Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Industri tahu merupakan salah satu industri yang berkembang pesat di Indonesia.
Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun
cair. Limbah cair dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan, dan pencetakan
tahu (Rossiana, 2006). Karakteristik limbah cair tahu mengandung bahan organik tinggi dan
mempunyai keasaman yang rendah yakni 4-5, dengan kondisi tersebut maka air limbah
indudtri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran yang potensial apabila air limbah
yang dihasilkan langsung dibuang ke badan air (Herlambang, 2002).
Pengolahan diperlukan untuk menurunkan parameter pencemar dalam air limbah
tersebut agar memenuhi baku mutu air limbah sehingga tidak mencemari lingkungan. Salah
satu pengolahan yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah tersebut adalah pengolahan
anaerob. Pengolahan anaerob memanfaatkan mikroorganisme dalam air limbah untuk
menguraikan zat organik di mana dalam pengolahan ini juga menghasilkan produk samping,
yaitu biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Pada makalah ini, akan membahas jurnal Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob
menggunakan Sistem Batch. Pada jurnal, menggunakan sistem batch untuk mengolah limbah
cair tahu. Batch process merupakan fermentasi dengan cara memasukkan media dan
inokulum secara bersamaan ke dalam reaktor dan pengambilan produk samping (biogas)
dilakukan pada akhir fermentasi. Pada sisitem ini bahan media dan inokulum dalam waktu
hampir bersamaan dimasukkan ke dalam bioreactor (Mayasari, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan biogas?
1.2.2 Apa saja kandungan yang terdapat dalam limbah cair tahu?
1.2.3 Bagaimana potensi biogas yang dihasilkan?
1.2.4 Bagaimana proses pembuatan biogas dengan bahan utama limbah cair tahu?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Memanfaatkan limbah cair tahu sebagai bahan baku pembuatan biogas dengan proses
batch
1.3.2 Mengetahui kandungan yang terdapat dalam limbah cair tahu
1.3.3 Mengetahui potensi biogas yang dihasilkan.
1.3.4 Mengetahui pembuatan biogas dengan bahan utama dari limbah cair tahu.

1.4 Metodologi Penulisan


Dalam makalah ini digunakan metode kajian pustaka, yaitu dengan mencari sumber yang
berkaitan malalui media baca dan media elektronik yaitu melalui internet.
BAB II
ISI
2.1 Bioenergi
Bioenergi adalah energi terbarukan yang didapatkan dari sumber biologis, umumnya
biomassa. Biomassa adalah bahan organik yang menyimpan energi cahaya matahari dalam
bentuk energi kimia. Biomassa sebagai bahan bakar umumnya berupa kayu, limbah industri
kayu, jerami, dan hasil pertanian seperti tebu yang dapat diolah menjadi bahan bakar. Dalam
definisi yang lebih sempit, bioenergi adalah sinonim dari biofuel, yang merupakan bahan bakar
turunan dari sumber biologis. Dalam cakupan yang lebih luas, bioenergi mencakup juga
biomassa. Bioenergi adalah energi yang dihasilkan dari biomassa, tetapi bioenergi bukanlah
biomassa itu sendiri.

2.2 Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Biogas adalah setiap bahan bakar
baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas dapat
dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri,
komersial, domestik atau pertanian.
Ada tiga cara untuk pembuatan biogas:
1. Pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan
pertanian);
2. Fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan, ampas tahu, dsb) tanpa oksigen
untuk menghasilkan biogas;
3. Fermentasi tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester; dan
energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai bahan
bakar).

2.2.1 Prinsip Dasar Biogas


Prinsip dasar biogas adalah proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikro
organism dalam kondisi tanpa udara (anaerob) untuk menghasilkan campuran dari
beberapa gas, diantaranya metan dan CO2.. Biogas tersebut dihasilkan dengan
bantuan bakterimetanogen atau metanogenik yang secara alami terdapat dalam
limbah yang mngandung bahan organik seperti limbah ternak dan sampah organik
(Wahyuni, 2011).

2.2.2 Manfaat-Manfaat Biogas


- Biogas merupakan energi tanpa menggunakan material yang masih memiliki
manfaat termasuk biomassa sehingga biogas tidak merusak keseimbangan
karbondioksida yang diakibatkan oleh penggundulan hutan (deforestation) dan
perusakan tanah.
- Energi biogas dapat berfungsi sebagai energi pengganti bahan bakar fosil
sehingga akan menurunkan gas rumah kaca di atmosfer dan emisi lainnya.
- Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang keberadaannya di atmosfer
akan meningkatkan temperatur, dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar
maka akan mengurangi gas metana di udara.

