleh hasil terbaik
adsorpsi HPLC untuk adsorpsi atrazin
Atrazin
Biochar 2021 Limbah T pirolisis = 300–900oC Pirolisis, FESEM Produksi energi terbarukan
pertanian, T dekomposisi = 500-1400oC gasifikasi, menggunakan biochar akan
lumpur karbonisasi menjadi pendekatan
limbah, hidrotermal berkelanjutan untuk
kotoran menciptakan energi yang
hewan, aman.
limbah alga
Biochar 2021 Limbah T pre-treatment = 80°C Pirolisis Fermentasi, sedangkan pengaruh suhu
bubuk kopi, digiling menjadi partikel (40 mesh). BET, FTIR, pirolisis diabaikan, yang
ampas tebu, T pirolisis = 300°C, 500°C atau 700°C ANOVA berbeda dari temuan
Batang selama 4 jam. Sebelum karakterisasi sebelumnya dengan
jagung, dan penambahan fermentasi, biochar hidrogen fermentasi tipe
daun digiling menjadi bubuk 200 mesh asam campuran
Ginkgo produksi.
biloba
Biochar 2021 kotoran T = 50°C Pirolisis, FTIR, Biochar yang diproduksi di
babi Penambahan reagen rasio 1:3 adsorpsi batch, XRD, peredam dan diperkaya
SEM-EDX, dengan Mg adalah yang
PCA paling efisien untuk adsorpsi
Biochar 2021 PAH, Bahan-bahannya dikeringkan selama Pirolisis, PAH, Hasil menunjukkan
satu minggu pada suhu analisis HPLC Freundlich jauh lebih baik
metanol, kamar,dihomogenkan dan diayak 60 daripada Langmuir untuk
diklorometa mesh menyesuaikan penyerapan
na, dan . PAH data.
asetonitril
Biochar 2021 Limbah T pirolisis = 450–950 oC Pirolisis dan Derajat Biochar yang diaktifkan
kayu T pengeringan 60oC selama 24 jam, proses grafitisasi, secara fisik memiliki
pendinginan, TOC/TN, kandungan DOC yang lebih
Asam sulfat tahap holding PH, tinggi daripada biochar
pekat DOC/DIC murni, sedangkan tingkat
DOC dalam biochar yang
diolah dengan asam adalah
di bawah batas deteksi.
Biochar 2022 Lumpur T pirolisis = 700℃.. Pirolisis, COD, Suhu pirolisis optimal untuk
aktif, Analisis MLSSM mensintesis biochar berbasis
termogravimet MLVSS, besi adalah 700℃. yang luar
ri VFA, TGA, biasa hasil yang melibatkan
XRD biochar berbasis besi dalam
produksi metana selama AD
dianggap berasal dari Fe3O4
dan ZVI yang dihasilkan
pada permukaan biochar.
biochar 2022 Limbah T pirolisis = 300-700°C.. Pirolisis, Analisis suhu pirolisis yang lebih
buah kulit analisis proksimat, rendah dihasilkan arang
jeruk termogravimet EDX, yang lebih tinggi.
er FTIR, Kandungan karbon dan
kandungan energi biochar
ditemukan akan meningkat
dengan suhu pirolisis.

12
II.3.2 Gasifikasi
Gasifikasi adalah metode dekomposisi termokimia bahan karbon menjadi produk gas
yaitu, syngas yang terdiri dari CO, CO 2, CH4, H2 dan hidrokarbon dengan adanya agen
gasifikasi seperti oksigen, udara, uap, dll pada suhu tinggi. Laju pemanasannya berkisar
antara 103 – 104oC/s. Suhu reaksi adalah faktor yang paling signifikan dalam menentukan
produksi syngas, peningkatan suhu akan meningkatkan jumlah karbon monoksida dan
produksi hidrogen, sementara kandungan lain seperti metana, karbon dioksida dan
hidrokarbon menurun. Produk utama dari proses ini adalah syngas (CO, H 2, CO2, CH4),
sedangkan arang menjadi produk samping dengan hasil yang lebih sedikit. Mekanisme
gasifikasi dibagi menjadi beberapa langkah, yaitu:
- Pengeringan bertujuan untuk menguapkan air bebas dan terikat dalam bahan baku
dengan menggunakan panas dari reaksi eksotermis pada tahap selanjutnya. Suhu
pengeringan umumnya 100 – 200oC, dan pengeringan dapat dilakukan terpisah dari
proses gasifikasi hanya jika biomassa mengandung kadar air yang sangat tinggi,
karena kandungan air yang sangat tinggi dapat menghambat kenaikan suhu di dalam
reaktor.
- Pirolisis pada tahap ini biomassa didekomposisi menjadi bahan yang mudah menguap
dan arang (biochar) pada suhu sekitar 200 – 1600oC tanpa adanya oksigen.
- Pembakaran tahap ini terjadi pada suhu 900 – 1100 oC. Material karbon serta gas hasil
pirolisis (CO, H2, CH4, CxHy) mengalami reaksi oksidasi sebagian juga oksidasi
sempurna menghasilkan H2O, CO2, CO. Reaksi oksidasi dan pembakaran dengan zat
gasifikasi merupakan sumber energi utama pada proses gasifikasi.
- Reduksi tahap ini berlangsung pada kisaran suhu 800 – 1000 oC. Biochar bereaksi
dengan H2O, CO2, H2 menghasilkan CO, H2, CH4, dan senyawa hidrokarbon ringan
seperti asetilen dan etilen (You et al., 2018). Berikut gambar proses gasifikasi dapat
dilihat dibawah ini.

13
Gambar 2.6 Proses Pembuatan Biochar dengan Metode Gasifikasi

14
Berikut penelitian terdahulu pembuatan biochar dengan metode gasifikasi:
Tabel 2.7 Penelitian Terdahulu Pembuatan Biochar dengan Metode Gasifikasi
Bahan Parameter
Produk Tahun Parameter proses Metode Hasil
Baku Output
Biochar 2021 Limbah T pirolisis = 300–900oC Pirolisis, FESEM Produksi energi
pertanian, T dekomposisi = 500-1400oC gasifikasi, terbarukan
lumpur karbonisasi menggunakan biochar
limbah, hidrotermal akan menjadi
kotoran pendekatan
hewan, berkelanjutan untuk
limbah menciptakan energi
alga yang aman.
Biochar 2021 limbah co-gasifikasi uap dari proses TGA, XRF biochar komersial
kayu campurannya sampel dilakukan karbonisasi, diperoleh dari proses
dalam reaktor fixed-bed skala lab analisis, karbonisasi lebih
dengan diameter dalam 1,8 cm dan percobaan menguntungkan untuk
tinggi total 35 cm gasifikasi gasifikasi.

II.3.3 Karbonasi Hidrotermal


Karbonisasi hidrotermal atau HTC merupakan metode pembuatan biochar pada suhu
rendah sekitar 150 - 350 oC. Pada metode ini proses konversi termokimia menggunakan air
sebagai media pelarut sekaligus katalis dan tekanan autogenus. Produk arang yang
menggunakan proses hidrotermal disebut sebagai arang-hidro (hydro-char), hal ini
dimaksudkan untuk membedakan produk arang yang dihasilkan dari proses kering seperti
pirolisis dan gasifikasi. Selama proses, biomassa dicampur dengan air dan ditempatkan dalam
reaktor tertutup. Temperatur dinaikkan secara perlahan untuk menjaga stabilitas operasi. Pada
tingkat suhu yang berbeda, produk yang dihasilkan adalah biochar pada suhu di bawah 250 oC
disebut sebagai karbonisasi hidrotermal, bio-minyak antara 250 – 400 oC disebut hidrotermal
likuifaksi dan produk gas syngas seperti CO, CO 2, H2 dan CH4 yang dihasilkan pada suhu di
atas 400oC disebut sebagai hidrotermal gasifikasi (Khorram et al., 2016).
Senyawa yang memiliki berat molekul yang besar dan senyawa kompleks lignin
membuat mekanismenya menjadi semakin rumit. Dekomposisi lignin dimulai melalui reaksi
dealkilasi dan hidrolisis menghasilkan produk fenolik seperti fenol, katekol, siringol, dll (Jain
et al., 2016). Hingga akhirnya, arang diproduksi melalui repolimerisasi dan pengikatan silang
zat antara. Komponen lignin yang tidak larut dalam fase cair diubah menjadi arang-hidro
yang mirip dengan reaksi pirolisis. Arang yang dihasilkan umumnya diaplikasikan untuk
alternatif bahan bakar (Yaashikaa et al., 2020). Gambar proses karbonasi hidrotermal dengan
menggunakan reaktor autoclave dapat dilihat dibawah ini.