2.3 Limbah cair


Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat
dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair yang
dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Sedangkan menurut
Sugiharto (1987) air limbah (waste water) adalah kotoran dari masyarakat, rumah tangga dan
juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan, serta buangan lainnya.

Proses pengolahan limbah cair berdasarkan tingkatan perlakuannya dapat dibedakan menjadi
5 golongan:
1. Pengolahan pendahuluan, dilakukan apabila di dalam limbah cair terdapat banyak padatan
terapung dan melayang.
2. Pengolahan tahap pertama, dilakukan untuk memisahkan bahan-bahan padat tercampur
(ukuran kecil). Dapat dilakukan melalui proses sedimentasi. .
3. Pengolahan tahap kedua, dilakukan menggunakan proses biologi, yakni dengan bantuan
mirorganisme seperti bakteri.
4. Pengolahan tahap ketiga, dilakukan jika ada bahan-bahan yang berbahaya, misalkan limbah
cair tersebut mengandung amoniak.
5. Pengolahan tahap keempat dilakukan jika di limbah tersebut terdapat bakteri patogen..

2.4 Ampas Tahu


Salah satu limbah yang berpotensi dijadikan sumber biogas, yaitu limbah tahu. Hal ini
dilihat dari jumlah industri tahu di Indonesia. Pada tahun 2010, sampai bulan Mei, tercatat
jumlah industri tahu di indonesia mencapai 84.000 unit usaha, dengan produksi lebih dari 2,56
juta ton per hari, Penyebaran industri tahu, sekitar 80 % terdapat di pulau Jawa, sehingga
limbah yang dihasilkan diperkirakan 80% lebih tinggi dibandingkan industri tahu di luar pulau
Jawa.
Tahu memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, dalam 100 gr tahu mengandung energi sebesar
68 kalori, protein 7,8 gr, lemak 4,6 gr, hidrat arang 1,6 gr kalsium 124 mg, fosfor 63 mg, besi 0,8
mg, vitamin B 0,06 mg, air 84,8 gr (Sriharti, 2004: 1).
Proses pembuatan tahu banyak menggunakan air sehingga limbah cair lebih banyak
dibandingkan limbah padat tahu. Limbah cair dari industri tahu banyak mengandung bahan
organik yang baik untuk perkembangan mikroorganisme, Limbah cair yang dihasilkan oleh
industri tahu sekitar 15- 20 liter/kg bahan baku kedelai. Total Suspended Solid (TSS) sekitar 30
Kg/Kg bahan baku kedelai, Biological Oxygen Demnad (BOD) 65 g/ Kg bahan baku kedelai dan
Chemical Oxygen Demand (COD) 130 g/ Kg bahan baku kedelai.
ampas tahu terdapat kandungan gizi. Yaitu, protein (23,55 persen), lemak (5,54 persen),
karbohidrat (26,92 persen), abu (17,03 persen), serat kasar (16,53 persen), dan air (10,43 persen).
Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, khususnya perairan.

2.4.1 Manfaat Ampas Tahu


- Dibuat sebagai isi dari bakpia.
- Meningkatkan produksi broiler yang digunakan untuk minimisasi limbah.
- Meningkatkan produksi maggot.
- Untuk Pakan ternak ikan, sapi, unggas, cacing tanah dan lainnya.
- Menjadi bahan dasar beberapa makanan ringan (jajanan pasar).
- Dibuat menjadi tepung ampas tahu
- Bahan baku pembuatan tempe gembus