15
Gambar 2.7 Proses karbonasi Hidrotermal dengan menggunakan Reaktor Autoclave (Irsyad
et al., 2014)
Berikut penelitian terdahulu pembuatan biochar dengan metode karbonisasi hidrotermal:
Tabel 2.8 Penelitian Terdahulu Pembuatan Biochar dengan Metode Karbonisasi Hidrotermal
Bahan Parameter
Produk Tahun Parameter proses Metode Hasil
Baku Output
Biochar 2021 residu menggabungkan [CS + HC 2 jam Karbonisasi, Analisis Proses karbonisasi-pirolisis
dan jagung CM] dan [GM + HC 2 jam CM] pirolisis, progsimat, hidrotermal gabungan
biofuel (CS), pada tiga persentase berat yang TGA 5500, dapat mengubah limbah
anggur berbeda 25%, 50%, dan 75 C, H, N, O, pertanian campuran
marc PH, menjadi biochar yang kaya
(GM), dan konduktivit akan nutrisi yang tersedia
kotoran as listrik, secara hayati dan bahan
sapi (CM) beam bakar nabati. Sementara
splitter kotoran sapi terlalu basah
KBr, bio-oil untuk pirolisis langsung

Biochar 2022 Sekam Gasifikasi Kristal Hasilnya menunjukkan


padi, co- struktur bahwa RH dan CM
kotoran hidrotermal biochar, menunjukkan yang baik
ayam, (CHTG) SEM, TG, efek sinergis dalam proses
DTA CHTG, dan hasil syngas
maksimum dan HGE
diperoleh pada 3RH +
1CM
Biochar 2021 Sekam T hidrotermal = 80 C Karbonisasi, CHI, LSV, Biochar untuk produksi
padi T HTC = 180oC hingga 220oC. pengukuran XPS, FTIR, hidrogen. Mengganti OER
Setelah 20 jam elektokimia, XRD, SEM anodik dengan BOR
T pirolisis 600-900oC pirolisis, menghasilkan penurunan
potensi onset dan
peningkatan kerapatan
arus.
Biochar 2021 Limbah T pirolisis = 300–900oC Pirolisis, FESEM Produksi energi terbarukan
pertanian, T dekomposisi = 500-1400oC gasifikasi, menggunakan biochar akan
lumpur karbonisasi menjadi pendekatan
limbah, hidrotermal berkelanjutan untuk
kotoran menciptakan energi yang
hewan, aman.
limbah
alga
Biochar 2021 limbah co-gasifikasi uap dari campurannya proses TGA, XRF biochar komersial
kayu sampel dilakukan dalam reaktor karbonisasi, diperoleh dari proses
fixed-bed skala lab dengan diameter analisis, karbonisasi lebih
dalam 1,8 cm dan tinggi total 35 cm percobaan menguntungkan untuk
gasifikasi gasifikasi. Co-gasifikasi
bahan mentah

16
II.4 Karakterisasi Biochar
II.4.1 Sifat Fisika Biochar
Karakteristik atau sifat fisika biochar tidak hanya bergantung pada bahan baku
biomassa, tetapi juga pada jenis teknik pirolisis yang digunakan untuk memproduksi biochar,
termasuk pra dan pasca penanganan biomassa dan biochar. Perubahan struktur asal,
penataulangan mikro struktur, pengikisan, dan peretakan biomassa tergantung pada kondisi
pemrosesan (Herlambang et al., 2021).
II.4.1.1 Morfologi Biochar
Morfologi biochar membahas mengenai penyusunan materi biochar dan perbedaan
visual biomassa dan biochar setelah mengalami pirolisis. Biomassa mengalami kehilangan
massa (kebanyakan dalam bentuk air dan senyawa organik yang mudah menguap), sehingga
mengalami perubahan dan pengurangan volume. Sebagai contohnya pada pirolisis lambat,
mula-mula biomassa mengalami penurunan berat (massa) karena kehilangan air pada suhu
sekitar 100oC, kemudian hemiselulosa mulai terdekomposisi pada suhu sekitar 200 oC dan laju
kehilangan berat tertinggi mencapai puncaknya pada suhu 290oC, yaitu 0,35 b%/oC. Saat suhu
meningkat terjadi dekomposisi antara selulosa dan hemiselulosa yang mencapai puncak
tertingginya di suhu 385 oC dengan laju kehilangan berat 1,21 b%/ oC. Pada suhu 380 oC berat
residu mencapai 28,5 b%. Degradasi lignin terjadi saat suhu pirolisis melebihi 380 oC (Lee et
al., 2013).
II.4.1.2 Distribusi Ukuran Partikel
Ukuran partikel, bentuk, dan struktur internal biochar sangat berpengaruh dalam
mengontrol penyimpanan air tanah karena mengubah karakteristik pori. Ukuran partikel
dapat mempengaruhi baik ruang pori antar partikel (interpori) maupun pori-pori dari biochar
(intrapori) melalui proses yang berbeda, karena ukuran dan konektivitas partikel yang
kemungkinan berbeda. Selain itu, ketika biochar diaplikasikan di lapangan, partikel biochar
mungkin memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda dibandingkan dengan partikel tanah.
Penambahan butiran biochar dengan bentuk dan ukuran yang berbeda akan mengubah
karakteristik interpori (ukuran, bentuk, konektivitas, dan volume) tanah, sehingga akan
mempengaruhi penyimpanan dan mobilitas air. Sebagai contohnya, partikel biochar halus
dapat mengisi pori-pori di antara partikel tanah kasar, sehingga memperkecil ukuran pori dan
mengubah bentuk interpori. Sebaliknya, partikel biochar dengan ukuran yang besar (lebih
besar dari ukuran partikel tanah) dapat mengganggu pengemasan butiran tanah yang kecil,
yang menyebabkan peningkatan ukuran interpori (Liu et al., 2017).

17
Ukuran partikel biochar yang sering digunakan adalah 100 mesh, 60 mesh, 40 mesh .
Pada penelitian ini penyisihan logam berat Pb dan Cd tertinggi pada penambahan biochar
dengan ukuran partikel 100 mesh (0.149 mm) yang diinkubasi selama 30 hari yaitu dengan
efisiensi penyisihan logam Pb sebesar 54.05%. dan efisiensi penyisihan logam Cd sebesar
47.36% (fika Hersena hayas et al., 2017).
II.4.1.3 Daya Adsorpsi
Daya adsorpsi atau kapasitas adsorpsi biochar berhubungan dengan porositas, luas
permukaan biochar, gugus fungsi dan pH. Daya adsorpsi umumnya dikaitkan dengan
penyisihan polutan di dalam tanah dan air. Efisiensi penyisihan polutan organik (pestisida)
pada tanah yang diberi biochar lebih baik dari pada tanah tanpa biochar. Tanah yang diberi
biochar dapat mengurangi ketersediaan polutan yang diserap tanaman, sedangkan tanaman
yang ditanam di tanah tanpa biochar penyerapan tanaman terhadap polutan tinggi.
Penghilangan polutan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi biochar. Sifat-sifat
biochar mempengaruhi penyerapan polutan organik. Biochar yang memiliki ukuran partikel
kecil memiliki luas permukaan yang besar dan menunjukkan hasil penyisihan yang lebih
baik, serta waktu yang dibutuhkan untuk penghilangan atau penyisihan polutan lebih sedikit.
Selain sifat biochar, kondisi tanah juga berkontribusi terhadap adsorpsi atau degradasi
polutan, misalnya penyerapan pestisida hanya terjadi pada pH rendah (Yaashikaa et al.,
2020).
biochar yang dihasilkan menggunakan suhu rendah cocok untuk menyerap polutan
anorganik, karena biochar yang dihasilkan menggunakan suhu rendah memiliki banyak gugus
fungsi, kandungan karbon organik tinggi dan berpori. Pertukaran ion merupakan mekanisme
yang dominan untuk menghilangkan polutan anorganik khususnya logam berat, oleh karena
itu keberadaan gugus fungsi dan pH biochar turut berperan. Sifat fisikokimia biochar
mempengaruhi penyerapan struktur berpori dan meningkatkan reduksi logam berat. Zeta
potensial dan kapasitas tukar kation biochar menurun dengan meningkatnya pH tanah. Tanah
yang diberi biochar memiliki potensi lebih untuk imobilisasi logam berat. Misalnya,
konsentrasi logam berat seperti timbal, kadmium dan tembaga berpotensi berkurang di tanah
yang diberi biochar. Biomassa yang digunakan untuk memproduksi biochar pada
menghilangkan polutan anorganik adalah produk pertanian seperti tongkol jagung, bit gula,
jerami kedelai, switchgrass, dll, kotoran hewan dan lumpur limbah. Di antara logam berat,
tembaga memiliki afinitas yang kuat terhadap gugus -OH dan -COOH serta penghilangannya
terutama tergantung pada jenis biomassa dan pH. Pada pH 6 – 7 penghilangan logam
dilakukan dengan pertukaran ion, sedangkan pada pH 7 – 9 mekanisme penghilangan

18
dilakukan dengan perpaduan peran permukaan dan daya tarik elektrostatik. Pada pH yang
lebih tinggi, kelarutan

19
logam berkurang sehingga menghambat mobilitas logam dalam tanah. Dosis biochar juga
berkontribusi pada daya adsorpsi logam berat, semakin tinggi dosis biochar, semakib banyak
senyawa anorganik yang terserap (Herlambang et al., 2021).
kapasitas adsorpsi pada timbal menggunakan biochar kayu untuk variasi pH berkisar
antara 0,7 – 8,65 mg/g pada rentang pH antara 2-5. Hasil pH optimum dari adsorpsi ion
logam Pb 5 dimana dalam kondisi asam permukaan adsorben juga bermuatan positif, yang
akan menyebabkan terjadi tolakan antara permukaan adsorben dengan ion logam, sehingga
adsorpsinya pun menjadi rendah. Sedangkan pada pH netral, ion-ion logam dapat mengalami
reaksi hidrolisis dalam larutan sehingga menjadi tidak stabil dalam bentuk ion logam semula
(Artika Novi et al., 2021).
II.4.1.4 Kadar Abu
Kadar abu adalah bahan anorganik tidak terbakar dan tidak mengandung unsur karbon
pada proses pirolisis. Jenis biomassa dan teknik pirolisis (temperatur dan waktu proses yang
berbeda) akan menyebabkan kadar abu pada biochar berbeda. Secara umum, waktu dan suhu
pirolisis berkorelasi linier terhadap kadar abu. Kadar abu dalam biomassa adalah unsur kimia
berupa garam karbohidrat, fosfat, sulfat, silikat, kalium, magnesium, kalsium yang jika
dipanaskan hingga mencapai berat konstan akan menghasilkan kandungan abu dalam biochar
yang sebanding dengan kandungan abu dalam biomassa. Kadar abu dalam biochar adalah
oksida oksida logam yang mencakup mineral-mineral tidak dapat menguap dan bersifat tidak
mudah terbakar. Hubungan kadar abu biomassa dan kadar abu biochar juga berkorelasi linier.
Nilai kadar abu yang tinggi di dalam biochar mempengaruhi mutu biochar, karena
menyebabkan luas permukaan biochar menjadi berkurang sebagai akibat dari penyumbatan
pori-pori pada biochar. Selain itu juga akan mempengaruhi nilai kalor (Caloric Value) dan
nilai kadar karbon terikat (Fixed Carbon), sehingga akan mempengaruhi sifat fungsional
biochar baik sebagai amelioran maupun energi alternatif (Iskandar et al., 2017).
Proses memperoleh kadar abu sama seperti proses pirolisis ampas tebu menjadi
biochar, hanya saja yang membedakan waktu dan suhunya. Pada suhu 700 oC produk yang
paling dominan dihasilkan yaitu cairan/bio oil dan pada suhu (>800 oC) akan menghasilkan
produksi gas. Suhu yang digunakan dalam menentukan kadar abu yaitu sebesar 600 oC,
sehingga akan menghasilkan abu yang berjumlah banyak (Prayogo et al., 2012). Abu adalah
bahan yang tersisa apabila biomassa dipanaskan hingga berat konstan dan salah satu unsur
yang terkandung didalam abu yaitu silika. Kadar abu yang dihasilkan dari 1 gram biochar
yaitu sebanyak 0,6816 gram (Iskandar 2012). Biochar dari pupuk organik dan limbah
biasanya memiliki kandungan abu yang sangat tinggi. Sebagian besar kandungan mineral

20
dalam bahan baku tersebut masih

21
ada dalam biochar dan sebagian kandungan yang lain hilang (C, H, dan O) selama pirolisis
(Maftuah et al.,2015).
II.4.1.5 Ukuran Pori
Ukuran pori biochar berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis bahan baku
biomassa dan kondisi pirolisisnya (waktu dan suhu). Ukuran pori berfungsi untuk
menentukan kemampuan biochar dalam menahan air yang tersedia untuk tanaman. Secara
umum pori-pori penyimpanan yang mampu menahan air adalah sekitar 0,5 – 50 𝜇m, selain itu
ukuran pori juga dapat meningkatkan retensi nutrisi dalam tanah. Pada pirolisis suhu rendah
ukuran pori biochar yang didapat lebih kecil jika dibandingkan dengan suhu tinggi, hal ini
dikarenakan pada suhu rendah reaksi pirolisis tidak lengkap, tidak memecah semua dinding
sel tanaman (selulosa, hemiselulosa) melalui pelepasan senyawa volatile atau mudah
menguap, sehingga rasio O/C dan H/C masih tinggi, atau terjadi penumpukan tar di atas
bukaan pori (Brewer et al., 2014).
II.4.2 Sifat Kimia Biochar
II.4.2.1 pH
pH biochar umumnya basa (7,1 – 10,1). Meskipun perbedaan pH dapat disebabkan
oleh jenis biomassa, namun suhu pirolisis diketahui sangat berdampak pada perubahan nilai
pH biochar. Hal ini dikarenakan peningkatan suhu pirolisis akan menghilangkan gugus fungsi
asam dan kadar abu meningkat, menyebabkan biochar menjadi lebih basa. Lebih lengkapnya,
pada suhu pirolisis yang lebih tinggi, nutrisi dalam bentuk mineral, atau garam (seperti KOH,
NaOH, MgCO3, CaCO3, garam logam organik) terpisah dari matriks organik padat,
menghasilkan nilai pH yang meningkat. Biochar limbah tanaman, rumput lain, dan pupuk
kandang/biosolid memiliki KPK dan pH yang lebih besar dibandingkan dengan biochar
berbasis kayu. Pening-katan KPK akibat permukaan biomassa teroksigenasi dan gugus fungsi
anorganik terbentuk selama pirolisis, juga dapat dikaitkan dengan peningkatan pH (Ippolito et
al., 2020).
II.4.2.2 Komposisi Unsur
Dari hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa, unsur P, K, Ca, dan Mg dan suhu
pirolisis kemungkinan merupakan hasil dari konsentrasi unsur awal yang ada di berbagai
bahan baku, serta peningkatan kadar abu dengan meningkatnya suhu pirolisis. Biochar yang
mengandung kandungan sulfur (S) tinggi dapat berasal dari jenis bahan baku biomassa
(misalnya, pupuk kandang), suhu pirolisis yang relatif lebih rendah (misalnya, <500 °C), juga
S yang terikat pada unsur K, Ca dan Mg. Proses karakterisasi dilakukan menggunakan
beberapa instrumen kimia seperti: FTIR, XRD, dan SEM (Ippolito et al., 2020).

22
Karakterisasi menggunakan instrumen FTIR dilakukan untuk membandingkan gugus
fungsi yang ada pada biochar dengan biochar/Fe3O4. Ketika suatu senyawa dianalisa
menggunakan FTIR, maka terjadi adsorpsi inframerah (IR) oleh suatu molekul. Hal ini yang
mengakibatkan energi radiasi menjadi tidak kuat untuk mengeksitasi suatu molekul sehingga
hanya bisa menginduksi getaran atau vibrasi ikatan kovalen antar atom maupun dalam gugus
fungsi. Gugus fungsi yang ada dalam biochar perlu diketahui karena berkaitan dengan
kemampuan adsorpsi dalam kondisi pH terterntu (Zannah, 2020). Berikut contoh hasil analisa
menggunakan Fourier Transformed Infrared (FTIR)(Thines et al., 2017).