2.5 Proses batch


Menurut Iman, 2008 (2008) Batch Process merupakan fermentasi dengan cara memasukan
media dan inokulum secara bersamaan ke dalam bioreactor dan pengambilan produk dilakukan
pada akhir fermentasi. Pada system batch, bahan media dan inokulum dalam waktu yang hampir
bersamaan di masukan ke dalam bioreactor, dan pada saat proses berlangsung akan terjadi terjadi
perubahan kondisi di dalam bioreactor (nutrient akan berkurang dan produk serta limbah).
Contoh produk Sistem Batch Process, diantaranya : yang mungkin dilakukan untuk skala kecil
adalah fermentasi batch. untuk pembuatan Bioetanol : Food Grade dan Industrial ( Kosmetika ,
kesehatan dsb). Tidak direkomendasikan menambahkan UREA,NPK dan Bahan Kimia lainya
kecuali : Ragi ( Mikroba etanol ) (Bambang, 2010).
Pada penelitian yang dilakukan Tri Supriyanto (2010), tentang Fermentasi Etanol dari
Molases dengan Zymomonas mobilis A3 yang Diamobilisasi pada K-Karagenan juga dapat
dilakukan dengan cara Batch. Ragi yang dapat digunakan dalam proses fermentasi etanol adalah
Saccharomyces cerivisiae, Saccharomyces uvarum (tadinya Saccharomyces carlsbergensis),
Candida utilis, Saccharomyces anamensis, Schizosccharomyces pombe.
Hasil penelitian lainnya juga dilakukan oleh Caylak dan Vardar (1998), dalam Widjaja
(2010), Penelitian ini membandingkan produksi etanol dengan berbagai proses fermentasi yaitu,
batch, kontinyu, fed-batch, dan semi-kontinyu menggunakan glukosa sebagai substrat dengan
konsentrasi substrat 220 g/L dan bakteri Saccharomyces cerevisiae baik yang freecells maupun
immobilisasi sel.
2.5.1 Alasan menggunakan System Batch Process
Pada system fermentasi Batch, pada pasarnya prinsipnya merupakan sistem tertutup,
tidak ada penambahan media baru, ada penambahan oksigen (-O2) dan aerasi, antifoam dan
asam/basa dengan cara kontrol pH (Iman, 2008).
Batch Fermentation banyak diterapkan dalam dunia industri, karena kemudahan dalam
proses sterilisasi dan pengontrolan alat (Minier and Goma, 1982) dalam Setiyo Gunawan
(2010). Selain itu juga, pada cara batch menurut penelitian yang dilakukan Hana Silviana
(2010), mengatakan bahwa cara batch banyak diaplikasikan di industri etanol karena dapat
menghasilkan kadar etanol yang tinggi.

2.5.2 Kendala menggunakan System Batch Process


Pada fermentasi secara batch untuk fermentasi etanol terjadi kendala yaitu
produktivitas etanol rendah. Rendahnya produktivitas etanol karena pada kondisi tertentu
etanol yang dihasilkan akan menjadi inhibitor, yang akan meracuni mikroorganisme
sehingga mengurangi aktivitas enzim, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
Reksowardojo (2007) tentang produksi etanol menggunakan cara batch. Hal ini juga
diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Minier dan Goma (1982) dalam Hakim
(2010), bahwa fermentasi cara ini mempunyai kendala bahwa konsentrasi etanol yang
dihasilkan sangat rendah karena produksi etanol yang terakumulasi akan meracuni
mikroorganisme pada proses fermentasi. Akumulasi dari produk terlarut yang bersifat racun
akan menurunkan secara perlahan-lahan dan bahkan dapat menghentikan pertumbuhan serta
produksi dari mikroorganisme.
Kendala lain yang terjadi pada cara batch adalah pada proses batch hanya satu siklus
dimana pertumbuhan bakteri dan produksi gas metan semakin lama semakin menurun
karena tidak ada substrat baru yang diumpankan dalam reactor (Aprilianto, 2010). Hal ini
juga diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Natalia Hariani (2010), proses
batch mempunyai kendala, membutuhkan waktu fermentasi yang lama, konsentrasi etanol
yang dihasilkan rendah akibat akumulasi produk etanol yang dapat meracuni
mikroorganisme pada proses fermentasi. Akumulasi dari produk terlarut yang bersifat racun
akan menurunkan secara perlahan-lahan dan selanjutnya menghentikan pertumbuhan
mikroorganisme serta produksi etanol.
Pada system batch, jumlah bakteri akan terus bertambah sedangkan tidak ada substrat
yang ditambahkan dalam reaktor sehingga glukosa yang terkonversi menjadi etanol akan
semakin besar (Hana, 2010).