Gambar 2.8 Contoh Analisa Fourier Transformed Infrared (FTIR)


Karakterisasi menggunakan instumen XRD dalam penelitian ini bertujuan untuk
memperkuat hasil identifikasi dan mengetahui fase oksida besi yang terbentuk dengan
melihat sudut 2θ yang muncul. Difraktogram yang terbentuk, mengindikasikan bentuk
struktur kristalin yang terdapat dalam biochar tersebut. Sebagai pembanding, digunakan data
XRD biochar tanpa modifikasi (Zannah, 2020). Berikut contoh hasil analisa menggunakan X-
Ray Diffraction (XRD) (Thines et al., 2017).

Gambar 2.9 Contoh Analisa X-Ray Diffraction (XRD)

23
Biochar dikarakterisasi menggunakan SEM-EDX bertujuan untuk melihat struktur
morfologi permukaan dan mengetahui komposisi kimia yang ada di dalam biochar yang
dihasilkan. Struktur morfologi biochar kemudian dibandingkan dengan struktur morfologi
biochar tanpa modifikasi (Zannah, 2020). Berikut contoh hasil analisa menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM-EDX)(Kim et al., 2022).

Gambar 2.10 Contoh Analisa Scanning Electron Microscope (SEM-EDX)


II.4.2.3 Luas Permukaan
Luas permukaan tanah merupakan karakteristik tanah yang penting karena mengontrol
semua fungsi penting kesuburan tanah, termasuk kapasitas menahan air dan nutrisi, aerasi,
dan aktivitas mikroba. Keterbatasan daya ikat air dan unsur hara tanah berpasir sebagian
terkait dengan luas permukaan partikel tanah yang relatif kecil, sedangkan tanah liat mungkin
memiliki kapasitas menahan air dan nutrisi total yang tinggi tetapi memiliki aerasi yang tidak
memadai. Luas permukaan biochar umumnya lebih tinggi dari pasir dan sebanding dengan
atau lebih tinggi dari tanah liat, oleh karena itu aplikasi biochar pada tanah akan
meningkatkan total luas permukaan spesifik tanah dalam fungsinya sebagai remediasi tanah
(Downie et al., 2009). Aplikasi biochar pada tanah yang tidak subur meningkatkan porositas
melalui struktur internal yang berpori serta ukuran dan bentuk partikel. Peningkatan porositas
dan luas permukaan biochar juga memungkinkan untuk mempertahankan lebih banyak
kelembaban. Dijelaskan bahwa densitas biochar yang rendah (~300 kg.m-3) dan karbon
organiknya yang sangat stabil terhadap tanah memiliki potensi untuk mengurangi densitas
bulk tanah dan ketahanan penetrasi, dan karenanya dapat meningkatkan total porosi-tas tanah
(Gwenzi et al., 2015).

24
Luas permukaan spesifik dari sampel biochar diukur dengan Micromeretics, Tristar II
3020 analisa seperti yang diuraikan oleh (Jones et al., 2011). SEM menunjukkan kronologis
kenaikan luas permukaan dengan makin kecil ruang pori struktur sel dari sekitar 100 hingga
200 𝜇m pada bahan baku menjadi 10 hingga 50 𝜇m di biochar willow diproduksi pada suhu
tertinggi 530 oC (Prayoga et al., 2012).

II.5 Aplikasi Biochar


Biochar untuk remediasi tanah. Sistem pengelolaan lahan pertanian yang kurang baik
mengakibatkan peningkatan emisi gas karbon dioksida dan meningkatkan degradasi senyawa
organik di dalam tanah. Berdasarkan hasil-hasil penelitian upaya yang dilakukan untuk
meningkatan kandungan karbon organik dalam tanah yaitu menambahkan biomassa ke dalam
tanaman dan kotoran hewan. Aplikasi biochar ke dalam tanah tidak hanya membantu dalam
mengisolasi karbon di dalam tanah dan mengurangi efek gas rumah kaca, tetapi juga
meningkatkan kualitas tanah dengan cara menetralkan pH tanah, meningkatkan kesuburan
dan memperbaiki struktur tanah, meminimalisir toksisitas alumunium, meningkatkan
produktivitas pertanian dengan mempertahankan retensi air, meningkatkan aktivitas mikroba,
memperkuat pertumbungan mikroba tanah, serta mengurangi dmencegah pelindian nutrisi di
dalam tanah (Herlambang et al., 2021).
Salah satu pemanfaatan biochar adalah penggunaannya bahan aditif pada pupuk
kandang, atau limbah kompos lainnya. Biochar dengan porositas tinggi dan luas permukaan
yang besar dapat menjadi adsorben yang sangat baik, mempertahankan unsur hara berharga
(misalnya, N, C, dan S) yang biasanya akan hilang ke lingkungan sebagai polutan yang tidak
diinginkan, serta unsur mikro lainnya dalam campuran pengomposan. Luas permukaan tinggi
menyediakan habitat yang cocok untuk mikroorganisme, sehingga dapat meningkatkan
aktivitas mikroba, dengan ketersediaan kandungan C organik yang relatif memiliki pengaruh
positif yang kuat pada proses pengomposan. Penambahan biochar pada pengomposan dapat
mengurangi emisi gas-gas H2S, NH3, N2O dan CO2, tentunya hal ini akan membantu dalam
upaya pengurangan GRK dan mendukung mitigasi lingkungan (Kalus et al., 2019).
Biochar untuk remediasi tanah yang tercemar didasarkan pada kemampuan biochar
dalam menghilangkan polutan organik dan anorganik melalui proses adsorbsi dan degradasi
senyawa polutan di dalam air. Biochar juga dapat digunakan untuk memurnikan udara dari
gas karbon dioksida dan hidrogen sulfida. Pada polutan organik, hasil penelitian
menunjukkan bahwa biochar dapat mengurangi kebutuhan oksigen kimia (COD) pada air
limbah, senyawa aromatis, asam asetat, rodhamin B, senyawa fenol, limbah-limbah industri

25
farmasi dan

26
sebagainya. Pada senyawa anorganik, biochar dapat mengurangi konsentrasi ion logam (PO
4
3+ +
, NH
4
, As3+, Cd2+, Cr3+, Pb2+, Zn2+, dan Cu2+) pada pengolahan air limbah melalui proses
adsorpsi. Aplikasi biochar pada bidang energi, khususnya penyimpanan energi antara lain
sebagai bahan superkapasitor, material anoda pada produksi baterai, dan karbon fuel cell
(Yaashikaa et al., 2020). Pada aplikasi sumber bahan bakar atau energi, biochar secara
tradisional digunakan sebagai bahan bakar padat. Aplikasi biochar sebagai katalis digunakan
pada beberapa reaksi seperti: sintesis biodiesel melalui reaksi pseudo katalitik
transesterifikasi, sintesis asam suksinat, reaksi esterifikasi asam lemak, sintesis biodiesel dan
reaksi transesterifikasi lainnya, proses catalytic reforming limbah elektronik, reaksi redoks,
serta degradasi bakteri menambahkan komposit berbahan dasar nanopartikel berbasis perak
(Ag) (Bartoli et al., 2020). Berikut gambar mekanisme biochar untuk menstabilkan logam di
larutan tanah dan aplikasi biochar dan produk charcoal dari berbagai sumber bahan baku dan
teknik sintesis.

Gambar 2.11 Mekanisme Biochar untuk menstabilkan logam di larutan tanah (Tan et al.
2015)
II.6 Remidiasi Tanah
Pencemaran tanah adalah masuknya bahan tercemar berupa zat, energi atau komponen
lingkungan hidup lain yang dilakukan oleh manusia maupun secara alami ke dalam tanah,
akibatnya kualitas tanah menjadi menurun serta tidak sesuai lagi dengan peruntukannya.
Permasalahan pencemaran tanah saat ini menjadi salah satu permasalahan yang sering
diperbincangkan oleh para pakar dibidang pertanian. Permasalahan perlu penanganan yang
lebih serius karena berkaitan dengan produktivitas dan kualitas tanah dan tanaman. Penyebab
utama pencemaran selain erosi dan sedimentasi juga dipengaruhi oleh intensitas penggunaan
bahan agrokimia berupa pupuk dan pestisida yang melampaui batas. Pencemaran tanah yang
sangat krusial saat ini adalah adanya akumulasi logam berat di tanah seperti merkuri (Hg),

27
timbal (Pb), kadmium (Cd), sianida (Cn), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Jenis logam berat di
atas terutama merkuri yang mencemari tanah sangat sulit untuk didegradasi, selanjutnya akan
berdampak pada keamanan pangan (Hamzah et al., 2019).
Biochar dapat digunakan untuk memperbaiki tanah marginal, karena biochar
merupakan salah satu bahan amelioran atau pembenah tanah yang dapat meningkatkan
produktifitas tanah marginal, dengan cara memperbaiki sifat fisik, kimia, serta biologi tanah,
selain itu biochar memiliki keunggulan sulit terdekomposisi dan dapat bertahan lama dalam
tanah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, yang mengaplikasian
biochar pada lahan bekas penambangan batu bata di desa Potorono Banguntapan,
Yogyakarta, Indo- nesia, diperoleh bahwa aplikasi amelioran berupa biochar dari tempurung
kelapa dengan dosis 15 t/ha dapat meningkatkan kandungan C organik tanah sebesar 0,78%
dengan inkubasi selama dua bulan, sedangkan kapasitas tukar kation tanah meningkat pada
inkubasi selama tiga bulan. Yield tanaman yang diperoleh dari tanah yang diberi biochar
tempurung kelapa lebih baik daripada tanah yang diberi pupuk organik kotoran sapi dan
ampas tebu tanpa biochar (Herlambang et al., 2019). Berikut gambar proses bioremediasi
pada tanah yang tercemar.

Gambar 2.12 Proses bioremediasi pada tanah yang tercemar

28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Bahan baku


- Sekam padi
- Ampas tebu
- Limbah kayu
- NaOH (merck sigma-aldrich)
- HCl (merck sigma-aldrich)
- Aquadest

III.2 Alat yang digunakan

Gambar 3.1 Reaktor hidrotermal dan Oven

29
III.3 Diagram Alir Penelitian

Biomassa Persiapan
Sekam 7 gr
Aquadest 60 ml Biomassa:
padi
NaOH 5; 7,5; 10 M Penepungan
Ampas
Pengeringan
tebu

Karakteris
Sintesis Biochar asi sampel: Biochar dari
dengan metode XRD, SEM- biomassa
hydrothermal suhu EDX, FTIR, limbah
180oC, 8 jam BET
Biochar 25 gr Biochar
Tanah 250 gr Remediasi tanah Biochar 25 gr, tanah terdegradasi paling efektif
250 gr, sirih gading silver: suhu atmosferik
Pertumbuhan tanaman
Sirih gading Tinggi akhir tanaman
dalam
Tinggi tanaman tanpa biochar remediasi

Luaran:
Publikasi ilmiah di Publikasi Seminar Internasional terindeks Scopus
III.4 Rancangan Penelitian Inovasi biochar dari biomassa limbah pertanian untuk remidiasi tanah

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian


Percobaan Biomassa NaOH FTIR BET
A 5M  
7 gr
B 7,5 M  
Sekam padi
C 10 M  
Menggunakan NaOH
7 gr
D terbaik pada penelitian  
Ampas tebu
bahan baku sekam padi

Menggunakan NaOH
7 gr
E terbaik pada penelitian  
Serbuk kayu
bahan baku sekam padi

30
III.5 Prosedur Kerja Penelitian
III.5.1 Persiapan Bahan
Bahan baku berupa biomasa limbah pertanian yaitu ampas tebu, sekam padi, dan
serbuk kayu. Biomassa ditepungkan kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 110 oC
selama 2 jam dan disimpan dalam desikator hingga saat digunakan.
III.5.2 Sintesis Biochar
Biomasa yang telah ditreatment sebelumnya digunakan sebagai bahan baku. Pertama-
tama 7 gr biomassa didispersikan kedalam 60 mL aquadest, kemudian terhadap campuran
ditambahkan NaOH dengan 3 variabel masing-masing sejumlah 5; 7,5; 10 M. Setelah itu
suspense dituangkan kedalam 100 mL Teflon-linked autoclave dan dimasukkan ke dalam
oven untuk diproses pada suhu 180oC selama 8 jam. Setelah 8 jam, reaktor hidrotermal
didinginkan kemudian endapan yang mengandung biochar dicuci dengan HCl lalu dicuci
aquadest sebanyak 3 kali, selanjutnya dikeringkan pada suhu 60oC selama 2 jam dalam
kondisi vakum.

III.6 Karakterisasi Sampel


III.6.1 Pengujian FTIR
Pengujian FTIR untuk menganalisa gugus fungsional dari komponen organik dengan
menggunakan Spectrum Two Environmental Hydrocarbon Analysis System L160000S. Hasil
karakterisasi selanjutnya dibandingkan dengan literatur yang ada.
III.6.2 Pengujian BET
Pengujian BET untuk mengetahui ukuran luar permukaan adsorben dan pori-pori
dengan menggunakan autosorb iQ-C-AG/MP/XR, adsorpsi N2. Hasil karakterisasi
selanjutnya dibandingkan dengan literatur yang ada.

III.7 Remediasi tanah


Efektivitas sampel biochar terhadap remediasi tanah dianalisa dengan mengamati
pertumbuhan sirih gading silver yang ditanam pada polybag berukuran 6 x 7 cm. Percobaan
dilakukan pada 7 polybag yang akan ditanami sirih gading silver pada tanah yang
terdegradasi. Kemudian 6 polybag yang berisi 25 gram biochar akan ditambahkan tanah yang
terdegradasi sebanyak 250 gram dan 1 polybag sebagai sampel awal tanpa penambahan
biochar. Lalu diamati pertumbuhan dari 7 tanaman tersebut 4x selama satu bulan.

31
Tabel 3.2 Pertumbuhan sirih gading silver yang diamati
Tinggi
Percobaan Biochar NaOH Minggu Ke-
1 2 3 4
A Tanpa penambahan Tanpa penambahan
B 5M
25 gr dari sekam
C 7,5 M
padi
D 10 M
E 25 gr dari sekam
7,5 M
padi (10 gr)
F Menggunakan NaOH terbaik
25 gr dari ampas
pada penelitian bahan baku
tebu
sekam padi
G Menggunakan NaOH terbaik
25 gr dari serbuk
pada penelitian bahan baku
kayu
sekam padi

32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Karakterisasi Fisik Biochar
Bentuk fisik biochar berbahan dasar sekam padi, biochar berbahan dasar ampas tebu, dan
biochar berbahan dasar ampas tebu dapat dilihat pada Gambar 4.1. Biochar dihasilkan dari
sintesis dengan metode yang sama yaitu menggunakan metode hidrotermal sehingga
menghasilkan bentuk fisik yang berbeda. Biochar berbahan dasar sekam padi menghasilkan
biochar berwarna hitam, sedangkan serbuk kayu dan ampas tebu menghasilkan warna
kecoklatan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa warna bahan baku yang
digunakan dalam sintesis biochar mempengaruhi warna biochar yang dihasilkan.

Gambar 4.1 Biochar dari biomassa yang disintesis dengan metode hidrotermal (a) biochar
berbahan dasar sekam padi (b) biochar berbahan dasar serbuk gergaji (c) biochar berbahan
dasar ampas tebu

IV.2 Karakterisasi Fisik Biochar


IV. 2.1 Uji Fourier transform infra-red (FTIR)
Spektrum biochar menunjukkan bahwa bahan baku mepengaruhi gugus fungsi, terjadi
pemanjangan, penurunan atau hilangnya pita yang berhubungan dengan gugus fungsi hidroksil
(H), metil (CH3) dan metil (CH2) dalam rentang dari 3500 hingga 2800 cm -1, alkil (CC), nitrile
(CN) dan asam karboksilat (C-O) pada kisaran 2600 hingga 1600 cm -1, amina (NH- dan NH3),
gugus yang mengandung sulfat (S-O) dan rantai aromatic (C-C, CO- dan CH2), pita diantara
1700 sampai 1400 cm-1, alkena (C-H) , halogen (C-Cl) dan silfat (SO 2) , pada kisaran 1800
hingga 500 cm-1 , serta di luar bidang rantai aromatic (Susilo et al., 2015). Persentase tertinggi
pada spektrum biochar berbahan dasar sekam padi, selanjutnya biochar berbahan dasar serbuk
kayu dan biochar berbahan dasar ampas tebu.
(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4.2 Luas gugus fungsi (a) Spektrum FTIR biochar berbahan dasar sekam padi
dengan konsentrasi NaOH 5;7,5;10M (b) biochar berbahan dasar sekam padi NaOH 5M (c)
biochar berbahan dasar sekam padi NaOH 7,5M (d) biochar berbahan dasar sekam padi
NaOH 10M

Karakterisasi menggunakan analisis FTIR bertujuan untuk mengidentifikasi adanya


gugus fungsional yang terkandung dalam biochar. Keberadaan gugus fungsional yang
terkandung pada permukaan biochar merupakan gugus yang memberikan pengaruh signifikan
pada uji remediasi tanah yang dilakukan tanaman gading sirih. Dari analisis grafik diatas
diperoleh luas gugus fungsi biochar berbahan dasar sekam padi dengan sampel 10 gram dan
konsentrasi NaOH 5M didapatkan luas area gugus fungsi sejumlah 47,140. Biochar berbahan
dasar sekam padi dengan konsentrasi NaOH 7,5M didapatkan luas area gugus fungsi sejumlah
38,765. Dan biochar berbahan dasar sekam padi dengan konsentrasi NaOH 10M didapatkan luas
area gugus fungsi sejumlah 45,619. Dari data diatas dapat dsimpulkan bahwa hasil terbaik dari
ketiga konsentrasi tersebut adalah biochar berbahan dasar sekam padi dengan konsentrasi 5M.
kemudian NaOH dengan konsentrasi 5M akan digunakan untuk sintesis bahan lainnya. Hal ini
dikarenakan semakin jenuh konsentrasi
NaOH maka CO2 akan semakin berkurang, oleh karena itu banyaknya CO2 yang terikat juga akan
mempengaruhi kemampuan NaOH sebagai penyerap (Sasmita et al, 2022).

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4.3 Luas gugus fungsi (a) Spektrum FTIR biochar berbahan dasar sekam padi,
sserbuk kayu, dan ampas tebu(b) biochar berbahan dasar sekam padi (c) biochar berbahan dasar
serbuk kayu (d) biochar berbahan dasar ampas tebu
Berdasarkan hasil analisis biochar berbahan dasar sekam padi, biochar berbahan dasar
serbuk kayu dan biochar berbahan dasar ampas tebu, semuanya memiliki gugus fungsi yang
sama namun transmisinya berbeda. Dari hasil analisis diperoleh luas gugus fungsi biochar
berbahan dasar sekam padi sebesar 27,576, biochar berbahan dasar serbuk kayu sebanyak
26,315, dan biochar berbahan dasar ampas tebu sebanyak 24,021. Hal ini menunjukkan senyawa
seperti hemiselulosa, selulosa dan lignin telah terurai pada saat proses pembakaran. Terurainya
zat mudah menguap pada biochar dapat meningkatkan pembentukan gugus fungsional dalam
biochar yang mempengaruhi luas permukaan spesifik dan struktur pori pada biochar (Li et al.,
2013).
IV.2.2 Uji Brunauer, Emmett, and Teller (BET) and Barrett – Joyner – Halenda (BJH)
Analisis BET bertujuan untuk menganalisis luas permukaan dan pori-pori pada biochar
yang bertugas untuk menghilangkan zat-zat pencemar dalam tanah (Verdiana et al., 2016).
Tabel 4.1 Hasil uji BET-BJH biochar dari sekam padi sampel 10 gram
Sampel Luas Permukaan (m2/g) Radius Pori Total Volume
Rata-Rata (Å) Pori (cc/g)
NaOH 5M 2,460 17,053 0,006
NaOH 7,5M 4,342 17,048 0,008
NaOH 10M 4,179 21,568 0,013

Tabel 4.2 Hasil uji BET-BJH biochar dari ketiga biomassa sampel 7 gram dengan konsentrasi
NaOH 5M
Sampel Luas Permukaan (m2/g) Radius Pori Total Volume
Rata-Rata (Å) Pori (cc/g)
Sekam Padi 2,460 17,047 0,007
Serbuk Kayu 12,386 24,400 0,022
Ampas Tebu 15,293 19,124 0,045

Dari hasil karakterisasi BET-BJH yang dihasilkan tersaji pada tabel 4.1 menunjukkan
biochar dari sekam padi konsentrasi NaOH 7,5M mempunyai luas permukaan paling luas
dibandingkan dengan yang lainnya namun biochar dari sekam padi konsentrasi NaOH 10M
memiliki volume pori lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambah konsentrasi
larutan NaOH maka semakin sehingga luas permukaan pori. Luas permukaan biochar ditentukan
oleh ukuran pori-porinya. Ukuran pori-pori biochar yang lebih kecil akan menghasilkan luas
permukaan yang semakin besar, sehingga kecepatan dan kapasitas dalam proses adsorpsi akan
bertambah (Nurfitria et al., 2019). Pembentukan pori terjadi karena adanya pengikisan akibat
reaksi permukaan karbon dengan zat pelarut (Pongener et al.,2015).
Dari analisis pada tabel 4.2 ketiga bahan baku tersebut diperoleh hasil terbaik yaitu
biochar yang menggunakan bahan baku ampas tebu dengan luas permukaan 15,293 (m 2/g),
radius pori rata-rata 19,124 (nm), dan volume pori total 0,045 (cc/g). Dari tabel 4.1 dan 4.2
isoterm adsorpsi dan desorpsi N2 diukur pada 77,35K. Luas permukaan sangat penting untuk
dibahas, terutama struktur pori. Pori-pori dengan dpore < 2 nm diklasifikasikan sebagai mikropori,
pori-pori dengan ukuran antara 2 dan 50 nm adalah mesopori, dan d pore > 50 nm adalah
makropori. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4.1 dan 4.2, semua sampel dipisahkan
secara mesopori karena
ukuran pori 17 hingga 25 nm. IUPAC mengkategorikan isoterm adsorpsi menjadi enam jenis
(isoterm tipe I hingga VI) dan pola histeresis menjadi empat jenis (loop histeresis H1 hingga
H4), keduanya umumnya digunakan untuk mengkarakterisasi mekanisme fisisorpsi padatan
berpori (Ariyanti et al., 2023).

IV. 3 Aplikasi Remediasi Tanah


Pengelolaan lahan pertanian yang tidak sesuai prosedur dapat menyebabkan degradasi
senyawa organik di dalam tanah. Banyak penelitian yang memanfaatkan biomassa untuk
meningkatkan kandungan karbon organik (Lou et al., 2011). Penambahan biochar pada tanah
juga dapat menetralkan pH tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, dan meningkatkan
pertumbuhan mikroba di dalam tanah (Yaashikaa et al., 2020). Oleh karena itu, pada penelitian
ini dilakukan pengujian dengan menambahkan biochar pada tanah terdegradasi yang ditanami
tanaman sirih gading.
IV.3.1 Perbandingan Pertumbuhan Daun
Hasil pengamatan dan pengukuran luas daun dapat dilakukan dengan metode panjang kali
lebar. Namun, perlu mengetahui bentuk daun berdasarkan pola daun yang dimilikinya. Di bawah
ini tabel pengamatan dan perhitungan nilai konstanta bentuk daun (k) pada helaian daun untuk
jenis tanaman hortikultura.