2.5.3 Keuntungan menggunakan System Batch Process


Menurut Rommy (2010), Bioreaktor tipe batch Tipe batch memiliki keuntungan lain
yaitu dapat digunakan ketika bahan tersedia pada waktu waktu tertentu dan bila memiliki
kandungan padatan tinggi (25%). Bila bahan berserat/ sulit untuk diproses, tipe batch akan
lebih cocok dibanding tipe aliran kontinyu (continuos flow), karena lama proses dapat
ditingkatkan dengan mudah. Bila proses terjadi kesalahan, misalnya karena bahan beracun,
proses dapat dihentikan dan dimulai dengan yang baru.

2.5.4 Prinsip (prosedur/SOP) System Batch Process


Sebagai contoh, merupakan cara batch yang digunakan adalah cara batch anaerob dari
penelitian Soewondo (2010). Reaktor yang digunakan dalam dalam hal ini adalah reaktor
batch anaerob dengan volume operasional sebesar 4 L. Pada penutup reaktor, terdapat 2
buah selang silikon untuk sampling gas dan penambahan substansi (penetralan pH dengan
basa), termometer, serta pengaduk. Untuk reaktor cair, digunakan magnetic stirrer sebagai
pengaduk. Substrat yang telah dicampurkan dengan inokulum dimasukkan ke dalam reaktor.
Setelah reaktor ditutup dengan rapat, nitrogen dialirkan untuk mengusir oksigen yang berada
dalam reaktor supaya tercipta suasana anaerob. Reaktor dioperasikan selama 65 hari.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
a. Alat
Reaktor Batch

b. Bahan
- Limbah cair tahu
- Kotoran sapi

3.2. Cara Kerja


Pengolahan limbah cair tahu secara anaerob dilakukan menggunakan sistem batch dalam
skala laboratorium. Proses batch dilakukan dengan cara memberi kontak antara sampel
limbah cair tahu dengan kotoran sapi selama 30 hari sehingga dapat diketahui perubahan
kualitas pada sampel limbah cair tahu. Penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap persiapan bahan baku
Dalam tahap ini dilakukan untuk mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Bahan yang digunakan adalah limbah cair tahu dari pabrik Jalan Dago Bandung dan
kotoran sapi dari peternakan sapi daerah Dago. Sedangkan alat yang digunakan adalah
reaktor batch.
2. Tahap penelitian
Dalam tahap penelitian dilakukan dua jenis perlakuan pada sampel yaitu:
- Perlakuan I, dengan variabel limbah cair 15 liter dan kotoran sapi 1,5 liter.
- Perlakuan II, dengan variabel limbah cair 15 liter dan kotoran sapi 2,5 liter.
Percobaan pada tiap variasi perlakuan dilakukan selama 30 hari dengan pengukuran pH,
pemeriksaan BOD, COD, TSS dan rasio C/N pada awal dan akhir pengolahan.
3. Tahap analisis
Tahap terakhir adalah analisis hasil tentang presentase penyisihan parameter dan produksi
biogas yang dihasilkan.
3.3. Diagram Alir Metode Penelitian

Gambar 1. Diagram alir metode penelitian


3.4 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Baku Mutu Limbah Cair

Tabel 1 menunjukan karakteristik limbah cair berdasarkan KepMenLH no.51 tahun 1995.
Karaktristik terebut kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian pada perlakuan I dan
perlakuan II pada hari ke-0 dan hari ke-30.
Tabel 2. Konsentrasi pada hari ke-0 dan ke-30

Keterangan:
P1= Perlakuan I
P2= Perlakuan II
Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa pada awal suhunya adalah 30C kemudian
mengalami penurunan di akhir yaitu menjadi 27,8C. Pengukuran hanya dilakukan diawal dan
diakhir penelitian saja karena keterbatasan alat.
pH air limbah mengalami kenaikan pada perlakuan 1 dan perlakuan 2. Pada proses
anaerob terdapat proses pembentukan asam yang menyebabkan pH turun, namun dapat
dinetralkan dengan larutan buffer.
Kadar TSS pada perlakuan 1 dan perlakuan 2 dari hari ke-0 sampai hari ke-30 mengalami
penurunan, namun penurunannya masih belum sesuai dengan ketentuan baku mutu. Hal ini
disebabkan karena waktu pengolahan yang kurang lama.
Pada perlakuan I dan perlakuan II dari hari ke-0 sampai hari ke-30 mengalami penurunan
namun masih belum sesuai dengan standar baku mutu. Hal ini disebabkan karena waktu
pengolahan yang kurang lama. Penurunan kadar BOD menunjukkan adanya aktivitas
mikroorganisme yang merombak bahan organik pada air limbah.
Konsentrasi COD juga mengalami penurunan pada kedua perlakuan tetapi belum sesuai
standar baku mutu. Penurunan konsentrasi COD disebabkan karena selama proses
pendegradasian substrat menglami penurunan kadar bahan organiknya. Hasil penguraian
bahan organik ini kemudian menghasilkan hasil samping gas metan, karbondioksida dan
nitrogen. Gas yang dihasilkan ditampung dalam wadah kemudian ditimbang setiap 5 hari
untuk megetahui laju pembentukan gas yang dihasilkan.
Tabel 3. Berat gas yang dihasilkan