Tabel 4.3 Nilai konstanta bentuk daun (k) untuk pengukuran luas daun (Susilo., 2015)

No. Types Of Horticultural Plants Constant Value


(K)
Decorative Plants:
1. Bougainvillea (Bougenvillea Glabra L.) 0.734
2. Cattleya (Cattleya Sp.) 0.754
3. Love Wave (Anthurium Plowmanii L.) 0.645
4. Melati (Jasminum Sambac L.) 0.744
5. Ivory Betel (Scindapsus Aureus L.) 0.655
6. Wijaya Kusuma (Epiphyllum Oxypetalum L.) 0.570
Gambar 4.4 Hasil pengamatan pertumbuhan daun pada tanaman dengan penambahan
biochar berbahan dasar sekam padi NaOH 5;7.5;10M
Mengenai beberapa manfaat yang dihasilkan dari pengamatan daun dan analisis lanjutan,
termasuk pengamatan pengukuran luas daun. Panjang dan lebar daun diukur. setelah diperoleh
hasil pengamatan panjang dan lebar daun selama empat minggu. Hasilnya dihitung dengan
menggunakan rumus (Sitompul et al., 1995). dengan rumus = P x L x k dimana P adalah panjang
daun, L adalah lebar daun, dan k adalah nilai konstan maka dengan menggunakan metode
panjang kali lebar dalam menghitung luas daun pasti memerlukan nilai konstanta atau
disebut juga koefisien dalam perhitungan. Nilai konstanta tanaman sirih terdapat pada Tabel 4.3
Dari hasil perhitungan diperoleh LD = P x L x k. Hasil uji remediasi tanah diperoleh dengan
komposisi 25 gram biochar dari sekam padi dengan konsentrasi NaOH 5;7,5;10M dan 250 gram
tanah terdegradasi. Hasil terbaik diperoleh pada pertumbuhan daun yaitu tanaman dengan
penambahan biochar berbahan dasar sekam padi konsentrasi NaOH 5M dengan luas daun
minggu ke-0 sebesar 34,79 cm2, minggu pertama sebesar 36,51 cm2, minggu kedua sebesar 37,23
cm2, minggu ketiga sebesar 40,82 cm2, minggu keempat sebesar 41,28 cm2 mengalami
peningkatan pertumbuhan yang signifikan setiap minggunya. Disusul tanaman dengan
penambahan biochar berbahan sekam padi dengan konsentrasi NaOH 10M, luas daun pada
minggu ke-0 sebesar 23,53 cm2, minggu pertama sebesar 25,07 cm2, minggu kedua 25,20 cm2,
minggu ketiga 25,23 cm2, minggu keempat 25,23 cm2, dan terakhir pada tanaman dengan
penambahan biochar berbahan dasar sekam padi 7,5M
NaOH luas daun dari minggu ke-0 sampai keempat tidak mengalami peretumbuhan yaitu 25,72
cm2.

Gambar 4.5 Hasil pengamatan pertumbuhan daun pada tanaman dengan penambahan
biochar berbahan dasar sekam padi, serbuk kayu dan ampas tebu
Dari hasil perhitungan diperoleh LD = P x L x k, hasil uji remediasi tanah diperoleh
dengan komposisi 25 gram biochar dari sekam padi, ampas tebu, serbuk kayu, dan 250 gram
tanah terdegradasi, serta satu tanaman tanpa penambahan biochar. Hasil terbaik diperoleh pada
pertumbuhan daun yaitu tanaman dengan penambahan biochar berbahan dasar sekam padi
dengan luas daun pada minggu ke 0 sebesar 34,79 cm2, minggu pertama sebesar 36,51 cm2,
minggu kedua sebesar 37,23 cm2, minggu ketiga sebesar 40,82 cm2, minggu keempat sebesar
40,82 cm2 mengalami peningkatan pertumbuhan yang signifikan setiap minggunya. Diikuti
tanaman dengan penambahan biochar berbahan serbuk kayu dengan luas daun pada minggu ke-0
sebesar 23,11 cm2, minggu pertama sebesar 24,79 cm2, minggu kedua sebesar 27,95 cm2, minggu
ketiga sebesar 27,95 cm2, minggu keempat sebesar 27,95 cm2, selanjutnya biochar berbahan
dasar ampas tebu dengan luas daun minggu ke-0 sebesar 30,44 cm2, minggu pertama sebesar
31,38 cm2, minggu kedua sebesar 33,36 cm2, minggu ketiga sebesar 33,36 cm2 minggu keempat
sebesar 33,36 cm2, dan terakhir tanaman tanpa penambahan biochar dengan luas daun minggu
ke-0 sebesar 23,60 cm2, minggu pertama sebesar 23,98 cm2, minggu kedua sebesar 24,35 cm2,
minggu ketiga sebesar 24,35 cm2, dan minggu keempat sebesar 24,35 cm2. Pertumbuhan tersebut
menunjukkan bahwa ketersediaan unsur hara dapat meningkatkan luas daun tanaman,
khususnya unsur hara makro.
Peran biochar salah satunya adalah sebagai habitat tumbuhnya mikroorganisme menguntungkan
seperti bakteri Pseudomonas sebagai pengikat P dan bakteri Acetobacter sebagai pengikat N
sehingga unsur hara makro dapat tersedia di dalam tanah. Ketersediaan unsur hara yang cukup
dapat membantu pembentukan bagian vegetatif pada tanaman. Jadi semakin luas, luas daun yang
terbentuk maka semakin banyak pula klorofil yang dihasilkan tanaman tersebut.
IV.3.2 Perbandingan Pertumbuhan Akar

Gambar 4.6 Hasil pengamatan pertumbuhan akar pada tanaman dengan penambahan
biochar berbahan dasar sekam padi NaOH 5;7.5;10M
Hasil uji remediasi tanah dengan komposisi 25 gram biochar dari sekam padi NaOH
5;7,5;10M, dan 250 gram tanah terdegradasi. Hasil terbaik diperoleh untuk pertumbuhan akar
yaitu tanaman dengan penambahan biochar berbahan sekam padi 5M NaOH mengalami
peningkatan sebesar 4,2 cm. Disusul tanaman dengan penambahan biochar berbahan sekam padi
10M NaOH mengalami peningkatan sebesar 2,8 cm dan biochar berbahan sekam padi 7,5M
NaOH tidak mengalami peningkatan.
Gambar 4.7 Hasil pengamatan pertumbuhan akar pada tanaman dengan penambahan
biochar berbahan dasar sekam padi, serbuk kayu dan ampas tebu
Hasil uji remediasi tanah dengan komposisi 25 gram biochar dari sekam padi, serbuk
kayu dan ampas tebu dan 250 gram tanah yang terdegradasi, serta satu tanaman tanpa
penambahan biochar. Hasil terbaik pertumbuhan akar diperoleh tanaman dengan penambahan
biochar berbahan dasar sekam padi konsentrasi NaOH 5M meningkat dari 5 cm menjadi 13,70
cm. Hal ini disebabkan oleh membaiknya kondisi tanah baik secara sifat fisik, kimia ataupun
biologi tanah. Biochar juga dapat menambah ketersediaan hara dalam tanah dan mengaktifkan
kerja mikroorganisme tanah dalam mendekomposisikan bahan organik. Ketersediaan hara dalam
tanah, struktur tanah dan tata udara tanah yang baik sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan akar serta kemampuan akar tanaman dalam menyerap unsur hara. Unsur hara
diantaranya N yang berperan pada peningkatan kualitas dan kuantitas dari biochar yang
dihasilkan dan kandungan protein didalamnya. Kedua, P berperan penting dalam meningkatkan
kualitas tanaman tertentu, unsur P lebih banyak dibutuhkan karena memiliki aktivitas
metabolisme yang tinggi dan pembelahan sel yang cepat seperti pertumbuhan akar, bunga, dan
pembentukan dan perkembangan pematangan biji dan buah. Oleh karena itu jika kekurangan P
menyebabkan pertumbuhan lebih lambat dan warna daun menjadi lebih gelap. Ketiga, unsur hara
kalium merupakan unsur paling banyak diserap setelah unsur N, unsur K ini berperan dalam
menurunkan apabila kelebihan pemberian unsur N sehingga tanaman tidak rentan terhadap
serangan hama, penyakit, dan mudah rontok pada bagian daun, cabang batang, bunga, dan buah.
Keempat, unsur
kalsium yang berfungsi untuk membanT meningkatkan produktivitas panen dan mengurangi
keasaman tanah (Purba et al., 2021)
IV.3.3 Perbandingan Pertumbuhan Batang

Gambar 4.8 Hasil pengamatan pertumbuhan batang pada tanaman dengan penambahan
biochar berbahan dasar sekam padi NaOH 5;7.5;10M
Hasil uji remediasi tanah dengan komposisi 25 gram biochar dari sekam padi NaOH
5;7,5;10M, dan 250 gram tanah terdegradasi. Hasil terbaik diperoleh pada pertumbuhan batang
yaitu tanaman dengan penambahan biochar berbahan dasar sekam padi konsentrasi NaOH 5M
mengalami pertumbuhan sebesar 1,5 cm. Diikuti tanaman dengan penambahan biochar berbahan
sekam padi dengan konsentrasi NaOH 10M yaitu dengan peningkatan 0,5 cm, dan biochar
berbahan sekam apadi dengan konsentrasi 7,5M tidak mengalami peningkatan.
Gambar 4.9 Hasil pengamatan pertumbuhan batang pada tanaman dengan penambahan
biochar berbahan dasar sekam padi, serbuk kayu dan ampas tebu
Hasil uji remediasi tanah dengan komposisi 25 gram biochar dari sekam padi, ampas
tebu, serbuk kayu, dan 250 gram tanah terdegradasi, serta satu tanaman tanpa penambahan
biochar. Hasil terbaik diperoleh pada pertumbuhan batang yaitu tanaman tanpa penambahan
biochar mengalami pertambahan sebesar 2 cm. Diikuti tanaman dengan penambahan biochar
berbahan sekam padi yaitu dengan pertambahan 1,5 cm, tanaman berbahan serbuk kayu
mengalami pertambahan 0,5 cm, dan biochar berbahan ampas tebu tidak mengalami
peningkatan. Hasil uji remediasi tanah dengan komposisi 25 gram biochar dari sekam padi,
ampas tebu, serbuk kayu, dan
250 gram tanah terdegradasi, serta satu tanaman tanpa penambahan biochar. Hasil terbaik
diperoleh untuk pertumbuhan akar yaitu tanaman dengan penambahan biochar berbahan sekam
padi meningkat dari 5 cm menjadi 13,70 cm. Disusul tanaman tanpa penambahan biochar yang
mengalami peningkatan sebesar 0,5 cm dan terakhir tanaman dengan penambahan biochar
berbahan serbuk gergaji dan biochar berbahan ampas tebu tidak mengalami peningkatan.
Pertambahan tinggi tanaman dipengaruhi oleh unsur hara N dalam tanah yang meningkat setelah
penambahan biochar. Biochar mempunyai kapasitas menahan udara yang tinggi sehingga dapat
menjaga unsur hara N tidak mudah tercuci dan lebih banyak tersedia bagi tanaman. Menyatakan
bahwa penambahan biochar dapat meningkatkan kelembaban dan pH tanah sehingga
merangsang proses mineralisasi N dan nitrifikasi yang menyebabkan serapan tanaman
meningkat. Biochar meningkatkan kebutuhan N anorganik untuk asimilasi tanaman dengan
meningkatkan retensi dan mengurangi dampak pencucian. Dinyatakan bahwa unsur N berfungsi
merangsang pertumbuhan pada fase vegetatif, khususnya batang dan daun. Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa biochar sekam padi dapat memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan
produktivitas tanaman. Di sisi lain, penambahan biochar ke dalam tanah dapat meningkatkan
ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Dengan tersedianya unsur hara di dalam tanah, akar
tanaman dapat meningkatkan serapan unsur hara.
Minggu pertama pengamatan

Minggu kedua pengamatan


Minggu ketiga pengamatan

Minggu keempat pengamatan

Gambar 4.10 Pengamatan peneraoan biochar untuk aplikasi remediasi tanah

IV.4 Karakterisasi Tanah


IV.4.1 Populasi Bakteri
Setelah dilakukan proses remediasi, tanah dari tanaman dengan penambahan biochar dan
tanpa penambahan biochar dikarakterisasi menggunakan uji Total Plate Count (TPC) SNI
3554:2015.
Tabel 4.4 Hasil uji Total Plate Count (TPC)
No Nama Sampel Hasil Analisa Satuan
1 Tanpa biochar 1,8 X 106
2 Biochar dari sekam padi NaOH 5M 1,3 X 107
CFU/ml
3 Biochar dari serbuk kayu NaOH 5M 2,1 X 106
4 Biochar dari ampas tebu NaOH 5M 2,5 X 107

Dari hasil uji TPC tanaman tanpa penambahan biochar memiliki jumlah bakteri paling sedikit
yaitu 1,8 X 106 di bandingkan tanaman dengan penambahan biochar dan biochar berbahan dasar
ampas tebu memiliki jumlah mikroba paling banyak yaitu 2,5 X 10 7. Hal ini berkaitan dengan
hasil uji BET-BJH dimana biochar berbahan dasar ampas tebu memiliki luas permukaan dan
volume pori
paling banyak, semakin luas permukaan maka akan mudah mikroba untuk berkembang biak. Hal
ini menandakan mikroba yang ada pada tanaman dengan penambahan biochar mampu bertahan,
berkembang biak dan subur. yang dapat dikatakan lebih subur karena memiliki nilai rasio C/N
yang lebih rendah. Nilai rasio C/N merupakan indikator yang sangat sensitif untuk mengetahui
kondisi kesuburan tanah (Ge et al., 2013). Inokulasi bakteri juga mempunyai pengaruh positif
terhadap penyerapan N pada pertumbuhan tunas dan akar tanaman (Islam et al., 2009). Dalam
perannya, beberapa tanaman dengan kelompok bakteri fosfat juga dalat melarutkan unsur fosfat
yang tidak dalat terlarut dalam tanah (Khan et al., 2006). Mikroba pelarut fosfat memiliki peran
penting bagi pertanian untuk meningkatkan ketersediaan hasil pertanian (Ekin, 2010).
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV, maka dari penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:

1. Biochar dapat disintesis dengan bahan baku yang berhasil dari biomassa. Dari ketiga
biomassa yang digunakan yaitu sekam padi, serbuk kayu, dan ampas tebu, hasil sintesis
dengan metode hidrotermal menunjukkan bahwa ketiga biomassa tersebut dapat
dijadikan bahan baku pembuatan biochar
2. Keberhasilan dalam mensintesis biochar dibuktikan dengan kemampuan pada proses
remediasi tanah, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa biochar dari sekam
padi memiliki kemampuan yang baik pada proses remediasi tanah dibandingkan sampel
yang lain
3. Proses remediasi tanah dengan cara penanaman tanaman gading girih dan penambahan
biochar dari sekam padi menunjukkan pertumbuhan secara signifikan dibandingkan
dengan tanaman tanpa penambahan biochar dan tanaman dengan penambahan biochar
dari serbuk kayu dan ampas tebu, ditunjukkan dengan pertumbuhan luas daun, Panjang
akar dan Panjang batang.
4. Berdasarkan hasil karakterisasi dengan uji FTIR menunjukkan bahwa hasil terbaik
sintesis biochar dari sekam padi dengan konsentrasi NaOH 5;7,5;10M yaitu biochar dari
sekam padi dengan konsentrasi 5M memiliki jumlah gugus fungsi yang paling banyak.
Dan dari hasil uji BET-BJH biochar dari sekam padi menunjukkan luas permukaan dan
volume pori paling sedikit. Namun luas permukaan dan volume pori tidak terlalu
berpengaruh pada proses remediasi tanah
5. Biochar dari sekam padi dengan konsentrasi NaOH 5M mampu meremediasi tanah yang
terdegradasi dibuktikan dengan pertumbuhan yang signifikan pada tanaman gading sirih
yang ditambahkan dengan biochar
6. Biochar dari sekam padi dengan konsentrasi NaOH 10M memiliki jumlah mikroba paling
banyak sebanyak 9,9 X 107
V.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, penelitian ini memberikan beberapa saran sebagai
berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian sintesis biochar dengan menggunakan biomassa yang lain
mengingat ketersediaan biomassa sangat melimpah
2. Pada penelitian berikutnya perlu dilakukan trial untuk menentukan komposisi biomassa
yang akan dilakukan. Untuk menghindari pengulangan karena salah satu biomassa tidak
bisa larut pada komposisi air yang telah ditentukan
3. Perlu dikaji lebih mendalam mengenai hasil luas permukaan dan volume pori terhadap
fungsi biochar

Anda mungkin juga menyukai