Penimbangan gas dilakukan untuk mengetahui laju pembentukan gas yang dihasilkan.
Penimbangan gas dilakukan denga nerasa analitik. Berat gas dalam satuan gram dihasilkan
dari selisi berat penampung dikurangi berat penampung yang sudah terisi oleh gas. Dari tabel
dapat dilihat bahwa berat gas mengalami naik turun baik perlakuan I maupun perlakuan II.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan biogas adalah rasio C/N. Oleh karena itu dilakukan
pengukuran kadar C dan N pada awal dan akhir penelitian untuk mengetahui rasio C/N.
Tabel 4. Analisa rasio C/N

Tabel 4 diatas memperlihatkan perubahan rasio C/N dari masing-masing perlakuan


setelah proses fermentasi. Dari tabel dapat dilihat bahwa rasio C/N mengalami penurunan
dari awal hingga akhir proses. Unsur karbon dan bahan organik lain merupakan makanan
pokok bakteri, bakteri tersebut menggunakan karbon sebagai energi untuk menghasilkan
biogas. Sehingga semakin banyak biogas yang terbentuk maka rasio C/N akan berkurang.
Pada akhir penelitian yaitu hari ke-30 dilakukan analisa biogas untuk mengetahui
komposisi biogas dengan menggunakan gas kromatografi.
Tabel 5. Analisa komposisi biogas

Berdasarkan analisa gas yang dilakukan diketahui bahwa gas metan yang tebentuk sangat
sedikit dari kedua perlakuan. Hal ini dipengaruhi oleh proses penimbangan dimana pada
proses penimbangan terdapat penurunan laju produksi gas karena ada gas yang keluar dari
wadah. Gas metan yang sedikit juga disebabkan karena C/N yang rendah. Rasio C/N yang
rendah menyebabkan nitrogen akan dibebaskan dan terkumpul dalam bentuk NH4 OH ,
sehingga dalam penelitian ini gas yang paling banyak dihasilkan adalah gas nitorgen.
BAB IV
KESIMPULAN

Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Biogas adalah setiap bahan bakar
baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik.
Proses pembuatan tahu banyak menggunakan air sehingga limbah cair lebih banyak
dibandingkan limbah padat tahu. Limbah cair dari industri tahu banyak mengandung bahan
organik yang baik untuk perkembangan mikroorganisme, pemanfaatan limbah cair tahu sebagai
biogas adalah untuk mengurangi pencemaran lingkungan terutama perairan
Pengolahan limbah cair tahu anaerob dengan proses batch dapat menurunkan parameter
limbah cair tahu walaupun belum sesuai dengan standar baku mutu yang sudah ditetapkan. Dari
penelitian yang dilakukan, perlakuan yang paling optimum adalah perlakuan II dengan limbah
cair 15 liter dan kotoran sapi 2,5 liter.
DAFTAR PUSTAKA

Karim K. Anaerobic Digestion of Animal Waste: Effecft of mixing J Biores Technol. Vol 96:
1607-1612.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-51/MENLH/10/1995 tentang baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
Mayasari, D.H. 2010. Pembuatan Biodigester Dengan Uji Coba Kotoran Sapi Sebagai Bahan
Baku. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Rossiana,Nia. 2006. Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang Terhadap reproduksi Dhapnia
Carinata KING. Jurnal Biologi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Alam
Universitas Padjajaran: Bandung.
Siallagan Nurmay Rosilawati Siska. 2010. Pengaruh Waktu Tinggal dan Komposisi Bahan Baku
Pada Proses Fermentasi Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Produksi Biogas. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Yulistiawati Endang. 2008. Pengaruh Suhu dan C/N Rasio Terhadap Produksi Biogas Berbahan
Baku Sampah Organik Sayuran. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai